23
 Askep pada lansia dengan BPH BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari  pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai  bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh  pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struk-tur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun  bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga  berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis  protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu

Askep Pada Lansia Dengan BPH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asuhan keperawatan untuk lansia dengan BPH

Citation preview

Askep pada lansia dengan BPH

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakangPembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struk-tur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat.Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-tiap daerah.Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit Hyperplasia Prostat Benigna dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.

B. Tujuan1. Tujuan umumMahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan yaitu Hyperplasia Prostat Benigna.2. Tujuan khususMahasiswa dapat menjelaskan :a. Definisi penyakit Hyperplasia Prostat Benignab. Etiologi penyakit Hyperplasia Prostat Benignac. Faktor Predisposisi Hyperplasia Prostat Benignad. Patofisiologi penyakit Hyperplasia Prostat Benignae. Tanda dan gejala Hyperplasia Prostat Benignaf. Pemeriksaan Penunjang penyakit Hyperplasia Prostat Benignag. Pathway penyakit Hyperplasia Prostat Benignah. Penatalaksanaan penyakit Hyperplasia Prostat Benignai. Komplikasi Penyakit Hyperplasia Prostat Benignaj. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Hyperplasia Prostat Benigna.

BAB IILANDASAN TEORIA. Definisi Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna (Purnomo, 2003). Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra).Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya laki-laki berusia di atas 50 tahun.Benigna Prostat Hiperplasia merupakan kondisi patologis dimana terjadi pembesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2002).

B. EtiologiMenurut Purnomo (2003), hingga sekarang ini masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :a. Teori DHTDHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5a-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah dibentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesa protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5a-reduktase dan jumlah RA lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. b. Keseimbangan antara estrogen-testosteronPada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen testosteron semakin meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah RA, dan menurunkan jumlah kematian sel prostat. Hal itu membuat sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.c. Interaksi stroma-epitelDiferensiasi dari pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estrandiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.d. Berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis)Program apoptosis pada sel prostat merupakan mekanisme fisiologis untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga massa prostat bertambah. estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis.e. Teori sel stemUntuk mengganti sel-sel yang mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal stem sel yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen. Sehingga jika hingga hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai tidak tepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadinya produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

C. Faktor Predisposisi1. Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah berlebihan.2. Massa prostat tiba-tiba membesar yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut.3. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.

D. PatofisiologiPembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravaskuler. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh klien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus (Price, 1996).Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.Obstruksi yang diakibatkan oleh BPH tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus (Price, 1996).Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH rasionya meningkat menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot otot polos prostat dibanding dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

E. Tanda dan gejalaObstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria). Sedangkan gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk skor simtom. Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menetukan tingkat beratnya penyakit, di antaranya adalah skor internasional gejala-gejala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS) dan skor Madsen Iversenb. Keluhan pada saluran kemih bagian atasKeluhan akibat BPH pada saluran kemih atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri punggung, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.c. Gejala diluar saluran kemihPada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh klien merupakan pertanda inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rektum, dan keadaan prostat antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

F. Pemeriksaan Penunjanga. LaboratoriumSedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultru urin berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Fisiologi ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adnaya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli neurogenik. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA.b. Radiologi meliputi intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograde, USG, CT-Scanning, cytoscopy, dan foto polos abdomen. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPHc. PencitraanFoto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yanng penuh terisi urin yang merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan PIV dapat menerangkan kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal atau TRUS dimaksudkan untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan BPH. Disamping itu ultrasonografi transabdominal mampu mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.d. Prostatektomi Retro Pubis: Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.e. Prostatektomi parineal yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineumf. Pemeriksaan lainPemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :1) Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin in dapat dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.2) Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.

H. Penatalaksanaan1) Terapi medikamentosaa) Penghambat andrenergik a, misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin atau a 1a (tamsulosin).b) Penghambat enzim 5-a-reduktase, misalnya finasteride (Poscar)c) Fitoterapi, misalnya eviprostat2) Terapi bedahWaktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi terapi bedah yaitu :a) Retensio urin berulangb) Hematuriac) Tanda penurunan fungsi ginjald) Infeksi saluran kencing berulange) Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel,hidroureter, dan hidronefrosis.f) Ada batu saluran kemih.Ada beberapa jenis terapi bedah yang sering digunakan pada pasien Hyperplasia Prostat Benigna, antara lain: i. Prostatektomi Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain : Prostatektomi Supra pubis. Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan. Prostatektomi Perineal.Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas. Prostatektomi retropubik. Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit. ii. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya. iii. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Suddarth, Brunner, 2002).Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

I. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan, pembentukan bekuan, obstruksi kateter serta disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik sudah sembuh. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual

J. Asuhan keperawatan 1) Pengkajian a. Identitas (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, no. rm, diagnosa medis)b. Pola kesehatan fungsional1. Sirkulasi- Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada gejala).- Perawat mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang riwayat keluarga pasien mengenai kanker dan penyakit jantung serta ginjal, termasuk hipertensi.2. Eliminasi- Penurunan kekuatan kateter berkemih.- Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.- Nokturian, disuria, retensi urin, hematuria.- Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.- Kekambuhan UTL riwayat batu (urinary stage I).- Konstepasi (penonjolan prostat ke rectum).3. Nutrisi Metabolik- Penurunan berat badan (kehilangan BB secara mendadak).- Pasien tampak pucat atau tidak.- Anoreksia, nausea, vomiting.4. Rasa Nyaman- Pasien melaporkan masalah-masalah yang berkaitan seperti nyeri pinggang, nyeri punggung, dan rasa tidak nyaman abdomen atau suprapubis.- Apabila pasien melaporkan ketidaknyamanan diatas, kemungkinan penyebabnya adalah infeksi, retensi, dan kemungkinan kolik renalis.- Rasa nyaman: demam5. Seksualitas- Perhatikan pada efek dari kondisinya/kemampuan seksual.- Takut beser kencing selama kegiatan intim.- Penurunan kontraksi ejakulasi.- Pembesaran prostat.6. Pengetahuan/pendidikan- Perawat mengkaji bagaimana hyperplasia prostatic benigna telah mempengaruhi gaya hidup pasien selama beberapa bulan yang lalu.- Apakah pasien cukup aktif untuk usianya.- Apa bentuk masalah urinari pasien (uraikan dalam kata-kata pasien).- Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.- Penggunaan obat antihipertensi atau antidepressan, antibiotika/antibacterial untuk saluran kencing, obat alergic. Pemeriksaan Fisik1) Kesadaran umum 2) TTV3) Head to toea) Kepala : mukosa mulutb) Leher : -c) Dada : -d) Abdomen : inspeksi udem atau lekukan konveks abdomen bagian bawah, palpasi tegang abdomen, turgor, nyeri daerah pinggul, distensi kandung kemih, perkusi kandung kemih tumpul, auskultasi bunyi bruit di arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah yang melalui arteri yang sempit).e) Genitalia : kaji adanya rabas, peradangan, dan luka pada meatus urinearius eksterna.f) Ekstremitas : kaji adanya udem2. Diagnosa Keperawatana. Ganggunan eliminasi urin b.d. obstruksi anatomikb. Retensi urin b.d. tekanan uretra yang tinggic. Nyeri akut b.d. agen cedera fisikd. Gangguan pola tidur b.d kondisi terjaga maladaptive

Banigna Prostat Hyperplasia

LAPORAN INTRA OPERASI

Tanggal : Jumat 19 Maret 2010Nama pasien : Tn.KUmur : 47 tahunNo CM : 109127Alamat : Wangon .Ruang : K Diagnosa : Banigna Prostat Hyperplasia Tindakan operasi : TVP

PERSIAPAN PASIENA. Pemasangan alat elektromedik Bed Side Monito : Terpasang saturasi dan tensi meter Arde : Terpasang di kaki Fiksasi : Terpasang di kedua ekstremitas atas Pemakaian couter : Ya Penggunaan suction : Ya Posisi pasien : SupinasiB. Petugas pembedahan Operator : Dr. J Asisten : D Instrumen : I Sirkuler : B, RC. Persiapan alatBasic set Instrumen Instrumen Tambahan

Basic set :Jas operasi 4 buah

Bengkok 1Duk sedang 2 buah

Nailpuder 2Duk lobang 1 buah

Klem arteri bengkok 10Duk besar 2 buah

Kom 2Cutter

Skapel 2Urin bag

Kooker 6Spuit

Gunting jaringan 2Jeli Nacl

Gunting benang 2Alcohol, Betadin

Pinset anatomis 2Cateter

Pinset srirugis 2Hak otomatis

Klem arteri lurus 10Bisturi

Pinset srilugis manis 1Klem panjang

Wound hak gigi 2Slang suction

Elize 2Jelly

Ohak 2Handscone

Duk klem 5Kateter

Langen hak 2Spuit 10 CC

Kanul section 1NGT

Klem ovarium 2Benang cide no.3/0 dan 2/0

Benang cromik no 0

Plabot NACL

Hepafik, plaster

D. Pelaksanaan/ kegiatan operasiNoTindakan

1Memposisikan pasien supinasi dan melepas pakaian pasien yang menutupi area operasi

2Menghitung jumlah instrument operasi

3Mencuci tangan steril dengan menggunakan handiscrub dan air bersih sesuai dengan prosedur cuci tangan

4Memakai jas steril sesuai prosedur

5Memakai sarung tangan no.7 sesuai dengan prosedur

6Melakukan disinfeksi area operasi dengan menggunakan handiscrub, kemudian dikeringkan memakai kasa steril, dilanjutkan dengan alcohol kemudian dikeringkan, yang terakhir dengan betadine dan dikeringkan

7Drapping pasien dengan menggunakan duk sedang 2 dan duk lobang 1, kemudian memasangkan duklem ditepi lipatan kain supaya rapi dn kuat.

