Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Aspek Radiologi dan Penatalaksanaan
Syringomyelia
dr. Iskandar Nasution, Sp. S FINS
DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP. H.
ADAM MALIK MEDAN
2017
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Hal.
DAFTAR ISI i DAFTAR SINGKATAN ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv ABSTRAK v ABSTRACT vi BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 I.2. Tujuan 1 I.3. Manfaat 1 BAB II. PEMBAHASAN
II.1. TINJAUAN UMUM II.1.1. Definisi 2 II.1.2. Epidemiologi 3 II.1.3. Etiologi 3 II.1.4. Patofisiologi 4 II.1.5. Patologi 5 II.1.6. Klasifikasi 6 II.1.7. Manifestasi Klinis 6 II.1.8. Prosedur Diagnostik 7 II.1.9. Prognosis 9
II.2. TINJAUAN KHUSUS II.2.1. Aspek Radiologis 9 II.2.1.1. X-Ray Photo 9 II.2.1.2. Myelography 10 II.2.1.3. Computed Tomography Scan (CT scan) dan CT-Myelography 12 II.2.1.4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) 14 II.2.1.5.Ultrasonography (USG) 17 II.2.2. Diagnosis Banding 19 II.2.2.1. Tumor Spinal Intramedular 19 II.2.2.2. Hematomyelia 20 II.3. Penatalaksanaan 20 BAB III. KESIMPULAN 25 DAFTAR PUSTAKA 26
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
CT : Computed Tomographic
CSF : Cerebrospinal Fluid
FLAIR : Fluid Attenuated Inversion Recovery
MRI : Magnetic Resonance Imaging
SSP : Sistem Saraf Pusat
USG : Ultrasonography
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Manifestasi Klinis Syringomyelia 7
Tabel 2. Beberapa Hasil dari Operasi pada Beberapa Pasien yang memiliki Anomali
Kraniovertebral 24
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Syringomyelia- Malformasi Chiari I 5
Gambar 2. Syringomyelia 6
Gambar 3. MRI Syringomyelia yang menyertai Malformasi Chiari I 8
Gambar 4. Foto X-ray Lumbal 10
Gambar 5. Communicating Syringomyelia pada Myelografi 11
Gambar 6. Communicating Syringomyelia pada CT-myelography 11
Gambar 7. Perbandingan gambaran kavitas syringomyelia 12
Gambar 8. Gambaran CT-Myelogaphy 12
Gambar 9. Opasifikasi dari kista syringomyeli 8 jam setelah penyuntikan 13
Gambar 10. CT-Myelography setelah penyuntikan 13
Gambar 11. Wanita usia 44 tahun dengan Malformasi Chiari tipe I dan
Syringomyelia 14
Gambar 12. Wanita 46 tahun dengan Malformasi Chiari tipe I dan syringomyelia 15
Gambar 13. Syrinx Fokal Posttraumatik 16
Gambar 14. Wanita 46 tahun dengan astrositoma pada servikal medula spinalis 17
Gambar 15.Gambaran USG axial cardiac-gated intraoperatif setelah laminektomi
torakal pada pasien dengan Primary Spinal Syringomyelia (PSS). 18
Gambar 16. Ependimoma pada medulla spinalis 19
Gambar 17. Spinal Epidural Hematoma 20
Gambar 18. Skema penatalaksanaan pada Syringomyelia 22
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Syringomyelia merupakan suatu kondisi yang jarang, dimana terjadi rongga yang berisi cairan cerebrospinal (syrinx) pada pusat medulla spinalis yang juga menyebabkan defisit motorik dan sensorik yang khas. Syringomyelia merupakan gangguan degeneratif yang bersifat kronik progresif dengan gejala yang timbul pada usia dewasa awal. Diagnosis syringomyelia dapat ditegakkan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang menunjukkan adanya kantung kista pada medulla spinalis dan dapat mengalami perluasan. Oleh karena kista tersebut berisi cairan maka memberikan gambaran hipointensitas pada T1 dan hiperintensitas pada T2. Penatalaksanaan pada syringomyelia tidak ada yang spesifik tergantung dari etiologi penyebab syringomyelia. Namun dapat diberikan terapi secara farmakologis ataupun bedah. Kata kunci: Syringomyelia, Syrinx, MRI
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Syringomyelia is a rare condition, where there is a cavity with cerebrospinal fluid inside (syrinx) in the centre of spinal cord, which is caused specific motor and sensory deficit. Syringomyelia is degenerative disease with chronic progressive clinical manifestation which is the manifestation can occur in early adult. Diagnosis of syringomyelia can enforced with Magnetic Resonance Imaging (MRI) that will show a cyst appearance in spinal cord and can enlarge as time. Therefore, because of there is fluid in cyst, in can give hypointensity imaging in T1 and hyperintensity in T2. There is no specific treatment in syringomyelia, it depens on the etiology of syringmyelia. There are pharmacological and surgical treatment in syringomyelia. Key words: Syringomyelia, Syrinx, MRI
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Syringomyelia adalah kelainan kronis, progresif, degeneratif pada medula
spinalis yang berupa lubang/ kavitasi pada bagian tengah medula spinalis segmen servikal.
Kelainan ini dapat meluas ke arah kaudal menuju segmen torakal dan lumbal, atau ke arah
rostral menuju batang otak (syringobulbia). Kelainan ini menyebabkan gangguan-gangguan
neurologis secara progresif, biasanya sebagai amiotrofi brakhial dan disosiasi sensorik
segmental.1,3
Kelainan ini jarang ditemukan. Kelainan ini sering terdapat atau mengikuti kelainan
kongenital seperti misalnya malformasi Arnold-Chiari.1,2,3,4,7 Oleh karena itu, manifestasi
kelainan ini bisa beragam, tergantung dari letak lesi, perluasan lesi, dan kelainan yang
mendasarinya. Namun, secara garis besar kelainan ini dapat didiagnosis karena adanya gejala
yang khas seperti amiotrofi dan disosiasi sensibilitas.3,7 Secara patologis, syringomyrlia
dikarakteristikkan dengan adanya kavitas yang memanjang secara longitudinal dan gliosis.14
Patofisiologi syringomyelia sampai saat ini belum ada persesuaian. Hal ini
mengakibatkan beragamnya metode penatalaksanaan.1
Kelainan ini berkembang secara lambat. Bahkan seorang penderita syringomyelia
dapat berada dalam kondisi yang tetap sama selama beberapa tahun atau bahkan berpuluh
tahun.1,2,3,7
I.2. Tujuan
Secara umum, untuk mengetahui definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis
dan prosedur diagnositik dari syringomyelia pada SSP dan secara khusus membahas
gambaran radiologi dan penatalaksaannya.
