37
ASKEP STROKE HEMORAGIK & NON- HEMORAGIK BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Stroke merupakan yaitu penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya supalai darah kebagian otak. Stroke disebakan oleh trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan. Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit stroke. Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Berbagai fakta diatas menujukan, stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif,

Askep Stroke Hemoragik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

f

Citation preview

ASKEP STROKE HEMORAGIK & NON-HEMORAGIKBAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Stroke merupakan yaitu penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh

berhentinya supalai darah kebagian otak. Stroke disebakan oleh trombosis,

embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini

menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan

rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi

bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan

perusahaan asuransi kesehatan. 

Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam

setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya

menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih produktif.

Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, sangatlah penting bagi

usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit stroke, sehingga mereka

dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit stroke. 

Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan

stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami

cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit

mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke

menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit.

Berbagai fakta diatas menujukan, stroke masih merupakan masalah utama di bidang

neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini

diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi

rehabilitasi, dan promotif.

Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah

menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terus

meningkat dari tahun ke tahun di indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat,

tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah

penulis menyusun makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah

satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.

B.TUJUAN 

1.    Umum 

Agar mahasiswa mampu memahami konsep penyakit stroke serta asuhan

keperawatan pasien stroke

2.    Khusus

a.    Agar mahasiswa mampu konsep penyakit stroke

b.    Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan pada pasien stroke

c.    Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan kasus

C.METODE PENULISAN

Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang diperoleh

dari literatur dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di sajikan dalam

bentuk makalah.

D.SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah:

BAB  I

BAB II

BAB III    :

:

:    Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan, dan

yang terakhir Sistematika Penulisan.

Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep penyakit stroke, asuhan keperawatan pada

pasien stroke, dan asuhan keperawatan kasus 

Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.    Konsep Penyakit Stroke

1.    Pengertian Stroke

Menurut Brunner & Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan

oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. 

Menurut Mansjoer A stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,

progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh

peredaran darah otak non traumatik. 

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat

akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain

yang jelas selain vaskular.

Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penyakit (kelainan) fungsi otak yang timbul

mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak yang timbul

mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa

terjadi pada siapa saja dan kapan saja. 

Menurut Marilyn E. Doenges stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya

beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan

oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem

pembuluh darah otak.

2.    Etiologi

Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner dan

Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)

a.    Trombosis 

Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan dalam sistem

vascular (yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih hidup, serta

bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan

trombus. Akumulasi darah yang membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut

sebagai trombus. Trombosis ini menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat

menimbulkan edema disekitarnya.

b.    Embolisme serebral 

Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa ke otak dari

bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan

darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung

yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.

c.    Iskemia serebri

Iskemia  adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalnya menerima

sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah darah aliran

darah serebri 20 ml/menit timbul gejala iskemia dan infark. Yang disebabkan oleh

banyak faktor yaitu hemoragi, emboli, trombosis dan penyakit lain. 

d.    Hemoragi serebral 

Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan

ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral dan

intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan

otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi.

Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam

parenkim otak.

3.    Klasifikasi 

Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi.

Dibawah ini skema pembagian stroke menurut patologi serangan stroke

Skema 2.1 klasifikasi stroke  

a.    Stroke hemoragik

Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid.

Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.

Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga

terjadi saat istrahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Arif Muttaqin,  2008). 

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan disebabkan oleh

pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena

trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan

kapiler. Pendarahan otak dibagi dua yaitu (Arif Muttaqin,  2008):

1)    Pendarahan intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang

menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi

cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena heniasi otak. Pendarahan

intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus,

pons, dan serebellum. 

2)    pendarahan subarakhnoid (PSA)

pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal

dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar

parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan

TIK meningkat mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme

pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,

penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia,

dan lainnya).

Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan

terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri,

sehingga timbul kepala nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-

tanda merangsang selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga

mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.

Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah

serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid.

Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan

kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).

Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi.

energi yang di hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan

atau kekurangan  aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan

fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme

otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.. Pada saat

otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob,

yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

Dibawah ini tabel perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan

subarakhnoid

Gejala    PIS    PSA

Timbulnya    Dalam 1 jam    1 – 2 menit

Nyeri kepala    Hebat    Sangat hebat

Kesadaran    Menurun    Menurun sementara

Kejang    Umum    Sering fokal

Tanda rangsangan meningeal    +/-    +++

Hemiparese    ++    +/-

Gangguan saraf otak    +    +++

Tabel 2.1 perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid

b.    Stroke nonhemorogik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat

setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi

perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya

dapat timbvul edema sekunder. Kesadaran umum nya baik.

Dibawah ini tabel perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik

Gejala (anamnesa)    Stroke nonhemoragik    Stroke hemoragik

Awitan (onset)    Sub akut kurang    Sangat akut/ mendadak

Waktu (saat terjadi awitan)    Mendadak    Saat aktifitas

Peringatan    Bangun pagi/ istirahat    -

Nyeri kepala    +50% TIA    +++

Kejang    +/-    +

Muntah    -    +

Kesadaran menurun    -,Kadang sedikit    +++

Koma/kesadaran menurun    +/-    +++

Kaku kuduk    -    ++

Tanda kerning    -    +

Edema pupil    -    +

Perrdarahan retina    -    +

Bradikardia    Hari ke-4    Sejak awal

Penyakit lain    Tanda adanya aterosklerosis diretina, koroner, perifer. Emboli pada

kelainan katu, fibrilasi, bising karosis    Hampir selalu hipertensi, aterosklerosis,

penyakit jantung hemolisis (HHD)

Pemeriksaan darah pada LP    -    +

Rontgen    +    Kemungkinan pengeseran glandula pineal

Angiografi    Oklusi, stenosis    Aneurisma ,AVM, massa intrahemisfer/ vasospasme

CT scan    Densitas berkurang (lesi hipodensis)    Massa intrakranial densitas

bertam bah (lesi hipertensi)

Oftalmoskop    Penomena silang silver wire art    Perdarahan retina atau korpus

vitreum

Lumbal fungsi

•    tekanan

•    warna

•    eritrosit    

Normal

Jernih

<250/mm3    

Meningkat

Merah

>1000/mm3

Arteriografi    Oklusi    Ada pengeseran

EEG    Di tengah    Bergeser dari bagian tengah

Tabel 2.2 perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik

Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :

a.    TIA (Transient Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama

beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang cdengan

spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b.    Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan

neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24

jam atau beberapa hari.

c.    Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau

permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan

serangan  TIA berulang. 

4.    Manifestasi klinis 

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, secara umum gejala tergantung

pada besar dan letak lesi di otak yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang

dipersarafi oleh bagian tersebut, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat.

Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Jenis patologi (hemoragik

atau non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan

gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragi seringkali ditandai dengan nyeri kepala

hebat, terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terjadi pada strok

hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapat dan dengan

pemeriksaan neurologis sederhana (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). Perbedaan

tersebut dapat dilihat tabel dibawah ini.

Stroke hemisfer kiri    Stroke hemisfer kanan

Paralisis tubuh kanan 

Defek lapang pandang kanan

Afasia (ekpresif, reseptif atau global)

Perubahan kemampuan intelektual 

Perilaku lambat dan kewaspadaan    Paralisis tubuh kiri

Defek lapang pandang kiri

Defisit persepsi khusus

Peningkatan distraktibiillitas 

Perilaku impulsif dan penilaian buruk

Kurang kesadaraan terhadap defisit

Tabel 2.3 perbedaan stroke hemisfer kiri dan kanan (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-

897)

Defisit neurologis yang sering terjadi antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal

2130-2144):

a.    Kehilangan motorik

Stroke penyakit kehilangan motorik karena gangguan kontrol motor volunter pada

salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakaan pada neuron motor atas pada

sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiparesis

adalah kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang lain (karena lesi pada

hemisfer yang berlawanan) dan hemiplegia adalah paralisis wajah, lengan dan kaki

pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). Serta disfungsi

motor yang lain adalah ataksia (berjalan tidak mantap, dan tegak/tidak mampu

menyatukan kaki, perlu dasar kaki pada sisi yang sama), disartria (kesulitan dalam

membentuk kata), dan disfagia (kesulitan menelan)

b.    Kehilangan komunikasi

Fungsi otak antara lain yang dipengaruhi stroke bahasa dan komunikasi. Disfungsi

bahasa dan komunikasi antara lain: disartria (kesulitan dalam membentuk kata, yang

ditujukan dengan bicara yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang

bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif

atau kehilangan bicara yang terutama ekpresif atau represif.

c.    Defisit lapang pandang

Defisit lapang pandang karena gangguan jarak sensori primer antara mata dan

korteks visual. Defisit lapang pandang pada stroke antara lain homonimus

hemianopsia/kehilangan setengah lapang penglihatan (tidak menyadari orang atau

objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan

menilai jarak), kehilangan penglihatan perifer (kesulitan melihat pada malam

hari,tidak menyadari objek) dan diplopia (penglihatan ganda)

d.    Kehilangan sensori

Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau

mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan

posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli

visual, taktil dan auditorius.

e.    Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis

Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi

intelektual, fungsi ini kemungkinan juga terjadi kerusakan. Disfungsi ini ditujukan

dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang

motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program

rehabilitasi. Depresi umum terjadi karena respons alamiah pasien pasien terhadap

penyakit.

f.    Disfungsi kandung kemih

Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara karena

konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan

mengunakan urinal karena kerusakan motorik. Kadang-kadang kontrol sfingter

urinarius ekternal hilang atau berkurang.

5.    Patofisologi 

Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya

infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah

dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh

darah yang tersumbat (Arif Muttaqin,  2008). 

Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal

(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum

(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan

faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah

dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi

turgulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai

emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area

yang di suplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, dan edema dan kongesti di

sekitar area (Arif Muttaqin,  2008).

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri.

Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah

beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan (Arif

Muttaqin,  2008).

Karena trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi

pada pembuluh darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan nekrosis di

ikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh

darah, maka akan terjadi abses atau ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada pada

pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.

Hal ini menyebabkan pendarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi

pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan

kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebropaskular, karena

perdarahan yang luas terjadi distruksi masa otak peningkatan tekanan intrakranial

yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau foramen

magnum. 

Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan perdarahan

batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah

ke ventrikel otak terjadi pada sepergitiga kasus perdarahan otak di nekleus

kaudatus, talamus, dan pons.

Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan

disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.

Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi

oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain

kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan

mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya

tekanan  perfusi otak serta terganggunnya drainase otak. Agar lebih memahami

patofisiologi stroke dibawah ini perhatikan skema dibawah ini

Skema 2.2 patofisiologi stroke (Arif Muttaqin,  2008)

6.    Komplikasi

Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan

luasnya area cedera antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144):

a.    Hipoksia serebral  diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah adekuat ke

otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke

jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta

hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan

oksigenisasi jaringan.

b.    Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan

integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus

menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.

Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada

pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

c.    Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau

dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran

darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat

mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal.

Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

7.    Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis

klien stroke meliputi (Arif Muttaqin,  2008):

a.    Angiografi serebri

Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan

arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperi aneurisma

atau malformasi vaskuler.

b.    Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada

intrakanial. Peningkatan jumlah protein  menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil

pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan  yang masif,

sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)

sewaktu hari-hari pertama.

c.    CT Scan

Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak

yang infrak atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan baisanya

didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke

permukaan otak.

d.    Magnetic Imaging Resnance (MRI)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta

besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area

yang mengalami lesi dan infrak akibat dari hemografik.

e.    USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

f.    EEG

Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan

yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.

8.    Penatalaksanaan

a.    Penatalaksanaan medis 

Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema

serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral.

Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya

trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi

antitrombisit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting

dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897).

b.    Penatalaksanaan pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif Muttaqin, 

2008):

1)    Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan

membuka arteri karotis di leher

2)    Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya

paling dirasakan oleh klien TIA

3)    Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

4)    Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

c.    Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat

Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan

mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil

yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan

mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut

ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien

dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W

Sudoyo,2009. hal 892-897): 

1)    Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan,

baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat

strokenya sendiri. Contoh tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya

komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan

dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan

biarkan makanan atau minuman masuk lewat hidung

2)    Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat

napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh

tindakannya adalah intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien

dengan stroke masif, karena henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam

kehidupan pada situasi ini dan  berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal

3)    Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular),  yaitu fungsi jantung dan

pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau

gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung

seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi

dari stroke tersebut. Contoh tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi

lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai

tekanan vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam

ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.

Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu

(Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26):

1)    Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20

ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin

0,45% karena dapat memperhebat edema otak 

2)    Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak

3)    Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

4)    CT scan atau MRI bila alat tersedia.

B.    Asuhan Keperawatan Teoritis

1.    Pengkajian

a.    Pengkajian Primer

-    Airway

Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik

akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya

sendiri.

-    Breathing

Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat

napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.

-    Circulation

Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular),  yaitu fungsi jantung dan pembuluh

darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan

tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali

merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke

tersebut

b.    Pengkajian Sekunder

1)    Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)

a)    Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam

masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.

b)    Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,

bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 

c)    Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul;

apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala

berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi

bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis,

Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama

kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama

karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA,

Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual

dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik,

motorik, dan visual.

d)    Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi,

cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga,

penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif

e)    Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita

hipertensi ataupun diabetes militus. 

f)    Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya

untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan

keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran

klien dan keluarga.

g)    Pola-pola fungsi kesehatan: 

-    Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol. 

-    Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah pada fase akut. 

-    Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi

biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. 

-    Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, 

-    Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat

karena kejang otot/nyeri otot, 

-    Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien

mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. 

-    Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,

mudah marah, tidak kooperatif. 

-    Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan

penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan

ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan

proses berpikir. 

-    Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari

beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis

histamin.

-    Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk

memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan

berkomunikasi. 

-    Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena

tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2)    Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)

a)    Keadaan umum:  mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang

mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-

tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.

b)    Pemeriksaan integument:

-    Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan

cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda

dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus

bed rest 2-3 minggu.

-    Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.

-    Rambut : umumnya tidak ada kelainan.

c)    Pemeriksaan leher dan kepala:

-    Kepala: bentuk normocephalik

-    Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.

-    Leher: kaku kuduk jarang terjadi.

d)    Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar

ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat

penurunan refleks batuk dan menelan.

e)    Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest

yang lama, dan kadang terdapat kembung.

f)    Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau

retensio urine.

g)    Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi

tubuh.

h)    Pemeriksaan neurologi:

-    Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII

dan XII central.

-    Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah

satu sisi tubuh.

-    Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.

-    Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan

menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli

dengan refleks patologis.

2.    Diagnosa (Marlyn E Doengoes, 2000)

a.    Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume

intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.

b.    Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan

intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.

c.    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia,

kelemahan neuromuskular pada ekstermitas.

d.    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,

menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.

e.    Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan

pada area bicara  pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral,

dan kelemahan secara umum.

3.    Perencanaan dan Implementasi (Marlyn E Doengoes, 2000)

a.    Diagnosa 1

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.

Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan

muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.

Intervensi    Rasionalisasi

Kaji faktor penyebab dari situasi/keaadaan individu/ penyebab koma/penurunan

perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.    Deteksi dini untuk

memprioritasikan intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-tanda kegagalan

untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pemebedahan.

Memonitor tanda-tanda  vital tiap 4 jam.    Suatu keadaan normal bila sirkulasi

serebri terpelihara dengan baik merupakan tanda penurunan difusi lokal

vaskularisasi darah serebri. Peningkatan tekanan darah, bradikardi, distirmia,

dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.

Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.   

Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan

kumulatif.

Observasi tingkat kesadaran dengan GCS    Perubahan kesadaran menunjukkan

peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.

