41
Laporan Antropologi Kelompok 5A KU 4184 Dosen : Dr. Chairil Nur Siregar, M.S. Tema : Kebudayaan Minang Kelompok 5A Dimas Satriawulan ( 12206072 ) Alvin Derry Wirawan ( 12206024 ) Mela Kusumadewi ( 10506086 ) Febrina ( 10506072 ) Muhammad Iqbal ( 13505060 ) Hamzah Syawaludin ( 10106007 ) Desca Widayanti ( 10107020 ) SOSIOTEKNOLOGI

Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Laporan Antropologi Kelompok 5A

KU 4184

Dosen : Dr. Chairil Nur Siregar, M.S.

Tema : Kebudayaan Minang

Kelompok 5ADimas Satriawulan ( 12206072 )

Alvin Derry Wirawan ( 12206024 )

Mela Kusumadewi ( 10506086 )

Febrina ( 10506072 )

Muhammad Iqbal ( 13505060 )

Hamzah Syawaludin ( 10106007 )

Desca Widayanti ( 10107020 )

SOSIOTEKNOLOGI

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2009

Page 2: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

I. Latar BelakangIndonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki keanekaragaman

budaya yang khas, salah satunya ialah kebudayaan Minang oleh masyarakat

Minangkabau di Sumatera Barat. Perlu diketahui bahwa kebudayaan Minang sangat

kompleks dan berbeda dari kebudayaan pada umumnya, misalnya system matrilineal

yang menganggap bahwa kaum perempuan lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan

kaum laki-laki.

Selain itu, orang Minang hampir ada di setiap penjuru Indonesia karena adanya

budaya merantau bagi masyarakat Minangkabau, khususnya bagi kaum lelaki. Juga,

banyak kita jumpai orang Minang yang berprofesi sebagai pedagang, terutama dalam

usaha rumah makan padang yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, bahkan sampai ke

luar negeri.

Dalam kesempatan ini, kami akan melakukan penelitian terhadap kebudayaan

Minang, yang melingkupi aspek formal maupun informal. Aspek formal berupa tujuh

unsur kebudayaan dalam masyarakat Minang dan system matrilineal, sedangkan aspek

informal berupa aktivitas perekonomian masyarakat Minang, seperti system bagi hasil

dalam rumah makan padang.

II. Tujuan- Mengetahui gambaran dasar dari kebudayaan Minang.

- Mengetahui system matrilineal, budaya merantau, dan system bagi hasil rumah

makan padang yang terdapat pada kebudayaan Minang.

- Mengetahui pendapat mahasiswa terhadap budaya Minang.

III. Rumusan Masalah- Bagaimana gambaran dasar mengenai kebudayaan Minang ?

- Bagaimana system matrilineal, budaya merantau, dan system bagi hasil rumah

makan padang yang terdapat pada kebudayaan Minang ?

- Bagaimana pemahaman mahasiswa tentang budaya Minang ?

IV. Landasan Teoria. Teori Pertukaran Sosial ( Thibault dan Kelley )

Page 3: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Teori ini menganggap bahwa bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai

suatu transaksi dagang, dimana orang berhubungan dengan orang lain karena

mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

Konsep-konsep dari teori ini adalah :

1. Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dalam

suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan

terhadap nilai yang dipegangnya.

2. Biaya ialah akibat yang dinilai negative yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya

itu dapat berupa waktu, usaha, konflik dan kondisi-kondisi lainnya.

3. Hasil dan laba ialah ganjaran dikurangi biaya. Bila dalam suatu hubungan seorang

individu merasa tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan

lain yang mendatangkan laba.

b. Teori Stratifikasi Sosial ( David Grusky )

Grusky mengatakan bahwa dalam tiap kehidupan sosial yang kompleks, barang-barang

yang dianggap bernilai tinggi didistribusikan secara tidak merata; sehingga hanya ada

sebagian masyarakat yang dapat mengaksesnya dan sebagian besarnya tidak. Hal ini lah yang

kemudian menjadi salah satu faktor penentu adanya stratifikasi sosial.

Seperti kata Grusky, tiap kehidupan sosial yang komplek akan melahirkan stratifikasi sosial.

c. Teori Sosial ( Emile Durkheim )

Konsep fakta Sosial merupakan landasan cara berpikir mengenai masyarakat yang

hidup. Di situ ada manusia berpikir dan bertingkah laku dalam hubungan satu dengan

yang lain. Manusia–manusianya disebut individu sedangkan cara pikiran – pikiran

yang mereka keluarkan dan tingkah laku mereka disebut gejala atau fakta individual.

Teori ini digunakan untuk menganalisa sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial

yang merupakan salah satu dari 7 unsur kebudayaan.

V. Metode Penelitian1. Studi Literatur

Page 4: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Studi literatur digunakan untuk mencari landasan teori dan pengetahuan umum

seputar kebudayaan Minang sebagai dasar untuk mendapatkan informasi seoptimal

mungkin sebagai bahan yang akan menjawab rumusan masalah.

2. Wawancara

Wawancara merupakan tanya jawab langsung dengan koresponden. Pertanyaan

dalam wawancara sudah ditentukan dan isinya mengenai kebudayaan Minang. Kami

berhasil mewawancarai sebanyak 5 koresponden dari UKM ITB ( Unit Kesenian

Minangkabau ) dan dari pemilik rumah makan padang.

3. Kuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan di beberapa program studi di ITB. Data

kuesioner didapat dari sekitar 100 responden yang dipilih secara acak, sehingga hasil

yang diperoleh dapat mewakili tujuan dari penelitian kelompok kami.

VI. Analisis dan PembahasanDalam bab ini, kami akan memaparkan dan membahas tujuh unsur kebudayaan dalam

masyarakat Minangkabau, system matrilineal, budaya merantau, system bagi hasil

dalam aktivitas perekonomian masyarakat Minangkabau, dan hasil data kuesioner

yang telah kami sebarkan.

Tujuh Unsur Kebudayaan

1. Bahasa

Bahasa Minangkabau atau dalam bahasa asal, Baso Minang adalah sebuah bahasa

Austronesia yang digunakan oleh kaum Minangkabau di Sumatra Barat, di barat Riau, Negeri

Sembilan (Malaysia), dan juga oleh penduduk yang telah merantau ke daerah-daerah lain di

Indonesia. Terdapat beberapa kontroversi mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan

bahasa Melayu. Hal ini disebabkan kemiripan dalam tatabahasa mereka. Ada pendapat yang

mengatakan bahasa Minangkabau sebenarnya adalah dialek lain dari bahasa Melayu

sedangkan pendapat lain mengatakan bahasa Minangkabau adalah sebuah bahasa dan bukan

sebuah dialek.

Page 5: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Secara garis besar, daerah pemakaian bahasa Minangkabau dibedakan dalam dua

daerah besar, yaitu daerah /a/ dan daerah /o/. Berikut ini adalah contoh dialek bahasa

Minangkabau:

Bahasa Melayu Dialek /a/ Dialek /o/

Penat Panek Ponek

Apa A Ano

Mana Ma Mano

Lepas Lapeh Lopeh

Contoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu:

1. Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia

Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama tinggi, apa lagi manusia

2. Bahasa Minangkabau: Indak buliah mambuang sarok disiko!

Bahasa Melayu: Tidak boleh membuang sampah di sini!

3. Bahasa Minangkabau: A tu nan ka karajo ang?

Bahasa Melayu: Apa yang kamu sedang kerjakan?

2. Sistem Teknologi dan Alat Produksi

Teknologi yang berkembang pada masyarakat Minangkabau contohnya yaitu bentuk

desa dan bentuk tempat tinggal. Desa mereka disebut nagari dalam bahasa Minangkabau.

