Upload
aizah-putri-permatasari
View
95
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
text
Citation preview
ASKEP PADA PASIEN GASTROENTERITISSeptember 17, 2013 | Kenny Marinda
Keperawatan Dewasa II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GASTROENTERITIS
OLEH
KENNY MARINDA
1110323040
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat yang dicurahkan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gastroenteritis”. Terima kasih kepada dosen pembimbing, teman-teman, dan juga orang tua, atas dorongan yang telah diberikan kepada penulis sehingga makalah ini dapat terbentuk.
Makalah ini juga tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan literatur yang sangat kurang yang ada pada penulis, kepada dosen penulis mohon maaf. Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari sempurna, segala sumbang saran, gagasan, pemikiran dan koreksi dari semua pihak yang dapat memperkaya, menambah kelengkapan tulisan ini sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri, dan dapat berguna dimasa yang akan datang. Aamiin,,,
Padang, 21 Januari 2013
penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………. i
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………….………….. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………….…………………….… 1
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………………….… 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi & Fisiologi Sistem Pencernaan ……………………..……………….……. 3
2.2 Landasan Teoritis Penyakit Gastroenteritis……………………………………….… 7
2.2.1 Defenisi Gastroenteritis ………………….……………………………….…. 7
2.2.2 Klasifikasi ……………………………………………………………………. 8
2.2.3 Etiologi ………………………………..……………………………………… 9
2.2.4 Patofisiologi …………….………………………………………………..… 10
2.2.5 Manifestasi Klinis ……………..……………………………..………….…. 10
2.2.6 Pemeriksaan Fisik ……………………………………………………….….. 11
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang & Diagnostik ………………….….………..…… 11
2.2.8 Penatalaksanaan Medis & Keperawatan ……………………………….… 12
2.2.10 WOC …….………………….……………………………….…………………. 13
2.3 Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Klien Gastroenteritis ……………14
2.3.1 Pengkajian ………………………………………………….………………… 14
2.3.2 Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon …………………………………..…. 14
2.3.3 Perumusan NANDA, NOC, dan NIC ……………………………………. 16
2.3.4 Evaluasi …………………………………………………………………… 19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………….. 20
3.2 Saran …………………………………………………………………………..… 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastroenteritis biasa disebut diare adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi di Indonesia. Gastroenteritis dapat menyerang pada semua kelompok usia. Tidak jarang penyakit ini menyebabkan kematian pada si penderita. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmampan si penderita menoleransi kehilangan elektrolit dan cairan dari tubuhnya.
Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa dehidrasi disertai muntah. Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasa (Sowdent, 2005).
Angka kejadian diare, di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat (Tadda, asri. 2010).
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya diare, seperti masyarakat harus menyadari bahwa kesehatan itu lebih dari segalanya. Berdasarkan hal di atas penulis menyusun makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gastroenteritis” .
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi sistem percenaan?
1.2.2 Bagaimana landasan teoritis penyakit gastroenteritis?
1.2.3 Bagaimana landasan teoritis asuhan keperawatan pada klien gastroenteritis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi dari sistem pencernaan.
1.3.2 Untuk mengetahui dan mengerti tentang landasan teoritis penyakit gastroenteritis.
1.3.3 Untuk mengetahui dan mengerti tentang landasan teoritis askep pada klien gastroenteritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan dan manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan teriri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham) menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
B. Tenggorokan ( Faring)
Tenggorokan adalah penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah. Bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring
C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Menurut histology Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
D. Lambung
Lambung adalah organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
1. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan
usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
F. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
G. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
H. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
I. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2.2 Landasan Teoritis Penyakit
2.2.1 Defenisi Gastroentritis
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Dari ketiga defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa Gastroentritis (GE) adalah terjadinya peradangan pada lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi adalah diare (bentuk tinja yang encer) dalam frekuensi yang lebih banyak dari biasanya.
2.2.2 Klasifikasi
Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1). Berdasarkan lama waktu :
a. Akut : berlangsung < 5 hari
b. Persisten : berlangsung 15-30 hari
c. Kronik : berlangsung > 30 hari
2). Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
3). Berdasarkan derajatnya
a. Diare tanpa dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi berat
4). Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak
a. Infektif
b. Non infeksif
5). Berdasarkan penyebab organik atau tidak
a. Organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal, atau toksikologik.
b. Fungsional merupakan bila tidak ditemukan penyebab organik.