I.3. Manfaat
Penulisan refarat ini diharapkan dapat mengetahui gambaran radiologi dan
penatalaksanaan syringomyelia.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. TINJAUAN UMUM
II.1.1. Definisi
Lesi tunggal yang berupa lubang di pusat substansia grisea sentralis dinamakan
sebagai syringomyelia.5,6 Syringomyelia adalah kelainan berupa lubang atau kavitas (syrinx)
yang terdapat pada bagian tengah medula spinalis. Kavitas ini berisi cairan dan tidak
berhubungan secara anatomis maupun fisiologis dengan kanalis sentralis medula
spinalis.1,2,3,4,7 Kavitas tersebut bisa terletak sentral atau eksentris, dilapisi oleh sel glia dan
tidak berhubungan dengan ventrikel keempat (siringomielia non-komunikata).1 Oleh karena
itu, cairan kista siringomielia bukan berasal dari cairan serebrospinal dalam kanalis sentralis
medula spinalis. Walaupun begitu, dalam perkembangannya kista siringomielia ini dapat
mencapai kanalis sentralis medula spinalis sehingga terjadi suatu hubungan dengan kanalis
sentralis yang memungkinkan cairan serebrospinalis mengisi kista siringomielia dan juga
terjadi hubungan antara kista siringomielia dengan ventrikel keempat. Hal ini disebut sebagai
siringomielia komunikan.13
Hidromyelia adalah keadaan di mana terdapat dilatasi kanalis sentralis medula
spinalis.1,2,3,4,7 Kanal yang berdilatasi dilapisi oleh ependim dan berhubungan dengan
ventrikel keempat melalui obex.1,2
Menurut Satyanegara, siringohidromielia didefinisikan sebagai suatu kavitasi tubuler
berisi cairan di dalam sumsum tulang belakang (dapat melibatkan sampai beberapa segmen).
Istilah ini merupakan istilah yang umum di mana dalam hal ini tidak dapat menunjukkan
lokasi kavitas tersebut, hubungannya dengan kanalis sentralis, dan juga tidak menjelaskan
mengenai histologi dinding kista maupun ciri-ciri cairan di dalamnya. Dengan kata lain,
siringomielia dapat merupakan segala macam kista termasuk kista paskatrauma yang berisi
cairan likuor, kista akibat abnormalitas bawaan daerah kranio-vertebra atau kista tumor-tumor
intramedular. Hidromielia yang merupakan istilah yang lebih spesifik, adalah terminologi dari
kavitas intramedular yang merupakan pelebaran dari kanalis sentralis, dindingnya adalah
lapisan ependim, dan mengandung cairan yang identik dengan likuor. Siringobulbia adalah
sebutan bagi kasus yang kavitasnya meluas sampai ke batang otak.13
Akumulasi cairan di dalam medula spinalis sendiri adalah bukan merupakan suatu
manifestasi primer dari proses penyakit, ia merupakan proses sekunder dengan mekanisme
Universitas Sumatera Utara
yang bervariasi satu penyakit dengan lainnya. Kavitas yang berisi cairan mirip dengan likuor
disebut sebagai siringomielia komunikans (siringohidromielia), dan kerap berkaitan dengan
malformasi Chiari atau disgrafisme spinal okulta. Sedangkan yang berisi cairan pekat yang
proteinkaseosa, yang merupakan proses sekunder dari neoplasma, anomali vaskuler,
arakhnoiditis, dan trauma, diistilahkan sebagai siringomielia nonkomunikans.13
II.1.2. Epidemiologi
Prevalensi syringomyelia adalah 5,6 – 8,6 per 100.000 populasi.1,2 Namun tidak ada
angka kejadian yang pasti untuk syringomyelia di seluruh dunia.7 Penyakit ini dapat mengenai
laki-laki dan perempuan dengan frekuensi yang sama besar.1,2,3 Manifestasi penyakit ini
biasanya muncul pada umur 35 – 45 tahun, tapi bisa juga muncul pada usia tua atau awal
remaja.1,7
II.1.3. Etiologi
Kelainan ini bisa terjadi akibat sebab kongenital dan acquired.1,2,3 Penyebab
kongenital yang sering terkait dengan kelainan ini adalah malformasi Arnold-Chiari.1,2,3,7
Sedangkan sebab dapatan kelainan ini antara lain karena prosedur pembedahan, trauma,
peradangan, dan tumor.1,3,7
a. Kongenital
Syringomyelia dapat terjadi karena suatu gangguan pada waktu kanalis sentralis
dibentuk; atau karena terjadi penyusupan spongioblas (kelainan deferensiasi sel otak)
di kanalis sentralis pada tahap embrional; atau karena terjadi perdarahan pada tahap
embrional.5 Syringomyelia yang tampak pada masa dewasa sering menyertai
malformasi Chiari tipe I.1,2 Sedangkan malformasi Chiari tipe II dan III sering terdapat
pada syringomyelia infantil.1
b. Acquired
• Trauma: kavitasi paska trauma medula spinalis adalah kelainan progresif di
mana kerusakan medula spinalis menyebabkan gangguan pada hidrodinamik
cairan serebrospinal dan arakhnoiditis, sehingga terjadi ekspansi progresif dari
syrinx. Kasus tersering terdapat pada kecelakaan kendaraan bermotor dan
mengenai bagian bawah segmen servikal medula spinalis.1,3,7,8
• Pembedahan: pembedahan spinal intradural, misalnya pada reseksi tumor
medula spinalis, dapat menyebabkan Syringomyelia.1
Universitas Sumatera Utara
• Peradangan: Syringomyelia paska peradangan dapat terjadi sesudah suatu
infeksi (misalnya tuberkular, jamur, parasit) atau dari meningitis, dan biasanya
berhubungan dengan pembentukan parut arakhnoidal.1,2
• Tumor: beberapa tumor, misalnya ependimoma dan hemangioblastoma
memiliki insidens 50 % disertai dengan syringomyelia.2
II.1.4. Patofisiologi
