63
PERENCANGAN TERMINAL ANGKUTAN UMUM Angkutan Umum D. Komponen Moda 1. Angkutan Umum - Permasalahan dan Harapan Persentase pengguna angkutan umum perkotaan di Indonesia terus mengalami penurunan persentasi, rata-rata sebesar 1% per tahun (MTI, 2005), bahkan di kota Jakarta diperkirakan mencapai 3% per tahun (Sitramp, 2004, JUTPI, 2010). Kepemilikan kendaraan pribadi baik sepeda motor dan mobil yang meningkat karena kemudahan yang dinikmati penggunanya memberikan kontribusi terhadap kenaikan

Angkutan Umum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Angkutan Umum

PERENCANGAN TERMINAL ANGKUTAN UMUM

Angkutan Umum

D. Komponen Moda

1. Angkutan Umum

- Permasalahan dan Harapan

Persentase pengguna angkutan umum perkotaan di Indonesia terus mengalami penurunan persentasi, rata-rata sebesar 1% per tahun (MTI, 2005), bahkan di kota Jakarta diperkirakan mencapai 3% per tahun (Sitramp, 2004, JUTPI, 2010). Kepemilikan kendaraan pribadi baik sepeda motor dan mobil yang meningkat karena kemudahan yang dinikmati penggunanya memberikan kontribusi terhadap kenaikan jumlah tersebut. Biaya transportasi merupakan komponen yang sangat signifikan, rata-rata mencapai 15-20%, bahkan di Jakarta dapat mencapai 25-30% dari pengeluaran bulanan rumah tangga.

Page 2: Angkutan Umum

Pengembangan sistem BRT (busway) Jakarta sejak 2004 merupakan inovasi reformasi angkutan umum berdasarkan lesson learned kota-kota di dunia, namun masih jauh dari mencukupi kebutuhan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Tiga belas kota, dengan bantuan Kemenhub, telah memulai inovasi sistem mini BRT dengan beberapa keterbatasan, yang dikenal dengan “sistem transit”. Kota-kota tersebut adalah Palembang, Yogyakarta, Bogor, Solo, Batam, Pekanbaru, Semarang, Manado, Gorontalo, Bandung, Tangerang, Sarbagita dan Ambon. Sampai dengan pertengahan tahun 2010 telah beroperasi 32 koridor sistem transit, atau rata-rata per tahun bertambah 6 koridor baru, sehingga total mencapai 570,5 km.

Kota-kota yang sustainable secara ekonomi, sosial dan lingkungan adalah visi kota yang diperkuat oleh pelayanan angkutan umum sebagai tulang punggung pergerakan mayoritas penduduk, berdaya sain dan memberikan kontribusi terhadap rendahnya biaya transportasi penduduk. Target yang diharapkan adalah modal share angkutan umum merupakan sedikitnya 50% dari rata-rata seluruh perkotaan, dan untuk wilayah pusat kegiatan (city center) merupakan 80% dari modal share. Biaya transportasi dapat diturunkan sehingga menjadi 50% dalam kurun 20 tahun mendatang, lebih ramah lingkungan, bebas dari pungutan liar, aman, nyaman dan terintegrasi dengan seluruh moda

- Evolusi Moda Angkutan Umum

Perkotaan di Indonesia mengalami evolusi kemajuan sistem angkutan umum berdasarkan sejarah perkembangan kota. Secara umum, kota-kota dibagi menurut jenis angkutannya berupa angkutan individu dan angkutan massal, memiliki ciri operasi angkutan umum:

• Kota Kecil: Angkutan umum terdiri dari Angkutan Kota (Angkot) dan Bus Sedang, Angkutan Individu: becak dan ojek.• Kota Menengah: Angkutan umum, terdiri dari Bus Besar, Bus Sedang, Angkutan kota (Angkot) dan bus sedang, Angkutan Individu: becak dan ojek• Kota Besar: Angkutan Massal, terdiri dari Sistem Transit, Bus Besar, Bus Sedang, Angkutan kota (Angkot) dan Bus Sedang, Angkutan Individu: becak dan ojek• Kota Metropolitan: Angkutan Massal, terdiri dari Mass Rapid Transit (MRT), Bus Besar, Bus Sedang, Angkutan Kota (Angkot) dan Bus Sedang, Angkutan Individu: becak dan ojek

Tipologi angkutan umum dikelompokkan berdasarkan atas kelompok angkutan massal dan angkutan individual.