Klasifikasi dehidrasi
dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah cairan tubuh yang hilang dan keadaan klinis pasien, dehidrasi dapat diklasifikasikan kedalam 3 kelompok yaitu :
a. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % bb)
Gambaran kliniks : torgor kulit sudah mulai berkurang,suara serak, belum jatuh dalam persyok.
b. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 %bb)
Gambaran klinis : togor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok,nadi cepat, napas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% bb)
Gambaran klinis : kelanjutan dari tanda dehidrasi sedang, kesadaran menurun, otot-otot kaku., dan sianosis.
2. Berdasarkan bj (berat jenis) plasma
a. Dehidrasi ringan, (bj plasma 1,032 -1,040)
b. Dehidrasi sedang (bj plasma 1,028 -1,032)
c. Dehidrasi berat (bj plasma 1,025 -1,028)
2.2.3 Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri : Vibrio, ecoli, salomonela, shigela, complylobacter, virginia, aeromonas, dll.
2) Infeksi virus : enterovirus (virus echo, loksicicihie, plyomielitis) adenovirus, rotavirus, aslecovirus, dll.
3) Infeksi parasit : cacing (oscaris, trichuris, dxyuris, strongloides) protozoa (eutamoebo hystolitica, glardia lambia, trichomonashominis) jamur (candida albicaus).
1. Infeksi parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut, tonsilitis, broncop, pneumonia, ensetalitis, dll. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak berumur dibawah 2 th.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karohidrat : disakarida (intoleransi ketosa, maltosa dan sukrosa) monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan laktosa).
1. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.2. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar).(Abdul Latief, 2007)
2.2.4 Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis terdiri dari faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan, dan faktor psikologis. Pertama, faktor infeksi akan mengalami reaksi inflamasi sehingga terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit yang menyebabkan isi rongga usus meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi makanan di usus menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan terjadi pergeseran cairan & elektrolit ke usus, sehingga juga meneybabkan isi rongga usus meningkat. Ketiga faktor makanan, dimana faktor makanan disini adlah makanan yang beracun, basi maupun alergi terhadap makanan dimana hal ini akan menyebabkan gangguan motilitas usus. Keempat, faktor psikologis (cemas atau rasa takut yag berlebih) yang menyebabkan adanya rangsangan simpatis dan juga terjadi gangguan motilitas usus. Gangguan motilitas usus terbagi menjadi 2, yaitu hipermotilitas dan hipomotilitas. Hipermotilitas akan menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi air & elektrolit, sedangkan hipomotilitas akan menyebabkan adanya pertumbuhan bakteri. Terjadinya peningkatan di isi rongga usus, sekresi air dan elektrolit, serta adanya pertumbuhan bakteri menyebabkan terjadi penyakit gastroenteritis.
Gastroenteritis memiliki gejala dehidrasi yaitu kehilangan cairan & elektrolit tubuh dimana pada saat itu terjadi penurunan volume cairan ekstra sel dan juga terjadi penurunan cairan interstesial yang menyebabkan turgor kulit menurun, maka dalam hal ini timbul masalah yaitunya kekurangan volume cairan dan cemas pada kliennya. Gejala yang kedua yaitu kerusakan mukosa usus yang menyebabkan si penderita merasakan nyeri. Gejala yang ketiga adalah sering terjadinya defekasi yang menyebabkan terjadi resiko kerusakan integritas kulit. Gejala selanjutnya adalah terjadinya peningkatan eksresi sedangakan asupan nutrisi tidak terpenuhi, pada hal terjadi ketidakseimbangan nutrisi.
2.2.5 Manifestasi Klinis
1. Nyeri perut ( abdominal discomfort )2. Rasa perih di ulu hati3. Mual, kadang-kadang sampai muntah4. Nafsu makan berkurang5. Rasa lekas kenyang6. Perut kembung7. Rasa panas di dada dan perut
8. Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba )9. Diare10. Demam11. Membran mukosa mulut dan bibir kering12. Lemah
2.2.6 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui data subjektif dari klien. Pada pemeriksaan fisik abdomen sistem yang sering digunakan adalah inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi (IAPP) . Tempatkan klien pada posisi supine. Kontur dan simetrisitas dari abdomen diinspeksi dengan mengidentifikasi penonjolan lokal, distensi, atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan sebelum perkusi dan palpasi (yang dapat meningkatkan motilitas usus dan dengan demikian merubah bising usus). Karakter, lokasi dan frekuensi bising usus dicatat. Palpasi digunakan untuk mengidentifikasi massa abdomen atau area nyeri tekan.
