Upload
ben-svhdy
View
156
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
I. Latar Belakang
Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan
dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai
oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas ), fatik ( saat
istirahat atau aktivitas ), dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya
kelainan struktur atau fungsi jantung. Istilah gagal jantung atau dekompensasi
kordis sering disebut gagal jantung kongestif (smeltzer 2001).
Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. Dimana jenis
penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive Heart
Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang
berusia 25 tahun. Sedang pada anak – anak yang menderita kelainan jantung
bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan
sisanya terjadi antara umur 5 – 15 tahun.
II. Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan pendahuluan tentang gagal jantung
kongestif ini adalah penulis mampu memahami secara kognitif, motorik dan
afektif materi tantang gagal jantung kongetif serta dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang tepat dan koperhensif sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan klien dan memperpendek masa perawatan klien di rumah sakit serta
memperlakukan klien sebagai individu yang utuh meskipun klien berada dalam
kondisi penurunan kesadaran.
1
III.ISI
(Tinjauan Pustaka)
A. Definisi
Decompensasio cordis adalah ketidak mampuan jantung untuk
memeompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi (smeltzer 2001).
Decompensasio cordis adalah kondisi patofisiologi dimana terdapat
kegagalan jantung memompa darah sesuai dengan kebutuhan jaringan (Aru
W. Sudoyo 2006)
Decompensasio cordis adalah suatu keadaan patofisiolgis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolism jaringan dan atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastoloik secara abnormal (Arif masjoer
2001).
Dari ketiga pengertian diatas dapat di simpulkan bahawa
decompensasio cordis merupakan kegagalan jantung memompa darah
keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan jariangan dan kebutuhan
metabolism.
B. Klasifikasi
Kalsaifikasi Decompensasio cordis ( gagal jantung) menurut Price (1994:
583):
1. Gagal jantung kiri
a. Gagal jantung kiri disebabkan oleh penyakit jantung koroner, penyakit
katup aorta dan mitral serta hipertensi
b. Gagal jantung kiri berdampak pada :
1. Paru
2. Ginjal
3. Otak2
2. Gagal jantung kanan
a. Penyebab gagal jantung kanan harus juga termasuk semua yang dapat
menyebabkan gagal jantung kiri, seharusnya stenosis mitral yang
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru.
b. Gagal jantung kanan dapat berdampak pada :
1. Hati
2. Ginjal
3. Jaringan subkutis
4. Otak
5. Sistem Aliran aorta
C. Etiologi
Penyebab gagal jantung kongestif menurut Arif masjoer 2001,
antara lain :
1. Diafungsi miokard, endokard, pericardium
2. Disfungsi pembulu darah besar
3. Kardiomiopati
4. Hipertensi
5. Penyakit jantung congenital
D. Patosiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya
EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula pengingkatan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka
3
terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan
ke belakang ke dalam anyaman vascular paru-paru, meningkatkan tekanan
kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler
paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka akan terjadi transudasi
cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli
dan terjadilah edema paru-paru.
Tekana arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat
dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau
mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari
annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot
papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang
(smeltzer 2001).
4
E. pohon masalah
5
Disfungsi Miokard (AMI) Miokarditis
Beban tekanan berlebihan
Beban sistolik berlebihan
Peningkatan keb.metabolis
me
Kontraktilitas Beban systole Preload
Kontraktilitas
Hambatan Pengosongan Ventrikel
COP
GJ
Beban jantung meningkat
Gagal jantung kanan
Beban Volume berlebihan
Renal flow Suplai O2
otak
Suplai darah jar.
Backward Failure
Metab. anaerob
Asidosis metabolik
& ATP
Fatigue
Intoleransi aktivitas
Syncope
Penurunan Curah jantung
Resti Ggn. pertukarangas
LVED
Kelebihan Volume Cairan
Vaskuler
Retensi Na + H2O
ADH
Aldosteron
RAA Tek. Vena pulmonalis
Tek. kapiler paru
Edema Paru Beban VentrikelKanan
Ronkhi basah
Hipertropy ventrikel kanan
Reflek Batuk
Iritasi mukosa paru
Penyempitan lumen
ventrikel kananPenumpukan secret
Bendungan vena sistemikPenimbunan as. Laktat
Bendungan atrium kanan
Tekanan Diastole
Lien Hepar
Splenomegali Hepatomegali
Mendesak diafragma
Sesak Nafas
Pola nafas inefektif
Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan
Forward Failure
Ket : α Preload : jumlah darah yang mengisi jantung berbanding tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. α Synkope : pingsan hilangnya kesadaran sementara waktu α LVED : tekanan akhir diastolik ventrikel kiriα RAA : Renin Angiotensin
Volume cairan ektrasel
F. Manifestasi klinik
Menurut Arif masjoer 2001 Gejala yang muncul sesuai dengan gejala
jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dapat terjadinya di dada karana
peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda –
tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan bising
akibat regurgitasi mitral
Gagal Jantung Kiri
a. Dispneu
b. Orthopneu
c. Paroksimal Nokturnal Dyspneu
d. Batuk
e. Mudah lelah
f. Gelisah dan cemas
Gagal Jantung Kanan
a. Pitting edema
b. Hepatomegali
c. Anoreksia
d. Nokturia
e. Kelemahan
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis :
takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
b. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan
kontraktilitas ventricular.
