66
LENGKUNG ANTERIOR DIAFISIS FEMUR PADA ORANG INDONESIA ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN IRAWAN HUNTOYUNGO KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU ( COMBINED DEGREE) BIDANG ILMU ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

LENGKUNG ANTERIOR DIAFISIS FEMUR PADA ORANG

INDONESIA

ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

IRAWAN HUNTOYUNGO

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU

( COMBINED DEGREE)

BIDANG ILMU ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

LENGKUNG ANTERIOR DIAFISIS FEMUR PADA ORANG

INDONESIA

ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

IRAWAN HUNTOYUNGO

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU

( COMBINED DEGREE)

BIDANG ILMU ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 3: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

LENGKUNG ANTERIOR DIAFISIS FEMUR PADA ORANG

INDONESIA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Magister

Program Studi Biomedik

Disusun dan diajukan oleh

IRAWAN HUNTOYUNGO

kepada

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU

(COMBINED DEGREE)

BIDANG ILMU ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 4: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Irawan Huntoyungo

No. Induk Mahasiswa : P1507208097

Program Studi : Biomedik PPDS Terpadu ( Combined Degree )

FK.UNHAS

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Agustus 2013

Yang menyatakan,

Irawan Huntoyungo

Page 5: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

PRAKATA

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua

anugerah dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir berupa

Tesis ini dengan baik.

Tesis dengan judul “Lengkung Anterior Diafisis Femur Pada Orang

Indonesia” ini disusun sebagai salah satu syarat dan merupakan karya akhir

dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis

(PPDS) I Bagian Ortopedi dan Traumatologi, dan Program Pendidikan Dokter

Spesialis Terpadu (Combined Degree) Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Saya menyadari bahwa penulisan karya akhir ini jauh dari kesempurnaan,

baik isi maupun bahasanya, sehingga kritik yang membangun diharapkan untuk

perbaikan selanjutnya.

Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan rasa hormat dan

terimakasih saya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.OT Rektor Universitas

Hasanuddin, Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. dr. H. Dasril Daud, Sp.A(K) Ketua

Konsentrasi Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined

Degree) Universitas Hasanuddin, atas kesempatan yang diberikan kepada

saya untuk dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)

I dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined Degree)

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dalam bidang Ortopedi dan

Traumatologi.

2. Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.OT Ketua Bagian Ortopedi dan

Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. dr.

H. R. Agung Saifullah, Sp.B, Sp.OT Ketua Program Studi Ortopedi dan

Traumatologi, serta seluruh Staf Bagian Ortopedi dan Traumatologi atas

kesediaan untuk menerima, mendidik, membimbing dan memberi nasehat

yang sangat berharga kepada saya, selama mengikuti pendidikan.

Page 6: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

3. Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc Direktur Program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin, Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D Ketua Program Studi

Biomedik Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, atas kesempatan

yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.

4. dr. Henry Yurianto, M.Phil, Ph.D, Sp.OT, dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D,

Sp.OT, dr. Wilhelmus Supriyadi, Sp.OT, Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS

selaku pembimbing yang telah meluangkan begitu banyak waktu yang

sangat berharga untuk membimbing saya mulai dari perencanaan,

pembuatan proposal hingga selesainya penulisan karya akhir ini.

5. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, Ketua

Bagian dan staf laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi Manado, Ketua Bagian dan Staf Laboratorium

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, serta

Ketua Bagian dan Staf Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia, Makassar atas kerjasama dan segala

bantuan, fasilitas dan kerjasama yang diberikan dalam proses penyelesaian

penulisan karya akhir ini

6. Tim “Konyol” angkatan Juli 2008 Program Pendidikan Dokter Spesialis

(PPDS) I Bagian Ortopedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, bantuan dan kelucuan kita-kita selalu mewarnai

segalanya. Semoga kesuksesan akan selalu menyertai kita. Amien..

7. Teman sejawat PPDS I Bagian Ortopedi Ortopedi dan Traumatologi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Abah Ali Hasti “ makasih

banget nemenin ngantor, Kang Toton atas Menado nya, Nahar “si Babah

Ong”, Arief “botak”, Satria “sang pelupa”, Wira, Djalal, Fachroni, dan

Bastian “si gagap”. Evan, Yoa, Aries dan Thomson, serta kawan-kawan

lainnya semoga kalian lebih sukses lagi.

8. Para staf pegawai Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Aras Rasyid, Amd, Arham S.Kom, Rusli, Hardis,

dan Pak Syam, para perawat di Ruang Gawat Darurat, Ruang Operasi,

Rawat Inap, Rawat Jalan, Ortopedi dan Traumatologi RSUP Dr. Wahidin

Page 7: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

Sudirohusodo, Makassar dan rumah sakit jejaring lainnya di seluruh

Indonesia atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Para staf pegawai di Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu

(Combined Degree) Mbak Mirna, Pak Jamal, Pak Yusril, dan Pak Anto

yang telah sabar memberikan pelayanan administratif kepada saya selama

mengikuti pendidikan ini.

10. Kepada kedua orang tua tercinta saya, Hi. Ibrahim Huntojungo dan Alm.

Ibunda tersayang, Rasmin Halid, mertua saya Hi. Thamrin Karim, dan Hj.

Hartati Hippy, yang dengan tulus dan ikhlas membantu, membimbing,

mendidik, dan senantiasa mendoakan demi kebaikan dan kelancaran

pendidikan saya.

11. Kepada kedua Adikku tercinta, dr. Muzakkir Huntojungo, SpPD, dan

Abdul Halim Huntojungo, kesabaran dan ketabahan kalian kan selalu

menyertaiku.

12. Akhirnya yang paling khusus dan spesial kepada istri tercinta Rini Karim

dan Ananda Alya Shafira Irawan yang dengan sabar dan penuh pengertian

membantu, mengingatkan, mendukung dan menjadi penyemangat dalam

mengikuti pendidikan.

Akhir kata, semoga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

kedokteran khususnya di bidang ortopedi dan traumatologi dan dapat

diaplikasikan dalam pemberian pelayanan yang lebih berkualitas kepada pasien

sesuai dengan nilai-nilai profesionalisme.

Semoga kita senantiasa mendapat petunjuk dan perlindungan dari Allah SWT.

Makassar, Agustus 2013

Irawan Huntoyungo

Page 8: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

ABSTRAK

IRAWAN HUNTOYUNGO. Kurva Anterior Diafisis Femur Pada Orang Indonesia (dibimbing

oleh Henry Yurianto dan M. Ruksal Saleh).

ABSTRAK

Pemilihan implant yang cocok pada operasi diafisis femur sangat berkaitan erat dengan morfologik

kurva anterior femur. Penelitian ini bertujuan menganalisis kurva anterior tulang femur orang

Indonesia dan menganalisis kesesuaian intramedullary nail untuk fiksasi fraktur femur orang

Indonesia. Menggunakan metode penelitian comparative, explorative mengukur kurva anterior

diafisis tulang femur pada 120 sampel cadaver orang Indonesia, dibandingkan berdasarkan jenis

kelamin, sisi kiri dan kanan, serta membandingkan kurva anterior femur orang Indonesia dan

orang Barat, dilakukan di laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Unhas, pada bulan februari

2013. Hasil penelitian menunjukkan panjang rata-rata diafisis femur laki-laki Indonesia 39,74 ±

2,11 cm pada kanan dan kiri, pada perempuan Indonesia rata-rata 39,04 ± 1,99 dan 38,93 ± 2,00

cm untuk kanan dan kiri. Perhitungan statistik menggunakan chi-square test dengan P<0,05

dinyatakan signifikan. Pada kurva anterior laki-laki didapatkan rata-rata kurva proximal 2,07 ±

0,18 cm , kurva pertengahan 3,35 ± 0,36 cm, dan kurva distal 3,07 ± 0,22 cm. Pada perempuan

rata-rata kurva proximal 2,07 ± 0,18 cm, kurva pertengahan 3,00 ± 0,36 cm, dan kurva distal 2,99

± 0,21 cm. Tidak ada perbedaan signifikan kurva anterior femur antara laki-laki dan perempuan

Indonesia. Adanya perbedaan signifikan kurva anterior femur antara orang Indonesia dan orang

Barat (Amerika) dengan perhitungan statistik One sample T test (P<0,05).

Kata Kunci : Anterior kurva, femur, intramedullary nail.

Page 9: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

ABSTRACT

IRAWAN HUNTOYUNGO. Anterior Femoral Bowing in Indonesian (supervised by Henry

Yurianto dan M. Ruksal Saleh).

Selection of a suitable implant in the femur diaphysis operations is closely related to morphologic

curve anterior femur. The study aims to describe the anterior femoral curvature of Indonesians

and investigate the suitability of intramedullary nailing for femoral fracture fixation. The study

was carried out by measuring the anterior curvature of the shaft femur in 120 femur samples of

Indonesians by gender comparison as well as comparison of the left and right femur. The

comparison of femoral anterior curvature in Indonesian people and the anterior curvature of

westerns. The findings show that the mean angel of diaphysis femur in Indonesian people are

39.74±2.11 and 39.65± 2.11, while in female 39.04± 1.99 and 39.04±1.99 on the right and left side

respectively. Using chi-square test (p<0.05), it is not significant. In anterior femoral curvature,

proximal curves are 2.04±0.18, mid-shaft curve 35±0.36, and distal curve 3.07±0.22. While in

female, the proximal curves are 2.07±0.18, mid-shaft curve 3.30± 0.36 and distal curve 2.99±0.21.

The study proves that there are not significant differences in the anterior femoral curvature

between male and female of Indonesians. There are significant differences of the anterior femoral

curvature between Indonesians and Americans (one significant sample T-test (p<0.5)

.

Keywords : anterior curvature, femur, intramedullary nail

Page 10: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

LENGKUNG ANTERIOR FEMUR ORANG INDONESIA

Irawan Huntoyungo

Latar Belakang

Kurva anterior femur sudah lama digunakan untuk menggambarkan perilaku

manusia dalam populasi arkeologi. Tidak ada data morfologik tentang kurva

anterior femur pada orang Indonesia. Penelitian ini untuk menganalisa ukuran

morfologik kurva anterior tulang femur pada orang Indonesia dan kesesuain

implan intramedullary nail dengan kurva anterior pada orang Indonesia.

Metode

Mengukur kurva anterior diafisis tulang femur pada 120 sampel cadaver

orang Indonesia dengan membandingkan berdasarkan jenis kelamin dan

membandingkan kiri dan kanan. Juga membandingkan kurva anterior femur

antara orang Indonesia dan orang Barat sesuai dengan penelitian sebelumnya.