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya Syringomyelia masih belum diketahui. Belum
ada kesepakatan tentang patofisiologi Syringomyelia, khususnya yang terjadi pada
malformasi Chiari I.1,2,3,7,
Salah satu dari postulat yang dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi
syringomyelia adalah teori Hidrodinamik dari Gardner. Aliran normal cairan serebrospinal
dari ventrikel keempat dapat terganggu oleh kegagalan pembukaan saluran keluar dari
ventrikel keempat secara kongenital. Sebagai akibatnya, pulsasi tekanan cairan serebrospinal,
yang ditimbulkan oleh pulsasi sitolik dari pleksus choroideus, disalurkan melalui ventrikel
keempat menuju kanal sentralis medula spinalis, kemudian menyebabkan pembentukan
kavitas sentral yang meluas sepanjang substansi kelabu dan serat-serat lintasan saraf.1,2,7
Teori ini didukung oleh seringnya dijumpai syringomyelia bersama-sama dengan
malformasi kongenital pada tautan kranioservikal yang dapat mengganggu aliran normal
cairan serebrospinal, misalnya pada malformasi Arnold-Chiari, dan sindrom Klippel-Feil (fusi
antara satu atau lebih vertebra servikal), dan abnormalitas kongenital lainnya seperti spina
bifida dan hidrosefalus.1,2,3
Bendungan sirkulasi cairan serebrospinal secara anatomis maupun fisiologis, yang
terjadi sebagai respon terhadap ekspansi otak selama sistol jantung, menyebabkan terjadinya
aliran dari tengkorak menuju ke ruangan subarakhnoid spinal dan mendorong tonsil serebelar
masuk ke dalam ruang subarakhnoid. Kemudian terbentuk pulsasi bertekanan, yang
mendorong cairan serebrospinal dari ruang subarakhnoid menuju ke medula spinalis melalui
ruang Virchow-Robin.1,2
Pada pasien dengan syringomyelia paska trauma, dapat terjadi nekrosis dan
pembentukan kista pada tempat terjadinya cedera yang disebabkan oleh cairan yang
dihasilkan oleh akson yang rusak.2,8
Syringomyelia yang terjadi pada arakhnoiditis spinal dapat disebabkan oleh
mekanisme vaskular. Pada syringomyelia yang terkait dengan tumor, pertumbuhan tumor
Universitas Sumatera Utara
dapat mengganggu suplai darah medula spinalis dan mengakibatkan iskemia, nekrosis, dan
pembentukan kavitas.2
Gambar 1. Syringomyelia – Malformasi Chiari I
Dikutip dari :Minagar JA, and Alexander S. Arnold-Chiari Malformation and Syringomyelia. dalam Randolph W. Evans. Saunder’s Mannual of Clinical Practice. WB Saunders. . pp 903 –
909. 2003.
II.1.5. Patologi
Kista abnormal berisi cairan, dilapisi oleh jaringan gliotik astrositik dan pembuluh
darah, dan berisi cairan jernih dengan kadar protein relatif rendah, seperti cairan
serebrospinal.1,2 Kelainan ini sering terletak pada bagian tengah gray matter medula spinalis
segmen servikal bawah atau torakal atas, tapi dapat juga mengenai seluruh panjang medula
spinalis dan dapat meluas sampai batang otak (syringobulbia) sampai talamus.1 Sering juga
terdapat abnormalitas perkembangan kolumna vertebralis (skoliosis toraks, fusi vertebra, atau
anomali Klippel-Feil), pada dasar tengkorak (platibasia dan invaginasi basilar), dan kadang-
kadang pada serebelum dan batang otak (malformasi Chiari tipe I).1,3,7
Pada mulanya lubang itu tentu kecil dan meluas ke tepi secara berangsur-angsur.
Seluruh substansia grisea sentralis dapat musnah, berikut dengan massa putih yang dikenal
sebagai komisura alba ventralis. Funikulus dorsalis yang membatasi substansia grisea
sentralis dari dorsal tidak pernah terdesak oleh lubang petologik itu. Tergantung pada luas
lubang dalam orientasi rostrokaudal, maka kornu anterius dan kornu laterale berikut serabut-
serabut spinotalamik (yang membentuk komisura alba ventralis) dapat terusak sepanjang satu
atau dua segmen.5
Biasanya syringomyelia itu kempis, sehingga pada segmen yang terkena, medula
spinalis memperlihatkan atrofia. Tetapi lubang patologik itu dapat mengandung cairan
Universitas Sumatera Utara
serebrospinalis bagaikan kista. Penimbunan cairan itu dapat berlnagsung secara progresif,
sehingga tekanan terhadap substansia alaba di sekelilingnya mengganggu funikulus
posterolateralis (yang mengandung serabut-serabut kortikospinal) dan funikulus
anterolateralis (yang mengandung serabut-serabut spinotalamik).5
Gambar 2. Syringomyelia
Dikutip dari :Mardjono M, dan Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. hal 40 – 41. 2004.
II.1.6. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran patologi dan postulat tentang mekanisme perkembangan
syringomyelia, maka syringomyelia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.1,3,7
a. Tipe I. Syringomyelia dengan obstruksi foramen magnum dan dilatasi kanal sentralis,
dapat disertai dengan malformasi Chiari tipe I, atau disertai dengan lesi obstrukstif
foramen magnum yang lain.
b. Tipe II. Syringomyelia tanpa obstruksi foramen magnum (idiopatik).
c. Tipe III. Syringomyelia dengan penyakit medula spinalis yang lain (tumor medula
spinalis, mielopati traumatik, arakhnoiditis spinal dan pakimeningitis, myelomalasia
sekunder).
d. Tipe IV. Hidromyelia murni dengan atau tanpa hidrosefalus.
