Askep Defisit Perawatan Diri

Embed Size (px)

Citation preview

ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRIDEFISIT PERAWATAN DIRI A. Pengertian Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004). Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ). B. JenisJenis Perawatan Diri 1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri. 2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias. Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri. 3. Kurang perawatan diri : Makan Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan. 4. Kurang perawatan diri : Toileting Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ). Sponsored Link

C. Etiologi Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut : 1. Kelelahan fisik 2. Penurunan kesadaran Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah : 1. Faktor prediposisi a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. 2. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah: 1. Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 2. Praktik Sosial Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. 3. Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. 4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. 6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain lain. 7. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene. 1. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. 2. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. D. Tanda dan Gejala Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah: a) Fisik Badan bau, pakaian kotor. Rambut dan kulit kotor. Kuku panjang dan kotor Gigi kotor disertai mulut bau penampilan tidak rapi

b) Psikologis Malas, tidak ada inisiatif. Menarik diri, isolasi diri. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina. c) Sosial Interaksi kurang. Kegiatan kurang Tidak mampu berperilaku sesuai norma. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri. Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah : 1. Data subyektif a. Pasien merasa lemah b. Malas untuk beraktivitas c. Merasa tidak berdaya. 2. Data obyektif a. Rambut kotor, acak acakan b. Badan dan pakaian kotor dan bau c. Mulut dan gigi bau. d. Kulit kusam dan kotor e. Kuku panjang dan tidak terawat E. Mekanisme Koping a. Regresi b. Penyangkalan c. Isolasi diri, menarik diri d. Intelektualisasi F. Rentang Respon Kognitif Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah : 1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri a) Bina hubungan saling percaya. b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan. c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri. 2. Membimbing dan menolong klien merawat diri. a) Bantu klien merawat diri b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari 3. Ciptakan lingkungan yang mendukung a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi. b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien. c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup. G. Pohon Masalah Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri Isolasi sosial

Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias. H. Diagnosa Keperawatan Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu: 1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri 2. Defisit perawatan diri. 3. Isolasi Sosial. I. Fokus Intervensi Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri. Tujuan Umum Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri. Tujuan Khusus TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Kriteria evaluasi Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat: a. Wajah cerah, tersenyum b. Mau berkenalan c. Ada kontak mata d. Menerima kehadiran perawat e. Bersedia menceritakan perasaannya Intervensi a. Berikan salam setiap berinteraksi. b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan. c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien. d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien. f. Buat kontrak interaksi yang jelas. g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati. h. Penuhi kebutuhan dasar klien. TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri. Kriteria evaluasi Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri. Intervensi a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik. b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih. c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri. d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri. e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri. f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri. g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi

minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang. TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat. Kriteria evaluasi Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih seharihari, dan merapikan penampilan. Intervensi a. Motivasi klien untuk mandi. b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar. c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari. d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut. e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi. f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal. TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri. Kriteria evaluasi Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi. Intervensi Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal. TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. Kriteria evaluasi Klien selalu tampak bersih dan rapi. Intervensi Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri. TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri. Kriteria evaluasi Keluarga selalu mengingatkan halhal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri. Intervensi a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri. b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS. c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS. d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien. e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri. f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.

g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa. Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 2006. Jakarta : Prima Medika. Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC. Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

1. I. KAJIAN TEORI

1. A. Pengertian Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif.

Respon adaptif Harapan Yakin Percaya Inspirasi Tetap hati Putus harapan Tidak berdaya Putus asa Apatis Gagal dan kehilangan Ragu-ragu Sedih Depresi

Respon maladaptif

Bunuh diri

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain : 1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu. 1. Kehilangan, ragu-ragu

Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri. 1. Depresi Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat. 1. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

1. B. Etiologi Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri : 1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres. 2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti. 3. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri. 4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

1. C. Faktor Predisposisi Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain : 1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

1. Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.

1. Lingkungan psikososial Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri. 1. Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif. 1. Faktor biokimia Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

1. D. Faktor Presipitasi

1. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah : 2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti. 3. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres. 4. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri. 5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

1. E. Patopsikologi Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori :

1. Ancaman bunuh diri Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. 1. Upaya bunuh diri

Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. 1. Bunuh diri Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.