Hasil

Panjang rata-rata diafisis femur kanan laki-laki Indonesia 39,74 ± 2,11 cm

dan kiri 39,65 ± 2,1 cm, pada diafisis femur kanan perempuan Indonesia rata-rata

39,04 ± 1,99 cm dan femur kiri 38,93 ± 2,00 cm. Dengan perhitungan statistik

menggunakan chi-square test dengan P>0,05 dinyatakan tidak signifikan. Pada

kurva anterior laki-laki didapatkan rata-rata kurva proximal 2,04 ± 0,18 cm, kurva

pertengahan 3,35 ± 0,31 cm, dan kurva distal 3,07 ± 0,21 cm. Pada perempuan

rata-rata kurva proximal 2,07 ± 0,18 cm, kurva pertengahan 3,00 ± 0,36 cm, dan

kurva distal 2,99 ± 0,21 cm.

Kesimpulan

Tidak ada perbedaan signifikan kurva anterior femur antara laki-laki dan

perempuan Indonesia. Perbedaan kurva anterior femur lebih banyak ditentukan

oleh faktor keturunan dan tingkat mobilitas setiap individu. Intramedullary nail

aman dipergunakan untuk fiksasi fraktur diafisis femur pada orang Indonesia.

Kata Kunci

Anterior kurva, femur, intramedullary nail

Page 11: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

ANTERIOR FEMORAL CURVATURE IN INDONESIAN

Irawan Huntoyungo

INTRODUCTION

Anterior femoral curvature have been used to reflect biomechanical behavioral

patterns among archaeological populations. It has been proposed as a valid

indicator for mobility and availability intramedullary device for fixation femoral

fracture. This study to investigate the femoral anterior curve in Indonesian and

compatibility of intramedullary nail with anterior curve in the Indonesia.

METHODS

Measure the anterior curvature of the shaft femur in 120 femur samples in

Indonesian by gender comparison as well as comparison of the left and right

femur. The Comparison of femoral anterior curvature in Indonesian and the

anterior femoral curvature of American are based on the results of previous

studies.

RESULT

The mean angle of right diaphysis femur in Indonesian is 39,74 ± 2,11 cm and left

femur 39,65 ± 2,11 cm, while in right female 39,04 ±1,99 cm and left femur 39,04

± 1,99 cm. Statistically using thechi-square test with p>0.05 are not significant. In

anterior femoral curvature, proximal curve are 2.04 ± 0,18 cm, midshaft curve3.35

± 0,36 cm, and distal curve 3,07 ± 0,22 cm, while female, proximal curve are 2.07

±0,18 cm midshaft curve 3.30 ± 0,36 cm, and distal curve 2,99 ± 0,21 cm.

CONCLUSION

There were no significant differences in the anterior femoral curvature between

male and female on the people of Indonesian. There were significant differences

between Indonesian and American. Intramedullary nail is secure for fixation of

the femoral shaft fractures in Indonesian.

KEYWORD

Anterior curvature, femur, intramedullary nail

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

iv

Page 12: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

DAFTAR TABEL v

DAFTAR LAMPIRAN vi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian .......................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 2

1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................... 3

BAB II. KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

4

2.1. Kajian Pustaka ............................................................................ 5

2.2. Lengkung Anterior Femur........................................................ 8

2.2.1. Biomekanik Kelengkungan femur ................................... 8

2.2.2. Lengkung Anterior Femur dan Genetika........................... 9

2.2.3. Usia dan Pembentukan Tulang ............................................. 11

2.2.4. Pengukuran Anterior Femoral Curvature (AFC) .................. 12

2.2.5. Kelengkungan Anterior Femur pada Operasi .................... 14

2.3. Kerangka Konsep ................................................................. 27

2.4. Hipotesis ............................................................................. 27

BAB III. BAHAN / OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan / Objek Penelitian ............................................................... 28

3.1.1.Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 28

3.1.2. Populasi ................................................................................ 28

3.1.3. Sampel Penelitian dan Cara Pengambilan Sampel ............28

3.1.4. Besaran Sampel .................................................................... 29

3.1.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................ 29

3.1.6. Alat dan Bahan............................................................ 27

3.2. Metode Penelitian........................................................................... 30

3.2.1. Desain Penelitian................................................................. 28

3.2.2. Cara Pengukuran………...................................................... 28

3.2.3. Alur Penelitian............................................................ ……..33

3.2.4. Definisi Operasional.............................................................. 34

Page 13: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

3.2.5. Kriteria Objektif.................................................................... 35

3.2.6. Klasifikasi Variabel............................................................... 35

3.2.8. Analisa statistik …………………………………………….35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian ......................................................................... 35

4.2 Pembahasan .............................................................................. 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ............................................................................... 44

5.2 Saran ......................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45

Page 14: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Panjang Diafisis Tulang Femur Pada Laki-Laki

dan Perempuan Indonesia 35

Tabel 2. Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior

Tulang Femur Kiri Pada Laki-Laki Indonesia 36

Tabel 3. Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior

Tulang Femur Kiri Pada perempuan Indonesia 37

Tabel 4. Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior

Tulang Femur Laki-laki dana perempuan Indonesia 37

Tabel 5. Korelasi antara Panjang Diafisis dan Anterior Kurva Femur

di Indonesia 38

Tabel 6. Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior

Tulang Femur Orang Indonesia dan orang Amerika 39

Tabel 7. Perbandingan posisi titik insersi nail orang Indonesia

dan Orang Barat 40

Page 15: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Otot – otot yang bekerja pada femur

7

Gambar 2 Penelitian Walensky dalam penentuan kurva anterior femur 12

Gambar 3 Penelitian Trudell dalam penentuan kurva anterior femur

dengan menggunakan plat blok yang sama tinggi 12

Page 16: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data perbandingan

Lampiran 2 Contoh Identitas cadaver

Lampiran 3 Data mentah

Page 17: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

Lampiran 3

Data Perbandingan anterior curvature femur pada ras Amerika

Page 18: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Panjang Diafisis Tulang Femur Pada Laki-Laki

dan Perempuan Indonesia 35

Tabel 2. Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior

Tulang Femur Kiri Pada Laki-Laki Indonesia 36

Tabel 3. Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior

Tulang Femur Kiri Pada perempuan Indonesia 37

Tabel 4. Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior

Tulang Femur Laki-laki dana perempuan Indonesia 37

Tabel 5. Korelasi antara Panjang Diafisis dan Anterior Kurva Femur

di Indonesia 38

Tabel 6. Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior

Tulang Femur Orang Indonesia dan orang Amerika 39

Tabel 7. Perbandingan posisi titik insersi nail orang Indonesia

dan Orang Barat 40

Page 19: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Otot – otot yang bekerja pada femur

7

Gambar 2 Penelitian Walensky dalam penentuan kurva anterior femur 12

Gambar 3 Penelitian Trudell dalam penentuan kurva anterior femur

dengan menggunakan plat blok yang sama tinggi 12

Page 20: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Morfologik kurva anterior femur merupakan salah satu bagian yang penting

dalam bidang ortopedi, hal ini berhubungan dengan pemilihan implant yang cocok

pada operasi diafisis femur. Beberapa penelitian terdahulu mengungkapkan

adanya ketidaksesuaian antara implant femur dengan kurva anterior femur.

Implant yang paling sering diteliti ini adalah intramedullary nail.(Ahmet et al.,

2005 )

Penelitian tentang kesesuaian nail dengan kurva anterior femur ini selain

disebabkan oleh intramedullary nail sudah merupakan standar utama saat ini

untuk penanganan fraktur pada diafisis femur, juga karena hampir seluruh nail

femur yang beredar mempunyai radius kuvatura lebih besar dibandingkan dengan

kurva femur normal.(Ahmet et al., 2005 , Nork, 2010)

Fraktur pada diafisis femur sering disebabkan oleh energi berkekuatan besar

seperti kecelakaan kendaraan bermotor. Angka kejadian fraktur pada diafisis

femur didapatkan 9.9 per 100,000 orang per tahun. Dalam distribusi bimodal

ditemukan pada laki-laki muda (berusia antara 15 dan 25 tahun) dan wanita lanjut

usia (>75 tahun) dengan lokasi fraktur paling banyak di bagian 1/3 tengah diafisis

femur (60%).(Adnan RM et al., 2012, Sari, 2005, Tencer, 2010)

Operasi pada diafisis femur yang berkaitan dengan penggunaan kurva

anterior tulang femur selama ini menggunakan data-data yang didapatkan dari

penelitian dari negara-negara barat. Pada penelitian ini kami ingin mengetahui

Page 21: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

morfologik kurva anterior tulang tulang femur Indonesia dan perbedaanya

dengan kurva anterior femur orang barat. Selain karena belum adanya data

tentang penelitian ini di Indonesia, juga relevansinya dengan pemilihan implant

intramedullary nail pada operasi diafisis femur di indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka timbul pertanyaan :

1) Bagaimanakah kurva anterior femur pada orang Indonesia?

2) Apakah ada perbedaan antara kurva normal anterior femur pada orang

barat dengan kurva anterior femur pada orang Indonesia ?

3) Apakah ada perbedaan antara normal kurva anterior femur pada orang

barat dan normal kurva anterior femur pada orang Indonesia?

4) Apakah penggunaan implant Intramedullary nailing yang selama ini

dipergunakan di Indonesia sudah sesuai dengan kurva anterior femur

orang Indonesia?

5) Apakah ada hubungan antara panjang ukuran tulang femur dan tinggi

rendahnya kurva anterior femur?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kurva anterior femur pada orang Indonesia

Page 22: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengukur kurva anterior femur pada tulang femur kanan laki-laki

2) Mengukur kurva anterior femur pada tulang femur kiri laki-laki

3) Mengukur kurva anterior femur pada tulang femur kanan perempuan

4) Mengukur kurva anterior femur pada tulang femur kiri perempuan

5) Membandingkan kurva anterior femur pada tulang femur kanan laki-laki

dan perempuan

6) Membandingkan kurva anterior femur pada tulang femur kiri laki-laki

dan perempuan

7) Membandingkan kurva anterior femur pada tulang femur orang

Indonesia dengan orang barat berdasarkan hasil penelitian Trudell

M.B., Ph.D.(B.M.Trudell, 1999)

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Memberikan informasi ilmiah tentang kurva anterior femur pada orang

Indonesia

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Hasil penelitian dapat menjadi acuan dalam penggunan implant

intramedullary nail pada fraktur disfisis femur di Indonesia.

2) Melengkapi data antropometrik yang ada di Indonesia

3) Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut

sehubungan dengan fraktur pada diafisis femur.

