25
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian 1. Tifus abdominalis adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 1 minggu dan terdapat gangguan kesadaran”. (Suriadi, 2006 : 255). 2. Thypus abdominalis adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan yaitu pada usus halus dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Salmonella Thyposa”. (Ngastiyah, 2005 : 236). 3. Thypus abdominalis adalah “ penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii.” (A.Aziz Alimul Hidayat, 2006 : 126) Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaan pada usus halus ditandai adanya demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. 2.2 Etiologi 3

askep tifus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tifus

Citation preview

Page 1: askep tifus

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

1. Tifus abdominalis adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada

saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 1 minggu dan terdapat gangguan

kesadaran”. (Suriadi, 2006 : 255).

2. Thypus abdominalis adalah  “penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai

saluran pencernaan yaitu pada usus halus dengan gejala demam yang lebih dari 1

minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit

ini adalah Salmonella Thyposa”. (Ngastiyah, 2005 : 236).

3. Thypus abdominalis adalah “ penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang

disebabkan oleh Salmonella thypii.” (A.Aziz Alimul Hidayat, 2006 : 126)

Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh

Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaan pada usus halus ditandai adanya

demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.

2.2 Etiologi

Menurut mansjoer, dkk (2000 : 432) etiologi dari demam thypoid adalah

Salmonella Typhi, basil gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora.

Mempunyai sekurangnya 4 macam antigen yaitu Antigen O : Onne Hauch : Somatik

antigen (tidak menyebar), Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan

bersifat termolabil Antigen V1 : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh

kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.

Sedangkan menurut yatim (2007 : 123) kuman penyebab demam thypoid

yaitu salmonella thypii atau para thypii A, B, C.

3

Page 2: askep tifus

4

2.3 Patofisiologi

Menurut Suriadi, dkk (2006 : 255) perjalanan penyakit demam thypoid yaitu

pertama-tama kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan di

dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan

berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran

darah (bakterimia primer). Dan mencapai sel-sel retikulo endothelial, hati, limfa, dan

organ lainnya.

Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo

endothelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan

bakterimia untuk ke dua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan

organ tubuh terutama limpa, usus, dan kandung empedu.

Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaque peyeri. Ini terjadi pada

kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga

terjadi ulserasi plaque peyeri. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang

dapat menimbulkan sikratik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai

perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala

demam disebabkan oleh endotoksin. Sedangkan gejala pada saluran pencernaan

desebabkan pada usus halus.

2.4 Manifestasi Klinik

Menurut Suriadi, dkk (2006 : 255) manifestasi klinis pada demam thyfoid yaitu :

1. Nyeri kepala, lemah, lesu.

2. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama tiga minggu.

Minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya sushu tubuh

meningkat pada malam hari dan menurun pada siang hari. Pada minggu kedua

suhu tubuh terus meningkat, dan minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun

dan kembali normal.

Page 3: askep tifus

5

3. Gangguan pada saluran cerna : halitosis, bibir kering dan pecah-pecah, lidah

ditutupi selaput putih koto (coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu

makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan.

4. Gangguan kesadaran : penurunan kesadaran (apatis, somnolen)

5. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam kapiler

kulit

6. Epitaksis.

Sedangkan menurut Ngatiyah (2005 : 237) menyatakan demam tifoid pada anak

biasanya lebih ringan daripada orang dewasa.

Typhus Abdominalis yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit berat

yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih. Adapun manifestasi

klinik yang bisa ditemukan pada demam typhoid menurut. Nelson, (2001) dan

Mansjoer (2000), antara lain:

1. Demam

Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febrisn remitten dan suhu

tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap

hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.

Suhu tubuh meningkat dan dapat terjadi serangan kejang.

2. Gangguan SistemPencernaan

Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup

selaput putih kotor (coated tongue). Ujung dan tepinya kemerahan jarang disertai

tremor. Pemeriksaan abdomen di temukan keadaan perut kembung (meteorismus),

hati dan limpa membesar di sertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi

konstipasi,kadang diare atau BAB tanpa kelainan. Pasien juga akan mengalami mual,

muntah, dan distensi abdomen, selain itu biasanya juga dijumpai ikterik.

3. Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak teraba demam yaitu

apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakit

berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).

