34
Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia dr. Iskandar Nasution, Sp. S FINS DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara

Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan

Syringomyelia

dr. Iskandar Nasution, Sp. S FINS

DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP. H.

ADAM MALIK MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

DAFTAR ISI

Hal.

DAFTAR ISI i DAFTAR SINGKATAN ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv ABSTRAK v ABSTRACT vi BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 I.2. Tujuan 1 I.3. Manfaat 1 BAB II. PEMBAHASAN

II.1. TINJAUAN UMUM II.1.1. Definisi 2 II.1.2. Epidemiologi 3 II.1.3. Etiologi 3 II.1.4. Patofisiologi 4 II.1.5. Patologi 5 II.1.6. Klasifikasi 6 II.1.7. Manifestasi Klinis 6 II.1.8. Prosedur Diagnostik 7 II.1.9. Prognosis 9

II.2. TINJAUAN KHUSUS II.2.1. Aspek Radiologis 9 II.2.1.1. X-Ray Photo 9 II.2.1.2. Myelography 10 II.2.1.3. Computed Tomography Scan (CT scan) dan CT-Myelography 12 II.2.1.4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) 14 II.2.1.5.Ultrasonography (USG) 17 II.2.2. Diagnosis Banding 19 II.2.2.1. Tumor Spinal Intramedular 19 II.2.2.2. Hematomyelia 20 II.3. Penatalaksanaan 20 BAB III. KESIMPULAN 25 DAFTAR PUSTAKA 26

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

DAFTAR SINGKATAN

CT : Computed Tomographic

CSF : Cerebrospinal Fluid

FLAIR : Fluid Attenuated Inversion Recovery

MRI : Magnetic Resonance Imaging

SSP : Sistem Saraf Pusat

USG : Ultrasonography

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Manifestasi Klinis Syringomyelia 7

Tabel 2. Beberapa Hasil dari Operasi pada Beberapa Pasien yang memiliki Anomali

Kraniovertebral 24

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Syringomyelia- Malformasi Chiari I 5

Gambar 2. Syringomyelia 6

Gambar 3. MRI Syringomyelia yang menyertai Malformasi Chiari I 8

Gambar 4. Foto X-ray Lumbal 10

Gambar 5. Communicating Syringomyelia pada Myelografi 11

Gambar 6. Communicating Syringomyelia pada CT-myelography 11

Gambar 7. Perbandingan gambaran kavitas syringomyelia 12

Gambar 8. Gambaran CT-Myelogaphy 12

Gambar 9. Opasifikasi dari kista syringomyeli 8 jam setelah penyuntikan 13

Gambar 10. CT-Myelography setelah penyuntikan 13

Gambar 11. Wanita usia 44 tahun dengan Malformasi Chiari tipe I dan

Syringomyelia 14

Gambar 12. Wanita 46 tahun dengan Malformasi Chiari tipe I dan syringomyelia 15

Gambar 13. Syrinx Fokal Posttraumatik 16

Gambar 14. Wanita 46 tahun dengan astrositoma pada servikal medula spinalis 17

Gambar 15.Gambaran USG axial cardiac-gated intraoperatif setelah laminektomi

torakal pada pasien dengan Primary Spinal Syringomyelia (PSS). 18

Gambar 16. Ependimoma pada medulla spinalis 19

Gambar 17. Spinal Epidural Hematoma 20

Gambar 18. Skema penatalaksanaan pada Syringomyelia 22

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

ABSTRAK

Syringomyelia merupakan suatu kondisi yang jarang, dimana terjadi rongga yang berisi cairan cerebrospinal (syrinx) pada pusat medulla spinalis yang juga menyebabkan defisit motorik dan sensorik yang khas. Syringomyelia merupakan gangguan degeneratif yang bersifat kronik progresif dengan gejala yang timbul pada usia dewasa awal. Diagnosis syringomyelia dapat ditegakkan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang menunjukkan adanya kantung kista pada medulla spinalis dan dapat mengalami perluasan. Oleh karena kista tersebut berisi cairan maka memberikan gambaran hipointensitas pada T1 dan hiperintensitas pada T2. Penatalaksanaan pada syringomyelia tidak ada yang spesifik tergantung dari etiologi penyebab syringomyelia. Namun dapat diberikan terapi secara farmakologis ataupun bedah. Kata kunci: Syringomyelia, Syrinx, MRI

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

ABSTRACT

Syringomyelia is a rare condition, where there is a cavity with cerebrospinal fluid inside (syrinx) in the centre of spinal cord, which is caused specific motor and sensory deficit. Syringomyelia is degenerative disease with chronic progressive clinical manifestation which is the manifestation can occur in early adult. Diagnosis of syringomyelia can enforced with Magnetic Resonance Imaging (MRI) that will show a cyst appearance in spinal cord and can enlarge as time. Therefore, because of there is fluid in cyst, in can give hypointensity imaging in T1 and hyperintensity in T2. There is no specific treatment in syringomyelia, it depens on the etiology of syringmyelia. There are pharmacological and surgical treatment in syringomyelia. Key words: Syringomyelia, Syrinx, MRI

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Syringomyelia adalah kelainan kronis, progresif, degeneratif pada medula

spinalis yang berupa lubang/ kavitasi pada bagian tengah medula spinalis segmen servikal.

Kelainan ini dapat meluas ke arah kaudal menuju segmen torakal dan lumbal, atau ke arah

rostral menuju batang otak (syringobulbia). Kelainan ini menyebabkan gangguan-gangguan

neurologis secara progresif, biasanya sebagai amiotrofi brakhial dan disosiasi sensorik

segmental.1,3

Kelainan ini jarang ditemukan. Kelainan ini sering terdapat atau mengikuti kelainan

kongenital seperti misalnya malformasi Arnold-Chiari.1,2,3,4,7 Oleh karena itu, manifestasi

kelainan ini bisa beragam, tergantung dari letak lesi, perluasan lesi, dan kelainan yang

mendasarinya. Namun, secara garis besar kelainan ini dapat didiagnosis karena adanya gejala

yang khas seperti amiotrofi dan disosiasi sensibilitas.3,7 Secara patologis, syringomyrlia

dikarakteristikkan dengan adanya kavitas yang memanjang secara longitudinal dan gliosis.14

Patofisiologi syringomyelia sampai saat ini belum ada persesuaian. Hal ini

mengakibatkan beragamnya metode penatalaksanaan.1

Kelainan ini berkembang secara lambat. Bahkan seorang penderita syringomyelia

dapat berada dalam kondisi yang tetap sama selama beberapa tahun atau bahkan berpuluh

tahun.1,2,3,7

I.2. Tujuan

Secara umum, untuk mengetahui definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis

dan prosedur diagnositik dari syringomyelia pada SSP dan secara khusus membahas

gambaran radiologi dan penatalaksaannya.