II.1.7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis syringomyelia beragam terkait dengan empat jenis klasifikasi
syringomyelia. Perbedaannya tidak hanya karena letak dan perluasan syrinx, tapi juga
berkaitan dengan perubahan patologik yang berhubungan dengannya, seperti misalnya
malformasi Chiari.3
Universitas Sumatera Utara
Tabel1. Manifestasi Klinis Syringomyelia
Dikutip dari :Mumenthaler M, and Mattle H. Diseases of the Spinal Cord. dalam Fundamentals
of Neurology. New York: Georg Thieme Verlag. pp 141 – 155. 2006.
Secara umum kelainan ini menyebabkan gejala-gejala neurologis progresif, biasanya
amyotrofi brakhial dan kelumpuhan sensorik segmental, sesuai bagian yang terkena.1,2,3,4
Gejala-gejalanya biasanya muncul pada umur 35 – 45 tahun, tapi bisa juga muncul pada masa
usia tua atau remaja.1,2,3,4,7 Gejala yang pertama kali muncul dapat berupa nyeri dan rasa tebal
pada tangan, kekakuan pada kaki, skoliosis, vertigo, osilopsia, diplopia, disfonia, disfagia,
stridor laringeal, gangguan pada kelenjar keringat, tortikolis, dan artropati neurogenik.2
Manifestasi klinis syringomyelia yang dapat digunakan sebagai petunjuk diagnosis adalah: a)
kelemahan otot segmental dan antrofi otot-otot tangan dan lengan; b) hilangnya sebagian atau
seluruh refleks tendon, terutama pada lengan; dan c) hipo atau anestesia segmental secara
disosiatik.1,3,4,7
II.1.8. Prosedur Diagnostik
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk membantu menegakkan
diagnosa syringomyelia.2,7 Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk dilakukan
karena resiko terjadinya herniasi sangat besar. Seringkali terjadi peningkatan tekanan
Universitas Sumatera Utara
intrakranial akibat adanya blokade total dari rongga subarakhnoid. Bisa didapatkan
peningkatan ringan dari jumlah protein. Pada kasus blokade total rongga subarakhnoid bisa
didapatkan jumlah protein sekitar 100 mg/dl.1
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk saat ini oleh para klinikus adalah
pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging).1,2,3,7 Alat ini dapat mengambil gambaran
dari struktur tubuh seperti otak dan medula spinalis dengan terperinci. Dalam pemeriksaan
akan didapatkan gambaran kista didalam medula spinalis dengan kondisi yang sama baik
seperti pada gambaran adanya tumor. Pemeriksaan ini juga aman, kurang invasif, serta
memberikan informasi yang sangat mendukung diagnosis syringomyelia.1
Gambar 3. MRI Syringomyelia yang menyertai Malformasi Chiari I
Dikutip dari : Hankey GJ, and Wardlaw JM. Syringomyelia. dalam Clinical Neurology. Manson Publishing. pp: 541 – 533. 2002.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah1,,3,7 :
• X-ray Photo
• CT scan dan CT-myelography
Universitas Sumatera Utara
II.1.9. Prognosis
Syringomyelia yang tidak diterapi akan berkembang lambat, dan hampir separuh dari
semua pasien tetap tanpa gejala yang spesifik selama lebih dari 10 tahun.2,3,7 Indikator
prognosis yang buruk termasuk terdapatnya gejala selama lebih dari 2 tahun dan terdapatnya
ataksia, nistagmus, gejala-gejala bulbar, atrofi otot, atau disfungsi kolumna dorsalis.2
Secara umum, prognosis siringomyelia sulit ditentukan. Hal ini berkaitan dengan letak
lesi yang sulit dicapai sehingga sulit untuk dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan
pembedahan pada kista bisa memperbaiki gejala neurologis. Tetapi, gejala neurologis juga
dapat memburuk apabila terjadi komplikasi-komplikasi. Pada siringomielia nonkomunikans,
letak lesi yang lebih dekat dengan kanalis sentralis medula spinalis akan mempermudah
dilakukannya tindakan pembuatan pintas (shunt) dengan kanalis sentralis medula spinalis
sehingga cairan kista dapat dialirkan keluar melalui kanalis sentralis medula spinalis. Tetapi
hasil dari tindakan ini juga tidak dapat ditentukan berkaitan dengan berbagai resiko yang
terkait seperti obstruksi, dislokasi dan infeksi, drainase yang tidak sempurna dari kista yang
bersepta, kerusakan medula spinalis akibat shunt yang bergeser, atau perburukan klinis
neurologis akibat tindakan mielotomi.13
Karena terdapat hubungan anatomis dan fisiologis dengan kanalis sentralis medula
spinalis, maka pada siringomielia komunikans dapat dilakukan tindakan pembedahan dengan
tidak banyak melibatkan medula spinalis secara langsung. Hal ini berarti bahwa prognosisnya
lebih baik dari siringomielia nonkomunikans. Tetapi, sampai sekarang belum ada laporan
yang lengkap mengenai prognosis penderita siringomielia.7,13
II.2. TINJAUAN KHUSUS
II.2.1. Aspek Radiologi
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk saat ini oleh para klinikus adalah
pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging).1,2,3,7 Alat ini dapat mengambil gambaran
dari struktur tubuh seperti otak dan medula spinalis dengan terperinci. Dalam pemeriksaan
akan didapatkan gambaran kista didalam medula spinalis dengan kondisi yang sama baik
seperti pada gambaran adanya tumor. Pemeriksaan ini juga aman, kurang invasif, serta
memberikan informasi yang sangat mendukung diagnosis syringomyelia.1
II.2.1.1. X-Ray Photo
Pada pemeriksaan foto x-ray tidak khas untuk menunjukkan suatu syringomyelia.
Pada beberapa kasus syringomyelia, dilaporkan ada dengan disertai skoliosis, terkadang
Universitas Sumatera Utara
merupakan kombinasi dari skoliosis dan dural ectasia dan keadaan ini sangat jarang. Dural
ectasia didefinisikan sebagai pembesaran dari kanal neural.15
Gambar 4. Foto x-ray Lumbal. Foto X-ray Lumbal pada pasien dengan syrinx yang besar dan
malformasi Chiari tipe 1. A, Gambar anteroposterior tampak skoliosis, terdapat ekspansi dari jarak interpedikel dan penipisan dari pedikel. B, Gambar lateral, tampak scalloping dari vertebral body.
