ASAS-ASAS HUKUM PIDANA DALAM HUKUM PIDANA POSITIP

HAKIKAT MASALAH ASAS LEGALITAS, MENGATUR RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU :

1. ASAS LEX TEMPORIS DELICTI ATAU ASAS NON RETROAKTIF, DAN MASALAH RETRO-AKTIF.

2. SUMBER/DASAR HUKUM /DASAR LEGALITAS DAPAT DIPIDANANYA SUATU PERBUATAN / JADI SEBAGAI DASAR KRIMINALISASI ATAU LANDASAN YURIDIS PEMIDANAAN, MASALAHNYA : APAKAH SUMBER HUKUMNYA HANYA UU ATAU APAKAH HUKUM YANG HIDUP /TIDAK TERTULIS DAPAT MENJADI SUMBER HUKUM.

PERKEMBANGAN ASAS LEGALITAS SEBAGAI ASAS RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA TERDAPAT DI LUAR KUHP KHUSUSNYA MASALAH RETROAKTIF YAITU :

1. ADANYA KETENTUAN DALAM PENJELASAN PASAL 4 UU 39/99 TENTANG HAM.

2. PASAL 43 UU 26/ 2000 TENTANG PENGADILAN HAM

3. KELUARNYA PERPU NO. 2/2002 JO UU NO. 16/2003 YG MEMBERLAKUKAN PERPU NO. 1/2002 TTG PEMBERANTASAN TP. TERORISME MENJADI UU NO. 15/ 2003. PADA PERISTIWA BOM BALI 12 OKTOBER 2002.

PERKEMBANGAN ASAS LEGALITAS SEBAGAI MASALAH SUMBER/DASAR HUKUM.

DIMUNCULKAN KEMBALI HUKUM YG HIDUP ATAU HUKUM YANG ADAT SEBAGAI SUMBER HUKUM. MENURUT PASAL 1 KUHP, HUKUM YANG HIDUP TIDAK DAPAT DIJADIKAN SEBAGAI SUMBER HUKUM.

DIAKUINYA HUKUM ADAT/HUKUM YANG HIDUP/HUKUM TIDAK TERTULIS SEBAGAI SUMBER HUKUM PIDANA TERLIHAT DENGAN ADANYA UU.NO.1 DRT.1951 KHUSUSNYA PASAL 5(3) SUB B. JUGA DALAM ATURAN YANG BERSIFAT UMUM (UU POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN UUD 45).

PERKEMBANGAN ASAS “TIADA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TANPA SIFAT MELAWAN HUKUM”

ASAS INI DIKENAL DENGAN ASAS AVAW (AFWEZIGHEIDS VAN ALLE MATERIELE WEDERRECHTELIJKHEID). AZAS INI BERKAIT ERAT DENGAN DOKTRINE/AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL.ASAS INI DISIMPULKAN DARI ADANYA PERUMUSAN DELIK DI BUKU II DAN TERKESAN SEBAGAI ASAS DALAM APP (ALASAN PENGHAPUS PIDANA). JADI LEBIH MENEKANKAN PADA SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM FUNGSINYA YANG NEGATIF.

DALAM PERKEMBANGAN HUKUM POSITIP DI INDONESIA,

KHUSUSNYA DALAM UU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (YAITU UU NO. 3/71 JO UU NO. 20/2001) ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL INI BERKEMBANG TIDAK SAJA DALAM FUNGSINYA YANG NEGATIF, TETAPI JUGA DALAM FUNGSINYA YANG POSITIP.

DALAM PERKEMBANGANNYA, ASAS SMH MATERIEL DALAM UU: 31/1999 ITU DINYATAKAN INKONSTITUSIONAL OLEH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 003/PUU-IV/2006 TERTANGGAL 25 JULI 2006 TERTANGGAL 25 JULI 2006

PERKEMBANGAN ASAS “TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN”(NO PUNISHMENT WITHOUT GUILT ATAU NO LIABILITY WITHOUT BLAMEWORTHINESS).

DALAM KUHP ASAS INI TIDAK SECARA TEGAS DIFORMULASIKAN DALAM ATURAN UMUM BK I. TETAPI HANYA DISIMPULKAN DARI ADANYA BEBERAPA ALASAN PEMAAF DI DALAM BUKU I. DAN ADANYA BEBERAPA PERUMUSAN DELIK DOLUS DAN DELIK KULPA DI DALAM BK II.

KONDISI DEMIKIAN TETAP BELUM MENGALAMI PERUBAHAN DALAM KUHP YG BERLAKU SAAT INI. MAUPUN DALAM PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA DI LUAR KUHP.

NAMUN DALAM PERKEMBANGAN UU KEKUASAAN KEHAKIMAN ASAS KESALAHAN INI KEMUDIAN DIRUMUSKAN SECARA EKSPLISIT/TEGAS DALAM PASAL 4 AYAT 2 UU NO. 19/64, YANG KEMUDIAN DIGANTI MENJADI PASAL 6 (2) UU NO.14/70 DAN SAAT INI MASUK DALAM PASAL 6 AYAT(2) UU NO.4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAN KEHAKIMAN : “ TIDAK SEORANGPUN DAPAT DIJATUHI PIDANA KECUALI APABILA PENGADILAN, KARENA ALAT PEMBUKTIAN YANG SAH MENURUT UU,MENDAPAT KEYAKINAN BAHWA SESEORANG YANG DIANGGAP DAPAT BERTANGGUNG JAWAB, TELAH BERSALAH ATAS PERBUATAN YANG DIDAKWAKAN ATAS DIRINYA “.

PERUMUSAN DIATAS PADA INTINYA SAMA DENGAN PERUMUSAN PASAL 183 UU NO.8/1981 (KUHAP) PASAL 183 INI BERBUNYI “ “HAKIM TIDAK BOLEH MENJATUHKAN PIDANA KEPADA SEORANG KECUALI APABILA DENGAN SEKURANG-KURANGNYA DUA ALAT BUKTI YANG SAH IA MEMPEROLEH KEYAKINAN BAHWA SUATU TINDAK PIDANA BENAR-BENAR TERJADI DAN BAHWA TERDAKWALAH YANG BESALAH MELAKUKANNYA”.

PERKEMBANGAN ASAS-ASAS RUAMG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT

UU NO. 4/1976 MENGUBAH DAN MEMPERLUAS ASA STERITORIAL DALAM PASAL 3 KUHP(DIPERLUAS KE PESAWAT UDARA) DAN ASAS UNIVERSAL DALAM PASAL 4 KE 4 KUHP(DIPERLUAS KEBEBERAPA KEJAHATAN PENERBANGAN);

UU NO. 22/1997 MEMEPERLUAS BERLAKUNYA UU INI TERHADAP BARANG SIAPA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 78,79,80,81,82,83,84 DAN PASAL 87 DI LUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA (PASAL 97)

UU NO. 31/1999 MENYATAKAM, BAHWA “SETIAP ORANG DI LUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG MEMBERIKAN BANTUAN,KESEMPATAN,SARANA, ATAU KETERANGAN UNTUK TERJADINYA TINDAK PIDANA KORUPSI DIPIDANA DENGAN PIDANA YANG SAMA SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 2,PASAL3,PASAL 5 SAMPAI DENGAN PASAL 14 “(PASAL 16).

PERPU NO. 1/2002 JO. UU NO. 15/2003. PASAL 3 (1) PERPU INI BERLAKU TERHADAP SETIAP ORANG YANG MELAKUKAN ATAU BERMAKSUD MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISME DIWILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN / ATAU NEGARA LAIN JUGA MEMPUNYAI YURISDIKSI DAN MENYATAKAN MAKSUDNYA UNTUK MELAKUKAN PENUNTUTAN PELAKU TERSEBUT.

PEPERPU INI JUGA BERLAKU TERHADAP TINDAK PIDANA TERORISME YANG DILAKUKAN (A) TERHADAP WARGA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DI LUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA (B) TERHADAP FASILITAS NEGARA REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI TERMASUK TEMPAT KEDIAMAN PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER REPUBLIK INDONESIA.(C) DENGAN KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN UNTUK MEMAKSA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA MELAKUKAN SESUATU ATAU TIDAK MELAKUKAN SESUATU; (D) UNTUK MEMAKSA ORGANISASI INTERNASIONAL DI INDONESIA MELAKUKAN SESUATU ATAU TIDAK MELAKUKAN SESUATU; (E) DI ATAS KAPAL YANG BERBENDERA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAU PESAWAT UDARA YANG TERDAFTAR

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA SAAT KEJAHATAN ITU DILAKUKAN; ATAU (F)OLEH SETIA ORANG YANG TIDAK MEMILIKI KEWARGANEGARAAN DAN BERTEMPAT TINGGAL DI WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

PENJELASAN UMUM : PEPERPU SECARA SPESIFIK JUGA MEMUAT KEKETENTUAN TENTANG LINGKUP YURISDIKSI YANG BERSIFAT TRANSNASIONAL DAN INTERNASIONAL SERTA MEMUAT KETENTUAN KHUSUS TERHADAP TINDAK PIDANA TERORISME YG TERKAIT DENGAN KEGIATAN TERORISME INTERNASIONAL .

KETENTUAN KHUSUS INI BUKAN MERUPAKAN WUJUT PERLAKUAN YANG DISKRIMINATIF MELAINKAN MERUPAKAN KOMITMEN PEMERINTAH UNTUK MEWUJUTKAN KETENTUAN PASAL 3 CONVENTION AGAINST TERRORIST BOMBING (1997) DAN CONVENTION ON THE SUPPRESSION OF FINANCING TERRORISM (1999). (F) UU NO. 15/2002 (TP PENCUCIAN UANG)PASAL 7, SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA DAN/ATAU KORPORASI INDONESIA YANG BERADA DI LUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG MEMEBERIKAN BANTUAN, KESEMPATAN, SARANA, ATAU KETERANGAN UNTUK TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DIPIDANA DENGAN PIDANA YANG SAMA SEBAGAI PELAKU TP PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 3.

PERKEMBANGAN ASAS – ASAS HUKUM PIDANA DALAM KONSEP RUU KUHP

PERKEMBANGAN FORMULASI ASAS / LANDASAN LEGALITAS

MASALAH “RETRO AKTIF” DAN ASAS “MENERAPKAN ATURAN YANG LEBIH MENGUNTUNGKAN / MERINGANKAN DALAM HAL ADA PERUBANHAN UU”

PENGERTIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DAN ASAS TIADA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TANPA SIFAT MELAWAN HUKUM (NO LIABILITY WITHOUT UNLAWFULNESS)

PERKEMBANGAN FORMULASI RUANG BERLAKUNYA HK PIDANA MENURUT TEMPAT

A. ASAS TERITORIAL

B. ASAS NASIONALITAS AKTIF (ASAS PERSONAL)

C. ASAS NASIONALITAS PASIF ( ASAS PERLINDUNGAN KEPENTINGAN NASIONAL)

D. ASAS UNIVERSAL.

ASAS-ASAS ATAU PRINSIP-PRINSIP YANG BERHUBUNGAN DENGAN PIDANA DAN PEMIDANAAN.

A. BERKAITAN DENGAN SYARAT PEMIDANAAN

B. BERKAITAN DENGAN “TUJUAN PEMIDANAAN DAN PEDOMAN PEMIDANAAN”

C. TUJUAN PEMIDANAAN TERKANDUNG ASAS KESIMBANGAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN PERBAIKAN INDIVIDU DAN ASAS KEMANUSIAAN

D. MENGANDUNG ASAS “PERMAAFAN HAKIM”/JUDICIAL PARDON”

E. ASAS “CULPA IN CAUSA”/ASAS “ACTIO LIBERA IN CAUSA”

F. ASAS ELASTISITAS/FLEKSIBILITAS PEMIDANAAN

G. MENGUTAMAKAN KEADILAN DIATAS KEPASTIAN HUKUM.

TERIMA KASIH