I.3. Manfaat

Penulisan refarat ini diharapkan dapat mengetahui gambaran radiologi dan

penatalaksanaan syringomyelia.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. TINJAUAN UMUM

II.1.1. Definisi

Lesi tunggal yang berupa lubang di pusat substansia grisea sentralis dinamakan

sebagai syringomyelia.5,6 Syringomyelia adalah kelainan berupa lubang atau kavitas (syrinx)

yang terdapat pada bagian tengah medula spinalis. Kavitas ini berisi cairan dan tidak

berhubungan secara anatomis maupun fisiologis dengan kanalis sentralis medula

spinalis.1,2,3,4,7 Kavitas tersebut bisa terletak sentral atau eksentris, dilapisi oleh sel glia dan

tidak berhubungan dengan ventrikel keempat (siringomielia non-komunikata).1 Oleh karena

itu, cairan kista siringomielia bukan berasal dari cairan serebrospinal dalam kanalis sentralis

medula spinalis. Walaupun begitu, dalam perkembangannya kista siringomielia ini dapat

mencapai kanalis sentralis medula spinalis sehingga terjadi suatu hubungan dengan kanalis

sentralis yang memungkinkan cairan serebrospinalis mengisi kista siringomielia dan juga

terjadi hubungan antara kista siringomielia dengan ventrikel keempat. Hal ini disebut sebagai

siringomielia komunikan.13

Hidromyelia adalah keadaan di mana terdapat dilatasi kanalis sentralis medula

spinalis.1,2,3,4,7 Kanal yang berdilatasi dilapisi oleh ependim dan berhubungan dengan

ventrikel keempat melalui obex.1,2

Menurut Satyanegara, siringohidromielia didefinisikan sebagai suatu kavitasi tubuler

berisi cairan di dalam sumsum tulang belakang (dapat melibatkan sampai beberapa segmen).

Istilah ini merupakan istilah yang umum di mana dalam hal ini tidak dapat menunjukkan

lokasi kavitas tersebut, hubungannya dengan kanalis sentralis, dan juga tidak menjelaskan

mengenai histologi dinding kista maupun ciri-ciri cairan di dalamnya. Dengan kata lain,

siringomielia dapat merupakan segala macam kista termasuk kista paskatrauma yang berisi

cairan likuor, kista akibat abnormalitas bawaan daerah kranio-vertebra atau kista tumor-tumor

intramedular. Hidromielia yang merupakan istilah yang lebih spesifik, adalah terminologi dari

kavitas intramedular yang merupakan pelebaran dari kanalis sentralis, dindingnya adalah

lapisan ependim, dan mengandung cairan yang identik dengan likuor. Siringobulbia adalah

sebutan bagi kasus yang kavitasnya meluas sampai ke batang otak.13

Akumulasi cairan di dalam medula spinalis sendiri adalah bukan merupakan suatu

manifestasi primer dari proses penyakit, ia merupakan proses sekunder dengan mekanisme

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

yang bervariasi satu penyakit dengan lainnya. Kavitas yang berisi cairan mirip dengan likuor

disebut sebagai siringomielia komunikans (siringohidromielia), dan kerap berkaitan dengan

malformasi Chiari atau disgrafisme spinal okulta. Sedangkan yang berisi cairan pekat yang

proteinkaseosa, yang merupakan proses sekunder dari neoplasma, anomali vaskuler,

arakhnoiditis, dan trauma, diistilahkan sebagai siringomielia nonkomunikans.13

II.1.2. Epidemiologi

Prevalensi syringomyelia adalah 5,6 – 8,6 per 100.000 populasi.1,2 Namun tidak ada

angka kejadian yang pasti untuk syringomyelia di seluruh dunia.7 Penyakit ini dapat mengenai

laki-laki dan perempuan dengan frekuensi yang sama besar.1,2,3 Manifestasi penyakit ini

biasanya muncul pada umur 35 – 45 tahun, tapi bisa juga muncul pada usia tua atau awal

remaja.1,7

II.1.3. Etiologi

Kelainan ini bisa terjadi akibat sebab kongenital dan acquired.1,2,3 Penyebab

kongenital yang sering terkait dengan kelainan ini adalah malformasi Arnold-Chiari.1,2,3,7

Sedangkan sebab dapatan kelainan ini antara lain karena prosedur pembedahan, trauma,

peradangan, dan tumor.1,3,7

a. Kongenital

Syringomyelia dapat terjadi karena suatu gangguan pada waktu kanalis sentralis

dibentuk; atau karena terjadi penyusupan spongioblas (kelainan deferensiasi sel otak)

di kanalis sentralis pada tahap embrional; atau karena terjadi perdarahan pada tahap

embrional.5 Syringomyelia yang tampak pada masa dewasa sering menyertai

malformasi Chiari tipe I.1,2 Sedangkan malformasi Chiari tipe II dan III sering terdapat