Nagari terdiri dari dua bagian utama yaitu daerah nagari dan taratak. Nagari ialah daerah

kediaman utama yang dianggap pusat sebuah desa. Berbeda dengan taratak yang dianggap

sebagai daerah hutan dan ladang. Di dalam nagari biasanya terdapat sebuah masjid, sebuah

balai adat, dan pasar. Mesjid merupakan tempat untuk beribadah, balai adat merupakan

tempat sidang-sidang adat diadakan sedangkan pasar dan kantor kepala nagari terletak pada

pusat desa atau pada pertengahan sebuah jalan memanjang dengan rumah-rumah kediaman di

sebelah kiri dan kanannya.

Rumah adat Minangkabau biasa disebut rumah gadang dan merupakan rumah

panggung. Bentuknya memanjang dengan atap menyerupai tanduk kerbau. Ukuran rumah

juga didasarkan kepada perhitungan jumlah ruang yang terdapat dalam rumah itu. Sebuah

rumah gadang terdiri dari jumlah ruangan dalam bilangan yang ganjil, mulai dari tiga. Jumlah

ruangan yang biasa adalah tujuh, namun ada sebuah rumah gadang yang mempunyai tujuh

belas ruangan. Sebuah rumah gadang biasanya memiliki tiga didieh yang digunakan sebagai

kamar dan ruangan terbuka untuk menerima tamu atau berpesta. Selain itu beberapa rumah

Page 6: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

gadang juga memiliki tempat yang disebut anjueng (anjung) yaitu bagian yang ditambahkan

pada ujung rumah dan dianggap sebagai tempat kehormatan. Berikut gambar rumah gadang

di Minangkabau:

Gambar. Rumah Gadang

3. Sistem Mata Pencaharian

Sebagian besar masyarakat Minangkabau hidup dari bercocok tanam. Di daerah yang

subur dengan cukup air tersedia, kebanyakan orang mengusahakan sawah, sedangkan pada

daerah subur yang tinggi banyak orang menanam sayur mayur untuk perdagangan. Pada

daerah yang kurang subur, penduduknya hidup dari tanaman-tanaman seperti pisang, ubi

kayu, dan sebagainya. Pada daerah pesisir, mereka bisa menanam kelapa. Di samping hidup

dari pertanian, penduduk yang tinggal di pinggir laut atau danau juga dapat hidup dari hasil

tangkapan ikan. Ada berbagai hal yang menyebabkan banyak orang Minangkabau kemudian

meninggalkan sektor pertanian. Ada yang disebabkan karena tanah mereka memberikan hasil

yang kurang atau karena kesadaran bahwa dengan pertanian mereka tidak dapat menjadi

kaya. Orang-orang sejenis ini biasanya beralih ke sektor perdagangan dan merantau dengan

harapan mereka akan kembali sebagai orang yang dewasa dan bertanggung jawab.

Kehidupan perdagangan di Minangkabau kebanyakan dikuasai oleh penduduk

Minangkabau sendiri. Selain itu, ada juga masyarakat yang hidup dari kerajinan tangan,

seperti kerajinan perak bakar dari Koto Gadang, sebuah desa dekat Bukittinggi dan

pembuatan kain songket dari Silukang, sebuah desa dekat Sawah Lunto.

4. Organisasi Sosial

Kelompok kekerabatan masyarakat Minangkabau yaitu paruik, kampueng, dan suku.

Suku dan kampueng dapat dianggap sebagai kelompok formal. Suku dipimpin oleh seorang

penghulu suku, sedangkan kampueng oleh penghulu andiko atau datuek kampung. Selain

Page 7: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

kelompok paruik, kampueng, dan suku, masyarakat Minangkabau tidak mengenal organisasi

masyarakat adat yang lain. Dengan begitu instruksi dan aturan pemerintah, administrasi

masyarakat pedesaan, biasanya disalurkan kepada penduduk desa melalui panghulu suku dan

panghulu andiko.

Di samping memiliki seorang penghulu suku, sebuah suku juga mempunyai seoarang

dubalang atau manti. Dubalang bertugas menjaga keamanan sebuah suku, sedangkan manti

berhubungan dengan tugas-tugas keamanan.

Garis keturunan dalam masyarakat Minangkabau diperhitungkan menurut garis

matrilineal. Seorang termasuk keluarga ibunya bukan keluarga ayahnya. Begitu juga tanah

dan harta warisan akan diwariskan kepada anak perempuan. Perkawinan dalam budaya

Minangkabau sebenarnya tidak mengenal mas kawin. Namun keluarga pengantin wanita akan

memberi sejumlah uang atau barang untuk menjemput pengantin pria. Uang tersebut biasanya

disebut uang jemputan. Akan tetapi yang penting dalam perkawinan Minangkabau adalah

pertukaran benda lambing antara kedua keluarga berupa cincin atau keris. Dalam masyarakat

Minangkabau tidak ada larangan bagi seseorang untuk memiliki lebih dari satu istri. Orang-

orang dengan kedudukan sosial tertentu terkadang suka melakukan perkawinan poligami.

Secara kasar stratifikasi sosial dalam masyarakat Minangkabau yang hanya berlaku

dalam kesatuan sebuah desa tertentu saja, atau sekelompok desa yang berdekatan, membagi

masyarakat ke dalam tiga lapisan besar, yaitu bangsawan, orang biasa, dan orang yang paling

rendah. Lapisan terakhir ini mungkn dapat dihubungkan dengan ‘budak’ dalam arti yang

lebih ringan. Mengenai pola kepemimpinan dapat dikatakan bahwa sulit untuk melihat suatu

pola yang jelas dalam masyarakat Minangkabau. Kita tidak dapat mengatakan dengan jelas

siapa yang menjadi pemimpin bagi suatu paruik. Setiap orang dewasa boleh dikatakan

memiliki hak sebagai pemimpin. Perintah atau saran seseorang mungkin akan dituruti oleh

anggota keluarganya, tetapi ini tergantung pada kewibawaan pribadi dari orang tersebut.

5. Sistem Pengetahuan

Anak-anak lelaki usia 7 tahun biasanya akan meninggalkan rumah mereka untuk

tinggal di surau di mana merka diajarkan ilmu agama dan adat Minangkabau. Di usia remaja,

mereka digalakkan untuk meninggalkan perkampungan mereka untuk menimba ilmu di

sekolah atau menimba pengalaman di luar kampung dengan harapan mereka akan pulang

sebagai seorang dewasa yang lebih matang dan bertanggungjawab kepada keluarga dan

nagari (kampung halaman). Selain dikenali sebagai seorang pedagang, masyarakat

Minangkabau juga berhasil melahirkan beberapa penyair, penulis, negarawan, ahli fikir dan

Page 8: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

para ulama. Ini mungkin terjadi kerana budaya mereka yang memberatkan penimbaan ilmu

pengetahuan. Sebagai penganut agama Islam yang kuat, mereka cenderung kepada ide untuk

menggabungkan ciri-ciri Islam dalam masyarakat yang moden.