Kolaborasi:

Pemberian O2 sesuai indikasi    Mengurangi hipoksemia, di mana dapat

meningkatkan vasodalitasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK

b.    Diagnosa 2

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS

4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100

x/menit, suhu: 36-36,7oC, RR:16-20 x/menit).

Intervensi    Rasionalisasi

Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.    Dapat mengurangi kerusakan

otak lebih lanjut.

Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi

pernafasan, serta hati-hati pada hipertensi sistolik.    Pada keadaan normal,

otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan  darah sistemik berubah secara

fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang

dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan

tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan 

infeksi.

Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan

napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.    Aktivitas ini dapat

meningkatkan tekanan intrakranial dan intrabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu

bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.

Kolaborasi:

Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat.    Meminimalkan fluktuasi pada

beban vaskular dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat

menurunkan edema serebri.

Monitor AGD bila diperlukan pemeberian oksigen.    Adanya kemungkinan asidosis

disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya

iskemia serebri.

c.    Diagnosa 3

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai

dengan kemampuannya.

Kreteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur

sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan

mobilitas.

Intervensi    Rasionalisasi

Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.   

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

Ubah posisi klien setiap 2 jam.    Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan

akibat daerah yang tertekan.

Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak

sakit.    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta

memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.

Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.     Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan

hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi

imobilitasi.

Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.    Untuk

memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan.

d.    Diagnosa 4

Tujuan:  dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.

Kriteria hasil: klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan

merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat

kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.

Intervensi    Rasionalisasi

Mandiri

Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.    

Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan

individual.

Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.    Bagi klien dalam

keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga

diri klien.

Beri kesempatan untuk menolong diri     Mengurangi ketergantungan.

Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot.

Antarkan ke kamar mandi     Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat

menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah

neurogenik.

Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.   

Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi

e.    Diagnosa 5

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam  klien dapat menunjukkan pengertian terhadap

masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya, mampu menggunakan

bahasa isyarat.

Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi,

klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi    Rasionalisasi

Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah

berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.    Membantu menentukkan kerusakan

area pada otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagaian atau seluruh

proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-

kata (afasia, area Wernicke, dan kerusakan pada area Broca).

Bedakan afasia dengan disatria.    Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai

dengan tipe gangguan.

Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk

mengklarifikasi.    Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya,

komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan

pengertian klien dan dapat mengklarifikasikan percakapan.

Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar,

dan mendemonstrasikan  secara visual gerakan tangan.    Memberikan komunikasi

dasar sesuai dengan situasi individu.

Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.    Meningkatkan

pengertian percakapan dan kesempatan untuk mempraktikan keterampilan praktis

dalam berkomunikasi.

C.    Asuhan keperawatan kasus

1.    Kasus

Pada pagi jam 08.00 wib tanggal 08 Desember 2012, Tn. A dibawa ke rumah sakit

soedarso. Tn A dibawa dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun.

Keluarga pasien mengatakan ia tidak kejang dan sebelumnya pasien tidak pernah

jatuh dan terbentur.  Klien telah dirawat di IGD selama 3 hari dan keadaan Tn A

membaik sehingga dibawa ke ruangan melati. Tn A mengeluhkan tangan dan kaki

sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya

tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan

keluarga

2.    Pola gordon

a.    Identitas

Nama    : Tn. A

Umur    : 45 tahun

Jenis Kelamin    : Laki-laki

Agama    : Islam

Bangsa/Suku    : Indonesia / Melayu

Pendidikan    : SMP

Status Pernikahan    : Sudah Menikah

Alamat    : Jln. Tanjung Raya 2 No.10

Ruang    : Melati

No. Rm    : 027321

Tanggal masuk    : 08 Desember 2012

Tanggal Pengkajian    : 11 Desember 2012

Diagnosa Medis    : Stroke Non Hemoragik

Penanggung Jawab    : Keluarga pasien

b.    Riwayat Kesehatan Klien:

1)    Kesehatan masa lalu:

Klien mengatakan ia mengalami penyakit hipertensi hingga sekarang.