pada syringomyelia infantil.1

b. Acquired

• Trauma: kavitasi paska trauma medula spinalis adalah kelainan progresif di

mana kerusakan medula spinalis menyebabkan gangguan pada hidrodinamik

cairan serebrospinal dan arakhnoiditis, sehingga terjadi ekspansi progresif dari

syrinx. Kasus tersering terdapat pada kecelakaan kendaraan bermotor dan

mengenai bagian bawah segmen servikal medula spinalis.1,3,7,8

• Pembedahan: pembedahan spinal intradural, misalnya pada reseksi tumor

medula spinalis, dapat menyebabkan Syringomyelia.1

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

• Peradangan: Syringomyelia paska peradangan dapat terjadi sesudah suatu

infeksi (misalnya tuberkular, jamur, parasit) atau dari meningitis, dan biasanya

berhubungan dengan pembentukan parut arakhnoidal.1,2

• Tumor: beberapa tumor, misalnya ependimoma dan hemangioblastoma

memiliki insidens 50 % disertai dengan syringomyelia.2

II.1.4. Patofisiologi

Sampai saat ini patofisiologi terjadinya Syringomyelia masih belum diketahui. Belum

ada kesepakatan tentang patofisiologi Syringomyelia, khususnya yang terjadi pada

malformasi Chiari I.1,2,3,7,

Salah satu dari postulat yang dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi

syringomyelia adalah teori Hidrodinamik dari Gardner. Aliran normal cairan serebrospinal

dari ventrikel keempat dapat terganggu oleh kegagalan pembukaan saluran keluar dari

ventrikel keempat secara kongenital. Sebagai akibatnya, pulsasi tekanan cairan serebrospinal,

yang ditimbulkan oleh pulsasi sitolik dari pleksus choroideus, disalurkan melalui ventrikel

keempat menuju kanal sentralis medula spinalis, kemudian menyebabkan pembentukan

kavitas sentral yang meluas sepanjang substansi kelabu dan serat-serat lintasan saraf.1,2,7

Teori ini didukung oleh seringnya dijumpai syringomyelia bersama-sama dengan

malformasi kongenital pada tautan kranioservikal yang dapat mengganggu aliran normal

cairan serebrospinal, misalnya pada malformasi Arnold-Chiari, dan sindrom Klippel-Feil (fusi

antara satu atau lebih vertebra servikal), dan abnormalitas kongenital lainnya seperti spina

bifida dan hidrosefalus.1,2,3

Bendungan sirkulasi cairan serebrospinal secara anatomis maupun fisiologis, yang

terjadi sebagai respon terhadap ekspansi otak selama sistol jantung, menyebabkan terjadinya

aliran dari tengkorak menuju ke ruangan subarakhnoid spinal dan mendorong tonsil serebelar

masuk ke dalam ruang subarakhnoid. Kemudian terbentuk pulsasi bertekanan, yang

mendorong cairan serebrospinal dari ruang subarakhnoid menuju ke medula spinalis melalui

ruang Virchow-Robin.1,2

Pada pasien dengan syringomyelia paska trauma, dapat terjadi nekrosis dan

pembentukan kista pada tempat terjadinya cedera yang disebabkan oleh cairan yang

dihasilkan oleh akson yang rusak.2,8

Syringomyelia yang terjadi pada arakhnoiditis spinal dapat disebabkan oleh

mekanisme vaskular. Pada syringomyelia yang terkait dengan tumor, pertumbuhan tumor

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

dapat mengganggu suplai darah medula spinalis dan mengakibatkan iskemia, nekrosis, dan

pembentukan kavitas.2

Gambar 1. Syringomyelia – Malformasi Chiari I

Dikutip dari :Minagar JA, and Alexander S. Arnold-Chiari Malformation and Syringomyelia. dalam Randolph W. Evans. Saunder’s Mannual of Clinical Practice. WB Saunders. . pp 903 –

909. 2003.

II.1.5. Patologi

Kista abnormal berisi cairan, dilapisi oleh jaringan gliotik astrositik dan pembuluh

darah, dan berisi cairan jernih dengan kadar protein relatif rendah, seperti cairan

serebrospinal.1,2 Kelainan ini sering terletak pada bagian tengah gray matter medula spinalis

segmen servikal bawah atau torakal atas, tapi dapat juga mengenai seluruh panjang medula

spinalis dan dapat meluas sampai batang otak (syringobulbia) sampai talamus.1 Sering juga

terdapat abnormalitas perkembangan kolumna vertebralis (skoliosis toraks, fusi vertebra, atau

anomali Klippel-Feil), pada dasar tengkorak (platibasia dan invaginasi basilar), dan kadang-

kadang pada serebelum dan batang otak (malformasi Chiari tipe I).1,3,7

Pada mulanya lubang itu tentu kecil dan meluas ke tepi secara berangsur-angsur.

Seluruh substansia grisea sentralis dapat musnah, berikut dengan massa putih yang dikenal

sebagai komisura alba ventralis. Funikulus dorsalis yang membatasi substansia grisea

sentralis dari dorsal tidak pernah terdesak oleh lubang petologik itu. Tergantung pada luas

lubang dalam orientasi rostrokaudal, maka kornu anterius dan kornu laterale berikut serabut-

serabut spinotalamik (yang membentuk komisura alba ventralis) dapat terusak sepanjang satu

atau dua segmen.5

Biasanya syringomyelia itu kempis, sehingga pada segmen yang terkena, medula

spinalis memperlihatkan atrofia. Tetapi lubang patologik itu dapat mengandung cairan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

serebrospinalis bagaikan kista. Penimbunan cairan itu dapat berlnagsung secara progresif,

sehingga tekanan terhadap substansia alaba di sekelilingnya mengganggu funikulus

posterolateralis (yang mengandung serabut-serabut kortikospinal) dan funikulus

anterolateralis (yang mengandung serabut-serabut spinotalamik).5

Gambar 2. Syringomyelia

Dikutip dari :Mardjono M, dan Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. hal 40 – 41. 2004.

II.1.6. Klasifikasi

Berdasarkan gambaran patologi dan postulat tentang mekanisme perkembangan

syringomyelia, maka syringomyelia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.1,3,7

a. Tipe I. Syringomyelia dengan obstruksi foramen magnum dan dilatasi kanal sentralis,

dapat disertai dengan malformasi Chiari tipe I, atau disertai dengan lesi obstrukstif

foramen magnum yang lain.

b. Tipe II. Syringomyelia tanpa obstruksi foramen magnum (idiopatik).

c. Tipe III. Syringomyelia dengan penyakit medula spinalis yang lain (tumor medula

spinalis, mielopati traumatik, arakhnoiditis spinal dan pakimeningitis, myelomalasia

sekunder).

d. Tipe IV. Hidromyelia murni dengan atau tanpa hidrosefalus.