8Memamasangkan slang suction, dan cutter diatas duk steril

9Menginsisi area operasi mulai dai kulit, subkutis, facia, otot dengan menggunakan bisturi no.22

10pasien dirangsang nyeri menggunakan pinset srirugis setelah tindakan pembiusan spinal

11insisi kulit menggunakan bisturi no. 23, pinset srirugis, kasa dan klem arteri

12insisi subkutis dan fasia menggunakan gunting jaringan

13eksplorasi kantong Buli menggunakan hak otomatis

14setelah Buli teridentifikasi, menyiapkan benang side 2/0, bisturi dan klem arteri untuk menjahit daerah sekitar prostat

15setelah Buli terbuka dan Prostat sudah diambil menggunakan tangan, maka dijahit menggunakan cromik no. 1, hak otomatis tetap terpasang, menghentikan perdarahan menggunakan kasa deper dan suction

16membersihkan saluran VU menggunakan NaCl kemudian disuction

17pemasangan DC no. 24 pada penis menggunakan jelly, balon diisi cairan sebanyak 25 cc

18menutup Buli menggunakan cromic no. 1, hak otomatis tetap terpasang, dan langen back

19memasang Cystotomy (irigasi) menggunakan klem, bisturi+skapel, infus set, dan cairan NaCl 1000 cc

20menjahit Vesica Urinaria menggunakan cromik no. 1, jarum, nailholder, gunting, klem

21memasang drain untuk mengalirkan luka pembedahan menggunakan drain no.18, side 2/0, flabote kosong NaCl, klem, skapel+bisturi

22menjahit otot menggunakan cromik 2/0, jarum, nailholder, gunting, klem

23menjahit fasia menggunakan cromik no. 1, jarum, nailholder, klem arteri, pinset srirugis dan gunting

24menjahit subcutis menggunakan cromik 3/0, jarum, nailholder, gunting, klem, kasa

25menjahit kulit menggunakan side 2/0, jarum, naliholder, klem arteri, pinset srirugis dan gunting

26setelah lapisan kulit tertutup, dibersihkan menggunakan cairan NaCl, lalau didisinfeksi mengguanakan betadin

27menutup area operasi menggunakan kasa basah pada urutan bawah, kemudin ditutup kasa kering 2 lapis, dan ditutup lagi mengguanakan hepafix

Konsep dan ASKEP Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) Benigna Prostate Hiperplasia1. Pengertian Benigna Prostate Hiperpalasia Ada banyak pasien dengan usia di atas 50 tahun kelenjar prostatnya mengalami pembesaran , memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium uretra. Kondisi ini di kenel sebgai hiperplasia prostate jinak (BPH), perbesaran atau hipertrofi prostat. BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di tas usia 60 tahun (Brunner & Suddarth, 2002).Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebebkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Menurut Purnomo, 2007 kelenjar prostat di bagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional;sedngkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testoteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan berubah menjadi metabolit aktif dihidrotestoteron (DHT) dengan bantuan enzim 5@- reduktase. Dihidrotestoteron inilah yang secara langsung memacum-RNA di dalm sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pri yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga menimbulkan gangguan miksi. (Purnomo,2007)

2. Etiologi Benigna Prostate HiperpalasiaHingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitanya dengan peningkatan kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: a) teori dihidrotetstoteron, b) danya ketidak seimbangan antara estrogen-testoteron, c) interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat, d) berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan, e) teori stem sel (Purnomo,2007).

3. Gambaran Klinis Benigna Prostate HiperpalasiaPemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur, harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal). Adakah asimetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat di raba. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau ada prostat asimetris dengan bagian yang lebih keras. Dengan colok dubur dapat juga di ketahui batu prostat bila teraba krepitasi.Derajat berat obstruksi dapat di ukur dengan menentukan jumlah sisa urine setelah miksi spontan. Sisa urin di tentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula di ketahui dengan melakukan ultrasonografi kandungkemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc baisanya di anggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intevensi pada hipertrofi prostat. Derajat berat obstruksi dapat pula di ukur dengan mengukur pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 ml/detik. Sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang. Kelemahan detrusor dan obstruksi infravesikal tidak dapat di bedakan dengan pengukuran pancaran kemih.Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menggangu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolitiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosa penyebab obstruksi maupunmenentukan kemungkinan penyulit harus di lakukan secar teratur.(Sjamsuhidajat, 2007)

4. Patofisiologi Benigna Prostate HiperpalasiaBiasanya di temukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstuksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi di sebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit di tahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini di beri skor untuk menentukan berat keluhan klinis.Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih di temukan sisa urin di dalam kandung kemih. Dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi.karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesiak tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontenensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidrouretra, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Prosese kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis (Sjamsuhidajat, 2007).

