Arteritis Temporalis dan Stroke

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    1/36

    1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

    penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Menurut WHO, ada 15 juta

    populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah usia

    tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 tahun.

    Di Indonesia sendiri walaupun data studi epidemiologi stroke secara

    komprehensif dan akurat belum ada, dengan meningkatnya harapan hidup tendensi

    peningkatan kasus stroke akan meningkat di masa yang akan datang. Menurut

    Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu

    penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera,

    tepat dan cermat. Oleh karena tingginya kejadian stroke dan adanya kecenderungan

    untuk meningkat karena berbagai sebab, menyebabkan usaha pemerintah dalam

    menekan angka kematian dan derajat kecacatan akibat stroke lebih ditujukan pada

    penanganan saat pasien stroke dirawat di rumah sakit.

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelayanan stroke yang terorganisir

    dalam unit stroke akan menurunkan angka kematian, menurunkan angka kecacatan,

    dan memperbaiki status fungsional pasien stroke. Unit stroke direkomendasikan

    sebagai unit terpadu multidisiplin yang menangani pasien-pasien stroke. Kajian

    sistematis dari berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan efektivitas unit stroke

    dalam memberikan pelayanan stroke. Di Indonesia penelitian berskala cukup besar

    dilakukan oleh survey ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di

    seluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit dan

    dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama perawatan, mortalitas dan

    morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih

    banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    2/36

    2

    11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun sebanyak

    33,5%.

    Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dimana 20%

    penderita yang bertahan hidup masih membutuhkan perawatan di institusi

    kesehatan setelah 3 bulan dan 15-30% penderitanya mengalami cacat permanen.

    Stroke merupakan kejadian yang mengubah kehidupan dan tidak hanya

    mempengaruhi penderitanya namun juga seluruh keluarga dan pengasuh. Akibat

    gangguan fungsional ini menyebabkan penderita stroke harus mengeluarkan biaya

    yang besar untuk perawatan rehabilitasi disamping juga kehilangan

    produktivitasnya.

    Arteritis Temporalis (Giant Cell Arteritis, Arteritis Sel Raksasa) adalah

    penyakit peradangan menahun pada arteri-arteri besar. Penyakit ini menyerang

    sekitar 1 dari 1.000 orang yang berusia diatas 50 tahun dan sedikit lebih banyak

    menyerang wanita. Arteritis temporalis pertama kali dijelaskan dalam literatur

    Barat oleh Hutchinson pada tahun 1890, dan ahli histopatologis oleh Horton pada

    tahun 1932. Kebutaan terkait dengan arteritis temporalis pertama kali dilaporkanoleh Jennings pada tahun 1938, dan pertama kali diperkenalkan Birkhead tentang

    efektivitas terapi kortikosteroid sistemik dalam mencegah kebutaan.

    Arteritis temporal atau cranial adalah salah satu bentuk spesifik dari giant

    cell arteritis dengan melibatkan arteri temporal atau cabang-cabangnya, yang

    menimbulkan gejala klinis sakit kepala pada orang yang lebih tua. Gambaran

    patologisnya terutama ditandai oleh infiltrasi sel mononuclear atau proses

    granulomatosa dengan sel giant yang multinuclear. Arteritis nekrosis pun muncul.

    Lumen pembuluh darah hampir mengalami obliterasi atau pada suatu waktu

    mengalami obliterasi total.

    Gejalanya bertumpang tindih dengan polimialgia rematika. Penyebabnya

    tidak diketahui, tetapi diduga merupakan akibat dari respon kekebalan. Gejalanya

    bervariasi, tergantung kepada arteri mana yang terkena. Jika mengenai arteri besar

    yang menuju ke kepala. biasanya secara tiba-tiba akan timbul sakit kepala hebat di

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    3/36

    3

    pelipis atau di belakang kepala. Pembuluh darah di pelipis bisa teraba membengkak

    dan bergelombang. Jika sedang menyisir rambut, kulit kepala bisa terasa nyeri.

    Bisa terjadi penglihatan ganda, penglihatan kabur, bintik buta yang besar,

    kebutaan pada salah satu mata atau gangguan penglihatan lainnya.Yang paling

    berbahaya adalah jika terjadi kebutaan total, yang bisa timbul secara mendadak jika

    aliran darah ke saraf penglihatan (nervus optikus) tersumbat. Yang khas adalah

    rahang, otot-otot pengunyahan dan lidah bisa terluka jika makan atau berbicara.

    Gejala lainnya bisa meliputi polimialgia rematika. Diagnosis dan terapi steroid

    sangat penting untuk pencegahan pada potensi ireversibel kerusakan iskemik organ

    terakhir.

    The American College of Rheumatology telah mengembangkan kriteria

    untuk klasifikasi dari giant cell arteritis. Kriteria tersebut dikembangkan dari

    perbandingan dengan bentuk vaskulitis lainnya. Gambarannya termasuk usia lebih

    dari 50 tahun saat onset penyakit, onset baru dari sakit kepala terlokalisasi, nyeri

    tekan terlokalisasi arteri temporal, atau berkurangnya pulsasi arterial, peningkatan

    waktu sedimen eritrosit (westergen) lebih dari 50 mm/jam dan specimen biopsyarteri positif. Spesimen biopsi harus menunjukkan arteritis nekrosis. Gambaran

    penting selanjutnya dalam membantu diagnosis adalah klaudikasio dari rahang saat

    mengunyah. Pada waktu timbulnya gejala saat mengunyah, dapat menjalar ke

    daerah sendi temporomandibular. Dokter gigi biasanya yang pertama kali

    menemukan pasien dengan keluhan seperti ini. Klaudikasio intermiten dari otot

    rahang dapat dipertimbangkan sebagai patognomonis. Ini menekankan bahwa

    biopsy secara umum dari arteri temporal sering diperlukan untuk menentukan

    diagnosis. Lima sentimeter direkomendasikan sebagai panjang biopsy arteri untuk

    mengkonfirmasi diagnosis pada suspek arteritis temporal. Skip lesionbukan tidak

    biasa.

    Mungkin terdapat gejala-gejala yang memberi kesan rheumatic polimialgia,

    Dua kelainan yang saling tidak berhubungan, dan persentase dari pasien dengan

    rheumatik polimialgia akan mempunyai gejala yang tumpang tindih dengan arteritis

    temporal. Rheumatik polimialgia didiagnosis dengan ekslusi. Tampilan gejala yang

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    4/36

    4

    paling sering ditemukan berupa kaku panggul dan otot bahu. Peningkatan waktu

    sedimentasi eritrosit, anemia, dan enzim hati sedikit abnormal mungkin ditemukan.