1. F. Tanda dan Gejala Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut. 1. Petunjuk dan gejala 1. Keputusasaan 2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna 3. Alam perasaan depresi 4. Agitasi dan gelisah 5. Insomnia yang menetap 6. Penurunan BB 7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. 8. Petunjuk psikiatrik 1. Upaya bunuh diri sebelumnya 2. Kelainan afektif 3. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat 4. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja 5. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia 6. Riwayat psikososial 1. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan 2. Hidup sendiri 3. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami 4. Faktor-faktor kepribadian 1. Implisit, agresif, rasa bermusuhan 2. Kegiatan kognitif dan negatif 3. Keputusasaan 4. Harga diri rendah 5. Batasan/gangguan kepribadian antisosial1. II. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN

1. 1. Pengertian

1. Tinjauan kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan tentang : 1. Kerentaan genetik-biologik (riwayat keluarga). 2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami. 3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi. 4. Riwayat pengobatan. 5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan. 6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood. 7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri : 1. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit. 2. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut. 3. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood). 4. Sistem pendukung yang ada. 5. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat. 6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.

1. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri : 1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan : depresi. 2. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres, perasaan bersalah. 3. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan masalah. 4. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba 5. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun. 6. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).

1. 3. Rencana Tindakan Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai. Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu : 1. Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan. 1. Meningkatkan harga diri Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mngekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif. 1. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat. Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru. 1. Menggali perasaan Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien. 1. Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.

1. 4. Pelaksanaan Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

1. 5. Evaluasi

1. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu. 2. Klien menggunakan koping yang adaptif. 3. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri. 4. Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial. 5. Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN ALAM PERASAAN DEPRESI-MANIA6/01/2011 05:42:00 PM / Posted by sulandra_amen_sambas /

A. PENGERTIAN Alam perasaan adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang mempengaruhi seluruh kepribadian dan fungsi kehidupan seseorang. Gangguan alam perasan adalah gangguan emosional yang disertai gejala mania atau depresi. Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yng ditandai dengan adanya alam perasaan yang meningkat, meluas atau keadaan emosional yang mudah tersinggung dan terangsang. Kondisi ini dapat diiringi dengan perilaku berupa peningkatan kegiatan, banyak bicara, ide-ide yang meloncat, senda gurau, tertawa berlebihan, penyimpangan seksual. Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih dan berduka yng berlebihan dan berkepanjangan.

B. RENTANG RESPONS EMOSIONAL Responsive adalah respons emosional individu yang terbuka dan sadar akan perasaanya. Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal. Reaksi kehilangan yang wajar merupakan posisi rentang yang normal dialami oleh individu yang mengalami kehilangan. Pada rentang ini individu menghadapi realita dari kehilangan dan menghalami proses kehilangan, misalnya bersedih, berfokus pada diri sendiri, berhenti melakukan kegiatan sehari-hari. Reaksi kehilangan tersebut tidak berlangsung lama. Supresi merupakan tahap awal respons emosional yang maladaptiuf, individu menyangkal, menekan atau mengintemalisasi semua aspek perasaanya terhadap lingkungan. Bila anda merasa sangat marah / kesal dengan pergi mengendarai sepeda, biasanya reaksi berduka yang memanjang merupakan penyangkalan yang menetap

dan memanjang, tetapi tidak tampak reaksi emosional terhadap kehilangan. Reaksi berduka yang memanjang ini dapat terjadi beberapa tahun. Mania/depresi merupakan respons emosional yang berat dan dapat dikenal melalui intensitas dan pengharuhnya terhadap fisik individu dan fungsi sosial.

C. FACTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI 1. Factor Predisposisi Factor genetic, mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan meningkat pada kembar monozigote dri dizigote Teori agresi berbalik pada diri sendiri mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri. Freud mengatakan bahwa kehilangan obyek/orang, ambivalen antara perasaan benci dan cinta dapat berbalik menjadi perasaan yang menyalahkan diri sendiri. Teori kehilangan. Berhubungan dengan factor perkembangan : misalnya kehilangan orang tua pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatasi kehilangan. Teori kepribadian mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan seseorang mengalami depresi atau mania. Teori kognitif mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang dipengaruhi oleh penilaian negtif terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan. Model belajar ketidak berdayaan mengemukakan bahwa depresi dimulai dari kjehilangan kendali diri, lalu menjadi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah. Kemudin individu timbul keyakinan akan ketidakmampuan mengendalikan kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan respons yang adaptif. Model perilaku mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian (reinforcement) positif selama berinteraksi dengan lingkungan

Model biologis mengemukakan bahwa pada keadaan depresi terjadi perubahan kimiawi, yaitu defisiensi katekolamin, tidak berfungsi endokrin dan hipersekresi kortisol. 2. Faktor Presipitsai Stressor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi faktor biologis, psikologis dan sosial budaya. Faktor biologis meliputi perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma dan ketidakseimbangan metabolism. Factor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang, termasuk kehilangan cinta, seseorang, dan kehilangan harga diri. Faktor sosial budaya meliputi kehilangan peran, perceraan, kehilangan pekerjaan.