5. Penatalaksanaan Benigna Prostate Hiperpalasiaa. Penatalaksanaan MedikamentosaAdapun tujuan dari pengobatan/terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah: a) memperbaiki keluhan miksi; b) meningkatkan kualitas hidup; c) mengurangi obstruksi infravesika; d) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal; e) mengurangi volume residu urin setelah miksi; f) mencegah progresifitas penyakitHal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa dengan tujuan mengurangi resistensi otot polos prostat sebagi komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa ( adrenergik alfa blocer) dan, mengurangi volume prostat sebagi komponen stastik dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron / dihidotestosteron ( DHT) melalui penghambat 5@-reduktase. Selain kedua cara di atas, sekarang banyak di pakai terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas (Purnomo, 2007).

Tabel pilihan terapi pada hiperplasia prostat benignaObservasi Medikamentosa Operasi Invasif minimalWatchfull waiting a. Penghambat adrenergik-@b. Penghambat reduktase-@c. Fitoterapid. Hormonal a. Prostatektomi terbuka b. Endourologi- TURP- TUIP- TULPc. Elektrovaporisasi a. TUMTb. TUBDc. Stent uretrad. TUNA

Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan obstruksi , dan kondisi pasien. Jika pasien masuk rumah sakit dalam keadaan darurat karena tidak dapat berkemih, maka kateterisasi segera dilakukan. Kateter yang lazim mungkin terlalu lunak dan lemas untuk dimasukan melalui uretra kedalam kandung kemih.Meskipun prostatektomi untuk membuang jaringan prostat yang mengalami hiperplastik sering dilakukan, terdapat juga pengobatan lain. Pengobatan ini mencakup watch-ful waiting, insisi prostat transuretral (TUIP), dilatasi balon, penyekat alfa, dan inhibitor 5-@-reduktase. watch-ful waiting adalah pengobatan yang sesui bagi banyak pasien karena kecenderungan progresi penyakit atau terjadi komplikasi tidak di ketahui. Pasien di pantau secara periodik terhadap keparahan gejala, temuan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan uji urologi diagnostik .terapi watchfull waiting ini di tunjukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya di beri penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhanya, misalanya 1) jangan mengkonsumsi kopi atu alkohol setelah makan malam; 2) kurangi konsumsi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat); 3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin; 4) kurangi makan pedas dan asin; dan 5) jangan menahan kencing terlalu lama Penyekat reseptor alfa-1- adrenergik melemaskan otot halus kolum kandung kemih dan prostat. Meskipun kemanjuran jangka panjang preparat ini tidak di ketahui, preparat ini benar dapat menurunkan gejala pada banyak pasien. Riset tentang kegunaan jangka panjang preparat ini terus di lakukan (Purnomo,2007).

b. Prosedur Pembedahan (Operatif)Beberapa prosedur di gunakan untuk mengangkat kelenjar bagian prostat yang mengalami hipertrofi: reseksi transuretral prostat, prostatektomi suprapubik, prostatektomi perineal , dan prostatektomi retropubik. Pada prosedur ini, dokter bedah mengangkat semua jaringan yang mengalami hiperplasia dan hanya meninggalkan bagian kapsul prostat. Pendekatan transuretral adalah prosedur tertutup: tiga lainnya adalah prosedur terbuka( diperlukan insisi bedah).1) Reseksi Transuretral prostat (TUR atau TURP) adalah prosedur yang paling umum dan dapat di lakukan melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal dimasuka secara langsung melalui uretra kedalam prostat, yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prosedur ini, yang tidak memerlukan insisi , dan digunakan untuk kelenjar dalam ukuran yang beragam dan ideal bagi pasien yang mempunyai resiko bedah yang buruk. Pendekatan ini mempersingkat hari rawat. Namun demikian, sering timbul striktur , dan mungkin diperlukan tindakan ulang. Prostatektomi trans uretral jarang menyebabkan disfungsi efektif tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrograde karena pengangkatan jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir kearah belakang kedalam kandung kemih dan bukan melalui uretra. 2) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Pendekatan ini lebih perktis ketika pendekatan lainya tidak memungkinkan, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Pada periode pascaoperatif, luka bedah mudah terkontiminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektum . lebih jauh lagi, inkontenensia, impotensi , atau cedera rektal lebih mungkin menjadi komplikasi dari pendekatan ini.3) Prostatektomi retropubik adalah teknik lain dan lebih umum di banding pendekatan suprapubik. Dokter bedah membuat insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang hilang lebih dapat di kontrol baik dan letak bedah lebih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruangan retropubis. 4) Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara memasukan instrumen melalui uretra. Satu atau buah insisi dibuat pada prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. TUIP diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gm atau kuarang ) dan aka efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Prosedur ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi yang lebih rendah di banding prosedur bedah prostat lainya (AHCPR, 1994). (Brunner & Suddarth, 2002b)5) Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Suatu insisidi buat kedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan beberapa komplikasi terjadi, meskipun kehilangan darah mungkin lebih banyak dibanding dengan metode lainya. Kerugian lainya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomrn mayor.

c. Penatalaksanaan Keperawatan1) Pre-op prostatectomya) kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang tindakan pembedahan dengan jenis tindakan pembedahan yang lain.b) Informasikan klien untuk tindakan pembedahan tersebut, dengan di lakukannya pemasangan kateter serta drainase untuk luka insisi. Kaji tingkat pengetahuan dengan kecemasan klien post operatif dengan penambahan tindakan perawatan operatif.c) Lakukan enema, dengan menggunakan 2% neomycin. Bilas perut sebelum dilkukan operasi.d) Informasikan kepada klien hasil akhir dari pembedahan dan efek dari perawatan jangka panjang yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan sexsuality. (Lemone.P,2008).