6
c. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri,
dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri
kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan
ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
e. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
f. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika
CHF memperburuk PPOM.
g. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan
atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
h. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK,
isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tiroksikosis,
miksedema, dan aritmia digitalisasi :
a. Dosis digitalis :
1. Digoksin oral digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
2. Digoksin iv 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
3. Cedilanid> iv 1,2-1,6 mg selama 24 jam
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
7
c. Dosis penunjang digoksin untuk fiblilasi atrium 0,25 mg.
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat :
1. Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
2. Cedilanid> 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan
Cara pemberian digitalis
Dosis dan cara pemberian digitali bergantung pada beratnya gagal
jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak napas hebat dan takikardi
lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalis cepat. Pada gagal
jantung ringan diberikan digitalis lambat. Pemberian digitalis per oral
paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis besar tidak
selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek meksimal secepatnya, misalnya
pada fibrilasi atrium rapi respone. Dengan pemberian oral dosis biasa
(pemeliharaan), kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7
hari. Pemberian secara iv hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus
dengan hati-hati, dan secara perlahan-lahan.
3. Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic (mis :
furosemid 40-80 mg, dosis penunjang rata-rata 20 mg), dan vasodilator
(vasodilator, mis : nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2
ug/kgBB/menit iv, nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit iv, prazosin per oral
2-5 mg, dan penghambat ACE : captopril 2x6,25 mg).
4. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, tetapi
hati-hati depresi pernapasan.
5. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk
mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel.
8
IV. Proses Keperawatan
A. Pengkajian 11 Fungsi Gordon
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit (tidak teraba)
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara
inferior ke kiri.
6) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi,
S1 dan S2 mungkin melemah.
7) Murmur sistolik dan diastolic.
8) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
9) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler
lambat.
10) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
11) Lien : pembesaran / dapat teraba.
12) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
13) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)9
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
10
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot,
kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
11
B. Analisis Data
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Subjektif (S)
Objektif (O)
1. Frekuensi jantung ; Takikardia
2. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
3. Perubahan tekanan darah
:hipotensi (gagal memompa)
4. Tekanan Nadi ; mungkin
sempit (tidak teraba).
5. Punggung kuku ; pucat atau
sianotik dengan pengisian
kapiler lambat.
Penurunan curah jantung Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik,
Perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik, Perubahan
structural.
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan ; Perubahan
kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik,
Perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik, Perubahan
structural. ditandai dengan ;
frekuensi jantung ; Takikardia,
bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah
diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah,
perubahan tekanan
darah :hipotensi (gagal
memompa), tekanan Nadi ;
mungkin sempit (tidak teraba),
dan Punggung kuku ; pucat atau
sianotik dengan pengisian kapiler
lambat.
12
2 Subjektif (S)
Objektif (O)
1. takipnea, napas dangkal,
penggunaan otot asesori
pernpasan.
2. Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
3. Lien : pembesaran / dapat teraba.
Pola nafas inefektif Menurunnya pengembangan
paru akibat splenomegaly dan
hepatomegaly.
Pola nafas inefektif berhubungan
dengan Menurunnya
pengembangan paru akibat
splenomegaly dan hepatomegaly
di tandai dengan takipnea, napas
dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan, hepar ;
pembesaran/dapat teraba dan
lien : pembesaran / dapat teraba.
3 Subjektif (S)
Nokturia
Objektif (O)
1. penambahan berat badan
signifikan, pembengkakan
pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak,
diet tinggi garam/makanan
yang telah diproses dan
penggunaan diuretic
2. Penambahan berat badan cepat
dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum,
Kelebihan volume cairan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium/air
Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan :
menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium/air.
ditandai dengan nokturia,
penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, pakaian/sepatu
terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah
diproses, penggunaan diuretic,
13
dependen, tekanan dn pitting). penambahan berat badan cepat
dan distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan
dn pitting).