Page 23: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

Buku standar tentang osteology manusia hampir semua menyangkut

keistimewaan dari tulang femur dapat dijadikan tolok ukur untuk menentukan

jenis kelamin, ras dan perkiraan tinggi badan. Pengamatan terhadap variasi rasial

tulang femur sampai saat ini masih sangat terbatas, dibandingkan dengan

pengamatan terhadap penentuan jenis kelamin dan perkiraan terhadap tinggi

badan manusia.(Gill, 2001)

Ciri-ciri morfologi tulang telah digunakan untuk menggambarkan pola tingkah

laku biomekanis di antara populasi arkeologis. Salah satunya saat ini adalah

kelengkungan anterior tulang femur.(Dalou, 2007)

Tulang panjang pada umumnya di bagi menjadi satu bagian diafisis, dua bagian

epifisis dan dua segmen metafisis. Untuk menentukan batas antara bagian tengah

(diafisis) dan bagian ujung, segmen – segmen tersebut dirumuskan dengan sebuah

persegi empat dimana yang sisi-sisinya sama panjang dengan bagian terluas dari

epifis.(Rüedi et al, 2000)

Secara anatomi, diafisis femur definisikan sebagai berikut(Sari, 2005)

:

1) Bagian tulang antara batas proximal 4 inci (10,16 cm) dari ujung

trochanter major dan batas distal 4 inci (10,16 cm) dari ujung bawah

medial condyle femur.

Page 24: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

2) Bagian tulang yang merupakan jarak antara 5 cm distal dari lesser

trochanter dan 6 cm bagian proximal dari titik distal medial condyle

femur.

3) Bagian diafisis antara batas tepian bawah lesser trochanter dan garis yang

sejajar dengan ruang sendi lutut pada jarak yang sama dengan lebar

kondilus.

4) Bagian dari femur antara 10 cm distal dari lesser trochanter dan 15 cm

proximal dari garis sendi lutut.

5) Bagian dari tulang antara sebuah titik 5 cm distal lesser trochanter dan 8

cm proximal dari adductor tubercle.

6) Bagian tulang antara batas paling kurang 1cm distal dari lesser trochanter

and 6 cm atau lebih proximal dari jaringan parut epifis femur distal.

Kelengkungan pada tulang panjang sangat erat dalam hubungannya dengan

morfologi, adaptasi iklim, remodelling tulang dan perkembangannya. Seperti

contoh pada kurva femur, banyak variasi dan telah digunakan sebagai sarana

untuk membedakan antara populasi manusia modern dan neanderthal secara

anatomis.(Laura et al, 2002)

Tulang femur mempunyai kurva anterior secara fisiologik, dimana dapat

meningkat pada kondisi patologik tertentu seperti fibrous dysplasia atau paget

disease. Sebagaimana dikemukakan oleh para peneliti forensik antropologik

femur adalah salah satu tulang pada manusia menunjukkan perbedaan etnik, ras

dan jenis kelamin. Beberapa dasar dan penelitian klinis dilakukan untuk menggali

variasi tersebut. Penelitian klinis antropologi telah membahas tentang kesesuaian

Page 25: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

protesis femoral dan bahan osteosintesisnya. Beberapa penelitian lainnya

dilakukan untuk menentukan kesesuaian ukuran medulla tulang femur dengan

intramedullary Nail. (Ahmet et al., 2005; Sari, 2005)

Lingkar luar tulang femur memiliki tiga permukaan ; anterior, lateral dan

medial. Lapisan kortikal yang paling tebal adalah bagian posterior, dimana fascia

menempel ke linea aspera, sebuah tepi dengan dua garis kasar. Tepi medial dan

lateral linea aspera bercabang proximal dan distal, tepi lateral ke arah proximal

menyatu dengan tuberositas gluteal. Tepi medial melebar meluas hingga ke

lapisan bawah leher femur. Tepi lateral merupakan sebuah bubungan, garis

pectineal, turun dari trochanter minor. Kedua tepi bagian proximal dan distal dari

tulang femur berubah dari bentuk segitiga menjadi empat sisi. Rongga medula

bervariasi dalam diameter dan bentuk. Sedikit dari proximal ke pertengahan

adalah istmus dimana ukuran keliling medulla sangat sempit dengan diameter 8

mm sampai 16 mm dibandingkan dengan rongga bagian lainnya yang lebih oval.

Bagian ujung proximal femur terdiri dari caput, collum, trochanter mayor dan

trochanter minor. Bagian ujung distal femur terdapat kondilus medial dan lateral.

Bagian proximal dan distal melebar membentuk metafisis subthrocanter dan

bagian suprakondiler. Penyebutan fraktur pada corpus femur adalah berarti

kondisi fraktur yang terjadi pada diafisis femur.(Sari, 2005)

Panjang tulang tubular femur manusia adalah seperempat dari tinggi badan

setiap orang. Kematangan tulang diafisis femur pada orang dewasa dapat dinilai

melalui usia pasien, yang biasanya usia 17 tahun atau lebih tua menurut studi

tentang fraktur tulang femur pada orang dewasa, tetapi lebih jelas pada penutupan

Page 26: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

lempeng pertumbuhan.(Sari, 2005)

Morfologi dan analisis statistik antropometri femoralis di antara populasi yang

berbeda mengungkapkan sejumlah besar variasi. Pengukuran antropometrik

femoralis dari berbagai negara yang mungkin akan terpengaruh oleh variasi ras

dalam diet, iklim, keturunan, dan faktor geografis lainnya yang berhubungan

dengan gaya hidup.(Bokariya et al., 2009)

2.2. Lengkung Anterior Femur

2.2.1. Biomekanik Kelengkungan femur

Untuk mengangkat tubuh ke atas, yaitu ketika berjalan menanjak, gaya otot

bertambah panjang ke pinggul dan lutut. Tiga dari otot hamstring

(semitendinosus, semimembranosus, biseps femoris kaput longum) diperpanjang

ke pinggul tetapi tidak menciptakan momen kelengkungan signifikan pada tulang

dan membebaninya dalam kompresi uniaksial (Gambar 1.). Otot hamstring

keempat (bisep femoris caput brevis) menambahkan gaya lengkung posterior ke

tulang femur.(groote, 2008)

A : Tulang femur seorang pria yang sedang melangkah.

Gaya lenkung yang bekerja pada femur menjadikan

bagian posterior cembung.

B : Semi Membranosus adalah tiga dari empat otot

hamstring memperpanjang pinggul dan

menghasilkan kompresi. Biceps femoris caput brevis

(BF) meningkatkan kecembungan posterior

Page 27: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

C : Otot Gluteus Maximus (GM) melengkungkan tulang

femur sehingga yang mencembungkan posterior.

Otot Gastrocnemius (GN) menambah kekuatan

kelengkungan ini.

D : Otot Quadriceps Femoris (QF) melengkungkan

tulang femur ke sisi berlawanan. Sistim otot ini

saling berinteraksi secara dinamis dalam

meminimalkan kekuatan kelengkungan tulang

femur.

Pl : pelvis, F : femur, P : patella, T : tibia, SM : three muscles; semitendinosus,

semimembranosus, long head of the biceps femoris.

Gambar 1 Otot – otot yang bekerja pada femur

(dikutip : Isabelle Elisabeth Peter Maria De groote, 2008)(groote, 2008)

Otot - otot paha bagian depan berusaha memberi tekanan pada diafisis tulang

femur pada berlawanan arah dengan gastrocnemius, biseps caput brevis femoris

dan otot gluteus maksimus sehingga diafisis melengkung ke anterior dan

berbentuk cembung tercipta keseimbangan pada gaya otot yang bekerja pada

diafisis tersebut. Keseimbangan ini meminimalkan tekanan gravitasi

kelengkungan pada tulang femur.(groote, 2008)

2.2.2. Lengkung Anterior Femur dan Genetika

Pengamatan terhadap derajat kelengkungan anterior tulang femur bervariasi

berdasarkan ras dan keturunanan setiap individu. Ukuran tulang dari morfologi

kelengkungan anterior femoralis, juga dapat dipengaruhi oleh gen. Kurva pada

Page 28: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

tulang panjang sebelumnya dianggap hanya berkembang pada konteks

perkembangan normal, namun secara alamiah kurva mempunyai fungsi lebih pada

tulang selain untuk mempercepat perkembangan secara biologik juga tetapi

hubungan yang erat antara kekuatan eksternal pada tulang panjang dan pola

modeling dan remodeling pada tulang tersebut.(Browner et al., 2008)

Orang Amerika kulit hitam memiliki tulang femur lebih panjang dibandingkan

orang Amerika kulit putih dan penduduk asli Amerika. Sebaliknya ukuran kurva

kelengkungan anterior dari tulang femur, orang Amerika kulit putih yang memilki

tingkat kelengkungan anterior tulang femur yang sedang, penduduk Amerika

Indian memiliki kelengkungan tulang femur lebih besar dibandingkan orang

Amerika kulit hitam. Amerika Indian memiliki ukuran tulang femur yang sedang

dan kurva lebih besar dibandingkan dengan panjang tulang femur orang Eropa.

Untuk alasan ini, mereka berasumsi bahwa kelengkungan tulang femur lebih

banyak ditentukan oleh keturunan dan peran faktor minor lainnya. (Trudell, 1999; Dalou,

2007; Laura et al 2002)

Pada penelitian lainnya, faktor ini dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang

sepanjang usia anak – anak hingga remaja, hal lain yang juga berperan penting

dalam menentukan derajat kelengkungan adalah sejak usia anak – anak pada

beberapa grup ras mungkin dibedakan dalam aktivitas, diet dan penyakit.

Perbedaan kultur memberikan gambaran lebih nyata dibandingkan perbedaan

genetik.(Dalou, 2007)

Singh and Singh8 meneliti derajat kelengkungan tulang femur (indeks

kelengkungan) dan bagian lengkung maksimum, dan indeks posisi pada tulang

Page 29: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

femur 140 orang india (laki-laki dan perempuan) dari suku varnasi, India.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tulang femur laki-laki varnasi lebih pendek dan

mempunyai derajat kelengkungan yang lebih tinggi. Tulang femur perempuan

varnasi lebih pendek yang paling melengkung, dan titik maksimum kelengkungan

terletak pada ujung distal (kecuali Indian Amerika), sementara laki-laki adalah

lebih pendek, yang paling melengkung berada pada titik ujung paling distal.(Trudell,

1999)

Kelengkungan tulang femur dalam abad 20 adalah lebih kecil dibandingkan

dengan yang abad pertengahan. Orang-orang di abad ke-20 yang lebih mapan dan

kurang bergerak, dan gaya hidup modern menghasilkan kelengkungan yang

kurang. Perubahan kelengkungan ini nampak pada evolusi tulang femur dari

Neandertal ke manusia modern, dimana bahwa ada penurunan tingkat

kelengkungan femoralis setelah kemajuan glasial terakhir, yang mungkin karena

penurunan mobilitas.(Dalou, 2007)

2.2.3. Usia dan Pembentukan Tulang

Usia di mana individu mulai aktif terlibat dalam berbagai aktivitas merupakan

faktor penting dalam pembentukan tulang, dimana beban mekanik dari hasil

melakukan berbagai perilaku aktivitas ini lebih efektif dalam merangsang

pembentukan osteogenik bila dilakukan selama periode pertumbuhan yang cepat,

ketika tulang ditandai dengan dominasi pertumbuhan periosteal dibandingkan

endocortical.