2) Post-op Prostatektomi a) monitor tanda-tanda vital untuk 24 jam pertama sesuai kebutuhan pasien yang mengalami bedah prostat memepunyai resiko terjadinya perdarahan dan infeksi. tanda gejalanya bisa di lihat dari peningkatan hasil dari observasi tanda-tanda vital.b) memelihara intake dan output serta lakukan irigasi urin. Kaji frekuensi serta kepatenan kateter dan drainase. Monitor warna dan karakter dari urine. Kateter yang tersumbat bisa disebabkan adanya gumpalan darah yang tercampur dengan urine drainase sehingga bisa meningkatan resiko terjadinya perdarahan.c) kaji dan atur pasien yang mengalami nyeri adapun nyeri yang disebabkan : antara lain 1) nyeri dengan adanya insisi; 2) blader spasme (kekakuan pada kandung kemih); 3) keram pada abdominan dengan adanya gas di usus. Analgesik dan steroid anti inflamasi (NSAID) di gunakan secara rutin untuk mengontrol adanya nyeri; 4) cegah terjadinya emboli dan kompresi yang akan menyebabkan pasien mempunyai resiko mengalami tromboemboli, dan membutuhkan pencegahan yang penting; 5) dorong pertahanan cairan intake 2-3 liter/ hari. Meningkatkan tekanan cairan setelah kateter di lepas dan sehinga mengurangi resiko terjadinya infeksi pada traktus urinarius. (Lemone.P,2008).

3) Perawatan post opertif TUR/ TURPa) Pada 24 sampai 48 jam pertama, monitor adanya perdarahan menurut frankly kejadian ini bisa dibuktikan apabila adanya darah pada output urine. Peningkatan blader spasme, penurunan hemoglobin, hematokrit, takikardi dan hipotensi. Perdarhan post operatif kemungkinan berasal dari arteri dan vena, dan mungkin adanya endapan, blader spasme dan adanya obstruksi pada sistem drainase urine.b) Intruksikan pemasangan three way kateter. Kateter dengan traksi, untuk tetap mempertahankan kaki/ tungkai di gunakan kateter No 18 dan 22. dengan kateter three way dimasukan balon 30-40 ml, pantau untuk tindakan TURP dengan memompakan balon turun kedalam prostatik fosa dan kateter.c) Kaji volume tekanan berlebihan dan hiponatremia, dengan tanda gejala hiponatremia, himatokrit, hipertensi, bradikardi, nausea, dan kejang. Hasil gejala TURP dari irigasi tekanan ini terjadi setelah pembedahan.d) Kaji output setiap 1-2 jam untuk warna konsistensi perdarahan dan, bllader spasme. CBI (Continous Bladder irigation ) Di gunakan untuk pencegahan adanya gumpalan darah yang terobstruksi pada urin output. sumbatan itu bisa mengakibatkan terjadinya perdarahan. (Lemone.P,2008).

6. Komplikasi Benigna Prostate HiperpalasiaKomplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi bergantung pada jenis pembedahan dan mencakup hemoragi, pembentukan bekuan, obstruksi kateter, dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat dihindari. Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh, setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. (perubahan anatomis pada uretra poterior menyebabkan ejakulasi retrograd). Vasektomi mungkin dilakukan selam pembedahan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deferens dan kedalam epididimis. Setelah prostatektomi total (biasanya untuk kanker) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tidak ingin untuk kehilangan aktivitas seksualnya, implans prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual (Brunner & Suddarth, 2002)