Berikut adalah beberapa orang Minangkabau yang berhasil menjadi orang yang

terkemuka:

1. Abdul Muis sebagai penulis, wartawan, dan pejuang kebangsaan

2. Chairil Anwar sebagai pujangga

3. Buya Hamka sebagai cendekiawan Islam

4. Prof Dr Emil Salim sebagai ahli ekonomis dan bekas menteri Indonesia

5. Haji Agus Salim sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia

6. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden Indonesia yang pertama dan salah seorang

proklamator negara Indonesia

7. Rasuna Said sebagai menteri wanita pertama di Indonesia

8. Tuanku Imam Bonjol sebagai pemimpin gerakan Padri

9. Tuanku Nan Renceh sebagai ketua dalam Perang Padri

10. Yusof Ishak sebagai presiden pertama Singapura

11. Ir. Fazwar Bujang Direktor Utama syarikat PT. Krakatau Steel Indonesia

6. Sistem Religi

Hampir seluruh masyarakat Minangkabau menganut agama Islam, walaupun sebagian

besar dari mereka hanya menganut agama sebagai simbolis tanpa melakukan ibadah dan

kewajibannya. Boleh dikatakan mereka tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan lain selain

yang diajarkan oleh agama Islam. Walaupun demikian masih banyak juga orang yang

percaya akan hal-hal yang tidak diajarkan oleh Islam, seperti hantu-hantu dan kekuatan gaib.

Selain itu, banyak orang menganggap bahwa sistem matrilinear yang dianut masyarakat

Minangkabau bertentangan dengan aturan Islam yang menekankan sistem patrilinear. Padahal

sesungguhnya terdapat banyak kesamaan antara faham Islam dengan faham Minangkabau.

Berikut ini merupakan contoh dari beberapa kesamaan faham Islam dan

Minangkabau:

1. Faham Islam: Menimba ilmu adalah wajib.

Faham Minangkabau: Anak-anak lelaki harus meninggalkan rumah mereka untuk

tinggal dan belajar di surau (langgar, masjid).

2. Faham Islam: Mengembara adalah kewajiban untuk mempelajari tamadun-tamadun

yang kekal dan binasa untuk meningkatkan iman kepada Allah.

Page 9: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Faham Minangkabau: Para remaja harus merantau (meninggalkan kampung halaman)

untuk menimba ilmu dan bertemu dengan orang dari berbagai tempat untuk mencapai

kebijaksanaan, dan untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Falsafah merantau juga

berarti melatih orang Minangkabau untuk hidup mandiri, kerana ketika seorang pemuda

Minangkabau berniat merantau meninggalkan kampungnya, dia hanya membawa bekal

seadanya.

3. Faham Islam: Tidak ada wanita yang boleh dipaksa untuk menikah dengan lelaki yang

tidak dia cintai.

Faham Minangkabau: Wanita yang menentukan dengan siapa yang ia ingin menikah.

4. Faham Islam: Ibu berhak dihormati 3 kali lebih tinggi daripada bapak.

Faham Minangkabau: Bundo Kanduang adalah pemimpin/pengambil keputusan di

Rumah Gadang.

Ciri-ciri Islam begitu mendalam dalam adat Minangkabau sehingga mereka yang tidak

mengamalkan Islam dianggap telah keluar dari masyarakat Minangkabau.

7. Kesenian

Dari segi kesenian, masyarakat Minangkabau mempunyai beberapa kesenian dan

upacara adat yang unik. Berikut ini adalah kesenian tradisonal Minangkabau:

1. Randai merupakan teater rakyat yang meliputi pencak, musik, tarian dan drama

2. Saluang Jo Dendang , serunai bambu, dan nyanyian

3. Talempong yaitu musik bunyi gong

4. Tari Piring merupakan gerakan tarian menyerupai gerakan para petani semasa bercocok

tanam

5. Tari Payung yaitu tarian yang menceritakan kehidupan muda-mudi Minang yang selalu

riang gembira

6. Tari Indang

7. Pidato Adat yang juga dikenal sebagai Sambah Manyambah (sembah-menyembah),

upacara berpidato, dilakukan di setiap upacara-upacara adat, seperti rangkaian acara

pernikahan (baralek), upacara pengangkatan pangulu (penghulu), dll

8. Pencak Silat , tarian yang gerakannya adalah gerakan silat tradisional Minangkabau.

Dalam kebudayaan Minangkabau terdapat beberapa upacara dan perayaan

Minangkabau seperti:

1. Turun mandi yaitu upacara pemberkatan bayi

2. Sunat rasul yaitu upacara bersunat

Page 10: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

3. Baralek yaitu upacara pernikahan

4. Batagak pangulu yaitu upacara pelantikan penghulu. Upacara ini akan berlangsung

selama 7 hari saat seluruh kaum kerabat dan ketua-ketua dari kampung yang lain akan

dijemput

5. Turun ka sawah yaitu upacara kerja gotong-royong

6. Manyabik yaitu upacara menuai padi

7. Hari Rayo yaitu perayaan Hari Raya Idul Fitri

8. Hari Rayo yaitu perayaan Hari Raya Idul Adha

9. Maanta pabukoan yaitu mengantar makanan kepada ibu mertua sewaktu bulan

Ramadan

10. Tabuik yaitu perayaan Islam di Pariaman

11. Tanah Ta Sirah yaitu perlantikan seorang Datuk (ketua puak) apabila Datuk yang

sebelumnya meninggal dunia

12. Mambangkik Batang Tarandam yaitu perlantikan seorang Datuk apabila Datuk yang

sebelumya telah meninggal 10 atau 50 tahun yang lalu (mengisi jabatan yang telah lama

dikosongkan)

Selain upacara dan perayaan adat, masyarakat Minangkabau juga memiliki beberapa

kesenian kerajian tangan, seperti:

1. Kain Songket, ditenun dengan tangan dan mempunyai corak rumit benang emas atau

perak. Songket hanya diapakai oleh golongan bangsawan. Kehalusan dan corak songket

menggambarkan pangkat dan kedudukan tinggi seorang pembesar.

Gambar. Kain Songket

2. Sulaman

3. Ukiran kayu

4. Pahatan emas dan perak

Page 11: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

SISTEM MATRILINEAL

Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu

masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Menurut

Muhammad Radjab (1969), sistem matrilineal mempunyai ciri-cirinya sebagai berikut:

1. Keturunan dihitung menurut garis ibu.

2. Suku terbentuk menurut garis ibu

3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami)

4. Pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku

5. Kekuasaan di dalam suku, menurut teori, terletak di tangan “ibu”, tetapi jarang sekali

dipergunakan, sedangkan

6. Yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-lakinya

7. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi rumah istrinya

8. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara

laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.

Sistem matrilineal ini diturunkan secara turun – menurun dari satu generasi ke gengerasi

lainnya lalu disepakati dan disetujui. Tidak ada ketentuan yang pasti dan jelas tentang

peranan seorang perempuan dalam sistem matrilineal dan tidak ada sanksi hukum apabila

terjadi pelanggaran. Dengan kata lain, tidak ada kitab undang – undang atau buku rujukan

mengenai sistem matrilineal yang dianut oleh orang minang. Bahkan tetap dipertahankan

walaupun adanya hukum faraidh dalam pembagian harta dalam islam. Hal ini dapat dilihat

dari adanya penggolongan harta menjadi “pusako tinggi” yang tetap dijaga dan “pusako

rendah” yang dapat dibagikan.

Sistem matrilineal tersebut bertujuan untuk menjaga dan melindungi harta pusaka

(rumah gadang, tanah pusaka, sawah, lading) suatu kaum dari kepunahan, bukan untuk

mengangkat atau memperkuat peranan perempuan. Peran perempuan dalam sistem

matrilineal adalah sebagai pengikat, pemelihara, dan penyimpan, sehingga tidak

diikutsertakan dalam penentuan peraturan atau perundang – undangan adat sedangkan laki –

laki berperan untuk mengatur dan mempertahankannya. Sistem matrilineal ini telah tertanam

kuat dalam masyarakat orang minang walaupun sistem patrilineal dikenalkan pula oleh islam.