Page 3: Angkutan Umum

Proses evolusi angkutan umum dimulai dari pelayanan tradisional berbasis paratransit, yang saat ini masih menjadi tulang punggung transportasi perkotaan di kota-kota menengah dan kecil di Indonesia. Dengan tumbuhnya permintaan perjalanan menjadi mayoritas bagi pengguna transportasi, terbentuk angkutan massal berbasis jalan dengan tingkat pelayanan kecepatan rendah dan kenyamanan rendah

Reformasi transportasi dengan sistem transit pada koridor backbone, dengan tetap dengan dukungan angkutan bus (bus besar, bus sedang dan angkot) sebagai feeder. Dengan perbaikan yang terus berlanjut, kota-kota akan memiliki Mass Rapid Transit (MRT) berbasis angkutan bus pada backbone, dengan tetap menerapkan sistem transit pada beberapa koridor dan dukungan sistem bus.

Proses pemilihan moda angkutan umum dilakukan dengan menempatkan moda sesuai dengan kapasitas angkut dan kecepatannya. Kota dengan kapasitas kebutuhan perjalanan 1.000

Page 4: Angkutan Umum

penumpang/jam/arah dilayani dengan paratransit, dan selanjutnya seiring dengan perkembangan kebutuhan kapasitas pelayanan akanmeningkat menjadi angkutan bus, sistem transit dan BRT (Gambar 4.9).

Proses evolusi angkutan umum:Tahap-1 : Tahap pada kondisi eksisting angkutan bis kota dan angkutan kota yang masih rendah dalam penerapan SPM angkutan umum, dimiliki oleh individu dan belum terorganisasi yang disebut dengan paratransit/angkot

Tahap-2 : Tahap awal reformasi,dengan pembenahan angkutan umum sebagai moda mayoritas terpilih, memiliki kapasitas lebih besar dari paratransit, terorganisasi, belum memiliki lajur khusus dengan penerapan SPM sedang yang disebut dengan system transit

Tahap-3 : Tahap pengembangan dari system transit dengan penerapan SPM dengan kategori baik, melalui pembuatan lajur khusus, feeder bus guna meningkatkan kecepatan/travel time yang di sebut dengan BRT

Tahap-4 : Reformasi angkutan umum berbasis jalan, dengan penerapan SPM dengan kategori sangat baik,dengan kapasitas lebih besar dari system BRT yang disebut dengan sistem Full BRT

- Evolusi Angkutan Individu

Angkutan individu terdiri dari ojek, taksi dan becak. Secara umum ketiga jenis moda tersebut terdapat di seluruh kota di Indonesia, hanya khusus taksi tidak semua kota tersedia. Dilihat dari parameter jarak, kecepatan, sifat pelayanan (door-to-door), tarif dan keselamatan, ketiga moda dibandingkan secara kualitatif, kinerja ojek memiliki keuntungan dari aspek kecepatan dan ketersediaannya (door-to-door). Saat ini di hampir semua wilayah perkotaan, telah dilayani oleh ojek. Ojek menjadi masalah karena tidak memiliki legalitas dalam UU 22/2009 tentang LLAJ namun demikian kebutuhan masyarakat akan pergerakan yang cepat, door-to-door dan melayani jalan yang sempit memaksa pengguna jalan menggunakan ojek.

Target kedepan: peran taksi akan ditingkatkan hingga menjadi moda utama angkutan individu di

Page 5: Angkutan Umum

pusat kota dan wilayah perkotaan, khususnya kota metropolitan, kota besar dan kota menengah. Peran ojek akan dibatasi pada wilayah dimana kebutuhan moda transportasi belum terlayani, khususnya pada jalan-jalan sempit (rat-run) kawasan perkotaan, tidak melayani trayek angkutan umum lingkungan (ang-ling), angkutan bus, sistem transit dan BRT

1. Bus (Besar, Sedang, Kecil)a. Kondisi Saat Ini

Angkutan bus merupakan tulang punggung transportasi perkotaan saat ini, karena tingkat pelayanannya yang murah, aksesnya mudah dan menjangkau seluruh pelosok perkotaan. Peran angkutan umum di perkotaan rata-rata 30-50% dari seluruh kebutuhan perjalanan penduduk perkotaan di Indonesia setiap hari. Komposisi pelayanan bus didominasi oleh angkutan bus kecil. Di Jakarta pada tahun 2007, dari hampir 40.000 bus kota, 2.809 adalah Bus Besar, 7.821 Bus Sedang, dan26.002 Bus Kecil termasuk 2.576 MPU (Perhubungan Darat Dalam Angka 2008. MPU masuk dalam kategori bus kecil). Di Medan sebanyak 2.913 Bus Besar, 4.275 Bus Sedang, 9.734 Bus Kecil dan 9.758 MPU. Di Jayapura sebanyak 25 Bus Sedang, 183 Bus Kecil dan 2.375 MPU.