7. Masalah kolaboratif komplikasi potensial Burnner and Suddarth, 2002 mengemukanan masalah kolaboratif berdasarkan pendapat Capernito, adalah komplikasi fisiologis tertentu yang perawat pantau untuk mendeteksi awaitan atau perubahan dalam status hemodinamik pasien. Perawat mengelola masalah kolaboratif menggunakan intervensi program dokter dan program keperawatan untuk meminimalkan komplikasi dari kejadian post op prostatektomi. Masalah kolaboratif komplikasi yang sering terjadi pada pasien post-op BPHa. Hemoragi dan syokHemoragik dapat terjadi karena kelenjar prostat yang mengalami hiperplastik sangat banyak mengandung pembuluh darah, bahaya lansung setelah prostatektomi adalah pendarahan dan syok. Pendarahan dapat terjadi dari jaring-jaring prostat. Pendarahan juga dapat mengakibatkan pembentukan bekuan, yang kemudian menyumbat aliran urin. (Brunner & Suddarth, 2002b). Hemoragi diklasifikasikan menjadi 1) hemoragie primer, terjadi pada sesaat pembedahan; 2) hemoragie intermediari, terjadi beberapa jam setelah pebedahan, merupakan kompensasi tubuh terhadap kenaikan tekanan darah ketingkat normal akibat dari pembuluh darah yang tidak terikan secara maksimal; 3) hemoragie sekunder, dapat terjadi beberapa waktu/hari setelah pembedahan, dapat terjadi bila adanya infeksi atau erosi oleh selang darinase (Brunner & Suddarth, 2002a).Syok adalah komplikasi pasca operatif yang paling serius, syok dapat digambarkan suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu, curah jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Perfusi jaringan yang tidak adekuat menyebabkan peningkatan glikolisis anaerobik dengan produksi banyak asam laktat (Brunner & Suddarth, 2002b). Syok yang dapat terjadi pada pasien bedah adalah syok hipovolemik dan syok neurogenikEtiologi adalah kehilangan plasma: 1) luka bakar; 2) dermatitis eksfoliatif; 3) kehilangan cairan dan elektrolit eksternal: muntah, diare, keringat, yang berlebihan, keadaan hiperosmolar; 4) kehilangan cairan dan elektrolit Internal; pankreatitis, asites, obstruksi usus dan dampak dari pembedahan.Manifestasi klinik antara lain: 1) tekanan darah sistemik rendah dan takikardi; 2) puncak tekanan darah sistolik 100 mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekan darah yang telah diketahui; 3) hipoperfusi perifer; 4) vasokontriksi; 5) kulit dingin, lembab dan sianosis; 6) status mental terganggu, kebingungan, agitasi, koma; 7) oliguria, anuria;,0,5 ml/kg BB/jam; asidosis metabolik.Intervensi terhadap hemoragik dan syok di diharapkan pasien dalam keadaan normovolemik, di tandai dengan keseimbangan M&H, FJ 100dpm (atau dalam rentang normal pasien), TD 90/60 mmHg (atau dalam rentang normal pasien) FP 20 kali/mnt, dan kulit hangat, kering, dan warna normal.

Intervensi yang dapat dilaksanakan terhadap pasien post op BPH (Brunner & Suddarth, 2002b), meliputi:1) Sekembalinya pasien dari ruang pemulihan, pantau TV setiap 15 menit selam 30 menit pertama; jika stabil, periksa setiap 30 mnt selama 1 jam; dan kemudian setiap 4 jam selam 24 jam atau perkebijakan institusi. Waspadai peningkatan nadi, penurunan TD, diaforesis, pucat, dan peningkatan pernafasan yang dapat terjadi pada hemoragi dan ancaman syok.2) Pantau dan catat M&H setiap 8 jam. Kurangi jumlah cairan yang digunakan pada irigasi kandung kemih dan haluran total.3) Pantau darinase kateter dengan cermat selama 24 jam pertama. Perhatikan terhadap drainase gelap yang tidak menjadi merah ke merahanmudaan atau drainase yang tetap kental setelah irigasi, yang menendakan perdarahan vena dalam sisi operasi. Drinase harus menjadi merah muda atau sedikit berdarah dalam 24 jam setelah pembedahan.4) Waspadai drainase merah terang, kental setiap waktu, yang dapat terjadi pada perdarahan arteri dalam sisi operasi. 5) Jangan mengukur suhu per rektal atau memasukan selang atau enema ke dalam rektum. Instruksikan pasien untuk tidak mengejan saat defekasi atau duduk terlalu lama. Tindakan ini dapat meningkatkan tekanan pada kapsul prostat dan dapat menimbulkan hemoragi. Dapatkan pesanan dan berikan pelunak feses atau katartik sesui petunjuk.6) Pantau pasien terhadap tanda koagulasi intravaskuler desimenata, yang dapat terjadi akibat pelepasan sejumlah besar tromboplastin jaringan, yang dapat terjadi selam reseksi transuretral prostat (TURP). Perhatiakan terhadap perdarahan aktif (merah gelap) tanpa bekuan dan rembesan tidak biasanya dari semua sisi pungsi. Laporkan temuan yang bermakna dengan segera jika ini terjadi. Untuk informasi lebih lanjut lihat koagulasi intravaskuler desimenata. (Swearingen,RN.2001)