Bahkan harta yang diperoleh oleh laki – laki orang minang cenderung memberikan hartanya

kepada anak perempuannya atau dengan kata lain hartanya tersebut dijadikan sebagai

Page 12: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

“pusako tinggi”. Syarat-syarat seseorang dapat dikatakan orang Minangkabau sebagai

berikut:

1. Basuku (bamamak bakamanakan)

Punya “ninik mamak” (kakak laki – laki atau adik laki – laki dari ibu)

2. Barumah gadang

3. Basasok bajarami

4. Basawah baladang

5. Bapandan pakuburan

6. Batapian tampek mandi

Tiga sistem adat yang dianut oleh suku Minangkabau yaitu :

1. Sistem Kelarasan Koto Piliang

2. Sistem Kelarasan Bodi Caniago

3. Sistem Kelarasan Panjang

Pengaturan Harta Pusaka

Harta pusaka secara terminologi Minangkabau adalah harato dan pusako. Harato

adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh kaum dalam wujud material seperti sawah, ladang,

rumah gadang, ternak, dll. Pusako adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh kaum dan dan

diwariskan turun – temurun baik yang nampak maupun tidak.

Selain itu dikenal juga istilah sako dan pusako.

1. Sako

Sako merupakan milik kaum yang tidak berbentuk material dan diturunkan menurut

sistem matrilineal seperti gelar penghulu, kebesaran kaum, tuah, dan penghormatan yang

diberikan masyarakat kepadanya. Sako ini merupakan hak laki – laki di dalam kaumnya

dan tidak dapat diberikan kepada perempuan dalam keadaan apa pun. Sistem

pewarisannya tergantung pada sistem adat yang dianut kaum tersebut. Contoh:

a. Kaum yang menganut sistem kelarasan Koto Piliang akan mewariskan sakonya

berdasarkan patah tumbuah. Berdasarkan hal tersebut , gelar selanjutnya harus

diberikan kepada kemenakan langsung dari ninik mamak (penghulu) yang memegang

gelar tersebut sebelumnya dan tidak bisa diberikan kepada orang lain dengan alasan

apapun. Gelar ini akan disimpan sampai kaum tersebut mempunyai laki – laki

pewaris.

Page 13: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

b. Kaum yang menganut sistem kelarasan Bodi Caniago akan mewariskan sakonya

berdasarkan lilang baganti. Berdasarkan hal tersebut gelar selanjutnya dapat

diwariskan kepada laki – laki dalam kaumnya berdasarkan kesepakatan anggota kaum

itu. Pergantian ini disebut gadang balega.

Pemberian gelar kehormatan atau gelar kepenghuluan (datuk) ada tiga tingkatan, yaitu :

a. Gelar yang diwariskan dari ninik mamak ke kemenakan. Gelar ini merupakan gelar

pusaka kaum, berdasarkan batali darah.

b. Gelar yang diberikan kelarga ayah (bako) kepada anak pisangnya (anak – anak dari

saudara laki – laki kita). Gelar ini hanya gelar panggilan dan hanya untuk menaikkan

status sosial atau keperluan lainnya seorang anak pisang. Gelar tersebut hanya

digunakan untuk dirinya sendiri dan tidak dapat diwariskan. Gelar ini disebut sebagai

gelar yang berdasarkan batali adat.

c. Gelar yang diberikan oleh raja Pagaruyung kepada seseorang yang dianggap telah

berjasa menurut ketentuan tertentu. Gelar ini disebut gelar yang berdasarkan batali

suto. Selain itu, gelar ini hanya dipakai oleh dirinya sendiri dan tidak dapat

diwariskan, serta dapat dicabut kembali apabila orang tersebut merusak nama baik

raja, kaum, dan nagari.

2. Pusako

Pusako adalah milik suatu kaum yang didapat secara turun – menurun berdasarkan sistem

matrilineal yang berbentuk material seperti sawah, ladang, rumah gadang, dan lain – lain.

Semua hal tersebut dimanfaatkan oleh perempuan di dalam kaumnya dan laki – laki

hanya berhak untuk mengaturnya, tidak untuk memilikinya.

Kedudukan harta pusako terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Pusako Tinggi

Pusako tinggi merupakan harta pusaka kaum yang diwariskan secara turun – temurun

berdasarkan garis ibu (matrilineal). Pusaka ini tidak boleh dijual tetapi dapat

digadaikan apabila :

o gadih gadang indak balaki (sudah tua tetapi masih belum menikah)

o maik tabujua tangah rumah (orang yang sudah meninggal tetapi tidak diurusi

karena tidak ada uang)

o rumah gadang katirisan (rumah gadang rusak, misalnya bocor)

b. Pusako Rendah

Page 14: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Pusako randah adalah harta pusaka yang didapatkan selama perkawinan antara suami

dan istri. Pusaka ini disebut harata bawaan yang berarti modalnya berasal dari

masing–masing kaum. Harta ini diwariskan kepada anak, istri, dan saudara laki-laki

berdasarkan hukum pembagian harta dalam islam.

Peranan Laki – Laki

Laki-laki mempunyai hak untuk mengatur segala sesuatu yang ada di dalam

perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka sedangkan perempuan

sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak beranak.

Peran laki – laki dalam kebudayaan minangkabau yang berdasarkan sistem matrilineal, yaitu:

1. Sebagai Kemenakan

Pada awalnya seorang laki-laki menjadi seorang kemenakan atau dalam isltilah

kekerabatan disebut ketek anak urang. Pada saat ini kemenakan harus memenuhi segala

aturan, aset-aset, dan semua anggota keluarga kaumnya. Anak kemenakan dikelompokan

menjadi tiga kelompok berdasarkan penentuan status kemenakan sebagai pewaris sako

dan pusako, yaitu :

o Kemenakan di bawah daguak (dago)

Merupakan penerima langsung waris sako dan pusako dari mamaknya.

o Kemenakan di bawah pusek

Merupakan penerima waris apabila kemenakan di bawah daguak tidak ada (punah).

o Kemenakan di bawah lutuik

Pada umumnya kemenakan di bawah lutuik tidak diikutsertakan dalam pewarisan

sako dan pusako kaum.

2. Sebagai Mamak

Setelah kemenakan dewasa, dia akan menjadi seorang mamak yang bertanggung jawab

terhadap kemenakannya. Mereka mulai ikut mengatur walaupun tanggung jawab tertinggi

berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi lagi, yaitu penghulu kaum.

3. Sebagai Penghulu

Pada tahapan berikutnya, seorang mamak akan bertanggung jawab penuh terhadap

kaumnya, yaitu sebagai penghulu. Gelar kebesaran yang diberikan disebut datuk. Ia

berkewajiban untuk menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka, dan

bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya.

Seorang laki-laki selalu diajarkan hal di bawah ini terhadap kaumnya: Kalau tidak dapat

Page 15: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

menambah harta pusaka kaum, jangan mengurangi harta pusaka tersebut atau dengan kata

lain menjual, menggadai, atau menjadikan harta tersebut milik pribadi.

Dalam ajaran adat, peranan seorang laki-laki dalam kaum, yaitu :

Tagak badunsanak mamaga dunsanak

Tagak basuku mamaga suku

Tagak bakampuang mamaga kampuang

Tagak ba nagari mamaga nagari

Peranan Laki-Laki di Luar Kaum

Seorang laki-laki selain berperan dalam kaum yaitu sebagai kemenakan, mamak, atau

penghulu, dia pun memiliki peran sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum istrinya

apabila dia telah menikah. Jadi, seorang suami menjadi duta kaumnya di dalam kaum

isterinya, dan sebaliknya. Satu sama lain harus saling menghormati (menjaga keseimbangan

dalam berbagai hal). Sumando tidak punya kekuasan apapun di rumah istrinya.

