76
Makalah Pleno Ascites dan Melena et causa Sirosis Hepatis Disusun oleh: Jamil Hasim Masahida 102009114 Putri Adheline Alang 102009233 Yordi Njudang 102010030 Shelly Yoshianne A 102010060 Maria Amelinda 102010128 Made Widhia 102010159 Maria Valentina Sari 102010205 Piter Pical 102010235 Ayu Sriningsih 102010295 Norlida binti Mohd Jamil 102010369 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6, Kebon Jeruk

Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pleno

Citation preview

Page 1: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Makalah Pleno

Ascites dan Melena et causa Sirosis Hepatis

Disusun oleh:

Jamil Hasim Masahida 102009114

Putri Adheline Alang 102009233

Yordi Njudang 102010030

Shelly Yoshianne A 102010060

Maria Amelinda 102010128

Made Widhia 102010159

Maria Valentina Sari 102010205

Piter Pical 102010235

Ayu Sriningsih 102010295

Norlida binti Mohd Jamil 102010369

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No. 6, Kebon Jeruk

Jakarta

2011

Page 2: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

BAB I

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Sirosis adalah penyakit kronis hati, di mana terjadi destruksi dan regenerasi

difus sel-sel parenkim hati dan peningkatan pertumbuhan jaringan ikat difus

yang menghasilkan disorganisasi arsitektur lobular dan vaskular. Struktur

normal hati digantikan dengan regenerasi nodul dan dikelilingi oleh jaringan

ikat yang terbentuk secara berlebihan. Sirosis sebenarnya merupakan kondisi

dinamis antara proses pencederaan sel (nekrosis), fibrosis serta penggantian sel

yang rusak dengan pembentukan nodul. Keadaan ini sangat mengganggu

pasokan bahan nutrisi, oksigen dan bahan metabolik pada berbagai daerah di

hati yang dapat memacu iskemia maka terjadinya sirosis yang lebih lanjut.1

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada

pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).

Di seluruh dunia, sirosis menempati urutan ke-7 penyebab kematina. Sekitar

25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan

penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit

Dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan

untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan

saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites,

spontaneous bacterial, peritonitis, serta hepatosellular carcinoma.

Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai

dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju

maka kasus sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari

seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara

kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.

Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan

waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan

insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.

Page 3: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus

kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan

steatohepatitis nonalkoholik dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi

0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3%

juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan

dari beberapa pusat pendidikan saja.2

1.2. Tujuan

Mampu mengetahui anamnesis yang berhubungan dengan sistem

hepatobiliar

Mampu mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjangnya

Mampu mengetahui diagnosis kerja dan diagnosis banding dari kasus yang

diberikan

Mampu mengetahui etiologi& patofisiologinya

Mampu mengetahui manifestasi klinisnya

Mampu mengetahui komplikasinya

Mampu mengetahui penatalakasanaannya

Mampu mengetahui prognosisnya

Page 4: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

BAB II

2. Pembahasan

Pasien 65 Tahun datang dengna keluhan perut membesar sejak 3 bulan lalu. Pasien

mengatakan kakinya juga dirasa membengkak sejak 5 bulan yang lalu. Perut dan kedua

kakinya yang bengkak tidak disertai dengan rasa sakit, pasien juga kadang demam yang

tidak tinggi. 7hari smrs pasien mengatakan BAKnya mulai berwarna teh pekat, BAB

pasien berwarna kehitaman sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan dirinya saat

muda pernah diberitahu dokter menderita hepatitis. Riwayat konsumsi obat nyeri

tulang selama 6 tahun belakangan. Pada pemeriksaan fisik: BP 130/80mmHg, HR

98x/menit, RR 18x/menit, T 38’C, BB 85 kg.

2.1. Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari

rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung atau tidak langsung. Tujuan

dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang

bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis,

psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah

membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal. 3

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan fakta tentang keadaan penyakit si pasien,

berikut dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wawancara dapat dilakukan

dengan pasien sendiri yang disebut auto-anamnesis tetapi dapat juga dilakukan

dengan menanyai keluarga atau yang menemani pasien misal pada anak-anak atau

bila pasien dalam keadaan gawat atau menderita strok dengan afasia dan disebut

allo-anamnesis.

Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati

yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan nonverbal

yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien

datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih

kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.3

Page 5: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Beberapa komponen riwayat kesehatan:

Identifikasi data

Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan.

Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman,

surat rujukan

Keluhan utama

Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari

perawatan

atau rekam medis.

Penyakit saat ini

Menjelaskan keluhan utama, gambarkan bagaimana perkembangan setiap gejala,

tunjukan tujuh gambaran dari setiap gejala yaitu lokasi (di mana, apakah

menyebar), kualitas (seperti apa rasanya), kuantitas atau keparahan (seberapa

parah), waktu terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama,

seberapa sering gejala muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor

lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan

terhadap timbulnya penyakit), faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit,

manifesatasi terkait (apakah anda mengenali hal-hal lain yang menyertai gejala

tersebut). Kemudian juga termasuk pikiran dan perasaan klien mengenai

penyakitnya. Poin pengkajian dapat mencakup medikasi, alergi, kebiasaan merokok,

alkohol, karena kerap kali terkait dengan penyakit yang sedang diderita.

Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan :

1. Apakah pasien merasa nyeri di abdomen (lokasi, penjalaran, onset)?

2. Apakah pasien merasa mual-muntah (warna, darah, jumlah muntahan, terasa

asam atau tidak, terasa nyeri tidak)?

3. Apakah pasien ada anoreksia (apa ada penurunan berat badan, bagaimana

dengan nafsu makan, atau takut makan akibat nyeri)?

4. Apakah pasien sering cepat lelah, sesak napas (berapa jauh jarak hingga merasa

sesak, dapat berbaring terlentang/tidak, apa sering terbangun pada malam

hari)?

Page 6: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

5. Apakah kulit menjadi kuning secara spontan?

6. Bagaimana dengan warna urin?

7. Adakah bengkak di kaki, apakah perut membuncit, berat badan turun, sakit

kepala?

8. Apakah pasien mengalami perdarahan gusi atau mimisan?

9. Apakah pasien mengalami hematemesis-melena?

Riwayat kesehatan masa lalu

Penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa

lengkap dengan waktunya yang sedikitnya mencakup empat kategori berikut:

medis, pembedahan; obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk praktik

mempertahankan kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya hidup, dan

keamanan rumah.

Pertamyaan lain yang dapat ditanyakan pada pasien:

- Adakah riwayat gangguan hematologis (misalnya limfoma, leukemia)?

- Adakah riwayat penyakit hati?

- Pernahkah pasien mengalami infeksi (misalnya malaria)?

- Adakah riwayat kondisi metabolik turunan (misalnya penyakit Gaucher)?

- Apakah pasien mengalami perubahan pola tidur?

- Apakah pasien mempunyai riwayat konsumsi alkohol (berapa banyak)?

- Apakah pasien mempunyai riwayat penggunaan obat-obatan terlarang, baik

menggunakan jarum suntik atau tidak, riwayat transfusi darah?

- Apakah pasien mempunyai riwayat penggunaan obat-obatan lain?

Riwayat keluarga

Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab

kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek.

Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga,

seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya.

Riwayat pribadi dan sosial

Jelaskan tentang tingkat pendidikan, suku bangsa keluarga, keadaan rumah tangga

saat ini, minat individu, dan gaya hidup.2,4,5

2.2. Pemeriksaan Fisik

Page 7: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan teknik pemeriksaan fisik untuk

mendapatkan tanda-tanda penyakit yang diidap pasien. Pemeriksaan fisik sudah

dapat dinilai, mulai dari saat pasien masuk ke ruang praktek, melihat bentuk

tubuh, cara berjalan, cara bergerak dan kesadaran umum. Sekilas sudah tampak

sakit ringan, sedang ataupun berat. Akan terlihat juga kesadaran, sesak bengkak,

di seluruh badan atau di muka, warna kulit kuning atau pucat dan keadaan gizi.

Selanjutnya diperiksa tanda-tanda vital yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,

frekuensi, napas dan suhu tubuh.2,6

Status

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Denyut nadi : 98x/menit

Frekuensi nafas : 18x/menit

Suhu : 38 C⁰

Berat badan : 85 kg

Tabel 1. Pemeriksaan Fisik Head to Toe.

Sirosis Hepatis

Kulit Kepala & Tengkorak -

Rambut +/- (rambut berkurang)

Page 8: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Telinga -

Mata & Pupil Mata + (jaundice)

Hidung dan mulut +/- (perdarahan gusi/mimisan)

Leher + (spider nevi)

Paru -

Jantung -

Hati + (membesar/mengecil)

Lien + (pembesaran)

Usus -

Apendiks -

Kulit + (jaundice, vena kolateral, asites, spider

nevi)

Anus + (hemoroid)

Vagina -

Alat gerak atas & bawah + (udem, Erythema Palmaris, spider nevi,

flapping tremor, clubbing finger)

Inspeksi

Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio

hipokondrium kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misal

pada tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara

hipokondrium kanan dan kiri. Untuk memudahkan perabaan hati diperlukan

dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk

sudut 45-60o dan pasien diminta untuk menarik napas panjang. Kemudian

pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah kemudian pada awal

inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik. Selanjutnya

diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa

dengan hati pada saat inspirasi maksimal.

Palpasi

Page 9: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar

dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi

palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari

terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk

sudut 450 dengan garis median. Ujung jari terletak pada bagian lateral

muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk

memeriksa hati lobus kiri.

Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju tepi lengkung iga kanan.

Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga

dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan

posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada

saat pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi, kita dapat meraba adanya

pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut:

- Berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan?

- Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatis akut atau

tumpul pada tumor hati?

- Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau

keras (pada tumor hati)?

- Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba

berbenjol.

- Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada kelainan

antara abses hati, tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat

dirasakan adanya fluktuasi.

Pada palpasi hati, letakkan tangan kiri pada iga kanan bawah dan arahkanlah

jari-jari tangan kanan bawah anda ke arah bahu kanan, dan lakukan

penekanan. Mintalah pasien untuk menarik nafas dalam. Tepi hati akan

terasa menyentuh ujung jari tangan ketika turun pada waktu inspirasi.

Secara progresif, lakukanlah palpasi lebih rendah sampai mencapai krista

iliaca. Hati yang sangat membesar lebih sering tidak ditemukan ketimbang

hati yang sedikit membesar. Sebagai teknik alternatif, dapat meletakkan

Page 10: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

tumit tangan kiri pada margo kosta dan melengkungkan jari tangan di atas

tepi hati kerika pasien sedang menarik nafas. Pembesaran lobus kiri hati

dapat melintas garis tengah sampai ke hipokondrium kiri. Kalau hati teraba,

perhatikanlah apakah tepinya tidak nyeri, nyeri tekan, tajam atau tumpul.

Yang terakhir ini merupakan tanda pembengkakkan yang merata. Pada

keadaan normal, hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada beberapa

kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di

bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu

pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma (misal

emfisema paru).

Perkusi

Perkusi menggambrakan batas-batas statik antara jaringan-jaringn dengan

kepadatan yang berbeda-beda. Tekniknya sama seperti perkusi thorak. Jari

pasif yang diletakkan dengan hati-hati di abdomen diketuk oleh jari fleksor

dengan ketukan stakato dan bunyi serta retensinya diperhatikan. Jika tepi

hati, teraba di hipokondrium kanan, harus menetukan apakah hati benar-

benar membesar atau hanya terdorong ke bawah. Lakukanlah perkusi pada

paru-paru anterior yang resonan dan bergeraklah ke bawah sampai pekak

hati menunjukkan batas atas. Lebarnya berbeda-beda dari satu pasien ke

pasien lain, tetapi ukuram yang melebihi 12 cm mungkin abnormal. Perkusi

di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri menimbulkan bunyi timpani

karena adanya gelembung gas di dalam lambung. Perkusi memastikan dan

memperjelas banyak penemuan pada palpasi. Nyeri tekan pantulan dapat

diperoleh dengan perkusi dan juga dengan palpasi. Pekak yang berpindah

menunjukkan asites. Cairan bebas menyebabkan usus mengandung udara

terapung-apung di bagian paling atas, dan enyataan ini dimanfaatkan dengan

perkusi. Pasien yang berbaring, mulailah perkusi di garis tengah dan

bergeraklah ke kedua pinggang. Tandailah dengan pena tempat dimana

resonan berubah menjadi pekak. Gulingkanlah tubuh pasien ke salah satu sisi

dan ulangi prosedur itu pada sisi yang lebih rendah. Gulingkanlah tubuh

pasien ke sisi lainnya dan ulangi. Jarak antara garis yang dibuat ketika pasien

Page 11: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

telentang dan ketika tubuhnya digulingkan menunjukkan jumlah cairan

karena permukaan airan akan selalu rata. Pada kasus asites yang meragukan,

berusahalah menemukan puddle sign (tanda genangan). Suruhlah pasien

untuk berdiri di atas keempat anggota tubuhnya. Sekarang cairan akan

tergenang di umbilikus dimana ia akan menemukan daerah yang pekak.

Auskultasi

Auskultasi dengan diafragma stetoskop merupakan langkah kedua pada

pemeriksaan abdomen. Perhatikan bahwa urutan pemeriksaan dsini berbeda

dengan bagian tubuh lain dimana auskultasi mendahului palpasi. Diafragma

diletakkan dengan kontak penuh pada kulit abdomen. Bising pertama yang

dinilai gas usus dan dapat dinilai pada setiap kuadran. Tekan diafragma

terhadap kulit dan dengar bunyi gemuruh intemiten pada aktivitas usus

normal. Dengan meletakkan diafragma pada epigastrium (garis tengah tepat

d bagian bawah dari xifoideus) maka hantaran bunyi jantung sering dapat

terdengar, kadang-kadang lebih baik daripada di perikordium, terutama bila

sebagian paru emfisema ditutupi jantung dan mengurangi hantaran bunyi.

Dengan diafragma tepat di atas umbilikus dan ditekan dalam, maka bunyi

sistolik dapat terdengar pada aorta abdominalis. Suara bruit dapat terdengar

pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.2,6,7

2.3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar

bilirubin total dan albumin, dan globulin serum, pemeriksaan alkali fosfatase, AST, ALT,

dan PT (Protrombin Time), pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan histologi dari

biopsi hati. Pada sirosis hati, pemeriksaan darah lengkap memperlihatkan adanya

anemia, leucopenia, atau trombositopenia. Pemeriksaan fungsi hati dilakukan terhadap

contoh darah. Sebagian besar pemeriksaan bertujuan untuk mengukur kadar enzim

atau bahan-bahan lainnya dalam darah, sebagai cara untuk mendiagnosis kelainan di

hati.

Pemeriksaan  untuk mengukur  hasil pemeriksaan menunjukkan :

Page 12: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

1. Alkalin Fosfatase. Enzim yg dihasilkan di dalam hati, tulang & plasenta; yang

dilepaskan ke hati bila terjadi cedera atau pada aktivitas normal tertentu, mis.

pertumbuhan tulang atau kehamilan. Hasil pemeriksaan menunjukan

penyumbatan saluran empedu, cedera hati & beberapa kanker

2. Alanin Transaminase (ALT).  Enzim yg dihasilkan di hati, yg dilepaskan ke dalam

darah jika sel hati mengalami luka. Hasil pemeriksaan menunjukan luka pada sel

hati (mis. hepatitis).

3. Aspartat Transaminase (AST).  Enzim yg dilepaskan ke dalam darah jika hati,

jantung, otot atau otak mengalami luka  Luka di hati, jantung, otot atau otak.

Bilirubin  Komponen dari cairan pencernaan (empedu) yg dihasilkan oleh hati.

Hasil pemeriksaan menunjukan penyumbatan aliran empedu, kerusakan hati,

pemecahan sel darah merah yg berlebihan

4. Gamma-glutamil Transpeptidase.  Enzim yg dihasilkan oleh hati, pankreas &

ginjal; dilepaskan ke dalam darah hika organ-organ tsb mengalami luka. Hasil

pemeriksaan menunjukan kerusakan organ, keracunan obat, penyalahgunaan

alkohol, penyakit pankreas

5. Laktik Dehidrogenase. Enzim yg dilepaskan ke dalam darah jika organ tertentu

mengalami luka. Hasil pemeriksaan menunjukan kerusakan hati, jantung, paru-

paru atau otak & pemecahan sel darah merah yg berlebihan

6. 5-nukleotidase. Enzim yg hanya terdapat di hati; dilepaskan ke dalam darah jika

hati mengalami cedera. Hasil pemeriksaan menunjukan penyumbatan saluran

empedu atau gangguan aliran empedu

7. Albumin. Protein yg dihasilkan oleh hati & secara normal dilepaskan ke dalam

darah; salah satu fungsinya adalah menahan cairan dalam pembuluh darah. Hasil

pemeriksaan menunjukan kerusakan hati.

8. Alfa-fetoprotein. Protein yg dihasilkan oleh hati janin dan buah zakar (testis) .

Hasil pemeriksaan menunjukan hepatitis berat atau kanker hati atau kanker

testis.

Page 13: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

9. Antibodi Mitokondrial. Antibodi untuk melawan mitokondria, merupakan

komponen sel sebelah dalam. Hasil pemeriksaan menunjukan sirosis bilier

primer & penyakit autoimun tertentu, mis. hepatitis menahun yg aktif.

10. Waktu Protombin

- (Protombin Time)  Waktu yg diperlukan darah untuk membeku

- (pembekuan memerlukan vit. K & bahan-bahan yg dibuat oleh hati). 8,9

Tabel 2. Nilai Normal Untuk Masing-Masing Pemeriksaan Laboratorium 10

Parameter Biokimia Hati Rentang Nilai Normal

Bilirubin total 2-20 mmol/L

Bilirubin direk (terkonjugasi) 1,7-5,1 mmol/L

Bilirubin indirek 1,7-17,1 mmol/L

AST / SGOT Pria: ≥ 37 U/L, wanita: ≥31 U/L

ALT / SGPT Pria: ≥42 U/L, wanita: ≥32 U/L

ALP Pria:52-128 U/L, wanita: 49-98 U/L

Gamma glutamil transferase (GGT) 0-45 IU/L (rata-rata dewasa)

10-80 IU/L (pria)

5-25 IU/L (wanita)

Albumin 3,8-5,1 g/dL

Waktu protrombin 10-14 detik

Hasil pemeriksaan laboratorium berikut dapat dijumpai apabila terdapat kerusakan hati:

1. Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokromik normosites, hipokrom mikrositer,

atau hipokrom makrositer.

2. Kenaikan SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya kerusakan

parenkim hepar. Kenaikan SGOT dan SGPT dalam serum merupakan akibat

kebocoran dari sel yang rusak. Peningkatan kadar gamma GT sama dengan kedua

enzim transaminase, ini lebih sensitif tapi kurang spesifik.

Page 14: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

3. Kadar albumin, rendahnya kadar albumin merupakan cerminan kemampuan sel

hati yang kurang.

4. Pemeriksaan CHE (Cholinesterase), penting dalam menilai fungsi sel hati. Jika

terjadi kerusakan sel hati maka kadar CHE turun.

5. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan

diet garam.

6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.

Pemberian vit K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan

hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan

perdarahan baik dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis.

7. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya

kemampuan sel hati membentuk glikogen.

8. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbeAg,

HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati. 2

Terdapat bermacam-macam pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk

mendeteksi adanya kelainan pada hepar dan organ-organ di sekitarnya.

Pemeriksaan Laboratorium dan imaging

1. Breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir

sejumlah obat.

2. USG menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati,kandung empedu dan

saluran empedu. Pemeriksaan ini paling bagus untuk mengetahui kelainan struktural

seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah,paling aman dan paling peka

untuk memberikan gambaran kandung empedu dan saluran empedu.

3. Imaging Radionuklida (radioisotop) menggunakan bahan yang mengandung perunut

radioaktif,yang disutikan ke dalam tubuh dan diikat ke organ tertentu.

4. Skening hati merupakan gambaran radionuklida yang menggunakan substansi

radioaktif,yang diikat sel-sel hati.

5. Koleskintigrafi menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang dari hati ke saluran

empedu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung

empedu.

Page 15: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

6. CT scan bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan

untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar)

seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal abnormal

(hemokromatosis). Tetapi karena pemeriksaan ini mahal maka jarang digunakan.

7. MRI memberikan gambaran yang sempurna seperti CT scan, Namun pemeriksaan ini

lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu yang lama dan penderita harus

berbaring dalam ruangan yang sempit,menyebabkan beberapa penderita mengalami

klaustrofobia (takut akan tempat sempit).

8. Kolangiopankreatografi endoskopik retrogard merupakan suatu pemeriksaan dimana

endoskopi dimasukan ke dalam mulut,melewati lambung dan usus duabelas jari

menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikan ke dalam saluran

empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan

peradangan pankreas pada 3-5%  penderita.

9. Kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan jarum panjang yang

dimasukkan melalui kulit ke dalam hati kemudian disuntikan zat radiopak ke dalam

salah satu saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum.

Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam

hati.

Biopsi hati

Suatu contoh jaringan hati bisa diambil selama pembedahan eksplorasi, tetapi lebih sering

diperoleh melalui sebuah jarum yang dimasukkan lewat kulit menuju ke hati.Sebelum

dilakukan prosedur ini, diberikan bius lokal kepada penderita.Skening ultrasonik atau CT

bisa digunakan untuk menentukan lokasi daerah yang abnormal, darimana contoh jaringan

hati diambil.Biasanya penderita yang menjalani prosedur ini tidak perlu menjalani rawat

inap.

Setelah diperoleh contoh jaringan, penderita dianjurkan untuk tidak segera meninggalkan

rumah sakit (minimal selama 3-4 jam), karena prosedur ini memiliki resiko terjadinya

komplikasi:

- Hati bisa mengalami robekan dan bisa terjadi perdarahan ke dalam perut

Page 16: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

- Empedu bisa mengalami kebocoran ke dalam perut, menyebabkan peradangan

selaput perut (peritonitis).

Pada sekitar 2% penderita, komplikasi ini bisa menyebabkan masalah yang serius dan 1

dari 10.000 orang, meninggal setelah menjalani prosedur ini.

Setelah biopsi hati sering timbul nyeri ringan di perut kanan bagian atas, yang kadang

menjalar ke bahu kanan, dan biasanya akan menghilang setelah pemberian analgesik (obat

pereda nyeri).

Pada biopsi hati transvenosa, sebuah kateter dimasukkan kedalam suatu vena leher,

menuju ke jantung dan ditempatkan ke dalam vena hepatik yang berasal dari hati. Jarum

kateter kemudian dimasukkan melalui dinding vena kedalam hati. Dibandingkan dengan

biopsi hati perkutaneus, tehnik ini tidak terlalu mencederai hati, dan bahkan bisa

digunakan pada seseorang yang mudah mengalami perdarahan. 8,9

2.4. Diagnosis kerja

Ascites et causa sirosis hepatis et causa HVB Kronik, HVC, Hepatotoksik

Alkoholisme, Hepapotoksik Imbas Obat

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites

dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di

rongga peritoneum dapat terjadi melalui mekanisme dasar yaitu transudasi dan

eksudasi, asites yang berhubungan dengan sirosis hati dan hipertensi vena porta

merupakan salah satu contoh transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di

Indonesia. Asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa

penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasar jadi semakin

kompleks. Infeksi pada cairan asites dapat memperparah penyakit dasarnya oleh

karena itu asites ini harus dikelola dengan baik. Pada bagian ini terutama akan

dibahas lebih dalam asites akibat sirosis dan hipertensi porta.2

Istilah sirosis hati diberikan oeh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros

yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-

Page 17: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut

yaitu suatu keadaan diosrganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal

akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. 2

Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi

pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan

menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar

parenkim hati yang mengalami regenerasi. 11

Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi

akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit

jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti

belum ada gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai

gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul >

3mm) atau mikronodular (besar nodul < 3mm) atau campuran mikro dan

makronodular.

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu,

mikronodular, makronodular, campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-

dan makronodular). Secara Fungsional Sirosis terbagi atas sirosis hati kompensata.

Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atau di kompensata ini belum

terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat

pemeriksaan screening. Sirosis hati Dekompensata dikenal dengan Active Sirosis

hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites,

edema dan ikterus.2

Salah satu penyebab sirosis hati adalah hepatitis. Hepatitis adalah peradangan hati

karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut

“hepatitis akut”, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut “hepatitis

kronis”. 2

Page 18: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Hepatitis viral akut memberi suatu spektrum tanda-tanda klinis dan manifestasi

laboratorium yang luas. Ini dapat berkisar menurut parahnya penyakit, dari

penyakit yang tidak jelas (inapparent), infeksi yang asimtomatik, sampai penyakit

yang fulminan, yang dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja.

Kebanyakan pasien hepatitis viral menunjukkan pola penyakit yang khas. Pola

yang tidak khas (atypical pattern) ditemukan pada sebagian kecil saja. 2

Sirosis hepatis ec HBV. Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang

tergolong berbahaya di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B

(VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau

menahun. Seperti hal Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat menjadi kronis dan

akhirnya menjadi kanker hati. Proses penularan Hepatitis B yaitu melalui

pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi

Hepatitis B. 2

Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain penularan dari ibu

ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun

penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama.

Hepatitis B dapat menyerang siapa saja, akan tetapi umumnya bagi mereka yang

berusia produktif akan lebih beresiko terkena penyakit ini. 2

Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam,

sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sclera). Namun bagi

penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut,

sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko. 2

Sirosis hepatis ec HCV. Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan

oleh virus Hepatitis C (VHC). Proses penularannya melalui kontak darah {transfusi,

jarum suntuk (terkontaminasi), serangga yang menggigit penderita lalu menggigit

orang lain di sekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala

yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan

kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker hati. Sejumlah 85%

Page 19: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati

bertahun-tahun. 2

Penderita Hepatitis C seringkali orang yang menderita Hepatitis C tidak

menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.

Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah lelah, hilang selera makan,

sakit perut, urin menjadi gelap dan kulit atau mata menjadi kuning, yang disebut

“jaundice” (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan

enzim hati pada pemeriksaan urin, namun demikian pada penderita Hepatitis C

justru terkadang enzim hati fluktuasi bahkan normal. 12

Tabel 3. Macam-macam Hepatitis Virus

Virus

Hepatitis

Epidemi Route

Transmisi

Masa

Inkubasi

Hepatitis A Akut Fecal-oral 2-6 minggu

Hepatitis B Akut/Kronik Parenteral 2-6 bulan

Hepatitis C Kronik Parenteral 2 minggu – 5

bulan

Hepatitis D Akut/Kronik Parenteral 1-4 bulan

Hepatitis E Akut Fecal-oral 2-8 minggu

Sirosis hepatis ec Hepatitis imbas obat. Karena metabolisme yang unik dan

hubungan yang dekat dengan saluran pencernaan, hati rentan terhadap cedera

dari narkoba dan zat lainnya. 75% darah yang datang ke hati tiba langsung dari

organ pencernaan dan kemudian ke lien melalui vena portal yang membawa obat

dan xenobiotik dalam bentuk murni. Beberapa mekanisme bertanggung jawab baik

untuk kerusakan hati atau memperburuk proses kerusakan. Banyak bahan kimia

merusak mitokondria, organel intraseluler yang menghasilkan energi. Pada

disfungsinya, ia akan membebaskan banyak oksidan yang pada akhirnya, melukai

sel-sel hati. Aktivasi dari beberapa enzim dalam sistem sitokrom P-450 seperti

CYP2E1 juga menyebabkan stress oksidatif. Cedera pada sel hepatosit dan saluran

Page 20: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

empedu menyebabkan akumulasi asam empedu di dalam hati. Hal ini mendorong

kerusakan hati lebih lanjut. Sel non parenkim seperti sel kupfer, sel stellata, dan

leukosit (yaitu neutrofil dan monosit) juga memiliki peran dalam mekanisme

tersebut. 2,12

Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai dengan

pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel – sel hati yang uniform dan

sedikit nodul regenerative. Sehingga kadang – kadang disebut sirosis

mikronodular. Sirosis mikronodular dapat disebabkan oleh penyakita atau cedera

hati lainya tapi 3 lesi utama yang menyebabkannya adalah 1) perlemakan hati

alkoholik 2) hepatitis alkoholik dan 3) sirosis alkoholik.

1. Perlemakan Hati Alkoholik. Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang

oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang

mendorong inti hepatosit ke membrane sel.

2. Hepatitis alkoholik.

a. Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan

alcohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang

terjadi dapat berkontraksi ditempat cedera dan merangsang pembetukan

kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat

seperti jarring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena

sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati

yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk

nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi

perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,

berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.

b. Mekanismenya adalah sebagai berikut 1) Hipoksia sentrilobular,

metabolism asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular,

terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran

darah yang teroksigenasi (missal daerah perisentral) 2) Infiltrasi/aktivitas

neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang

memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan

Page 21: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease dan

sitokin 3) Formasi acetal dehyde-protein adducts berperan sebagai

neoantigen dan menghasilkan limfosit yang tersentitisasi serta antibody

spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini. 4) Pembentukan

radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism etanol, disebut system

yang mengoksidasi enzim mikrosomal.

c. Pathogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin antara lain tumor

necrotic factor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid

kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik

utama pada fibrosis alkoholik.

3. Sirosis hati pasca nekrosis.

a. Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur dan

terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat

dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran

makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi dengan sejumlah besar

jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya

tidak teratur.

b. Pathogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir menunjukkan

adanya sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata

mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks

ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan

perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang

berlangsung secara terus menerus (missal: hepatitis virus, bahan – bahan

hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk

kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan

terus didalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh

jaringan ikat. Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain frekuensinya

sangat kecil sehingga tidak dibicarakan di sini.2,13

Melena et causa sirosis hepatis

Page 22: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket

yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta

dicernanya darah pada usus halus. Melena timbul bilamana hemoglobin

dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14

jam. Umunya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas

atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan

kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam

ini melena karena bismuth, sarcol, licorice, obat-obat yang mengandung besi

(obat tambah darah) dapat menyebabkan feses menjadi hitam. Oleh karena itu

dibutuhkan tes guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin.

Sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna atas, meskipun

demikian dapat juga dimulai dari usus disebelah bawah ligamentum Treitz

sampai dengan kolon proksimal. Melena biasanya menggambarkan pendarahan

pada esophagus lambung duodenum, tetapi lesi di jejunum,jejunum bahkan

colon asendens bisa menyebabkan melena asalkan waktu pejalanan melalui

traktus gastrointestinalis cukup panjang,warna melena yang hitam terjadi

akibat bat kontak darah dengan asam hidroclorida sehingga terbentuk

hematin,tinja tersebut akan berbentuk seperti ter ( lengket) dan menimbulkan

bau yang khas. 2,13

Dari penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM di dapatkan

penyebab perdarahan saluran cerna baian atas terbanyak adalah pecahnya

varises esophagus. Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di

Indonesia , disebabkan oleh penyakit sirosis hati. Secara teoritis lengkap

terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh

ketidak seimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif

meningkat atau factor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor

agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat

anti inflamasi non steroid (OAINS), obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter

pylori dan faktor radikal bebas. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu

aliran darah mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh,

Page 23: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

prostaglandin, mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang

normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H dan regulasi pH intra sel.14

2.5. Diagnosis banding

Asites et causa Sirosis Biliaris

Sirosis biliaris primer adalah penyakit hati kolestatik kronik progresif dan

sering fatal ditandai kerusakan salurang empedu intrafepatik, peradangan dan

pembentukan jaringan parut di porta dan akhirnya terjadi sirosis dan gagal hati.

Gambaran utamanya adalah kerusakan inflamatorik nonsupuratif saluran

empedu intrahepatik yang berukuran sedang. Terutama menyerang wanita 20-

80 tahun. Penyakitnya muncul perlahan awalnya sebagai pruritus, terus ikterus,

terus hepatomegali biasanya terbentuk xantoma dan xantelasma karena retensi

kolsterol. Stigmanata penyakit hati kronik muncul pada tahap lanjut penyakit.

Setelah 2 dkade pasien akan mengalami dekompensasi hati. Termasuk

hipertensi forta yang disertai perdarahan visceral dan ensefalo pati hepatica.

Perlahan dan tidak bergejala selama bertahun-tahun. Akhirnya timbul pruritus,

rasa lelah dan tidak nyaman di abdomen, yang seiring waktu diikuti oleh

gambaran sekunder xantoma dan xantelasma, steatorea dan osteomalacia atau

osteopororsis akibat malabsorbsi. Gambaran generalnya berupa ikterus dan

dekompensasi hati, termasuk hipertensi porta dan perdarahan varises.

Sumbatan berkempanjangan saluran empedu ekstra hepatic akan menyebabkan

perubahan besar dihati. Kausa tersering adalah kolelitiasis ekstrahepatik

dimana batu empedu berada pada saluran – saluran empedu diikuti oleh

keganasan empedu atau caput pancreas dan struktur lainnya. Gambaran

morfologik awal kholestasis dapat di tangani dan seluruhnya reversible jika

obstruksi ditangani, namun peradangan sekunder akibat obstruksi bisa

menimbulkan fibrosis periporta yang kemudian menjadi sirosis bilier sekunder

menyebabkan jaringan parut dan nodus hati. Obstruksi subtotal dapat

Page 24: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

menyebabkan infeksi bakteri sekunder pada saluran empedu yang dapat

memperberat cedera inflamatorik. 13,15

Melena et causa Ulcus Peptikum

Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena

lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam

lambung dan getah pencernaan.

Ulkus peptikum terjadi pada lapisan saluran pencernaan yang telah terpapar

oleh asam dan enzim-enzim pencernaan, terutama pada lambung dan usus dua

belas jari.

Nama dari ulkus menunjukkan lokasi anatomis atau lingkungan dimana ulkus

terbentuk.

Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak

ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa

sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung.

Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang lengkung

atas lambung. Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa terjadi ulkus

marginalis, pada daerah dimana lambung yang tersisa telah disambungkan ke

usus.

Regurgitasi berulang dari asam lambung ke dalam kerongkongan bagian bawah

bisa menyebabkan peradangan (esofagitis) dan ulkusesofagealis. Ulkus yang

terjadi dibawah tekanan karena penyakit berat, luka bakar atau cedera disebut

ulkus karena stres.

Ulkus terjadi jika mekanisme pertahanan yang melindungi duodenum atau

lambung dari asam lambung menurun, misalnya jika terjadi perubahan dalam

jumlah lendir yang dihasilkan. Penyebab dari menurunnya mekanisme

pertahanan ini tidak diketahui.

Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi lanjut.

Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan komplikasi

Page 25: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

yang bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi, perdarahan dan

penyumbatan.

Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala dari

perdarahan karena ulkus adalah muntah darah segar atau gumpalan coklat

kemerahan yang berasal dari makanan yang sebagian telah dicerna, yang

menyerupai endapan kopi, tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah.

Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak

dapat ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan

antagonis-H2 dan antasid. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran

pencernaan dapat beristirahat. Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan

endoskopi dapat disuntikkan bahan yang bisa menyebabkan pembekuan. Jika

hal ini gagal, diperlukan pembedahan. 2

2.6. Etiologi

Etiologi dari sirosis di Negara barat yang sering akibat alkoholik sedangkan di

Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. hasil penelitian di

Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%,

dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui

dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. alcohol sebagai penyebab sirosis

di Indonesia mungkin frekuansinya kecil seklai karena belum ada datanya.2

Bila mungkin harus diketahui apakah sebabnya karena gizi yang buruk,

hepatitis virus, intoksikasi, kolestasis keras baik intrahepatik maupun

ekstrahepatik, penyakit granulomatosa, infeksi parasit seperti skistosomiasis,

atau penyakit metabolisme.

Berdasarkan klasifikasi etiologik dari sirosis hepatis, kekurangan nutrisi seperti

protein hewani terutama asam amino kolin, metionin, vitamin B kompleks,

tokofenol, kistein, atau alfa 1-antitripsin dapat menyebabkan sirosis. Hepatitis

virus, terutama penderita hepatitis B kronik dan hepatitis C sering menjadi

sirosis hepatis. Bendungan aliran vena hepatika yang dapat terjadi pada

penyakit veno oklusif, penyakit perikarditis konstriktif dan sindrom Budd-

Page 26: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

chiari. Zat hepatotoksik dapat pula menjadi pemicu timbulnya sirosis seperti

aflatoksin maupun alcohol. Penggunaan obat-obatan seperti metrotreksat, INH,

metildopa. Hematokromatosis baik didapat maupun kongenital dapat pula

menjadi penyebab. Gangguan imunologis seperti hepatitis lupoid, dan hepatitis

kronik aktif dapat sebagai etiologi dari sirosis hepatis.

1. Hepatitis virus kronis (B, C). Penderita hepatitis B kronik aktif sering

menjadi sirosis.

2. Alkohol. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati;

dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis) ke hati

berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis), ke

sirosis.

3. Kelainan metabolik:

- Kayser  Fleiscer Ring.

Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dansitoplasmin

- Penyakit Wilson (akumulasi tembaga yang abnormal)

Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-

orangmuda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis

dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat

kehijauan.

- Defisiensi 1-alfa antitripsin

- Galaktosemia

- Tirosinemia

4. Kolestasis

Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus

dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi, penyebab sirosis

terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut

Biliary atresia. Pada penyakit ini, empedu memenuhi hati karena saluran

empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna

kuning (kulit kuning) setelah berusia 1 bulan. Kadang bisa diatasi dengan

pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan

Page 27: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita

penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat

mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Sirosis Bilier

Primer. Sirosis Bilier Sekunder dapat terjadi sebagai komplikasi dari

pembedahan saluran empedu.

5. Sumbatan saluran vena hepatika

Sindroma Budd-Chiari

Payah jantung

6. Gangguan imunitas (Hepatitis Lupoid)

Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang

ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada

hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel

hati yang progresif, yang akhirnya menjurus pada sirosis.

7. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan

timbulnya hemokromatosis, yaitu :

1. Penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak dilahirkan

2. Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai

pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya

absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis

hepatis

8. Toksin dan obat-obatan (misalnya: metrotrexat, amiodaron, INH)

9. Malnutrisi, kekurangan protein hewani terutama asam amino kolin dan

metionin. Kekurangan vitamin B kompleks, tokoferol, kistein, atau alfa-1

antitripsin dapat menyebabkan sirosis. 2,11,16,17

2.7. Epidemiologi

Page 28: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan

waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau waktu autopsy. Keseluruhan insidensi

sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya

sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil

penelitian lain menyebutkan bahwa perlemakan hati akan mengakibatkan

steatohepatitis non alkoholik dengan prevalensi 4% dan berakhir dengan sirosis

hari dengan prevalensi 0.3%. prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis non

alkoholik dilaporkan 0.3% juga.

Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari

beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien

sirosis hati berkisar 4.1% dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam

dalam kurun waktu 1 tahun (2004, tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun

waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh

pasien di bagian penyakit dalam. 2

2.8. Patofisiologi

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut

dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau

perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif.

Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk

ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan

proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini.

Pada cedera yang akut, sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini

sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine

faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor

parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatosit, sel Kupffer, dan endotel

sinusoid sebagai respons terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh

peningkatan kadar sitokin transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1)

ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1

kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada

akhirnya ukuran hati menyusut. 3

Page 29: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran

dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti

endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen

mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal.

Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan

penekanan pada banyak vena di hati sehingga menganggu proses aliran darah

ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatosit dalam jumlah

yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga

menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat

menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab

terjadinya manifestasi klinis.

Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi

terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan

aliran arteria splanchnicus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran

keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama

yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem

portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi

hepatik (varises).

Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler

sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini mengakibatkan aktivitas plasma

renin meningkat sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan

dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan

peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya

menyebabkan retensi cairan dan lama kelamaan menyebabkan asites dan juga

edema. 12

Sehingga dapat kita simpulkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit

hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul

dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui

penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi,

Page 30: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

hemokromatis, penyakit Wilson, dan juga ada yang tidak diketahui

penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis

hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang

meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai

nodul. 2,12

Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-

teori itu misalnya underfilling, overfilling, dan periferal vasodilatation. Menurut

teori underfilling asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun

akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan

meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan

menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun.

Akibat volune cairan intravaskular menurun. Ginjal akan bereaksi dengan

melakukan reabsorpsi garam danair melalui mekanisme neurohormonal.

Sindrom hepatorenal terjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun.

Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya yang menunjukkan

bahwa pada pasien sirosis hari terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi

splanchnic bed, peningkatan volume cairan intravaskular dan curah jantung.

Teori overfilling mengatakan bahwa asites dimulai dari ekspansi cairan plasma.

Akibat reabsorpsi air oleh ginjal. Gangguan fungsi itu terjadi akibat peningkatan

aktivitas hormon anti diuretik dan penurunan aktivitas hormon natriuretik

karena penurunan fungsi hati. Teori overfilling tidak dapat menerangkan

kelanjutan asites menjadi sindrom hepatorenal. Teori ini juga gagal

menerangkan gangguan neuroormonal yang terjadi pada sirosis hati dan asites.

Evolusi dari kedua teori itu adalah teori vasodilatasi perifer. Menurut teori ini

faktor patogenesis penyebab asites yang amayt penting adalah hipertensi porta

yang sering disebut sebagai faktor lokal dan gangguan fungsi ginjal yang sering

disebut faktor sistemik.

Akibat vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid terjadi peningkatan resistensi

sistem porta dan terjadi hipertensi porta. Peningkatan resistensi vena porta

diimbangi dengan vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilatator endogen.

Page 31: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Peningkatan resistensi sistem porta yang diikuti oleh peningkatan aliran darah

akibat vaso dilatasi splanchnic bed menyebabkan hipertensi porta menjadi

menetap. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan transudasi terutama

disinusoid dan selanjutnya kapiler usus. Transudat akan terkumpul pada rongga

peritoneum. Vasodilatator endogen yang dicurigai berperan antara lain:

glukagon, nitric oxide (NO), calcitonine gene related peptide (CGRP), endotelin,

faktor natriuretik atrial (ANF), polipeptida vasoaktif intestinal (VIP),

prostaglandin, enkefalin, dan tumor necrosis factor (TNF).

Vasodilatator endogen pada saatnya akan mempengaruhi sirkulasi arterial

sistemik, terdapat peningkatan vasodilatasi perifer sehingga terjadi proses

underfilling relatif. Tubuh akan bereaksi dengan meningkatkan aktivitas saraf

simpatik, sistem renin-angiotensin-aldosteron dan arginin vasopresin. Akibat

selanjutnya adalah peningkatan reabsorpsi air dan garan oleh ginjal dan

peningkatan indeks jantung. 2

2.9. Manifestasi klinis

Pasien dapat asimptomatik atau muncul dengan gejala konstitusional yang tidak

spesifik, atau gejala gagal hati, komplikasi hipertensi portal, atau keduanya.

Gejala yang tidak spesifik seperti kelelahan, mual, muntah, anoreksia,

perubahan pola tidur, perubahan libido, nyeri perut, dan malaise.18

Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat 2 tipe gangguan

fisiologis: gagal hepatoselular dan hipertensi portal.

1. Manifestasi gagal hepatoselular

Terjadi ikterus pada 60% penderita dan biasanya minimal.

Hiperbilirubinemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Gangguan endokrin

sering terjadi pada sirosis karena hormon korteks adrenal, testis, dan

ovarium diinaktivasi di hati, sehingga terjadi peningkatan hormon-

hormon tersebut dalam tubuh. Akibatnya, terjadi spider naevi pada kulit,

Page 32: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

atrofi testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, dan eritema

palmaris, karena kelebihan estrogen dalam sirkulasi.

Gangguan hematologik yang seing terjadi antara lain kecenderungan

perdarahan karena masa proterombin memanjang akibat kurangnya

sintesis faktor pembekuan oleh hati. Anemia, leucopenia, dan

trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya

membesar (splenomegali), tapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel

darah dari sirkulasi sehingga dapat terjadi pansitopenia. Mekanisme lain

yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi

yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis

eritrosit.

Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan terjadi

karena hipoalbuminemia dan retensi daram dan air akibat kegagalan hati

menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik. Fetor hepatikum

(bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita, terutama koma

hepatikum) terjadi karena ketidakmampuan hati dalam memetabolisme

metionin.

Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah

ensefalopati hepatik atau koma hepatikum, akibat kelebihan ammonia dan

peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Berkembangnya ensefalopati

hepatik sering merupakan keadaan terminal sirosis.12

2. Manifestasi hipertensi portal

Hipertensi portal secara langsung menyebabkan 2 komplikasi utama dari

sirosis, yaitu perdarahan varises dan asites. Selain itu, hipertensi portal

juga menyebabkan splenomegali dan hipersplenisme.

Hipertensi portal didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan vena porta hepatika > 5 mmHg. Keadaan ini

disebabkan oleh kombinasi 2 proses hemodinamik yang berlangsung terus

menerus, yaitu:

1. Peningkatan resistensi intrahepatik terhadap pasase aliran darah

melewati hati karena adanya sirosis dan nodul regeneratif, dan

Page 33: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

2. Peningkatan sekunder aliran darah splanknikus karena vasodilatasi

dari pembuluh darah splanknikus.12

Kombinasi kedua faktor ini menghasilkan beban berlebihan pada sistem

portal yang akhirnya merangsang timbulnya aliran kolateral untuk

menghindari obstruksi hepatik sehingga terjadi varises. Saluran kolateral

penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada

esofagus bagian bawah sehingga terjadi varises esofagus. Perdarahan dari

varises ini sering menyebabkan kematian. Selain itu, sirkulasi kolateral

juga melibatkan vena superficial dinding abdomen, sehingga

mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (caput medusae).

Sistem vena rectal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga

vena-vena berdilatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid

interna. Namun perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya tidak

hebat, karena tekanan di daerah ini tidak setinggi tekanan pada esofagus

karena jarak yang lebih jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis

terjadi karena kongesti pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan darah

yang lebih tinggi pada vena lienalis. Peningkatan tekanan portal juga

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan

penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbunemia sehingga

menyebabkan oedem dan asites.12

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi:

Perasaan mudah lelah dan lemas

Perasaan perut kembung,

Selera makan berkurang

Mual

Page 34: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Berat badan menurun

Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada

membesar, hilangnya dorongan seksualitas.1

Gejala sirosis lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol

terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi:

Hilangnya rambut badan

Gangguan tidur

Demam tidak begitu tinggi akibat nekrosis hepar

Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat

Perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,

agitasi, sampai koma

Gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis.2

Temuan klinis sirosis hepatis meliputi spider angio maspiderangiomata atau

spider telangiektasi, suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena

kecil. Tanda – tanda ini seriditemukan di bahu, muka dan lengan atas.

Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan

peningkatan rasio estradiol/ testosterone bebas.

Tanda ini juga bias ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan pula pada

orang sehat walaupun umumnya lesi berukuran kecil.

Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak

tangan. Hal ini juga dikaikan dengan perubahan metabolism esterogen. Tanda

ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan juga pada kehamilan, RA,

hipertiroidisme dan keganasan hematologi.

Perubahan kuku – kuku murhche berupa pita putih horizontal dipisahkan

dengna warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan

akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bias ditemukan pada kondisi

hipoalbuminemia yang lain sperti sindrom nefrotik.

Page 35: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Jari gada atau clubbing sering juga ditemukan pada sirosis bilier, osteoartopati

hipertrofi suatu periostitis proliperatif kronik, menimbulkan nyeri.

Kontraktur dupytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur

fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik

berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien DM, distrofi

reflex simpatetik dan perokok yang alcoholic berat.

Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula

mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,

ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki sehingga laki-

laki mengalai perubahan kearah feminieme. Kebalikannya pada perempuan

menstruasi cepat berhenti sehingga dikira mengalami fase menopause.

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bias membesar, normal ataupun

mengecil. Bila mana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

Splenomegali sering ditemukan teruatama pada sirosis nonalkoholik.

Perbesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta

dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.

Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan

peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang

berat.

Ikterus pada kulit dan membrane mukosa diakibatkan oleh bilirubinemia. Bila

konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tak terlihat. Warna urin gelap

seperti air teh pekat.

Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari

tangan, dorsofleksi tangan.

Page 36: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Tanda – tanda yang menyertai diantaranya; deman yang tidak tinggi akibat

nekrosis hepar, batu pada vesica felea akibat hemolisis, pembesaran kelenjar

parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak,

fibrosis dan edema.

Diabetes mellitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin

dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pancreas. 2

2.10. Diagnosis

Asites

Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi akan tampak perut membuncit

seperti perut katak, umbilikus seolah bergerak kearah kaudal mendekati

simpisis os pubis. Sering dijumpai hernia umbilikalis akibat tekanan

intraabdomen yang meningkat. Pada perkusi, pekak samping meningkat dan

terjadi shifting dullness. Asites yang masih sedikit belum menunjukkan tanda-

tanda fisik yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan khusus misalnya dengan

pudle sign untuk menemukan asites. Pemeriksaan penunjang yang dapat

memberiksan informasi untuk mendeteksi asites adalag ultrasonografi. Untuk

menegakkan diagnosis asites, ultrasonografi mempunyai ketelitian yang tinggi.

Parasenstesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru.

Pemeriksaan cairan asites dapat memberikan informasi yang amat penting

untuk pengelolaan selanjutnya, misalnya:

1. Gambaran makroskopik.

Cairan asites hemoragik, sering dihubungkan dengan keganasan. Warna

kemerahan dapat juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat

ruptur kapiler peritoneum. Chillous ascites merupakan tanda ruptur

pembuluh limfe, sehingga cairan limfe tumpah ke peritoneum.

2. Gradien nilai albumin serum dan asites.

Pemeriksaan ini sangat penting untuk membedakan asites yang ada

hubungannya dengan hipertensi porta atau asites eksudat. Disepakati

Page 37: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

bahwa gradien dikatakan tinggi bila nilainya >1,1 gram/dL. Kurang dari

nilai itu disebut rendah. Gradien tinggi terdapat pada asites transudasi

dan berhubungan dengan hipertensi porta sedangkan nilai gradien

rendah lebih sering terdapat pada asites eksudat. Konsentrasi protein

asites kadang-kadang dapat menunjukkan asal asites, misalnya protein

asites < 3 gram/dL lebih sering terdapat pada asites transudat sedangkan

konsentrasi protein > 3 gram/dL sering dihubungkan dengan asites

eksudat. Pemeriksaan ini terbukti tidak akurat karena nilai akurasinya

hanya kira-kira 40%

3. Hitung sel.

Peningkatan jumlah sel leukosit menunjukkan proses inflamasi. Untuk

menilai asal infeksi lebih tepat digunakan hitung jenis sel. Sel PMN yang

meningkat lebih dari 250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri

spontan. Sedangkan peningkatan MN lebih sering terjadi pada peritonitis

tuberkulosa atau karsinomatosis.

4. Biakan kuman.

Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites yang

dicurigai terinfeksi. Asites yang terinfeksi akibat perforasi usus akan

menghasilkan kuman polimikroba sedangkan peritonitis bakteri spontan

monomikroba. Metoda pengambilan sampel untuk biakan kuman asites

sebaiknya disamakan dengan sampel untuk biakan kumah dari darah

yakni bed side innoculation blood culture bottle.

5. Pemeriksaan sitologi.

Pada kasus-kasus karsinomatosis peritoneum, pemeriksaan sitologi

asites dengan cara yang baik memberikan hasil true positive hampir

100%. Sampel untuk pemeriksaan sitologi harus cukup banyak (kira-kira

200ml) untuk meningkatkan sensitivitas. Harus diingat banyak tumor

Page 38: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

penghasil asites tidak melalui mekanisme karsinomatosis peritoneum

sehingga tidak dapat dipastikan melalui pemeriksaan sitologi asites. 2

Sirosis

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada

waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau skrining untuk evaluasi

keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase,

gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu protombin.

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan

alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat ransaminase (SGPT)

meningkat tetapi tidak begitu tinggi. AST meningkat daripada ALT namum bila

transaminasi normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis hati. Pada orang

yang menderita sirosis hati jika kadar AST dan ALT nya meningkat drastic maka

semakin cepat orang tersebut meninggal.

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 – 3 kali dari batas normal. Konsentrasi

yang tinggi bila ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis

bilier primer.

Gamma glutamil transpeptidase (GGT) konsentrasinya sam halnya alkali

fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik

kronik, hepatic, karena alcohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic

juga bias menyebabkan bocornya GGT dari hepatosist.

Bilirubin, konsentrasinya biasa normal pada sirosis hati kompensata tapi dapat

meningkat pada sirosis yang lanjut.

Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai

dengan perburukan sirosis.

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis akibat sekunder dari pintasan,

antigen bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi

produksi immunoglobulin.

Page 39: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Waktu protombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,

sehingga pada sirosis memanjang, namun serum neuron terutama pada sirosis

dengan asites dikaitkan dengan kemampuan tidak bias eksresi air bebas.

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bias bermacam – macam, anemia

normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau makrositer. Anemia dengan

trombositopedia, lekopenia dan netropenia akibat splenomegali kongestif

berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi

adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan

karena pemeriksaannya non invasive dan juga mudah digunakan, namun

sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bias dinilai dengan USG meliputi

sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas dan adanya massa. Pada

sirosis hati lanjut, hati mengecil dan nodular permukaan irregular, dan ada

peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat

asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran venda porta, serta

skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

Tomografi terkomputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin

digunakan karena biasanya relative mahal.

Magnetic resonance imaging (MRI) peranannya tidak begitu nyata dalam

mendiagnosis sirosis dan harganya juga mahal.

Pada stadium kompensasi sempurna kadang – kadang sangat sulit menegakkan

diagnose sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompnsasi sempurna mungkin

bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,

laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Pada saat ini menegakkan diagnosis sirosis hati terdiri dari atas pemeriksaan

fisis laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy

hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang

berat dengan sirosis hati dini.

Page 40: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Pada stadium dekompensata diagnosis jelas karena gejala dan tanda – tanda

klinis sudah tampak dengna adanya komplikasi.2,13

Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan

menggunakan klasifikasi Child Pugh.

Tabel 4. Klasifikasi Child Pugh 19

Derajat

Kerusakan

Minimal Sedang Berat Satuan

Bilirubin (total) <35> 35-50 >50 (>3) mol/l (mg/dL)μ

Serum albumin >35 30-35 <30 g/L

Nutrisi Sempurna Mudah dikontrol Sulit

terkontrol

-

Ascites Nihil Dapat terkendali

dengan

pengobatan

Tidak dapat

terkendali

-

Hepatic

encephalopathy

Nihil minimal Berat/koma -

Melena

Melena umumnya terjadi akibat perdarahan pada gastrointestinal bagian depan.

Namun dapat juga terjadi bila hewan mengingesti darah dari rongga mulut atau

saluran respirasi. Melena biasanya berkaitan dengan vomit, anoreksia, berat

badan turun atau membrana mukosa pucat. Pemeriksaan fisik yang ditemukan

bergantung pada penyebab penyakit.

Hemogram menunjukkan anemia mikrositik hipokromik bila pasien mengalami

perdarahan yang kronis, neutrofilia atau trombositopenia. Gambaran biokimia

darah menunjukkan penyebab melena ekstraintestinal (gagal ginjal atau

penyakit hepar). Urinalisis biasanya normal. Pemeriksaan lain profil koagulasi

biasanya abnormal. Pemeriksaan feses menunjukkan penyebab (parasit).2

Page 41: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

2.11. Komplikasi

Bila sirosis hati berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan

pengobatan bergantung pada dua kelompok besar komplikasi:

1. Kegagalan hati (hepatoseluler)

Dibagi dalam 2 kelompok yaitu kegagalan ekstrinsik dan intrinsik.

Kegagalan ekstrinsik dapat disebakan oleh:

- Infeksi sekunder

- Gangguan elektrolit, terutama hipokalemi

- Perdarahan, terutama saluran cerna atau pecahnya varises esofagus

- Syok hipovolemik, antara lain pada parasentesis asites yang berlebihan

- Pemberian protein dalam makanan yang berlebihan dapat meningkatkan

kadar amonia darah

2. Hipertensi portal

- Kegagalan hati, timbul spider nevi, eritem Palmaris, atrofi testis,

ginekomastia, ikterus, ensefalopati. Timbul asites akibat hipertensi

portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati.

- Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran

pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena

kolateral dinding perut.

- Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah

yang menimbulkan perdarahan, angka kematiannya sangat tinggi,

sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun

walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan

beberapa cara.13

Bila komplikasi berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul

komplikasi lain berupa

Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis

bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien

asimptomatik, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.2

Page 42: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,

peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang

berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.2

Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi

terhadap aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh

fibrosis perivenula dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara

sistem arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan hipertensi

porta karena mengakibatkan sistem vena porta yang bertekanan rendah

mendapat tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah asites,

pembentukan pirau vena portosistemik, splenomegali kongestif dan

ensefalopati hepatica.13

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40%

pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan

perdarahan. Angka mortalitasnya sangat tinggi, sekitar 2/3 akan

meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk

menanggulangi varises dengan beberapa cara.2

Enselofati hepatica merupakan penyulit gagal hati akut dan kronis

(sirosis) yang paling ditakuti. Pasien memperlihatkan beragam gangguan

kesadaran, berkisar dari kelainan perilaku yang samar hingga

kebingungan yang mencolok dan stupor, hingga koma dalam dan

kematian. Tanda neurologis fluktuatif yang terkait adalah rigiditas,

hiperrefleksia, perubahan elektroensefalografik nonspesifik, dan yang

jarang kejang. Yang cukup khas adalah asteriksis, yaitu suatu pola gerakan

cepat ekstensi-fleksi nonritmik kepala dan ekstremitas, yang paling jelas

terlihat jika lengan diekstensikan dan pergelangan tangan

didorsofleksikan. Enselofati hepatica dianggap sebagai suatu gangguan

metabolic SSP dan sistem neuromuscular. Pada sebagian nesar kasus,

hanya terjadi perubahan morfologik minor di otak, seperti edema dan

reaksi astrositik. Dua factor fisiologis yang menyebabkan gangguan ini: (1)

Page 43: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

sangat berkurangnya fungsi hepatoselular dan (2) pirau darah

mengelilingi hati yang sangat kronis. 13

2.12. Penatalaksanaan

Asites

1. Asites eksudatif : obati penyakit yang mendasar

Peritonitis bakterialis: antibiotik. Pada asites dengan kadar protein

rendah bisa diberikan antibiotic profilaksis.

Asites karena keganasan: obati keganansan yang menjadi penyebab.

Umunya harus dilakukan parasintesis terapeutik untuk mengurangi

gejala.6

2. Asites transudatif sebaikanya dilakukan secara komprehensi, meliputi:

Tirah baring.

Tirah baring disini bukanlah istirahat total ditempat tidur sepanjang

hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, selama beberapa

jam setelah minum obat diuretika. Tirah baring dapat memperbaiki

efektifitas diuretic pada pasien asites transudat yang berhubungan

dengan hipertensi porta, yang berhubungan dengan perbaikan aliran

darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah baring dan juga akan

menyebabkan aktivitas simpatis dan system rennin-angiotensin-

aldosteron menurun.2

Diuretic. Obat diuretic yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja

sebagai antialdosteron. Obat diuretic dapat diberikan bila

pembatasan garam tidak memberikan perbaikan.2 Diuretika hemat

kalium, misalnya sprinolakton, diberikan 100-200mg/hari peroral

(dapat ditingkatkan 100mg tiap 3-5 hari) hingga dosis maksimal

400-600mg/hari.20,21 Loop diuretics dapat diberikan sebagai

kombinasi bila diperlukan (adanya resiko tinggi terjadi sindrom

hepatorenal dan ensefalopati). Furosemid dapat diberikan 40-

80mg/hari peroral atau intravena hingga dosis maksimum 120-

160mg/hari. Pada pengunaan obat diuretic kadar elektrolit (kalium)

Page 44: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

darah harus dipantau untuk mencegah terjadinya hipo atau

hiperkalemia. Selain itu, berat badan, kadar Na dan K urin, kreatinin,

dan efek samping diuretika harus dievaluasi. Target yang sebaiknya

dicapai adalah peningkatan dieresis hingga berat badan turun 400-

8000g/hari. Berat badan dapat turun hingga 1500g/hari pada pasien

yang disertai edema perifer.2

Transjugular Intrahepatik Portosystemic Shunt (TIPS) dapat

dilakukan pada keadaan asites refrakter parah.2 TIPS dilakukan

dengan memasang stent logam yang dapat disesuaikan panjangnya

diantara cabang vena hepatica dan vena porta dengan kateter yang

dimasukan melalui vena jugularis interna.21 TIPS terutama

digunakan pada pasien yang memerlukan pengawasan jangka

pendek perdarahan varises atau asites sambil menunggu dilakukan

transplantasi hati. Namun TIPS diduga berkaitan dengan insidens

ensefalopati hepatis.2,21 Selain itu transplantasi hati dapat

dipertimbangkan bila memenuhi indikasi dilakukan transplantasi

hati. Dengan mengatasi penyakit yang mendasari, asites dapat di

atasi.

Terapi parasentesis.

Parasentesis sebenarnya merupakan cara pengobatan asites yang

tergolong kuno. Pada mulanya karena berbagai komplikasi,

parasentesis asites tidak lagi disukai. Beberapa tahun terakhir ini

parasentesis kembali dianjurkan karena mempunyai banyak

keuntungan dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan

dengan baik. Untuk setiap liyter cairan asites yang dikeluarkan

sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral sebanyak 6-8

gram. Setelah parasentesis sebaiknya terapi konvensional tetap

diberikan. Parasentesis asites sebaiknya tidak dilakukan pada pasien

sirosis dengan Child-Pugh C, kecuali asites tersebut refrakter. 2

Sirosis

Page 45: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan

mengurangi progresi penyakit, menghindari bahan-bahan yang bisa menambah

kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada

koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1,2 g/kgBB – 1,5 g/kgBB

dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi

progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,

di antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai

hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat

herbal bisa menghambat kolagenik.

Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada

hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi

normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati non alkoholik;

menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B,

interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama.

Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari

selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan

mutasi, sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara

suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata

juga banyak yang kambuh.

Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan

terapi standard. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis

MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6

bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih

mengaah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,

Page 46: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

menempatkan sel stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik

akan menjadi terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktivasi dari sel

stellata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas

antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stellata.

Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen,

namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis.

Metrotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-

obatan herbal juga sedang dalam penelitian. 2

Melena

1. Infus dan transfusi darah

Tindakan pertama yang dilakukan adalali resusitasi, untuk memulihkan

keadaan penderita akibat kehilangan cairan atau syok. Yaitu cairan infus

dekstrose 5% atau Ringer laktat atau NACL O,9% dan transfusi Whole Blood

atau Packed Red Cell

Penderita dengan perdarahan 500 -1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer

laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema

tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan

yang masif lebih dari 1000cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi.

Pada hipovolemik ringan diberi transfuse sebesar 25% dari volume normal,

sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala

diperlukan transfusi sampai 40-50% dari volume normal. Kecepatan transfusi

berkisar pada 80-100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus

berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan venasentral. Pada

perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi

faktor  pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer.

Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander

maksimal 1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander

dapat mempengaruhi agregasi trombosit. Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi

10 cc kalsium glukonas i.v. untuk mencegah terjadinya keracunan asam sitrat.

2. Psikoterapi

Page 47: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

Sebagai akibat perdarahan yang banyak, dapat membuat penderita menjadi

gelisah. Maka diperlukan psikoterapi.

3. Istirahat mutlak

Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang kurangnya selama 3 hari

setelah perdarahan berhenti.

4. Diet

Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan penderita mendapat

nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti. Jika perdarahan

berhenti, diet biasa dimulai dengan diet cair HI/LI. Selanjutnya secara

bertahap diet beralih ke makanan padat

5. Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan lavage. Lambung dengan

air es yang dimasukkan, di tunggu 5 menit, dan dikeluarkan. Ini dilakukan

berulang-ulang sampai cairan lambung jemih. Tindakan ini biasa diulang 1-2

jam kemudian jika masih ada perdarahan.

6. Medikamentosa. Antasida cair, untuk menetralkan asam lambung. Injeksi

Simetidin atau injeksi Ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk

mengurangi sekresi asam lambung. Injeksi Traneksamic acid, jika ada

peningkatan aktifitas fibrinolisin. Injeksi Vitamin K, jika ada tanda-tanda

Sirosis hati. Sterilisasi usus dengan Laktulosa oral serta Clisma tinggi, jika

ada tanda-tanda sirosis hati, ditambahkan Neomycin atau Kanamycin.2

Pemberian antasida secara intensif 10-15 cc setiap jam disertai simetidin

200 mgtiap 4-6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam

lambung yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus peptikum

dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida diberikan dalam dosis

lebih rendah setiap 3 - 4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per oral 200 mg

tiap 4 - 6 jam.. Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :

Sucralfate sebanyak 1-2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik, kemudian per

oral.

Pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.

Somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam. 2

Page 48: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

2.12. Pencegahan

Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun.

Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan

pula kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya

berbagai virus yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita

Hindari penularan virus hepatitis

Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati.

Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi

virus. Juga tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis.

Gunakan jarum suntik sekali pakai.

Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai

penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang

lain, maka orang itu bisa tertular virus.

Pemeriksaan darah donor

Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah

donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus

hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan

tertular dan berisiko terkena sirosis.

Tidak mengkonsumsi alcohol

Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi

organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi

minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu.

Melakukan vaksin hepatitis

Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis

sehingga dapat juga terhindar dari sirosis hati.13

2.13. Prognosis

Asites

Asites dilaporkan pada 15-50% pasien dengan keganasan. Dari semua kasus

asites, 10% berasal dari keganasan. Prognosis dari asites ini cukup buruk,

Page 49: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

dan satu-satunya cara untuk menyembuhkan asites adalah dengan

transplantasi hati.22

Sirosis

Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,

meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain

yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (tabel 4), juga untuk menilai

prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi

kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status

nutrisi. 2

Melena

Indeks hati dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien

hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil

penelitian sebelumnya, pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks

hati 0 – 2), angka kematian antara 0 – 16%, sementara yang mempunyai

kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3 – 8 ) angka kematian

antara 18 – 40%.2

Page 50: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE dan Vaughn VC. The liver and billiary system text book of pediatrics.

Edisi 17. Philadelphia: Saunders; 2004: 1304-49

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna publishing; 2009.h.453-4; 513-7; 672; 708.

3. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbit

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2005.h.35-7

4. Gleadle. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2005

5. Bickley S. Lynn. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5.

Jakarta: EGC; 2008: 15

6. Burnside JW. Diagnosis Fisik. Edisi 17. Jakarta : EGC, 2002;270-83

7. T RSU Dr.Soetomo, 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF  Ilmu Penyakit

Dalam, Edisi 3. Surabaya: RSU Dr. Soetomo.

8. Mark HS. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC : Jakarta; 1995.h.245-52.

9. Kosasih EN, Kosasih AH. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. 2nd ed.

Karisma : Jakarta; 2008.p.296-317.

10. Djojodibroto RD. Seluk-beluk pemeriksaan kesehatan (general medical check up):

bagaimana menyikapi hasilnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2001.h.88

11. Sherlock S. Penyakit hati dan sistem saluran empedu. Oxford: England Blackwell;

1997.h.280; 365.

12. Lindseth, Glenda N. Sirosis hati. Dalam: Price SA, Wilson LM, penyunting.

Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2006.h.493-501.

13. Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. Buku ajar patologi robbins, ed.7, vol.2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007, hal 670-7.

14. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.36-7.

15. Sulaiman A, Akbar N, Lesmana L, Noer S. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jayadi :

Jakarta; 2007.

Page 51: Ascites & Melena et causa Sirosis Hepatis

16. Balistreri WF. Sistem hati dan saluran empedu. Dalam: Wahab AS, penyunting. Ilmu

kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 1996.h.1386-8

17. Abeysinghe, M.R.N., Almeida, R., Fernandopulle, M., Karunatiluka, H.,

Ruwanpathirana, S. Guidlines on Clinical Management of Dengue Fever/Dengue

Haemorrhagic Fever. Sri lanka : SLMH;2005: p. 1- 44

18. Cirrhosis. Dalam: Runge, M. S., Greganti, M.A. Netter’s internal medicine. Edisi ke-2.

China: Elsevier Saunders; 2009.h.457-63.

19. Garcia-Tsao, et al., 2007, Prevention and Management of Gastroesophageal Varices

and Variceal Heorrage in Cirrhosis. AASLD Practice Guidelines.

20. Harrison’s Manual of Medicine. Fauci AS et al (eds). Cirrhotic ascites. Edisi 17.

McGraw-Hill. USA; 2009: 272.

21. 2009 Current Medical Diagnosis & Treatment. McPhee SJ, PapadakisMA (eds). Cirrhosis.

Edisi 47. McGraw-Hill. USA; 2008: 601-607.3.

22. Carey WD, Choure A, Cesario KB. Complications of Cirrhosis: Ascites, Hepatic

Encephalopathy, and Variceal Hemorrhage. Diunduh dari

www.clevelandclinicmeded.com/ , 9 Juni 2012.