b. Infeksi/sepsis lukaTerjadinya infeksi pasca operatif diakibat oleh infasi bakteri atau mikroorganisme seperti staphylococcus aureus, escherhia coli, proteus vulgaris, aerobacter aereo-genes dan organisme lainnya ke dalam sirkulasi darah melalui luka operasi. Infeksi pasca operatif yang sering terjadi adalah 1) Selulitis yaitu infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan; 2) Limfangitis adalah penyebaran infeksi dari selulitis atau abses ke sistem limfatik; 3) Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (Brunner & Suddarth, 2002a).Infeksi setelah prostatektomi perineal kemungkinan untuk terjadi sangat besar, sehingga dapat dihindari dengan cara: 1) balutan dapat ditahan di tempatnya dengan menggunakan tali ganda, perban T-binder atau penyangga atletik yang mempunyai bantalan; tali melintang di atas insisi untuk memberikan ketebalan ganda, dan kemudian tali di tarik pada setiap sisi skrotum sampai garis pinggang dan diikatkan; 2) menghindari penggunaan termometer rektal, selang rektal, dan enema karena dapat memberi resiko terhadap cedera dan pendarahan pada fosa prostatik; 3 ) setelah jahitan perineal diangkat, perineum dibersihkan sesuai indikai; 4) skrotum dilindungi dengan handuk ketika lampu pemanas digunakan untk meningkatkan penyembuhan (Brunner & Suddarth, 2002b). Infeksi saluran kemih dan epididimitis adalah komplikasi yang mungkin setelah prostatektomi. Pasien dikaji terhadap kejadianya; dan diberikan antibiotik sesuai yang diresepkan (Brunner & Suddarth, 2002b). Selain itu infeksi luka merupakan penyebab terjadinya demam pasca bedah dan morbiditas pasien; sehingga pemeriksaan luka juga komponen penting pemeriksaan pasca bedah bagi demam. Sepsis luka dapat tampil dalam 24 jam setelah operasi jika organisme penyebabanya sterptokokus atau klostridium, infeksi yang karna organisme terkhir sangat serius, mis mionekrosis klostridium (gangren gas) dapat cepat berkembang dengan akibat buruk. Tetapi biasanya lebih lazim demam akibat infeksi luka timbul setelah hari keempat pasca bedah, karna masa inkubasi yang agak lebih lam diperlukan untuk gram negatif usus atau kontaminan stafilokokus eksogen-endogen yang sering menyebabkan untuk mencapai tingkat bermakna (Brunner & Suddarth, 2002b). Intervensi keperawatan yang dilaksanakan lebih difokuskan kepada pemantauan terhadapa tanda-tanda terjadinya infeksi (Carpenito, 2001), meliputi:1) Pantau TV pasien dan status mental pada interval sering terhadap iindikator tahap awal (hangat) dari syok septik. Selama 24 jam pertama setelah pembedahan, waspadai suhu 38,3-40C, yang terjadi pada infeksi karna penigkatan aktifitas metabolik dan pelepasan pirogen. Juga kaji terhadap peningkatan FP dan FJ sedang dan penurunan TD. Tanda sirkulasi klasik dari kolaps terjadi pada tahap lanjut (dingin) dari syok septik: penurunan tajam dari FJ (mekanisme kompensasi untuk memperthankan curah jantung), dan penurunan FP( karna depersi pusat pernapasan). Status mental berubah menjadi perilaku tidak tepat, perubahan kepribadian, gelisah, peningkatan letergi, dab disorentasi menandakan hipoksia karena penurunan perfusi serebral. 2) Pantau kulit pasien terhadap kemerahan dan hangat, yang merupakan tanda dini dari syok septik karna vasodilatasi. Pada tahap dingin dari syok septik, kulit menjadi dingin dan pucat karena vasokontriksi terus menerus.3) Pantau haluaran urin pasien tehadap penurunan dan peningkatan konsentrasi (berat jenis normal 1,010-1,020).4) Beritahu dokter dengan segera jika syok septik dicurigai. siapkan untuk hal berikut ini bila terjadi syok septik: infus IV (mis, ringer laktat atau saline normal); pemberian oksigen; spesimen untuk darah lengkap; GDA; dan nilai elektrolit, dan pemberian antibiotik.