Seorang laki-laki di dalam kaum isterinya disebut sebagai sumando (semenda) yang

dapat dikelompokan menjadi :

a. Sumando ninik mamak

Sumendo yang dapat ikut memberikan ketenteraman baik kepada kaum istri maupun

terhadap kaumnya sendiri, mencari jalan keluar suatu persoalan dengan bijaksana. Dia

merupakan orang yang arif dan bijaksana.

b. Sumando kacang miang

Sumando yang membuat kaum istrinya menjadi gelisah karena membuat masalah atau

memperkeruh permasalahan yang telah ada

c. Sumando lapik buruk

Sumando yang hanya memikirkan anak istrinya dan tidak peduli terhadap persoalan-

persoalan lainnya.

Kaum dan Pesukuan

- Orang Minangkabau yang berasal dari satu keturunan dalam garis matrilineal merupakan

anggota kaum dari keturunan tersebut.

- Di dalam sebuah kaum, unit terkecil disebut samande yang berasal dari satu ibu (mande).

- Unit yang lebih luas dari samande disebut saparuik. Maksudnya berasal dari nenek yang

sama.

- Kemudian saniniak maksudnya adalah keturunan nenek dari nenek.

Page 16: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

- Yang lebih luas dari itu lagi disebut sakaum.

- Kemudian dalam bentuknya yang lebih luas, disebut sasuku. Maksudnya, berasal dari

keturunan yang sama sejak dari nenek moyangnya. Suku artinya seperempat atau kaki.

Jadi, pengertian sasuku dalam sebuah nagari adalah seperempat dari penduduk nagari

tersebut. Karena dalam sebuah nagari harus ada empat suku besar. Padamulanya suku-

suku itu terdiri dari Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Dalam perkembangannya, karena

bertambahnya populasi masyarakat setiap suku, suku-suku itu pun dimekarkan. Koto dan

Piliang berkembang menjadi beberapa suku; Tanjuang, Sikumbang, Kutianyir, Guci,

Payobada, Jambak, Salo, Banuhampu, Damo, Tobo, Galumpang, Dalimo, Pisang,

Pagacancang, Patapang, Melayu, Bendang, Kampai, Panai, Sikujo, Mandahiliang, Bijo

dll. Bodi dan Caniago berkembang menjadi beberapa suku; Sungai Napa, Singkuang,

Supayang, Lubuk Batang, Panyalai, Mandaliko, Sumagek dll. Dalam majelis peradatan

keempat pimpinan dari suku-suku ini disebut urang nan ampek suku.

- Dalam sebuah nagari ada yang tetap dengan memakai ampek suku tapi ada juga

memakai limo suku, maksudnya ada nama suku lain; Malayu yang dimasukkan ke sana.

Sebuah suku dengan suku yang lain, mungkin berdasarkan sejarah, keturunan atau

kepercayaan yang mereka yakini tentang asal sulu mereka, boleh jadi berasal dari

perempuan yang sama. Suku-suku yang merasa punya kaitan keturunan ini disebut

dengan sapayuang. Dari beberapa payuang yang juga berasal sejarah yang sama, disebut

sahindu.Namun, yang lazim dikenal dalam berbagai aktivitas sosial masyarakat

Minangkabau adalah; sasuku dan sapayuang saja. Sebuah kaum mempunyai keterkaitan

dengan suku-suku lainnya, terutama disebabkan oleh perkawinan. Oleh karena itu, kaum

punya struktur yang umumnya dipakai oleh setiap suku.

Struktur di dalam Kaum

Di dalam sebuah kaum, strukturnya sebagai berikut:

a. Mamak yang dipercaya sebagai pimpinan kaum yang disebut Penghulu bergelar datuk.

b. Mamak-mamak di bawah penghulu yang dipercayai memimpin setiap rumah gadang

karena di dalam satu kaum kemungkinan rumah gadangnya banyak dan disebut sebagai

tungganai dan bergelar datuk pula.

Di bawah tungganai ada laki-laki dewasa yang telah kawin juga, berstatus sebagai mamak

biasa. Di bawah mamak itulah baru ada kemenakan.

Struktur Tali Perkawinan dengan Suku Lain

Page 17: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Akibat dari sistem matrilienal yang mengharuskan setiap anggota suku harus kawin

dengan anggota suku lain maka keterkaitan akibat perkawinan melahirkan suatu struktur yang

lain, struktur yang mengatur hubungan anggota sebuah suku dengan suku lain yang terikat

dalam tali perkawinan tersebut.

a. Induak bako anak pisang

Induak bako anak pisang merupakan dua kata yang berbeda. Induak bako adalah semua

ibu dari keluarga pihak ayah. Bako adalah semua anggota suku dari kaum pihak ayah.

Induak bako punya peranan dan posisi tersendiri di dalam sebuah kaum pihak si anak.

b. Andan pasumandan

Andan pasumandan juga merupakan dua kata yang berbeda. Pasumandan adalah pihak

keluarga dari suami atau istri. Suami dari rumah gadang A yang kawin dengan isteri dari

rumah gadang B, maka pasumandan bagi isteri adalah perempuan yang berada dalam

kaum suami. Andan bagi kaum rumah gadang A adalah anggota kaum rumah gadang C

yang juga terikat perkawinan dengan salah seorang anggota rumah gadang B.

c. Bundo Kanduang

Dalam masyarakat Minangkabau dewasa ini kata Bundo Kanduang mempunyai banyak

pengertian pula, antara lain;

a). Bundo kanduang sebagai perempuan utama di dalam kaum, sebagaimana yang

dijelaskan di atas.

b). Bundo Kanduang yang ada di dalam cerita rakyat atau kaba Cindua Mato. Bundo

Kanduang sebagai raja Minangkabau atau raja Pagaruyung.

c). Bundo kanduang sebagai ibu kanduang sendiri.

d). Bundo kanduang sebagai sebuah nama organisasi perempuan Minangkabau yang

berdampingan dengan LKAAM.

Bundo kanduang sebenarnya adalah Bundo Kanduang sebagai perempuan utama.

Bundo kanduang sebagai perempuan utama. Apabila ibu atau tingkatan ibu dari mamak

yang jadi penghulu masih hidup, maka dialah yang disebut Bundo Kanduang, atau

mandeh atau niniek. Dialah perempuan utama di dalam kaum itu. Perempuan yang

disebut bundo kanduang dalam kaumnya, mempunyai kekuasaan lebih tinggi dari

seorang penghulu karena dia setingkat ibu, atau ibu penghulu itu betul. Dia dapat

menegur penghulu itu apabila si penghulu melakukan suatu kekeliruan. Perempuan-

perempuan setingkat mande di bawahnya, apabila dia dianggap lebih pandai, bijak dan

baik, diapun sering dijadikan perempuan utama di dalam kaum. Secara implisit

Page 18: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

tampaknya, perempuan utama di dalam suatu kaum, adalah semacam badan pengawasan

atau lembaga kontrol dari apa yang dilakukan seorang penghulu.

Budaya Merantau Masyarakat Minangkabau

Budaya merantau orang Minangkabau sudah tumbuh dan berkembang sejak berabad-

abad silam. Para pengelana awal bangsa Eropa yang mengunjungi Asia Tenggara mencatat

bahwa orang Minangkabau sudah merantau ke Semenanjung Melayu jauh sebelum orang-

orang kulit putih datang ke sana. Sebuah laporan pertengahan Abad ke-19 yang tersimpan

dalam arsip di Perpustakaan Leiden, Negeri Belanda, menyebutkan tentang “The

Minangkabau State in Malay Peninsula” (Negara Minangkabau di Semenanjung Malaya),

dikenal dengan nama Negeri Sembilan di Malaysia. Hasil studi para sarjana asing maupun

ilmuwan nasional menunjukkan bahwa budaya merantau orang Minang sudah muncul dan

berkembang sejak berabad-abad silam.