D. PERILAKU DAN MEKANISME KOPING Perilaku yang berhubungan dengan mania dan depresi bervariasi. Gambaran utama dari mania adalah perbedaan intensitas psikofisiologikal yang tinggi, dapat dilihat pada table 1. Pada keadaan depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi. Mekanisme koping yang digunakan pda reaksi kehilangan yang memanjang adalah denial dan supresi, hal ini untuk menghindari tekanan yang hebat. Depresi, yaitu perasaan berduka yang belum digunakan adalah represi, supresi, denial dan disosiasi. Tingkah laku mania merupakan mekanisme pertahanan terhadap depresi yang diakibatkan dari kurang efektifnya koping dalam menghadapi kehilangan.

Komponen

Perilaku Gembira yang berlebihan

Afektif

Harga diri meningkat Tidak tahan kritik

Kognitif

Ambisi

Mudah terpengaruh Mudah beralih perhatian Wahain kesabaran Ilusi Flight ofideas Gangguan penilaian Dehidrasi Fisik Nutrisi yang tidak adekuat Berkurangnya kebutuhan tidur/istirahat Berat badan menurun Agresif Hiperaktif Aktivitas motorik meningkat Kurang bertanggung jawab Tingkah laku Royal Irritable atau suka berdebat Perawalan diri kurang Tingkah laku seksual yang berlebihan Bicara bertele-tele

Table 2: Perilaku yang berhubungan dengan depresiKomponen Perilaku Sedih, cemas, apatis, murung, kebencian, kekesalan, marah, perasaan ditolak, perasaan bersalah, merasa tak berdaya, putus asa, merasa sendirian, merasa rendah diri, merasa tak berharga

Afektif

Ambivalen, bingung, ragu-rgu Tidak mampu konsentrasi Hilang perhatian dan motivasi Kognitif Menyalahkan diri sendiri Pikiran merusak diri Rasa tidak menentu Pesimis Sakit perut, anoreksi, mual, muntah Gangguan pencernaan, konstipasi Lemas, lesu, nyeri, kepala pusing Fisik Insomnia, nyeri dada, over acting Perubahan berat badan gangguan selera makan Gangguan menstruasi, impotensi Tidak berespon terhadap seksual Agresif, agitasi, tidak toleran Gangguan tingkat aktifitas Kemunduran psikomotor Menarik diri, isolasi sosial Tingkah laku Irritable (mudah tersinggung) Berkesan menyedihkan Kurang spontan Gangguan kebersihan marah, menangis,

E. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MANIA DAN DEPRESI

1.

Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor predisposisi, presipitasi dan perubahan perilaku serta mekanisme koping yang digunakan klien.

2.

Masalah keperawatan Masalah keperawatan yang berhubungan dengan respon emosional (gangguan alam perasaan) anatara lain :

a. b. c. d. e. f. g. h. 3.

Berduka disfungsional Ketidakberdayaan Peningkatan mobilitas fisik Gangguan pola tidur Resiko terhadap cedera Perubahan nutrisi Defisit perawatan diri Ansietas Perencanaan Tujuan keperawatan Tujuan umum : Mengajarkan klien untuk berespon emosional yang adaptif dan meningkatkan rasa puas serta kesenangan yang dapat diterima oleh lingkungan. Tindakan keperawatan : Pada dasarnya intervensi difokuskan pada :

a. b. c.

Lingkungan Hubungan perawat-klien Afektif

d. e. f. g.