II.1.7. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis syringomyelia beragam terkait dengan empat jenis klasifikasi

syringomyelia. Perbedaannya tidak hanya karena letak dan perluasan syrinx, tapi juga

berkaitan dengan perubahan patologik yang berhubungan dengannya, seperti misalnya

malformasi Chiari.3

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Tabel1. Manifestasi Klinis Syringomyelia

Dikutip dari :Mumenthaler M, and Mattle H. Diseases of the Spinal Cord. dalam Fundamentals

of Neurology. New York: Georg Thieme Verlag. pp 141 – 155. 2006.

Secara umum kelainan ini menyebabkan gejala-gejala neurologis progresif, biasanya

amyotrofi brakhial dan kelumpuhan sensorik segmental, sesuai bagian yang terkena.1,2,3,4

Gejala-gejalanya biasanya muncul pada umur 35 – 45 tahun, tapi bisa juga muncul pada masa

usia tua atau remaja.1,2,3,4,7 Gejala yang pertama kali muncul dapat berupa nyeri dan rasa tebal

pada tangan, kekakuan pada kaki, skoliosis, vertigo, osilopsia, diplopia, disfonia, disfagia,

stridor laringeal, gangguan pada kelenjar keringat, tortikolis, dan artropati neurogenik.2

Manifestasi klinis syringomyelia yang dapat digunakan sebagai petunjuk diagnosis adalah: a)

kelemahan otot segmental dan antrofi otot-otot tangan dan lengan; b) hilangnya sebagian atau

seluruh refleks tendon, terutama pada lengan; dan c) hipo atau anestesia segmental secara

disosiatik.1,3,4,7

II.1.8. Prosedur Diagnostik

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk membantu menegakkan

diagnosa syringomyelia.2,7 Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk dilakukan

karena resiko terjadinya herniasi sangat besar. Seringkali terjadi peningkatan tekanan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

intrakranial akibat adanya blokade total dari rongga subarakhnoid. Bisa didapatkan

peningkatan ringan dari jumlah protein. Pada kasus blokade total rongga subarakhnoid bisa

didapatkan jumlah protein sekitar 100 mg/dl.1

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk saat ini oleh para klinikus adalah

pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging).1,2,3,7 Alat ini dapat mengambil gambaran

dari struktur tubuh seperti otak dan medula spinalis dengan terperinci. Dalam pemeriksaan

akan didapatkan gambaran kista didalam medula spinalis dengan kondisi yang sama baik

seperti pada gambaran adanya tumor. Pemeriksaan ini juga aman, kurang invasif, serta

memberikan informasi yang sangat mendukung diagnosis syringomyelia.1

Gambar 3. MRI Syringomyelia yang menyertai Malformasi Chiari I

Dikutip dari : Hankey GJ, and Wardlaw JM. Syringomyelia. dalam Clinical Neurology. Manson Publishing. pp: 541 – 533. 2002.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah1,,3,7 :

• X-ray Photo

• CT scan dan CT-myelography

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

II.1.9. Prognosis

Syringomyelia yang tidak diterapi akan berkembang lambat, dan hampir separuh dari

semua pasien tetap tanpa gejala yang spesifik selama lebih dari 10 tahun.2,3,7 Indikator

prognosis yang buruk termasuk terdapatnya gejala selama lebih dari 2 tahun dan terdapatnya

ataksia, nistagmus, gejala-gejala bulbar, atrofi otot, atau disfungsi kolumna dorsalis.2

Secara umum, prognosis siringomyelia sulit ditentukan. Hal ini berkaitan dengan letak

lesi yang sulit dicapai sehingga sulit untuk dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan

pembedahan pada kista bisa memperbaiki gejala neurologis. Tetapi, gejala neurologis juga

dapat memburuk apabila terjadi komplikasi-komplikasi. Pada siringomielia nonkomunikans,

letak lesi yang lebih dekat dengan kanalis sentralis medula spinalis akan mempermudah

dilakukannya tindakan pembuatan pintas (shunt) dengan kanalis sentralis medula spinalis

sehingga cairan kista dapat dialirkan keluar melalui kanalis sentralis medula spinalis. Tetapi

hasil dari tindakan ini juga tidak dapat ditentukan berkaitan dengan berbagai resiko yang

terkait seperti obstruksi, dislokasi dan infeksi, drainase yang tidak sempurna dari kista yang

bersepta, kerusakan medula spinalis akibat shunt yang bergeser, atau perburukan klinis

neurologis akibat tindakan mielotomi.13

Karena terdapat hubungan anatomis dan fisiologis dengan kanalis sentralis medula

spinalis, maka pada siringomielia komunikans dapat dilakukan tindakan pembedahan dengan

tidak banyak melibatkan medula spinalis secara langsung. Hal ini berarti bahwa prognosisnya

lebih baik dari siringomielia nonkomunikans. Tetapi, sampai sekarang belum ada laporan

yang lengkap mengenai prognosis penderita siringomielia.7,13

II.2. TINJAUAN KHUSUS

II.2.1. Aspek Radiologi

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk saat ini oleh para klinikus adalah

pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging).1,2,3,7 Alat ini dapat mengambil gambaran

dari struktur tubuh seperti otak dan medula spinalis dengan terperinci. Dalam pemeriksaan

akan didapatkan gambaran kista didalam medula spinalis dengan kondisi yang sama baik

seperti pada gambaran adanya tumor. Pemeriksaan ini juga aman, kurang invasif, serta

memberikan informasi yang sangat mendukung diagnosis syringomyelia.1

II.2.1.1. X-Ray Photo

Pada pemeriksaan foto x-ray tidak khas untuk menunjukkan suatu syringomyelia.

Pada beberapa kasus syringomyelia, dilaporkan ada dengan disertai skoliosis, terkadang

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

merupakan kombinasi dari skoliosis dan dural ectasia dan keadaan ini sangat jarang. Dural

ectasia didefinisikan sebagai pembesaran dari kanal neural.15

Gambar 4. Foto x-ray Lumbal. Foto X-ray Lumbal pada pasien dengan syrinx yang besar dan

malformasi Chiari tipe 1. A, Gambar anteroposterior tampak skoliosis, terdapat ekspansi dari jarak interpedikel dan penipisan dari pedikel. B, Gambar lateral, tampak scalloping dari vertebral body.