Pengelolaan angkutan umum masih tersegmentasi karena masih dimiliki oleh individu dan belum secara terstruktur mencerminkan kualitas pelayanan angkutan umum yang baik. Penataan jaringan trayek masih sangat lemah, yang ditunjukkan oleh menumpuknya penumpang dan sebaliknya kosong pada wilayah tertentu, waktu tunggu masih terlalu lama, dan tidak terhubungkan dengan pusat-pusat kegiatan penting perkotaan. Perkembangan yang cepat dari kepemilikan sepeda motor dan mobil telah mengurangi keinginan menggunakan angkutan umum

Harapan dalam pengembangan angkutan bus kedepan adalah bus menjadi andalan angkutan umum perkotaan, melalui proses evolusi 3 tahap: reformasi manajemen angkutan umum, pengembangan sistem transit perkotaan dan pengembangan BRT. Selanjutnya angkutan umum dapat kembali memiliki modal share yang tinggi sehingga minimal mencapai 50% dari seluruh kebutuhan perjalanan penduduk perkotaan di Indonesia. Antar moda angkutan umum dapat dilayani dengan integrasi pelayanan secara fisik dan tiketing. Angkutan umum kedepan diharapkan mampu menurunkan biaya perjalanan penduduk perkotaan hingga 50% dari persentase pengeluaran biaya perjalanan saat ini.

Page 6: Angkutan Umum

2. b. Strategi KebijakanPrioritas 1 – Sasaran

Sasaran kebijakan untuk pelayanan transportasi umum adalah sebagai berikut :a. Biaya operasi yang rendahb. Tarif bus yang terjangkauc. Pelayanan yang memuaskan

3. Prioritas 2 – Sistem Moda Transfer

Jaringan bus melayani sebagian besar jumlah penumpang (bus conventional dan BRT: 25%). Di kota-kota besar sistem transportasi umum harus menyediakan rute jaringan jalan yang komprehensif, kapasitas yang memadai, frekuensi bus yang optimal (headway), dan jangkauan pelayanan dan tarif yang dapat mengangkut penumpang dari berbagai jenis latar belakang pendapatan dan tujuan perjalanan yang berbeda seoptimal mungkin, termasuk mereka yang dapat memilih melakukan perjalanan dengan mobil atau motor dan mereka yang sama sekali tidak dapat memilih menggunakan moda apapun.

Prioritas 3 – Kualitas Pelayanan

Pelayanan yang diberikan juga harus aman, cepat, dapat dipercaya, nyaman, mudah, dan tarif terjangkau, serta dampak terhadap lingkungan harus dapat diminimalisasi.

Prioritas 4 – Rute jaringan

Kecepatan dan ketepatan bus harus dapat ditingkatkan dengan menggunakan konsep bus priority, yang mana memprioritaskan bus untuk memiliki jalur khusus sehingga terhindar dari kemacetan, dan dapat mengambil rute-rute langsung, serta menghindari rute memutar yang dilakukan oleh sistem jaringan berputar 1 arah.

Prioritas 5 – Manajemen Operasional

Untuk memastikan bahwa pelayanan bus responsif terhadap perubahan permintaan penumpang dan penyampaian keinginan pengguna dalam perubahan kerangka kerja yang dibuat oleh pemerintah daerah, bus harus dioperasikan oleh perusahaan atau koperasi yang berorientasi terhadap keuntungan dan kinerja perusahaan (dalam banyak kasus : perusahaan swasta) dibawah sistem lisensi yang mendukung kompetisi.

Pelayanan dari moda transportasi yang berbeda harus diintegrasikan dengan jangkauan perpindahan moda yang mudah dan nyaman.

Langkah pertama untuk merealisasikan hal ini adalah perubahan/transisi dari angkutan

Page 7: Angkutan Umum

umum berukuran kecil (angkot) ke angkutan bus yang lebih besar, yang dioperasikan oleh perusahaan di bawah kontrak. Dampak sosial dari transisi moda ini harus dapat diatasi dengan hati-hati, karena secara sosial angkot telah menjadi sumber pendapatan dari ribuan orang di kota.