Dikutip dari : Mimura T, Asajima S, Saruhashi Y, and Matsusue Y. A case of Arnold-Chiari syndrome with flaccid paralysis and huge syringomyelia. Spinal Cord (2004) 42, 541-544.
II.2.1.2. Myelography
Myelography dapat digunakan dalam mendiagnosis dari malformasi Arnold-Chiari I
dan suatu syringomyelia dengan tampak pembesaran pada medula spinalis. Namun pada
myelografi sulit untuk menunjukkan abnormalitas ukuran dari medula tersebut. Dan pada
pemeriksaan ini dapat digabungkan dengan pemeriksaan CT-scan. Gabungan CT-
myelography dijumpai lebih sensitif untuk mendiagnosa dari malformasi Arnold-Chiari I dan
berbagai jenis dari syringomyelia.16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Communicating Syringomyelia pada Myelografi.Myelogram metrizamide
konvensional menunjukkan pembesaran dari medula dari C3 sampai ke T3. Dikutip dari : Li KC, and Chui MC. Conventional dan CT Metrizamide Myelography in Arnold-Chiari
I Malformation and Syringomyelia. AJNR 8:11-17, 1987.
Gambar 6 . Communicating Syringomyelia pada CT-myelography, A. CT-Myelography segera dilakukan setelah myelografi konvensional menunjukkan pembesaran medula spinalis yang jelas,
tetapi tidak terdapat kontras pada medium. B, Scan setelah 8 jam myelografi konvensional menunjukkan pembesaran medula dan kontras medium didalam kavitas medula (target sign)
Dikutip dari : Li KC, and Chui MC. Conventional dan CT Metrizamide Myelography in Arnold-Chiari I Malformation and Syringomyelia. AJNR 8:11-17, 1987.
Universitas Sumatera Utara
II.2.1.3. Computed Tomography(CT) Scandan CT-Myelography
Computed Tomography (CT) merupakan teknik yang lebih baik untuk menunjukkan
visualisasi dari kavitas. Pengenalan kavitas akan lebih akurat lagi dengan pemberian
metrizamide yang diinjeksi melalui lumbal. Computed Tomography bersamaan dengan
penyuntikan intratekal dari metrizamide merupakan metode yang baik untuk pengenalan
syringomyelia. Pada suatu penelitian, teknik ini menunjukkan kavitas syringomyeli pada 67
dari 75 kasus klinis. Ini juga baik untuk menunjukkan variabilitas morfologi dari setiap
kondisi.17
Gambar 7. Perbandingan gambaran kavitas syringomyelia. A, pemeriksaan polos dengan CT-
scan. B, Opasifikasi kavitas 6 jam setelah penyuntikan, pada gambar tersebut tampak defek posterolateral dari kista.
Dikutip dari :Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.
Gambar 8 Gambaran pada CT-Myelography. Pada pasien yang sama, 4 potongan setelah pemberian metrizamide. Hiperdensitas sentral pada medula bersamaan dengan adanya kanal
ependimal. Dikutip dari : Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical
Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9 . Opasifikasi dari kista syringomyeli 8 jam setelah penyuntikan. Defek posterolateral.
Dikutip dari :Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.
Gambar 10. CT-Myelography setelah penyuntikan .A, 14 jam setelah penyuntikan, Opasifikasi dari kista syringomyelia. Pasien telah dioperasi untuk malformasi Chiari. B, 20 jam setelah penyuntikan
pada level yang sama. Konsentrasi Metrizamide pada kista dan konsentrasi relatif menurun pada ruang subarachnoid.
Dikutip dari :Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.
Universitas Sumatera Utara
II.2.1.4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yaitu dengan menempatkan pasien
pada suatu tabung (tube) dalam lingkup daya magnet yang kuat. MRI dapat menghasilkan
gambaran otak yang lebih detail. Pencitraan Magnetic Resonance juga dapat digunakan untuk
melihat aliran darah, komposisi kimiawi otak, aliran cairan spinal, dan serta melihat
pembuluh darah di berbagai area di otak. MRI dapat mengidentifikasi tubers lebih baik
daripada CT scan, apalagi dengan menggunakan suatu tehnik yang disebut dengan Fluid
Attenuated Inversion Recovery (FLAIR).Pemeriksaan MRI memerlukan waktu yang lebih
lama dibandingkan dengan CT, yaitu sekitar 45 menit hingga 1 jam. Bahkan pada
pemeriksaan tertentu dapat menjadi lebih lama.18
Kelainan kongenital dan Syringomyelia
Gambar 11. Wanita usia 44 tahun dengan Malformasi Chiari tipe I dan syringomyelia. A,
Gambar panah putih menunjukkan tonsil serebelar 12 mm di bawah foramen magnum. Kavitas syrinx memanjang secara rostral (panah hitam). B, Area prominen dengan peningkatan intensitas (panah)
yang menunjukkan gliosis (gambaran patologis). Area dengan intensitas menurun pada syrinx adalah CFVS (panah putih). C, Gambaran transaxial pada level C6 menunjukkan kavitas eksentrik.
Dikutip dari :Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia : New Observations. AJNR 7:985-995. 1986.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 12. Wanita 46 tahun dengan Malformasi Chiari tipe I dan syringomyelia. Bentuk
“beaded” pada kavitas syrinx. A, Tonsil berbentuk panah di bawah foramen magnum (tanda panah). B, bentuk “beaded” lebih terlihat pada gambarab T2-weighted.
Dikutip dari :Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia : New Observations. AJNR 7:985-995. 1986.
Universitas Sumatera Utara
Post Traumatik dan Syringomyelia
Gambar 13. Syrinx Fokal Posttraumatik. Terjadi fusi pada C5-C6. A, kista memperbesar medula
(tanda panah). B, Peningkatan intensitas yang luas pada syrinx dan medula spinalis. Dikutip dari :Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia : New
Observations. AJNR 7:985-995. 1986.
