30
BAB I STATUS PASIEN DEPARTEMEN ILMU BEDAH I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. Rachmad Riyadi Umur : 22 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : PT. Salim II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada Tanggal : 15 januari 2015 Pukul : 14.00 WIB Resume Anamnesis : Keluhan Utama : Nyeri perut terus menerus disebelah kanan bawah sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri perut sebelah kanan bawah sejak 2 hari yang lalu, nyeri terus-menerus. Terdapat nyeri ulu hati, mual dan muntah, flatus (+), dan BAB (+) normal. Muntah sebanyak 5x. Pasien tidak 1

appendisitis akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapkas

Citation preview

Page 1: appendisitis akut

BAB I

STATUS PASIEN

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Rachmad Riyadi

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : PT. Salim

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada

Tanggal : 15 januari 2015

Pukul : 14.00 WIB

Resume Anamnesis :

Keluhan Utama :

Nyeri perut terus menerus disebelah kanan bawah sejak 2 hari yang

lalu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri perut sebelah kanan bawah sejak 2 hari yang lalu, nyeri terus-

menerus. Terdapat nyeri ulu hati, mual dan muntah, flatus (+), dan

BAB (+) normal. Muntah sebanyak 5x. Pasien tidak mengeluhkan

adanya demam sebelumnya.. Pasien membeli obat masuk angin di

apotik dan nyeri hilang. Namun, nyeri kali ini tidak mempan dengan

minum obat. Riwayat BAB lancar. Pasien tidak memiliki riwayat

opname, operasi, dan alergi.

1

Page 2: appendisitis akut

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit dahulu pasien pernah mengalami sakit yang sama

kambuhan sebanyak 5x dalam 6 tahun terakhir, namun hanya dikira

masuk angin.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit keluarga tidak ada

Riwayat Psikososial dan Gizi

Riwayat makanan, pasien makan teratur 2-3x sehari. Pasien suka

makanan pedas, jarang mengkonsumsi sayur, buah dan jarang minum

air putih. Pasien pernah rutin mengkonsumsi mie instan dengan

frekuensi 2x/minggu selama 4-5 bulan sekitar 3 tahun yang lalu. Gaya

hidup pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, dan tidak

menggunakan obat-obatan. Pasien tidak berolahraga secara teratur.

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL

Dilakukan pada tanggal : 12 januari 2015 Pukul : 19.50 WIB

Tekanan darah : 127/77 mmHg

Suhu tubuh : 38,9 derajat celcius

Frekuensi denyut nadi : 82x/menit, teratur, kuat angkat

Frekuensi napas : 22x/menit

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

IV.A KEADAAN UMUM

Kesadaran : Komposmentis

Tinggi badan : -

Berat badan : -

Status gizi : -

2

Page 3: appendisitis akut

IV.B PEMERIKSAAN KEPALA

Rambut :

Rambut hitam, panjang, lurus

Kuantitas sedikit lebat, distribusi merata, tekstur lembut, tidak ada

kerontokan

Tulang Tengkorak:

Ukuran kranium normal, kontur keras

Tidak ditemukan deformitas dan lekukan

Wajah :

Ekspresi wajah menahan sakit, kontur wajah halus

Warna kulit wajah kuning langsat

Wajah simetris

Tidak ditemukan gerakan volunter, edema, massa dan lesi

Mata :

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hematoma palpebra (-/-), pupil isokor (+/+)

Reflek kornea (+/+), radang (-/-)

Hidung :

Nafas cuping hidung (-), saddle nose (-)

Sekret (-), epistaksis (-)

Deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-)

Telinga :

Nyeri tekan mastoid (-),sekret (-)

Pendengan berkurang (-)

Cuping telinga dalam batas normal

3

Page 4: appendisitis akut

Gigi dan mulut :

Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing

(-)

Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)

Lidah : glositis (-), atrofi papil lidah (-), lidah berselaput (-),

kemerahan dipinggir (-), lidah kotor (-)

Gigi : caries (-)

Mukosa: normal

IV.C PEMERIKSAAN LEHER

Inspeksi : massa (-), kelenjar tiroid simetris, scar (-)

Palpasi : nyeri (-), konsistensi padat, berbatas tegas.