2)    Riwayat kesehatan sekarang:

a)    Alasan utama masuk rumah sakit:

Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke rumah sakit tanggal 08 Desember 2012,

jam 07.30 wib dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun setalah pingsan

klien sulit mengerakan tubuh bagian kiri dan berbicara sedikit pelo. 

b)    Keluhan waktu di data

Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian

bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua

kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga

c.    Riwayat Kesehatan Keluarga:

Klien mengatakan ayahnya pernah mengalami penyakit hipertensi dan penyakit

stroke dan meninggal dikarenakan stroke

d.    Genogram Keluarga

Keterangan

Laki-laki        :

Perempuan        :

Sudah meninggal    :

    Pasien        :

e.    Data Biologis

1)    Pola Nutrisi:

A : Antopometric measurement (pengukuran antopometri)

Klien memiliki berat badan 170 cm dengan berat badan 67 kg

B : Biomedical data (data biomedis)

Hasil laboraturium: Hb : 15 g/dl (14-18 g/dl), Ht : 45,3 % (40,7 %-50,3 %), Kreatinin : 

0.68 mg/dl (0,5 – 1,5 mg/dl), ureum : 30 mg/dl  (20 – 40 mg/dl)

C : Clinical sign (tanda-tanda klinis status nutrisi)

Klien mengatakan lesu dan lemah. Kulit klien lembut dan lembab. Konjungtiva

anemis. Rambut kusam dan kusut.

D : Dietary (diet)

Klien mengatakan sebelum sakit makan tiga kali sehari. sangat suka mengkonsumsi

daging sapi. Klien mengatakan saat sakit klien susah untuk menelan makanan tetapi

klien makan setengah piring klien mengatakan makan 3x sehari ingin sekali makan

rendang sapi.

2)    Pola Minum:

Sebelum sakit : 

Klien mengatakan :

-    klien minum air putih sekitar 8-10 gelas per hari

-    klien tidak suka mengkonsumsi minuman keras (beralkhohol).

-    klien hanya minum kopi setiap pagi sebelum pergi kesawah.

Saat sakit :

Klien mengatakan :

-    klien hanya minum air putih sekitar 6-8 gelas per hari

3)    Pola Eliminasi :

Sebelum sakit :

Klien mengatakan :

-    klien BAB dan BAK nya tak menentu per harinya berapa kali.

-    BAB nya tidak encer dan berwarna kuning.

-    BAK nya bewarna kuning pekat dan tidak berbau.

Saat sakit :

Klien mengatakan :

-    susah BAB, karna tidak bisa berjalan dan hanya di bantu perawat saat BAB

diatas tempat tidur.

-    Karakteristik fesesnya tidak berubah, sama seperti saat sebelum sakit.

-    BAK nya sering namun, kencingnya melalui urinal kateter.

4)    Pola istirahat dan tidur :

Sebelum sakit :

Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam pada jam 21.00 – 05.00

wib dan siang hari tidur 2-3 jam waktunya tidak menentu

Saat sakit : 

Klien mengatakan :

-    Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam waktu tidak menentu

dan siang hari tidur 3-4 jam waktunya tidak menentu

f.    Pemeriksaan fisik

1)    head to toe

a)    keadaan umum : 

klien tampak lemah dan sulit  mengerakan tubuh

b)    tingkat kesadaaran : 

komposmentis E4M5V5 = 14

c)    Vital Sign    :

TD:  130/90 mmHg

Nadi:  70 x/mnt

RR:  20 x/mnt

Suhu:  36 oC

d)    Kepala s/d leher

Klien konjungtiva anemi - , ikterik -, tidak mengunakan otot bantu napas, muka klien

asimetris 

e)    Thorax      

Paru-paru   : Rhonki -/-

Wheezing -/-

Jantung      :  klien tidak terdengar bunyi S3 dan S4 dan tidak terdengar mur-mur

jantung 

f)    Abdomen

Hepar             :  tidak teraba

Lien                :  tidak teraba

Meteorismus     :  tidak ada

Bising usus        :  normal

g)    Ekstremitas

Oedem    :  tidak ada

Akral    :  hangat

2)    Syaraf kranial

a)    N.I (olfactorius)