Pada pemeriksaan pada klien gastroenteritis umumnya terdapat:
- Turgor kulit menurun, Mata mulai cekung
- Asites (+) BB menurun, Bising Usus Meningkat.
- Membran mukosa mulut tampak kering
- BAK 3-5x/hari, ± 75 – 100 cc tiap BAK, warna kuning agak pekat
- BAB encer 2-3 kali atau lebih dalam sehari.
- Hb 10,6 gr% (N : 11-14 gr%)
- Konjungtiva subanemis
- Mukosa bibir pucat, agak kering
- Klien terlihat letih/ lemah dan pucat
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1. Pemeriksaan Tinja
Makroskopis dan mikroskopis. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga
terdapat intoleransi gula. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
1. Pemeriksaan Darah
pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
1. Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
2.2.8 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Medis 1. Pemberian cairan, jenis, cara dan jumlah pemberian cairan2. Dietetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan
tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1) Memberikan asi.
2) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral, dan makanan yang bersih.
1. Obat-obatan: berikan antibiotic, anti sekresi, dan anti spasmolitik
2. Keperawatan
Penyakit diare walaupun semua tidak menular (misal diare karena faktor malabsorbsi), tetapi perlu perawatan di kamar yang terpisah dengan perlengkapan cuci tangan untuk mencegah infeksi (selalu tersedia disinfektan dan air bersih) serta tempat pakaian kotor sendiri. Ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan.
2.2.9 Komplikasi
1. Dehidrasi2. Renjatan hipovolemik3. Kejang4. Bakterimia5. Mal nutrisi6. Hipoglikemia7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
2.2.10 WOC
2.3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : ……………………………
Umur : ……………………………
Jenis Kelamin : ……………………………
Alamat : ……………………………
Agama : ……………………………
Pekerjaan : ……………………………
Pendidikan : ……………………………
No. RM : ……………………………
Tanggal masuk : ……………………………
Diagnosa medis : ……………………………
1. Keluhan Utama
Biasanya klien sering mengeluhkan Feces semakin cair, muntah, terjadinya dehidrasi, dan berat badan menurun.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk rumah sakit dengan keluhan berat badan menurun dari biasanya, nafas cepat, mudah letih dan sakit kepala. Klien juga tidak mau makan, nyeri dada, cepat kenyang, nyeri abdomen, mual dan muntah, serta feses yang encer.
1. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Biasanaya klien mengatakan pernah mengkonsumsi alkohol dan obat – obatan seperti OAINS/NSAID, Kortikosteroid, Aspirin. Sering jajan disembarang tempat sehingga kebersihannya tidak terjaga.
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada keluarga klien yang menderita penyakit yang sama.
2.3.2 Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, Kebersihan klien sehari-sehari kurang baik.
1. Pola Nutrisi Metabolik
Biasanya klien tidak mau makan, dan klien mengalami penurunan berat badan.
1. Pola Eliminasi
Biasanya klien BAB lebih dari 4 kali sehari, dan BAK jarang.
1. Pola Latihan dan Aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan aktivitas karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen, aktivitas klien dibantu keluarga/ orang lain.
1. Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
1. Pola Persepsi dan Kognitif
Biasanya klien masih dapat menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena nyeri pada abdomennya.
1. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya klien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologisnya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
1. Pola Peran dan Hubungan
Biasanya klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran klien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan (ex: tidak dapat menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga).
1. Pola Seksual – Reproduksi
Biasanya klien mengalami gangguan seksual- reproduksi (ex: tidak teraturnya siklus menstruasi).
1. Pola Koping – Toleransi Stress
Biasanya klien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress.
1. Pola Nilai & Kepercayaan
Biasanya klien tidak dapat melaksanakan sholat seperti biasanya Karena posisi klien dalam keadaan tirah baring.
2.3.3 Perumusan Diagnosa (NANDA), Perumusan Kriteria Hasil (NOC), dan Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)
NANDA NOC NIC1 Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
Defenisi: keadaan individu yang mengalami penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan / atau cairan intrasel. Diagnosis ini merujuk ke dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan dalam natrium.
Keseimbangan cairan
Indicator
- Fungsi eliminasi normal
- Keseimbangan intake dan output cairan
- TTV normal
Hidrasi
Indicator
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Keseimbangan intake dan ouput cairan
- TTV normal
Manajemen cairan
Aktivitas
- Monitor keseimbangan cairan
- Mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal
- Monitor TTV
Terapi Intravena
- Periksa order untuk terapi intravena
- Jelaskan prosedur kepada pasien
- Pilih dan siapkan intravena infusion pump sesuai indikasi
- Monitor TTV2 Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan.