Pemeriksaan Trakea : Trakea normal berada ditengah

Pemeriksaan Kelenjar Tiroid : kelenjar tiroid simetris, nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Tekanan Vena Sentral : Dalam batas normal

IV.D PEMERIKSAAN THORAKS

Inspeksi : simetris, tidak tampak sikatrik, tidak ada

massa/pembengkakan, terlihat gerakan dada kiri dan

kanan sama saat inspirasi dan ekspirasi

Perkusi : sonor (depan/belakang), nyeri ketok (-)

Palpasi : Gerakan pernafasan didnding dada kanan kiri simetris

Fremitus normal, nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi(-)

Auskultasi : vesikuler , tidak ditemukan suara pernafasan tambahan

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

4

Page 5: appendisitis akut

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas atas : SIC III midclavicularis sinistra

Batas kanan : SIC III linea parasternalis dekstra

Batas kiri : SIC V lateral linea axillaris anterior

Batas bawah : SIC V lateral linea axillaris anterior

Auskultasi : S1 dan S2 reguler, irama jantung reguler, tidak ada gallop

IV.E PEMERIKSAAN ABDOMEN

Inspeksi : simetris, tidak ada sikatrik, tidak terlihat massa/

pembengkakan

Auskultasi : Bising usus menurun

Perkusi : timpani diseluruh bagian perut

Palpasi : nyeri tekan McBurney (+), nyeri lepas (+), rovsing sign

(+)

Pemeriksaan Ren : ginjal tidak teraba saat dipalpasi

Pemeriksaan Nyeri Ketok Ginjal : tidak terdapat nyeri ketok ginjal

Pemeriksaan Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar,

tepi tajam,

Permukaan rata, konsistensi lembut

Pemeriksaan Lien : tidak terdapat pembesaran lien

Pemeriksaan Asites : tidak terdapat asites

5

Page 6: appendisitis akut

PEMERIKSAAN EKSTREMITAS

Akral hangat (+/+), CRT <2 detik, tidak ditemukan lesi dan deformitas,

kekuatan otot normal, nyeri gerak (-), krepitasi (-), edema (-)

Lengan : dalam baats normal

Tangan : dalam batas normal

Tungkai : psoas sign (+), obturator sign (+)

Kaki : dalam bats normal

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK

Pasien demam, nyeri tekan McBurney (+), nyeri lepas (+), psoas sign (+),

rovsing sign (+), obturator sign (+), bising usus menurun.

VI. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK)

A. Masalah Aktif :

Demam, nyeri perut kuadran kanan bawah, nyeri ulu hati

B. Masalah Pasif : mual, muntah

VII. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

A. Diagnosis : Apendisitis akut perforasi

B. Diagnosis Banding :

Gastroenteritis, limfadenitis mesenterika

C. Level of Competence (LOC) : 3B

D. Diagnosis menurut ICD 10 :

Acute appendicitis : K35

Acute appendicitis with generalized peritonitis : K35.2

Acute appendicitis with localized peritonitis : K35.3

6

Page 7: appendisitis akut

VIII. RENCANA

A. Tindakan Terapi :

Apendektomi

IVFD RL 30 tpm makro (RS sebelumnya)

Injeksi cefotaxime 2x1 gr (RS sebelumnya)

Injeksi ketorolac 1 ampul drip (RS sebelumnya)

IVFD sanmol (UGD RS. Tabrani)

B. Tindakan Diagnostik / Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium (darah rutin) : leukosit 17.900 mm3

Hasil lab lain dalam batas normal (DBN)

IX. PROGNOSIS

A. Quo ad vitam : Dubia ad bonam

B. Quo ad sanam : Dubia ad bonam

C. Quo ad funsionam : Dubia ad bonam

X. FOLLOW-UP

Hari rawatan 1: Senin, 12 januari 2015

Subjektif : nyeri kuadran kanan bawah

Objektif : Vital sign

TD 120/80 mmHg, RR 20x/menit, Nadi 80x/menit, T 38,9C

Assesment : -

Plan : Terapi

Diet makanan lunak

IVFD sanmol 20 tpm makro

Cefotaxime 2x1 gram IV

Rencana operasi apendektomi besok jam 7.00 WIB

Hari rawatan 2: Selasa, 13 januari 2015

Pra operasi :