Universitas Sumatera Utara
Syringomyelia berhubungan dengan tumor
Gambar 14. Wanita 46 tahun dengan astrositoma pada servikal medula spinalis. Laminektomi telah memperbesar kanal spinalis. A, kista oval fokal memperbesar medulla (panah putih). Kavitas berbentuk “spindle” kecil di atas dan di bawah kista (panah transparan). Ektopia tonsilar 10 mm di
bawah foramen magnum (panah bengkok). B, intensitas meningkat luas pada kista dan kavitas di atas dan bawah kista.
Dikutip dari :Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia : New Observations. AJNR 7:985-995. 1986.
II.2.1.5. Ultrasonography
Ultrasonography digunakan untuk melihat:
- Lesi intradural
Universitas Sumatera Utara
- Lokasi untuk melihat daerah dorsal ruang subarachnoid yang mengalami obliterasi
dan permukaan dorsal dari medulla spinalis yang melekat pada dura
- Anatomi normal dari level dimana CSF tidak mengalami obstruksi.
Disini, USG biasa digunakan pada saat intraoperatif digunakan untuk pendekatan
terhadap penyakit intradural dan untuk peletakan jarum langsung ke syrinx pada kasus-kasus
yang membutuhkan tindakan tersebut.
Gambar 15. Gambaran USG axial cardiac-gated intraoperatif setelah laminektomi torakal pada pasien dengan Primary Spinal Syringomyelia (PSS). Gambaran pada akhir diastole (A dan B) diikuti dengan gambaran saat sistol (C-F) dan diastole awal (G-H). Garis jaringan fibrous terlihat (A, panah hitam) yang memanjang ke ruang subarachnoid
dan melewati dari permukaan medulla spinalis ke dura (panah putih). Garis ini terisolasi pada ruang subarachnoid dorsal (B, panah hitam) dari ruang subarachnoid sisanya. Syrinx (B,
panah panjang) berlokasi sedikit ke kanan dari bagian tengah medulla spinalis dan memiliki diameter maksimal selama diastole kardiak. Selama sistol, diameter syrinx menjadi lebih
kecil (F, panah panjang) dimana permukaan anterior dan lateral medulla spinalis mendatar akibat dari pulsasi CSF.
Diktup dari :Heiss JD, Snyder K, Peterson M, Patronas N, Butman J, Smith RK, et al.Pathophysiology of Primary Spinal Spyringomyelia. J Neurosurg Spine 17: 368-380, 2012.
Universitas Sumatera Utara
II.2.2. Diagnosa Banding
II.2.2.1. Tumor Spinal Intramedular
Tumor spinal intramedular merupakan jenis yang jarang, memiliki prevalensi 4-10%
dari tumor sistem saraf pusat. Jenis-jenis tumor ini seperti: Lesi neoplastik intramedular (glial
neoplasma contoh: spinal ependimoma, spinal astrositoma, spinal ganglioglioma dan non-
glial neoplasma contoh: spinal hemangioblastoma, spinal paraganglioma) dan masa jinak
intramedular (contoh: kista epidermoid kanal spinalis dan lipoma kanal spinalis).19
Gejala klinis pada tumor ini bergantung dari ukuran dan lokasinya. Gejala yang paling
umum termasuk nyeri punggung/leher, nyeri radikuler, kelemahan, paraestesia, gangguan
berjalan, sindroma Brown Sequard. Gejala bersifat lambat dan progresif.19
Gambaran MRI pada neoplasma intramedular yang dapat dikenali19:
- Ekspansi medulla spinalis fokal atau difus
- Menghasilkan intensitas sinyal yang tinggi pada T2-weighted
- Pada pemberian kontras tampak penyengatan.
Gambar 16. Ependimoma pada medulla spinalis. Tampak massa sepanjang C2-3 yang memiliki hiperintensitas pada T2, hipointensitas pada T1 dan jika pada kontras
terdapat penyengatan, terdapat oedem vasogenik di atas dan bawah massa.
Dikutip dari :Weerakkody Y, and Wein S. Intramedullary Spinal Tumours. Available from from :https://radiopaedia.org/articles/intramedullary-spinal-tumours
Universitas Sumatera Utara
II.2.2.2. Hematomyelia
Hematomyelia atau hematom medulla spinalis merupakan suatu keadaan yang jarang
terjadi yang merupakan akibat dari beberapa proses penyakit yang jarang.Penyebabnya seperti
perdarahan spontan, hematom medulla spinalis non-traumatik termasuk malformasi vascular
dari medulla spinalis, kelainan pembekuan darah, tumor medulla spinalis, abses, dan etiologi
yang tidak diketahui. Penyebab traumatic seperti trauma medulla spinalis (luka tertutup atau
penetrasi), dan prosedur operasi yang melibatkan dari medulla spinalis dapat menyebabkan
hematom medulla spinalis.20
Gambar 17. Spinal Epidural Hematoma. A, Gambaran MRI T2 Sagital menunjukkan hematoma epidural spinal yang meluas dari level C5-T8 dengan kompresi medulla spinalis yang signifikan. B, Gambaran MRI T2 sagital menunjukkan rekurensi dari hematoma epidural, yang meluas dari level
C6-T3 dengan kompresi medulla spinalis yang signifikan. Dikutip dari :Smeets N, Akker M, Peters B, Vanderhasselt T, and Jansen A. Spontaneous spinal
epidural hematoma in two toddlers: diagnostic pitfalls. Pediatr Dimension Volume 1(6) : 2-3. 2016.
II.3. Penatalaksanaan
Pada manusia, syrinx yang kecil dan asimtomatik biasanya tidak membutuhkan
penanganan. Sehingga, suatu pernyataan menyatakan untuk memonitor pasien tersebut
dengan MRI serial. Penanganan secara medis dapat dipilih apabila pasien dengan nyeri yang
ringan saja, apabila terkendala dengan biaya yang menghalangi penanganan bedah, atau
ketika operasi gagal untuk mengurangi gejala.22
a. Penanganan medis
Penelitian jangka panjang dari penanganan medis syringomyelia tidak tersedia. Obat-
obatan yang dapat digunakan dibagi menjadi 3 tipe22:
Universitas Sumatera Utara
- Analgetik : pada kasus yang ringan, nyeri dapat dikendalikan dengan Nonsteroidal
Anti-Inflammatory Drugs (NSAID). Untuk kasus yang lebih berat, antikonvulsan
(yang memiliki efek neuromodulasi pada hipereksitabilitas dari neuron) dapat
digunakan (contoh gabapentin). Opioid oral (contoh petidine atau metadone) juga
dapat menjadi alternatif.