Rantau secara tradisional adalah wilayah ekspansi, daerah perluasan atau daerah

taklukan. Namun perkembangannya belakangan, konsep rantau dilihat sebagai sesuatu yang

menjanjikan harapan untuk masa depan dan kehidupan yang lebih baik dikaitkan dengan

konteks sosial ekonomi dan bukan dalam konteks politik. Dengan demikian, tujuan

merantau sering dikaitkan dengan tiga hal: mencari harta (berdagang/menjadi saudagar),

mencari ilmu (belajar), atau mencari pangkat/pekerjaan/jabatan (Navis, 1999).

Sepanjang sejarahnya, orang Minang di perantauan tidak pernah terlibat konflik

dengan masyarakat di manapun mereka berada. Ini karena budaya dan perilaku hidup mereka

yang yang terbuka, tidak eksklusif, dan hidup membaur dengan masyarakat setempat. Selaras

dengan tujuan merantau (mencari harta, ilmu atau pangkat) dalam rangka mengembangkan

diri dan mencari kehidupan yang lebih baik, maka orang Minang di perantauan memiliki

berbagai profesi dan lapangan kehidupan. Kebanyakan memang menjadi pedagang, saudagar

atau pengusaha. Namun banyak pula yang menjadi ilmuwan, mubaligh serta orang

berpangkat sebagai pejabat pemerintah atau kaum professional (dokter, dosen, eksekutif

BUMN atau perusahaan swasta, wartawan, sastrawan, dan lain-lain).

Meskipun orang Minang selalu membaur dan mudah menyesuaikan diri dengan

lingkungannya di rantau, namun ada sesuatu hal yang unik dan selalu menjadi ciri khas

mereka. Yakni kepedulian dan kecintaan kepada kampung halaman. Kecintaan kepada

kampung halaman mereka ditunjukkan, setidaknya, dalam dua hal. Pertama, kepedulian yang

Page 19: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

tinggi kepada negeri asal dan adat-budayanya. Kedua, di mana tempat mereka berada, mereka

membangun ikatan-ikatan kekeluargaan dalam bentuk kesatuan se-nagari asal, se-kabupaten,

atau yang lebih luas dalam ikatan kekeluargaan Minang atau Sumatera Barat.

Asal-usul Elite Minangkabau Modern (Yayasan Obor, 2007) menyebutkan, bahwa

salah satu kunci kemajuan orang Minang Abad ke-19 adalah karena mereka berhasil

merespon dan memanfaatkan dengan tepat pendidikan Barat yang dikenalkan oleh Belanda di

Minangkabau. Banyak saudagar Minang masa lalu, tumbuh karena budaya egaliter, semangat

mandiri dan jiwa merdeka yang mereka miliki. Mereka memulai dari usaha kecil, katakanlah

kaki lima, kemudian tumbuh berkat kemampuan entrepreneurship-nya yang tinggi menjadi

saudagar kelas menengah dan bahkan besar.

Semangat dan jiwa merdeka ini pulalah yang menyebabkan orang Minang sukar

diperintah, sehingga mereka sering dianggap kurang cocok untuk jenis pekerjaan tertentu.

Misalnya di militer atau birokrasi yang sangat hirarkis sentries. Merekanya cocoknya jadi

saudagar, pengusaha, diplomat, politisi, wartawan, sastrawan dan pekerjaan-pekerjaan tak

terperintah lainnya. Termasuk di sini menjadi pedagang kaki lima sebagai bentuk pekerjaan

orang merdeka.

Sistem Bagi Hasil Dalam Aktivitas Perekonomian Masyarakat

Minangkabau

A. Adat MinangkabauDaerah Sumatera Barat atau Minangkabau adalah daerah yang penduduknya relatif

homogen dibanding dengan daerah lainnya. Homogennya adalah dalam hal penduduknya

yang relatif didominasi oleh suku Minangkabau dengan adatnya yang spesifik. Kebudayaan

Minangkabau, secara sederhana dapat digambarkan dengan merujuk pada mamang adat,

adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (adat bersendi syarak, syarak bersendi

kitabullah). Artinya, kebudayaan Minangkabau terjalin suatu hubungan sintesis antara dua

unsur, yaitu antara adat Minangkabau dan Agama Islam, sehingga unsur satu topang-

menopang, tukuk-menukuk dan bilai-membilai dengan unsur lainnya secara harmonis.

Adat dalam arti umum adalah norma dan budaya. Norma adalah aturan-aturan da

budaya adalah kebiasaan. Dalam arti hukum, adat adalah pedoman atau patokan dalam

bertingkah laku, bersikap, berbicara, bergaul, berpakaian, bermasyarakat, dan lain-lain. Jadi,

Page 20: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

adat Minangkabau adalah pedoman atau patokan orang Minang dalam kesehari-hariannya

baik itu bersikap, berbicara, bertindak tanduk, bermasyarakat dan lain-lain.

Adat Minangkabau, sebelum Islam masuk menjadikan alam sebagai guru, tempat

belajar tentang kehidupan. Terdapat fatwa adat yang menegaskan alam jadi guru bagi orang

Minangkabau, yaitu :

“Panakiak pisau sirauit, ambiak galah batang lintabuang, salodang ambiak ka nyiru,

nan satitiak jadikan lauik, nan sakapa jadikan gunuang, alam takambang jadikan

guru”. (Panakik pisau seraut, ambil galah batang lintabuang, Selodang jadikan nyiru,

yang setitik jadikan laut, Yang sekepal jadikan gunung, Alam terkembang jadikan

guru).

Oleh karena alam dijadikan guru oleh orang Minangkabau, maka banyak fenomena

alam dijadikan tuntunan dalam masyarakat Minangkabau. Tuntunan tersebut dihimpun dalam

berbagai fatwa adat yang disajikan dalam bentuk pepatah-petitih, gurindam, pantun dan

sebagainya. Tuntunan tersebut mencakup hampir segala aspek kehidupan seperti sosial,

budaya, politik, ekonomi dan ekologi/lingkungan. Berikut disajikan beberapa contoh aspek

kehidupan.

Aspek Sosial

      “ Ka lurah samo manurun, ka bukik samo mandaki ”

      (Ke lembah sama menurun, ke bukit sama mendaki)     

Inti : Pentingnya kerjasama dalam kehidupan.

Aspek Budaya 

            “Pucuak pauah sadang tajelo, panjuluak bungo linggundi, nak jauah silang sangketo,

pahaluih baso jo basi”. (Pucuk pauh sedang terjela, penjuluk bungo linggundi, agar jauh

silang sengketa, perhalus budi pekerti)

Fatwa adat ini mengingatkan orang Minangkabau untuk memperhatikan budi pekerti

agar tidak terjadi perselisihan atau konflik.

Aspek Politik 

            “Bakati samo barek, maukua samo panjang, tibo di mato indak dipiciangkan, tibo

diparuik indak dikampihkan, tibo didado indak dibusuangkan”. (Menimbang sama berat,

mengukur sama panjang, tiba di mata tidak dipejamkan, tiba di perut tidak dikempiskan, tiba

di dada tidak dibusungkan)

Berlaku adil merupakan prinsip yang harus dipakai orang Minang dalam hidup ini.