IVFD RL 30 tpm makro (tangan kiri)

Cefotaxime 2x1 gram IV

7

Page 8: appendisitis akut

Ruang OK :

Bius umum, tramadon IV, pronalges supp, metronidazole IV

Pasca operasi :

Subjektif : -

Objektif : TTV TD 119/66 mmHg, Nadi 104x/menit, RR

20x/menit, T 37C

Assesment : -

Plan : Terapi

Puasa sampai dengan bising usus (+), bedrest

Diet makanan lunak

Terpasang drain dialirkan

IVFD RL 20 tpm makro (tangan kiri)

Stop cefotaxime, ganti ceftum 2x1 gr (jam 9.30)

Stop ceftum, ganti broadced 2x1 gr (jam 10.20)

Ketesse 3x1, kemudian stop ganti remopain 3x1 gr

Metronidazole 3x1 gr

Hari rawatan 3: Rabu, 14 januari 2015

Subjektif : -

Objektif : TTV TD 120/80 mmHg, Nadi 88x/menit, RR

20x/menit, T 37C

Assesment : -

Plan : Terapi

Diet makanan lunak

Terpasang drain dialirkan

IVFD RL 20 tpm makro (tangan kiri)

Broadced 2x1 gr, remopain 3x1 gr, metronidazole 3x1 gr

Hari rawatan 4: kamis, 15 januari 2015

Subjektif : pasien muntah

Objektif : TTV TD 120/80 mmHg, Nadi 88x/menit, RR

20x/menit, T 37C

8

Page 9: appendisitis akut

Assesment : -

Plan : Terapi

Diet makanan lunak

Terpasang drain dialirkan

IVFD RL 20 tpm makro (tangan kiri)

Broadced 2x1 gr, remopain 3x1 gr, metronidazole 3x1 gr

9

Page 10: appendisitis akut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN ETIOLOGI1,2

Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks vermiformis

yang terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor

pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai

faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit (tinja keras), tumor

apendiks, dan cacing askrais dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain

yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat

parasit seperti E. Histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi

akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.

Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

2.2 EPIDEMIOLOGI1

Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang

dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30

tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insiden pada lelaki lebih tinggi.

2.3 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI1

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Tekanan

didalam sekum akan meningkatkan jika katup ileosekal kompeten. Kombinasi

tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon akibat sembelit

10

Page 11: appendisitis akut

menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Pencetus lain ialah erosi dan tukak

kecil di selaput lendir oleh E. Hystolitica dan penghambatan evakuasi isi

apendiks. Evakuasi ini terhambat oleh stenosis atau penyumbatan lumen atau

gangguan motilitas oleh pita, adhesi dan faktor lain yang mengurangi gerakan

bebas apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis

komplet, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh

berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen

apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.

Patologi apendisitis dapat dimulai dimukosa dan kemudian melibatkan

seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya

pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks

dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa

periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di

dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami

perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis sembuh dan massa

periapendikular akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara

lambat.

Apendiks yang pernah meradang jika tidak sembuh sempurna tetapi

membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.

Perlengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.

Suatu saat, organ ini adapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai

eksaserbasi akut.

11

Page 12: appendisitis akut

Gambar 1. Patogenesis apendisitis akut.