    Penyakit ini diobati dengan kortikosteroid dengan dosis yang lebih kecil

    dibandingkan giant cell arteritis. Terapi kortikosteroid mungkin harus lebih lama

    pada kedua kelainan ini; terapi mungkin diperlukan selama 2 tahun. Perkiraan

    review terbaru bahwa 50% dari pasien dengan arteritis temporal mempunyai

    sindrom rheumatic polimialgia

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    5/36

    5

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Stroke

    2.1.1. Definisi Stroke

    Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran

    darah otak yang menyebabkan defisit neurologis. Stroke adalah defisit neurologis

    mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi saraf otak (Martono et

    al, 2006).

    Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu tanda klinis

    yang berkembang cepat akibat gangguan fokal (atau global) dengan gejala-gejala

    yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa

    adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Frtzsimmons, 2007).

    2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Otak

    1.

    AnatomiOtak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis (a.karotis

    interna kanan dan kiri), dan sistem vertebral. A.Karotis interna, setelah

    memisahkan diri dari a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak

    melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan

    a.oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: a.serebri

    anterior dan a.serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus

    frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.

    Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di

    a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna

    vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu

    mempercabangkn masing-masing sepasang a.serebeli inferior. Pada batas

    medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah

    mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    6/36

    6

    berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri posterior, yang melayani darah

    bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis.

    Ketiga pasang arteri serebri ini bercabang menelusuri permukaan otak, dan

    beranastomosis satu dengan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil

    menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan

    cabang-cabang a.serebri lainnya.

    Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem

    kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu:

    Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh

    a.serebri media kanan-kiri, a.kominikans anterior (yang menghubungkan

    kedua a.serebri anterior), sepasang a.serebri posterior, dan a.komunikas

    posterior (yang menghubungkan a.serebri media dan posterior) kanan dan

    kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.

    Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita,

    masing-masing melalui a.oftalmikadan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.

    Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah

    ekstrakranial).

    Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,

    sehingga menurut Buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam

    jaringan otak.

    Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang

    mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena

    eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otakdan mencurahkan darah ke

    sinus sagitalis superior dan sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui

    vena-vena jugulares, dicurahkan menuju ke jantung.

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    7/36

    7

    2. Fisiologi

    Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem

    vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan

    bagian posterior hemisfer. Alirah darah di otak dipengaruhi oleh 3 faktor. Dua

    yang paling penting adalah, tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-

    kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor

    ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya

    (kemampuan untuk membeku).

    Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor

    jantung, darah, pembuluh darah dll). Dan faktor kemampuan khusus pembuluh

    darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan

    berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    8/36

    8

    arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi

    normal bila tekanan sistolik antara 50-150mmHg) (Harsono, 2009).

    Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga diantaranya

    seperti kadar/tekanan parsial CO2, dan O2 berpengaruhterhadap diameter

    arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana

    jaringan yang asam (pH rendah, menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila

    tekanan parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi

    vasokontriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi aliran

    darah otak. Sedangkan koagubilitas yang besar juga memudahkan terjadinya

    trombosis, dan aliran darah lambat, akibat aliran darah otak yang menurun.

    2.1.3. Epidemiologi

    Di seluruh dunia strok merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi

    usia lanjut. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,

    setelah penyakit jantung dan kanker. Insidens tahunan adalah 2 per 1000 populasi.

    Insidens pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi berusia55-64 tahun.Mayoritas stroke adalah infark serebral.

    Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker.

    Sebanyak 28.5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita

    kelumpuhan sebagian maupun total hanya lima belas persen saja yang dapat

    sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia

    (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk indonesia berumur di

    atas 65 tahun ditaksir menderita stroke.

    2.1.4. Etiologi dan Faktor Resiko

    1.Etiologi

    Menurut Adam dan Victor (2009) , penyebab kelainan pembuluh darah otak

    yang dapat mengakibatkan stroke, antara lain :

    1. Trombosis aterosklerosis

    2. Transient iskemik

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    9/36

    9

    3. Emboli

    4. Perdarahan hipertensi

    5. Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena

    6. Arteritis

    a. Meningovaskular sipilis, arteritis sekunder dari piogenik dan meningitis

    tuberkulosis, tipe infeksi yang lain (tipus,scistosomiasis, malaria, mucormyosis)

    b. Penyakit jaringan ikat (poliarteritis nodosa, lupus eritromatous), necrotizing

    arteritis. Wegener arteritis, temporal arteritis, Takayasu diseases, granuloma atau

    arteritis giant sel dari aorta.

    7. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus paranasal, dan wajah.

    8. Kelaianan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan faktor

    pembekuan darah, polisitemia, sickle cell disease, trombotik trombositopenia

    purpura, trombositosis, limpoma intravaskular.

    9. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar

    10. Angiopati amiloid

    11. Kerusakan aneuriisma aorta

    12. Komplikasi angiografi

    2.Faktor Resiko

    Menurut AHA (American Heart Association) Guideline (2006), faktor resiko

    stroke adalah sebagai berikut:

    I. Faktor resiko yang tak dapat diubah1. Umur

    2. Jenis Kelamin.

    3. Berat Lahir Yang Rendah

    4. Ras

    5. Faktor Keturunan

    6. Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tidak diketahui sebelum

    terjadi stroke

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    10/36

    10

    II.Faktor Resiko Yang Dapat Diubah

    1. Hypertensi/ tekanan darah tinggi

    2. Merokok

    3. Diabetes

    4. Penyakit Jantung/Atrial Fibrilation

    5. Kenaikan kadar cholesterol/lemak darah

    6. Penyempitan Pembuluh darah Carotis

    7. Gejala Sickle cel

    8. Penggunaan terapi sulih hormon.

    9. Diet dan nutrisi

    10. Latihan fisik

    11. Kegemukan

    III. Faktor Resiko Yang Sangat Dapat Diubah

    1. Metabolik Sindrom

    2. Pemakaian alkohol berlebihan

    3. Drug Abuse/narkoba

    4. Pemakaian obat - obat kontrasepsi (OC)

    5. Gangguan Pola Tidur

    6. Kenaikan homocystein

    7. Kenaikan lipoprotein

    8. Hypercoagubility

    2.1.5. Klasifikasi

    Setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosa

    yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi marshall,

    diantaranya :

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    11/36

    11

    1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya

    a. Stroke iskemik (sekitar 80% sampai 85% stroke terjadi).

