13
Kota Depok : Dominasi Private Domain terhadap Public Domain Hendro Prabowo ([email protected]) Widyo Nugroho ([email protected]) Agus Suparman ([email protected]) Abstract The growth of the capital Jakarta city as an impact of the business area created less area for the residential. In addition, the less success of the government urbanisation program also created the deteriorate of the housing demand. The condition will leave sub urban area like Depok, Tangerang, and Bekasi as a housing supply area. Finally, the city of Depok become to an alternative housing area for the people who work in Jakarta. The condition will highly stimulate for the developer to supply new housing area. The further development is to develop new mall and supermarket. Then, the unpredictable growth of the development created the scarcity of the open public space. The development of the private domain with unbalancing of the public facility will create spontanity of the public space. The public space is an certainly to the citizen. The paper is a motion picture documentary research that analyse the highly physical development that impact a public space problematic in Depok city. Keywords: Depok City, Private Domain, Public Domain Pendahuluan ”Solusi kemarin adalah masalah hari ini”, demikian pernyataan dari Golland & Gillen dalam buku Housing Development: Theory, Process, & Practice (2004). Artinya apa yang kita jadikan solusi dalam mengatasi masalah-masalah perkotaan di Indonesia pada masa lalu berpotensi menjadi masalah baru di masa sekarang. Kota Jakarta memiliki luas 661 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 9,113 juta memiliki kepadatan 13.787 jiwa per kilometer persegi. Jika dibandingkan dengan wilayah Jabotabek, pertumbuhan penduduk kota Jakarta lebih kecil. Dengan pertumbuhan 1

arsitek-sahid.doc (1740Kb)

  • Upload
    trannhi

  • View
    258

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: arsitek-sahid.doc (1740Kb)

Kota Depok : Dominasi Private Domain terhadap Public Domain

Hendro Prabowo ([email protected]) Widyo Nugroho ([email protected])

Agus Suparman ([email protected])

Abstract

The growth of the capital Jakarta city as an impact of the business area created less area for the residential. In addition, the less success of the government urbanisation program also created the deteriorate of the housing demand. The condition will leave sub urban area like Depok, Tangerang, and Bekasi as a housing supply area.

Finally, the city of Depok become to an alternative housing area for the people who work in Jakarta. The condition will highly stimulate for the developer to supply new housing area. The further development is to develop new mall and supermarket. Then, the unpredictable growth of the development created the scarcity of the open public space.

The development of the private domain with unbalancing of the public facility will create spontanity of the public space. The public space is an certainly to the citizen.

The paper is a motion picture documentary research that analyse the highly physical development that impact a public space problematic in Depok city.

Keywords: Depok City, Private Domain, Public Domain

Pendahuluan”Solusi kemarin adalah masalah hari ini”, demikian pernyataan dari Golland & Gillen

dalam buku Housing Development: Theory, Process, & Practice (2004). Artinya apa yang kita jadikan solusi dalam mengatasi masalah-masalah perkotaan di Indonesia pada masa lalu berpotensi menjadi masalah baru di masa sekarang.

Kota Jakarta memiliki luas 661 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 9,113 juta memiliki kepadatan 13.787 jiwa per kilometer persegi. Jika dibandingkan dengan wilayah Jabotabek, pertumbuhan penduduk kota Jakarta lebih kecil. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,16%, kota Jakarta sudah lebih lambat jika dibandingkan dengan Botabek (3,7%) dan Jabotabek (2,1%).

Sebagai imbas dari berkembangnya wilayah ibukota DKI Jakarta akibat meningkatnya kebutuhan akan ruang usaha dan kepentingan publik berdampak pada menyempitnya lahan tempat tinggal. Di tambah lagi belum berhasilnya pemerintah terhadap program penanganan urbanisasi sehingga melengkapi memburuknya kebutuhan akan ruang tempat tinggal. Kondisi ini tentu membebani kawasan marjinal kota (sub urban), seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi yang akhirnya menjadi kawasan penyedia lahan.