Dikutip dari : Mimura T, Asajima S, Saruhashi Y, and Matsusue Y. A case of Arnold-Chiari syndrome with flaccid paralysis and huge syringomyelia. Spinal Cord (2004) 42, 541-544.

II.2.1.2. Myelography

Myelography dapat digunakan dalam mendiagnosis dari malformasi Arnold-Chiari I

dan suatu syringomyelia dengan tampak pembesaran pada medula spinalis. Namun pada

myelografi sulit untuk menunjukkan abnormalitas ukuran dari medula tersebut. Dan pada

pemeriksaan ini dapat digabungkan dengan pemeriksaan CT-scan. Gabungan CT-

myelography dijumpai lebih sensitif untuk mendiagnosa dari malformasi Arnold-Chiari I dan

berbagai jenis dari syringomyelia.16

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Gambar 5. Communicating Syringomyelia pada Myelografi.Myelogram metrizamide

konvensional menunjukkan pembesaran dari medula dari C3 sampai ke T3. Dikutip dari : Li KC, and Chui MC. Conventional dan CT Metrizamide Myelography in Arnold-Chiari

I Malformation and Syringomyelia. AJNR 8:11-17, 1987.

Gambar 6 . Communicating Syringomyelia pada CT-myelography, A. CT-Myelography segera dilakukan setelah myelografi konvensional menunjukkan pembesaran medula spinalis yang jelas,

tetapi tidak terdapat kontras pada medium. B, Scan setelah 8 jam myelografi konvensional menunjukkan pembesaran medula dan kontras medium didalam kavitas medula (target sign)

Dikutip dari : Li KC, and Chui MC. Conventional dan CT Metrizamide Myelography in Arnold-Chiari I Malformation and Syringomyelia. AJNR 8:11-17, 1987.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

II.2.1.3. Computed Tomography(CT) Scandan CT-Myelography

Computed Tomography (CT) merupakan teknik yang lebih baik untuk menunjukkan

visualisasi dari kavitas. Pengenalan kavitas akan lebih akurat lagi dengan pemberian

metrizamide yang diinjeksi melalui lumbal. Computed Tomography bersamaan dengan

penyuntikan intratekal dari metrizamide merupakan metode yang baik untuk pengenalan

syringomyelia. Pada suatu penelitian, teknik ini menunjukkan kavitas syringomyeli pada 67

dari 75 kasus klinis. Ini juga baik untuk menunjukkan variabilitas morfologi dari setiap

kondisi.17

Gambar 7. Perbandingan gambaran kavitas syringomyelia. A, pemeriksaan polos dengan CT-

scan. B, Opasifikasi kavitas 6 jam setelah penyuntikan, pada gambar tersebut tampak defek posterolateral dari kista.

Dikutip dari :Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.

Gambar 8 Gambaran pada CT-Myelography. Pada pasien yang sama, 4 potongan setelah pemberian metrizamide. Hiperdensitas sentral pada medula bersamaan dengan adanya kanal

ependimal. Dikutip dari : Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical

Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Gambar 9 . Opasifikasi dari kista syringomyeli 8 jam setelah penyuntikan. Defek posterolateral.

Dikutip dari :Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.

Gambar 10. CT-Myelography setelah penyuntikan .A, 14 jam setelah penyuntikan, Opasifikasi dari kista syringomyelia. Pasien telah dioperasi untuk malformasi Chiari. B, 20 jam setelah penyuntikan

pada level yang sama. Konsentrasi Metrizamide pada kista dan konsentrasi relatif menurun pada ruang subarachnoid.

Dikutip dari :Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

II.2.1.4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yaitu dengan menempatkan pasien

pada suatu tabung (tube) dalam lingkup daya magnet yang kuat. MRI dapat menghasilkan

gambaran otak yang lebih detail. Pencitraan Magnetic Resonance juga dapat digunakan untuk

melihat aliran darah, komposisi kimiawi otak, aliran cairan spinal, dan serta melihat

pembuluh darah di berbagai area di otak. MRI dapat mengidentifikasi tubers lebih baik

daripada CT scan, apalagi dengan menggunakan suatu tehnik yang disebut dengan Fluid

Attenuated Inversion Recovery (FLAIR).Pemeriksaan MRI memerlukan waktu yang lebih

lama dibandingkan dengan CT, yaitu sekitar 45 menit hingga 1 jam. Bahkan pada

pemeriksaan tertentu dapat menjadi lebih lama.18

Kelainan kongenital dan Syringomyelia

Gambar 11. Wanita usia 44 tahun dengan Malformasi Chiari tipe I dan syringomyelia. A,

Gambar panah putih menunjukkan tonsil serebelar 12 mm di bawah foramen magnum. Kavitas syrinx memanjang secara rostral (panah hitam). B, Area prominen dengan peningkatan intensitas (panah)

yang menunjukkan gliosis (gambaran patologis). Area dengan intensitas menurun pada syrinx adalah CFVS (panah putih). C, Gambaran transaxial pada level C6 menunjukkan kavitas eksentrik.

Dikutip dari :Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia : New Observations. AJNR 7:985-995. 1986.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Gambar 12. Wanita 46 tahun dengan Malformasi Chiari tipe I dan syringomyelia. Bentuk

“beaded” pada kavitas syrinx. A, Tonsil berbentuk panah di bawah foramen magnum (tanda panah). B, bentuk “beaded” lebih terlihat pada gambarab T2-weighted.