Page 21: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Aspek Ekonomi

            “Indak tukang nan mambuang kayu, nan bungkuak ka singka bajak, nan luruih ka

tangkai sapu, satampok ka papan tuai, nan ketek kapasak suntiang”. (Tidak tukang yang

membuang kayu, jika bungkuk untuk bingkai bajak, yang lurus untuk tangkai sapu, yang

sebesar telapak tangan untuk papan tuai, yang kecil untuk pasak sunting)

      Pepatah adat ini menegaskan bahwa tidak ada yang terbuang dan tidak berguna dalam

hidup ini, sehingga tingkat efisiensi dan efektifitas yang optimal bisa dicapai. Perekonomian

sangat dipentingkan oleh adat Minangkabau. Hal ini dapat dipahami, sebab atas dasar

ekonomi yang sehatlah masyarakat akan menjadi makmur dan kebudayaan akan dapat

dikembangkan serta pembangunan dapat dilaksanakan. Pepatah adat memfatwakan :

“Dek ameh sagalo ameh, dek padi sagalo jadi, elok lenggang di nan data, rancak

rapak di hari paneh, manjilih di tapi aie, mardeso di paruik kanyang”. (Karena ada emas

segala jadi, karena ada padi segala beres, elok lenggang pada yang datar, baik barisan di hari

panas, kebersihan di tepi air, memilih di perut kenyang).

Jika ditinjau lebih mendalam, dasar dan ikatan ekonomi ternyata turut menjadikan

adat Minangkabau itu kuat dan kokoh, sanggup bertahan dari zaman ke zaman, karena adat

itu mempunyai nilai utama tentang ekonomi. Dan nilai ekonomi bukanlah berdasarkan enak

seseorang, tetapi “ lamak dek awak, lamak dek urang, elok dek awak katuju dek urang ” , yaitu

elok dan enak dalam dan dengan bersama.

Aspek Ekologi/Lingkungan 

            “Gabak di hulu tando ka hujan, cewang di langik tando ka paneh”.

            (Mendung di hulu tanda akan hujan, terang di langit tanda akan hari akan panas)   

      Mamangan adat ini menunjukkan kearifan ekologis masyarakat Minangkabau

terhadap cuaca.

            Dari penjelasan di atas terlihat bahwa adat Minangkabau merupakan nilai, norma,

simbol dan tuntunan hidup yang dikontruksi dari realitas alam. Sementara alam itu sendiri,

menurut Islam, bertebaran banyak ayat-ayat Tuhan, bagi siapa yang bisa membacanya.

Belajar kepada alam telah memberikan rasionalitas dan kearifan dalam hubungan horizontal

antara sesama manusia, makhluk dan lingkungan di muka bumi ini.

B. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Falsafah Adat MinangkabauFalsafat adat Minangkabau adalah keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice),

kedua prinsip ini juga tercakup dalam prinsip dasar ekonomi Islam. Prinsip keseimbangan

Page 22: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

terdiri dari kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimony) dan menjauhi pemborosan

(extravagance). Dalam falsafah adat Minangkabau, nilai kesederhanaan ditunjukkan oleh:

“balabiah ancak-ancak, bakurang sio-sio, diagak mangko diagiah, dibaliak mangko

dibalah, bayang-bayang sapanjang badan” (Berlebihan berarti ria, kalau kurang sia-

sia, dihitung dulu baru dibagi, dibalik dulu baru dibelah, baying-bayang sepanjang

badan).

Arti filosofi hidup sederhana dalam mamangan adat ini adalah kesederhanaan

ditempatkan dalam tataran proporsional dengan memperhartikan beban jangan melebihi dari

kemampuan. Nilai berhemat diakui dalam falsafah adat Minangkabau yang dikutip dalam

pepatah-petitih adat berikut :

“bahimat sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”

(berhemat sebelum habis, sediakan payung sebelum hujan)

Maknanya adalah sikap hidup hemat dilakukan untuk menghindari ketiadaan atau

kemelaratan di masa tua/depan. Sedangkan nilai menjauhi pemborosan, juga dikenal dalam

falsafah adat Minangkabau berikut ini :

“wakatu ado jan dimakan, lah abih baru dimakan”

(ketika ada jangan dimakan, sudah habis baru dimakan)

      Maksud fatwa ini adalah ketika tenaga masih kuat dan usia masih muda bekerjalah

sekuat tenaga dan kumpulkan harta sebanyak mungkin, sedangkan pada waktu tua menikmati

apa yang diperoleh ketika muda. Prinsip keadilan terdiri dari nilai keadilan sosial, keadilan

ekonomi dan keadilan distribusi pendapatan. Nilai keadilan sosial dikandung dalam fatwa

adat berikut ini :

“gadang jan malendo, panjang jan manindih, cadiak jan manjua kawan, nan tuo

dihormati, nan ketek disayangi, samo gadang baok bakawan” (Besar jangan

melindas, panjang jangan menindas, cerdik jangan menjual kawan, yang tua

dihormati, yang kecil disayangi, sama besar bawa berkawan)

      Ini dimaksudkan agar kita saling menghormati dan saling tenggang rasa. Nilai

keadilan ekonomi dikenal dalam falsafah adat Minangkabau. Nilai tersebut termuat dalam

fatwa adat berikut :

“mandapek sama balabo, kahilangan samo marugi, maukua samo panjang, mambilai

samo laweh, baragiah samo banyak, manimbang samo barek”. (Mendapat sama

berlaba, kehilangan sama merugi, mengukur sama panjang, menyambung sama lebar,

berbagi sama banyak, menimbang sama berat)

Page 23: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

      Prinsip profit and lost sharing  diakui oleh fatwa adat diatas. Bagaimana prinsip

tersebut dilaksanakan ? menurut mamang adat dikatakan :

            “gadang kayu gadang bahannyo, ketek kayu ketek bahannyo”

            (besar kayu besar bahannya, kecil kayu kecil pula bahannya)

Maknanya adalah besar atau kecil suatu untung rugi didasarkan atas besarnya

sumbangan yang diberikan pada suatu usaha. Nilai keadilan distribusi pendapatan mendapat

tempat dalam falsafah adat Minangkabau. Nilai tersebut terkandung dalam fatwa adat berikut:

            “nan lamah makanan tueh, nan condong makanan tungkek”.

            (Yang lemah perlu ditunjang, yang miring perlu ditopang)

Maknanya adalah orang yang lemah (ekonomi) perlu ditolong. Siapa yang menolong?

Mamangan adat mengingatkan :

“adat badunsanak, dunsanak dipatahankan, adat bakampuang, kampuang

dipatahankan, adat banagari, nagari dipatahankan, adat babangso, bangso

dipatahankan”. (Adat bersaudara, saudara dipertahankan, adat berkampung, kampung

dipertahankan, adat bernagari, nagari dipertahankan, adat berbangsa, bangsa

dipertahankan)

      Jadi setiap orang Minangkabau memiliki kewajiban untuk membela saudara,

kampung, nagari dan bangsa yang mengalami situasi dan kondisi yang lemah.

C. Sistem Bagi Hasil Pada Rumah Makan Padang

Rumah Makan Padang Sebagai Ciri Khas Orang MinangkabauRumah Makan Padang telah menjadi trade mark bagi Urang Awak, yang tersebar di berbagai

pelosok tanah air dan manca negara. Bahkan ada suatu guyon dari salah seorang guru penulis di SMA

yang mengatakan :”jika Planet Mars menjadi Bumi Kedua dan manusia bumi telah pindah kesana,

maka yakinlah tidak akan lama kemudian akan ada Rumah Makan Padang disana”.

Rumah Makan Padang dapat diartikan sebagai suatu usaha rumah makan yang

dikelola/dimiliki oleh Orang Padang atau Urang Awak (sebutan khas Orang Minangkabau). Pada

kenyataannya nama rumah makannya sangat beragam seperti Saribundo, Simpang Raya, Nasi Kapau

(sebuah nama yang diambil dari suatu daerah di Bukittinggi yaitu Kapau) dan sebagainya. Yang

sangat menarik adalah nama Rumah Makan Padang atau Restoran Padang tidak ada di daerah

Minangkabau (Sumatera Barat),  hanya ada di daerah atau kawasan lain. Tidak semua Rumah Makan

Padang dikelola atau dimiliki oleh orang yang berasal dari daerah Minangkabau, ada yang dikelola

oleh suku lain seperti Suku Jawa dengan jenis makanan yang sama hanya rasa yang berbeda dan ada

juga yang hanya sekedar memakai nama “Restoran Padang” sebagai penglaris saja.

Page 24: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Tradisi Merantau Urang Awak mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha Rumah Makan

Padang. Dengan tingkat populasi Urang Awak yang tersebar di berbagai daerah dan negara

memungkinkan usaha ini mudah memperoleh konsumen, apalagi selera Urang Awak yang cukup

fanatik akan masakan “kampuang sendiri”, dan masakan khas Minangkabau seperti Rendang dan

Dendeng Balado dapat diterima oleh lidah suku atau etnis lainnya.

Penerapan Sistem Bagi Hasil Pada Rumah Makan Padang

Telah disinggung sebelumnya bahwa rumah makan merupakan salah satu mata pencaharian

orang Minang yang dalam aktivitas usahanya menggunakan sistem bagi hasil.  Sebagaimana halnya

dengan asal asul rumah makan, penerapan bagi hasil pada rumah makan juga tidak diperoleh data

yang konkret mengenai kapan dan siapa yang memulainya.

Penerapan sistem bagi hasil tersebut telah ada didasarkan atas falsafat adat Minangkabau

mengenai perekonomian yaitu Prinsip Keseimbangan dan Keadilan yang merupakan akar dari nilai

tolong menolong dan bagi hasil berdasarkan profit dan lost sharing. Dengan kata lain falsafah

tersebutlah yang mendasari Orang Minangkabau menerapkan bagi hasil dalam usahanya, termasuk

usaha rumah makan.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penerapan sistem bagi hasil pada rumah

makan Padang, maka dapat diberikan contoh salah satu rumah makan dari sekian banyak rumah

makan yang ada di Kota Padang, yaitu : RUMAN MAKAN XXX.

Dalam bisnis rumah makan Padang ini, pemilik modal juga bertindak sebagai pengelola.

Jumlah karyawan yang dimiliki adalah sebanyak 10 yang terdiri dari tukang masak, tukang sanduak,

pelayan (tukang hidang), tukang cuci piring dan kasir. Sistem Bagi Hasil yang diterapkan didasarkan

atas keahlian/posisi dan kerajinan karyawan dengan pembagian hasil menggunakan sistem “mato” 

dengan pola sebagai berikut :

Pemilik Modal dan Pengelola : 50 mato

Kasir : 10 mato                    

Tukang Masak                         : 15 mato

Tukang Sanduak Nasi             : 10 mato

Tukang Hidang/Pelayan                  : 5 mato

Tukang Cuci Piring                           : 5 mato

Zakat                                                : 5 mato

Bagi hasil dilakukan 1 x 100 hari dan dalam masa itu setiap karyawan berhak memperoleh

pinjaman. Setiap harinya karyawan memperoleh makan, minum dan uang rokok. Jumlah keuntungan

yang dibagi setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional usaha.

Dari bagi hasil yang diterapkan oleh rumah makan ini juga tercermin falsafah adat

Minangkabau mengenai perekonomian, dimana adanya prinsip keseimbangan dan keadilan.

Page 25: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

Seimbang, apabila melihat kepada porsi bagi hasilnya dan keadilan, apabila dilihat dari penentuan

jumlah mato yang disesuaikan dengan keahlian dan kerajinan si karyawan.         

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Rumah Makan Padang merupakan salah satu mata pencaharian Urang Awak (orang

Minangkabau) yang hingga saat ini telah menjadi trade mark orang Minangkabau.

2. Adat Minangkabau memberikan pedoman dan patokan bagi Orang Minangkabau dalam

bersikap, bertindak tanduk, bermasyarakat, berbicara dan lainnya. Falsafah Adat

Minangkabau dari segi aspek ekonomi yaitu Prinsip Prinsip Keseimbangan dan Keadilan

yang merupakan akar dari nilai tolong menolong dan bagi hasil berdasarkan profit dan

lost sharing. Falsafah tersebutlah yang mendasari Orang Minangkabau menerapkan bagi

hasil dalam kegiatan usahanya, seperti usaha rumah makan padang.

3. Sistem Bagi Hasil  ternyata telah dipakai oleh Orang Minangkabau sejak dulu (sebelum

Islam masuk) dalam melakukan kegiatan usahanya.

Data Kuesioner

Dalam pengamatan kami tentang “Mengenal Kebudayaan Minang Lebih Dekat”,

dilakukan juga penyebaran kuesioner di lingkungan kampus ITB. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui seberapa banyak komunitas Minang di lingkungan mahasiswa dan sejauh mana

mereka mengenal kebudayaan Minang itu sendiri.

Berikut ini adalah hasil kuesioner yang kami ambil dari 100 responden dan telah

disusun dalam bentuk grafik :

32

68

Apakah Anda orang Minang ?

Orang MinangBukan Orang Minang

Page 26: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

14

18

68

Berdomisili di … ?

Sumbar Luar SumbarLainnya (bukan orang Minang)

66

322

Pernah denger sistem 'matrilineal' ?

pernah + ngertipernah + ga ngertiga pernah sama sekali

50

41

9

Pernah denger budaya 'merantau' di Padang?

pernah + ngertipernah + ga ngertiga pernah sama sekali

100

Pernah punya temen orang Minang?

pernah ga pernah

Page 27: Web viewContoh perbandingan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu: Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia. Bahasa Melayu: Pohon di rimba tidak sama

31

2515

29

Menurut Anda, budaya Minang itu seperti apa ?

jiwa entrepreneur tinggiteliti dalam keuanganperantaukekeluargaan

Dari hasil kuesioner yang telah disusun, dapat kami simpulkan secara kasar bahwa

terdapat cukup banyak komunitas Minang di lingkungan kampus ITB, dan mereka pun cukup

tahu tentang kebudayaan Minang yang kami tanyakan.

VII. Kesimpulan dan SaranKesimpulan

1. Budaya Minang sangat kompleks dan adat istiadatnya masih sangat kuat, meliputi

berbagai aspek kehidupan ( sistem matrilineal, budaya merantau, bagi hasil

Rumah Makan Padang, dll )

2. Dari hasil kuesioner, dapat diketahui bahwa mahasiswa sudah cukup mengetahui

tentang kebudayaan Minang.

Saran

Sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia, budaya Minangkabau pun patut

dilestarikan. Pengaruh budaya luar dan akulturasi seharusnya dapat disesuaikan dengan

budaya aslinya, sehingga nilai-nilai luhur dari suatu budaya tersebut tidak terhapuskan atau

bahkan menghilang. Setiap masyarakat Minangkabau yang merantau ke kota lain atau ke

negara lain seharusnya tetap menjunjung tinggi budaya aslinya dan juga melestarikannya.

Bahkan jika memungkinkan, seseorang dapat menyebarkan budaya aslinya di tempat yang

lain, sehingga kekayaan budaya Indonesia tidak mudah luntur dan masyarakat dapat semakin

mencintai kekayaan bangsa Indonesia sendiri.