2.4 KRITERIA DIAGNOSIS1,2,3

2.4.1 ANAMNESIS

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

terjadinya peradangan mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,

baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum lokal. Gejala

klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri

viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai

mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam beberapa

jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini, nyeri dirasa

lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita

merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap beerbahaya karena bisa

mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum,

biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan

bawah tidakbegitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal karena apendiks

12

sembelit Katup ileosekal kompeten

Apendisitis mukosa

Erosi selaput lendir (E.hystolitica)

Tekanan di dalam sekum tinggi

Pengosongan isi apendiks terhambat:

stenosis, pita/ adhesi,

mesoapendiks pendek

Flora kuman kolon meningkat

Apendisitis komplet

Page 13: appendisitis akut

terlindungi sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul

pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan

gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat

dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi

menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat

rangsangan apendiks terhadap dindinh kandung kemih.

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak

ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, orang berusia lanjut,

gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru

dapat di diagnosis setelah perforasi.

2.4.2 PEMERIKSAAN FISIK

Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5 derajat celcius.

Bila suhu tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu

aksilar dan rektal sampai 1 derajat celcius. Pada inspeksi perut, tidak ditemukan

gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

perforasi. Penonjolan kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

periapendikuler.

Pada palpasi, didapatkanya nyeri yang terbatas regio iliaka kanan, bisa

disertai nyeri lepas. Defans muskular menunjukkan adanya rangsangan

peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci

diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan

bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal,

diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.

Peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya

ileus paralitik oada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis

perforata.

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat

diapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis

pelvika, tanda perut sering meragukan. Maka, kunci diagnosis adalah nyeri

terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan obturator

13

Page 14: appendisitis akut

merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

Uji psoas dilakukan dengam rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi

panggul janan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan

ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan

tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilaman

apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang

merupakan dinding panggul kecil. Gerakan flesi dan endorotasi sendi panggul

pada posisi telentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.

2.4.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis

akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan

komplikasi.

2.4.4 DIAGNOSIS

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis

klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.

Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan lelaki. Hal

ini dapat didasari mengingat pada perempuan, terutama yang masih muda, sering

timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari

genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit

ginekologi lain.

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila

diagnosis meragukan, sebaiknya penderita di observasi di rumah sakiy=t dengan

frekuensi setiap 1-2 jam.

Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dapat meningkatkan

akurasi diagnosis. Demikian pua laparoskopi pada kasus yang meragukan.

14

Page 15: appendisitis akut

2.5 DIAGNOSIS BANDING1,2

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai

diagnosis banding apendisitis akut.

No Diagnosis Keterangan1 Gastroenteritis Mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut

sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering

dijumpai adanya hiperperistalsis. Panas dan leukositosis

kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

2 Limfadenitis

mesenterika

Didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan

nyeri perut, terutama sebelah kanan, serta perasaan mual dan

nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah

kanan.

4 Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan

nyeri perut kanan bawah ditengah siklus menstruasi. Pada

anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu.

Tidak ada tanda radang, nyeri hilang dalam 24 jam, namun

bisa mengganggu sampai 2 hari.

5 Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis

akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan

nyeri perut kanan bawah difus. Infeksi panggul oada wanita

biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada VT akan

timbul nyeri hebat di panggul jika uterus digoyangkan. Pada

gadis dapat dilakukan RT jika perlu untuk diagnosis banding.

6 Kehamilan

ektopik

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan

yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus

kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul

nyeri yang mendadak difus di daerah oelvis dan mungkin

terjadi syok hipovolemik. Pada VT, didapatkan nyeri dan

penonjolan cavum Douglas. Pada kuldosintesis didapatkan

darah.

7 Kista ovarium

terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba

massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan abdomen, VT,

atau RT. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat

menentukan diagnosis.

8 Endometriosis Endometrium diluar rahim akan menimbulkan nyeri di

15

Page 16: appendisitis akut

eksterna tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi

terkumpul ditempat tersebut karena tidak ada jalan keluar.

9 Urolitiasis

pielum/ureter

kanan

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar

ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.

Eritrosituria sering ditemukan, foto polos abdomen atau

urografi intravena dapat memastikan diagnosis. Pielonefritis

sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral

sebelah kanan, dan piuria.

10 Penyakit saluran

cerna lain

Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di

perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak

duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis,

divertikulitis kolom, obstruksi usus awal, perforasi kolom,

demam tifus abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

2.6 PENATALAKSANAAN1

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan

satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa

komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis

gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindakan bedah sambil

memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila

apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah.

Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi

terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan USG dapat dilakukan bila dalam

observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskopi, tindakan

laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan

dilakukan operasi atau tidak.

16

Kecurigaan apendisitis akut

Page 17: appendisitis akut

Skema pengelolaan penderita tersangka apendisitis akut.

2.6 KOMPLIKASI1

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,

dan lekuk usus halus.

Massa periapendikuler

Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi

ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa

periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi

pembentukan dinding yang sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh

rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.

Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya

segera dioperasi untuk mencegah komplikasi tersebut. Selain itu, operasi masih

mudah untuk dilakukan. Pasien dewasa dengan massa apendikuler yang

terpancang dengan pendindingan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih

17

Penyakit lain

USG dan Lab

Tidak jelas

Observasi aktif

Tidak jelas

apendektomi

apendisitis

Tindakan yang sesuai

Page 18: appendisitis akut

dahulu dan diberi antibiotik sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh,

ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa

periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan

apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan dengan

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk

abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu, dan teraba pembengkakan

massa, serta bertambahnya angka leukosit.

Riwayat klasik apendiksitis akut yang diikuti dengan adanya massa yang

nyeri diregio iliaka kanan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau

abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum,

penyakit Crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan

aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum

memastikan diagnosis massa apendiks. Kunci diagnosis biasanya treletak pada

anamnesis yang khas.

Apendektomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah

ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap

kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu

kemudian, dilakukan apendektomi.

Bila telah terjadi abses, dianjurkan drainase saja. Apendektomi dikerjakan

setelah 6-8 minggu kemudian. Jka pada saat melakukan drainase bedah, apendiks

mudah diangkat, ddan dianjurkan sekaligus melakukan apendektomi.

Apendisitis perforata

Adanya fekalit di dalam lumen, umur (anak kecil atau orang tua), dan

keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

perforasi apendiks. Insiden perforasi penderita di atas usia 60 tahun dilaporkan

sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi tingginya apendisitis perforasi pada

orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan

anatomi berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insiden tinggi pada anak

disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif

sehingga memperpanjang waktu diagnosus, dan proses pendindingan kurang

18

Page 19: appendisitis akut

sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum

berkembang.

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai

dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut

menjadi agak tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskular terjadi di

seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum regio iliaka kanan,

peristaltik usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik.

Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di

suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa

intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai sebagai abses. USG

dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus

dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura. USG dan foto

rontgen dada akan membantu membedakannya.

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman

gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik

perlu dilakukan sebekum pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi

panjang supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun

pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan kantong nanah.

Akhir-akhir ini, mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara

laparoskopi apendektomi. Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas

dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan

laparotomi terbuka, tetapi keuntungnnya adalah lama rawat lebih pendek dan

secara kosmetik lebih baik.

Karena terdapat kemungkinan terjadinya infeksi luka operasi, sebaiknya

dilakukan pemasangan penyalir subfasia. Kulit dibiarkan terbuka dan nantinya

akan dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pemasangan penyalir

intraperitoneal tidak perlu dilakukan pada anak karena justru lebih sering

menyebabkan infeksi.

19

Page 20: appendisitis akut

Skema perjalanan alami apendisitis akut.

20

Apendisitis mukosa

Apendisitis flegmonosa

Apendisitis dengan nekrosis setempat

perforasi

sembuh

Apendisitis gangrenosa

Apendisitis supurativa

Page 21: appendisitis akut

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong Edisi 3. 2012. Jakarta.

EGC.

2. Simadibrata K, Marcellus., Daldiyono. Diare Akut. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. 2009. Jakarta. Interna Publishing.

3. Bickley, LS. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates

Edisi 8. 2009. Jakarta. EGC.

4. Data Obat di Indonesia Edisi 11. 2008. Jakarta. PT. Muliapurna Jayaterbit.

5. Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 49-2014 s/d 2015. Ikatan

Apoteker Indonesia.

21