Kognitif Perilaku Sosial Fisiologis

Lingkungan Prioritas utama dalam merawat klien mania dan depresi adalah mencegah terjadinya kecelakaan. Karena klien mania memiliki daya nilai rendah, hiperaktif, senang tindakan yang beresiko tinggi, maka klien harus ditempatkan dilingkungan yang aman, yaitu dilantai dasar, perabotan yang dasar, kurangi rangsang dan suasana yang tenang. Sedangkan merawat klien depresi lebih ditujukan pada potensial bunuh diri, karena klien merasa tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan. Hubungan perawat-klien Hubungan saling percaya yang terapeutik perku dibina dan dipertahankan. Bekerja dengan klien depresi perawat harus bersifat hangat, menerima, diam aktif, jujur dan empati. Bicara lambat, sederhana dan beri waktu pada klien untuk berfikir dan menjawab. Afektif Kesadaran dan kontrol diri perawat pada dirinya merupakan syarat utama, merawat klien depresi, perawat harus mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik. Sikap perawat yang menerima klien, hangat, sederhana akan mengekspresikan perngharapan pada klien. Prinsip intervensi afektif adalah menerima dan menenangkan klien bukan menggembirakan atau mengatakan bahwa klien tidak perlu khawatir. Klien didorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan dan menyedihkan secara verbal, hal ini akan mengurangi intensitas masalah yang dihadapi. Kognitif

Intervensi kognitif bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri klien pada tujuan dan perilaku, meningkatkan harga diri dan membantu klien memodifikasi harapan yang negatif. Cara mengubah pikiran yang negatif : 1. 2. 3. 4. Identifikasi semua ide, pikiran yang negatif. Identifikasi aspek positif yang dimiliki klien (kemampuan, keberhasilan). Dorong klien menilai kembali persepsi, logika, rasional. Bantu klien mengubah persepsi yang salah/negatif ke persepsi positif, dari tidak realistis ke realistis. 5. Sertakan klien pada aktifitas yang memperlihatkan hasil. Beri penguatan dan pujian akan keberhasilan. Perilaku Intervensi perilaku bertujuan untuk mengaktifkan klien pada tujuan yang realistik, yaitu dengan memberi tanggung jawab secara bertahap dalam kegiatan diruangan. Klien depresi berat dengan penurunan motivasi perlu dibuat kegiatan yang terstruktur. Beri penguatan pada kegiatan yang berhasil. Sosial Tujuan intervensi sosial adalah meningkatkan hubungan sosial, dengan cara : 1. 2. 3. 4. 5. Kaji kemampuan, dukungan dan minat klien. Observasi dan kaji sumber dukungan yang ada pada klien. Bombing klien melakukan hubungan interpersonal, dengan role model, role play. Beri umpan balik dan penguatan hubungan interpersonal yang positif. Dorong klien untuk memulai hubungan sosial yang lebih luas (dengan perawat, klien). Fisiologis

Intervensi fisiologis bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan klie. Kebutuhan dasar seperti makan, minum, istirahat, kebersihan dan penampilan diri perlu mendapat perhatian perawat. Kewaspadaan perawat Dalam member asuhan keperawan kepada klien dengan gangguan alam perasaan berat, perawat harus memberikan prioritas yang paling utama terhadap potensial bunuh diri. Perawatan dirumah sakit diperlukan bila da resiko bunuh diri, yaitu gejala meningkat secara cepat dan support sistem tidak ada atau kurang. Asuhan keperawatan pada keadaan ini untuk melindungi dan menjamin agar klien tidak mencelakakan diri sendiri. Percobaan bunuh diri biasanya terjadi pada saat klien keluar dari fase depresi dan klien mempunyai energi dan kesempatan untuk bunuh diri. Klien dalam keadaan mania akut juga dapat mengancam kehidupannya. 4. 1. 2. Evaluasi Apakah sumber pencetus stress dan persepsi klien dapat digali ? Apakah masalah klien mengenai konsep diri, rasa marah dan hubungan interpersonal dapat digali ? 3. 4. Apakah perubahan pola tingkah laku klien dan respon tersebut tampak? Apakah riwayat individu klien dan keluarganya sebelum fase depresi/mania dapat dievaluasi sepenuhnya ? 5. Apakah perlu dilakukan tindakan untuk mencegah kemungkinan terjainya bunuh diri ? 6. 7. 8. Apakah masyarakat lingkungan juga merupakan sumber koping ? Apakah tindakan keperawatan telah mencakup semua aspek dunia klien ? Apakah reaksi perubahan klien dapat diidentifikasi dan dilalui dengan baik oleh klien ?

9.

Apakah perawat mampu untuk mawas diri terhadap perasaan pribadi, konflik dan mampu untuk menghadapi benturan emosi yang timbul dalam hubungan dengan klien ?