Klien dapat mencium bebauan yang diberikan (tidak ada kelainan pada fungsi

penciuman)

b)    N.II (opticus)        

Klien dapat melihat dan membaca bacaan dekat dengan baik, klien dapat melihat

dan membaca snellen chart dengan baik lapang pandang 90o

c)    N.III, IV, VI (oculomotorius, trochlearis, abducen)

-    Kedudukan bola mata : tengah-tengah dan Ptosis  -/-

-    Pergerakan bola mata :

Ke nasal    :  +/+

Ke temporal    :  +/+

Ke atas    :  +/+

Ke bawah    :  +/+

-    Pupil

Bentuk                 :  bulat/bulat

Lebar                   :  + 3 mm / + 3 mm

Reaksi cahaya langsung     : +/+

d)    N.V. (trigeminus)

-    Cabang Motorik

Otot masseter                   :  lemah

Otot temporal                   :  lemah

-    Cabang Sensorik

maxilaris                    :  Normal

mandibularis              :  Normal

-    Reflek kornea langsung     :  Normal

e)    N.VII (Facialis)

-    Waktu Diam

Kerutan dahi    :  simetris / asimetris

Tinggi alis    :  simetris / asimetris

Sudut mata    :  simetris / simetris

-    Waktu Gerak

Mengerut dahi     :  simetris / lebih dangkal

Menutup mata    :  simetris / simetris

Bersiul                  :  simetris / asimetris

Memperlihatkan gigi    :  simetris / asimetris

Tersenyum     :  simetris / asimetris

Mengembungkan pipi    :  simetris / asimetris

f)    N.VIII (Vestibulocochlearis)

-    Vestibulo

Rinne dan webber :Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

-    Cochlearis

Romberg : Tidak dilakukan

g)    N.IX dan X (Glosophoryngeys dan Vagus)

-    Bagian Motorik

Suara                               : biasa

Menelan                           : sulit menelan

Kedudukan arcus pharynx     : Normal

Kedudukan uvula              : Normal

-    Bagian Sensorik

Reflek muntah                   :  +

Reflek palatum molle         :  Normal

h)    N. XI (Accesorius)

Mengangkat bahu               :  Normal / lemah

Memalingkan kepala           :  Normal / lemah

i)    N. XII (hypoglosus)

Kedudukan lidah waktu istirahat ke kiri, waktu gerak ke kiri, tidak terjadi atrofi otot

lidah. Kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi  N / N

3)    Sistem Motorik

Gerakan :        Kekuatan :

Bebas     Terbatas         5    2

Bebas     Terbatas         5    2

Tonus :        Trophi :

Normal    Hipotonus        5    2

Normal    Hipotonus        5    2

4)    Reflek-reflek

-    Reflek Fisiologis

Jenis refleks    Kanan    Kiri

Refleks biseps    Normal    Meningkat

Refleks triseps    Normal    Meningkat

Refleks achiles    Normal    Meningkat

Refleks patela    Normal    Meningkat

-    Reflek Patologis

Babinski    :  +

Chaddock       :  -

Oppenheim    :  -

Gordon           :  -

Gonda         :  -

Schaffer      :  -

5)    Susunan saraf otonom

Miksi               :  Normal

Defekasi               :  Normal

Salivasi           :  Normal

Sekresi keringat      :  Normal

g.    Data Psikososial :

1)    Status emosi. 

Klien tampak tenang selama sakit dan selalu ditemani keluarga 

2)    Konsep diri. 

klien mengatakan bangga sebagai kepala keluarga, klien mengatakan tidak malu

dengan keadaanya sekarang karena selalu dijengguk ddan dimotivasi oleh keluarga

3)    Gaya komunikasi

Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang

4)    Pola interaksi

Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan perawat dan keluarga selama sakit

h.    Data Sosial :

1)    Pendidikan pendidikan terakhir klien SMP 

2)    Hubungan sosial 

klien mengatakan sebelum sakit aktif dalam kegiatan masyarakat dan saat sakit

klien pernah dijengguk dan dimotivasi oleh masyarakat 

3)    Sosiokultural 

Klien tidak memiliki kebudayaan pada sakit yang bertentangan dengan kesehatan.