Defenisi: asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
Status nutrisi: asupan makanan dan cairan
Indicator:
- Mampu makan secara normal (oral)
- Mampu minum secara normal
- Tidak terjadi penurunan badan yang berarti
- TTV normal
Monitoring cairan
Aktivitas:
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor berat badan
- Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan pola eliminasi
- Monitor TTV
3 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri.
Defenisi: pengalaman
Control nyeri
Indicator:
Manajemen nyeri
Aktivitas:
emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual dan potensial atau menunjukkan kerusakan. Serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang diantisipasi atau diprediksi, durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
- Mengenali factor penyebab
- Adanya perubahan nyeri
Level nyeri
Indicator:
- Nyeri berkurang
- Pola istirahat cukup adekuat
- Ekspresi wajah saat nyeri normal
- Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
- Tingkatkan istirahat
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Analgesic administarton
Aktivitas:
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Cek orderan tentang jens obat, dosis, dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Monitor TTV sebelum dan sesudah pemebrian analgesic
4 Resiko kerusakan integritas kulit berhubugan dengan eksresi.
Defenisi: perubahan yang beresiko untuk kulit menjadi buruk.
Integritas jaringan: membrane kulit dan mukosa
Indicator:
- Tidak ada lesi
- Tidak ada tanda dan gejala infeksi
Monitoring elektrolit
Aktivitas:
- Monitor keseimbangan asam basa
- Monitor kehilangan cairan/elektrolit
- Sediakan diet yang sesuia dengan ketidakseimbangan cairan
- Monitor TTV
Manajemen elektrolit
Aktivitas:
- Timbang BB tiap hari
- Pertahankan intake yang akurat
- Berikan terapi IV
- Pantau TTV5 Cemas berhubungan
dengan stress
Defenisi: perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau kegiatan yang disertai respon autonom (sumber tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan keperihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya.
Control cemas
Indicator:
- Tidak ada tanda kecemasan
- Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori
- Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan
- TTV normal
Koping
- Menunjukkan fleksibilitas peran
- Melibatkan keluarga dalam membuat keputusan
- Peduli terhadap kebutuhan keluarga
Penurunan kecemasan
Aktivitas:
- Tenangkan klien
- Berusaha memahami keadaan klien
- Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan
- Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
- Monitor TTV
Peningkatan koping
Aktivitas:
- Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
- Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan.
2.3.4 Evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Nyeri tidak lagi dirasakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gastroenteritis (biasa disebut diare) adalah peradangan pada lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi adalah diare (bentuk tinja yang encer) dalam frekuensi yang lebih banyak dari biasanya. Gastroenteritis dapat menyerang semua usia. Masalah keperawatan yang sering terjadi pada penderita gastroenteritis adalah kekurangan volume cairan, nyeri akut, resiko kerusakana integritas kulit, san ketidakseimbangan nutrisi: kurangan dari kebutuhan tubuh.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar masalah kesehatan khususnya gastroenteritis teratasi dengan baik, pola hidup sehat bisa lebih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan semoga makalah ini bermanfaat, dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Butcher, Howard. dkk. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC): Fifth Edition. Miscourt: Mosby Elsevier.
Heardman, Heather. 2009. Nuring Diagnosis: Definition & Classification. United Kingdom: Markono Print Media.
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-gastroenteritis/…, diakses pada tanggal 18 januari 2013.
http://seputarsehat.com/asuhan-keperawatan-gastroenteritis…, diakses pada tanggal 18 januari 2013.
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan (Aplikasi Pada Praktek Klinis). Jakarta: Salemba Medika.
Swanson, Elizabeth. dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Williams & Wilkins. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta Barat: Indeks.
Contoh Makalah Contoh Makalah Blog. Membantu Mahasiswa Mengerjakan Makalah.
ASKEP GASTROENTERITIS ASUHAN KEPERAWATAN
GASTROENTERITIS
PENGERTIAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal
100 - 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat),
dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980),
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan
gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer
dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri
yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s, 1995).
Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh
infeksi, alergi atau keracunan zat makanan (Marlenan Mayers, 1995 ). (Bahan kuliah dan makalah
kesehatan)
Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah
peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi
lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen.