Bass menguji efek dari beban mekanis pada ukuran dan bentuk dari tulang

panjang antara pra-, peri-, dan pasca-pubertas pada pemain tenis perempuan

Page 30: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

menunjukkan bahwa lengan bermain kelompok prapubertas ditampilkan tulang

11-14% lebih besar kandungan mineral (BMC) di lengan dominan dibandingkan

yang lain, tapi tidak ada peningkatan asimetri antara peri-dan pemain

pascapubertas.

Tulang juga akan merespon beban dari aktivitas fisik kebiasaan di kemudian

hari. Tulang yang mulai menipis karena jumlah tulang yang diresorpsi secara

endosteal lebih besar dari tulang secara periosteal, setelah usia pertengahan di

kalangan populasi tulang pada laki-laki dari 18-abad ke-19.(Dalou, 2007)

Kelengkungan tulang diafisis femur meningkat sejalan dengan usia dan pada

populasi berhubungan dengan aktivitas fungsional dan perbedaan dalam kebiasaan

postural menunjukkan bahwa tingkat kelengkungan femoralis merespon

peningkatan berat badan karena adanya pergeseran anterior di tengah gravitasi

tiap individu.(Laura et al, 2002; Groote, 2008)

2.2.4. Pengukuran Anterior Femoral Curvature (AFC)

Pengukuran tepat dari kurva anterior sangat penting untuk pemilihan pasien

dan rencana preoperatif untuk implanasi sebagai contoh dalam kesesuaian

ukuran kurva dari intramedullary nail. Terdapat beberapa metode untuk

pengukuran kurva anterior tulang femur. Beberapa teknik rontgenographic

adalah DXA (dual energy X-ray absorptiometry) image, dan CT-scan. Meskipun

terdapat banyak metode modern, hal itu tidaklah lebih akurat dibandingkan

metode klinis. Kekurangan dari teknik modern adalah lebih mahal dan

berhubungan dengan paparan radiasi.(Dalou, 2007)

Karena variasi besar pada anatomi femur dalam populasi normal, ukuran tulang

Page 31: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

dan alat – alat yang tepat sangat sulit untuk di capai kesesuaiannya dan untuk hal

ini sudah banyak penelitian-penelitian yang secara mendetail tentang geometrik

tulang femur. Salah satu penelitian yang sering dikemukakan adalah dengan

menggunakan anteroposterior dan lateral radiograf.(Browner Bruce MD. et al., 2008)

Cara pengukuran kurva anterior tulang femur dengan menempatkan kondilus

distal pada permukaan yang datar (Gambar 2 dan gambar 3) dan mengangkat

ujung proksimal sehingga kecekungan maksimum (titik terdalam pada permukaan

femoralis) pada ujung kedua distal dan proksimal berada pada tingkat yang sama

(titik rata). Kemudian jarak diukur dari meja ke sisi yang paling depan

femur.(Tencer, 2010; Gill, 2001; Laura et al, 2002)

Gambar 2 Gambar 3

Penelitian Walensky (gambar 2) dan Trudell (gambar 3) dalam penentuan kurva anterior

femur dengan menggunakan plat blok yang sama tinggi

(dikutip : Isabelle Elisabeth Peter Maria De groote 2008)(groote, 2008)

Analisis menunjukkan bahwa kelengkungan diafisis terlihat nyata terutama

pada penduduk asli Amerika dan paling sedikit terutama di Afrika-Amerika dan

sedang untuk Kaukasia. (Tencer, 2010, Laura et al., 2002, Bokariya et al., 2009)

Trudell(B.M.Trudell, 1999)

, mengukur panjang maksimal dan panjang oblik

bikondilar diukur sebagaimana diameter pertengahan dan diameter tulang

Page 32: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

subtrokanter femur. Jarak kurva diukur melalui tiga titik dari permukaan datar

ketika femur diposisikan dalam posisi horisontal dan diseimbangkan pada dua

blok dengan kondilus distal menyentuh permukaan blok.

Ahmad Y Abu Dalou(Dalou., 2007)

mengukur kurva anterior tulang femur secara

linier dan menetukan indeks posisi relatif kelengkungan (Indeks posisi relatif dari

titik maksimum kelengkungan = upper length of diaphysis ×100 / diaphyseal

length ) serta indeks kelengkungan (BI = maximum curvature – low distal Point

(LDP) x 100 / diaphyseal length). yaitu mengukur panjang maksimum, diameter

maksimum kepala femur, diameter mediolateral dan anterior posterior diafisis

femur, lingkaran pertengahan femur, diameter mediolateral subtrokanter dan

anterior posterior subtrocanter.

2.2.5. Kelengkungan Anterior Femur pada Operasi

Fraktur femur salah satu cedera mayor yang membutuhkan ahli bedah ortopedi

untuk merawatnya. Hal ini dikarenakan proses terjadinya fraktur pada femur lebih

sering disebabkan oleh trauma yang besar dan paling sering disertai dengan

trauma yang lain pada anggota tubuh lainnya.

Penatalaksanaan fraktur diafisis femur berevolusi, mulai dari pendekatakan

konservatif hingga sekarang ini ke cara yang lebih rasional yaitu menggunakan

implan intramedullary nail.(Browner et al., 2008)

Intramedullary nailing adalah osteosintesis stabil melalui nail fleksible dalam

tulang dan merupakan terapi ideal terhadap fraktur, karena tidak membutuhkan

fiksasi eksternal dan perawatan post operatif yang khusus dan memungkinkan

pergerakan sendi dan pembebanan berat badan yang lebih awal. Intramedullary

Page 33: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

nailing mengurangi kasus malunion dan pemendekan fraktur yang lebih rendah,

tetapi meningkatan fungsi, waktu rawat inap lebih pendek, lebih cepat kembali

bekerja dan pada umumnya penyembuhan fraktur yang lebih cepat. Nail bersifat

elastisitas longitudinal, seperti pada pin rush, tetapi juga memiliki kompresibilitas

elastis pada penampangnya. Nail akan berada pada satu garis dengan arah gaya

pada femur.(Rubin. et al., 1992)

Tulang panjang memiliki variasi dalam kurva anatomisnya. Bentuk awal

intramedullary nail adalah lurus. Penelitian menjelaskan bahwa adanya perbedaan

signifikan antara implant lurus ini dan kurva normal femur. Penggunaan nail yang

lurus hanya dimungkinkan dengan menggunakan reamer rigid diafisis dan

diameter implant yang kecil.(Browner., et al., 2008)

Implan ini dimasukkan ke dalam tulang ditempat yang jauh dari lokasi fraktur

dengan membagi beban kompresi, kelenturan dan torsi dengan struktur tulang

disekitarnya. Intramedullary nail berfungsi sebagai penyangga internal dan

memungkinkan terjadinya penyembuhan fraktur secara sekunder. Seperti implan

metal lainnya, nail dapat juga mengalami kerusakan dan dapat patah bilamana

tidak terjadi penyembuhan pada tulang. Karakteristik intrinsik yang

mempengaruhi biomekanika nail termasuk bahan material, bentuk melintang,

lengkung anterior dan diameter. Faktor ekstrinsik seperti pelebaran kanal

medularis, stabilitas tulang (kominutif) dan penggunaan dan lokasi baut juga

mempengaruhi biomekanika fiksasi. Walaupun pelebaran dan insersi

intramedullary nail dapat berefek terhadap aliran darah endostealdan kortikal,

pelebaran kanal memiliki beberapa efek positif pada lokasi fraktur, seperti

Page 34: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

peningkatan sirkulasi ekstraoseus, yang penting dalam proses penyembuhan

tulang.(Beaty et al, 2007)

Lengkung anterior dari nail femur mempengaruhi friksi dalam medulla femur

dan hal ini merupakan faktor terpenting pada insersi nail. Penelitian antropologik

menunjukkan bahwa rata-rata kurva anterior femur manusia adalah 120 (±36) cm

dibandingkan dengan desain nail femur saat ini yang mempunyai kurva yang agak

kecil dengan radius rata-rata 186 – 300 cm. Nail dengan radius kurva yang kecil

akan mudah untuk dimasukkan tetapi kurang memiliki friksi dalam fiksasi.

Sementara nail yang memiliki kurva besar memiliki friksi yang besar dan agak

sulit untuk dimasukkan.(Tencer, 2010; Beaty et al, 2007)

Untuk teknik operasi pada fiksasi diafisis femur beberapa peneliti

mengindikasikan berdasarkan kondisi pasien dan tipe fraktur yang ada. AO

Foundation mengindikasikan teknik antegrade pada fraktur bagian proksimal dan

pertengahan diafisis femur untuk mencapai kestabilan fiksasi. Pada teknik ini juga

AO Foundation menganjurkan implan intramedullari nail sebagai pilihan adalah

tipe cephalomedullary ataupun helical blade seperti gamma nail. Sementara untuk

bagian pertengahan ataupun 1/3 distal disarankan menggunakan universal implan,

dengan teknik retrograde. Pada fleksibel nail teknik retrograde melalui

interkondiler.(Rüedi et al, 2000)

Intermedullary nail yang digunakan untuk fraktur proximal femur ke bagian

lengkung anterior diafisis berresiko tinggi pada waktu memasukkannya ke bagian

distal korteks anterior karena ketidaksesuaian antara radius kurva nail dan tulang

femur.

Page 35: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

Stamatios A Papadakis(Papadakis et al., 2008)

menemukan adanya ketidak sesuaian

antara kurva intramedullary nail dengan kurva anterior femur yang tidak

terdeteksi oleh radiografi. Pecahnya tulang femur sebagai akibat dari pemasangan

intermedullary nail ke dalam medula tulang femur di karenakan femur

mempunyai kurva anterior yang signifikan.