Salah satu kawasan suburban yang dianggap paling ideal menjadi incaran pencari lahan adalah Kota Depok dengan berbagai deretan keistimewaan yang dimilikinya. Cepat atau lambat Depok akhirnya menjadi alternatif kawasan yang diserbu masyarakat yang berkerja di Jakarta untuk memenuhi kebutuhan akan papan. Kondisi ini menjadi alat perangsang ampuh bagi para pengembang untuk menyediakan lahan–lahan baru. Proses munculnya kecenderungan ini tentu diikuti pula dengan masuknya pengusaha mall dan supermarket sebagai konsekuensi pelayanan akan kebutuhan. Laju pertumbuhan ini tentu meneteskan aktivitas yang lebih komplek dan makin hari dirasa semakin tidak terprediksi, yang kesemuannya itu kemudian sebagai pemicu keterbatasan akan ruang publik terbuka.

1

Page 2: arsitek-sahid.doc (1740Kb)

Perkembangan private domain yang tidak diimbangi dengan fasilitas umum yang bersifat public domain akan melahirkan ruang publik yang terjadi secara spontan, karena ruang publik adalah suatu keniscayaan bagi warga kota.

Kota Depok Depok adalah sebuah kotamadya di provinsi Jawa Barat. Luas wilayahnya 275 km²

dengan populasi 1.369.461 jiwa. Terdapat enam kecamatan di kotamadya Depok yaitu: Beji, Cimanggis, Sukmajaya, Pancoran Mas, Sawangan dan Limo. Berikut ini disajikan sejarah kota Depok, kota Depok dewasa ini dan penggunaan lahannya, serta ruang terbuka/ruang publik. Sejarah Kota Depok

Kota Depok dahulu merupakan sebuah dusun terpencil di tengah hutan belantara, yang kemudian pada tanggal 18 Mei 1696 seorang mantan pejabat VOC yaitu Cornelis Chastelein membeli tanah yang meliputi daerah Depok dan sekitarnya (Jatinegara, Kampung Melayu, Karanganyar, Pejambon, Mampang dan Depok) untuk dijadikan lahan perkebunan dan pertanian. Kemudian ia merekrut 150 budak yang didatangkan dari kawasan Indonesia timur untuk membangun Depok. Sebelum Chastelein wafat (tahun 1714), ia menuliskan wasiat yang memerdekakan para budak. Selain itu para budak juga diberikan warisan lahan perkebunan, sehingga statusnya berubah menjadi tuan tanah. Selanjutnya tahun 1871 pemerintah Belanda mengizinkan Gemeente Depok (1.244 Ha) membentuk pemerintahan sendiri yang dikepalai oleh seorang presiden. Dalam menjalankan pemerintahannya “Presiden Depok” dibantu oleh mandor, pecalang polisi desa dan kumitir (menteri lumbung). Pada tahun 1952 Gemeente Depok dihapus setelah terjadi perjanjian pelepasan hak antara pemerintah RI dengan pimpinan Gemeente Depok.

Setelah dikuasai RI, Depok merupakan sebuah kecamatan yang berada di bawah lingkungan kewedangan (pembantu bupati) wilayah Parung, meliputi 21 desa. Pada tanggal 4 Agustus 1952, pemerintah Indonesia mengeluarkan ganti rugi sebesar Rp. 229.261,26,-. Seluruh tanah partikelir Depok menjadi hak milik pemerintah RI, kecuali hak-hak eigendom dan beberapa bangunan : Gereja, Sekolah, Pastoran, Balai pertemuan, dan Pemakaman seluas 0,8621 ha. Pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun dan pada tahun 1981 status Depok dirubah menjadi kota administratif (kotif).

Keputusan memindahkan sebagian besar kegiatan akademis Universitas Indonesia ke Depok yang menempati areal 318 hektar pada tanggal 5 September 1987 menjadi salah satu faktor penentu perkembangan pesat Kota Depok seperti sekarang. Kala itu, lahan hijau yang berfungsi sebagai konservasi air masih luas. Jumlah penduduk pun di bawah 700.000 jiwa.

Kota Depok Dewasa Ini dan Penggunaan LahannyaSeiring dengan berkembangnya kotif Depok, maka pada tahun 1999 Depok diresmikan

menjadi wilayah kota, yang dikembangkan menjadi pusat pemukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Pada masa-masa sebelumnya, pertumbuhan penduduk Depok yang pesat dipicu oleh proyek percontohan perumahan nasional berskala besar pada pertengahan tahun 1970-an. Kini Depok menjadi kota yang berkembang pesat, meskipun daerah ini direncanakan dihuni tidak lebih dari 800.000 jiwa pada tahun 2005, akan tetapi, pada tahun 2002 penduduk Depok sudah mencapai 1,2 juta jiwa.

2

Page 3: arsitek-sahid.doc (1740Kb)

Pada saat ini perbandingan lahan terbuka hijau dengan kawasan terbangun yang terdiri dari permukiman, perkantoran, dan sarana kota lainnya adalah 55:45. Sampai tahun 2010, Pemerintah Kota Depok mengalokasikan 50 persen areal kota untuk kawasan terbangun dan mempertahankan 50 persen sebagai lahan terbuka hijau. Di sekitar lahan terbuka itu pemanfaatan untuk permukiman hanya diperbolehkan 35 hingga 40 persen. Kawasan yang ditetapkan untuk mempertahankan konservasi air adalah Kecamatan Limo, Cimanggis, dan Sawangan.

Perencanaan pengembangan Kota Depok lebih diarahkan untuk menjadikan kota ini sebagai permukiman. Pemerintah Kota Depok sadar betul daerahnya menjadi pilihan bagi pekerja yang mencari nafkah di Jakarta. Pertambahan penduduk yang relatif pesat menyebabkan kebutuhan perumahan meningkat pula.

Menurut data tahun 1998, secara rinci penggunaan lahan di kota Depok dengan total luasnya 20.504,54 Ha (200,29 km2) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kota Depok Tahun 1998

No Areal Luas (Ha) Persentase (%)

1. Pemukiman 10.968 53,5%

2. Pertanian 4.653 22,7%

3. Industri 344 1,6%

4. Rawa / Setu

91 0,4%

5. Lain-lain 3.973 19,3%

Total 20.504 100,0%

Sumber : kdles-depok.com (2004)

Pada tahun 2000 terdapat 227.018 unit rumah yang dibangun di Depok. Tahun 2001, penggunaan tanah untuk perumahan seluas 6.024 hektar atau 30% dari total wilayah.. Lima tahun kemudian diperkirakan kebutuhan rumah 40.286 unit dan tahun 2010 menjadi 90.667 unit. Lahan untuk perumahan tahun 2005 sekitar 4.351 hektar dan tahun 2010 seluas 5.277 hektar. Peruntukan perumahan tadi diharapkan mencukupi kebutuhan penduduk yang tahun 2010 diproyeksikan 1,6 juta jiwa.

Berkaitan dengan mobilitas di Kota Depok, antara lain persoalannya adalah tingginya komuter sebagian besar mencari penghidupan di DKI Jakarta, terbatasnya jalan alternatif di poros tengah kota menuju Jakarta, kurangnya penataan bangunan di ruas jalan lintas regional terhadap jalan utama, dan pemanfaatan badan jalan untuk perdagangan dan parkir yang menimbulkan kerawanan kemacetan lalu lintas.

Sebelum tahun 1970-an, Depok merupakan areal persawahan yang sarat dengan sistem irigasi sehingga infrastruktur jalan yang ada sekarang mengikuti sistem pengairan ini. Beberapa ruas jalan di Depok belum memiliki sistem drainase yang layak. Hal ini dikarenakan perkembangan wilayah belum disertai perencanaan yang bervisi ke depan.

Luas lahan hijau dimiliki termasuk lebih baik dibandingkan kota penyangga DKI Jakarta lainnya. Seperti Tangerang merencanakan 40% wilayahnya berupa lahan terbukanya dan Bekasi 30%. Sedangkan Jakarta hanya memiliki 7%.

Penanganan konservasi air di Kota Depok saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan. Curah hujan yang mengguyur Kota Depok lebih kurang 40% menjadi air permukaan hal ini yang

3

Page 4: arsitek-sahid.doc (1740Kb)

kemudian berdampak berkurangnya volume air resapan. Setidaknya dibandingkan dengan wilayah Bogor, curah hujan yang menjadi air permukaan berkisar 20 persen. Peningkatan jumlah air permukaan diduga dampak dari perluasan lahan terbuka (terbangun).

Ruang Publik vs Bisnis PropertiRuang publik (public space) adalah sebuah ruang terbuka (open space), sementara ruang

terbuka belum tentu merupakan ruang publik. Ruang terbuka adalah rancangan alami atau buatan yang dapat berupa taman, kawasan rekreasi dan kawasan alami. Ruang terbuka juga dapat berupa lahan-lahan yang tidak dimiliki oleh suatu bangunan (Harris, 1975). Sementara, ruang publik adalah suatu area di dalam bangunan yang memiliki akses babas bagi masyarakat seperti foyer atau lobby. Dalam pengertian lain, ruang publik juga dapat diartikan sebagai kawasan atau lahan yang dirancang untuk kepentingan publik (Harris, 1975).

Ruang publik yang efektif, menurut Carr et al. (1992) setidaknya meliputi tiga hal yaitu responsif, demokratis dan bermakna. Responsif maksudnya bisa memenuhi kebutuhan bagi individu, demokratis artinya ruang publik bisa memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu serta bermakna maksudnya adalah ruang publik bisa memberikan kesempatan bagi individu untuk berhubungan dengan kehidupan pribadinya dan dengan lingkungan yang luas.

Selain itu, ruang publik juga memiliki beberapa fungsi psikologis antara lain: pertama, ruang publik berfungsi untuk memberikan rasa nyaman kepada individu. Kenyamanan adalah merupakan kebutuhan dasar sehingga sebuah ruang publik semestinya menyediakan berbagai fasilitas seperti food court atau tempat berteduh sehingga individu merasa nyaman ketika berada di dalamnya. Fungsi kedua, adalah relaksasi. Suatu ruang publik harus menjadi tempat bagi individu untuk dapat beristirahat melepas lelah sehingga individu dapat menenangkan badan dan pikirannya dari berbagai persoalan hidup. Selain itu dalam ruang publlik, individu dapat meluangkan waktu baik secara pasif atau aktif. Ada sebagian individu yang puas hanya dengan mengamati kegiatan dan perilaku orang lain di ruang publik tapi ada juga yang lebih senang secara aktif terlibat seperti mengobrol, beraktivitas, dsb. Ruang publik juga berfungsi sebagai tempat dimana individu dapat menjumpai berbagai pengalaman baru. Hal itu berhubungan dengan adanya kebutuhan eksplorasi dalam diri manusia. Dengan melakukan eksplorasi, individu akan menemukan berbagai hal baru sehingga dapat membantu perkembangan dirinya.

Menurut data tahun 2000, yang merupakan ruang terbuka hijau, baik berupa areal pertanian maupun pertamanan di Depok, tinggal 56,8 persen saja. Bahkan dalam perencanaan pembangunan kota sampai tahun 2010 mendatang, sasaran porsi ruang terbuka hijau hanya 50,12 persen dan sama sekali tidak boleh lebih rendah lagi. Namun sayangnya, angka 50,12 persen itu justru telah tercapai sampai akhir tahun 2002. Ini berarti, untuk masa mendatang sudah tidak diperkenankan lagi adanya pembangunan, baik untuk perumahan maupun properti lain seperti mall dan hipermarket.

Jalan Margonda merupakan pintu gerbang Kota Depok saat ini terlihat begitu semrawut dan macet pada jam-jam sibuk. Disebut semrawut karena di kawasan tersebut tidak jelas lagi pembagian zona yang harus diperuntukan bagi perkantoran atau bagi perniagaan. Dewasa ini beberapa pengembang sedang membangun beberapa kompleks bangunan yang kebanyakan berada di Jalan Margonda, seperti apartemen, mall, Margo city, dan hipermarket. Selain itu, hipermaket juga sedang dibangun di kawasan Sawangan dengan nama Depok Town Center.

4

Page 5: arsitek-sahid.doc (1740Kb)

Gambar 1. Suasana Pembangunan Depok Town Center.

Salah satu hipermarket yang dibangun di Jalan Margonda adalah Depok Town Square (DeToS), sebagai shopping mall yang terbesar dan terlengkap di Depok. Hipermarket ini memiliki luas sekitar 160 ribu meter persegi dengan areal parkir yang bisa menampung 1.300 unit mobil. Namun karena letaknya berhadapan dengan Margo city dan berdekatan dengan kampus Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma, maka kemacetan lalu-lintas akan menjadi semakin panjang jika kedua kompleks bangunan tersebut beroperasi.

Sebenarnya Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Depok 1995-2005, Jl. Margonda sudah diatur menjadi dua zona, yakni zona barat peruntukan perkantoran dan zona timur diperuntukan perniagaan atau perdagangan. Namun, peraturan ini agaknya mulai diabaikan.

Gambar.2. Situasi Danau UI

Selain masalah kesemrawutan, dengan mengandalkan sektor developer swasta yang banyak berperan dalam pembangunan fisik di kota Depok berakibat pula pada terabaikannya pembangunan ruang publik bagi masyarakat warga kota Depok. Ruang publik yang telah dikenal lama bagi warga kota Depok adalah danau UI yang dibuka untuk umum setiap hari minggu. Namun, dengan adanya pembatasan terhadap keberadaan warung-warung dan tempat untuk berjualan dan jauhnya lokasi dari tempat tinggal diduga menjadi penyebab semakin menurunnya danau UI pada hari minggu. Akibatnya warga kota depok mencari tempat-tempat lain yang dapat dijadikan sebagai ruang publik yang lebih aksesibel.

Berdasarkan pengamatan, ruang publik yang secara spontan telah terjadi adalah kawasan di Jalan Baru ( jln. Juanda) dan Jalan Merdeka. Ruang publik di Jalan Baru terjadi di kawasan

5

Page 6: arsitek-sahid.doc (1740Kb)

kapling perumahan yang belum dibangun secara keseluruhan. Letaknya di pertigaan bahu jalan dan di antara dua jembatan. Jalan-jalan yang dibangun oleh pengembang dijadikan track untuk jogging. Pada hari minggu jalanan menjadi semakin menyempit karena digunakan sebagai tempat parkir dan tempat untuk berjualan.

Gambar 3. Situasi Pasar Tiban sebagai Ruang Publik di Jalan Juanda

Ruang publik di Jalan Merdeka kondisinya lebih parah. Lokasinya berada di jalur penghubung perumahan yang sudah padat dihuni oleh warga Depok. Warga sekitar kawasan Depok II ini berjubel menikmati hari minggu, sehingga menghasilkan kemacetan lalu-lintas pada hari minggu.

Gambar 4. Pasar Tiban sebagai Ruang Publik yang Menghasilkan Kemacetan di Jalan Merdeka

6

Page 7: arsitek-sahid.doc (1740Kb)

Tabel 1. Analisis Dominasi Private Domain terhadap Public Domain

Depok Skala Makro (Jl.Margonda sekitarnya)Lahan Private Domain Public Domain Dominasi Simpulan

Lahan terbuka hijau telah melampaui yang dicadangkan untuk:- Pemukiman- Pertanian

Sisa dari lahan ruang terbuka hijau & air berupa: - Rawa - Situ – situ - Semak /ladang- Sungai

Pengembang (investor):- Real estat - Mall - Supermarket - DeTos- Margo city- Depok Town

Center- Kampus (UI, Univ.

Gunadarma)

Induvidu/ kelompok – Pedagang kakilima

Fasilitas ruang terbuka publik yg ada: - Trotoar - Jalan- Lapangan- Taman (pasif)- Halaman pertokoan(setbacks)

Belum ada fasilitas ruang terbuka publik yang terencana :- Plasa- Square- Taman kota (aktif)

Penggunaan ruang publik terhadap aktivitas privat: - Banyaknya warga Depok yang bergerak di

bidang perdagangan dan jasa (kaki lima) menggunakan trotoar & sebagian bahu jalan

- Lapangan olah raga yang harus membayar retribusi

- Taman (pasif) hanya untuk kepentingan visual (keindahan kota)

- Ruang setback/ pemunduran bangunan komersial (mall), penggunaan yang ketat (banyak aturan/keamanan)

- Ruang publik kampus UI, melaksanakan aturan cukup ketat pada publik terhadap penggunaan ruang terbuka pada hari libur

Penggunaan ruang publik (fungsi jalan) terhadap aktivitas publik (fungsi rekreatif) : - Penggunaan ruas jalan (publik) sebagai ruang

aktivitas publik (pasar tiban padd hari minggu)- Penggunaan ruang terbuka (kawasan real estat

belum terbangun) sebagai jogging track dan rekreatif

- Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan fasilitas yang menyertainya

- Munculnya ruang terbuka publik spontan di lingkup privat domain (fungsi jalan)

- Penyelenggara (investor) belum berpartisipasi dalam memperbaiki fasilitas publik (ruang terbuka publik) di sekitar lokasi usahanya.

- Belum memadahinya ruang yang disediakan pihak pengembang (halaman/setbacks)

- Lahan yang ada belum dioptimalkan (sebagai ruang terbuka publik)

7

Page 8: arsitek-sahid.doc (1740Kb)

PenutupDengan adanya permintaan (demand) yang besar akan perumahan berakibat tidak

terbendungnya pembangunan perumahan yang diikuti dengan mall dan hipermarket. Akibatnya cadangan lahan ruang terbuka yang dapat digunakan sebagai ruang publik menjadi terbengkalai. Dan sebagai konsekuensinya ruang publik secara spontan tercipta bagi pemenuhan kebutuhan warga yang tidak dapat dipungkiri.

KEPUSTAKAANDepok. Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

http://id.wikipedia.org/wiki/Depok. 2004.Golland, Andrew & Gillen, Mike. Dalam Golland, Andrew & Blake, Ron (eds.). Housing

Development: Theory, Process, & Practice.2004. Harris, Cyril M. Dictionary of Architecture and Construction. New York: McGraw-Hill. 1973.Jones, Gavin W. Studying Extended Metropolitan Region in South-East Asia. Paper presented at

the XXIV General Conference of the UISSP, Salvador, Brazil, 18-24 August 2001. Kdles-depok.com. Masalah Tata Ruang Kota dan Tata Ruang Wilayah Regional

http://www.kdles-depok.com/kdles-d.htm. 2004. Media Indonesia. Pemda Depok Gagas Rencana Tata Ruang tanpa Libatkan Warga.. 28 Mei 2001Republika Online. Depok Town Square: Shopping Mall Terbesar dan Terlengkap di Depok.

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp? id=192839&kat_id=362&kat_id1=&kat_id2. Jumat, 01 April 2005.

Sinaga, Rudy Victor. Bisnis Perumahan di Kota Depok: Tumbuh Pesat, Minim Jalan Alternatif. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/properti/2003/0815/ prop1.html. 2003.

Sinarharapan.co.id. 2005. Bisnis Perumahan di Kota Depok: Tumbuh Pesat, Minim Jalan Alternatif. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/properti/2003/0815/prop1.html 

Stephen Carr, Mark Francis, Leanne G. Rivlin, & Andrew Stone, Public Space, New York:Cambridge University Press, 1992, ch. I, II, III.

Tempo Interaktif. Kesemrawutan Pembangunan di Depok Akibat Rencana Tata Kota Tidak Matang. http://www.tempointeraktif.com. Selasa, 31 Mei 2005 | 10:19 WIB

Universitas Gunadarma. Sejarah Kota Depok. http://www.gunadarma.ac.id/pusatinfo/ infodepok.php. 2003.

8