45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dari sedemikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari. Pada kenyataannya, sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang bersifat endemis pada usia lanjut. Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia lanjut lebih sering menderita osteoarthritis, osteoporosis, arthritis gout, dan berbagai patah tulang yang sering terjadi pada lansia juga sehingga penggantian sendi melalui tindakan bedah, farmakologi, ataupun dengan menggunakan alat bantu jalan. Untuk dapat memahami kelainan muskuloskeletal pada kelompok usia lanjut, perubahan-perubahan seiring dengan pertambahan usia yang timbul pada otot, tulang, persendian, jaringan ikat, dan persarafan harus diketahui. Pada usia lanjut dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium tubuh, serta perlambatan remodelling dari tulang. Massa tulang akan mencapai puncak pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca menopause. Dengan menambah aktivitas tubuh, dapat memperlambat proses

ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

  • Upload
    faidin

  • View
    268

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dari

sedemikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari.

Pada kenyataannya, sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang bersifat

endemis pada usia lanjut. Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia lanjut lebih

sering menderita osteoarthritis, osteoporosis, arthritis gout, dan berbagai patah

tulang yang sering terjadi pada lansia juga sehingga penggantian sendi melalui

tindakan bedah, farmakologi, ataupun dengan menggunakan alat bantu jalan.

Untuk dapat memahami kelainan muskuloskeletal pada kelompok usia lanjut,

perubahan-perubahan seiring dengan pertambahan usia yang timbul pada otot,

tulang, persendian, jaringan ikat, dan persarafan harus diketahui.

Pada usia lanjut dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan

kalsium tubuh, serta perlambatan remodelling dari tulang. Massa tulang akan

mencapai puncak pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia 30 tahun).

Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca menopause.

Dengan menambah aktivitas tubuh, dapat memperlambat proses kehilangan

massa tulang, bahkan mengembalikannya secara temporer. Tetapi, tidak

terdapat bukti nyata bahwa aktivitas yang intensif dapat mencegah secara

sempurna kehilangan massa tulang tersebut. Latihan yang teratur hanya dapat

memperlambat laju kehilangan massa tulang. Dengan demikian, hanya mereka

yang mampu hidup pada usia yang sangat lanjut yang mungkin akan menderita

berbagai komplikasi dari hilangnya massa tulang seperti osteoporosis dan

fraktur.

Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan,

melindungi,dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya.

Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang

mencakup kulit, rambut,, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya

Page 2: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

(keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa  Latin “integumentum“, yang

berarti “penutup”.

Gangguan integumen yang biasanya sering ditemui pada lansia adalah

kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastik

karena menurunnya cairan dan kehilangan jaringan adiposa, kulit pucat dan

terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan

menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki

menjadi lebih tebal dan rapuh, pada wanita usia lebih dari 60 tahun rambut

wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu.

B. Tujuan

a. Tujuan umum

Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk mengetahui dan

memahami perubahan fisik tingkat integumen dan muskuloskaletal pada

lansia.

b. Tujuan khusus

- Mahasiswa UIM Makassar jurusan keperawatan dapat mengetahui dan

memahami perubahan fisik tingkat integumen pada lansia.

- Mahasiswa UIM Makassar jurusan keperawatan dapat mengetahui

perubahan fisik tingkat muskuloskaletal pada lansia.

C. Manfaat Makalah

Bermanfaat untuk membantu serta membimbing mahasiswa dalam

belajar memahami konsep mengenai keperawatan lansia/gerontik khususnya

mengenai perubahan fisik tingkat integumen dan muskuloskaletal pada lansia..

Selain itu juga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk mahasiswa yang

sedang belajar tentang keperawatan gerontik.

Page 3: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Muskuloskeletal

1. Definisi

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).

Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang

akan terus menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang

bersifat mental psikologis dan social, neskipun dalam kenyataannya terdapat

perbedaan anatar satu orang dengan orang lainnya (Departemen Sosial RI,

2002)

Perubahan normal musculoskeletal adalah perubahan yang terkait usia

pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan

lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang

lambat, pengurangan kekuatan dan kekauan sendi- sendi.

2. Masalah Muskuloskeletal yang sering terjadi

a. Osteoporosis

1) Definisi

Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangya masa tulang

sedemikian sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akan patah.

WHO memberikan definisi terakhir sbb: Adalah penurunan masa

tulang lebih 2,5 kali standar deviasi masa tulang rata-rata dari populasi

usia muda disertai perubahan pada mikro-arsitektus tulang yang

menyebabkan tulang lebih mudah patah.

2) Klasifikasi

Menurut pembagian dapat dibedakan atas : (Peck, 1989;

Chestnut, 1989)

Page 4: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

a) Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit

lain, yang dibedakan atas:

- Osteoporosis tipe I (pasca menopause),yang kehilangan tulang

terutama dibagian trabekula.

- Osteoporosis tipe II (senelis),terutama kehilangan massa tulang

daerah korteks

- Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan

penyebab tak diketahui

b) Osteoporosis sekunder,yang terjadi pada usia muda dengan

penyebab tidak di ketahui.

3) Gambaran klinik

Gejala usia lanjut bervariasi,beberapa tidak menunjukkan

gejala,yang sering kali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri

punggung,yang sering kali akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih

vertebra.Nyeri seringkali dipicu oleh adanya stress fisik ,sering kali

akan hilang sendirinya setelah 4-6 minggu. Penderita lain mungkin

datang dengan gejala patah tulang,turunnya tinggi badan, bungkuk

punggung (Dowager’s hump),yaitu suatu deformitas akibat kolaps dan

fraktur pada vertebra torakal tengah .Fraktur yang mengenai leher

femur dan radius sering terjadi. Sekitar 30% wanita dengan fraktur

leher femur menderita Osteoporosis ,dibandingkan hanya 15% pada

pria.Fraktur terjadi bukan saja karena osteoporosis ,tetapi juga karena

kecendrungan usia lanjut untuk jatuh.

4) Pemeriksaan lain

a) Pemeriksaan laboratorium (kadar kalsiun dan fosfat serum/urin )

b) Hidroksi prolin urin dan osteokalsin(bone-gla protein) dan pirolidin

cross-link urin.

c) Absorpsiometri foton tunggal maupun ganda dan sinar X (DEXA).

5) Penatalaksanaan

Penderita lanjut usia dengan fraktur osteoporosis terutama bila

akibat jatuh,memerlukan asesmen bertingkat,antara lain:

Page 5: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

a) Asesmen mengenai sebab jatuh ,apa yang menyebabkannya

apakah akibat factor lingkungan,gangguan intra-atau ekstra serebral

dan lain sebagainya.

b) Asesmen mengenai osteoporosisnya ,primer atu

sekunder,manisfestasi di tempat lain.

c) Asesmen mengenai frakturnya .Operabel atau tidak ,kalau operable

harus dilakukan dengan pendekatan pada dokter bedah .Setelah

dilakukan operasi,tindakan rehabilitasi yang baik disertai

pemberian obat untuk upaya perbaikan osteoporosis bisa

dikerjakan. 

d) Penatalaksanaan osteoporosisnya :

- Tindakan diebetik:diet tinggi kalsium (sayur hijau,dan lain-lain).

Terapi ini lebih bermanfaat sebagai tindakan pencegahan.

- Olah raga. Yang terbaik adalah yang bersifat mendukung beban

(weight bearing), misalnya jogging, berjalan cepat, dll. Lebih

baik dilakukan di bawah sinar matahari pagi karena membantu

pembuatan vitamin D.

- Obat-obatan. Yang membantu pembentukan tulang (steroid

anabolic, flourida). Yang mengurangi perusakan tulang

(estrogen, kalsium, dofosfonat, kalsitonin).

b. Osteomalasia

1) Defenisi

Adalah suatu penyakit tulang metabolic yang ditandai dengan

terjadinya kekurangan kalsifikasi matriks tulang yang normal.

Prevalensi pada usia lanjut diperkirakan 3,7%. Penyakit ini

disebabkan oleh kekurangan vitamin D oleh berbagai sebab.

2) Penyebab utamanya adalah:

a) Penyakit hati kronis, termasuk kholestasis

b) Penyakit ginjal

c) Malabsorbsi

d) Gastrektomi

Page 6: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

e) Obat-obatan, antara lain barbiturat.

3) Gambaran klinik

Penderita mengeluh nyeri tekan tulang, kelemahan otot tampak

sakit. Nyeri, rasa sakit dan jatuh sering kali menyebabkan imobilitas.

Nyeri tulang sering terjadi pada tulang dada, punggung, paha dan

tungkai. Kelemahan otot terutama mengenai otot proksimal dan sering

menyebabkan penderita sukar bangkit dari kursi atau tempat tidur, dan

kadang-kadang disertai abnormalitas langkah yang lebar.

Pemeriksaaan lain yang penting meliputi biokimiawi tulang, radiologi,

scan isotop tulang dan biopsy tulang.

4) Pengobatan

Terapi osteomalasia adalah pemberian vitamin D yang dapat

diberikan peroral 3atau perenteral atau dengan meningkatkan produksi

vitamin D dengan penyinaran UV. Panderita usia lamjtu sering kali

mengkonsumsi diet yang kandungan kalsiumnya rendah, oleh karena

itu pada penderita inin pada penderita ini sebaiknya diberikan terapai

berupa tablet kalsium yang mengandung vitamin D atau kalsiferol oral

atau perenterla 1000-1500 unit perhari. 

c. Fraktur

Pada usia lanjut sering terjadi hanya dengan trauma ringan atau

bahkan tanpa adanya kekerasan yang nyata, (Brocklehurst, 1987). Jenis

fraktur terutama sebagai akibat osteoporosis, terdapat tiga jenis fraktur

yaitu :

1) Fraktur leher femur

2) Fraktur colle

3) Fraktur kolumna vertebralis

d. Penyakit Radang Sendi: Artritis Reumatoid

1) Patofisiologi

Artritis adalah suatu penyakit kronis, sitemik, yang secara khas

berkembang perlahan- lahan dan ditandai oleh adanya radang yang

sering kambuh pada sendi- sendi diartrodial dan struktur yang

Page 7: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

berhubungan. AR sering disertai dengan dodul- nodul rheumatoid,

arthritis, neuropati, skleritis, limfadenopati dan splenomegali. AR

ditandai oleh periode- periode remisi dan bertambah parahnya

penyakit. 

2) Manifestasi Klinik

a) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial

dan kelebihan produksi cairan synovial. Tidak ada perubahan yang

bersifat merusak terlihat pada radiografi.

b) Secara radiologi kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat

dilihat. Klien mungkin mengalami keterbatsan gerak tetapi tidak

ada deformitas sendi.

c) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus sehingga

mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan

penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan

deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago

dan tulang.

d) Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulang

dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total.

Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti

nodula- nodula mungkin terjadi.

3) Penatalaksanaan

Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agens

antiinflamasi, obat yang dapat dipilih adalah aspirin. Namun, efek

antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet

per hari, yang dapat menyebabkan gejala siste,mgastrointestinal dan

system saraf pusat. Obat anti inflamasi non-steroid sangat bermanfaat,

tetapi dianjurkan untuk menggunakan dosis yang direkomendasikan

oleh pasbrik dan pemantauan efek samping secara hati- hati perlu

dilakukan. Terrapin kortikosteroid yang diinjeksikan melalui sendi

mungkin digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi

secara cepat dihubungkan dengan nekrosisi dan penurunan kekuatan

Page 8: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

tulang. Biasanya injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak

boleh diulangi lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan

umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu.

Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien

tentang sifat AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda

untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa

walaupunpengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi,

mereka harus pula mempertahankan peregerakan dan kekuatan untuk

mencegah deformitas sendi. Suatu origram aktivitas dan istirahat yang

seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada

sendi. 

Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian pada lansia dengan gangguan pada sistem musculoskeletal

adalah sebagai berikut :

a. Kegiatan yang mampu dilakukan klien

b. Lingkungan yang tidak kondusif seperti penerangan yang kurang, lantai

yang licin, tersandung alas kaki yang kurang pas, kursi roda yang tidak

terkunci, jalan menurun/adanya tangga, dan lain-lain.

c. Mengkaji kekuatan otot

d. Kemampuan berjalan

e. Kebiasaan olahraga/senam

f. Kesulitan/ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan

sehari-hari.

2. Masalah keperawatan

Masalah keperawatan pada lansia dengan gangguan pada sistem

musculoskeletal adalah sebagai berikut:

a. Gangguan aktivitas sehari-hari

Page 9: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

b. Kurangnya perawatan diri

c. Imobilisasi

d. Kurangnya pengetahuan

e. Resiko cedera: jatuh

f. Cemas

g. Nyeri sendi dan tulang

3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan untuk lansia dengan gangguan sistem

musculoskeletal adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi factor-faktor penyebab

b. Anjurkan untuk menggunakan alat-alat bantu berjalan, misalnya tongkat,

atau kursi roda.

c. Gunakan kaca mata jika berjalan atau melakukan aktivitas

d. Lakukan kegiatan fisik sesuai kemampuan

e. Lakukan latihan gerak aktif dan pasif

f. Latih klien untuk pindah dari tempat tidur kekursi dan sebaliknya dari kursi

ke tempat tidur

g. Sediakan penerangan yang cukup

h. Sediakan pegangan pada tangga dan kamar mandi

i. Beri motivasi dan reinforcement

j. Pertahankan lingkungan yang aman.

k. Pertahankan kenyamanan, baik dalam keadaan istirahat maupun beraktivitas

l. Kolaborasi untuk pengobatan lebih lanjut

B. Sistem Integumen

1. Proses Penuaan Normal

a. Stratum Korneum

Lapisan paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama

terdiri dari timbunan korneosit. Dengan peningkatan usia, jumlah

keseluruhan sel-sel dan lapisan sel secara esensial tetap tidak berubah,

tetapi kohesi sel mengalami penurunan. Waktu perbaikan lapisan sel

Page 10: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

menjadi lambat, menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama.

Penurunan kekohesivan sel dalam hubungannya dengan penggantian sel

beresiko terhadap lansia. Pelembab pada stratum korneum berkurang,

tetapi status barier air tampaknya tetap terpelihara, yang berakibat pada

penampilan kulit yang kasar dan kering. Kekasaran ini menyebabkan

pemantulan cahaya menjadi tidak seimbang, yang menyebabkan kulit

kurang bercahaya yang sering dihubungkan dengan kemudahan dan

kesehatan yang baik.

b. Epidermis

Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring

penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan

sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan

kedalaman rete ridge. Rete ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari

lapisan basal yang mengarah kebawah kedalam dermis. Pendataran dari

rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara epidermis dan dermis,

menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan kulit ini.

Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan

merupakan predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat

mengelupas akibat penggunaan plester atau zat lain yang dapat

menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan

suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri

untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.

Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang

tersisa mungkin tidak dapat derfungsi secara normal. Rambut mungkin

menjadi beruban, kulit mungkin mengalami pigmentasi yang tidak

merata, dan perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet (UV) mungkin

menurun.

c. Dermis

Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami

penurunan, dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun.

Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini termasuk penundaan atau

Page 11: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan

luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan

penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.

Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia

30 tahun. Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap

dihancurkan oleh enzim-enzim, menghasilkan perubahan dalam

penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar

mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan

peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit

mengalami tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor

kulit hilang.

Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah

kecil yang umumnya terdapat pada dermis yang memiliki vaskuler sangat

tinggi. Dermis berisi lebih sedikit fibroblast, makrofag, dan sel batang.

Secara visual kulit tampak pucat dan kurang mampu untuk melakukan

termoregulasi. Lansia oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk

mengalami hipertermia atau hipotermia.

d. Subkutis

Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan

seiring dengan peningkatan usia. Hal ini turut berperan lebih lanjut

terhadap kelemahan kulit dan penampilan kulit yang

kendur/menggantung diatas tulang rangka. Penurunan lapisan lemak

terutama dapat dilihat secara jelas pada wajah,tangan, kaki, dan betis,

pembuluh darah menjadi lebih cenderung untuk mengalami trauma.

Deposit lemak cenderung untuk meningkatkan pada abdomen baik pada

wanita dan pria, seperti halnya bagian paha pada wanita. Distribusi

kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut menimbulkan gangguan

fungsi perlindungan dari kulit tersebut.

Page 12: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

2. Gangguan Sistem Integumen

a. Dekubitus

1) Definisi

Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan

dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat

adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga

mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka

tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena

adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony

prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang

lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah

pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat

menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan

akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel

2) Etiologi

Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit

yang menimbulkan seperti DM, Status gizi, underweight atau

kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit

neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah,

Keadaan hidrasi/cairan tubuh.

Faktor Ekstrinsik:Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang

kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita

terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk yang buruk, Posisi yang tidak

tepat, Perubahan posisi yang kurang.

3) Patofisiologi

Immobile atau terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan

berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70

mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah

pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg),iskemik,nekrosis

jaringan kulit selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor

teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita

Page 13: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

dengan posisi dengan setengah berbaring Faktor terlipatnya kulit akibat

gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga

seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya

4) Tanda dan Gejala, stadium dan komplikasi

Stadium Satu

- Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila

dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah

satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin

atau lebih hangat).

- perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)

- perubahan sensasi (gatal atau nyeri) Pada orang yang berkulit putih,

luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.

Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai

warna merah yang menetap, biru atau ungu.

Stadium Dua

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis,

atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh,

atau membentuk lubang yang dangkal.

Stadium Tiga

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau

nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai

pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam

Stadium Empat

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang

luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon.

Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam

stadium IV dari luka tekan.

5) Faktor resiko

- Mobilitas dan aktivitas

- Penurunan sensori persepsi

- Kelembapan

Page 14: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

- Tenaga yang merobek (shear)

- Pergesekan ( friction)

- Nutrisi

- Usia

- Tekanan arteriolar yang rendah

- Stress emosional

- Merokok

- Temperatur kulit

Proses penyembuhan luka Prinsip-prinsip Perawatan Luka Ada dua

prinsip utama dalam perawatan luka: Prinsip pertama menyangkut

pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak mengeluarkan cairan)

dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan digosok pelan-

pelan menggunakan kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air

steril atau NaCl 0,9 %. Sedang luka basah dan mudah berdarah

dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu disemprot lembut dengan air

steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang) atau NaCl 0,9 %. Jika

memungkinkan bisa direndam selama 10 menit dalam larutan kalium

permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter

air), atau dikompres larutan kalium permanganat 1:10.000 atau rivanol

1:1000 menggunakan kain kasa.

Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat

infeksi, karena dapat merusak fibriblast yang sangat penting dalam

proses penyembuhan luka, menimbulkan alergi, bahkan menimbulkan

luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang cukup aman

adalah feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan

tidak menimbulkan reaksi alergi.

Lansia beresiko tinggi mengalami dekubitus karena adanya

perubahan nutrisi, perubahan sensasi untuk perlindungan terhadap

tekanan, adanya penyakit kronis, defisit perawatan diri, dukungan

dirumah tidak adekuat, inkontensia, defisit, mobilitas, dan perubahan

tingkat kesadaran . pada tahun 1992 – edisi pertama presure ulcers in

Page 15: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

adult : prediction and prevention diterbitkan olek agency for health care

policy and research. Petunjuk ini sangat bermanfaat dalam menentuka

suatu program yang menyeluruh untuk mengidentifikasi individu yang

beresiko tinggi dan strategi awal untuk pencegahan dan pemeliharaan

integritas kulit.

Dekubitus terjadi terutama diatas tonjolan tulang tetapi munkin

juga terjadi padadaerah jaringan lain yang tertekan .tempat terpasangnya

slang , daerah di bawah restrain dan daerah jaringan lunak yang tertekan

oleh suatu traksi atau bidai adalah beberapa contoh lokasi non tulang

yang merupakan predisposisi terjadinya nekrosis akibat tekanan. Setiap

jaringan dapat mengalami ulserasi jika terpajan tekanan dari luar yang

lebih besar dibandingkan tekanan penutupan kapiler untuk jangka

panjang.

Derajat ulserasi bergantung pada beberapa faktor, baik faktor

instrinsik maupun ekstrinsik. Pada saat tekanan terus berlanjut tanpa

interupsi, jaringan tersebut menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi yang

penting bagi metabolismesel dan kemudian sel mengalami hipoksia dan

membengkak.

Jika diberi tekanan pada titik ini , jaringan akan dipenuhi darah

karena pembuluh darah kapiler membesar dan daerah tersebut akan

berwarna kemerahan yang dikenal secara klinis sebagai hiperemia

regional.dalam keadaan ini area yang berada dibawah tekanan dapat

dengan sepenuhnya kembali kekondisi semula pada saat faktor resiko

telah dikenali dan dihilangkan dan tindakan pencegahan dimulai.

Namun , jika masalah tidak diketahui pada titik ini, tekanan tidak akan

dapat dihilangkan dan edema sel akan berkembang menjadi trombosis

pembuluh darah kecil, penurunan suplai oksigen yang lebih lanjut, dan

jaringan akan mulai mengalami ulserasi.

6) Manifestasi Klinik

Perubahan proliferia dan perbaikan sel. Ketika waktu perggantian

epidermal meningkat dan sel digantikan lebih lambat, penyembuhan luka

Page 16: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

lebih panjang dan kemungkinan untik menderita trauma perkutan

meningkat. Penutupan luka yang lambat dapat mendorong ke arah

peningkatan resiko terjadinya infeksi sekunder karena adanya kerusakan

integritas kulit.infeksi sekunder sering kali terjadinya merupakan hasil

dari pertumbuhan stafilokokus atau streptokokus dari luka yang tercemar

dengan flora normal kulit. Pada saat kulit mengalami penipisan dan

kehilangan elastisitasnya, kulit menjadi suatu target untuk trauma. Secara

klinis, kulit mudah meregang oleh tekanan yang kecil akan tetapi,

kemudian berkerut dan kendur dari pada kembali lagi keposisi semula

setelah peregangan tersebut.hal ini lebih lanjut merupakan predisposisi

bagi individu untuk mengalami trauma. Lansia lebih rentan terhadap

ulserasi pada kulit dan struktur yang lebih dalam yang diakibatkan oleh

penekanan karena penurunan massa otot dan lemak padatubuhnya, juga

penuruna sensitivitas mereka terhadap tekanan dan nyeri.

Braden dan bergstrom menggambarkan suatu bagan konseptual

untuk menjelaskan keterkaitan antara faktor nutrisi, kelembapan, persepsi

sensori, aktivitas, mobilitas, dan gesekan gesekan pengelupasan kulit

dalam perkembangan dari luka akibat tekanan. Ketika cadangan nutrisi

habis, hanya sedikit nutrisi yang tersedia pada saat kondisi stress. Status

cairan menurun, dan massa otot rangka menurun, jaringan kehilangan

itegritas strukturalnya, dan ketika trauma terjadi. Kerusakan yang timbul

lambat untuk diperbaiki. Sirkulasi pembuluh darah perifer mengalami

penurunan, dan pompa pusat tidak mempunyai cadangan yang cukup

untuk menangani stress dan peningkatan permintaan dari perifer.

Penurunan dalam peredaran darah perifer dan hilangnya lemak subkutan

mengurangi perlindungan individu dari panas dan dingin.

Lansia mempunyai lebih sedikit kemampuan untuk mengisolasi

panas dan berkurangnya dasar kapiler untuk memfasilitasi pendinginan

melalui vasodilatasi.respon hiperemi terhadap tekanan lokal minkin

lambat atau tidak ada, mengkasilka iskemia jaringan yang diperpanjang

dan sebagai akibatnya timbul ulserasi. Insidensi edema dependen lebih

Page 17: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

banyak ditemukan pada lansia, menyebabkan tungkai terasa berat, sakit,

dan mengalami ulserasi.

Penurunan proliferasi sel dan waktu perputaran yang lebih panjang

menghasilkan suatu efek yang diperpanjang pada pengiritasikulit lokal

seperti deterjen cair dan agens topikal. Terapi difokuskan pada

pengidentifikasikan zat yang mengganggu, menghilangkan nya dan

memulai perawatan. Namun , absorpsi agens topikal untuk perawatan

adalah lambat, menyebabkan respon yang sangat lambat. Pemantauan

yang berkesinambungan diperlukan untuk mengakomodasi penundaan

absorpsi dan respon, juga menunda waktu pembersihannya, memberikan

kombinasi untuk memperpanjang efek obat topikal tersebut. Mekanisme

pemberian transdermal untuk pengobatan seperti dosis dan efek

sistemikyang diharapkan dari nitrogliserin harus dipantau secara ketat.

Perubahan kompetensi imun mencerminkan perubahan dalam

imunitas sel, seperti penurunan fungsi dan jumlah sel T da B. Lansia

menunjukkan suatu penurunan atau tidak adanya respon inflamasi.

Fenske dan lober melaporkan bahwa lokasi uji tempel kulit harus

dipantau 3 minggu setelah penempelan suatu iritan yang dicurigai.

kecenderungan lansia untuk menderita kanker kulit juga merupakan

akibat suatu gangguan fungsi imun. Peningkatan kerentanan terhadap

virus perkutan dan infeksi jamur adalah konsekuensilain dari penurunan

kompetensi imun lansia. Infeksi jamur dapat menyebar dengan cepat,

sering disebabkan oleh inkontensia, dan kemungkinan sulit

diobati.karena penyebaran infeksi jamur kuli yang cepat, diagnosis dan

perawatannya harus cepat untuk menghindari konsekuensi

Page 18: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

1) Anamnesis

a. Data Demografi

Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dss.

Baik klien maupun penanggung jawab.

b. Keluhan Utama:

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia

mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya

yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-

daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah

bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia

sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ). 

c. Riwayat Penyakit Sekarang:

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan,

lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang

memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain

yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini

harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,

panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati

( Carpenito , L.J , 1998)

Apakah pasien mengalami immobilisasi yang lama ?

Apakah pasien mengalami gejala anoreksia ?

Sejak kapan keluhan mulai dirasakan ?

Bagaimana pola aktivitas sebelumnya ?

d. Riwayat penggunaan obat

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji

perawat yaitu: 

Kapan pengobatan dimulai ?

Dosis dan frekuensi ?

Page 19: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

Waktu berakhirnya minum obat ?

Obat – obatan jenis apa saja yang sedaang dikonsumsi baik untuk

menyembuhan keluhan utama ataupun keluhan lain ?

e. Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan

luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti :

DM, alergi, Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur

medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi

apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit

sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM 

f. Riwayat Diet 

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan

dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat

menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka

yang lama. 

g. Status Sosial Ekonomi 

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat

perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena

hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit. 

Riwayat Kesehatan, seperti: 

- Bed-rest yang lama

- Immobilisasi 

- Inkontinensia 

- Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat 

h. Pengkajian Psikososial 

Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada

klien yaitu: 

- Perasaan depresi 

- Frustasi 

- Ansietas/kecemasan 

- Keputusasaan 

Page 20: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

- Gangguan Konsep Diri

- Nyeri 

i. Aktivitas Sehari- Hari 

Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan

terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu

pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk

menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan

rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi

maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah),

penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan

defisit sensori pada daerah yang paraplegi. 

2) Pemeriksaan fisik

a. Aktivitas/ istirahat

Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang

gerak. Pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.

b. Sirkulasi

Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas

yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit

putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.

c. Eleminasi

Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase

darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi

kerusakan otot.

d. Makanan/cairan

Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.

e. Neurosensori

Gejala : area kebas/kesemutan

f. Pernapasan

Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla,

kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.

g. Integritas ego

Page 21: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda :

ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis

dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan. 

2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan

luka.

3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus

terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang. 

3. Intervensi

Dx 1 Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis

dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan. 

a. Tujuan

- mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus. 

- Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan. 

b. Kriteria hasil

- Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu

meningkatkan penyembuhan luka. 

- Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus. 

c. Intervensi

Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi

sekitar luka.

Rasional: Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka

Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.

Rasional: Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.

Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)

Rasional: Mengetahui tingkat keparahan pada luka.

Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptic

Page 22: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

Rasional: Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah

kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi..

Bersihkan jaringan nekrotik.

Rasional: Mencegah auto kontaminas

Kolaborasi: Irigasi luka, beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai

indikasi.

Rasional: Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk

meningkatkan penyembuhan, Mencegah atau mengontrol infeksi, Untuk

mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.

Dx: Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan

luka.

a. Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri berkurang 

b. Kriteria hasil

Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri, klien menyatakan nyeri berkurang.

c. Intervensi

Peninggian linen dari luka

Rasional: membantu menurunkan nyeri. 

Ajarkan teknik relaksasi

Rasional: relaksasi, menurunkan tegangan otot. 

Membantu memfokuskan kembali perhatian

Rasional: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.

Tutup luka sesegera mungkin

Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada dan mencegah

pemajanan mikroorganisme

Ubah posisi dengan sering

Rasional: Mencegah penekanan berlebihan dari penonjolan tulang.

Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit,

perut, posisi dengan sering.

Rasional: Meningkatkan rasa relax dan menurunkan nyeri. 

Page 23: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

Kolaborasi: Berikan analgesik sesuai indikasi. 

Rasional: Menurunkan rasa nyeri.

Dx: Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus

terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang. 

a. Tujuan 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi dapat dicegah.

b. Kriteria hasil

Infeksi tidak terjadi., tanda- tanda vital dalam batas normal. 

c. Intervensi

Pantau terhadap tanda- tanda infeksi( rubor, dolor, kalor, fungsio laesa) 

Rasional: Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan

peningkatan aliran darah dan aliran limfe(edema, merah, bengkak)

Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi)

Rasional: Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk

menaikkan suhu tubuh.

Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. 

Rasional: Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke

dalam luka.

Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.

Rasional: Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.  

Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi

protein dan vitamin C.

Rasional: Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti

jaringan yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan.  

Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian) 

Rasional: Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman.

Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan

pemeriksaan leukosit dan LED 

Rasional: Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya

infeksi. Luka mengalami granulasi. 

Page 24: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dari

sedemikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari.

Pada kenyataannya, sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang

bersifat endemis pada usia lanjut. Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia

lanjut lebih sering menderita osteoarthritis, osteoporosis, arthritis gout, dan

berbagai patah tulang yang sering terjadi pada lansia juga sehingga

penggantian sendi melalui tindakan bedah, farmakologi, ataupun dengan

menggunakan alat bantu jalan. Untuk dapat memahami kelainan

muskuloskeletal pada kelompok usia lanjut, perubahan-perubahan seiring

dengan pertambahan usia yang timbul pada otot, tulang, persendian, jaringan

ikat, dan persarafan harus diketahui.

Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan,

melindungi,dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya.

Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang

mencakup kulit, rambut,, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya

(keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa  Latin “integumentum“,

yang berarti “penutup”.

Gangguan integumen yang biasanya sering ditemui pada lansia adalah

kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastik

karena menurunnya cairan dan kehilangan jaringan adiposa, kulit pucat dan

terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan

menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan

kaki menjadi lebih tebal dan rapuh, pada wanita usia lebih dari 60 tahun

rambut wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna rambut

kelabu.

Page 25: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

B. Saran

Demikianlah makalah yang peyusun buat, semoga bermanfaat bagi

pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan

sampaikan kepada penyusun. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat

dimaafkan dan memakluminya, karena penyusun adalah hamba Allah SWT

yang tidak luput dari salah, khilaf, alfa dan lupa.

Page 26: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Penerbita Graha Ilmu. Yogyakarta

Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Penerbit Salemba Medika, Jakarta 

Stanley, Mickey, 2002, Buku ajar Keperawatan Gerontik, Penerbit buku Kedokteran: EGC, Jakarata 

http://boe2702.blogspot.com/2010/12/makalah-penyakit-integumen-pada-lansia.html

http://meidalestarie.blogspot.com/2014/03/askep-klien-dengan-sistem-integumen.html

http://titisanyessty.blogspot.com/2012/06/askep-pd-gangguan-sistem.html

Page 27: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas berkah dan rahmat-Nya, kami

dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dengan judul “PERUBAHAN FISIK

SISTEM INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL PADA LANSIA”

Makalah ini di buat sebagai salah satu syarat dan tugas mata kuliah

KEPERAWATAN GERONTIK dalam semester VI

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik

dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan

pengalaman. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun

harapkan. Terima kasih.

Makassar, Juni 2015

Page 28: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................1

Kata Pengantar .................................................................................................2

Daftar Isi ..........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................4

a. Latar Belakang ...........................................................................................4

b. Rumusan Masalah ......................................................................................5

c. Tujuan ........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................6

BAB III PENUTUP………………………………………………………………29

a. Kesimpulan ……………………………………………………………...29

b. Saran …………………………………………………………………….30

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….31

Page 29: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx

MAKALAH KELOMPOK KEPERAWATAN GERONTIK

PEERUBAHAN SISTEM INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL

PADA LANSIA

DISUSUN OLEH :

KELEMPOK V

KELAS A KELAS B

ARYUNI ARSAL

SITI NURBAYA BACO

HARFIAH

FITRIA RAMADHAN

RISNAWATI

RAIMI GOGORO

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

MAKASSAR

2015

Page 30: ASKEP GERONTIK PAK JUKA.docx