    1. Transient Ischemic Attack (TIA).

    2. Trombosis serebri.

    3. Embolia serebri.

    b. Stroke haemoragik (sekitar 15% sampai 20% stroke terjadi).

    1. Perdarahan intra serebral.

    2. Perdarahan subarachnoid.

    2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu.

    a. Transient Ischemic Attack.

    b. Stroke ~ in ~ evolution.

    c. Completed stroke.

    3. Berdasarkan sistem pembuluh darah.

    a. Sistem karotis.

    b. Sistem vertebra-basilar.

    2.1.6. Gambaran Klinis Umum

    Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinis

    yang spesifik :

    1. Timbul mendadak. Timbulnya gejala mendadak dan jarang didahului oleh gejala

    pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya.

    2. Menunjukkan gejala neurologis kontraleteral terhadap pembuluh yang tersumbat.

    Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu

    lebih teliti pada observasi sistem vertebrabasilar meskipun prinsipnya sama.

    3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak

    sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    12/36

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    13/36

    13

    adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin

    lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita.

    Sehubungan dengan penalataksanaanya maka stadium patogenesis dapat

    dibagi menjadi tiga fase, yaitu :

    1. Fase hiperakut atau fase emergensi.

    Fase ini berlangsung selama 03 / 12 jam pasca onset. Penatalaksanaan

    fase ini lebih ditujukkan untuk menegakkan diagnosis dan usaha untuk

    membatasi lesi patologik yang terbentuk.

    2. Fase akut.

    Fase ini berlangsung sesudah 12 jam 14 hari pasca onset.

    Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya

    komplikasi, usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan

    usaha preventif sekunder.

    3. Fase subakut.

    Fase ini berlangsung sesudah 14 harikurang dari 180 hari pasca onset

    dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit serta

    penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder serta

    usaha yang fokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha

    menghindari komplikasi

    2. Patogenesis stroke iskemik

    Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri

    besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan

    (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ

    distal kemudian bekuan dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau

    mungkin terbentuk didalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa

    melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Pangkal arteria karotis

    interna (tempat arteria karotis komunis bercabang menjadi arteria karotis

    interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya arteriosklerosis.

    Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    14/36

    14

    pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak

    arteriosklerosis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.

    3. Patogenesis stroke hemoragik

    Stroke haemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat tinggi dapat

    mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak atau stroke

    haemoragik yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, perdarahan

    subarachnoid dan perdarahan intraserebral.

    1. Perdarahan subaraknoid

    Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding

    pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat

    melalui aliran cairan otak ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan

    sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi

    willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar

    10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.

    2. Perdarahan intraserebral

    Patogenesis perdarahan intraserebral adalah akibat rusaknya struktur

    vaskular yang sudah lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh

    kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah,

    atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi

    toleransi.

    Menurut Tole dan Utterback, penyebab perdarahan intraserebral adalah

    pecahnya mikroaneurisma Charcot - Bouchard akibat kenaikan tekanan

    darah.

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    15/36

    15

    2.1.8. Patofisiologi

    A. Stroke Non Hemoragik (Iskemik)

    Secara patologik suatu infark dapat dibagi dalam:

    a. Trombosis pembuluh darah (trombosis serebri)

    b.

    Emboli antara lain darah jantung (emboli serebri)

    Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia

    jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga

    bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal

    di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada

    pembuluh darah yang tersumbat.

    c.

    Arteritis sebagai akibat dari lues/arteritis temporalis.

    Antara darah dan otak terdapat berbagai sistem penghalang yang

    mengatur lewatnya substansi antara darah dan otak dalam rangka

    pemeliharaan homeostasis. Dalam situasi patofisiologi, sistem pengaturanendotelial-astrositik mugnkin terpengaruh secara tidak seimbang sehingga

    mengakibatkan perbedaan kecepatan aliran keluar-masuk berbagai

    substansi. Salah satu atau keduanya dapat terganggu dan kemudian

    menimbulkan disfungsi sel-sel otak.

    Ensefalopati dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah anoksia.

    Beberapa penderita dapat pulih mendekati normal; hal demikian ini

    diperkirakan sebagai akibat dari metabolisme anerobik, terutama asidosis

    laktat dan munculnya radikal bebas.

    Kerusakan otak akibat anoksia bersifat multifokal, mengenai

    gangglia basala, korteks serebri, batang otak, medula spinalis, dan sel

    Purkinje di serebelum.

    Anoksia terjadi oleh karena sebab-sebab anoksik, anemik, stagna,

    atau selular. Anoxic anoxia disebabkan oleh berkurangnya kapasitas darah

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    16/36

    16

    untuk membawa oksigen sebagaimana terjadi pada keracunan karbon

    monoksida. Stagnant anoxia disebabkan oleh menurunnya aliran darah

    musalnya pada hipotensi berat atau cardiac arrest. Sementara itu cellular

    (histotoxic anoxia) disebabkan oleh terganggunya penggunaan oksigen oleh

    sel, misalnya pada keracunan sianida.

    Edema otak merupakan akumulasi cairan secara abnormal dalam

    jaringan otak yang kemudian menyebabkan pembesaran secara volumetrik.

    Ada tiga jenis edema otak: basogenik, sitotoksik, dan kombinasi keduanya.

    Pada edema vasogenik, cairan secara pasif berkumpul di ruang interstisial

    sesudah terjadi kerusakan sawar darah tak. Hal ini terjadi sebagai akibat

    dari meningkatnya tekanan hidrostetik; peningkatan ini mungkin

    disebagkan hipertensi sistemik, terhalangnya aliran venosa, neoplasma

    otak, cedera kepala dan gangguan pembuluh darah otak. Edema sitotoksik

    disebabkan oleh abnormalitas di dalam tekanan osmotik intraselular atau

    dinamika membran sel. Sel-sel membengkak begitu cairan berpindah dari

    ektraselular ke intraselular. Edema sitotoksik ini menyebabkan gangguanfungsi sel yang lebih berat daripada vasogenik.

