ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    1/21

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    2/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 2

    Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia

    memiliki resiko terkena penyakit osteoporosis. (Depkes, 2006).

    Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar

    dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.

    Oleh karena itu pentingnya bagi perawat memahami serta memberikan asuhan

    keperawatan yang adekuat dan efektif dalam menangani pasien dengan penyakit

    osteoporosis. Peran perawat sangat penting disini adalah memberikan pengetahuan

    mengenai osteoporosis, program pencegahan, pengobatan, cara mengurangi nyeri dan

    mencegah terjadinya fraktur.

    B. Tujuan

    1. Tujuan umum

    Diharapkan mampu mempelajari serta menerapkan asuhan keperawatan lansia dengan

    gangguan muskuloskeletal osteoporosis.

    2. Tujuan Khusus

    a. Diharapkan mampu memahami anatomi fisiologi tulang, defenisi, klasifikasi,

    etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,

    dan komplikasi.

    b. Diharapkan mampu menyusun asuhan keperawatan dengan gangguan

    osteoporosis.

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    3/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 3

    BAB II

    TINJAUAN TEORITIS

    A. Anatomi Fisiologi Tulang

    Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk

    melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang

    tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga

    merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.

    Komponen-komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-

    mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk

    suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan

    proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang

    disebut juga sebagai osteoid. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa

    proteoglikan seperti asam hialuronat.

    Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :

    a. Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.

    Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.

    Sumsum kuning terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.

    b. Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.

    Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    4/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 4

    mengandung sel-sel hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di bagian

    epifisis dan diafisis tulang.

    c. Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan

    bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung

    berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga

    pertumbuhan memanjang tulang berhenti.

    Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang

    mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan

    transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi

    khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau

    tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

    Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel :

    osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk

    kolagen tipe I dan prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu

    proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas

    mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam

    mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.

    Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks

    tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang

    memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga

    kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. (Sylvia A, 2005).

    B. Defenisi

    Osteoporosis adalah suatu penyakit tulang metabolik yang ditandai oleh reduksi

    kepadatan tulang sehingga mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis terjadi sewaktu

    kecepatan absorpsi tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang. Tulang yang dibentuk

    normal, namun, jumlahnya terlalu sedikit sehingga tulang menjadi lemah. Semua tulang

    dapat mengalami osteoporosis, walaupun osteoporosis biasanya timbul di tulang panggul,

    paha, pergelangan tangan, dan kolumna vetebralis. (J. Corwin Elizabeth, 2000)

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    5/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 5

    Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa

    tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan

    meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cendrung untuk mengalami fraktur

    spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development Converence, 1993).

    Osteoporosis didefenisikan sebagai penurunan massa tulang. Tulang memiliki

    komposisi normal tetapi jumlahnya berkurang. Massa tulang tumbuh cepat pada masa

    anak-anak dan sangat cepat pada masa remaja; separuh kepadatan tulang pada masa

    dewasa telah tercapai selama perkembangan masa remaja. Masa tulang puncak dicapai

    pada usia sekitar 25 tahun. (J.McPhee Stephen, 2010).

    C. Klasifikasi

    1.

    Osteoporosis primer

    Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan

    proses penuaan, sedangkan osteoporosis sekunder didefenisikan sebagai kehilangan

    massa tulang akibat hal-hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih

    menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan

    osteoporosis sekunder.

    2. Osteoporosis sekunder

    Osteoporosis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu

    termasuk kelainan endokrin, efek samping obat-obatan, immobilisasi, pada

    osteoporosis sekunder terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk

    menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid. (La

    Ode Sharif, 2012).

    D. Etiologi

    Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu :

    a.

    Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan

    meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause.

    Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40

    tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang

    hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    6/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 6

    memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor

    pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu

    berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini

    memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang.

    Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia

    menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun. Proses

    remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang

    menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation

    Resorption Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang

    berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah

    menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang

    mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan

    ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin

    D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan

    glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang

    menyebabkan osteoporosis.

    b. Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.

    Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena kurangnya

    asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk remaja dewasa

    muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 1500mgmg,

    sdangkan pada lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan

    300-500mg. oleh karena pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium

    yang lebih cepat dari ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium.

    Selain itu, ada pula factor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit

    osteoporosis yaitu :

    a.

    Faktor resiko yang tidak dapat diubah

    usia, lebih sering terjadi pada lansia

    Jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria.

    Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan rangka

    tulang yang lebih kecil

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    7/21

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    8/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 8

    c. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas

    d. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan

    kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi

    paraparesis.

    e. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang

    dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran

    klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung

    terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak

    pada pergelangan tangan setelah jatuh.

    f. Kecenderungan penurunan tinggi badan

    g. Postur tubuh kelihatan memendek

    F. Patofisiologi

    Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetik

    dan faktor lingkungan.

    Faktor genetik meliputi:

    - usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh.

    Faktor lingkungan meliputi:

    - merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia

    nervosa dan pemakaian obat-obatan.

    Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap

    kalsium dari darah ke tulag, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak

    tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat

    yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada

    pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut

    osteoporosis. (La Ode Sharif, 2012).

    G. WOC (Terlampir)

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    9/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 9

    H. Pemeriksaan Penunjang

    1. Radiologis

    Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang

    dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya

    merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula

    transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra

    menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus ke dalam

    ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

    2. CT-Scan

    CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai

    penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra di atas 110 mg/cm

    3

    biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral

    vertebra dibawah 65 mh/cm3ada pada semua klien yang mengalami fraktur.

    3. Pemeriksaan Laboratorium

    Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukan kelainan yang nyata.

    Kadar HPT (pada pascamenopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen

    merangsang pembentukan Ct)

    Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.

    Ekskresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya. (La

    Ode Sharif, 2012)

    I. Penatalaksanaan

    Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,

    dengan pengikatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi

    terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu

    penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium setiap hari.

    Pada menopause, terapi pergantian hormone (HRT= hormone replacemenet

    therapy) dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat

    kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang. Wanita yang telah mengalami

    pengangkatan ovarium atau telah menjalani menopause premature dapat mengalami

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    10/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 10

    osteoporosis pada usia cukup muda. Pergantian hormon perlu diperkirakan pada pasien

    ini, estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang.

    Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tidak akan

    mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen sering

    dihubungkan dengan sedikit peningkatan insidensi kanker payudara dan endometrial.

    Obat-obatan lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk

    kalsitonin, natrium flourida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan

    kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intra muscular. Efek

    samping (missal gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin) biasanya

    ringan dan kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki aktifitas

    osteoblastik dan pembentukan tulang, namun kualitas tulang yang barumasih dalam

    pengkajian. Natrium etridonat, yang menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, sedang

    dalam penilitian untuk efisiensi penggunaanya sebagai terapi osteoporosis. . (La Ode

    Sharif, 2012).

    J. Komplikasi

    Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan

    mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur

    kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah

    trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tanggan. (La Ode Sharif, 2012.

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    11/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 11

    BAB III

    ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

    1. Pengkajian

    Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan

    status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan

    kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan

    riwayat psikososial.

    1. Identitas

    a. Identitas klien

    Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,

    tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medic, alamat,

    semua data mengenai identitas klien tersebut untuk menentukan tindakan

    selanjutnya.

    b. Identitas penanggung jawab

    Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi

    penanggung jwab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,

    umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

    2. Keluhan utama

    Merupakan alasan penderita atau pasien untuk masuk ke Rumah sakit.

    Data subyektif :

    Klien mengeluh nyeri tulang belakang

    Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun

    Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang

    tampak dan keterbatasan gerak

    Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun

    Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh

    Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya

    Data obyektif :

    tulang belakang bungkuk

    terdapat penurunan tinggi badan

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    12/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 12

    klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)

    terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis

    angular

    klien tampak gelisah

    klien tampak meringis

    3. Riwayat kesehatan

    a. Riwayat kesehatan sekarang

    Biasanya klien masuk kerumah sakit dengan keluhan nyeri tulang akut, nyeri

    terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang

    nyata dan nyeri timbul mendadak, nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat

    tidur, nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan

    aktivitas. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan

    menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga

    dapat terjadi paraparesis. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama

    wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah

    menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya

    datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit

    pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.