10. Apakah pengalaman klien akan meningkatkan kepuasan dan kesenangan klien terhadap dunia pribadinya ?

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KOGNITIF Pengertian Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. (Stuart and Sundeen, 1987. Hal.612). Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak . Fungsi Otak 1. Lobus Frontalis

Pada bagian lobus ini berfungsi untuk : Proses belajar : Abstraksi, Alasan

2. Lobus Temporal

Diskriminasi bunyi Perilaku verbal Berbicara

3. Lobus Parietal

Diskriminasi waktu Fungsi somatic Fungsi motorik

4. Lobus Oksipitalis

Diskriminasi visual Diskriminasi beberapa aspek memori

5. Sisitim Limbik

Perhatian Flight of idea Memori Daya ingat

Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu : 1. Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sbb :

Kemampuan memecahkan masalah berkurang Hilang rasa sosial dan moral Impilsif Regres

2. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sbb :

Amnesia Dimensia

3. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi 4. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi antara lain :

Gangguan daya ingat Memori Disorientasi

Pengkajian a. Faktor Predisposisi

Gangguan fungsi susunan saraf pusat Gangguan pengiriman nutrisi Gangguan peredaran darah

b. Faktor Presipitasi

Hipoksia Anemia hipoksik Histotoksik hipoksia Hipoksemia hipopoksik Iskemia hipoksik

Suplai darah ke otak menurun/berkurang 1. Gangguan metabolisme Malfungsi endokrin : Underproduct / Overproduct Hormon

Hipotiroidisme Hipertiroidisme Hipoglikemia Hipopituitarisme

2. Racun, Infeksi

Gagal ginjal Syphilis Aids Dement Comp

3. Perubahan Struktur

Tumor Trauma

4. Stimulasi Sensori

Stimulasi sensori berkurang Stimulasi berlebih

c. Perilaku Delirum adalah : Suatu keadaan proses pikir yang terganggu, ditandai dengan: Gangguan perhatian, memori, pikiran dan orientasi Demensia : Suatu keadaan respon kognitif maladaptif yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual/ kerusakan memori, penilaian, berpikir abstrak.

Karakteristik Delirium dan demensia

Biasanya tiba-tiba Biasanya singkat/ < 1 bulan Racun, infeksi, trauma, Fluktuasi tingkat kesadaran Disorientasi Gelisah Agitasi Biasanya perlahan Biasanya lama dan progressif Paling banyak dijumpai pada usia & gt; 65 th Hipertensi, hipotensi, anemia. Racun, deficit vitamin, tumor atropi jaringan otak Hilang daya ingat Kerusakan penilaian Perhatian menurun Perilaku sosial tidak Ilusi Halusinasi Pikiran tidak teratur Gangguan penilaian dan pengambilan keputusan Afek labil Sesuai Agitasi

d. Mekanisme koping

Dipengaruhi pengalaman masa lalu Regresi Rasionalisasi Denial Intelektualisasi

e. Sumber Koping

Pasien Keluarga Teman

Diagnosa Keperawatan

Anxietas Komunikasi, kerusakan verbal Resiko tinggi terhadap cedera Sindrom defisit perawatan diri ( mandi,/kebersihan diri, makan, berpakaian, berhias, toileting

Perubahan sensori/perseptual ( penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dan penghidu) Gangguan pola tidur Perubahan proses pikir ( Stuart and Sundeen, 1995.hal 556 )

a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan gangguan otak ditandai dengan :

Interpretasi lingkungan yang tidak akurat Kurang memori saat ini Kerusakan kemampuan memberikan rasional Konfabulasi

b. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan :

Ketakutan Disorientasi yang ditandai dengan perilaku agitasi

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan :

Kerusakan kognitif Kehilangan memori saat ini Konfabulasi

Intervensi Keperawatan a. Identifikasi hasil :

Pasien dapat mencapai fungsi kognitif yang optimal

b. Prioritas :

Menjaga keselamatan hidup Pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosial Libatkan keluarga Pendidikan kesehatan mental

c. Usaha perawatan :

Memfungsikan pasien seoptimal mungkin sesuai kemampuan pasien

Implementasi Keperawatan 1. Intervensi Delirium : a. Kebutuhan Fisiologis

Prioritas : menjaga keselamatan hidup Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan Jika pasien sangat gelisah perlu : Pengikatan untuk menjaga therapi, tapi sedapat mungkin harus dipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri Gangguan tidur : Kolaborasi pemberian obat tidur, Gosok punggung, Beri susu hangat, Berbicara lembut, Libatkan keluarga, Temani menjelang tidur, Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur, Hindari tidur diluar jam tidur, Mandi sore dengan air hangat, Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti : kopi, dll, Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam

b. Disorientasi :

Ruangan yang terang Buat jam, kalender dalam ruangan Lakukan kunjungan sesering mungkin Orientasikan pada situasi lingkungan Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya ( kamar, tempat tidur, lemari, photo keluarga, pakaian, sandal ,dll) Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa Ikutkan dalam therapi aktifitas kelompok dengan program orientasi realita (orang, tempat, waktu).