- Obat yang mengurangi produksi CSF : Proton pump inhibitor (contoh
omeprazole) dapat menghambat pembentukan CSF dan sehingga dapat berguna
untuk mengurangi tekanan dari CSF, tetapi data klinis pada penggunaan dan
keefektifannya saat ini masih kurang. Dan kemungkinan tidka cocok untuk
penanganan jangka panjang, dan pemberian maksimum yang direkomendasikan
adalah 8 minggu. Karbonik anhidrase inhibitor (contoh acetazolamide) juga dapat
menurunkan aliran CSF serta membantu dalam pengobatan syringomyelia, tetapi
efek samping berupa nyeri perut, letargi dna kelemahan dapat menghalangi dalam
penggunaan jangka panjang. Furosemide juga dapat menurunkan tekanan
intrakranial dan sehingga membantu dalam penanganan syringomyelia. Efek
furosemide, bagaimanapun, dapat menyebabkan dieresis dan penurunan dari
volume darah
- Kortikosteroid : kortikosteroid efektif dalam mengurangi nyeri dan deficit
neurologi, walaupun mekanisme pasti dari hal tersebut belum diketahui.
Kortikosteroid dapat menurunkan tekanan CSF, namun bukti klinis dari efek
tersebut masih kurang. Kostikosteroid kemungkinan memiliki efek langsung pada
mediator nyeri. Walaupun kostikosteroid efektif untuk mengurangi gejala dan
progresifitas namun penggunaan jangka panjang menyebabkan imunosupresi,
kenaikan berat badan dan perubahan kulit.
b. Penanganan bedah22
Penanganan bedah diindikasikan pada kasus dengan nyeri refrakter atau
dengan gejala neurologis yang memberat. Tujuan dari pembedahan adalah untuk
mengembalikan dinamika CSF, dan jika efek ini tercapai (contohnya dengan
mengambil atau debulking tumor), maka syrinx dapat mengecil. Prosedur umum
yang paling banyak digunakan untuk kelainan caudal-fossa adalah dengan
dekompresi suboksipital dimana hampir semua tulang suboksipital dan terkadang
lamina dorsal kranial dari atlas diambil (dengan atau tanpa durotomi) untuk
mendekompresi foramen magnum. Pada penelitian dengan hewan coba anjing
melaporkan hasil yang berhasil. Dari 16 anjing ditemukan bahwa 80% anjing
Universitas Sumatera Utara
Gambar 18. Skema penatalaksanaan pada Syringomyelia.
Dikutip dari :Rusbridge C, Greitz D, Iskandar B. Syrongomyelia : Current Concepts in Pathogenesis, Diagnosis, and Treatment. J Vet Intern Med 2006; 20:
469-479.
menunjukkan perubahan atau resolusi dari gejala klinis setelah pembedahan,
namun sekitar 25% menunjukkan rekurensi dalam suatu masa periode follow-up.
Laporan ini menunjukkan bahwa hasil post operasi yang berhasil dapat dicapai
jika pembedahan dilakukan pada awal perkembangan penyakit. Prinsip umum dari
penanganan pembedahan pada manusia dengan syringomyelia adalah penanganan
dilakukan langsung pada etiologi dari syrinx. Dekompresi suboksipital umumnya
prosedur utama dari pilihan untuk gejala simtomatik pada manusia dengan
malformasi Chiari, dan telah diketahui luas bahwa drainase langsung pada syrinx
idak berhubungan dengan hasil yang bagus untuk jangka panjang, karena stent
atau pintasan menjadi terobstruksi dan dapat terhambat. Membuat pintasan ke
Universitas Sumatera Utara
ruang subarachnoid atau ke kavitas pleura hanya diindikasikan pada syrinx yang
tetap muncul atau progresif walaupun setelah dilakukan dekompresi suboksipital.
Terdapat berbagai variasi pada pelaksanaan dekompresi suboksipital. Salah
satu pertimbangannya adalah apakah membuka dura atau tidak. Kebanyakan ahli
bedah menyukasi pembukaan rutin dura pada pembedahan dan penutupan dengan
patch graft perikranial atau sintetik.22
Berbagai jenis operasi yang digunakan pada syringomyelia, antara lain23 :
1. Dekompresi dari tonsil serebelar
Akibat dari postulat yang dicetuskan Gardner dan modifikasinya, banyak prosedur
bedah diarahkan pada abnormalitas dari cranio-vertebral. Dari kasus-kasus yang
ditangani, disini arachnoid diinsisi dan pembukaan dari kanal sentralis ke
ventrikel ke-4 diletakkan suatu potongan otot. Penggunaan metode ini untuk
membawa dekompresi pada foramen magnum sehingga dapat melepaskan tekanan
pada tonsilar.
2. Syringostomi
Siringostomi banyak digunakan lebih dari 50 tahun ini. Ini dilakukan sebagai
serial dari dekompresi serviko-oksipital yang merupakan bagian prosedur utama
hanya ketika kista muncul pada saat dekompresi dan dilapisi hanya dengan lapisan
yang sangat tipis dari jaringan medulla spinalis. Jika tidak ada, maka siringostomi
dilakukan sebagai prosedur kedua jika pasien tetap mengalami keluhan, dimana
kasus ini biasanya terjadi pada zona servikal bawah atau torakal
3. Terminal syringostomi
Metode prosedur ini diperkenalkan Gardner dan kolega dna berdasarkan pada
asumsi bahwa kanalis sentralis yang melebar mencapai sampai filum etrminale
dan bahwa syrinx dapat dikeluarkan dengan membagi filum.
4. Diversi Ventriculo-caval CSF
Ini biasanya tidak digunakan sebagai prosedur utama karena masih belum jelas
mengapa insersi pintasan ventriculo-caval dapat mempengaruhi dari ventrikel
yang biasanya memiliki ukuran normal.