Intramedullary nail yang modern memiliki kelengkungan lebih tinggi rata-rata

10 – 12 mm pada titik tengahnya untuk menghasilkan kurva. Implant lurus yang

kaku digunakan pada awal-awal penggunaan nailing pada femur meluruskan shaft

yang keluar dari celah posterior di lokasi patahan, pecahan ataupun perforasi dari

korteks anterior. Titik pusat kanalis femoralis adalahn1,23 ± 0,92 cm superior dan

medial dari fossa priformis, dan berada pada 1,55 ± 0,66 cm dari greater

throcanter dan 5,21 ± 1,28 cm dari lesser throcanter. Relevansi kliniknya adalah

1,2 cm superior dan medial fossa piriformis pada metode closed intramedullary

nail untuk mencegah kesulitan dan komplikasi intramedullary nail. (Srinivas, 2011;

Tassawipas et al, 2002)

Parameter yang mempengaruhi pecahnya femur saat memasukkan nail pada

teknik operasi antegrade piriformis termasuk ketidakcocokan nail dan femur,

diawali kekauan lengkungan yang tinggi dan lokasi lubang awal. Faktor – faktor

yang mempengaruhi besarnya kelenturan batang nail saat proses pemasukkannya

dan gaya internal yang bekerja di dalam tulang femur adalah posisi lubang

pertama pada proximal tulang femur, panjangnya bagian proximal femur, dan

kurva awal dari intramedullary nail.(AO ASIF, 2005)

Perolehan kembali ukuran panjang anatomis dan kelurusan tulang femur yang

Page 36: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

diakibatkan oleh fraktur kominutif, dan juga pada fraktur proksimal, distal

maupun midshaft membutuhkan kecakapan dan teknis yang tinggi. Hanya pada

fraktur kominutif berat dan fraktur distal yang membutuhkan perlindungan

terhadap pembebanan berat badan selama fase awal dari penyembuhan fraktur.

Nail memungkinkan pembebanan kompresif berulang pada lokasi fraktur, yang

mana meningkatkan pembentukan kalus dan remodelling. Instrumentasi khusus

dan fasilitas radiografi dibutuhkan pada intramedullary nailing tertutup, dimana

fraktur direduksi oleh manipulasi eksternal dan nail diinsersi melalui ujung tulang

tanpa merusak vaskularisasi periosteal. Karena hematoma pada fraktur tidak

dievakuasi pada nailing tertutup, aksi dari selular lokal dan agen humoral yang

berfungsi terhadap penyembuhan luka tidak terganggu.(ASIF, 2005)

Nailing dinamis telah direkomendasikan pada frakture shaft femur sederhana.

Studi biomekanika tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada kekakuan

torsional dan pembebanan aksial terhadap kagagalan ketika sebuah skrup 6 mm

distal digunakan dengan slotted nail untuk fraktur proksimal dan midshaft. Studi

klinis lainnya menegaskan bahwa skrup pengunci tunggal cukup untuk cedera

midshaft dan proximal femur, walaupun migrasi skrup pengunci distal sederhana

dapat terjadi. Untuk fraktur kominutif, bentuk tertentu dari interlocking digunakan

tergantung pada morfologi fraktur. Kebanyakan locking nail memiliki bentuk

clover leaf pada potongan melintangnya dengan satu lubang proksimal dan dua

lubang distal untuk penguncian fragmen fraktur besar. Skrup transfiksasi diinsersi

melalui kendali radiologi. Skrup pada lubang proksimal atau lubang distal saja

menimbulkan fiksasi dinamis untuk fraktur dengan potensi tidak stabil pada

Page 37: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

kompresi aksial dan rotasi. Pengunci statis dengan skrup pada proksimal dan

distal fragmen diindikasikan pada fraktur dengan kemungkinan pemendekan dan

malrotasi. Penguncian pada fragmen fraktur terhadap nail tampaknya tidak

memiliki efek buruk terhadap kecepatan penyembuhan yang terbukti setelah

Küntscher nailing sederhana. Penguncian statis rutin pada seluruh fraktur

menhilangkan hilangnya fiksasi post operatif sekunder terhadap kominutif fraktur

yang tidak diketahui, yang terkadang terjadi setelah membuka kunci nailing.

Luaran klinis sama pada apapun pilihan sistem interlocking nail. Keadaan dimana

skrup tunggal tidak dapat memberikan stabilisasi yang memadai pada fraktur 1/3

distal, Brooker-Wills dengan sirip pengunci distal juga tidak memadai dalam

memberikan resistensi yang tidak cukup terhadap kompresi aksial. Penggunaan

kedua distal locking scre dengan intramedullary nail titanium telah

direkomendasikan.(ASIF, 2005; Papadakis et al., 2008)

Tujuan utama interlocking nailing pada fraktur femur tidak terlalu

mempengaruhi kaskade normal dari penyembuhan fraktur dan juga memberikan

konstruksi nail-tulang selama proses penyembuhan. Interlocking nails juga cocok

untuk menangani fraktur kominutif berat, bone loss, dan fraktur terbuka proksimal

atau distal. Kebutuhan biomekanikal terhadap intramedullary nail bergantung

pada lokasi fraktur dan derajat kominutif, ukuran pasien dan morfologi tulang.

Fraktur midshaft transversal sederhana dan obliq pendek tanpa fraktur lain atau

cedera jaringan lunak telah direkomendasikan untuk diterapi dengan interlocking

nailing tertutup. Cloverleaf nails standar kontraindikasi terhadap fraktur kominutif

tipe III dan tipe IV karena resiko pemendekan fraktur disekitar nail. Sebelum

Page 38: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

interlocking nails, cloverleaf nails standar ditambah dengan ikatan kawat pada

fragmen kortikal besar telah digunakan secara luas pada fraktur kominutif atau

fraktur spiral atau obliq panjang. Hasil terapi berupa penyembuhan yang lambat

setelah open intramedullary nailing dan juga dimungkinan kerusakan pada

hematoma fraktur.(Bong et al., 2007)

Perbedaan antara kurvatur nail dan femur menimbulkan stress pada canal

femur selama insersi nail jika canal tidak dilebarkan secara berlebihan. Tempat

masuk harus berlokasi segaris dengan aksis longitudinal canal femoral. Lubang

awal didepan fossa piriformis menghasilkan distorsi nail dan peningkatan stress

dalam kanal.Tempat masuk lateral dapat menyebabkan penempatan nail eksentrik

dan kominutif medial dari fraktur fragmen proksimal. Fraktur femur sesuai

dengan intrramedullary nail standar memiki diameter 12 – 14 mm pada diameter.

Fleksibilitas torsional dari interlocking nails tidak menyebabkan instabilitas

rotasi.(Papadakis et al, 2008; Srinivas, 2011; Winquist, 1993)

Keberadaan slot longitudinal, mulai dari ujung distal nail memanjang hingga

beberapa sentimer dari ujung proksimal, diawali dari distal end dari nail dan

meluas pada beberapa sentimeter dari proksimal tip, memungkinkan penyempitan

elastis pada kompresi nail pada permukaan endostealtulang. Hal ini meminimalis

malrotasi dan pemendekan pada fraktur. Slotted nail menurunkan kekakuan

torsional hingga 15 – 20 kali dibandingkan nonslotted nail, dan menurunkan

jumlah metal sekitar lubang skrup pengunci. Penebalan pada dinding slotted nail

dapat memperlemah efek menguntunkan, tetapi juga menghilangkan penyempitan

elastis nail pada fraktur fragmen distal dan proksimal. Potongan tertutup

Page 39: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

nonslotted nails meningkatkan jumlah metal disekitar lubang skrup menurunkan

resiko fraktur akibat kegagalan impant.(Koval, 2007)

Melalui variasi ketebalan dinding, kekakuan pada pembengkokan nonslotted

nail dapat diubah untuk menyerupai slotted nail, terutama pada pasien usia lanjut

dimana nail diameter besar yang dipergunakan.

Kelemahan yang ada termasuk terbatasnya titik insersi masuk nail pada fossa

trochanteric, kemungkinan angulasi varus pada fraktur 1/3 proksimal, dan insisi

panjang dibutuhkan pada pasien gemuk. Posisi lateral memungkinkan insersi

yang lebih mudah. Dari insisi lateral, diperluas dari 1 cm distal dari puncak

trochanter mayor ke superior sepanjang 8 - 10 cm, fascia lata dan serat gluteus

maximus dipisahkan segaris dengan insisi kulit. Gluteus medius dan minimus

dibebaskan dari kapsul sendi panggul. Dari fossa trochanteric atau piriformis,

dilakukan insersi dan pelebaran 6-9 mm, setelah pin pemandu telah melewati

menuju kanal medulary dari fragmen distal pada intercondyler notch, kuntschaer

nail diameter kecil dapat dimasukkan kedalam fragmen proksimal yang telah

dilebarkan.(Bong et al., 2007; Winquist, 1993)

Pada fraktur 1/3 distal diafisis, fragmen distal tertarik ke posterior perlu

dibantu dalam posisi supine. Pada posisi lateral, distal fragmen berada dalam

posisi valgus. Setelah panjang dari kemungkinan nail telah diukur, reamer

fleksibel mulai ukuran 9 mm digunakan untuk melebarkan kanal medulla..

Pelebaran dilakukan bertahap dengan peningkatan 0,5 mm hingga kontak kortikal

endosteal dari kepala pelebar melebihi segment 2-3 cm dari fragmen proksimal

dan distal tercapai. Fraktur 1/3 distal terutama membutuhkan minimal 1 mm – 1,5

Page 40: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

mm pelebaran lebih pada fragmen proksimal.( 2008)

Skrup pengunci diindikasikan pada Winquist-Hansen grade III dan IV

kominutif, obliq segmental dan kominutif pada spiral panjang, obliq proksimal

atau distal atau fraktur kominutif. Fraktur transvers pertengahan diafisis dianggap

tepat untuk nailing tanpa penguncian statis pada fragmen fraktur besar. Beberapa

teknik target dan alat penentu target untuk insersi skrup pengunci distal telah

diperkenalkan. Setelah nailing closed femur, keuntungan besar dari interlocking

nail adalah mobilisasi dengan relatif bebas nyeri dimungkinkan bahkan pada

fraktur kominutif berat. Closed Nail dinamis membutuhkan proteksi terhadap

malrotasi hingga tonus otot dan kekuatan otot kembali membaik.

Dilain pihak, nail besar dan kaku dapat menimbulkan peningkatan efek stress

pada proximal femur dan merupakan predisposisi terjadinya fraktur leher femur

atau fraktur peritrochanteric. Fiksasi pada fraktur leher femur dapat berupa

intramedullary nailing secara antegrade pada fraktur shaft femur dikombinasikan

dengan fiksasi pin atau skrup multipel, atau generasi kedua interlocking nail. (Koval,

2007)

Intramedullary nail berdasarkan bentuk dan pendekatan – pendekatan teknik

pemakainannya dapat dibedakan atas :(Koval, 2007; Dalou, 2007)

1. Kuntscher nail klasik (Reaming, Unlocking)

Merupakan nail konvensional, dengan slot longitudinal, terbatas untuk kasus

fraktur pertengahan diafisis yang relatif sederhana karena stabilisasinya

bergantung pada kontak antara implan elastis dan tulang yang kaku (prinsip

intramedullary nailing). Pelebaran rongga medula akan meningkatkan area kontak

Page 41: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

antara intramedullary nail dan tulang. Berdasarkan cara ini maka Kuntscher nail

diindikasikan untuk pemasangan terhadap fraktur yang lebih kompleks atau lebih

proximal atau distal dari diafisis. Pelebaran juga meningkatkan nilai mekanik dari

hubungan implan dan tulang dengan memungkinkan penggunaan implan dengan

diameter yang lebih besar. Akan tetapi, proses pelebaran memiliki kekurangan

secara biologik, terutama bila dilakukan secara berlebihan. Hal ini termasuk

peningkatan tekanan intramedular dan temperatur sehingga dapat menyebabkan

nekrosis tulang.

Page 42: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

2. Universal nail (Tight, Reaming, Locking)

Penambahan sekrup pengunci pada intramedullary nail, awalnya diperkenalkan

oleh Groose dan Kempf, peningkatan nilai mekanis dari implan intramedullar.

Mengindikasikan penggunaan pada fraktur yang lebih proksimal dan distal, dan

juga fraktur yang kompleks dan pola fraktur tidak stabil. Akan tetapi, jika fraktur

lebih distal, lebih proksimal atau lebih kompleks, kemampuan fiksasinya terutama

bergantung pada skrup pengunci dan sedikit pada prinsip friksional. Panjang dari

konstruksi tulang dan implan tetap terjaga efektif karena skrup pengunci

mencegah pemendekan. Akan tetapi, slot longitudinal pada tubular universal nail

menghasilkan penurunan kekakuan rotasi, sehingga dapat terjadi instabilitas

rotasi, terutama pada intramedullary nail ukuran kecil.

3. Intramedullary nail dengan tanpa reaming maupun locking.

Implan ini dilakukan insersi tanpa melebarkan sehingga lebih longgar. Karena

implan ini (Ender nail, Lottes’ nail dan Rush pin) tipis dan tidak bisa dikunci di

proksimal maupun distal, keadaan instabilitas longitudinal dan rotasi dapat terjadi,

terutama pada fraktur kompleks. Walaupun angka infeksi rendah, kekurangan

utama adalah sering membutuhkan tambahan stabilisasi eksternal, seperti casting.

4. Intramedullary nailing tanpa reaming, tetapi membutuhkan locking

Dengan tidak adanya slot longitudinal meningkatkan kekakuan torsi pada

tubular implan, juga menurunkan kapasitas adaptasi terhadap bentuk tulang. Jika

tempat insersi tidak dipilih secara optimal, atau bentuk dan radius terowongan

intramedullary berbeda dari geometri intramedullary nail, maka kecocokan dapat

menjadi permasalahan. Dengan diameter luar yang lebih kecil (mis. 9 mm) pada

Page 43: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

femur, kekuatan material dari intramedullary nail perlu diperkuat untuk

menurunkan resiko kegagalan implan serendah mungkin. Kedua kebutuhan ini

(kekakuan rendah dan kekuatan implan) dapat dicapai melalui perubahan

material, dari stainless steel menjadi titanium alloy Ti-6Al-7Nb.

Semakin tinggi kekuatan dari intramedullary nail memungkinkan untuk

menggunakan diameter lebih besar, 4,2/4,9mm (awalnya 3,2/3,9mm), dan skrup

pengunci. Kepadatan penampang intramedullary nail tidak meningkatkan nilai

bending mekanis, tetapi memiliki keuntungan secara biologik. Pada kondisi lain,

sistem kanulasi memungkinkan penggunaan kawat pemandu, sehingga insersi

intramedullary nail menjadi lebih mudah.(Philip et al., 2001)

Dari teknik yang menggabungkan antara ante ataupun retrograde,

menggunakan reamer atau pun tidak, sebaiknya menggunakan meja khusus

seperti traction tabeluntuk membantu reduksinya. Biasanya perbedaan strategi

penanganan berbeda pada pasien yang mengalami multi cedera untuk menghindari

komplikasi pulmonal seperti karena emboli lemak, utamanya ketika saat

penanganan definitif dengan intramedullary nails.(Philip et al., 2001)

Nail yang lurus pada bidang koronal (depan) harus masuk pada titik yang

berhubungan langsung dengan titik tengah kanal medulla, yaitu medial ke

trochanter lebih besar dari titik pusat. Sementara nail lain yang memiliki

kelengkungan di bagian proximal pada posisi ini memiliki titik masuk yang lebih

lateral. Pada posisi sagittal, nail yang lurus harus dimasukkan pada peralihan

antara leher femur dan bagian trochanter dan pada bagian ditengahnya. Karena

kelengkungan ini maka nail dimasukkan pada 1/3 posterior agar bisa mengikuti

Page 44: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

kelengkungan anterior dari femur. Sehubungan dengan pusat kanal medulla, salah

satu tempat yang dipilih adalah sebagai bahan acuan adalah fossa

trokanterika.(Kanas et al., 2011)

Beberapa produsen implan intramedullary nail menciptakan metode dan

implan yang mengakomodir kelengkungan fisiologis tulang. Mulai dari teknik

insersi poin nail hingga metode menambah flexibilitas dari batang nail. Pada

model implan intramedullary nail yang memiliki kurva besar disarankan untuk

insersi poin lebih posterior dari poin insersi pada fossa piriformis. Untuk nail

generasi kedua dimana menggunakan screw tambahan pada proximal ke kepala

femur disarankan 5mm lebih anterior dari poin insersi. Pengukuran 6 mm pada

anterior lubang dari tengah kanalis femoralis ditemukan secara signifikan

meningkatkan ketegangangan pada tulang proksimal femur.(Kanas et al., 2011; Srinivas,

2011)

Tipe ideal fiksasi intra medula bisa didapatkan dengan nail yang kokoh dan

menyangga seluruh kuadran korteks endosteal dan juga memiliki saluran

eksternal yang luas di sepanjang pembuluh darah yang medulla akan

berregenerasi. Interlocking nail berfungsi sebagai internal splint, menstabilkan

fragmen fraktur, dan mempertahankan alignment.(Dalou, 2007; Srinivas, 2011)

Implan intramedullary nail yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah

implan yang di produksi di Barat dan mempunyai bentuk yang lurus dan

mempunyai kelengkungan kecil. Ukuran bervariasi mulai dengan panjang 16 - 48

cm, dengan model lurus dan yang mempunyai kurva 150 – 300 cm.(Nork, 2010)

Page 45: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

2.3. Kerangka Konsep

2. 4. Hipotesis

1) Ukuran anterior kurva tulang femur pada orang Indonesia laki-laki

berbeda dengan perempuan.

2) Ukuran anterior kurva tulang femur pada orang barat menunjukkan

perbedaan dengan ukuran anterior kurva tulang femur pada orang

Indonesia.

3) Panjang diafisis tulang femur mempengaruhi ukuran kurva anterior

tulang femur.

Page 46: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

BAB III

BAHAH / OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan/Objek Penelitian

3.1.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, Makassar. Penelitian dilakukan di bulan Februari 2013.

3.1.2 Populasi

Populasi yang termasuk dalam penelitian ini adalah semua tulang femur

dewasa (dekade 2 dan 3) yang terdapat pada Laboratorium Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, Laboratorium Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar, dan Laboratorium Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

3.1.3. Sampel Penelitian dan Cara Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan kadaver tulang femur laki-laki dan perempuan

yang telah dikeringkan yang terdapat pada Laboratorium Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Laboratorium Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar, dan Laboratorium Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Page 47: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

3.1.4. Besaran Sampel

Pada penelitian ini digunakan sampel sejumlah 60 pasang tulang femur (120

buah), dibagi menjadi 2 kelompok laki-laki dan perempuan. Kelompok laki-laki

terdiri dari femur kanan dan femur kiri begitu juga dengan kelompok perempuan,

yaitu terdiri dari 30 femur kanan laki-laki, 30 femur kiri laki-laki, 30 femur kanan

perempuan dan 30 femur kiri perempuan.

3.1.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

a. Kriteria inklusi

1. Kadaver Femur

2. Usia dekade 2 -3

b. Kriteria Ekslusi

1. Kadaver femur yang rusak

2. Kadaver yang tidak teridentifikasi

3.1.6. Alat dan Bahan

1) Kotak Pengukur

2) Caliper

3) Marker

4) Meteran Pengukur

5) Kamera Saku Merk Sony 14 Mega Pixel

6) Laptop Merk Toshiba ACER Aspire S3

Page 48: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

3.2. Metode Penelitian

3.2.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah study comparative, explorative dengan

kadaver tulang femur sebagai pemeriksaan.

3.2.2 Cara Pengukuran

Metode Stewart’s yang dikembangkan oleh Trudell M.B, Ph.D dan Ahmad Y.

Abu Dalou, Ph.D untuk mengukur kurva anterior femur dengan prosedur :

1) Pertama, panjang maksimum femur diukur dengan menggunakan kotak

pengukur.

2) Tulang femur diukur dengan meletakkan sisi posterior di permukaan kotak

pengukur.

3) Ukur panjang femur sebagai panjang maksimal femur dari titik proximal

head femur ke titik medial distal kondilus femur (MFL = Maximum

Femoral Length)

Page 49: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

4) Ukur bicondilus femur untuk penentuan diafisis (BL= Bicondyle Length)

5) Ditentukan dan di tandai titik proximal dan distal diafisis tulang femur (LPP

= Low Proximal Point dan LDP = Low Distal Point)

6) Ukur panjang diafisis femur (DFL = Diaphyseal Femoral Length) dari titik

proximal (LPP) sampai ke titik distal diafisis (LDP).

Page 50: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

7) Diukur tinggi masing- masing kurva, di mulai dari proximal (PC = Proximal

Curve) yaitu 1 cm dari trokanter minor, kurva pertengahan diafisis (MC =

Middle Curve) dan kurva distal diafisis (DC = Distal Curve).

a. Proximal Curve (PC)

b. Middle Curve (MC)

c. Distal Curve (DC)

8) Didapatkan hasil

9) Semua data didokumentasikan, kemudian hasilnya diolah dan dianalisa

Page 51: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

3.2.3. Alur Penelitian

3.2.4. Definisi Operasional

1. Pengukuran anterior kurva tulang femur adalah mengukur kurva dengan

alat ukur caliper pada bagian proximal (PC = Proximal curve), pertengahan

(MC = Midshaft curve) dan distal (DC = distal curve) dari diafisis femur

Kriteria Eksklusi

120 buah Tulang Femur

Identifikasi :

- Umur

- Jenis Kelamin

- Kanan - Kiri

Dilakukan Pengukuran Femur

dalam Kotak Pengukur

Data

Analisa Data

Kesimpulan

Page 52: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

pada bidang datar diatas kotak mika dengan posisi datar pada condyle

femur, pada skala pengukuran centimeter dan dilakukan pengambilan

gambar dengan kamera saku merk Sony 14 mega pixel.

2. Maximal Femoral Length (MFL) adalah jarak yang diukur titik paling tinggi

pada head femur hingga ke titik paling inferior dari distal kondilus femur.

3. Diaphyseal Femoral Length (DFL) adalah Bagian diafisis antara batas

tepian bawah lesser trochanter dan garis yang sejajar dengan ruang sendi

lutut pada jarak yang sama dengan lebar kondilus.

4. Low Proximal Point (LPP) : adalah titik proximal yang ditentukan pada

daerah setinggi trokanter minor.

5. Bicondyler Length (BL) : Jarak yang di ukur dari bagian medial dan lateral

kondile

6. Low Distal Point (LDP) : adalah titik distal yang ditentukan pada daerah

kondilus

7. Proximal Curve (PC ) : jarak antara titik tertinggi pada anterior proximal

femur ke dasar dari kotak pengukur.

8. Middle Curve (MC) : jarak antara titik tertinggi pada anterior middle femur

ke dasar kotak pengukur.

9. Distal Curve (DC) : jarak antara titik tertinggi pada anterior distal ke dasar

kotak pengukur.

3.2.5. Kriteria Objektif

Tinggi kurva dinyatakan dalam centimeter

Page 53: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

3.2.6. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini, beberapa variabel dapat diidentifikasi berdasarkan peran

dan skalanya:

1. Variabel bebas : Anterior kurfa tulang femur

2. Variabel Kontrol : Umur kadaver (20 – 30 tahun), ras (Orang Barat)

3. Variabel tergantung : Panjang diafsisis tulang femur, proximal kurva,

midshaft kurva, distal kurva dan Jenis Kelamin

3.2.7. Izin Penelitian dan Ethical Clearance (Kelaikan Etik)

Permintaan izin dari Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, serta persetujuan dari Komisi Etik Biomedis pada manusia Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin

3.2.8. Analisis Statistik

Data yang diperoleh, diolah dengan bantuan piranti lunak dengan metode

statistic dan disajikan dalam bentuk narasi, tabeldan grafik. Uji statistik yang

digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan program computer SPSS for

Windows version 17, dengan Chi-squre test dengan nilai p < 0,05 adalah

signifikan.

Page 54: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Panjang diafisis tulang femur kanan pada laki-laki dan perempuan Indonesia

dengan femur kiri pada laki-laki dan perempuan Indonesia, walaupun tampak ada

perbedaan pada nilai rata-rata dan standar deviasi, namun pada perhitungan

dengan mengunakan Chi Square test tidak didapatkan perbedaan yang bermakna

panjang diafisis antara femur kanan kiri pada laki-laki dan perempuan di

Indonesia. Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 1, diamana pada femur kanan

laki-laki mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 39,74 ± 2,11 dan pada femur kiri

mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 39,65 ± 2.09, sedangkan panjang diafisis

tulang femur pada perempuan, pada femur kanan mempunyai nilai Mean ± SD

sebesar 39,04 ± 1,99 dan pada femur kiri mempunyai nilai Mean ± SD sebesar

38,93 ± 2,00.

Tabel 1

Panjang Diafisis Tulang Femur Pada Laki-Laki dan Perempuan Indonesia

Panjang Diafisis Femur Mean ± SD P

Right Male 39,74 ± 2,11 0,70

Right Female 39,04 ± 1,99 0,17

Left Male 39,65 ± 2,11 0,95

Left Female 38,93 ± 2,00 0,50

Nilai p diuji dengan X2Test, p>0,05 dinyatakan tidak signifikan.

Pengukuran kurva anterior tulang femur kanan dan kiri pada laki-laki,

didapatkan kesamaan nilai kurva anterior di kedua sisi pada masing – masing

Page 55: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

komponen, Pada perhitungan menggunakan sample T test juga tidak didapatkan

perbedaan yang bermakna antara kurva anterior femur kanan dan kurva anterior

femur kiri pada laki-laki, seperti tampak pada tabel 2, proximal kurva kanan dan

kiri mempunyai nilai Mean ± SD yang sama yaitu sebesar 2,04 ± 0,18, Midshaft

kurva kanan dan kiri mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 3.35 ± 0.31, distal

kurva kanan dan kiri mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 3.07 ± 0.21.

Tabel 2

Kurva anterior Tulang Femur Kanan Dan Kurva anterior Tulang Femur Kiri Pada Laki-Laki

Indonesia

Kurva Anterior Femur N Mean ± Std. Deviation P

Right male proximal curve

Left male proximal curve 30 2.04 ± 0,18 0,06

Right male midshaft curve

Left male midshaft curve 30 3.35 ± 0,31 0,83

Right male distal curve

Left male distal curve 30 3,07 ± 0,21 0,34

Nilai p diuji dengan X2Test, p>0,05 dinyatakan tidak signifikan.

Pada tabel 3 ini dilakukan perbandingan Pengukuran kurva anterior tulang

femur kanan dan kiri perempuan, didapatkan adanya kesamaan nilai pada masing

– masing komponen ; proximal kurva kanan dan kiri mempunyai nilai Mean ± SD

sebesar 2.07 ± 0 .18, Midshaft kurva kanan dan kiri mempunyai nilai Mean ± SD

sebesar 3,30 ± 0,36, distal kurva kanan dan kiri mempunyai nilai Mean ± SD

sebesar 2,99 ± 0,22. Dilakukan perhitungan dengan menggunakan Chi-square test

tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kurva anterior femur kanan

dan kurva anterior femur kiri pada perempuan.

Tabel 3

Kurva anterior Kanan Dan Kurva anterior Kiri Tulang Femur Pada Perempuan

Page 56: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

Kurva Anterior Femur Mean ± Std. Deviation P

Right female proximal curve

Left female proximal curve 2.07 ± 0,18 0,10

Right female midshaft curve

Left female midshaft curve 3.30 ± 0,36 0,45

Right female distal curve

Left female distal curve 2.99 ± 0,21 0,22

Nilai p diuji dengan X2Test, p>0,05 dinyatakan tidak signifikan.

Perbedaan antara kurva anterior femur laki-laki dan perempuan, seperti pada

tabel 4 berikut ini, perempuan mempunyai ukuran kurva proksimal lebih

melengkung dari laki-laki,(0,03 cm) sementara pada bagian pertengahan dan distal

didapatkan kurva anterior laki-laki lebih melengkung dari perempuan yaitu

berturut-turut 0,05 cm dan 0,08 cm pada pertengahan dan distal kurva. Pada

perhitungan statistik dengan independent sample T-test tidak didapatkan hasil

signifikan perbedaan tersebut.

Tabel 4

Perbandingan Ukuran Kurva anterior tulang femur Laki-laki dan Perempuan Indonesia

Anterior Femoral Curve Sex Mean ± Std. Deviation P Mean diffrence

Proximal curve Male 2,04 ± 0,18

0,93 0.03 Female 2,07 ± 0.18

Midshaft curve Male 3,35 ± 0,31

0,70 0.05 Female 3,30 ± 0,36

Distal curve Male 3,07 ± 0,21

0,40 0.08 Female 2,99 ± 0,.21

P diuji dengan Independent sample T-Test, p<0,05 dinyatakan signifikan.

Korelasi antara panjang diafisis femur dan kurva anterior femur pada orang

Indonesia hanya didapatkan signifikan pada bagian pertengahan dan distal kurva,

sementara pada bagian proximal tidak didapatkan korelasi dengan panjang diafisis

femur. Terlihat pada tabel 5, proximal curve Mean ± SD 2,06 ± 0,18, pada

midshaft curve Mean ± SD 3,32 ± 0,33 dan pada distal curve Mean ± SD 3,03 ±

Page 57: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

0,22 dengan uji korelasi spearman didapatkan korelasi signifikan terhadap

midshaft kurva dan distal kurva.

Tabel 5

Korelasi antara Panjang Diafisis dan Anterior Kurva Femur di Indonesia

Korelasi

Diafisial Femoral Length Mean ± Std. Deviation P

Proximal Curve 2,06 ± 0,18 0,87

Midshaft Curve 3,32 ± 0,33 0,04

Distal Curve 3,03 ± 0,22 0,00

P diuji dengan One sample T-Test, p<0,05 dinyatakan signifikan.

Pada perbandingan ukuran kurva anterior kanan tulang femur pada orang

Indonesia dan Orang barat (White), dengan menggunakan perhitungan statistik

menggunakan One Sample T-Test tampak jelas ditunjukkan pada tabel 5 adanya

perbedaan yang bermakna antara kurva anterior femur Indonesia dengan orang

Barat. Perbedaan itu terlihat pada masing – masing komponen kurvatura anterior

pada tulang femur, yaitu pada pada panjang diafisis femur mempunyai nilai Mean

± SD sebesar 39,34 ± 2,06 dengan Mean difference sebesar 5,19, pada

perbandingan proximal curve di dapatkan nilai Mean ± SD sebesar 2.06 ± 0,18

dengan Mean difference 1,33 cm , midshaft curve mempunyai nilai Mean ± SD

sebesar 3.32 ± 0,33 dengan Mean difference sebesar 2,55, distal kurva

mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 3.03 ± 0,22, dengan Mean difference

sebesar 0,29 cm.

Tabel 6

Perbandingan Anterior Kurvature Tulang Femur Orang Indonesia Dan Barat (White)

Page 58: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

Anterior Femoral Curvature Mean ± Std. Deviation P Mean Difference

Diafisial femoral length 39.34 ± 2.06 0,000 5.19

Proximal curve 2.06 ± 0,18 0,000 1,33

Midshaft curve 3.32 ± 0,33 0,000 2.55

Distal curve 3.03 ± 0,22 0,000 0,29

P diuji dengan One sample T-Test, p<0,05 dinyatakan signifikan.