c. Halusinasi

Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri Ruangan : Hindari dari benda-benda berbahaya, Barang-barang seminimal mungkin Perawatan 1 1 dengan pengawasan yang ketat Orientasikan pada realita Dukungan dan peran serta keluarga Maksimalkan rasa aman Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)

d. Komunikasi

Pesan jelas Sederhana Singkat dan beri pilihan terbatas

e. Pendidikan kesehatan

Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaan sebelumnya Seharusnya perawat harus harus tahu sebelumnya tentang : Masalah pasien, Stressor, Pengobatan, Rencana perawatan, Usaha pencegahan, Rencana perawatan dirumah

Penjelasan diulang beberapa kali Beri petunjuk lisan dan tertulis Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumah dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan

2. Intervensi Demensia : a. Orientasi

Tujuan : Membentuk pasien berfungsi dilingkungannya Tulis nama petugas pada kamar pasien jelas, besar, sehingga dapat dibaca pasien Orientasikan pada situasi lingkungan Perhatikan penerangan terutama dimalam hari Kontak personal dan fisik sesring mungkin Libatkan dalam kegiatan T.A.K Tanamkan kesadaran : Mengapa pasien dirawat, Memberikan percaya diri, Berhubungan dengan orang lain, Tanggap situasi lingkungan dengan menggunakan panca indera, Interaksi personal Identifikasi proses pulang

b. Komunikasi

Membina hubungan saling percaya : Umpan balik yang positif, Tentramkan hati, Ulangi kontrak, Respek, pendengaran yang baik, Jangan terdesak, Jangan memaksa Komunikasi verbal : Jelas, Ringkas, Tidak terburu buru Topik percakapan dipilih oleh pasien Topik buat spesipik Waktu cukup untuk pasien Pertanyaan tertutup Pelan dan diplomatis dalam menghadapi persepsi yang salah Empati Gunakan tehnik klarifikasi Summary Hangat Perhatian

c. Pengaturan koping

Koping yang selama dipakai ini yang positif positif dimaksimalkan dan yang negatif diminimalkan Bantu mencari koping baru yang posistf

d. Kurangi agitasi

Didorong melakukan sesuatu yang tidak biasa dan tidak jelas Beri penjelasan

Beri pilihan Penyaluran energi : Perawatan mandiri, Menggunakan kekuatan dan kemampuan dengan tepat, misalnya berolahraga Saat agitasi : Tetap senyum, Tunjukkan sikap bersahabat, Empati

e. Keluarga dan masyarakat

Siapkan keluarga untuk menerima keadaan pasien Siapkan fasilitas dalam berinteraksi dengan dimasyarakat Perlu bantuan dalam merawat 24 jam dirumah, yang diprogramkan melalui : Puskesmas, Pos-pos pelayanan kesehatan dirumah sakit

f. Farmakologi

Tergantung penyebab gangguan, seperti : Penyakit Alzheimers Pada orang tua harus hati-hati, karena keadaan yang sensitive

g. Wandering

Perilaku yang harus diperhatikan oleh pemberi perawatan

h. Therapeutik Milieu

Stimulasi kognitif

i. Intervensi interpersonal

Psychotherapi Life review therafi Untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan individu dan kelompok dengan saling menceritakan riwayat hidup latihan dan terafi kognitif Therapi relaksasi Kelompok pendukung dan konseling

j. Gangguan daya ingat

Mulai percakapan dengan menyebut nama anda dan panggil nama pasien Hindarkan konfrontasi atas pernyataan pasien yang salah Penataan barang pribadi jangan dirubah Lakukan program orientasi

Daftar Pustaka 1. Fortinash, C.M, dan Holloday, P.A. (1991). Psychiatric nursing care plan. St.Louis : Mosby year book

2. Keltner, N.L, Schueke, L.H dan Bostrom, CE (1991). Psychiatric nursing :a psycho therapeutic management approach. St. Louis : Mosby year book 3. Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia.St.louis : Mosby year book 4. Stuart, Gw. And Sundeen S.J (1995). Pendidikan Kesehtan Keluarga . St. Louis Mosby Year book 5. Stuart, Gw. And Sundeen S,J (1987). Petunjuk Komunikasi dengan Pasien Demensia.St. Louis Mosby year Book 6. Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of Care .Philadelphia, 2nd, Davis Company. 7. Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California : Addison