4. Gejala lain

Page 4: askep tifus

6

Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bitik kemerahan

karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama

demam kadang-kadang di temukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

2.5 Komplikasi

Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi pada

usus halus dan diluar usus halus, antara lain:

1. Komplikasi pada Usus Halus

a. Perdarahan usus

Usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak atau

luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus

lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila

tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi.

b. Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada

minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita Typhus

Abdominalis dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah

kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan

tanda-tanda ileus.

c. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.

Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen

tegang (defence musculair) dan nyeri tekan.

2. Komplikasi diluar Usus Halus

a. Komplikasi kardiovaskular meliputi gagal sirkulasi perifer, miokarditis,

tromboflebitis.

b. Komplikasi paru meliputi pneumonia, emphiema, pleuritis.

c. Komplikasi hepatobilier meliputi hepatitis, kolesistitis.

d. Komplikasi ginjal meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.

Page 5: askep tifus

7

e. Komplikasi tulang meliputi osteomielitis, periositis, spondiltis, arthritis.

f. Komplikasi neuropsikiatrik atau Typhoid toksik.

Adapun komplikasi dari demam tifoid menurut suriadi, dkk (2006 : 255) antara

lain yaitu,

a. Usus : perdarahan usus, melena, perforasi usus, peritonitis

b. Organ lain : meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan bronkopneumoni

Menurut Ngatiyah (2005 : 241) komplikasi demam tifoid terjadi pada usus halus.

Umumnya jarang terjadi, bila terjadi fatal akibatnya diantaranya adalah:

a. Perdarahan Usus

Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinjad dengan

benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai

perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.

b. Perforasi Usus

Timbul biasanya pada minggu ke tiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian

distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan

bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan

terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada rontgen abdomen yang

dibuat dalam keadaan tegak

c. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus.

Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang dan nyeri tekan.

2.6 Penatalaksanaan Medis.

Pengobatan Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) terdiri atas 3 bagian

yaitu dengan perawatan, diet, dan obat-obatan (medikasi).

1. Perawatan

Pasien Typhus Abdominalis perlu di rawat di rumah sakit untuk isolasi,

observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas

demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk

Page 6: askep tifus

8

mencegah terjadinya komplikasi pendarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi

pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien

dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-

waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan, karena kadang terjadi obstipasi

dan retensi air kemih.

2. Diet

Makanan harus cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan

tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan

gas. Bila kesadaran menurun dapat diberikan makanan cair melalui sonde

lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan

lunak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini

yaitu nasi dengan laukpauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar)

dapat diberikan dengan aman.

3. Obat-obatan

a. Obat-obat anti mikroba yang sering di pergunakan ialah:

1) Kloramfenikol; obat anti mikroba yang dapat meredakan demam dengan cepat.

2) Tiamfenikol; efektifitas tiamfenikol pada demam typoid hamper sama dengan

kloramfenikol.

3) Cotrimoksazol (kombinasi dari Sulfamitoksasol); efektifitas obat ini dilaporkan

hampir sama dengan kloramfenikol.

b. Obat-obat anti biotik yang sering dipergunakan ialah :

1) Ampicillin dan Amoksisilin; indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien

demam typhoid dengan leokopenia.

2) Cefalosforin generasi ketiga; beberapa uji klinis menunjukkan Cefalosforin

generasi ketiga antara lain Sefiperazon, Ceftriakson, dan Cefotaxim efektif

untuk demam.

3) Fluorokinolon; efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian

yang optimal belum di ketahui dengan pasti.

Page 7: askep tifus

9

Sedangakan Menurut Ngatiyah (2005 : 158) pasien yang dirawat dengan

diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung

sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobtan sebagai berikut.

1. Isolasi pasien, disenfeksi pakaian dan ekskreta

2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang

lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.

3. Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu normal kembali.

Kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan

diruangan

4. Diet

Makanan harus cukup mengandung cairan, kalori dan tinggi protein. Bahkan

makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang,dan tidak

menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun

diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu

makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.

5. Obat

Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak serasi dapat

diberikan obat lainnya, seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol

dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimum 2 gram perhari),

diberikan 3 kali sehari peroral atau intravena. Pemberian kloramfenikol

dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah

relaps. Efek negative nya yaitu mungkin pembentukan zat anti kurang karena

basil terlalu cepat dimusnahkan.

6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi

dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya.