Dari perbandingan anterior kurvatura femur antara orang Indonesia dan

orang Amerika, Tabel 7 ini menerangkan tentang titik insersi yang

direkomendasikan untuk orang barat untuk nail yang berbentuk lurus 2,1 cm lebih

anterior dari tepi posterior greater trochanter, sedangkan untuk intramedullary

nail yang mempunyai kurva lebih dari 100 cm direkomendasikan titik insersi 0,7

mm dari tepi posterior greater throcanter. Pada penelitian ini untuk orang

Indonesia didapatkan titik insersi untuk nail yang lurus adalah 0,8 cm lebih

anterior dari tepi posterior greater trochanter, sedangkan untuk intramedullary

nail yang mempunyai kurva lebih dari 100 cm di dapatkan titik insersi poin orang

Indonesia adalah 0,05 mm dari tepi posterior greater throcanter.

Page 59: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

Tabel 7

Perbandingan posisi titik insersi nail orang Indonesia dan Orang Barat

Inserting Point (cm) Barat Indonesia

Nail Lurus 2,1 0,8

Nail berkurva >100cm 0,07 0,05

4.2 PEMBAHASAN

Intramedullary nail saat ini menjadi pilihan utama untuk fiksasi fraktur diafisis

femur dikarenakan implan ini dapat mengembalikan aligment dan panjang tulang

serta pasien dapat segera menumpu lebih awal, dan mempersingkat waktu

perawatan.( Srinivas, 2011)

Adanya ketidaksesuaian antara implan yang digunakan untuk operasi diafisis

femur menjadikan kurva anterior femur merupakan salah satu faktor penting di

bidang ortopedi.

Pada penelitian ini didapatkan morfologik kurva anterior tulang femur orang

Indonesia yaitu panjang diafisis tulang femur orang Indonesia rata-rata 39,74 ±

2,06 cm dengan kurva paling rendah berada pada bagian proximal yaitu 2,06 ±

0,18 cm dan kurva paling tinggi berada pada bagian pertengahan diafisis yaitu

3,32 ± 0,33 cm. dan didapatkan perbedaan signifikan antara morfologik diafisis

femur dan kurva anterior femur orang Indonesia dan orang Amerika. Pada

pengukuran panjang diafisis femur didapatkan orang Amerika lebih panjang 5,19

cm dibanding orang Indonesia, sementara pada kurva anterior femur didapatkan

bahwa orang Indonesia memiliki kurva yang lebih melengkung dibanding orang

amerika, perbedaan kelengkungan itu masing-masing; 1,33 cm pada kurva

Page 60: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

proximal, kurva midshaft 2,55 cm, dan distal kurva 0,29 cm.

Penelitian sebelumnya dengan menggunakan jenis-jenis nail menyimpulkan

bahwa ketidakcocokan antara nail dan kurva anterior femur di negara-negara barat

dikarenakan morfometrik implan yang lebih lurus dibandingkan dengan kurva

anterior tulang femur. Ketidaksesuaian itu oleh peneliti yang lain mencoba

melakukan koreksi dengan pendekatan titik insersi awal masuknya nail, dengan

merekomendasikan titik masuk untuk nail yang lurus sepeti pada kuntscher nail

2,1 cm lebih anterior dari tepian posterior greater throcanter. Untuk nail dengan

radius kurva 100 cm titik masuknya hanya 0,7 mm dari tepian greater

throcanter.(Papadakis et al., 2008)

Berdasarkan ukuran ini, maka untuk titik poin insersi dengan nail lurus pada

femur orang Indonesia adalah 0,8 cm (2,1 cm – 1,33 cm) dari tepian greater

throcanter. Sedangkan untuk nail yang memiliki radius kurva lebih dari 100 cm

maka titik point insersi untuk orang Indonesia adalah 0,05 mm (0,7mm/13,3mm)

dari tepian greater throcanter. Demikian pun idealnya morfometrik implant untuk

Indonesia adalah memiliki panjang 20 – 48 cm dan titk kurva diafisis sebesar 5,9

mm – 7, 1 mm sesuai dengan penelitian yang menyebutkan adanya kurva rata-rata

nail 10- 12 mm pada titik maksimum kurva.(Srinivas, 2011)

Pemilihan data orang barat sebagai data perbandingan pada penelitian ini selain

untuk membuktikan penelitian tentang perbedaan morfologik kurva anterior femur

berdasarkan ras, juga karena menetapkan keamanan penggunaan nail sebagai

implant utama pada operasi diafisis femur di Indonesia.

Page 61: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Kurva anterior femur berhubungan erat dengan ukuran panjang diafisis femur,

akan tetapi kelengkungan anterior tulang femur bervariasi berdasarkan ras dan

keturunanan setiap individu, aktivitas dimasa pubertas (pertumbuhan) dan juga

dapat dipengaruhi oleh gen.

2) Kurva anterior femur orang Indonesia berbeda dengan kurva anterior orang

Amerika (White), dimana orang Indonesia memiliki ukuran panjang diafisis

yang lebih pendek dan kurva anterior femur yang lebih pendek.

5.2 Saran

1) Perlu dilakukan penelitian tentang korelasi umur dengan ukuran kurva anterior

femur pada populasi di Indonesia

2) Perlu dilakukan penelitian antropometrik pada tulang lainnya sebagai dasar

ilmiah untuk penelitian selanjutnya.

Page 62: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmet H, Burak G, Hakki KM, Nurzat E, Muharrem I. The Comparison Of

Femoral Curves And Curves Of Contemporary Intramedullary Nails. surg

radiol anat. 2005 25 august;27: 502–6.

2. Nork SE. Femoral Shaft Fractures: Lippincott Williams & Wilkins; 1656 -

74.,2010.

3. Adnan Rana M, Zia M I, Amin J, Khan R, Ahmed S, KF D. Frequency of

femoral fractures; comparison in patients less than and more than 40 years of

age. Professional Med J. 2012;19:011-4

4. Sari S. Femoral Shaft Fractures in Adults : Epidemiology, Fracture Patterns,

Nonunions, And Fatigue Fractures. Academic Dissertation. 2005:11 - 100.

5. Tencer FA. Biomechanics of Fixation and Fractures Rockwood And Green's

Fractures In Adult [Internet]. 2010; (1):[1-37 pp.].

6. B.M.Trudell P. Anterior Femoral Curvature Revisited: Race Assessment from

the Femur. J Forensic Sci. 1999;44:700– 7.

7. WG Gill. Racial Variation in The Proximal and Distal Femur: Heritability

and Forensic Utility. J Forensic Sci. 2001;46:791–9.

8. Dalou Abu, Ahmad. the Validity Of Morphological Features And

Osteological Markers In Reconstructing Habitual Activities. A Dissertation

Presented To The Faculty OfThe Graduate School. 2007;May:2 -74.

9. Rüedi T. P., M MW. AO Principles Of Fracture Management. 2000:49.

10. Laura LS, Erik T. Late Pleistocene Human Femoral Diaphyseal Curvature.

Missouri American Journal of Physical Anthropology. 2002;118:359–70.

11. Bokariya P, K k, Je W. Anthropometric Study Of Femur In Central Indian

Population. JMGIMS. 2009;vol 14: 47 – 9. Epub september.

12. Groote MD. A Comprehensive Analysis of Long Bone Curvature in

Neanderthals and Modern Humans Using 3D morphometrics. London:

College of London; 2008.

13. Browner Bruce MD. , Raymond Smith Malcolm MD, F.A.C.S, Giannoudis

V Peter MD, F.R.C.S. Femoral Shaft Fractures, skeletal trauma. 2008; 4th

Page 63: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

ed:1879 - 951. W. B. Saunders Company.

14. Rubin J. , Leyvraz F. , Aubaniac J M. , Argenson J.N. , Esteve P. , B. D. The

Morphology of The Proximal Femur a Three-Dimensional Radiographic

Analysis. J Bone Joint Surg. 1992;030l-620X/92/1236: 28-32.

15. Beaty H James MD, Willis Cohoon MD, Terry S Canale MD. Fracture of

The Shaft Femur in Campbell's Campbell's Operative Orthopaedics, 11th ed

Philadelphia, Pennsylvania: Mosby, An Imprint of Elsevier; 2007.

16. Zirkle Lewis G. Jr. MD. Technique Manual of SIGN IM Nail & Interlocking

Screw System Insertion & Extraction Guide: www.sign-post.org.; 2008.

17. Papadakis A Stamatios, Zalavras Charalampos, Mirzayan Raffy, Lane S.

Undetected Iatrogenic Lesions Of The Anterior Femoral Shaft During

Intramedullary Nailing: A Cadaveric Study. Journal Of Orthopaedic Surgery

And Research. 2008:1-6.

18. H Dr. Srinivas. A Study of Management of Fracture Shaft of Femur by

Closed Interlocking Nail In Adults. Dissertation Submitted To The Rajiv

Gandhi University Of Health Sciences, Karnataka, Bangalore Department Of

Orthopaedics Adichunchanagiri Institute Of Medical Science. 2011.

19. Tassawipas A, Mokkhavesa S. The intramedullary axis of femorfal nailing. J

Bone Joint Surg Br 2002 SUPP III 209. 2002;84-B:1.

20. ASIF A. Original Instruments and Implants of the Association for the Study

of Internal Fixation. 2005.

21. Bong R Matthew M, Kummer J Frederick P, Koval J Kenneth M, Egol A

Kenneth M. Intramedullary nailing of the lower extremity: biomechanics and

biology. j Am Acad Orthop Surg. 2007;15:97-106.

22. Winquist A Robert M. Starting Point for Nail Insertion (Locked Femoral

Nailing). J Am Acad Orthop Surg. 1993;1 95-105. Epub Nov/Dec 1993.

23. Koval J. Kenneth. M. Intramedullary Nailing of Proximal Femur Fractures. A

Supplement to The American Journal of Orthopedics. 2007:4 - 7.

24. Olinsky Philip M, Tejwani Nirmal M, Richmond Jeffrey H M, Kenneth J.

Koval M, Kenneth Egol M, David J.G. Stephen M, FRCS(c) Controversies in

Intramedullary Nailing of Femoral Shaft Fractures The Journal Of Bone &

Page 64: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN

Joint Surgery. 2001 September;83-A NUMBER 9:1403 - 15.

25. Kanas Michel, Wajnsztejn Andre, Roucourt Danilo, Fiorentino Eduardo,

Fernandes Jorge Alvachian Hélio, Reis FBd. Cross Sectional Study On

Different Entry Points For Antegrade Femoral Intra Medullary

Osteosynthetis. Rev Bras Ortop. 2011;46(5):514-9.

Page 65: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN
Page 66: ANTERIOR FEMORAL BOWING IN INDONESIAN