Universitas Sumatera Utara
Tabel2 . Beberapa hasil dari operasi pada beberapa pasien yang memiliki anomali kraniovertebral
Dikutip dari :Logue V, and Edwards M. Syringomyelia and its Surgical Treatment – An analysis of 75 patients. London. Journal of Neurology, Neurosurgery, and
Psychiatry, 1981, 44, 273-284.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
KESIMPULAN
1. Syringomyelia adalah kelainan berupa terbentuknya lubang atau kavitas (syrinx) yang
terdapat pada bagian tengah medula spinalis. Kavitas ini berisi cairan dan tidak
berhubungan secara fungsional dengan kanalis sentralis medula spinalis. Kavitas
tersebut bisa terletak sentral atau eksentris.
2. Kelainan ini bisa terjadi akibat sebab kongenital dan acquired. Penyebab kongenital
yang sering terkait dengan kelainan ini adalah malformasi Arnold-Chiari. Sedangkan
sebab dapatan kelainan ini antara lain karena prosedur pembedahan, trauma,
peradangan, dan tumor.
3. Sampai saat ini patofisiologi terjadinya syringomyelia masih belum diketahui. Akan
tetapi banyak yang mengemukakan bahwa terjadinya akibat terganggunya proses
hidrodinamik dari cairan serebrospinal baik akibat blokade secara anatomis fisiologis
maupun patologis. Dapat juga akibat paskatrauma maupun gangguan mekanisme
vaskuler.
4. Secara umum kelainan ini menyebabkan gejala-gejala gangguan neurologis progresif,
biasanya amyotrofi brakhial dan kelumpuhan sensorik segmental, sesuai bagian yang
terkena.
5. Syringomyelia dapat didiagnosis dengan mudah jika ditemukan tanda-tanda yang khas.
Tetapi, ada kalanya syringomyelia sulit untuk didiagnosis. Hal ini terjadi jika gejala-
gejala syringomyelia minimal sekali atau bahkan tidak spesifik untuk waktu yang lama.
Dalam hal ini, pemeriksaan dengan MRI dapat membantu mengakkan diagnosis
syringomyelia.
6. Pada umumnya penatalaksanaan tergantung dari gejala neurologis yang timbul. Jika
ringan maka dapat diberikan terapi simptomatis saja, tetapi jika gejala memburuk maka
terapi pembedahan adalah pilihan utama.
7. Prognosis penderita dengan siringomielia sampai saat ini masih belum pasti terkait
dengan kompleksitas kelainan sekaligus penatalaksanaannya.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Hankey GJ, and Wardlaw JM. Syringomyelia. dalam Clinical Neurology. Manson
Publishing. pp: 541 – 533. 2002.
2. Minagar JA, and Alexander S. Arnold-Chiari Malformation and Syringomyelia. dalam
Randolph W. Evans. Saunder’s Mannual of Clinical Practice. WB Saunders. . pp 903 –
909. 2003.
3. Ropper AH, and Brown RH. Diseases of the Spinal Cord. dalam Adams and Victor’s
Principles of Neurology, Eight Edition. McGraw-Hill Publishing. pp 1084 – 1087. 2005
4. Mumenthaler M, and Mattle H. Diseases of the Spinal Cord. dalam Fundamentals of
Neurology. New York: Georg Thieme Verlag. pp 141 – 155. 2006.
5. Mardjono M, dan Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. hal 40 – 41.
2004.
6. Mardjono M, dan Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian
Rakyat. hal 518. 2004.
7. Galhom AA. Syringomyelia. 2005. Available from : http://www.emedicine.com
8. Goetz, L. Posttraumatic Syringomyelia. 2007. Available from
http://www.emedicine.com
9. Subagjo, dkk. Medulla Spinalis. dalam Anatomi 3. Surabaya: Laboratorium Anatomi –
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2002.
10. Islam, Mohammad Saiful. Neuroanatomi Fungsional. Surabaya: Laboratorium/ UPF
Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Airlangga. 1995.
11. Richard S. Sistem Ventrikular, Cairan Serebrospinal, Serta Sawar Darah Otak Dan
Sawar Darah Cairan Serebrospinal. Dalam Neuroanatomi Klinik. pp 508 – 510. EGC ;
Jakarta. 2006.
12. Gondim, Francisco de Assis Aquino. Spinal Cord, Topographical and Functional
Anatomy. 2007. Available from : http://www.emedicine.com
13. Satyanegara. Ilmu Bedah Syaraf. Editor: L. Djoko Listiono. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 1998.
14. Sherman JL, Barkovich AJ, and Citrin CM. The MR Appearance of Syringomyelia :
New Observations. AJNR 7:985-995. 1986.
Universitas Sumatera Utara
15. Mimura T, Asajima S, Saruhashi Y, and Matsusue Y. A case of Arnold-Chiari
syndrome with flaccid paralysis and huge syringomyelia. Spinal Cord (2004) 42, 541-
544.
16. Li KC, and Chui MC. Conventional dan CT Metrizamide Myelography in Arnold-
Chiari I Malformation and Syringomyelia. AJNR 8:11-17, 1987.
17. Aubin ML, Vignaud J, Jardin C, and Bar D. Computed Tomography in 75 Clinical
Cases of Syringomyelia. AJNR 2:199-204. 1981.
18. Alkemper T. Haemorrhage. In: Reimer P, Parizel PM, Stichnoth FA editors. Clinical
MR Imaging: A practical approach. 2nd ed. New York: Springer; 2006. p.65-72.
19. Weerakkody Y, and Wein S. Intramedullary Spinal Tumours. Available fromfrom
:https://radiopaedia.org/articles/intramedullary-spinal-tumours
20. Oskouian RJ. Spinal Hematoma. 2015. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/247957-overview
21. Smeets N, Akker M, Peters B, Vanderhasselt T, and Jansen A. Spontaneous spinal
epidural hematoma in two toddlers: diagnostic pitfalls. Pediatr Dimension Volume 1(6)
: 2-3. 2016.
22. Rusbridge C, Greitz D, Iskandar B. Syrongomyelia : Current Concepts in Pathogenesis,
Diagnosis, and Treatment. J Vet Intern Med 2006; 20: 469-479.
23. Logue V, and Edwards M. Syringomyelia and its Surgical Treatment – An analysis of
75 patients. London. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry, 1981, 44,
273-284.
Universitas Sumatera Utara