2.7 Pengkajian fokus

Data dasar pengkajian pasien dengan Typhus Abdominalis menurut Doenges

(2002) yaitu :

1. Identitas Klien, meliputi:

Page 8: askep tifus

10

a. Umur ; penderita yang terkena Typhus Abdominalis rata-rata antara usia 3-19

tahun, karena terkait dengan pola dan jenis makanan yang dikonsumsi yang

lebih variatif dan beresiko menjadi faktor pencetus masukanya kuman

Salmonella Typhi.

b. Lingkungan; kebersihan lingkungan yang buruk merupakan sumber dari

penyakit Typhus Abdominalis , seperti membuang sampah sembarangan.

c. Pekerjaan; kebanyakan penderita penyakit Typhus Abdominalis bekerja ditempat

yang kumuh, atau bekerja yang menguras tenaga.

d. Jenis Kelamin; kebanyakan penderita yang terkena penyakit typhoid lakilaki

lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3:1

2. Riwayat kesehatan, meliputi:

a. Keluhan utama; pada pasien Typhus Abdominalis biasanya mengeluh perut

merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.

b. Riwayat penyakit dahulu; apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit

Typhus Abdominalis, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.

c. Riwayat penyakit sekarang; pada umumnya penyakit pada pasien Typhus

Abdominalis adalah demam, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidak

enak diperut, pucat (anemi), nyeri otot, lidah typhoid (kotor), gangguan

kesadaran berupa sommolen sampai koma.

d. Riwayat kesehatan keluarga; apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah

menderita Typhus Abdominalis atau sakit lainnya.

3. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan; adanya pola hidup dan kebiasaan

yang tidak sehat, dan tidak mengetahui pemeliharaan dan penanganan

kesehatan, kebiasaan jajan di tempat terbuka, kebiasaan tidak mencuci tangan

sebelum makan.

b. Pola nutrisi dan metabolisme; adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan

selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat

mempengaruhi status nutrisi tubuh. Pasien juga akan dijumpai adanya demam

dan keluhan badannya panas.

Page 9: askep tifus

11

c. Pola aktifitas dan latihan; pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya

kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat

penyakitnya.

d. Pola istirahat dan tidur; kebiasaan tidur pasien akan terganggu karena suhu

badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada saat tidur.

e. Pola persepsi sensori kognitif; adanya nyeri pada ulu hati, nyeri pada kuadran

kanan atas dan menurunya tingkat kesadaran.

f. Pola hubungan dengan orang lain; adanya kondisi kesehatan mempengaruhi

terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam

menjalankan peranya selama sakit.

g. Persepsi diri dan konsep diri; adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian

terhadap diri, tampak sakit terhadap diri, kontak mata, asertif atau pasif, isyarat

non verbal, ekspresi wajah, merasa tidak berdaya, gugup atau rileks.

h. Pola mekanisme koping; stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam

mengatasi masalah penyakitnya.

i. Pola nilai kepercayaan atau keyakinan; timbulnya distres dalam spritual pada

pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta

kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

4. Pemeriksaaan fisik

a. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital; biasanya pada klien typhoid mengalami

penurunan kesadaran, badan lemah, suhu meningkat antara 37,5-38oC, tekanan

darah mengalami penurunan, dan penurunan frekuensi nadi.

b. Kepala dan leher; biasanya pada pasien Typhus Abdominalis yang ditemukan

adanya kongjungtiva anemia, mukosa pucat, bibir kering, lidah kotor ditepi dan

ditengah merah.

c. Abdomen; biasanya terdapat nyeri tekan pada bagian ulu hati dan kuadran kanan

atas.

d. Sistem integument; turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, mungkin

muncul roseola.

Page 10: askep tifus

12

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut Widodo (2006)

adalah pemeriksaan laboratorium , yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Biasanya pada klien dengan demam typhoid terdapat leukopenia dan

limposistosis, tetapi kenyataannya leukopenia jarang dijumpai. Pada

kebanyakan kasus Typhus Abdominalis, jumlah leukosit pada sediaan darah

tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit

walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena

pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa Typhus

Abdominalis.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya Typhus Abdominalis.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan Typhus Abdominalis, tetapi bila

biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam.

d. UjiWidal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam

serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah di

vaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji

widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang

disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi klien

membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh

kuman). Makin tinggi titter O makin besar jumlah kuman Salmonella Typhi di

dalam tubuh.

Page 11: askep tifus

13

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel

kuman). Makin tinggi titter H makin besar jumlah kuman Salmonella Typhi di

dalam tubuh.

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

sampai kuman)

2.8 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul merujuk pada Carpenito (2002)

dan Doenges (2000), antara lain:

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,

muntah, nafsu makan menurun.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan

sekunder terhadap diare, demam, dan muntah.

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan efek peradangan pada

usus.

4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan

peristaltik usus.

5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbs dinding usus

sekunder, infeksi Salmonella typhi.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus

halus.

7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat proses penyakit dan

hospitalisasi.

2.9 Intervensi dan Rasional

Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2002)

dan Doenges (2000), antara lain:

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,

muntah, nafsu makan menurun.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien

terpenuhi.

Page 12: askep tifus

14

b. Kriteria hasil : BB stabil atau peningkatan BB, tidak ada malnutrisi, nafsu makan

meningkat, pasien mengmhabiskan porsi makan yang sudah disediakan rumah

sakit.

c. Intervensi :

1) Dorong tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut. Rasional:

Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan

simpanan energi.

2) Anjurkan klien istirahat sebelum makan. Rasional: Menenangkan peristaltik dan

meningkatkan energi untuk makan

3) Sediakan makanan dalam keadaan hangat, lingkungan menyenangkan, dan kondisi

tidak terburu-buru. Rasional: Lingkungan yang menyenangkan dapat menurunkan

stress dan lebih kondusif untuk makan.

4) Catat masukan makanannya. Rasional: Memberikan rasa kontrol pada klien dan

memberikan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan, dinikmati,

dapat meningkatkan masukan.

5) Berikan nutrisi parental total, terapi Intra Vena sesuai indikasi. Rasional: Dapat

mengistirahatkan saluran sementara memberikan nutrisi penting.

6) Timbang berat badan setiap hari. Rasional: memberikan informasi tentang

kebutuhan diet atau keefektifan terapi.

2. Resiko Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan

sekunder terhadap diare, demam, dan muntah.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhan cairan

terpenuhi.

b. Kriteria hasil: Suhu 36-37oC, turgor baik, kulit lembab, TD 120/80 mmHg, nadi

80x/menit, nadi perifer teraba, mempertahankan volume cairan.

c. Intervensi :

1) Kaji tanda-tanda vital. Rasional: Hipotensi, Takardi, demam, dapat menunjukan

respon pada efek kehilangan cairan.

2) Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa, penurunan turgor kulit.

Rasional: Dapat mengetahui kehilangan cairan berlebihan dan dehidrasi.

Page 13: askep tifus

15

3) Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring, hindari kerja atau batasi aktifitas.

Rasional: Kolon diistirahatkan untuk peyembuhan dan untuk menurunkan cairan

usus

4) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya darah samar. Rasional:

Diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat memasukan defisiensi Vitamin K

dan merusak koagulasi, potensial resiko pendarahan.

5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral sesuai indikasi. Rasional:

Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk

memperbaiki kehilangan atau anemia.

3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan efek peradangan pada

usus.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri hilang atau bekurang.

b. Kriteria hasil : Nyeri klien dapat hilang atau berkurang, klien tampak rileks, klien

tampak tenang, ekspresi wajah tidak cemas, suhu 36-37oC, TD 120/80 mmHg,

nadi 80x/menit, RR 20x/menit.

c. Intervensi :

1) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0-

10). Selidiki dan laporkan perubahan karateristik nyeri. Rasional: Nyeri selama

defekasi seiring terjadi pada klien dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan tidak

dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karateristik nyeri dapat

menunjukan penyebaran penyakit atau terjadi komplikasi.

2) Dorong klien untuk menghilangkan rasa nyeri. Rasional: Untuk dapat mentoleransi

nyeri.

3) Tentukan stress luar, misal keluarga, teman, lingkungan kerja atau sosial. Rasional:

Stress dapat mengganggu respon saraf otonomik dan mendukung eksaserasi

penyakit. Meskipun tujuan kemandirianlah pada klien menjadi penambah stessor.

4) Anjurkan klien istirahat atau tidur yang cukup. Rasional: Kelelahan karena

penyakit cenderung menjadi masalah berarti, mempengaruhi kemampuan

mengatasinya.

Page 14: askep tifus

16

5) Dorong penggunaan ketrampilan menangani stress misal tekhnik relaksasi, latihan

nafas dalam. Rasional: Memberatkan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi

dan meningkatkan kemampuan koping.

6) Berikan obat analgetik sesuai indikasi. Rasional: bantuan dalam istirahat psikologi

atau fisik, menghemat energi, dan dapat menguatkan kemampuan koping.

4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan

peristaltik usus.

a. Tujuan : Selama dalam perawatan kebutuhan eliminasi terpenuhi.

b. Kriteria hasil : Tidak terjadi gangguan pada eliminasi BAB kembali normal,

konsistensi lunak, tidak cair, pasien tidak kembung.

c. Intervensi :

1) Kaji pola BAB pasien. Rasional: Untuk mengetahui pola BAB pasien.

2) Pantau dan catat BAB setiap hari. Rasional: Mengetahui konsistensi pada feses dan

perkembangan pola BAB pasien.

3) Pertahankan intake cairan 2-3 liter /hari. Raional: Memenuhi kebutuhan cairan dan

membantu memperbaiki konsistensi feses.

4) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi serat tapi rendah lemak.

Rasional: Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam aliranya

sepanjang traktus intestinal.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar. Rasional: Obat itu

untuk melunakan feses yang keras sehingga pasien dapat defekasi dengan mudah.

5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbs dinding usus

sekunder, infeksi salmonella typhi.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak

mengalami diare, BAB normal.

b. Kriteria hasil: BAB normal 1-2x/ hari, Konsistensi berbentuk, perut tidak mulas,

peristaltik normal.

c. Intervensi :

1) Kaji frekuensi, bau, warna feses. Rasional: Untuk mengetahui adakah pendarahan.

2) Observasi tanda dehidrasi. Rasional: Untuk mengetahui tanda dehidrasi.

Page 15: askep tifus

17

3) Observasi Peristaltik usus. Rasional: Untuk mengetahui perubahan peristaltik usus.

4) Observasi atau monitor intake output cairan. Rasional: Untuk mengetahui balance

cairan.

5) Anjurkan klien untuk banyak minum. Rasional: Untuk menggantikan cairan tubuh

yang hilang melalui diare.

6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti diare dan anti mikroba.

Rasional: untuk mengurangi reaksi peradangan pada usus halus dan menurunkan

peristaltik.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus

halus.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh normal.

b. Kriteria hasil : Suhu tubuh normal 36-37oC, TD 120/80 mmHg, bibir tidak kering,

pasien tampak rileks, turgor kulit baik, tidak terjadi resiko kekurangan volume

cairan.

c. Intervensi :

1) Kaji peningkatan suhu. Rasional: Suhu 38,9oC menentukan proses penyakit infeksi

akut.

2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambah linen tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional: Suhu lingkungan atau jumlah slimut harus dibatasi untuk

mempertahankan suhu mendekati normal.

3) Berikan kompres air hangat, hindari penggunaan air es. Rasional: Membantu

mengurangi demam (penggunaan air es menyebabkan peningkatan suhu secara

aktual).

4) Kolaborasi pemberian Antipiretik. Rasional: Digunakan untuk mengurangi

demam.

5) Kolaborasi pemberian Antibiotik dan Antimikroba. Rasional: untuk mengatasi

peradangan yang terjadi dalam tubuh.

7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat proses penyakit dan

hospitalisasi.

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan berkurang.

Page 16: askep tifus

18

b. Kriteria Hasil : klien menunjukkan penurunan ketegangan, mampu mengontrol

kecemasan, menunjukkan kemampuan interaksi sosial yang baik dengan

lingkungan.

c. Intervensi :

1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien.

2) Berikan informasi tentang masalah kesehatan dan penyakit yang dialaminya.

Rasional: membantu mengurangi ketegangan klien yang tidak beralasan.

3) Bantu pasien memfokuskan pada situasi saat ini Rasional: sebagai alat bantu untuk

mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas.

4) Sediakan pengalihan melalui alat bantu seperti televise, radio, permainan, serta

terapi okupasi. Rasional: membantu mengalihkan perhatian klien dan mengurangi

kecemasan

5) Kurangi rangsangan yang berlebihan dan sediakan lingkungan yang tenang.

Rasional: mengurangi faktor yang dapat mebuat klien cemas.

6) Kolaborasi dengan psikiater bila diperlukan. Rasional : membantu klien lebih

tenang dalam mengatasi kecemasan yang berlebihan.