35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat suatu rumah sakit. ”No head injury is so serious that it should be despaired of, nor so trivial as to be lightly ignored”, menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh, Zarei, 2009). Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala sebanyak 146,3 1

Askep Intoksikasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

untuk penunjang pasilitas pendidikan

Citation preview

Page 1: Askep Intoksikasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di

unit gawat darurat suatu rumah sakit. ”No head injury is so serious that it

should be despaired of, nor so trivial as to be lightly ignored”, menurut

Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius

yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita

abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma

kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala

juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang

dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan

oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara

semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma

kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala

(Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh, Zarei, 2009).

Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa

trauma kepala sebanyak 146,3 per100.000 dan 158,3 per100.000 (Thomas,

2006). Angka kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki

dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9 per100.000 dan 1,8 per100.000. Bagi

lansia pada usia 65 tahun ke atas, kematian akibat trauma kepala mencatat

16.000 kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mangalami trauma kepala

akibat terjatuh (CDC, 2005). Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya

ditemukan bahwa anak remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala

akibat terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan

orang yang lebih tua cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh

terjatuh.

1

Page 2: Askep Intoksikasi

Penyebab utama trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan

terjatuh (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Pejalan kaki yang

mengalami tabrakan kendaraan bermotor merupakan penyebab trauma kepala

terhadap pasien anak-anak bila dibandingkan dengan pasien dewasa (Adeolu,

Malomo, Shokunbi, Komolafe dan Abio, 2005). Estimasi sebanyak 1,9 juta

hingga 2,3 juta orang menerima perawatan kecederaan yang tidak fatal akibat

kekerasan (Rosenberg, Fenley, 1991).

Menurut Akbar (2000), insiden trauma kepala pada tahun 1995 sampai 1998

terdiri dari tiga tingkat keparahan trauma kepala yaitu trauma kepala ringan

sebanyak 60,3% (2463 kasus), trauma kepala sedang sebanyak 27,3% (1114

kasus) dan trauma kepala berat sebanyak 12,4% (505 kasus). Kematian akibat

trauma kepala mencatatkan sebanyak 11% berjumlah 448 kasus. Angka

kejadian trauma kepala pada tahun 2004 dan 2005 di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM), FKUI mencatat sebanyak 1426 kasus (Akbar, 2000).

Pada kesempatan ini , kami akan membahas asuhan keperawatan khususnya di

instalasi gawat darurat yaitu trauma capitis.

1.2. TUJUAN

1.1.1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada masalah

keperawatan gawat darurat dengan trauma capitis yang holistik dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan sesuai dengan kondisi

klien.

1.1.2. Tujuan khusus

1. Mahasiswa mampu menerapkan pengkajian pada klien dengan

Trauma capitis sesuai dengan kondisi klien.

2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien

dengan Trauma capitis sesuai dengan kondisi klien.

2

Page 3: Askep Intoksikasi

3. Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien

dengan Trauma capitis sesuai dengan kondisi klien.

4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada

klien dengan Trauma capitis sesuai dengan kondisi klien.

5. Mahasiswa mampu mengevaluasi dari proses keperawatan yang

dilakukan sesuia dengan kondisinya.

1.2. MANFAAT

1. Bagi Mahasiswa

Dari askep ini akan menyediakan informasi yang sangat berguna untuk

meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai proses kegawat daruratan

yaitu Trauma capitis.

2. Bagi STIK Bina Husada Palembang

Untuk pendidikan keperawatan, informasi yang didapat dari askep ini akan

bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pengembangan pembelajaran

asuhan keperawatan gawat darurat dengan Trauma capitis.

3

Page 4: Askep Intoksikasi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. DEFINISI

Trauma kepala (capitis) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit

kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara

langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

2.2. KLASIFIKASI

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

2.2.1. Minor (Biasa)

SKG 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit.

Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2.2.2. Sedang

SKG 9 – 12

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam.

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

2.2.3. Berat

SKG 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

4

Page 5: Askep Intoksikasi

2.3. ETIOLOGI

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan

mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

Cedera akibat kekerasan.

2.4. MANISFESTASI KLINIS

1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

2. Kebungungan

3. Iritabel

4. Pucat

5. Mual dan muntah

6. Pusing kepala

7. Terdapat hematoma

8. Kecemasan

9. Sukar untuk dibangunkan

10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung

(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

2.5. ANATOMI FISIOLOGI

5

Page 6: Askep Intoksikasi

Otak merupakan satu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

komputer dari semua alat tubuh. Otak terdapat dalam rongga tengkorak yang

melindungi otak dari cedera.

Berdasarkan daerah atau lobusnya otak terbagi menjadi 4 lobus yaitu :

frontalis (untuk berpikir) temporalis (menerima sensasi yang datang dari

telinga), parietalis (sensasi perabaan, perubahan temperatur) oksipitalis

(menerima sensasi dari mata).

Otak selain dilindungi oleh tengkorak juga dilindungi selaput yang disebut

munigen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung

dan memelihara otak.

Munigen terdiri dari 3 lapisan yaitu:

1. Durameter

Membran luar yang liat, tebal, tidak elastis.Dura melekat erat dengan

permukaan dalam tengkorak oleh karena bila dura robek dan tidak segera

diperbaiki dengan sempurna maka akan timbul berbagai masalah. Dura

mempunyai aliran darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior di suplay

oleh arteri munigen yang bercabang dari arteria karotis interna dan

menyuplay fasa arterior arteria munigen yaitu cabang dari arteria

oksipitalis menyuplay darah ke fasa posterior.

2. Araknoid

Merupakan bagian membran tengah bersifat tipis, halus, elastis dan

menyerupai sarang laba-laba. Membran ini berwarna putih karena tidak

dialiri darah. Pada dinding araknoid terdapat pleksus khoroid yng

bertanggung jawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Terdapat

juga membran araknoid villi yang mengabsorbsi CSS. Pada orang dewasa

normal CSS yang diproduksi 500 ml perhari, tetapi 150 ml diabsorbsi

oleh villi.

3. Piamater

6

Page 7: Askep Intoksikasi

4. Membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang

menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak dan sangat kaya

dengan pembuluh darah.

Otak merupakan organ kompleks yang dominasi cerebrum. Otak

merupakan struktur kembar yaitu lateral simetris dan terdiri dari 2 bagian yang

disebut hemisferium.

Belahan kiri dari cerebrum berkaitan dengan sisi kanan tubuh dan belahan

kanan cerebrum berkaitan dengan sisi kiri tubuh.

Otak terbagi menjadi 3 bagian besar :

1. Cerebrum (otak besar)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia grisea

terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi

dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansia

grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi kortex

serebri, nukleus dan basal gangglia. Substansia alba terdiri dari sel-sel

syaraf yang menghubungkan bagian–bagian otak yang lain. Sebagian

besar hemisfer serebri (telesefalon) tensi jaringan SSP. Area inilah yang

mengontrol fungsi motorik tertinggi yaitu terhadap fungsi individu dan

intelegensia.

2. Batang otak (trunkus serebri), terdiri dari :

Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara

serebelum dan mesensepalon. Diensepalon berfungsi untuk

vasokontruktor (mengecilkan pembuluh darah), respiratory

(membantu proses pernapasan), mengontrol kegiatan reflek dan

membantu pekerjaan jantung.

7

Page 8: Askep Intoksikasi

Mesensefalon, berfungsi sebagai membantu pergerakan mata dan

mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat pergerakan

mata.

Pons varoli, sebagai penghubung antara kedua bagian serebellum

dan juga medula oblongata dengan serebellum pusat saraf nervus

trigeminus.

Medula oblongata, bagian batang otak yang paling bawah yang

berfungsi untuk mengontrol pekerjaan jantung, mengecilkan

pembuluh darah, pusat pernapasan dan mengontrol kegiatan refleks.

Serebelum

Terletak dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater

yang menyerupai atap tenda yaitu tentoreum yang memisahkan dari

bagian posterior serebrum. Semua aktivitas serebrum berada

dibawah kesadaran fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks

yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta

mengubah tenus-tenus kekuatan kontraksi untuk mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh.

Diensefalon

Istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur disekitar

vertikel dan membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon

memproses rangsang sensorik dan membantu memulai atau

memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut.

Diensefalon dibagi menjadi 4 wilayah yaitu :

1. Talamus

Berfungsi sebagai pusat sensorik primitif (dapat merasakan

nyeri, tekanan, rabaan getar dan suhu yang ekstrim secara

samar-samar).

8

Page 9: Askep Intoksikasi

Berperan penting dalam integrasi ekspresi motorik oleh

karena hubungan fungsinya terhadap pusat motorik utama

dalam korteks motorik serebri, serebelum dan gangglia

basalis.

Hipotalamus

Letak dibawah talamus

1. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

dari sistem susunan saraf otonom perifer yang

menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.

2. Berperan penting dalam pengaturan hormon (hormon

anti diuretik dan okstoksin disintesis dalam nukleus

yang terletak dalam hipotalamus).

3. Pengaturan cairan tubuh dan susunan elektrolit, suhu

tubuh, fungsi endokrin dari tingkah laku seksual dn

reproduksi normal dan ekspresi ketenangan atau

kemarahan, lapar dan haus.

4. Subtalamus

Merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang

penting fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya,

tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan

diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.

5. Epitalamus

Berupa pita sempit jaringan saraf yang membentuk

atap diensefalon. Epitalamus berhubungan dengan

sistem limbik dan agaknya berperan pada beberapa

dorongan emosi dasar dan ingarasi informasi

olfaktorius.

9

Page 10: Askep Intoksikasi

2.6. PATOFISIOLOGI

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat

ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera

percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur

kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena

kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila

kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil

atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat

gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi

badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan

pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan

robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar

pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.

Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi

serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi

hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas

kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi

intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa

kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,

hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan

“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk

menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari

kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,

serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,

pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan

yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson

10

Page 11: Askep Intoksikasi

menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi

kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan

karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer

serebral, batang otak, atau dua-duanya

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras)

Mengidentifikasi adanya perdarahan, menentukan ukuran vertikel,

pergeseran jaringan otak.

2. MRI (Magnetik Resonance Imaging)

Sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontral

3. PET (Positron Emission Tomography) menunjukkan perubahan aktivitas

metabolisme otak.

4. Echoencephalograpi : melihat keberadaan dan berkembangnya

gelombang patologis.

5. Fungsi lumbal/listernograpi : dapat menduga kemungkinan adanya

perdarahan subarachnoid.

6. X-ray : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergeseran struktur

dari garis tengah, adanya frakmen tulang.

7. Cek elektrolit darah : untuk mengetahui ketidakseimbangan yang

berperan dalam peningkatan TIK.

8. Analisa Gas Darah : untuk mendeteksi jumlah ventilasi dan oksigenisasi.

9. EEG : untuk melihat aktifitas dan hantaran listrik di otak.

10. Pneumoenchephalografi dengan memasukkan udara ke dalam ruangan

otak apakah ada penyempitan.

11. Darah lengkap untuk mengetahui kekuatan hemoglobin dalam mengikat

O2.

2.8. PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang diberikan pada pasien trauma kapitis :

11

Page 12: Askep Intoksikasi

1. Pengobatan konservatif

Bedrest total di RS

Antikonvulsan (anti

kejang)

Diuretik

Corticosteroid

(mengurangi edema)

Barbiturat (penenang)

Antibiotik (mencegah infeksi)

Analgetik (mengurangi rasa

takut).

2. Tindakan observatif

Observasi pernapasan

Monitor tekanan intrakranial

Monitor cairan elektrolit

Monitor tanda-tanda vital

3. Tindakan operatif bila ada indikasi.

2.9. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat timbul pada pasien yang mengalami trauma kapitis

yaitu:

1. Shock disebabkan karena banyaknya darah yang hilang atau rasa sakit

hebat. Bila kehilangan lebih dari 50% darah dapat mengakibatkan kematian.

2. Peningkatan tekanan intrakranial, terjadi pada edema cerebri dan hematoma

dalam tulang tengkorak.

3. Meningitis, terjadi bila ada luka di daerah otak yang ada hubungannya

dengan luar.

4. Infeksi/kejang, terjadi bila disertai luka pada anggota badan atau adanya

luka pada fraktur tulang tengkorak.

5. Edema pulmonal akibat dari cedera pada otak yang menyebabkan adanya

peningkatan tekanan darah sistemik sebagai respon dari sistem saraf

simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan vasokontriksi tubuh ini

menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru-paru. Perubahan

12

Page 13: Askep Intoksikasi

permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam proses memungkinkan

cairan berpindah ke dalam alveolus.

2.10. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

• Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,

status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah

kejadian.

• Pemeriksaan fisik

• Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,

hiperventilasi, ataksik)

• Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

• Sistem saraf :

• Kesadaran à GCS.

• Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan

melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.

• Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan

diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

• Sistem pencernaan

• Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,

kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien

sadar à tanyakan pola makan?

13

Page 14: Askep Intoksikasi

• Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

• Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

• Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia,

gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.

• Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia

atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

• Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat

pasien dari keluarga.

  

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas

berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi

pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan

peningkatan tekanan intrakranial.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya

kesadaran.

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.

14

Page 15: Askep Intoksikasi

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya

tekanan intrakranial.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat

trauma kepala.

9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. 

C. Intervensi Keperawatan

• Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas

berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi

pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan

tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan

dalam batas normal.

Intervensi :

• Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

• Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari

memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada

cedera vertebra. 15

Page 16: Askep Intoksikasi

• Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret

segera lakukan pengisapan lendir.

• Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.

• Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan

tinggikan 15 – 30 derajat.

• Pemberian oksigen sesuai program.

• Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral

dan peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada

pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda

peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi :

• Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk

menurunkan tekanan vena jugularis.

• Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya

• peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher,

rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan

lendir atau suction, perkusi).

• tekanan pada vena leher.

• pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi

pada vena leher).

16

Page 17: Askep Intoksikasi

• Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada

anggota badan, fleksi (harus bersamaan).

• Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.

• Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan

sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.

• Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial

sesuai program.

• Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena

dapat meningkatkan edema serebral.

• Monitor intake dan out put.

• Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

• Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan

pemenuhan nutrisi.

• Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat

meningkatkan tekanan intrakranial.

• Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan

menurunnya kesadaran.

Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat

badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur

bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan

kecil dapat dibantu.

17

Page 18: Askep Intoksikasi

Intervensi :

• Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum,

mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan

kebersihan perseorangan.

• Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.

• Perawatan kateter bila terpasang.

• Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk

memudahkan BAB.

• Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan

demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.

• Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau

dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit

baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :

• Kaji intake dan out put.

• Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun

atau mata cekung dan out put urine.

• Berikan cairan intra vena sesuai program.

• Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau

meningkatnya tekanan intrakranial.

18

Page 19: Askep Intoksikasi

Tujuan : Anak terbebas dari injuri.

Intervensi :

• Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon

terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan

menurun, dan kejang.

• Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

• Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.

• Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.

• Berikan analgetik sesuai program.

• Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak

mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :

• Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri,

lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat,

berkeringat dingin.

• Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.

• Kurangi rangsangan.

• Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.

• Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.

• Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

19

Page 20: Askep Intoksikasi

• Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.

Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak

ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus

dari luka, leukosit dalam batas normal.

Intervensi :

• Kaji adanya drainage pada area luka.

• Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.

• Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.

• Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel,

sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

• Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma

kepala.

Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang

ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan

tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak.

Intervensi :

• Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan,

dan tujuannya.

• Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.

• Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.

• Gunakan komunikasi terapeutik.

20

Page 21: Askep Intoksikasi

• Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang

ditandai dengan kulit tetap utuh.

Intervensi :

• Lakukan latihan pergerakan (ROM).

• Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.

• Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

anak.

• Kaji area kulit: adanya lecet.

• Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan

lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

21

Page 22: Askep Intoksikasi

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak.

Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala

terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan

(aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).

Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral,

laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala

menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya

menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK).

Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak

menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.

Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi.

Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi

dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu

dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

22

Page 23: Askep Intoksikasi

DAFTAR PUSTAKA

Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.

Kadek Wahyu Adi Putra. 2012. Di akses pada tanggal 05 september 2012, di situs :

http://sixxmee.blogspot.com/2012/03/askep-gadar-dengan-cidera-kepala.html.

K Veni . 2011. Di akses pada tanggal 05 september 2012, di situs : http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/4/Chapter%20I.pdf

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.

Sulanty. 2011. Diakses tanggal 05 sepetember 2012, di situs :

http://sulantyballaskepns.blogspot.com/2011/10/askep-trauma-capitis.html

Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

23