4 Subjektif (S)
1. Keletihan/kelemahan,
kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
Objektif (O)
1. Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
2. Perubahan tanda vital,
dan adanya disrirmia,
Dispnea, dan pucat,
berkeringat.
Intoleran aktivitas Ketidak seimbangan antar suplai
oksigen. Kelemahan umum,
Tirah baring lama/immobilisasi.
Intoleran aktivitas berhubungan
dengan : Ketidak seimbangan
antar suplai okigen. Kelemahan
umum, Tirah baring
lama/immobilisasi. Ditandai
dengan keletihan/kelemahan,
kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri,
Keletihan/kelelahan terus menerus
sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea
pada saat istirahat, perubahan
tanda vital, dan adanya disrirmia,
Dispnea, dan pucat, berkeringat
5 Subjektif (S)
Objektif (O)
1. Dispnea saat aktivitas, tidur
sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk
Resiko tinggi gangguan
pertukaran gas
Perubahan membran kapiler-
alveolus.
Resiko tinggi gangguan
pertukaran gas berhubungan
dengan : perubahan membran
kapiler-alveolus ditandai dengan
Dispnea saat aktivitas, tidur
14
dengn/tanpa pembentukan
sputum, riwayat penyakit
kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
2. Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk
dengan/tanpa pembentukan
sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan
dan bunyi napas ; krekels, ronkhi.
C. Intervensi Keperawatan
NODIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN dan KRITERIA
HASIL INTERVENSI RASIONAL
1. Penurunan curah
jantung berhubungan
dengan ; Perubahan
kontraktilitas
miokardial/perubahan
inotropik, Perubahan
frekuensi, irama dan
konduksi listrik,
Perubahan structural.
ditandai dengan ;
frekuensi jantung ;
Takikardia, bunyi
Tujuan :
setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jam curah jantung klien
normal
kriteria hasil :
1.Menunjukkan tanda vital
dalam batas yang dapat
diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan
bebas gejala gagal jantung
2.Melaporkan penurunan
Mandiri :
1. Auskultasi nadi apical ; kaji
frekuensi, iram jantung
2. Catat bunyi jantung
Mandiri :
1. Biasnya terjadi takikardi
(meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel.
2. S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah
keserambi yang disteni. Murmur
dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup
15
jantung ; S3 (gallop)
adalah diagnostik, S4
dapat terjadi, S1 dan
S2 mungkin
melemah, perubahan
tekanan
darah :hipotensi
(gagal memompa),
tekanan Nadi ;
mungkin sempit
(tidak teraba), dan
Punggung kuku ;
pucat atau sianotik
dengan pengisian
kapiler lambat.
epiode dispnea, angina,
3. Ikut serta dalam aktivitas
yang mengurangi beban
kerja jantung.
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau TD
5. Kaji kulit terhadap pucat dan
sianosis
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan dengan
kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
3. Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis
dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse
alternan.
4. Pada GJK dini, sedng atu kronis
tekanan drah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasi dan
hipotensi tidak dapat normal lagi.
5. Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Kolaborasi :
Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
16
2 Pola nafas inefektif
berhubungan dengan
Menurunnya
pengembangan paru
akibat splenomegaly
dan hepatomegaly di
tandai dengan
takipnea, napas
dangkal, penggunaan
otot asesori
pernpasan, hepar ;
pembesaran/dapat
teraba dan lien :
pembesaran / dapat
teraba.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24
jam maka klien dapat
bernafas dengan efektif
Kriteria hasil :
1. Menunjukakan pola nafas
yang efektif dengan
frekuensi dan kedalaman
dalam rentan normal.
2. RR : 16 – 22 permenit
Mandiri :
1. Observasi pernafasan (frekuensi,
irama dan kedalaman)
2. Auskultasi bunyi paru
3. Beri posisi yang nyaman
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan
Mandiri :
1. Frekuensi nafas biasanya
meningkat dan kedalaman nafas
berfariasi tergantung ekspansi
paru.
2. Bunyi nafas menurun apabila
terdapat obstruksi atau saat
ekspansi paru menurun.
3. Posisikan klien dengan posisi
yang nayaman akan
memungkinkan ekpansi paru dan
empermudah pernafasan.
Kolaborasi :
Maksimalkan pernapasan dan
memmenurunkan kerja nafas
3 Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan : menurunnya
laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah
jantung)/meningkatny
a produksi ADH dan
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jam volume cairan klien
stabil .
Mandiri :
1. Pantau pengeluaran urine, catat
jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi.
Mandiri :
1. Pengeluaran urine mungkin
sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.
17
retensi natrium/air.
ditandai dengan
nokturia, penambhan
berat badan
signifikan,
pembengkakan pada
ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi
garam/makanan yang
telah diproses,
penggunaan diuretic,
penambahan berat
badan cepat dan
distensi abdomen
(asites) serta edema
(umum, dependen,
tekanan dn pitting).
kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan
volume cairan stabil
dengan keseimbangan
masukan danpengeluaran,
bunyi nafas bersih/jelas,
tanda vital dalam rentang
yang dapat diterima, berat
badan stabil dan tidak ada
edema
2. Menyatakan pemahaman
tentang pembatasan cairan
individual.
2. Pantau/hitung keseimbangan
pemaukan dan pengeluaran selama
24 jam
3. Pertahakan duduk atau tirah baring
dengan posisi semifowler selama
fase akut.
4. Pantau TD dan CVP (bila ada)
5. Kaji bisisng usus. Catat keluhan
anoreksia, mual, distensi abdomen
dan konstipasi.
Kolaborasi :
Pemberian obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
2. Terapi diuretic dapat disebabkan
oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada.
3. Posisi tersebut meningkatkan
filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis
4. Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan
dan dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal
jantung.
5. Kongesti visceral (terjadi pada
GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal
Kolaborasi :
perlu memberikan diet yang dapat diterima
klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium
18
4 Intoleran aktivitas
berhubungan dengan :
Ketidak seimbangan
antar suplai okigen.
Kelemahan umum,
Tirah baring
lama/immobilisasi.
Ditandai dengan
keletihan/kelemahan,
kelelahan selama
aktivitas Perawatan
diri,
Keletihan/kelelahan
terus menerus
sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada
dengan aktivitas,
dispnea pada saat
istirahat, perubahan
tanda vital, dan
adanya disrirmia,
Dispnea, dan pucat,
Tujuan
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24
jam klien dapat melakukan
aktivitas secara mandiri
kriteria hasil :
1. Berpartisipasi pad ktivitas
yang diinginkan,
memenuhi perawatan diri
sendiri,
2. Mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang
dapat diukur, dibuktikan
oelh menurunnya
kelemahan dan kelelahan.
Mandiri :
1. Periksa tanda vital sebelum dan
segera setelah aktivitas, khususnya
bila klien menggunakan
vasodilator,diuretic dan penyekat
beta.
2. Catat respons kardiopulmonal
terhadap aktivitas, catat takikardi,
diritmia, dispnea berkeringat dan
pucat.
3. Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
Kolaborasi
Implementasi program rehabilitasi
jantung/aktivitas (kolaborasi)
Mandiri :
1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan
(diuretic) atau pengaruh fungsi
jantung.
2. Penurunan/ketidakmampuan
miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas
dapat menyebabkan peningkatan
segera frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3. Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
Kolaborasi :
Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan
19
berkeringat perbaikan fungsi jantung dibawah stress,
bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali.
5 Resiko tinggi
gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan : perubahan
membran kapiler-
alveolus ditandai
dengan
Dispnea saat aktivitas,
tidur sambil duduk
atau dengan beberapa
bantal, batuk
dengan/tanpa
pembentukan sputum,
riwayat penyakit
kronis, penggunaan
bantuan pernapasan
dan bunyi napas ;
krekels, ronkhi.
Tujuan :
setelah di lakukan tindakan
kepeawatan selama klien di
rawat di rumah sakit maka
tidak terjadi gangguan
pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. klien mampu
mendemonstrasikan
ventilasi dan oksigenisasi
adekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh
oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala
distress pernapasan.
2. .Berpartisipasi dalam
program pengobatan
dalam btas
kemampuan/situasi.
Mandiri :
1. Pantau bunyi nafas, catat krekles.
2. Ajarkan/anjurkan klien batuk
efektif, nafas dalam.
3. Dorong perubahan posisi.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam
Pantau/gambarkan seri GDA, nadi
oksimetri.
2. Berikan obat/oksigen tambahan
sesuai indikasi
Mandiri :
1. Menyatakan adnya kongesti
paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut
2. membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
3. Membantu mencegah atelektasis dan
pneumonia.
Kolaborasi :
1. Hipoksemia dapat terjadi berat selama
edema paru.
2. untuk menyeimbangkan kadar O2
dalam tubuh.
20
21
Daftar Pustaka
Prince A. S et al. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Smeltzer C. S & B.G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Sudoyo, W. A et al. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
22