Dikutip dari :Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia : New Observations. AJNR 7:985-995. 1986.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Post Traumatik dan Syringomyelia

Gambar 13. Syrinx Fokal Posttraumatik. Terjadi fusi pada C5-C6. A, kista memperbesar medula

(tanda panah). B, Peningkatan intensitas yang luas pada syrinx dan medula spinalis. Dikutip dari :Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia : New

Observations. AJNR 7:985-995. 1986.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Syringomyelia berhubungan dengan tumor

Gambar 14. Wanita 46 tahun dengan astrositoma pada servikal medula spinalis. Laminektomi telah memperbesar kanal spinalis. A, kista oval fokal memperbesar medulla (panah putih). Kavitas berbentuk “spindle” kecil di atas dan di bawah kista (panah transparan). Ektopia tonsilar 10 mm di

bawah foramen magnum (panah bengkok). B, intensitas meningkat luas pada kista dan kavitas di atas dan bawah kista.

Dikutip dari :Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia : New Observations. AJNR 7:985-995. 1986.

II.2.1.5. Ultrasonography

Ultrasonography digunakan untuk melihat:

- Lesi intradural

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

- Lokasi untuk melihat daerah dorsal ruang subarachnoid yang mengalami obliterasi

dan permukaan dorsal dari medulla spinalis yang melekat pada dura

- Anatomi normal dari level dimana CSF tidak mengalami obstruksi.

Disini, USG biasa digunakan pada saat intraoperatif digunakan untuk pendekatan

terhadap penyakit intradural dan untuk peletakan jarum langsung ke syrinx pada kasus-kasus

yang membutuhkan tindakan tersebut.

Gambar 15. Gambaran USG axial cardiac-gated intraoperatif setelah laminektomi torakal pada pasien dengan Primary Spinal Syringomyelia (PSS). Gambaran pada akhir diastole (A dan B) diikuti dengan gambaran saat sistol (C-F) dan diastole awal (G-H). Garis jaringan fibrous terlihat (A, panah hitam) yang memanjang ke ruang subarachnoid

dan melewati dari permukaan medulla spinalis ke dura (panah putih). Garis ini terisolasi pada ruang subarachnoid dorsal (B, panah hitam) dari ruang subarachnoid sisanya. Syrinx (B,

panah panjang) berlokasi sedikit ke kanan dari bagian tengah medulla spinalis dan memiliki diameter maksimal selama diastole kardiak. Selama sistol, diameter syrinx menjadi lebih

kecil (F, panah panjang) dimana permukaan anterior dan lateral medulla spinalis mendatar akibat dari pulsasi CSF.

Diktup dari :Heiss JD, Snyder K, Peterson M, Patronas N, Butman J, Smith RK, et al.Pathophysiology of Primary Spinal Spyringomyelia. J Neurosurg Spine 17: 368-380, 2012.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

II.2.2. Diagnosa Banding

II.2.2.1. Tumor Spinal Intramedular

Tumor spinal intramedular merupakan jenis yang jarang, memiliki prevalensi 4-10%

dari tumor sistem saraf pusat. Jenis-jenis tumor ini seperti: Lesi neoplastik intramedular (glial

neoplasma contoh: spinal ependimoma, spinal astrositoma, spinal ganglioglioma dan non-

glial neoplasma contoh: spinal hemangioblastoma, spinal paraganglioma) dan masa jinak

intramedular (contoh: kista epidermoid kanal spinalis dan lipoma kanal spinalis).19

Gejala klinis pada tumor ini bergantung dari ukuran dan lokasinya. Gejala yang paling

umum termasuk nyeri punggung/leher, nyeri radikuler, kelemahan, paraestesia, gangguan

berjalan, sindroma Brown Sequard. Gejala bersifat lambat dan progresif.19

Gambaran MRI pada neoplasma intramedular yang dapat dikenali19:

- Ekspansi medulla spinalis fokal atau difus

- Menghasilkan intensitas sinyal yang tinggi pada T2-weighted

- Pada pemberian kontras tampak penyengatan.

Gambar 16. Ependimoma pada medulla spinalis. Tampak massa sepanjang C2-3 yang memiliki hiperintensitas pada T2, hipointensitas pada T1 dan jika pada kontras

terdapat penyengatan, terdapat oedem vasogenik di atas dan bawah massa.

Dikutip dari :Weerakkody Y, and Wein S. Intramedullary Spinal Tumours. Available from from :https://radiopaedia.org/articles/intramedullary-spinal-tumours

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

II.2.2.2. Hematomyelia

Hematomyelia atau hematom medulla spinalis merupakan suatu keadaan yang jarang

terjadi yang merupakan akibat dari beberapa proses penyakit yang jarang.Penyebabnya seperti

perdarahan spontan, hematom medulla spinalis non-traumatik termasuk malformasi vascular

dari medulla spinalis, kelainan pembekuan darah, tumor medulla spinalis, abses, dan etiologi

yang tidak diketahui. Penyebab traumatic seperti trauma medulla spinalis (luka tertutup atau

penetrasi), dan prosedur operasi yang melibatkan dari medulla spinalis dapat menyebabkan

hematom medulla spinalis.20

Gambar 17. Spinal Epidural Hematoma. A, Gambaran MRI T2 Sagital menunjukkan hematoma epidural spinal yang meluas dari level C5-T8 dengan kompresi medulla spinalis yang signifikan. B, Gambaran MRI T2 sagital menunjukkan rekurensi dari hematoma epidural, yang meluas dari level

C6-T3 dengan kompresi medulla spinalis yang signifikan. Dikutip dari :Smeets N, Akker M, Peters B, Vanderhasselt T, and Jansen A. Spontaneous spinal

epidural hematoma in two toddlers: diagnostic pitfalls. Pediatr Dimension Volume 1(6) : 2-3. 2016.

II.3. Penatalaksanaan

Pada manusia, syrinx yang kecil dan asimtomatik biasanya tidak membutuhkan

penanganan. Sehingga, suatu pernyataan menyatakan untuk memonitor pasien tersebut

dengan MRI serial. Penanganan secara medis dapat dipilih apabila pasien dengan nyeri yang

ringan saja, apabila terkendala dengan biaya yang menghalangi penanganan bedah, atau

ketika operasi gagal untuk mengurangi gejala.22

a. Penanganan medis

Penelitian jangka panjang dari penanganan medis syringomyelia tidak tersedia. Obat-

obatan yang dapat digunakan dibagi menjadi 3 tipe22:

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

- Analgetik : pada kasus yang ringan, nyeri dapat dikendalikan dengan Nonsteroidal

Anti-Inflammatory Drugs (NSAID). Untuk kasus yang lebih berat, antikonvulsan

(yang memiliki efek neuromodulasi pada hipereksitabilitas dari neuron) dapat

digunakan (contoh gabapentin). Opioid oral (contoh petidine atau metadone) juga

dapat menjadi alternatif.