    Kecenderungan penurunan tinggi badan dan postur tubuh kelihatan memendek.b. Riwayat kesehatan dahulu

    Berapa lama klien menderita osteoporosis, obat-obatan yang diminum dalam jangka

    panjang, alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain

    yang juga harus ditanyakan adalahppenyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan

    insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan menopause, penggunaan obat

    kontrasepsi.

    c. Riwayat kesehatan keluarga

    Perlu ditanya riwayat anggota keluarga yang menderita osteoporosis sebelumnya.

    4. Pola aktivitas sehari hari

    Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olehraga, pengisian

    waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat

    membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu,

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    13/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 13

    olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan

    aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh

    memrlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan musculoskeletal.

    Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerakan

    persendian adalah agility (kemampuan gerak cepat dan lancar) menurun, dan stamina

    menurun.

    5. Pemeriksaan penunjang/diagnostik

    a. Radiologi

    Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang

    dapata dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya

    merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula

    tranversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus

    vertebrae menyebabkan penonjolan yang mengelambung dari nucleus pulposus

    kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

    b. CT-Scan

    Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting

    dalam diagnostic dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3

    biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penojolan, sedangkan mineral

    vertebra dibawah 65 mg/cm3

    ada pada hamper semua klien yang mengalami

    fraktur.

    6. Pemeriksaan Fisik

    a. B1 (Breathing)

    Inspeksi : Ditemukan ketidak simetrisan rongga dada dan tulang belakang.

    Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.

    Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.

    Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronchi

    b.

    B2 (Blood)

    Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.

    Adanya pulsus perifer member makna terjadi gangguan pembuluh darah atau

    edemayang berkaitan dengan efek obat.

    c. B3 (Brain)

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    14/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 14

    Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat

    mengeluh pusing dan gelisah.

    1. Kepala dan wajah: ada sianosis

    2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis

    3. Leher: Biasanya JVP dalam normal

    Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan

    halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi

    vertebra.

    d. B4 (Bladder).

    Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem

    perkemihan.

    e.

    B5 ( Bowel).

    Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji

    frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

    f. B6 ( Bone).

    Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering

    menunjukan kifosis atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan

    dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length

    inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara

    vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

    7. Riwayat psikososial

    Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut

    melakukan aktifitas dan perubahan konsep diri. Perawatperlu mengkaji masalah-

    masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang

    menyertai.

    2.

    Diagnosa keperawatan

    1. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan injury fisik

    2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal

    3. Resiko injury berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal

    4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau atau terjadinya ileus (obstruksi usus)

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    15/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 15

    5. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

    6. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang

    berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien

    mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah

    3. Intervensi keperawatan

    1. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan injury fisik ditandai dengan

    Data Subyektif

    Klien mengeluh nyeri tulang belakang

    Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh

    Data Obyektif

    terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular

    klien tampak meringis

    klien tampak gelisah

    NOC : Tingkat nyeri

    Menurunkan atau mengurangi nyeri pada tingkat yang masih dapat diterima Pasien.

    NIC : (2400) Bantu pasien mengontrol rasa sakit(Patient-Controlled Analgesia

    2Assistance.

    I ntervensi:

    a. Aktivitas manajemen nyeri.

    1. Laksanakan penilaian meliputi; lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

    intensitas nyeri, dan faktor yang menimbulkan nyeri.

    2. Amati isyarat Non-verbal, tidak nyaman, tidak mampu untuk

    komunikasikan secara efektif.

    3. Pastikan bahwa pasien perlu menerima obat penghilang rasa sakit.

    4. Gunakan strategi komunikasi teraupetik untuk menyampaikan adanya

    nyeri dan menyatakan pengalaman nyeri terhadap respon nyeri.

    5. Pertimbangkan pengaruh budaya pada respon nyeri.

    6. Menentukan dampak dari nyeri pada kualitas hidup.

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    16/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 16

    7. Evaluasi pengalaman masalalu meliputi: riwayat individu atau keluarga

    tentang nyeri atau nyeri kronis yang memberi cacat jasmani/ketidak

    mampuan, yang sesuai.

    8. Evaluasi efektivitas pasien, team pelayanan kesehatan untuk kontrol nyeri

    yang telah digunakan.

    9. Membantu keluarga dan pasien untuk mencari dan menyediakan

    dukungan.

    10.Gunakan suatu perkembangan mental sesuai metoda penilaian yang

    mempertimbangkan monitor perubahan rasa nyeri dan akan membantu

    mengidentifikasi actual dan potensial faktor yang mempercepat.

    11.Menentukan frekuensi (skala) bagaimana membuat pasien nyaman dan

    rencana monitoring.

    b. Aktivitas Bantu pasien mengontrol rasa sakit.

    1. Kolaborasi dengan dokter, anggota keluarga dan pasien dalam memilih

    jenis narkotik untuk digunakan.

    2. Rekomendasikan aspirin dan Non-steroid, antiinflamasi bersama narkotik

    yang sesuai.

    3. Hindari penggunaan Demerol

    4. Pastikan bahwa pasien tidakalergi obat analgesic

    5. Beri pengajaran keluarga dan pasien untuk memonitor intensitas nyeri,

    qualitas dan jangka waktu.

    6. Beri pengajaran keluarga dan pasien untuk memonitor pernapasan dan

    tekanan darah.

    7. Benar-benar pasien dapat menggunakan PCA(patient controled analgesic)

    8. Kolaborasi dengan pasien dan keluarga untuk memilih jenis pengawasan,

    yang sesuai.

    9.

    Membantu anggota keluarga atau pasien untuk mengatur dosis obat

    analgetik.

    10.Membantu keluarga dan pasien untuk menetapkan larangan bekerja sesuai

    interval PCA (patient controlled analgesic).

    http://lodging2010.com/alergi/http://lodging2010.com/alergi/
  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    17/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 17

    11.Konsult dokter, pasien dan keluarga untuk melakukan penyesuaian

    larangan bekerja sesuai kemampuan reaksi pasien.

    12.Konsult klinik tenaga ahli untuk pasien yang mempunyai kesukaran

    mengendalikan rasa nyeri.

    2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal. Ditandai

    dengan

    Data Subyektif

    Klien mengeluh nyeri tulang belakang

    Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun

    Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak

    dan keterbatasan gerak

    Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun

    Data Obyektif

    tulang belakang bungkuk

    terdapat penurunan tinggi badan

    klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)

    terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular

    NOC : Tingkat mobilitas (0208)

    Kemampuan untuk bergerak penuh tujuan.

    NIC : Terapi Latihan gerakan tulang sendi (0224)

    Menggunakan gerakkan tubuh aktif atau pasif untuk menjaga atau memperbaiki

    kelenturan tulang sendi.

    Intervensi:

    Aktivitas Terapi latihan gerak tulang sendi

    1. Menentukan pembatasan pergerakan dan efek pada fungsi.

    2. Kolaborasi dengan fisiotherapy dalam mengembangkan dan melaksanakan

    suatu program latihan.

    3. Menentukan ukuran untuk motivasi, memelihara pergerakan.

    4. Jelaskan ke pasien/keluarga tujuan untuk berlatih.

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    18/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 18

    5. Monitor kegelisahan atau nyeri selama aktivitas

    6. Kontrol nyeri sebelum berlatih

    7. Pakaian pasien tidak bersifat membatasi

    8. Melindungi pasien dari trauma selama latihan

    9. Membantu pasien memposisikan badan untuk pergerakan pasif / aktif.

    10. Anjurkan latihan gerakan aktif sesuai jadwal rencana tetap.

    11.Laksanakan latihan pasif atau aktif

    12.Instruksikan pasien/keluarga secara sistimatis melaksanakan latihan ROM

    aktif/pasif.

    13.Sediakan rancangan instruksi untuk latihan

    14.Membantu pasien untuk mengembangkan suatu jadwal latihan ROM aktif.

    15.

    Anjurkan pasien untuk menghayalkan gerakan badan sebelum pergerakan

    awal.

    16.Membantu dengan mengisyaratkan irama secara tetap, dengan tidak melewati

    batas nyeri, ketahanan dan hubungan mobilitas.

    17.Anjurkan untuk duduk ditempat tidur atau kursi.

    18.Anjurkan berjalan-jalan jika sesuai

    19.Menentukan kemajuan kearah pencapaian sasaran.

    3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan

    Data Subyektif

    Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun

    Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya

    Data Obyektif

    klien tampak gelisah

    NOC : Kontrol kecemasan

    NIC : Pengurangan Kecemasan

    Peningkatan koping

    Intervensi:

    Aktivitas peningkatan koping

    1. Menilai penyesuaian pasien pada perubahan gambaran diri yang sesuai.

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    19/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 19

    2. Menilai dampak dari pada situasi hidup pasien dan hubungan peran

    3. Menilai pemahan pasien tentang proses penyakit

    4. Menilai dan mendiskusikan alternatif respon situasi

    5. Gunakan suatu pendekatan ketenangan untuk menentramkan.

    6. Sediakan suasana penerimaan

    7. Membantu pasien untuk mengidentifikasi informasi yang menarik akan

    diperoleh

    8. Evaluasi kemampuan pasien untuk mengmbil keputusan

    9. Menganjurkan pasien untuk mengembangkan kesabaran

    10.Menganjurkan penerimaan terhadap pembatasan dengan orang lain

    11.Mengakui adanya latarbelakang spiritual/budaya pasien

    12.

    Anjurkan penggunaan sumber-sumber rohani jika menginginkan

    13.Hadapi perasan bertentangan (pasien marah atau perasaan sedih)

    14.Bantu mengungkapkan perasan, persepsi dan takut

    15. Kurangi stimuli lingkungan yang bisa disalah tafsirkan seperti mengancam.

    Aktivitas Pengurangan kecemasan.

    1. Lakukan pendekatan untuk menenangkan, menentramkan pasien.

    2. Nyatakan dengan jelas harapan dan perilaku pasien.

    3. Berikan informasi mengenai diagnosis, perawatan dan prognosis.

    4. Terangkan semua prosedur, termasuk perasan yang mungkin dialami pasien

    selama prosedur.

    5. Tunggu pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi ketakutan.

    6. Anjurkan pasien untuk ditunggui keluarga.

    7. Dengarkan dengan penuh perhatian.

    8. Ciptakan suasanan untuk memudahkan kepercayaan.

    9.

    Sediakan kegiatan yang menghibur untuk mengurangi ketegangan.

    10.Ajari pasien tentang penggunaan teknik relaksasi

    11.Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa takut.

    12.Pantau tekanan darah dan Nadi.

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    20/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 20

    BAB IV

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang,

    peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan

    kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan

    kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan

    keperawatan klien gangguan system musculoskeletal).

    Dapat dibagi menjadi Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang

    terjadi sesuai dengan proses penuaan, sedangkan osteoporosis sekunder didefenisikan

    sebagai kehilangan massa tulang akibat hal-hal tertentu. Ada 2 penyebab utama

    osteoporosis, yaitu : Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama

    masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause

    dan angguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.

    B. Saran

    Dengan adanya makalah ini yang berisikan tentang teori serta asuhan keperawatan

    lansia dengan gangguan musculoskeletal osteoporosis, diharapakan pembaca

    mengetahui dan memahami topik dari pembahasan tersebut.

  • 8/11/2019 ASKEP LANSIA BUK YOLLA.docx

    21/21

    ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN MUSKULOSKELETAL 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Elizabeth J.Corwin, Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2000.Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC

    La Ode Sharif. 2012.Asuhan keperawatan gerontik. Yogyakarta : Nuha medika

    Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi :

    Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6.Jakarta : EGC.

    Stephen J.McPhee. dkk. Alih bahasa : Brahm U.Pendit. 2010. Patofisiologi penyakit : pengantar

    menuju kedokteran klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC