10
Artikel Masalah Pendidikan di Indonesia Oleh : Rony Samuel (0911230073) Pendidikan Minus Nalar Etik BELUM hilang dari ingatan kita kasus tawuran siswi-siswi SMP di Pati (Geng Nero), Jawa Tengah, baru-baru ini kembali muncul kasus serupa di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tawuran antarsiswi SMA 1 Kupang yang terekam lewat kamera handphone menambah deretan kasus kekerasan di dunia pendidikan yang dilakukan kaum terpelajar. Ada apa sebenarnya di balik kasus-kasus kekerasan di dunia pendidikan yang terus marak di Indonesia? Selama beberapa tahun terakhir ini, serangkaian kasus kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia mendapat perhatian yang cukup serius. Apabila dicermati secara saksama, kasus kekerasan sudah merata. Kesannya, kekerasan dalam dunia pendidikan seakan-akan sudah menjadi budaya. Di Indonesia, serangkaian kasus kekerasan merata mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Pelakunya bukan hanya para siswa dan siswi, tetapi beberapa guru juga turut andil dalam mencoreng citra dunia pendidikan. Kita masih ingat beberapa tahun yang lalu, sewaktu acara "Smack Down" ditayangkan bebas di televisi, anak-anak usia SD banyak yang menjadi korban. Puluhan kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak usia SD disebabkan mereka terinspirasi untuk meniru adegan-adegan keras di televisi. Akibatnya, banyak korban yang mengalami luka parah, bahkan sampai meninggal dunia. Kasus perkelahian siswi-siswi SMP di Pati masih belum hilang dari ingatan kita. Ulah Geng Nero langsung menyadarkan

Artikel Masalah Pendidikan Di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel Masalah Pendidikan Di Indonesia

Artikel Masalah Pendidikan di IndonesiaOleh :

Rony Samuel (0911230073)

Pendidikan Minus Nalar Etik BELUM hilang dari ingatan kita kasus tawuran siswi-siswi SMP di Pati (Geng Nero), Jawa Tengah, baru-baru ini kembali muncul kasus serupa di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Tawuran antarsiswi SMA 1 Kupang yang terekam lewat kamera handphone menambah deretan kasus kekerasan di dunia pendidikan yang dilakukan kaum terpelajar. Ada apa sebenarnya di balik kasus-kasus kekerasan di dunia pendidikan yang terus marak di Indonesia?

Selama beberapa tahun terakhir ini, serangkaian kasus kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia

mendapat perhatian yang cukup serius. Apabila dicermati secara saksama, kasus kekerasan sudah merata. Kesannya, kekerasan dalam dunia pendidikan seakan-akan sudah menjadi budaya.

Di Indonesia, serangkaian kasus kekerasan merata mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Pelakunya bukan hanya para siswa dan siswi, tetapi beberapa guru juga turut andil dalam mencoreng citra dunia pendidikan. Kita masih ingat beberapa tahun yang lalu, sewaktu acara "Smack Down" ditayangkan bebas di televisi, anak-anak usia SD banyak yang menjadi korban. Puluhan kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak usia SD disebabkan mereka terinspirasi untuk meniru adegan-adegan keras di televisi. Akibatnya, banyak korban yang mengalami luka parah, bahkan sampai meninggal dunia.

Kasus perkelahian siswi-siswi SMP di Pati masih belum hilang dari ingatan kita. Ulah Geng Nero langsung menyadarkan masyarakat bahwa aksi kekerasan di sekolah ternyata tidak hanya dilakukan oleh anak laki-laki. Jika selama ini kasus tawuran dilakukan oleh para pelajar putra, kasus kekerasan di Pati justru dilakukan oleh para pelajar putri. Dalam rekaman kamera handphone yang beredar di masyarakat, kekerasan yang dilakukan oleh Geng Nero sungguh sangat memprihatinkan.

Sementara itu, kasus terbaru melibatkan para siswi SMA di Kupang. Beberapa pelajar putri terlibat saling ejek, baku hantam, bahkan sampai bergulat. Konon, menurut keterangan Kepala SMA 1 Kupang, kasus ini bermula dari perbedaan selera dan minat lagu di antara mereka. Sepintas, penyebab perkelahian massal ini sangat sepele.

Tahun lalu beberapa kasus tawuran antarmahasiswa sempat menghiasi media massa. Citra mahasiswa telah tercoreng lewat tawuran tersebut yang terjadi di Jakarta, Medan, Kupang,

Page 2: Artikel Masalah Pendidikan Di Indonesia

dan Makassar. Kasus tawuran mahasiswa yang terjadi di beberapa kota itu ternyata disebabkan masalah yang sangat sepele pula. Adapun kasus kekerasan yang dilakukan oleh para guru sudah tidak terhitung lagi. Tahun lalu kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru meliputi pelecehan seksual, pemukulan ringan, pemukulan sampai mengakibatkan luka-luka, dan ancaman. Kenyataan ini telah membuka mata kita bahwa kekerasan telah menjadi bagian dari problem pendidikan di Indonesia. Tindak kekerasan dalam mengatasi masalah seakan-akan sudah menjadi budaya dalam dunia pendidikan kita.

Berbagai fenomena kekerasan yang terjadi menunjukkan bahwa terdapat sesuatu yang kurang dalam dunia pendidikan kita. Kasus kekerasan yang sering terjadi mengisyaratkan bahwa pendidikan kita minus nalar etik.

Sesungguhnya, berbagai kasus kekerasan di kalangan pelajar disebabkan karena pendidikan minus nalar etik, yaitu nalar kearifan bisa mengantarkan seseorang menjadi bijak manakala menghadapi suatu masalah.

Selama ini pendidikan nasional di Indonesia telah terjebak pada orientasi mengedepankan aspek kecerdasan atau intelektual semata, sementara aspek etika dan moralitas cenderung terabaikan. Pendidikan nasional tidak pernah diorientasikan untuk membentuk karakter mental peserta didik. Kurikulum digagas hanya berorientasi pada aspek kognitif dan psikomotorik, tetapi minus pengayaan nilai-nilai kearifan. Sewaktu dihadapkan pada sebuah masalah, peserta didik tidak mampu memecahkannya dengan nalar etik. Peserta didik tidak bisa menghadapi suatu masalah atas dasar nilai-nilai etik, tetapi cenderung memilih jalan konfrontatif yang cenderung mengarah pada kekerasan fisik.

Pada kasus kekerasan "Smack Down", murid-murid SD tidak mengenal nalar etik yang bisa membedakan mana tindakan yang terpuji dan mana yang tercela. Pendidikan moral yang selama ini terkandung dalam pelajaran agama tidak mampu membentuk karakter mental peserta didik sejak usia SD. Padahal, usia anak-anak sangat rentan terhadap segala hal yang dianggap baru. Lemahnya pendidikan moral menjadikan anak-anak usia SD tidak mampu bersikap atau menghadapi masalah secara etik manakala acara "Smack Down" ditayangkan secara bebas di televisi.

Pada kasus perkelahian siswi-siswi SMP dan SMA, kita kembali menemukan sebuah indikasi bahwa pendidikan kita masih minus nalar etik. Para peserta didik tidak bisa membedakan mana tindakan terpuji dan mana yang tercela. Dalam menghadapi suatu masalah, para peserta didik tidak ditopang dengan norma-norma etik yang seharusnya bisa menuntun mereka untuk menimbang masalah, mengambil sikap, dan menyelesaikannya secara bermoral. Jika nilai-nilai etik telah tertanam, peserta didik tidak akan gegabah dalam menimbang suatu masalah. Mereka juga akan lebih dewasa bersikap. Dengan dilandasi nilai-nilai etik, mereka bisa menyelesaikan suatu masalah secara bijaksana tanpa harus menggunakan jalan kekerasan.

Demikian pula pada kasus kekerasan yang dilakukan para mahasiswa dan guru. Lemahnya karakter mental para mahasiswa dan guru dapat diukur sewaktu mereka menghadapi suatu masalah. Bagaimana seorang mahasiswa atau guru melihat suatu masalah, mengambil sikap, dan menyelesaikannya, di situlah karakter mental sedang diuji. Apakah norma-norma etik telah membentuk karakter mental seorang mahasiswa atau guru dapat diketahui manakala dia melihat suatu masalah, mengambil sikap, dan menyelesaikannya. Kasus

Page 3: Artikel Masalah Pendidikan Di Indonesia

tawuran antarmahasiswa atau para guru yang melakukan tindak kekerasan di sekolah merupakan cermin karakter mental mereka yang minus nalar etik.

Berbagai kasus kekerasan di sekolah yang sempat terekspose di media massa sudah cukup memprihatinkan. Penulis yakin jika kasus-kasus kekerasan di sekolah laksana gunung es di lautan. Puluhan kasus yang sempat terendus oleh media massa hanyalah secuil dari budaya kekerasan yang sudah merata di semua tingkat satuan pendidikan di Indonesia. Fenomena memiriskan semacam ini bisa menjadi sebuah indikasi bahwa pendidikan moral yang terkandung dalam mata pelajaran agama sudah tidak efektif lagi. Mungkin saat ini pendidikan budi pekerti layak dipertimbangkan kembali.***

Oleh Mu'arif

(Penulis adalah pemerhati masalah pendidikan. Seperti dimuat dalam Suara Karya Online)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Judul: Masalah Pendidikan di IndonesiaBahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.Nama & E-mail (Penulis): Rena Istri Wangi Saya Mahasiswi di Universitas Negeri Malang Topik: Masalah Pendidikan Tanggal: 6 Juni 2007

MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA 

Kurang optimalnya pelaksanaan sistem pendidikan (yg sebenarnya sudah cukup baik) di Indonesia yang disebabkan sulitnya menyediakan guru-guru berkompetensi untuk mengajar di daerah-daerah.Sebenarnya kurikulum Indonesia tidak kalah dari kurikulum di negara maju, tetapi pelaksanaannya yang masih jauh dari optimal. Kurang sadarnya masyarakat mengenai betapa pentingnya pendidik dalam membentuk generasi mendatang sehingga profesi ini tidak begitu dihargai. 

Sistem pendidikan yang sering berganti-ganti, bukanlah masalah utama, yang menjadi masalah utama adalah pelaksanaan di lapangan, kurang optimal. Terbatasnya fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan yang belajar. Hal ini terkait terbatasnya dana pendidikan yang disediakan pemerintah. 

Banyak sekali kegiatan yang dilakukan depdiknas untuk meningkatkan kompetensi guru, tetapi tindak lanjut yang tidak membuahkan hasil dari kegiatan semacam penataran, sosialisasi. Jadi terkesan yang penting kegiatan itu terlaksana selanjutnya, tanpa memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh. 

Jika kondisi semacam itu tidak diubah untuk dibenahi kecil harapan pendidikan bisa lebih maju/baik. Maka pendidikan Indonesia sulit untuk maju. Selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yg berkualitas mesti bermodal/berbiaya besar. Tapi oleh pemerintah itu tidak ditanggapi, kita lihat saja anggaran pendidikan dalam APBN itu. Padahal semua tahu

Page 4: Artikel Masalah Pendidikan Di Indonesia

bahwa pendidikan akan membaik jika gurunya berkompetensi dan cukup dana untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran. 

Adanya biaya pendidikan yang mahal, menyulitkan sebagian masyarakat Indonesia yang kurang mampu. Hal ini dapat mengakibatkan banyaknya anak-anak Indonesia yang terancam putus sekolah. Oleh karena itu, sangat lah di perlukan peningkatan dana pendidikan di Indonesia agar dapat membantu masyarakat Indonesia yang kurang mampu melalui program beasiswa, orang tua asuh, dan dapat juga dengan pembebasan biaya pendidikan.

Nasib Pendidikan Indonesia Tanpa Standar UjianPendidikan dasar di Indonesia tidak akan maju tanpa ujian nasional sebagai acuan standar, terutama di sekolah-sekolah formal. Pemerhati masalah sosial dan pendidikan, Komarudin Hidayat, di Jakarta, Jumat (29/5), mengatakan ujian nasional harus tetap diadakan.

"Ujian nasional hanya bagian kecil saja dari pendidikan nasional, strategi besarnya adalah memajukan budaya unggul di bidang pendidikan dasar dan pendidikan tinggi," kata Komarudin, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, negara-negara yang merdeka setelah perang dunia kedua mempunyai dua agenda besar untuk memajukan negaranya, yaitu membangun ketahanan politik dan membangun perekonomian.     Sedangkan tantangan untuk menjadi negara yang maju, kata Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu, harus menuju ke arah pembangunan pendidikan dan kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan tersebut tidak hanya dimaknai sebagai produk seni dan surat kelulusan, namun lebih kepada pembangunan karakter, kerja keras, dan keuletan seseorang.     "Namun sangat disayangkan, pembangunan di Indonesia  mengalami kemunduran yaitu masih terjebak pada tingkatan membangun kehidupan politik dan peningkatan ekonomi," ujar Komarudin. Masyarakat Indonesia sekarang ini dikondisikan pada budaya pragmatis dan simbolis saja. Padahal, menurut Komarudin, pendidikan dan standar ujian harus dibawa kepada tataran makna.     Mengenai standar kelulusan, menurut dia, mata pelajaran yang menentukan lulus atau tidaknya seorang siswa merupakan hal lain yang harus dikaji lagi.Komarudin menambahkan, ujian nasional tersebut merupakan ayakan untuk menentukan sejauh mana seorang siswa mampu menguasai pemebelajarannya selama di sekolah.     Ia mencontohkan di bidang olah raga bela diri, untuk menentukan kelulusan dan menuju ke tingkat yang lebih tinggi diperlukan ujian, begitu pula dengan syarat untuk mengemudi di jalan raya tetap memerlukan ujian agar dikatakan layak ketingkat yang lebih tinggi. Komarudin menghimbau, masalah pendidikan seharusnya menjadi perhatian pemerintah dan presiden harus turun tangan langsung dengan membuat suatu kebijakan yang nyata.

Page 5: Artikel Masalah Pendidikan Di Indonesia

HENDRA A. SETYAWAN/HARIAN KOMPAS

Ilustrasi: SBY mengatakan (26/5), siapapun pemimpin Indonesia lima tahun ke depan, lima agenda utama pembangunan RI harus tetap dijalankan, dan salah satu pilar utama menjalankan agenda tersebut ialah pendidikan.

  

"Masalah itu jangan hanya diserahkan pada departemen pendidikan, yang kemudian diserahkan kepada eselon satu," kata Komarudin. Dengan demikian, katanya, alokasi anggaran pendidikan harus ditingkatkan, yaitu dengan membagun pusat-pusat pendidikan yang bertaraf internasional sehingga orang-orang Indonesia tidak perlu ke luar negeri untuk mencari ilmu.     Berkaitan dengan hal itu, Komarudin menegaskan pendidikan merupakan dasar untuk membangun kebudayaan nasional yang menghasilkan suatu produk yaitu peradaban. "Tanpa pendidikan budaya sebagai modal, tidak akan lahir suatu produk peradaban seperti teknologi, seni, standar pendidikan serta hasil riset," kata Komarudin.     Pembangunan di bidang politik dan ekonomi, menurut dia, juga harus melahirkan kebudayaan yang unggul. "Politik dan ekonomi hanyalah instrumen atau alat saja, bukanlah tujuan utama suatu negara," ujar Komarudin.     Komarudin menyimpulkan, hanya dengan membangun peradaban dan karakter yang baik, melalui keuletan, optimisme, kerja keras, kerukunan antar masyarakat, akan lahir Indonesia yang mempunyai budaya unggul.

Sumber: Kompas

Masalah Pendidikan di Indonesia

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di

Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutupendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan

bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara

Page 6: Artikel Masalah Pendidikan Di Indonesia

lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Mahalnya biaya pendidikan.

* Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

* Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.* Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.

* Rendahnya Prestasi Siswa

Page 7: Artikel Masalah Pendidikan Di Indonesia

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

* Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

* Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.