- Obat yang mengurangi produksi CSF : Proton pump inhibitor (contoh

omeprazole) dapat menghambat pembentukan CSF dan sehingga dapat berguna

untuk mengurangi tekanan dari CSF, tetapi data klinis pada penggunaan dan

keefektifannya saat ini masih kurang. Dan kemungkinan tidka cocok untuk

penanganan jangka panjang, dan pemberian maksimum yang direkomendasikan

adalah 8 minggu. Karbonik anhidrase inhibitor (contoh acetazolamide) juga dapat

menurunkan aliran CSF serta membantu dalam pengobatan syringomyelia, tetapi

efek samping berupa nyeri perut, letargi dna kelemahan dapat menghalangi dalam

penggunaan jangka panjang. Furosemide juga dapat menurunkan tekanan

intrakranial dan sehingga membantu dalam penanganan syringomyelia. Efek

furosemide, bagaimanapun, dapat menyebabkan dieresis dan penurunan dari

volume darah

- Kortikosteroid : kortikosteroid efektif dalam mengurangi nyeri dan deficit

neurologi, walaupun mekanisme pasti dari hal tersebut belum diketahui.

Kortikosteroid dapat menurunkan tekanan CSF, namun bukti klinis dari efek

tersebut masih kurang. Kostikosteroid kemungkinan memiliki efek langsung pada

mediator nyeri. Walaupun kostikosteroid efektif untuk mengurangi gejala dan

progresifitas namun penggunaan jangka panjang menyebabkan imunosupresi,

kenaikan berat badan dan perubahan kulit.

b. Penanganan bedah22

Penanganan bedah diindikasikan pada kasus dengan nyeri refrakter atau

dengan gejala neurologis yang memberat. Tujuan dari pembedahan adalah untuk

mengembalikan dinamika CSF, dan jika efek ini tercapai (contohnya dengan

mengambil atau debulking tumor), maka syrinx dapat mengecil. Prosedur umum

yang paling banyak digunakan untuk kelainan caudal-fossa adalah dengan

dekompresi suboksipital dimana hampir semua tulang suboksipital dan terkadang

lamina dorsal kranial dari atlas diambil (dengan atau tanpa durotomi) untuk

mendekompresi foramen magnum. Pada penelitian dengan hewan coba anjing

melaporkan hasil yang berhasil. Dari 16 anjing ditemukan bahwa 80% anjing

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Gambar 18. Skema penatalaksanaan pada Syringomyelia.

Dikutip dari :Rusbridge C, Greitz D, Iskandar B. Syrongomyelia : Current Concepts in Pathogenesis, Diagnosis, and Treatment. J Vet Intern Med 2006; 20:

469-479.

menunjukkan perubahan atau resolusi dari gejala klinis setelah pembedahan,

namun sekitar 25% menunjukkan rekurensi dalam suatu masa periode follow-up.

Laporan ini menunjukkan bahwa hasil post operasi yang berhasil dapat dicapai

jika pembedahan dilakukan pada awal perkembangan penyakit. Prinsip umum dari

penanganan pembedahan pada manusia dengan syringomyelia adalah penanganan

dilakukan langsung pada etiologi dari syrinx. Dekompresi suboksipital umumnya

prosedur utama dari pilihan untuk gejala simtomatik pada manusia dengan

malformasi Chiari, dan telah diketahui luas bahwa drainase langsung pada syrinx

idak berhubungan dengan hasil yang bagus untuk jangka panjang, karena stent

atau pintasan menjadi terobstruksi dan dapat terhambat. Membuat pintasan ke

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

ruang subarachnoid atau ke kavitas pleura hanya diindikasikan pada syrinx yang

tetap muncul atau progresif walaupun setelah dilakukan dekompresi suboksipital.

Terdapat berbagai variasi pada pelaksanaan dekompresi suboksipital. Salah

satu pertimbangannya adalah apakah membuka dura atau tidak. Kebanyakan ahli

bedah menyukasi pembukaan rutin dura pada pembedahan dan penutupan dengan

patch graft perikranial atau sintetik.22

Berbagai jenis operasi yang digunakan pada syringomyelia, antara lain23 :

1. Dekompresi dari tonsil serebelar

Akibat dari postulat yang dicetuskan Gardner dan modifikasinya, banyak prosedur

bedah diarahkan pada abnormalitas dari cranio-vertebral. Dari kasus-kasus yang

ditangani, disini arachnoid diinsisi dan pembukaan dari kanal sentralis ke

ventrikel ke-4 diletakkan suatu potongan otot. Penggunaan metode ini untuk

membawa dekompresi pada foramen magnum sehingga dapat melepaskan tekanan

pada tonsilar.

2. Syringostomi

Siringostomi banyak digunakan lebih dari 50 tahun ini. Ini dilakukan sebagai

serial dari dekompresi serviko-oksipital yang merupakan bagian prosedur utama

hanya ketika kista muncul pada saat dekompresi dan dilapisi hanya dengan lapisan

yang sangat tipis dari jaringan medulla spinalis. Jika tidak ada, maka siringostomi

dilakukan sebagai prosedur kedua jika pasien tetap mengalami keluhan, dimana

kasus ini biasanya terjadi pada zona servikal bawah atau torakal

3. Terminal syringostomi

Metode prosedur ini diperkenalkan Gardner dan kolega dna berdasarkan pada

asumsi bahwa kanalis sentralis yang melebar mencapai sampai filum etrminale

dan bahwa syrinx dapat dikeluarkan dengan membagi filum.