4)    Gaya hidup

Klien mengatakan tidak minum-minuman keras 

klien merokok 2 bungkus rokok saat sakit setiap hari dan minum kopi 1 gelas setiap

pagi

i.    Data Spiritual :

Sebelum: klien mengatakan sering sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian setiap

minggu

Saat sakit: klien mengatakan sulit beribadah tetapi klien mencoba untuk selalu

sholat, klien dan keluarga mengkaji tiap malam 

j.    Data Penunjang :

Cholesterol        :  211 mg/dl

Trigliserida        :  100 mg/dl

Cholesterol LDL        :  157 mg/dl

Cholesterol HDL        :  34 mg / dl

BUN        :  9 mg/dl

Kreatinin        :  0.68 mg/dl

SGOT        :  25 u/l

SGPT        :  16 u/l

3.    Analisa data

No     Data senjang    Etiologi     Problem 

1    DS: 

klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri

Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga

DO:

Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis 

Kekuatan otot dan gerakan: 

    kelemahan neuromuskular pada ekstermitas

    Hambatan mobilitas fisik

2    DS:

Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga

Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya 

DO:

klien tampak lemah dan lesu

klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan 

klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS

Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga   

kelemahan neuromuskular    Defisit perawatan diri

3    DS:

Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga

DO:

Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang

Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah

Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan    kehilangan kontrol

tonus otot fasial atau oral    Kerusakan komunikasi verbal

4.    Rencana keperawatan

No     Diagnosa keperawatan    Tujuan dan kriteria hasil    Implementasi     Rasional 

1    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular

pada ekstermitas ditandai dengan 

DS: 

klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri

Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga

DO:

Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis 

Kekuatan otot dan gerakan: 

     klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.

Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil:

-    klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi 

-    meningkatnya kekuatan otot 

-    klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.    -    Kaji mobilitas

yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.

-    Ubah posisi klien setiap 2 jam.

-    Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak

sakit.

-    Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.

    -    Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

-    Menurunkan risiko luka tekan.

-    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot

-    Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan

2    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular

ditandai dengan:

DS:

Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga

Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya 

DO:

klien tampak lemah dan lesu

klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan 

klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS

Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga    terjadi

peningkatan perilaku dalam perawatan diri klien, setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:

-    klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat

kemampuan

-    mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.

-    Klien tidak lemah dalam memenuhi ADLnya    -    Kaji kemampuan dan tingkat

penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.

-    Beri kesempatan untuk menolong diri

-    Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal,

pispot. Antarkan ke kamar mandi

-    Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas    -   

Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan

individual.

-    Mengurangi ketergantungan.

-    Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah

pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.

-    Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi

3    Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kehilangan kontrol

tonus otot fasial atau oral ditandai dengan:

DS:

Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga

DO:

Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang

Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah

Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan    klien dapat

menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan

perasaannya. Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:

-    terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi 

-    klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.   

-    Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien

untuk mengklarifikasi.

-    Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, Bicarakan

topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.

-    Lakukan terapi berbicara secara bertahap sesuai tingkat komunikasi klien    -   

Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya.

-    Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.

-    Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk berkomunikasi

-    Agar klien dapat mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

B.    Kesimpulan 

Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan

stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami

cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit

mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke

menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Stroke

adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah

kebagian otak.Penyebabnya adalah trombosis, embolisme serebral, iskemia dan

hemoragi serebral. Stroke dapat mengakibatkan banyak kerugian dari penderita dan

keluarga. Bahkan penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penangganan pada

klien yang menderita stroke haruslah cepat, tepat dan akurat untuk meminimalkan

kecacatan yang diakibatkan.

C.    Saran 

Saran yang disampaikan adalah agar mahasiswa lebih memahami konsep penyakit

stroke dan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke serta mendalami

penangganan pasien dengan stroke

Daftar Pustaka

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta.

Interna Publishing.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. 

Doengoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien: Jakata. Buku Kedokteran

EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media

Aesculapius.

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,

Volume 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC