35
BAB II PEMBAHASAN A. Askep Gadar Gigitan Ular 1. Definisi Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. 2. Etiologi Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat pada 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam : a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) 1

Askep Gadar Gigitan Binatang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Askep Gadar Gigitan Binatang

Citation preview

BAB II

PEMBAHASAN

A. Askep Gadar Gigitan Ular

1. Definisi

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya

toksin bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang

adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang

dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.

2. Etiologi

Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat pada 3 famili ular yang

berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat

menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa

yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota

badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi

dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah diketahui

ada 2 macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang

menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan

jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),

sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar

menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya

perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,

dan lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringanjaringan sel

saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringanjaringan sel saraf

tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-

biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya

mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan

1

saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular

keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa.

3. Macam- macam ular:

Ular ada yang berbisa, namun lebih banyak yang tidak. Tidak perlu

terlalu khawatir bila bertemu ular. Gigitan ular berbahaya bila ularnya

tergolong jenis berbisa. Dari ratusan jenis ular yang diketahui, hanya sedikit

sekali yang berbisa.Dari antara yang berbisa, kebanyakan bisanya tidak

cukup berbahaya bagi manusia.Lagipula, umumnya ular pergi menghindar

bila bertemu manusia. Beberapa ular, dengan pengecualian khusus pada

king kobra (Ophiophagus hannah) atau mamba hitam (Dendroaspis

polylepis), berlaku agresif terhadap manusia tanpa provokasi.

Terdapat dua famili utama ular berbisa yang berbahaya bagi manusia.

Pertama, famili Elapidae, termasuk di dalamnya kobra (Naja spp.) di Asia dan

Afrika; Mamba (Dendroaspis) di Afrika; Krait (Bungarus) di Asia; Ular Koral

(Micrurus) di Amerika; dan Elapid Australia, yang meliputi coastal taipan

(Oxgyuranusscutellatus), tiger snake (Notechis), king brown snake

(Pseudechisaustralis), dan death adder (Acanthophis). Ular laut yang sangat

berbisa berhubungan dekat dengan elapid Australia. Kedua, famili Viperidae,

termasuk rattlesnake atau ular derik (Crotalus) (Western diamondback

rattlesnake dan timber rattlesnake), moccasin (Agkistrodon), dan lance-

headed viper (Bothrops) di Amerika; the saw-scaled viper (Echis) di Asia dan

Afrika; the Russell’s viper (Daboia russellii) di Asia; dan the puff adder (Bitis

arietans) dan Gaboon viper (Bitis gabonica) di Afrika. Spesies terbesar yang

memiliki distribusi terluas dengan bermacam-macam famili, Colubridae,

kurang berbisa dan kurang berbahaya bagi manusia. Namun, beberapa

spesiesnya termasuk boomslang (Dispholidus typus), twig snake

(Thelotornis), the Japanese garter snake (Rhabdophis tigrinus), dan brown

tree snake (Boiga irregularis), dapat berbahaya. Anggota lain dari famili ini,

termasuk American garter snake, kingsnake, rat snake, dan racer, tidak

berbahaya bagi manusia.

Di Indonesia, ular-ular primitif, seperti ular kawat (Rhamphotyphlops

braminus), ular karung (Acrochordus javanicus), ular kepala dua

2

(Cylindrophis ruffus), dan ular sanca (Phyton spp.), tidak berbisa. Ular-ular

yang berbisa kebanyakan termasuk suku Colubridae; akan tetapi bisanya

umumnya lemah saja. Ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia biasanya

termasuk ke dalam salah satu suku ular berikut: Elapidae (ular sendok

(kobra), ular belang, ular cabai, dll.), Hydrophiidae (ular-ular laut), dan

Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut, ular bandotan)

Adapun terdapat macam-macam gigi ular berbisa, diantaranya:

a. Aglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa. Contoh ular

pytondan ular sawah

b. Phistoglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa dibelakang.

Contoh ular cincin mas, ular pucuk atau ular daun.

c. Protheroglipha adalah ular yang mempunyai gigi bisa didepan yang

efektif utuk menyalurkan bias. Contoh elapidae dan hidropidae.

4. Patofisiologi

Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah

mata.Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di

rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake

(ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang

berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan

ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan

mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang

akan dikeluarkan.

Ular koral memiliki mulut yang lebih kecil dan gigi taring yang lebih

pendek.Hal ini menyebabkan mereka memiliki lebih sedikit kesempatan

untuk menyuntikan bisa dibanding dengan jenis crotalid, dan mereka

menggigit lebih dekat dan lebih mirip mengunyah daripada menyerang

seperti dikenal pada ular jenis viper.

Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah

untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya.Sebagian besar

bisa terdiri dari air.Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan

destruktifnya. Bisa ular terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A,

hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,

3

fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi

jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis, atau

pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.Protease, kolagenase,

dan arginin ester hydrolase telah diidentifikasi pada bisa ular viper.

Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada ular koral. Detail spesifik

diketahui beberapa enzim seperti berikut ini:

a. Hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui

jaringan subkutan dengan merusak mukopolisakarida;

b. Phospholipase a2 memainkan peranan penting pada hemolisis

sekunder dari efek esterolitik pada membran eritrosit dan

menyebabkan nekrosis otot; dan

c. enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang

lemah, dimana, pada waktunya mengaktivasi plasmin dan

menyebabkan koagulopati konsumtif dan konsekuensi hemoragiknya.

Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu

menyebabkan perbedaan envenomasi.Gigitan copperhead secara umum

terbatas pada destruksi jaringan lokal.Rattlesnake dapat menyisakan luka

yang hebat dan menyebabkan toksisitas sistemik.Ular koral mungkin

meninggalkan luka kecil yang kemudian dapat muncul kegagalan bernafas

dengan tipe blokade neuromuscular sistemik. Efek lokal dari bisa berfungsi

sebagai pengingat akan potensi kerusakan sistemik dari fungsi system

organ. Salah satu efek adalah perdarahan; koagulopati bukanlah hal yang

aneh pada envenomasi yang hebat. Efek lain, edema lokal, meningkatkan

kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme pulmonal dapat

terpengaruh secara signifikan.Efek terakhir, kematian sel lokal, meningkatkan

konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan

membutuhkan peningkatan ventilasi per menit. Efek-efek blokade

neuromuskuler berakibat pada lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal

jantung merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis. Myonekrosis

meningkatkan kejadian kerusakan adrenal myoglobinuria.

Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna untuk

membunuh mangsa.Selama envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa

atau racun), bisa ular smelewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju

4

taring ular, dan akhirnya menuju mangsanya.Bisa ular merupakan kombinasi

berbagai substansi dengan efek yang bervariasi. Dalam istilah sederhana,

protein-protein ini dapat dibagi menjadi 4 kategori :

a. Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal.

b. Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi

kemampuan darah untuk berkoagulasi, menyebabkan perdarahan

internal.

c. Neurotoxin menyerang sistem syaraf, menyebabkan paralisis

transmisi saraf ke otot dan pada kasus terburuk paralisis melibatkan

otot-otot menelan dan pernafasan.

d. Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah

pada kegagalan sirkulasi dan syok.

Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang

luas dan hemolisis. Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri yang hebat

yang tidak sebanding dengan besar luka, udem, eritema, petekie, ekimosis,

bula, dan tenda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum

atau pericardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung

pada otot jantung. Ular berbisa yang terkenal di Indonesia adalah ular kobra

dan ular welang yang bisanya bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang

timbul akibat bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan

muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak

nafas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot

pernafasan. Solenoglypha adalah ular yang mempunyai gigi bias didepan

nan dapat di lipat. Contoh crotalidae dan viperidae.

Gigitan ular dapat terjadi pada setiap bagian tubuh, tetapi biasanya

dicatat pada ekstremitas. Pit viper menggigit dengan hasil envenomation

sakit segera dan edema dalam waktu 10-20 menit. Gejala lain termasuk

demam, ekimosis, lecet, dan nekrosis lokal, serta mual, muntah, diare, rasa

logam atau karet, takikardia, hipotensi, dan shock. Neurotoxions

menyebabkan mati rasa saya, kesemutan, fasikulasi, konvulsi, dysphasia,

sesekali, kelumpuhan, gangguan pernapasan, koma, dan kematian. Pit viper

gigitan juga dapat mengganggu koagulasi dan menyebabkan perdarahan

internal.

5

5. Manifestasi Klinis

a. Elapidae

Sifat bisa ular ini bersifat neurotoksik sehingga akan berakibat pada saraf

perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralisis otot lurik.

Tanda dan gejala :

1) Kesakitan pada tempat gigitan dalam setengah jam

2) Bagian gigitan membengkak selepas 1 jam.

3) Lemah badan

4) Pengelueran air liur yang berlebihan

5) Mengantuk

6) Lumpuh pada otot muka,bibir,lidah,dan saluran pernapasan

7) Tekanan darah menurun

8) Hipotensi

9) Sakit pada bagian perut

10) Gangguan pernafasan`

b. Viperidae

Sifat bisa ini bersifat haemotoksik yang berakibat haemolitik dengan zat

antara fosfolipase dan enzim atau menyebabkan koagulasi dengan

mengaktifkan protombin. Pendarahan itu sendiri sebagai akibat dari

lisisnya sel darah merah karena toksin.

Tanda dan gejala :

1) Sangat sakit pada daerah gigitandalam waktu 5 menit.

2) Bekas gigitan akan membengkak dan perubahan warna akan terjadi

pada kulit

3) Perdarahan yang tidak berhenti pada daerah gigitan.

4) Perdarahan gusi, usus, dan saluran kencing.

5) Darah tidak membeku

6) Keracunan berat dapat menebabkn lutut dan lengan membengkak

dalam waktu 2 jam disertai perdarahan.

c. Hydropidae

Sifat bisa ini bersifat myotoksik yang berakibat rhabdomyolisis yang

sering berhubungan dengan homeotoksin. Myogolbulin uria yang

6

menyebabkan kerusakan ginjal dan hyperkalemia akibatkerusakan sel-sel

otot.

Tanda dan gejala :

1) Kesakitan pada otot-otot

2) Kesukaran untuk menggerakan kaki dan tangan

3) Akan merasa kesakitan setelah 1-2 jam

4) Urin akan merubah menjadi merah gelap

Coral ular gigitan biasanya memiliki reaksi tertunda sampai beberapa

jam, dan dapat berakibat sangat sedikit atau tidak ada nyeri jaringan, edema,

atau nekrosis. Suatu racun neurotoksik menghasilkan parestesia,

kelemahan, mual, muntah, disfagia, air liur berlebihan, penglihatan kabur,

gangguan pernapasan dan kegagalan, kehilangan koordinasi otot,

kelumpuhan, refleks abnormal, shock, kolaps kardiovaskuler, dan kematian.

Gigitan ular karang juga dapat mengakibatkan masalah koagulopati.

6. Penatalaksanaan

a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman

kerumah sakit. Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam,

satu-satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan

pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika

envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik

dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah

gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu

usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan,

pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan

dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.

b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan

laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah

dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung

trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan

elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,

fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

7

c. Derajat envenomasi harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk menghindari

penilaian keliru dan envenomasi yang berat.

d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani

syok jika ada.

e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya

bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.

f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan

kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak.

Pengobatan gigitan ular melibatkan administrasi antivenin setelah dosis uji

sensitivitas serum kuda dilakukan. Jika sensitivitas ini hadir,

diphenhydramine dapat diberikan sebelum antivenin tersebut.

Pembengkakan mungkin memerlukan intervensi bedah untuk mengurangi

tekanan dan mencegah kerusakan pembuluh darah lebih lanjut, dan

komplikasi berikutnya biasanya berhubungan dengan infeksi sekunder, gagal

ginjal, koagulasi intravaskular diseminata, atau gangrene.

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium :

1) Penghitungan jumlah sel-sel darah

2) Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time.

3) Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah

4) Tipe dan jenis golongan darah

5) Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin

6) Urinalisis untuk myoglobinuria

7) Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik

b. Pemeriksaan penujang lainnya:

1) Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner

2) Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

8. Komplikasi

a. Syok hipovolemik

b. Edema paru

8

c. Kematian

d. Gagal napas

9. Konsep Asuhan Keperawatan

PRINSIP-PRINSIP PENOLONGAN SECARA UMUM

a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa

1) Memasang tornikuet

2) Imobilisasi penderita

b. Menetralkan bisa

Transportasi cepat ke tempat pemberian anti bisa

c. Mengobati komplikasi

PRYMERY SURVEY :

a. A (AIRWAY)

Pada airway perlu diketahui bahwa salah satu sifat dari bisa ular adalah

neurotoksik. Dimana akan berakibat pada saraf perifer atau sentral,

sehingga terjadi paralise otot-lurik. Lumpuh pada otot muka, bibir, lidah,

dan saluran pernapasan, gangguan pernafasan, kardiovaskuler

terganggu dan penurunan kesadaran.

Diagnosa :

Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan spasme pada

saluran pernapasan (laringospasme, broncospasme).

Intervensi :

1) Jangan panik

2) Kaji tingkat kesadaran pasien dengan memanggil nama dan

memberikan sentuhan

3) Imobilisasikan pasien

4) Pastikan kepatenan jalan napas

Membuka jalan napas dengan tekik jawthrust, headtill dan

chinlift.

5) Lakukan intubasi

9

6) Kaji tanda-tanda hipoksia.

b. B (BREATHING)

Pada breathing akan terjadi gangguan pernapasan karena pada bias ular

akan berdampak pada kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan

sehingga pola pernapasan pasien terganggu.

Diagnosa :

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot-

otot saluran pernapasan

Intervensi :

1) Kaji frekuensi pernapasan

2) Berikan O2 tingkat tinggi

3) Auskultasi pada daerah dada untuk mndengar suara napas

4) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan

5) Panggil pertolongan lebih lanjut.

c. C (CIRCULATION)

Pada sirculation terjadi perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat

haemolytik. Dimana zat dan enzim yang toksik dihasilkan bisa akan

menyebabkan lisis pada sel darah merah sehingga terjadi perdarahan.

Ditandai dengan luka patukan terus berdarah, haematom, hematuria,

hematemesis dan gagal ginjal, perdarahan addome, hipotensi.

Diagnosa :

Perubahan volume cairan dalam pembuluh darah berhubungan

dengan perdarahan

Intervensi :

1) Kaji tekanan darah dan nadi pasien

2) Tekan pada daerah luka atau pasang tornikuet

3) Imobilisasi pasien

4) Kenali ular yang menggigit

5) Kaji perdarahn menyangkut jumlah darah

6) Berikan obat anti koagulan

10

d. D (DISABILITY)

Pada pasien dengan gigitan ular resiko terjadinya syok sampe

penurunan kesadaran. Ini diakibatkan kelupuhan otot pernapasan

dimana pasien akan mengalami henti napas.

Selain itu juga disebabkan oleh perdarahan akibat lisis pada eritrosit.

e. E (EXPOSURE)

Pada pasien ini terjadi pembengkakan pada daerah gigitan dan

kemerahan sampai dengan perubahan warana kulit.

SECONDERY SURVEY

a. Bawakan pasien ke tempat pelayanan kesehatan.

b. Bila ragu pantau gejala keracunan

c. Pasang infus

d. Berikan adrenalin 0,5 mg dan hidrokortison 100 mg IV

Apabila terjadi laringo spasme dan bronkospaspe

10. Evaluasi

Pada evaluasi ini sangat diperhatikan adalah

a. Perdarahan

b. Penurunan kesadaran

c. Gangguan pernapasan

d. Dan peradangan pada daerah gigitan

11

B. Askep Gadar Gigitan Anjing

1. Definisi

a. Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan

suatu penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang

disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan dari gigitan hewan penular

rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini adalah hewan

berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa

kucing, anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.

b. Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya

dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selau

berakhir dengan kematian.

2. Etiologi

Adapun penyebab dari rabies adalah :

a. Virus rabies.

b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.

Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman

yang terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah

dan menginfeksi tubuh manusia

c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika

air liur hewan yang terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang

seperti kelopak mata atau mulut atau kontak melalui kulit yang

terbuka

3. Patofisiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur

hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya

atau manusia melaui gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis,

setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2 minggu virus akan tetap

tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk ke dalam tubuh,

virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh

12

melalui pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini

memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang menunjukkan jarak

virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Amplifikasi

terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan

memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan

sudah tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan

mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan

memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama

mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus,

dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral,

virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada

serabut saraf volunter maupun otonom.

Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan

organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah.

Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem

limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan sikap

emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien

akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.

Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat

gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak

dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat

berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui

selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus,

alat genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah

dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang ditemukan pada

manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi ini.

4. Manifestasi Klinis

a. Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :

1) Bentuk ganas (Furious Rabies)

Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah

tanda-tanda terlihat.

Tanda-tanda yang sering terlihat :

13

a) Hewan menjadi penakut atau menjadi galak

b) Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan

menyendiri tetapi dapat menjadi agresif

c) Tidak menurut perintah majikannya

d) Nafsu makan hilang

e) Air liur meleleh tak terkendali

f) Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan

memakan barang, benda-benda asing seperti batu, kayu dsb.

g) Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang

dijumpai

h) Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan

i) Ekor diantara 2 (dua)paha

2) Bentuk diam (Dumb Rabies)

Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.

Tanda-tanda yang sering terlihat :

a) Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk

b) Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak

terlihat

c) Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka

d) Air liur keluar terus menerus (berlebihan)

e) Mati

3) Bentuk Asystomatis

a) Hewan tidak menunjukan gejala sakit

b) Hewan tiba-tiba mati

b. Gejala Rabies Pada Manusia:

1) Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu

makan menurun, badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan

yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (rasa panas, nyeri

berdenyut)

2) Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara,

dan suara

3) Air liur dan air mata keluar berlebihan

4) Pupil mata membesar

14

5) Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan

6) Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya

meninggal dunia.

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

3) Panel elektrolit

4) Skrining toksik dari serum dan urin

5) GDA :

a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <

200 mq/dl)

b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan

merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

c) Elektrolit : K, Na

d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

e) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

f) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl

b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya:

1) Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan

jenis dan fokus dari kejang.

2) Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri

biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3) Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan

menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna

untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terlihat

bila menggunakan pemindaian CT

4) Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk

mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan

lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.

6. Penatalaksanaan :

15

Penanganan terhadap orang yang digigit hewan: Yang pertama dan

paling penting adalah penanganan luka gigitan untuk mengurangi atau

mematikan virus rabies yang masuk lewat luka gigitan. Cara yang efektif

adalah dengan membersihkan luka dengan sabun atau detergen selama 10 -

15 menit kemudian cuci luka dengan air (sebaiknya air mengalir) . Lalu

keringkan dengan kain dan beri antiseptik seperti betadine atau alkohol 70%.

Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan. Di pusat pelayanan kesehatan,

pencucian luka akan kembali dilakukan. Biasanya memakai larutan perhidrol

3% (H2O2) yang dicampur dengan betadine kemudian dibilas dengan larutan

fisiologis macam NaCl 0,9%. Luka gigitan sebaiknya tidak dijahit. Bila

diperlukan jahitan, dilakukan setelah pemberian infiltrasi lokal antiserum,

jahitan tidak boleh terlalu erat (longgar) dan tidak menghalangi pendarahan

dan drainase.

Kemudian pencegahan berikutnya adalah proteksi imunologi dengan

pemberian vaksin anti rabies (VAR) terutama pada kasus yang memiliki

resiko untuk tertular rabies. Vaksin diberikan sebanyak 4 kali yaitu hari ke-0

(2 kali pemberian sekaligus), lalu hari ke-7 dan hari ke-21. Dosisnya 0,5 ml

baik pada anak-anak maupun dewasa. Pada luka yang lebih berat dimana

terdapat lebih dari satu gigitan dan dalam sebaiknya dikombinasi dengan

pemberian serum anti rabies (SAR) yang disuntikkan di sekitar luka

sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan intra muskuler.

Selain itu harus dipertimbangkan pemberian vaksin anti tetanus, antibiotika

untuk pencegahan infeksi dan pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.

Penanganan terhadap hewan yang menggigit. Anjing dan kucing yang

menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita rabies.

Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut :

a. Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya, maka

hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan

setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif

rabies maka hewan tersebut harus mendapat vaksinasi rabies sebelum

diserahkan kembali kepada pemiliknya.

b. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya)

maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan

16

kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa

observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara

oleh orang yang berkenan, setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi rabies.

c. Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh,

maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke

Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus

diawasi.

7. Konsep Asuhan Keperawatan:

PRIMARY SURVEY

a. Airway (jalan nafas)

Pada airway yang perlu diperhatikan adalah memperthankan kepatenan

jalan napas, memperhatikan suara nafas, atau apakah ada retraksi otot

pernapasan. Pada kasus gigitan binatang (rabies) ditemukan kekakuan

otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar

biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang

mengatur proses menelan dan pernafasan.

1) Diagnosa Keperawatan:

Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas b/d kekakuan otot

kerongkongan, gangguan daerah otak yang mengatur proses

menelan dan pernafasan.

a) Kaji tingkat kesadaran pasien

R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan

untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

b) Observasi keadaaan umum pasien

R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien sehubungan dengan

kepatenan jalan napas pasien.

c) Kaji atau pantau pernapasan klien

R/ Mengetahui frekuensi pernapasan klien sebagai indikasi dasar

gangguan pernapasan.

d) Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler

17

R/ posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih

maksimal.

e) Brikan terapi O2 sesuai kebutuhan pasien

R/ memenuhi asupan oksigen yang adekuat pada pasien.

f) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut

pasien.

R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui

adanya penumpukan secret.

b. Breathing

Walaupun terkadang jalan nafas dapat ditangani tapi belum tentu pola

nafasnya sudah teratur. Lihat pergerakan dada klien dan lakukan

auskultasi untuk mendengarkan suara nafas klien. Pada kasus ini dapat

terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh kontraksi otot hebat otot-otot

penafasan atau keterlibatan pusat pernafasan.

Diagnosa : Ketidakefektifan pola napas b/d kekakuan otot

pernapasan/otot tenggorokan

Intervensi :

1) Observasi warna kulit,membran mukoasa dan kuku,catat adanya

sianosis

R/ perubahan warna kulit dan membrane mukosa menandakan

terjadinya kekurangan oksigen

2) Pertahankan istirahat tidur

R/ mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk

kemudahan perbaikan infeksi.

3) Kaji usaha dan frekuensi napas pasien

R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien

4) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung

pasien serta pipi ke mulut pasien

R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien

Pantau ekspansi dada pasien

R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien

5) Kaji frekwensi dan kedalaman pernafasan pasien

18

R/ Frekwensi dan kedalaman pernafasan menunjukkan usaha klien

dalam memenuhi kebutuhan oksigenasinya.

6) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas

R/ mengetahui adanya bunyi nafas tambahan

c. Circulation

Pada kasus ini terjadi disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi,

hipotensi, aritmia, takikardi dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun

generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia.

Diagnosa keperawatan:

Penurunan curah jantung b/d aritmia

Intervensi:

1) Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna

dan kehangatan kulit.

R/ Penurunan curah jantung dapat menunjukan menurunnya nadi

perifer. Pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder

terhadap tidak adekuatnya curah jantung.

2) Berikan posisi terlentang, bila tekanan darah dalam rentang lebih

rendah dari biasanya.

R/ memudahkan sirkulasi darah ke jantung.

3) pantau tanda – tanda vital (nadi, warna kulit) dengan menyentuh nadi

jugularis

R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba

4) pantau tanda-tanda syok

R/memantau penemuan tanda syok secara dini dapat menjadi dasar

untuk melakukan tindakan secara cepat dan tepat,

5) kolaborasi dalam pemberian cairan parienteral

R/ memenuhi kebutuhan cairan klien

6) Kolaborasi dalam pemberian antikoagulan untuk mencegah

pembentukan thrombus.

R/ antikoagulan mencegah terjadinya pembekuan darah akibat

adekuatnya curah jantung

19

SECONDARY SURVEY

a. Observasi TTV secara continue

b. Lakukan pemeriksaan EKG dan EEG

c. lanjutkan pemberian vaksinasi dan serum anti rabies

d. pantau kesadaran pasien apakah pasien masih sadar penuh atau pasien

jatuh pada fase coma terutama pantau pernafasannya.

e. Pantau ingkah laku atau mental pasien

8. Evaluasi

a. Menunjukkan status sirkulasi,neurologis,perfusi jaringan perifer yang

adekuat

b. Curah jantung memadai

c. Pola nafas efektif

d. Syok hipovolemik tidak terjadi

e. Rasa nyeri diminimalkan

20

C. Askep Gadar Gigitan Serangga

Korban oleh serangga biasanya ringan dan tidak banyak bahayanya.

Dasar timbulnya reaksi dari penderita adalah suatu reaksi alergi. Reaksi ini

bermacam-macam dan sangat bergantung pada individu. Bukan saja biasanya

tetapi komponen serangga itu sendiri bersifat allergen. Kematian disebabkan

reaksi anafilaksis dan timbul biasanya akibat sengatan.

1. Manifestasi klinis:

Dari bentuk urtikaria eksterna sampai reaksi alergi kronis yang muncul hebat dengan

reaksi anafilaksis dan didahului oleh reaksi setempat berupa kemerahan, bengkak,

rasa terbakar kemudian mual, muntah, dan kesadaran menurun.

Serangga yang menyengat:

Semut, tawon, kalajengking, laba-laba. Letak sengat di semen terakhir dari bagian

perut.

Sifat biasanya adalah sebagai berikut:

1. Warna jernih seperti air

2. Larut dalam air dan asam

3. Tidak dapat larut dalam alcohol

4. Rasa tajam

5. Neurotoksik, perdarahan, dan hemolitik

6. Mengandung unsur-unsur hiphoridae, fosfolise A dan histamine

Reaksi hebat yang terjadi bukan karena bisanya, tetapi reaksi sensitivitas terhadap

protein asing. Terapi yang dianjurkan :

1. Berantas anafilaksis dengan epinefrin secara intramuscular (IM)/ subkutan

(SC)

2. Lanjutkan dengan simpatomatik

3. Infuse

4. Antihistamin dan kortikosteroid selanjutnya imunisasi dengan antigen

A. Sengatan tawon:

21

Pada orang yang tidak sensitive hanya mengeluh sakit setempat, bengkak,

kemerahan.

Berat reaksi:

1. Reaksi ringan: urtikaria, malaise, gelisah

2. Reaksi sedang: edema anasarka, sesak nafas, wheezing, nyeri perut, mual,

muntah

3. Reaksi berat: reaksi sedang diikuti sesak hebat, disfagia, suara serak, pelo,

tidak sadar

Pertolongan Pertama:

1. Kompres es

2. Berikan krem yang mengandung soda di sekitar sengatan

B. Gigitan: kutu busuk, lalat, nyamuk:

Reaksi berupa kemerahan, edema, rasa gatal. Pada reaksi-reaksi hebat berupa

edema yang menyeluruh. Tidak disebabkan bisa, tetapi saliva yang mengandung

hyaluronidase dan histamine.

Terapi:

1. Antihistamin

2. Analgesic lokal

3. Krem antihistamin

Gesekan atau sentuhan:

1. Ulat-ulat

2. Bulunya bersifat allergen sekaligus terdapat bisa

3. Kadang-kadang disebarkan tertiup angin

Manifestasi Klinis:

Berupa gatal dan kemerahan. Yang berat berupa syok sebagai reaksi

Pengobatan:

Antihistamin lokal dan parenteral

C. Binatang-binatang laut

1. Ubur-ubur

Dengan tentakel yang ditembakan biasanya hanya menyebabkan gatal dan

edema lokal, hiperemis. Reaksi anafilaksis terjadi bila jumlah serangan

22

banyak, berupa oksilasi tekanan darah, kegagalan pernafasan dan

kardiovaskuler.

Pengobatan:

1. Resusitasi

2. Tourniquet arteriel

3. Lokal dengan pasir panas, alcohol

4. Obat-obat: narkotik, anastesi lokal, kortison kream

2. Gurita ( Octopus)

Bisa dari saluran ludah yang mengandung hyaluronidase, dengan

neurotoksin yang bersifat blockade pada neuromuskuler. Zat ini sesuai

dengan anticholinterase.

Gambaran Klinis:

1. Bekas gigitan tidak sakit, hanya bengkak dengan cairan

serohemorrhagis

2. Beberapa menit kemudian muncul gejala keracunan, dengan bentuk

paralisis otot-otot, termaksud otot pernafasan, kadang-kadang diikuti

mual, muntah, hipotensi dan bradikardi. Gejala ini biasanya berakhir

setelah beberapa jam.

Pertolongan:

1. Luka gigitan dicuci, sebelum dipsang tourniquet arteriel

2. Jalan nafas dipertahankan kalau perlu resusitasi

3. Simptomatis

3. Ikan beracun

Tusukan dari salah satu sirip bila ereksi yang memang mengandung bisa.

Bisa ini bersifat hyaluronidase yang menyebabkan jaringan nekrosis

vasokonstriksi dan myotoksin

Gambaran Klinis:

1. Rasa sakit yang hebat pada saat tertusuk. Sering menyebabkan

pingsan. Penderita meninggal karena pingsan, kemudian tenggelam

23

2. Reaksi radang tampak pada bekas sengatan di anggota badan yang

diserang, lemas dan di daerah regional terasa sakit

3. Sistemik berupa kegagalan kardiovaskuler akibat depresi miokardial

dan hilangnya tonus pembuluh darah. Paralise umum yang kadang-

kadang diikuti koma

4. Apabila masa akut dilewati, penyembuhan lamban berupa luka yang

lama sembuh akibat keadaan umum yang buruk

Pertolongannya:

1. Pasang tourniquet arteriel

2. Suntik anastesi lokal untuk mengurangi sakit

3. Daerah luka dihangati dan rendam dengan air hangat

4. Obat-obatan: narkotik, ATS, toksoid, antibiotic

5. Debridement luka

24

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN

25