ETIOLOGI
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus
Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya),
parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan
infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
PATOFISIOLOGI
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus
Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya),
parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan
infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul
diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air
dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia),
gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
GEJALA KLINIS
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri abdomen
e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
f. Fontanel cekung
g. Kehilangan berat badan
h. Tidak nafsu makan
i. Badan terasa lemah
KOMPLIKASI
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
TINGKAT DEHIDRASI GASTROENTERITIS
a. Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara
serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak,
presyok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi
sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pemberian cairan
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan
menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan
makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum
1) Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi
ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam
dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan
dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
2) Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya
dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
a) Dehidrasi ringan.
1 jam pertama 25-50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral
b) Dehidrasi sedang.
1 jam pertama 50-100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.
c) Dehidrasi berat.
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
- 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13
tetes / kg BB / menit.
- 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
- 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum, teruskan dengan 2A intra
vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10
tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral, bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan
2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
- 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
- 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
3) Diatetik ( pemberian makanan ).
Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan
meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Memberikan Asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori, protein, mineral dan vitamin,
makanan harus bersih.
4) Obat-obatan.
Obat anti sekresi.
Obat anti spasmolitik.
Obat antibiotik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium.
- Pemeriksaan tinja.
- Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan
menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
- Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara
kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
TUMBUH KEMBANG ANAK
Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari
pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada
aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan
emosional.
Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan miniatur orang
dewasa, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi.
Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara
fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat.
Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan.
a. Motorik halus.
1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar.
2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya
3. Memasukkan benda kedalam mulutnya.
4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya.
5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan.
b. Motorik kasar.
1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.
2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri.
3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.
c. Kognitif.
1. Berusaha memperluas lapangan.
2. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.
3. Mulai mencari benda-benda yang hilang.
d. Bahasa.
Mengeluarkan suara ma.. pa.. ba.. walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi
sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.
DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK
a. Separation ansiety
b. Tergantung pada orang tua
c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, menarik diri, sedih,
kesepian dan apatis
e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan dengan orang
lain dan menyukai lingkungan
PENGKAJIAN
A. Identitas
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak, frekuensi diare untuk neonatus > 4 kali/hari
sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari. Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare pada nak ditinjau dari pola makan, kebersihan dan
perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat perlaku kesehatan dan
komunikasi dalam pengumpulan data melalui wawancara atau interview. Alamat berhubungan
dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang) ( Lab. FKUI, 1988).
B. Keluhan utama
Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis berupa BAB yang
tidaknomral/cair lebih banyak dari biasanya (LAN IKA, FKUA, 1984)
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Paliatif, apakah yang menyebabkan gejala diare dan apa yang telah dilakukan. Diare dapat
disebabkan oleh karena infeksi, malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis.
Kuatitatif, gejala yang dirasakan akibat diare bisanya berak lebih dari 3 kali dalam sehari dengan atau
tanpa darah atau lendir, mules, muntak. Kualitas, Bab konsistensi, awitan, badan terasa lemah,
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari .
Regonal,perut teras mules, anus terasa basah.
Skala/keparahan, kondisi lemah dapat menurunkan daya tahan tubuh dan aktivitas sehari-hari.
Timing, gejala diare ini dapat terjadi secara mendadak yang terjadi karena infeksi atau faktor lain,
lamanya untuk diare akut 3-5 hari, diare berkepanjangan > 7 hari dan Diare kronis > 14 hari (Lab IKA
FKUA, 1984)
D. Riwayat Penyakit sebelumnya
Infeksi parenteral seperti ISPA, Infeksi Saluran kemih, OMA (Otitis Media Acut) merupakan faktor
predisposisi terjadinya diare (Lab IKA FKUA, 1984)
E. Riwayat Prenatal, Natal dan Postnatal
1. Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester pertama, penyakti selama
kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM, Hipertiroid yang dapat mempengaruhi pertunbuhan
dan perkembangan janin di dalam rahim.
2. Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yangdapat mempengaruhi fungsi dan maturitas
organ vital .
3. Post Natal
Apgar skor < 6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau hiperbilirubinemia. BErat badan dan
panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia sekelompoknya.
Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan daya tahan tubuh alami dan imunisasi buatan yang
dapat mengurangi pengaruh infeksi pada tubuh.
F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang penting karena setiap individu
mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi yang berbeda, sehingga pendekatan pengkajian fisik dan
tindakan haruys disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan (Robert Priharjo, 1995)
G . Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yangmenderita diare atau tetangga yang berhubungan dengan
distribusi penularan.
2. Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah terkena kuma
penyebab diare.
3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain anak yangkurang higienis
dapat mempermudah masuknya kuman lewat Fecal-oral.
4. Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk penangan awal atau
lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan penglaman yang dimiliki oleh anggota
keluarga (orang tua).
H. Pola Fungsi kesehatan
1. Pola Nutrisi
Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang hygiene berpengaruh terjadinya diare, sehingga
status gizi dapat berubah ringan samapai jelek dan dapat terjadi hipoglikemia. Kehilangan Berat
Badan dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi. Dietik pada anak < 1tahun/> 1tahun dengan
Berat badan < 7 kg dapat diberikan ASI/ susu formula dengan rendahlaktosa, umur > 1 tahun dengan
BB > 7 kg dapat diberikan makananpadat atau makanan cair.
2. Pola eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau) atau tanpa lendir, darah dapat mendukung secara
makroskopis terhadap kuman penyebab dan cara penangana lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk
output terhadap kehilangan cairan lewat urine.
3. Pola istirahat
Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat dapat terganggu karena frekuensi diare yang
berlebihan, sehingga menjadi rewel.
4. Pola aktivitas
Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
I. Pemeriksaan Fisik (Robert Priharjo, 1995).
1. Sistem Neurologi,
Subyektif, klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang.
Inspeksi, Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien. Keadaan sakit
diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit. Keadaran diamati komposmentis,
apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
Palpasi, adakah parese, anestesia,
Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.
2. Sistem Penginderaan
Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
Inspeksi :
Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-), warna dan distibusi rambut
serta kondisi kulit kepala kering, pada neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung.
Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata dan pupil terhadap
cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia
reflek pupil (-), mata cowong.
Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis metabolik sehingga
kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak
adanya pernafasan cuping hidung.
Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada kemungkinaninfeksi parenteal yang
pada akhirnya menyebabkan terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984)
Palpasi,
Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk anak-anak ubun-ubun besar
sudah menutup maximal umur 2 tahun. Mata, tekanan bola mata dapat menurun,
Telinga, nyeri tekan, mastoiditis.
3. Sistem Integumen
Subyektif, kulit kering
Inspeksi , kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik = dehidrasi ringan, 1-2
detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik = dehidrasi berat (Lab IKA FKUI, 1988).
4. Sistem Kardiovaskuler
Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
Inspeksi, pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulasisi ictus cordis (-), adakah pembesaran
jantung, suhu tubuh meningkat.
Palpasi, suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate meningkat karena casodilatasi
pemuluh darah, tahanan perifer menurun sehingga cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama
dan kekuatan nadi.
Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kausus diare akut masih dalam
batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal
pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
Auskultasi, pada dehidrasiberat dapat terjadi gangguansirkulasi, auskulatasi bunyi jantung S1, S2,
murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.
5. Sistem Pernafasan
Subyektif, sesak atau tidak
Inspeksi, bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi, irama dan
tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas inspirasi atau ekspirasi.
Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti vremitus (-).
Auskultasi, dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan durasi.
Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia
atau infeksi lainnya.
6. Sistem Pencernaan
Subyektif, Kelaparan, haus
Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensilebih dari 3 kali dalam sehari, adakah bau,
disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-) dankesemitrisan abdomen.
Auskultasi, Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus meningkat
(gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
Perkusi, mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara
tymphani.
Palpasi, adakahnyueri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar dan lien tidak teraba.
7. Sistem Perkemihan
Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor menutupi labio minor,
pemebsaran scrotum (-), rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing
spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
Palpasi, adakah pemebsaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
8. Sistem Muskuloskletal
Subyektif, lemah
Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun
Palpasi, hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran berat
badan dan tinggi badan , kekuatan otot.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (Lab IKA FKUI, 1988)
a. Faeces lengkap
Makroskopis dan mikroskopis (bakteri (+) mis. E. Coli)
PH dan kadar gula
Biakan dan uji resistensi
b. Pemeriksaan Asam Basa
Analisa Baood Gas Darah dapat menimbulkan Asidosis metabolik dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
c. Pemeriksaan kadar ureum kreatinin
Untuk mengetahui faali ginjal
d. Serum elektrolit (Na, K, Ca dan Fosfor)
Pada diare dapat terjadi hiponatremia, hipokalsemia yang memungkinkan terjadi penuruna
kesadaran dan kejang.
e. Pemeriksaan intubasi duedenum
Terutama untuk diare kronik dapat dideteksi jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan kalau ada penyulit atau penyakit penyerta seperti
bronchopnemonia dll seperti foto thorax AP/PA Lateral.
K. Penatalaksanaan (Lab IKA FKUI, 1988 dan FKUA, 1984)
Rehidrasi
Jenis cairan
cara rehidrasi oral :
Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti oralit,pedyalit setiap kali diare.
Formula sederhana (NaCl dan Sukrosa/KH lain) seperti LGG, tajin
cairan parenteral :
usia 0-2 hari dengan BB < 2500 D5%, BB > 2500 (aterm) D10%.
Usia 2 hari-3 bulan d100,18 NS
Usia 3 bulan- 3 tahun D51/4 NS
Usia > 3 tahun D51/2NS
HSD (Half Strength Darrow) D1/2 2,5 NS cairan khusus untuk diare > usia 3 bulan.
Jalan pemberian
Oral (dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi, anak mau minum serta kesadaran baik)
Intragastrik (dehidrasi ringan, sedang, tanpa dehidrasi, anak tidak mau makan dan kesadaran menurun).
IV line bila dehidrasi berat
Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan tergantung pada :
Defisit (derajat dehidrasi)
Kehilangan sesaat (concurent loss)
Rumatan (maintenance)
Jadual/kecepatan
Jadual atau kecepatan pemeberian cairan tergantung pada tingkat dehidrasi dan umur. Untuk defisit
diberikan 3 jampertama dan dilanjutkan maintenance.
2. Obat-obatan
a. Obat anti sekresi
Asetosal, 25 mg/hr dengan dosisminimal 30 mg
Klorpromasin, 0,5-1 mg/ kg BB/hr
b. Obat antispasmotilitik
Papaverin, opium. loperamid
c. Antibiotik
Penyebab jelas
Ada penyakit penyerta
3. Dietetik
a. Anak < 1 tahun atau > 1 tahun denga BB < 7 kg
Susu ASI/ susu formula dengan laktosa rendah
Makanan setengah padat (bubur susu), makana padat
b. Umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg
Makanan padat/ maknan cair/susu
c. Dalam keadaan malabsorbsi berat serta allergi protein susu sapi dapat diberikan elemental/semi
elemental formula.
4. Supportif
a. Vitamin A 200.000 iu IM usia < 1 tahun
b. Vitamin A 100.000 iu IM usia 1-5 tahun
c. Vitamin A 5000 iu usia > 5 tahun
d. Vitamin A 2.500 iu po usia < 1 tahun
e. Vitamin A 5.000 iu po usia > 1 tahun
f. Vitamin B kompleks, vit C
Rencana Asuhan Keperawatan
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder
terhadap diare.
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan secara optimal.
Kriteria :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tanda-tanda dehidrasi (-), turgor kulit elastis, membran mukosa basah, haluaran urine terkontrol, mata tidak cowong dan ubun-ubun besar tidak cekung.
Konsistensi BAB liat/lembek dan frekuensi 1 kali dalam sehari
Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit BJ urine 1,008-1,010; BUN dalam batas normal.
BGA dalam batas normal
Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan (dehidrasi)
R/ Penurunan volume cairan bersirkulasi menyebabkan kekeringan jaringan dan pemekatan urine.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit.
2. Pantau intake dan out put
R/ Haluaran dapat melebihi masukan, yang sebelumnya tidak mencukupi untuk mengkompensasi
kehilangan cairan. Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat haluaran tak
adeguat untuk membersihkan sesa metabolisme.
3. Timbang BB setiap hari.
R/ Penimbangan BB harian yang tepat dapat mendeteksi kehilangan cairan.
4. Penatalaksanaan rehidrasi :
a. Anjurkan keluarga bersama klien untuk meinum yang banyak (LGG, oralit atau pedyalit 10 cc/kg
BB/mencret.
R/ Kandungan Na, K dan glukosa dalam LGG, oralit dan pedyalit mengandung elektrolit sebagai ganti
cairan yang hilang secara peroral. Bula menyebarkan gelombang udara dan mengurangi distensi.
b. Pemberian cairan parenteral (IV line) sesuai dengan umur dan penyulit (penyakit penyerta).
R/ Klien yang tidak sadar atau tingkat dehidrasi ringan dan sedang yang kurang intakenya atau
dehidrasi berat perlu pemeberian cairan cepat melalui IV line sebai pengganti cairan yang telah
hilang.
5. Kolaborasi :
a. Pemeriksaan serum elektrolit (Na, K dan Ca serta BUN)
R/ Serum elektrolit sebagai koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. BUN untuk mengetahui faali
ginjal (kompensasi).
b. Obat-obatan (antisekresi, antispasmolitik dan antibiotik)
R/ Antisekresi berfungsi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit untuk keseimbangannya.
Antispasmolitik berfungsi untuk proses absrobsi normal. Antibiotik sebagai antibakteri berspektrum
luas untuk menghambat endoktoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan
diare
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
Nafsu makan baik
BB ideal sesuai dengan umur dan kondisi tubuh
Hasil pemeriksaan laborat protein dalam batas normal (3-5 mg/dalam)
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan yang berserat tinggi, berlemak dan air
panas atau dingin)
2. R/ Makanan ini dapat merangsang atau mengiritasi saluran usus.
3. Timbang BB setiap hari
4. R/ Perubahan berat badan yang menurun menggambarkan peningkatan kebutuhan kalori, protein
dan vitamin.
5. Ciptakan lingkungan yang menyenagkan selama waktu makan dan bantu sesuai dengan kebutuhan.
6. R/ Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi releks dan menyenangkan.
7. Diskusikan dan jelaskan tentang pentingnya makanan yang sesuai dengan kesehatan dan
peningkatan daya tahan tubuh.
8. R/ Makanan sebagai bahan yang dibutuhkan tubuh untuk proses metabolisme dan katabolisme serta
peningkatan daya tahan tubuh terutama dalam keadaan sakit. Penjelasan yang diterima dapat
membuka jalan pikiran untuk mencoba dan melaksanakan apa yang diketahuinya.
9. Kolaborasi :
a. Dietetik
anak , 1 tahun/> 1 tahun dengan BB < 7 kg diberi susu (ASI atau formula rendah laktosa), makan
setengah padat/makanan padat.
R/ Pada diare dengan usus yang terinfeksi enzim laktose inaktif sehingga intoleransi laktose.
Umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg diberi makan susu/cair dan padat
R/ Makanan cukup gizi dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan.
b. Rehidrasi parenteral (IV line)
R/ Klien yang tidak sadar atau tingkat dehidrasi ringan dan sedang yang kurang intakenya atau
dehidrasi berat perlu pemeberian cairan cepat melalui IV line sebai pengganti cairan yang telah
hilang.
c. Supporatif (pemberian vitamin A)
R/ Vitamin merupakan bagian dari kandungan zat gizi yang diperlukan tubuh terutama pada bayi untuk
proses pertumbuhan.
3. Risiko injuri kulit (area perianal) berhubungan dengan peningkatan frekuensi diare
Tujuan : Injuri kulit tidak terjadi
Kriteria :
Integritas kulit utuh
Iritasi tidak terjadi
Kulittidak hiperemia,atau iscemia
Kebersihan peranal terjaga dan tetap bersih
Keluarga dapat mendemonstrasikan dan melakasnakan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga kebersihan di tempat tidur .
R/ Kebersihan mencegah aktivitas kuman. Informasi yang adeguat melalui metode diskusi dapat
memberikan gambaran tentang pentingnya kebersihan dan keadaran partisipasi dalam peningkatan
kesehatan.
2. Libatkan dan demonstrasikan cara perawatan perianal bila basah akibat diare atau kencing dengan
mengeringkannya dan mengganti pakaian bawah. serta alasnya.
R/ Kooperatif dan partisipati sangat penting untuk peningkatan dan pencegahan untuk mencegah
terjadinya disintegrasi kulit yang tidak diharapkan.
3. Menganjurkan keluarga untuk mengganti pakaian bawah yang basah.
R/ Kelembaban dan keasaman faeces merupakan faktor pencetus timbulnya iritasi. Untuk itu
pengertian akan mendorong keluarga untuk mengatasi masalah tersebut.
4. Lindungi area perianal dari irtasi dengan pemeberian lotion.
R/ Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat dikurangi dengan menjaga kebersihan dan
pemberian lotion dari iritasi.
5. Atur posisi klien selang 2-3 jam.
R/ Posisi yang bergantian berpengaruh pada proses vaskularisasi lancar dan mengurangi penekanan
yang lama, sehingga mencegah ischemia dan iritasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Label: ASKEP, Kebidanan, Keperawatan
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
.: :.
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.