4. Diversi Ventriculo-caval CSF

Ini biasanya tidak digunakan sebagai prosedur utama karena masih belum jelas

mengapa insersi pintasan ventriculo-caval dapat mempengaruhi dari ventrikel

yang biasanya memiliki ukuran normal.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

Tabel2 . Beberapa hasil dari operasi pada beberapa pasien yang memiliki anomali kraniovertebral

Dikutip dari :Logue V, and Edwards M. Syringomyelia and its Surgical Treatment – An analysis of 75 patients. London. Journal of Neurology, Neurosurgery, and

Psychiatry, 1981, 44, 273-284.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

BAB III

KESIMPULAN

1. Syringomyelia adalah kelainan berupa terbentuknya lubang atau kavitas (syrinx) yang

terdapat pada bagian tengah medula spinalis. Kavitas ini berisi cairan dan tidak

berhubungan secara fungsional dengan kanalis sentralis medula spinalis. Kavitas

tersebut bisa terletak sentral atau eksentris.

2. Kelainan ini bisa terjadi akibat sebab kongenital dan acquired. Penyebab kongenital

yang sering terkait dengan kelainan ini adalah malformasi Arnold-Chiari. Sedangkan

sebab dapatan kelainan ini antara lain karena prosedur pembedahan, trauma,

peradangan, dan tumor.

3. Sampai saat ini patofisiologi terjadinya syringomyelia masih belum diketahui. Akan

tetapi banyak yang mengemukakan bahwa terjadinya akibat terganggunya proses

hidrodinamik dari cairan serebrospinal baik akibat blokade secara anatomis fisiologis

maupun patologis. Dapat juga akibat paskatrauma maupun gangguan mekanisme

vaskuler.

4. Secara umum kelainan ini menyebabkan gejala-gejala gangguan neurologis progresif,

biasanya amyotrofi brakhial dan kelumpuhan sensorik segmental, sesuai bagian yang

terkena.

5. Syringomyelia dapat didiagnosis dengan mudah jika ditemukan tanda-tanda yang khas.

Tetapi, ada kalanya syringomyelia sulit untuk didiagnosis. Hal ini terjadi jika gejala-

gejala syringomyelia minimal sekali atau bahkan tidak spesifik untuk waktu yang lama.

Dalam hal ini, pemeriksaan dengan MRI dapat membantu mengakkan diagnosis

syringomyelia.

6. Pada umumnya penatalaksanaan tergantung dari gejala neurologis yang timbul. Jika

ringan maka dapat diberikan terapi simptomatis saja, tetapi jika gejala memburuk maka

terapi pembedahan adalah pilihan utama.

7. Prognosis penderita dengan siringomielia sampai saat ini masih belum pasti terkait

dengan kompleksitas kelainan sekaligus penatalaksanaannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

DAFTAR PUSTAKA

1. Hankey GJ, and Wardlaw JM. Syringomyelia. dalam Clinical Neurology. Manson

Publishing. pp: 541 – 533. 2002.

2. Minagar JA, and Alexander S. Arnold-Chiari Malformation and Syringomyelia. dalam

Randolph W. Evans. Saunder’s Mannual of Clinical Practice. WB Saunders. . pp 903 –

909. 2003.

3. Ropper AH, and Brown RH. Diseases of the Spinal Cord. dalam Adams and Victor’s

Principles of Neurology, Eight Edition. McGraw-Hill Publishing. pp 1084 – 1087. 2005

4. Mumenthaler M, and Mattle H. Diseases of the Spinal Cord. dalam Fundamentals of

Neurology. New York: Georg Thieme Verlag. pp 141 – 155. 2006.

5. Mardjono M, dan Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. hal 40 – 41.

2004.

6. Mardjono M, dan Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian

Rakyat. hal 518. 2004.

7. Galhom AA. Syringomyelia. 2005. Available from : http://www.emedicine.com

8. Goetz, L. Posttraumatic Syringomyelia. 2007. Available from

http://www.emedicine.com

9. Subagjo, dkk. Medulla Spinalis. dalam Anatomi 3. Surabaya: Laboratorium Anatomi –

Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2002.

10. Islam, Mohammad Saiful. Neuroanatomi Fungsional. Surabaya: Laboratorium/ UPF

Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Airlangga. 1995.

11. Richard S. Sistem Ventrikular, Cairan Serebrospinal, Serta Sawar Darah Otak Dan

Sawar Darah Cairan Serebrospinal. Dalam Neuroanatomi Klinik. pp 508 – 510. EGC ;

Jakarta. 2006.

12. Gondim, Francisco de Assis Aquino. Spinal Cord, Topographical and Functional

Anatomy. 2007. Available from : http://www.emedicine.com

13. Satyanegara. Ilmu Bedah Syaraf. Editor: L. Djoko Listiono. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama. 1998.

14. Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia :

New Observations. AJNR 7:985-995. 1986.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan Syringomyelia

15. Mimura T, Asajima S, Saruhashi Y, and Matsusue Y. A case of Arnold-Chiari

syndrome with flaccid paralysis and huge syringomyelia. Spinal Cord (2004) 42, 541-

544.

16. Li KC, and Chui MC. Conventional dan CT Metrizamide Myelography in Arnold-

Chiari I Malformation and Syringomyelia. AJNR 8:11-17, 1987.

17. Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical

Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.

18. Alkemper T. Haemorrhage. In: Reimer P, Parizel PM, Stichnoth FA editors. Clinical

MR Imaging: A practical approach. 2nd ed. New York: Springer; 2006. p.65-72.

19. Weerakkody Y, and Wein S. Intramedullary Spinal Tumours. Available fromfrom

:https://radiopaedia.org/articles/intramedullary-spinal-tumours

20. Oskouian RJ. Spinal Hematoma. 2015. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/247957-overview

21. Smeets N, Akker M, Peters B, Vanderhasselt T, and Jansen A. Spontaneous spinal

epidural hematoma in two toddlers: diagnostic pitfalls. Pediatr Dimension Volume 1(6)

: 2-3. 2016.

22. Rusbridge C, Greitz D, Iskandar B. Syrongomyelia : Current Concepts in Pathogenesis,

Diagnosis, and Treatment. J Vet Intern Med 2006; 20: 469-479.

23. Logue V, and Edwards M. Syringomyelia and its Surgical Treatment – An analysis of

75 patients. London. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry, 1981, 44,

273-284.

Universitas Sumatera Utara