c. TrombosisTrombosis vena adalah suatu kondisi yang menggambarkan individu yang mengalami pembentukan bekuan vena karena statis darah, cedera dinding pembendungan darah, atau perubahan koagulasi. Pasien yang menjalani prostatektomi mempunyai insidens tinggi untuk mengalami trombosis vena profunda. Trombosis vena profunda (TVP) adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial, komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmunari dan sindrom pascaflebitis. (Brunner& Suddarth, 2002b). Pasien secara pasca operatif yang beresiko tinggi terhadap TVP adalah: 1) pasien ortopedik yang menjalani bedah panggul, dan bedah ekstremitas bawah lainnya; 2) pasien urologi yang menjalanai protatektomi trans-uretral dan pasien lebih tua yang menjnalani bedah urologi; 3) pasien bedah umum yang berusia diatas 40 tahun, kegemukan, malignasi, atau yang menjanai prosedur operasi yang lama dan rumit; 5) pasien genekologi dengan usia diatas 40 tahun dengan faktor resiko tambahan (varises, infeksi, malignasi, obesitas); 6) pasien bedah neuro (Brunner& Suddarth, 2002a).Upaya yang diarahkan pada pencegahan pembentukan trombus berupa 1) latihan tungkai; 2) dalam pengunaan strap tungkai jangan terlalu dikencangkan; 3) menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung, atau bentuk lainya untuk meninggikan tungkai karena dapat menyumbat pembuluh darah dibawah lutut; 4) hindarkan pasien untuk duduk ditepi tempat tidur dengan menggantukna kaki dalam waktu yang lama (Brunner& Suddarth, 2002a).Intervensi keperawatan lebih difokuskan kepada pemantauan terhadap tenda-tanda terbentuknya trombus (Capernito, 2001), intervensi ini meliputi:1) Pantau status trombosis vena, perhatikana. Penurunan atau hilangnya nadi perifer, (Insufisiensi sirkulasi menyebabkan nyeri dan tidak terabanya nadi perifer).b. Rasa panas dan kemerhan atau kedinginan dan sianosis yang tidak biasanya ;(rasa panas dan kemerahan yang tidak biasanya menandakan adanya suatu inflamasi; rasa dingin dan sianosis memberikan indikasi adanya obstruksi vaskuler).c. Peningkatan rasa nyeri pada kaki ;(rasa nyeri pada kaki disebabkan oleh hipoksia jaringan).d. Nyeri dada tiba-tiba, peningkatan dispnea, takipnea (obstruksi sirkulasi pulmonal menyebabkan nyeri dad tiba-tiba dan dispnea).e. Tanda-tanda hormon positif;(tanda hormon dikatakan positif bila pada posisi dorsifleksi; kaki terasa nyeri;rasa nyeri karena insufisiensi sirkulasi kurang).2) Lakukan konsultasi dengan dokter untuk penggunaan stoking antiemboli atau alat penekan pada bagian-bagian tertentu, penurunan posisi dekstran, atau pengobatan antikoagulasi bagi klien-klien yang beresiko tinggi, serta Jelaskan kegunaan stoking antiemboli.(dengan pemakian stoking menurunkan vena-vena yang statis melalui tekanan sedemikian rupa pada pergelangan kaki dan betis). 3) Lakukan penilaian status hindrasi berdasarkan berat jenis urine, pemasukan/pengeluaran, berat badan, dan osmolaritas serum. Berikan jangka waktu untuk memastikan hidrasi yang adekuat.(peningkatan viskositas darah, koagulasi, dan penurunan curah jantung berperan dalam pembentukan trombus).4) Tinggikan ekstremitas yang sakit pada posisi di atas jantung (dengan posisi ini dapat membantu menurunkan pembengkakan intertisial melalui peningkatan aliran balik balik vena)5) Berikan anjuran pada klien untuk menghindari rokok.(nikotin dapat menyebabkan vasospasme).6) Berikan pengobatan antikoagulasi yang ditentukan dokter dan pantau hasil koagulasi darah setiap hari. (pemberian antikoagulan bertujuan dan menghindari terbentuknya trombosis dengan cara memperlambat waktu pembekuan darah).7) Pada klien yang menerima pengobatan antiloagulasi, pantau tanda-tanda dini dari perdarahan abnormal.(mis, hematuria, perdarah gusi, ekomosis, petekie, epistaksis). Berikan analgesik pada kaki yang sakit sesuai program.

d. Obstruksi kateterMasalah kolaboratif kateter terobstruksi setelah reseksi prostat trans-uretral adalah kateter harus lancar, kateter yang mengalami obstruksi menyebabkan distensi kapsul prostat dan mengakibatkan hemoragi. Urosemid (lasix) mungkin diresepkan untuk meningkatkan urinasi dan megawali diuresis pascaopertif, dengan demikian membantu untuk mempertahankan patensi kateter (Brunner& Suddarth, 2002b). Tindakan pencegahan agar tidak terjadi obstruksi kateter meliputi: a) abdomen bagian bawah diamati untuk memastikan bahwa kateter tidak tersumbat, kandung kemih yang penuh akan nampak bengkak membulat jelas diatas pubis; b) kantung drainase, balutan, dan letak insisi diperiksa terhadap pendarahan, warna urin dicatat dan di dokumentasikan; perubahan warna dari merah muda menjadi kekuning-kunigan menandakan penurunan perdarahan; c) tekanan darah, nadi, dan pernafasan di pantau dan dibandingkan dengan nilai dasar dari tanda-tanda vital praopertif untuk mendeteksi hipotensi. Perawat juga mengamati pasien terhadap adanya perilaku gelisah, keringat dingin, pucat, dan setiap penurunan tekanan darah, dan peningkatan frekuensi nadi (Brunner& Suddarth, 2002b). Pelepasan kateter yang baik dan benar serta efektif dapat mengurangi masalah-masalah kolaboratif, setelah kateter di lepaskan (biasanya ketika urin tampak jernih), urin dapat bocor di sekitar luka selam beberapa hari pada pasien yang telah menjalani bedah perineal, suprapubik, dan retropubik. Kateter sistostomi mungkin dilepaskan sebelum atau setelah kateter uretral dilepaskan (Brunner& Suddarth, 2002b). Inkontenensia derajat tertentu dapat terjadi setelah kateter dilepaskan dan pasien diinformasikan bahwa hal ini kemungkinan akan hilang.karena kelenjar prostat yang mengalami hiperplastik sangat banyak mengandung pembuluh darah, bahaya langsung setelah prostatektomi adalah perdarahan dan syok. Perdarahan dapat terjadi dari jaring-jaring (Brunner& Suddarth, 2002b)