    Edema otak iskemik terjadi dan berkembang beberapa menit sesudah

    sumbatan arteri. Edema otak ini bersifat multisenter, memburuk dalam

    waktu 3-4 hari pasca oklusi.

    B. Stroke Hemoragik

    a.

    Patofisiologi Pendarahan Intraserebral

    70% kasus pendarahan intraserebral terjadi di kapsula interna, 20%

    di fosa posterior (batang otak dan serebelum), dan 10% di hemisfer (di

    luar kapsula interna) (Harsono, 2009).

    Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena

    robeknya pembuluh darah otak, diikuti pembentukan edema dalam

    jaringan otak di sekitar hematoma. Akibatnya, terjadi diskontinuitas

    jaringan dan kompresi oleh hematoma dan edema pada struktur sekitar

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    17/36

    17

    termasuk pembuluh darah otak dan menyempitkan/menyumbatnya,

    sehingga terjadi pula iskemi pada jaringan yang dilayaninya.

    Maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan

    otak, kompresi pembuluh darah otak/iskemi, dan akitbat kompresi pada

    jaringan otak lainnya.

    b. Patofisiologi Pendarahan Subarakhnoid

    Penyebab pecahnya aneurrisma berhubungan dengan ketegangan

    dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan

    di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang

    arachnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan

    serebrospinalis. Darah ini selain dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

    intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh karena

    tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak.

    2.1.9. Gejala Klinis

    A.

    Stroke Iskemik

    Manifestasi Klinis bergantung pada neuroanatomi dan

    vaskularisasinya. Gejala klinis dan defisit neurologik yang ditemukan

    berguna untuk menilai lokasi iskemik.

    Gejala-Gejala Penyumbatan Sistem Karotis

    Gejala penyumbatan arteri karotis interna

    Buta mendadak (amaurosis fugaks)

    Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan

    Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom horner pada

    sisi sumbatan.

    Gejala penyumbatan arteri serebri anterior

    Hemiparesis kontralateral dengan kelumpunhan tungkai lebih

    menonjol

    Gangguan mental (bila lesi di frontal)

    Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    18/36

    18

    Inkontinensia

    Bisa kejang-kejang. Gejala penumbatan arteri serebri media

    Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila

    tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol

    Hemihipestesia

    Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominanyang te

    rserang, antaralain afasia motorik/sensorik.

    Gangguan pada kedua sisiKarena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat

    terjadi pada kedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada

    vaskular dengan gejala-gejala:

    Hemiplegia dupleks

    Sukar menelan

    Gangguan emosional, mudah menangis.

    Gejala-Gejala Gangguan Sistem Sistem Vertebro-Basilar Sumbatan/gangguan pada arteri serebri posterior :

    Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi

    Hemiparesis kontralateral

    Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (termasuk rasa

    getar) kontralateral (hemianastesia).

    Bila salah satu cabang ke talamus tersumbat, timbullah sindrom

    talamikus, yakni :

    Nyeri talamik, suatu rasa nyeri yang terus menerus dan sukar

    dihilangkan; pada pemeriksaan raba terdapat anestesia, tetapi pada tes

    tusukan timbul rasa nyeri (anastesia dolorosa).

    Hemikhorea, disertai hemiparesis, disebut sindrom Dejerine Marie.

    Gangguan/sumbatan pada a.vertebralis:

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    19/36

    19

    Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg.

    Sumbatan pada sisi yang tidak dominan seringkali tidak menimbulkan

    gejala.

    Sumbatan/gangguan pada a.serebeli posterior inferior:

    Sindrom Wallenberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai di

    sisi yang sama, gangguan N.II (oftalmikus), dan refleks kornea hilang

    pada sisi yang sama. Selain itu, dapat terjadi:

    Sindrom horner sesisi dengan lesi

    Disfagia, apabila infak mengenai nukleus ambiguus ipsilateral.

    Nistagmus, jika terjadi infark pada nukleus bestibularis.

    Hemihipestesia alternans.

    Sumbatan/gangguan pada cabang kecil a.basilaris (a.paramedian)

    ialah parestesi nervi kraniales yang nukleusnya terletak di tengah-

    tengah N.III, N.IV, dan N.XII, disertai hemiparesis kontralateral.

    B.

    Stroke Hemoragik

    Gejala stroke bisa dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi dan

    gejala/tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa

    sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis, akan tetapi bisa sedemikian

    tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya.

    Pasien bisa datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh

    badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi jarang

    pasien datang dalam keadaan koma dalam sehnigga memerlukan

    penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke.

    Pendarahan Intrasereberal

    Gejala prodromal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi.

    Serangan: seringkali di siang hari, waktu bergiat, atau emosi/marah. Sifat

    nyeri kepala: nyeri yang hebat sekali. Mual muntah, seringterjadi pada

    permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak

    permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    20/36

    20

    koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara -2 jam, dan

    12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari)

    Pendarahan Subaraknoid

    Gejala Prodromal : nyeri kepala hebat dan per akut, hanya 10%, 90%

    tanpa keluhan sakit kepala.

    Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi dari tak sadar

    sebentar, sedikit delir sampai koma.

    Gejala/tanda rangsangan meningeal: kaku kuduk, tanda Kernig ada.

    Fundus okuli: 10% penderita mengalami edema-papil beeberapa jam

    setelah pendarahan. Sering terdapat pendarahan subhialoid karena

    pecahnya aneurisma pada a.komunikans anterior, atau a.karotis

    interna.

    Gejala-gejala neurologik fokalL bergantung pada lokasi lesi.

    Gejala fungsi saraf otonom: demam setelah 24 jam, demam ringan

    karena rangsangan mening, dan demam tinggi bila dilihatkan

    hipotalamus. Begitupun muntah, berkeringat, menggigil, dan

    takikardia, ada hubungannya dengan hipotalamus. Bila berat maka

    terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena (stress ulcer),

    dan seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria,

    albuminuria, dan perubahan pada EKG.

    Gejala Klinis PIS PSA SNH

    Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat/ringan

    Awitan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)

    Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada

    Muntah pada

    awalnya

    Sering Sering Tidak, kecuali lesi

    di batang otak

    Hipertensi Hampir selalu Biasanya

    tidak

    Sering

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    21/36

    21

    Kaku kuduk Jarang Biasanya ada Tidak ada

    Hemiparesis Sering sejak

    awal

    Awat tidak

    ada

    Sering sejak awal

    Deviasi mata Bisa ada Jarang Mungkin ada

    Gangguan bicara Sering Selalu Sering

    Likuor Seringberdarah Berdarah Jernih

    2.1.10.Diagnosis

    A. Anamnesis

    Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah

    badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi

    dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun

    tidur, sedang bekerja, ataupun sewaktu istirahat.

    B. Pemeriksaan fisik

    Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti

    tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat

    kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala

    koma glasglow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya

    penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai

    pemeriksaan sarafsaraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih

    baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma

    glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks refleks

    batang otak yaitu :

    1. Reaksi pupil terhadap cahaya.

    2. Refleks kornea.

    3. Refleks okulosefalik.

    4. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,

    hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu tentukan

    kelumpuhan yang terjadi pada saraf saraf otak dan anggota gerak.

    Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun,

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    22/36

    22

    karena makin dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis

    neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan perdarahan intra serebral

    dapat luas sekali jika terjadi perdarahan perdarahan retina atau preretina

    pada pemeriksaan funduskopi.

    C. Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan

    neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai

    berikut;

    1. Laboratorium.

    a. Pemeriksaan darah rutin.

    b. Pemeriksaan kimia darah lengkap.

    1. Gula darah sewaktu.

    Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai

    250 mg dalam serum dan kemudian berangsur angsur kembali

    turun.

    2. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim

    SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL

    kolesterol serta total lipid).

    c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).

    1. Waktu protrombin.

    2. Kadar fibrinogen.

    3. Viskositas plasma.

    d. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi

    Homosistein.

    2. Pemeriksaan neurokardiologi

    Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan

    elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    23/36

    23

    serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan

    perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang

    menyerupai suatu infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi

    misalnya CK-MB follow up nya akan memastikan diagnosis. Pada

    pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah kepada kemungkinan

    adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan

    echocardiografi terutama transesofagial echocardiografi (TEE) dapat

    diminta untuk visualisasi emboli cardial.

    3. Pemeriksaan radiologi

    a. CT-scan otak

    Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini sangat

    penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada

    infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak memperlihatkan

    gambaran jelas jika dikerjakan pada hari hari pertama, biasanya tampak

    setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.

    Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu

    perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di

    batang otak.

    b. Pemeriksaan foto thoraks.

    1. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran

    ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

    penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.

    2. Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi

    proses manajemen dan memperburuk prognosis.

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    24/36

    24

    2.2. Arteritis Temporalis

    2.2.1. Definisi

    Arteritis Temporalis (Giant Cell Arteritis/Arteritis Sel Raksasa)

    adalah penyakit peradangan dan kerusakan pada pembuluh darah yang

    mensuplai daerah kepala, terutama arteri besar atau menengah cabang dari

    leher yang mensuplai darah ke daerah temporal.

    2.2.2. Epidemiologi

    Insidensi arteritis temporalis di Olmsted County, Minnesota,

    Amerika Serikat pada tahun 1975, prevalensi adalah 133 kasus per 100.000

    pada orang yang berusia 50 tahun atau lebih. Insidensi arteritis temporalis di

    Skandinavia adalah 23,3-33,6 per 100.000 pada orang yang berusia 50 tahun

    atau lebih.

    Prevalensi sangat tergantung pada jumlah individu yang berusia 50

    tahun atau lebih tua, usia rata-rata onset adalah 75 tahun. Negara-negara

    dengan harapan hidup yang lebih rendah memiliki prevalensi yang lebihrendah. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan dengan rasio

    perempuan dan laki-laki kira-kira 3,7:1.

    2.2.3. Etiologi

    Etiologi arteritis temporal adalah multifaktorial dan ditentukan oleh

    faktor lingkungan dan genetik. Data menunjukkan bahwa penyakit ini

    mungkin disebabkan oleh paparan antigen eksogen. Banyak virus dan

    bakteri telah diusulkan berpotensial, termasuk parvovirus, virus

    parainfluenza, varicella zoster virus, Chlamydia pneumoniae, dan

    Mycoplasma pneumoniae.

    Sel T direkrut ke dinding pembuluh darah setelah paparan awal

    antigen. Mereka melepaskan sitokin yang bekerja pada makrofag lokal dan

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    25/36

    25

    sel raksasa berinti banyak. Respon dari makrofag dan sel raksasa berinti

    banyak dengan sitokin tergantung pada lokasi mereka dalam dinding

    pembuluh darah.

    Adventitia berbasis makrofag menghasilkan interleukin-6 (IL-6),

    yang selanjutnya menambah kaskade inflamasi. Makrofag dalam media

    menghasilkan radikal oksigen bebas dan metalloproteases, yang

    menghancurkan dinding arteri dan fragmen lamina elastis. Dengan

    gangguan dari lamina elastis internal, intima migrasi menjadi

    myofibroblasts, yang berproliferasi dan menjadi matriks ekstraseluler.

    Proses migrasi didorong oleh intima berbasis makrofag yang menghasilkan

    platelet-derived growth factor (PDGF) dan faktor pertumbuhan endotel

    vaskular (VEGF). Efek dari peristiwa ini adalah arteritis dengan kehancuran

    vaskular lokal dan hiperplasia intimal menyebabkan stenosis luminal dan

    oklusi.

    2.2.4. Patofisiologi

    Arteritis temporalis merupakan penyakit imunitas seluler. Kerusakan

    vaskulitis dimediasi oleh CD4+ yang diaktifkan sel T helper dalam

    menanggapi antigen yang disajikan oleh makrofag. Respon inflamasi primer

    mempengaruhi lamina elastis internal. Sel raksasa berinti banyak, yang

    merupakan ciri histologis arteritis temporalis, mungkin berisi fragmen serat

    elastis. Antigennya tidak diketahui, tetapi elastin tetap merupakan suspek

    yang penting.

    Arteri temporal superfisial terlibat dalam sebagian besar pasien.

    Distribusi topografi arteritis temporalis, yang mencerminkan predileksi

    untuk lamina elastis internal, termasuk lengkungan aorta dan cabang-

    cabangnya.Arteritis temporalis tidak menyebabkan luas vaskulitis serebral

    intrakranial, karena arteri intrakranial kurang mempunyai lamina elastis

    internal. Arteritis temporalis tidak melibatkan arteri cervicocephalic,

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    26/36

    26

    termasuk arteri karotis dan vertebralis. Ini biasanya mempengaruhi arteri

    dalam pola berikut:

    Arteri carotis eksterna dan interna ekstrakranial dan segmen proksimal

    intracranial

    Cabang Intraorbital, terutama posterior ciliary dan arteri oftalmik

    Arteri vertebralis

    Arteritis vertebra merupakan ekstrakranial, tetapi dapat memperpanjang

    sampai intracranial selama kira-kira 5 mm di luar penetrasi dural.

    Subklavia, axilla, dan keterlibatan arteri proksimal brakialis

    menghasilkan pola angiografik karakteristik vaskulitis

    Keterlibatan oleh arteritis temporalis dari aorta ascending yang dapat

    menyebabkan pecahnya aorta, dan arteritis koroner yang dapat

    menyebabkan infark miokard (MI).

    2.2.5. Gejala Klinis

    Tanda dan gejala arteritis sel raksasa dapat bervariasi. Bagi sebagian orang,

    awal kondisi terasa seperti flu - dengan nyeri otot (myalgia), demam dan

    kelelahan, serta sakit kepala. Adapun beberapa gejala klinis yang sering

    ditemukan pada penderita arteritis temporalis yaitu :

    1. Nyeri kepala yang non spesifik namun terlokalisasi di daerah pelipis.

    2. Nyeri tekan kulit kepala yang dapat menjadi jelas ketika pasien

    menyisir rambut.

    3.

    Nyeri saat mengunyah dapat terjadi karena gangguan perdarahan

    pada otot-otot pengunyah (klaudikasio intermitten pada rahang).

    4.

    Hilangnya penglihatan sementara pada salah satu mata (amaurosis

    fugax) merupakan gejala yang mengkhawatirkan karena terdapat

    resiko kebutaan monookular permanen atau kebutaan total.

    5.

    Diplopia dapat terjadi akibat keterlibatan nervus kranialis ketiga atau

    keenam.

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    27/36

    27

    6.

    Gejala konstitusional meliputi demam yang tidak terlalu tinggi,

    keringat pada malam hari, nyeri pada otot bahu/gelang panggul,

    malaise, anoreksia dan penurunan berat badan.

    2.2.6. Diagnosis

    Kriteria diagnosis menurut American College of Rheumatology's :

    1. Pasien usia 50 tahun pada saat onset penyakit (gejala dimulai pada

    usia 50 tahun).

    2.

    Nyeri kepala yang baru dirasakan.

    3. Abnormalitas dari arteri temporalis (nyeri arteri temporalis pada

    palpasi atau penurunan denyut arteri temporalis, yang tidak

    berhubungan dengan arteriosklerosis arteri servikal).

    4. Peningkatan LED (> 50 mm/jam dengan metode Westergreen).

    5. Biopsi abnormal (Biopsi specimen arteri menunjukkan vasculitis

    yang ditandai adanya dominasi infiltrasi sel mononuclear atau

    inflamasi granulomatosa, biasanya dengan sel-sel raksasa berinti).

    2.2.7. Diagnosis Banding

    1. Cluster Headache

    2. Confusional States and Acute Memory Disorders

    3. Migraine Variants

    4. Multi-infarct Dementia

    5. Persistent Idiopathic Facial Pain

    6. Polyarteritis Nodosa

    7. Postherpetic Neuralgia

    8.

    Trigeminal Neuralgia

    http://emedicine.medscape.com/article/1142459-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1135767-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1142731-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1135408-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1142187-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1007428-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1143066-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1145144-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1145144-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1145144-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1143066-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1007428-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1142187-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1135408-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1142731-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1135767-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1142459-overview
  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    28/36

    28

    2.2.8. Pemeriksaan Penunjang

    1. LED (meningkat >100 mm/jam).

    2. Pemeriksaan darah lainnya yang dapat menunjukkan gambaran

    anemia normokromik normositik dan tes fungsi hati yang abnormal,

    terutama peningkatan alkali fosfatase.

    3. Biopsi arteri temporalis

    Gambar 2. Ciri khas histologis arteritis temporalis : penebalan intimal dengan

    stenosis luminal, sel inflamasi mononuklear menyusup dengan invasi media dan

    nekrosis, dan pembentukan sel raksasa di media.

    2.2.9.

    Kaitan Arteritis Temporalis Dengan Kejadian Stroke

    Arteri adalah pembuluh darah yang memiliki dinding yang tebal,

    lentur dan bersifat elastis. Darah yang mengandung oksigen meninggalkan

    jantung melalui arteri utama pada tubuh yaitu aorta. Aorta yang dibagi

    menjadi arteri - arteri yang lebih kecil yang akan memberikan darah ke

    seluruh bagian tubuh termasuk otak dan organ internal.

    Pada arteritis sel raksasa/arteritis temporalis, beberapa pembuluh arteri

    menjadi meradang, menyebabkan pembuluh arteri membengkak dan

    kadang-kadang terjadi penurunan aliran darah. Hanya apa yang

    menyebabkan arteri ini menjadi meradang belum diketahui.

    Meskipun hampir semua arteri besar atau menengah dapat dipengaruhi,

    paling sering pembengkakan terjadi pada arteri temporal dalam kepala yang

    terletak tepat di depan telinga dan berlanjut sampai ke kulit kepala. Dalam

    beberapa kasus, pembengkakan mempengaruhi hanya bagian dari arteri

    dengan bagian yang normal di antaranya.

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    29/36

    29

    Dalam beberapa kasus, gumpalan darah bisa terbentuk di arteri yang

    terkena, sehingga dapat menghalangi aliran darah sepenuhnya,serta

    mengambil sebagian oksigen dan nutrisi yang diperlukan dari otak, hal

    demikian yang akan menyebabkan stroke. Kondisi serius ini adalah

    komplikasi jarang pada arteritis sel raksasa.

    2.3. Penatalaksanaan

    A. Penatalaksanaan Arteritis Temporalis/Giant Cell Arteritis

    Pasien yang diduga menderita arteritis temporalis harus mulai terapi sekaligus.

    Meskipun rekomendasi dosis bervariasi, peneliti kebanyakan

    merekomendasikan penggunaan prednison diberikan secara oral dalam dosis 40

    sampai 60 mg per hari. Pasien dengan gejala visual sebaiknya memulai

    pengobatan dengan dosis lebih tinggi, seperti 250 mg natrium suksinat

    methylprednisolone (Solu-Medrol) diberikan secara intravena setiap enam jam

    untuk tiga sampai lima hari, kemudian berlanjut ke terapi kortikosteroid oral.

    Pada kebanyakan pasien dengan arteritis temporalis, gejala klinis membaik dan

    LED kembali normal dalam waktu dua sampai empat minggu. Pada titik ini,

    dosis kortikosteroid diturunkan perlahan, dengan pengurangan tidak lebih dari

    10 persen dari dosis harian total setiap dua minggu. Selama penurunan dosis,

    penderita harus dimonitor gejala klinis atau peningkatan LED. Jika salah satu

    terjadi, penurunan dosis dihentikan dan dosis saat ini dipertahankan. Setelah

    gejala teratasi dan LED tidak lagi meningkat, penurunan dosis di ulang dengan

    pengurangan dosis lebih kecil pada interval lebih lama. Proses pengobatan

    mungkin "stabil" dengan dosis 10 sampai 20 mg per hari, yang dipertahankan

    selama beberapa bulan sebelum pengurangan dosis lebih lanjut dapat dilakukan.

    Relaps paling mungkin terjadi dalam 18 bulan pertama terapi atau dalam waktu

    12 bulan setelah penghentian pengobatan kortikosteroid. Tingkat kekambuhan

    mungkin sebesar 25 persen. Saat ini tidak ada cara untuk memprediksi pasien

    untuk beresiko kembali. Pasien harus disarankan untuk kontrol ke dokter segera

    jika gejala kambuh, gejala khususnya cranial atau visual. Terdapat alternatif

    agen imunosupresan yaitu pada percobaan agen imunosupresan lainnya,

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    30/36

    30

    termasuk azathioprine, methotrexate, dapson, dan cyclophosphamide, telah

    dicoba untuk sedikit efek steroid. Azathioprine tidak memiliki efek akut, dan

    efek steroidnya mungkin tidak terlihat selama setahun.

    Aspirin dosis rendah dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan untuk

    mencegah stroke karena stroke mungkin terjadi meskipun diberikan dosis tinggi

    pada terapi kortikosteroid dan karena hampir semua pasien dengan arteritis

    temporalis memiliki trombositosis.

    B. Penatalaksanaan Stroke

    a.

    Stroke Iskemik

    a. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)

    Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan

    sampai mati; dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak

    mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang

    diberikan harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak

    justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:

    Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar.

    Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.

    Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan

    sampai menurunkan perfusi otak.

    Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan

    drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.

    Bila gawat atau koma, balans cairan, elektrolit, dan asam basa darah

    harus dipantau.

    Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak

    yang menderita, di daerah iskemi masih menimbulkan perbedaan

    pendapat. Obat-obat itu antara lain:

    Anti-edema otak:

    Edema pada otak terutama bila terjadi oklusi arteri serebri media,

    sulit untuk dikontrol. Kontrikosteroid bermanfaat untuk edema

    interstisial. Yang banyak digunakan deksametason dengan bolus 10-

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    31/36

    31

    20 mg i.v, diikuti 4-5 mg/6jam selama beberapa hari, lalu diturunkan

    pelan-pelan (tapering off), dan dihentikan setelah fase akut berlalu.

    Cairan hiperosmolar misalnya gliserol, manitol, urea, kurang efektif

    untuk infark iskemik. Hal ini disebakan oleh: pemberian cairan

    hiperosmolar ke daerah terganggu oleh terjambatnya aliran darah di

    daerah infark, dan edema pada infark iskemik merupakan kombinasi

    antara edema vasogenik dan sitotoksik (Harsano, 2009; PDSSI, 2008).

    Anti-agregasi trombosit:

    Yang umum dipakai : asam asetil salisilat (ASA), seperti aspirin,

    aspilet, dll, dengan dosis rendah : 80-300 mg/hari (Harsano, 2009).

    Antikoagulansiamisalnya heparin (Harsano, 2009).

    Antagonis kalsium : Nimodipin merupakan salah satu jenis

    antagonis kalsium yang diharapkan dapat mencegah membanjirnya

    kalsium de dalam sel (calcium influx). Pada awalnya nimodipin

    diberikan secara ko-infus dengan bantuan syringe-pump, dengan

    dosis 2-2,5 ml/jam, bergantung pada tekanan darah penderita selama

    5 hari. Dosis tinggi dapat menurunkan tekanan darah yang tentunya

    akan mengakibatkan bertambah beratnya gejala neurologik.

    Nimodipin ini akan memberikan hasil yang baik bila diberikan

    secara dini, kurang dari 6 jam pasca awitan. Nimodipin dapat

    diteruskan secara peroral dengan dosis 120-180mg/hari (PDSSI,

    2008).

    Pentoksifilin: suatu obat hemoreologik yang menurunkan viskositas

    darah, meningkatkan aliran darah dan meningkatkan oksigenasi

    jaringan pada penderita dengan penyakit vaskular. Pentoksifilin

    dapat diberikan pada tahap akut, 6-12 jam pasca awitan, dalam

    bentuk infus dan bukan dalam bentuk bolus intravena. Diberikan

    dengan dosis 15 mg/kgBB/hari selama seminggu (PDSSI, 2008).

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    32/36

    32

    b.Fase Pasca Akut

    Rehabilitasi

    Gangguan pembuluh darah otak merupakan penyebab utama

    kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting pada

    masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,

    fisik dan mental dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.

    Terapi Preventif

    Tujuannya untuk mencegah terulangnya dan timbulnya serangan baru,

    dengan jalan mengobati dan menghindari faktor resiko stroke:

    Pengobatan hipertensi

    Mengobati diabetes melitus,

    Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

    Berolahraga teratur.

    b. Stroke Hemoragik

    a. Pengobatan Umum

    Napas; jalan napas harus bebas untuk menjamin keperluan oksigen.

    Darah, dijaga agar tekanan darah tetap cukup (tinggi) untuk

    mengalirkan darah (perfusi) ke otak, dan menjaga komposisi darah

    (O2, Hb, Glukosa) tetap optimal untuk metabolisme otak.

    Otak; mencegah terjadinya edema otak dan timbulnya kejang dengan

    kortikosteroid dan valium i.v. pelan-pelan terhadap kejang.

    Ginjal; saluran kemih dan balans cairan perlu diperhatikan.

    Gastrointestinum, fungsi defekasi/pencernaan dan nutrisi jangan

    diabaikan.

    b. Pengobatan Spesifik

    Pengobatan ialah pengobatan kausal. Pengobatan terhadap pendarahan

    di otak dengan tujuan hemostasis, misalnya asam traneksamat 1 gr/4

    jam 1.v. pelan-pelan selama 3 minggu, kemudian dosis berangsur-

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    33/36

    33

    angsur diturunkan. Khasiatnya adalah antifibrinolitik, sehingga

    mencegah lisisnya bekuan darah, jadi mencegah pendarahan ulang.

    2.4. Pencegahan

    Pencegahan stroke diikuti tiga cara utama, yaitu kontrol faktor

    resiko, terpai farmakologi, dan intervensi bedah. Pengetahuan dan

    mengendalikan faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah hal utama

    dalam pencegahan primer dan sekunder stroke. Faktor resiko yang dapat

    dimodifikasi antara lain hipertensi, diabetes melitus, merokok,

    hiperlipidemia, konsumsi alkohol yang berlebihan, obesitas, dan aktivitas

    fisik. Faktor resiko lain termasuk umur dan jenis kelamin, penyakit jantung,

    riwayat stroke terdahulu, tingginya level hemoglobin dan hematokrit, tinggi

    fibrinogen, penggunaan kontrasepsi oral.

    2.5. Komplikasi

    a. Komplikasi Arteritis Temporalis

    1.

    Komplikasi tanpa pengobatan antara lain :

    Kehilangan penglihatan. Jika penyakit ini mempengaruhi pembuluh

    darah mata, merupakan keadaan darurat.

    Keterlibatan pembuluh jantung.

    Stroke.

    Sedikitnya sirkulasi darah di lengan dan kaki.

    2. Komplikasi dengan terapi kortikosteroid adalah osteoporosis, patah tulang

    dan infeksi. Studi menunjukkan bahwa terapi etidronat intermiten

    mencegah keropos tulang pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid

    kronis. Selain itu, American College of Rheumatology telah

    merekomendasikan alendronate untuk pencegahan glukokortikoid yang

    menginduksi osteoporosis.

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    34/36

    34

    b. Komplikasi Stroke

    1. Komplikasi Akut

    a)Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasa merupakan mekanisme

    kompensasi sehingga upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat

    lesi. Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi

    (sistolik >220/ diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan,

    karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronik

    tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.

    b)Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasiean DM

    sehingga kadaar gula darah pasca strok tinggi. Akan tetapi seringkali

    terjadi kenaikan gula darah pasien sebagai reaksi konmensasi atau akibat

    mekanisme stres.

    c)

    Gangguan jantung baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi.

    Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali

    memperburuk keadaan stroke bahkan sering merupakan penyebab

    kematian.

    d)

    Gangguan respirasi, baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat

    pernapasan.

    e)

    Infeksi dan sepsis merupakan komplikasi stroke yang serius.

    f) Gangguan ginjal dan hati

    g)Cairan, elektrolit, asam dan basa.

    h)

    Ulcer stress, yang sering mengakibatkan terjadinya hematemesis dan

    melena.

    2.

    Komplikasi Kronik

    a) Akibat tirah baring lama di tempat tidur dapat terjadi pneumonia,

    dekubitus, inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.

    b) Rekurensi strok

    c) Gangguan sosial-ekonomi

    d) Gangguan psikologis

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    35/36

    35

    2.6.Prognosis

    Sebelum munculnya kortikosteroid, kebanyakan pasien yang menderita

    arteritis temporal kehilangan penglihatan mereka. Dengan terapi yang

    memadai saat ini dan diagnosis yang cepat, kejadian kebutaan telah

    diturunkan menjadi 9-25%. Setelah kebutaan terjadi, bagaimanapun, tidak

    dapat dikembalikan dengan terapi kortikosteroid.

    Meskipun sebagian besar pasien bebas gejala setelah 3 tahun terapi,

    setengah dari mereka akan memerlukan pengelolaan yang berkelanjutan

    dengan kortikosteroid. Terapi kortikosteroid berkepanjangan dikaitkan

    dengan morbiditas yang signifikan, termasuk pengembangan penyakit

    katarak, hipertensi, miopati, dan osteopenia.

    Pada stroke iskemik prognosis dipengaruhi usia pasien, penyebab

    stroke, lokasi, ukuran, patologi lesi, dan kondisi lain yang mengawali atau

    menyertai stroke. Penderita yang selamat memiliki risiko tinggi mengalami

    stroke kedua.

    Pada Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertamarisiko meninggal 25-50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.

  • 8/10/2019 Arteritis Temporalis dan Stroke

    36/36

    DAFTAR PUSTAKA

    Dewanto, G., Suwono, W.J., Riyanto, B., Turana, Y. Panduan praktis diagnosis dan

    tatalaksana penyakit saraf. Jakarta. EGC, 2009.

    Harsono. Kapita selekta neurologi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

    2009.

    Martono, H., Kuswardhani, T. Stroke dan penatalaksanaannya oleh internis. Buku

    Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia. 2006.

    PDSSI. Buku ajar neurologis klinis. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

    2008.

    Ginsberg L. Arteritis Sel Raksasa/Giant Cell Arteritis (Arteritis Kranial, Arteritis

    Temporalis). Dalam : Lecture Notes Neurologi Edisi Kedelapan. Jakarta, 2008 :

    71-2.

    Tarakad S. Emedicine : Temporal/Giant Cell Arteritis Follow-up. Available at

    http://emedicine.medscape.com/article/1147184-followup#a2651. Accessed

    on October 25, 2014.

    Ted et al,. American Family Phsycian : Polymialgia Reumatica and Temporal

    Arteritis. Available at http://www.aafp.org/afp/2000/0815/p789.html.

    Accessed on October 25, 2014.

    Trevor A. Emedicine : Temporal Arteritis Pathology . Available at

    http://emedicine.medscape.com/article/1612591-overview#a30. Accessed on

    October 25, 2014.

    http://emedicine.medscape.com/article/1147184-followup#a2651http://emedicine.medscape.com/article/1147184-followup#a2651http://www.aafp.org/afp/2000/0815/p789.htmlhttp://www.aafp.org/afp/2000/0815/p789.htmlhttp://www.aafp.org/afp/2000/0815/p789.htmlhttp://emedicine.medscape.com/article/1147184-followup#a2651