Besarnya kuantitas kepentingan pribadi, kapasitas institusi/kelembagaan yang terbatas, kurangnya keinginan berpolitik dalam menentukan tingkatan kebijakan tertentu, menjadikan sistem yang telah dibangun hanya memberikan keuntungan bagi beberapa kelompok orang saja, sementara kepentingan warga masyarakat terabaikan.

transportasi yang baru berlaku (UU 22 /2009) yang merefleksikan beberapa elemen kebijakan termasuk kebutuhan untuk memformalkan dan mengkonsolidasikan sektor bua perkotaan.

Di antara ketentuan perundangan baru tertulis bahwa kewajiban pemerintah daerah adalah untuk mengembangkan rencana transportasi yang komprehensif mencakup pelayanan bus yang berkapasitas besar.

Di antara ketentuan peraturan baru yang mewajibkan pemerintah daerah menyusun rencana transportasi yang komprehensif termasuk pelayanan bus berkapasitas besar di jalan utama kota, pelarangan operasi kendaraan pribadi di dalam jalur tetap bus (pasal 139/4) dan rute pengoperasian bus berskala kecil yang terintegrasi dengan bus berkapasitas besar. Hanya bus kelas ekonomi (didefinisikan sebagai bus non-AC) yang akan mendapatkan subsidi dari pemerintah (pasal 185). Hak operasional bus harus diberikan dengan proses yang kompetitif.

Prioritas 6 – Pengalihan Moda (Transisi)Ketentuan yang ada pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisi eksisting yang ada, karena program pengalihan moda ini belum dikembangkan.

Pengalihan moda ini diarahkan agar visi dari kebijakan dapat tercapai sesuai dengan perundang-undangan. Perubahan ini akan menghasilkan pertambahan kebutuhan terhadap pelayanan bus yang cukup besar dan tinggi, seiring dengan pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dan pergantian ke moda transportasi umum dimulai

Proses pengalihan moda ini membutuhkan banyak solusi sebagai pemecah masalah, sebagai berikut :

Page 8: Angkutan Umum

Mendefinisikan peran pemerintah (regulator) dan swasta (operator) dalam menyediakan jasa pelayanan bus

Strategi untuk mengurangi jumlah bus illegal dan minibus (angkot) illegal serta mengurangi dampak sektor paratransit

Memperkirakan besar subsidi yang dibutuhkan untuk jasa pelayanan bus Insentif terhadap operator agar lebih efektif dan bertanggung jawab

Sejumlah kota-kota di Indonesia telah meresmikan sistem bus resmi menggunakan midi-bus yang diprakarsai oleh Kementerian Perhubungan dengan sebutan “Sistem Bus Transit”.

Namun, akibat dari pengetahuan mengenai sistem tersebut kurang, maka berpengaruh terhadap performa awal mereka. Demand penumpang dan pemulihan biaya operasi umumnya masih

rendah karena adanya persaingan dengan angkot atau rute jaringan yang keluar dari rute utama angkot, sehingga sedikit sekali jumlah penumpang yang beralih ke moda bus ini. Frekuensi yang

rendah / headway yang terlalu jauh mengakibatkan kebutuhan perjalanan penumpang menggunakan bus menjadi sedikit, hal ini hanya dapat diatasi dengan menerapkan sistem

pengurangan operasi angkot seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Prioritas 7 – Kinerja Teknis

Juga terdapat beberapa masalah teknis yang dapat menghambat keberhasilan penggunaan bus sebagai sarana angkutan umum yang- jika berfungsi - akan sangat dibutuhkan kota-kota.

Desain tinggi platform pada bus seringkali menyulitkan dalam hal ketepatan pengkonstruksian tempat pemberhentian bus.

Harga sepeda motor yang murah, dengan skema cicilan dalam pembeliannya, ditambah dengan biaya operasional yang rendah, memberikan nilai saing yang sangat kuat, yaitu : sepeda motor memberikan transportasi yang lebih cepat, dan perpindahan yang langsung sampai di tempat

tujuan dibandingkan transportasi umum lain dengan rute yang telah ditetapkan serta biaya perjalanan yang dikeluarkan dirasakan lebih murah daripada moda transportasi umum lainnya.. oleh karena itu, untuk bersaing melawan sepeda motor, pelayanan bus harus lebih cepat, mudah,

dan dapat diandalkan.

Prioritas 8 – Pengaturan dan Pelaksanaan Kebijakan

Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai tujuan dari kebijakan-kebijakan yang disusun, yaitu:

mengaplikasikan kebijakan nasional ini dengan program tindakan tertentu setelah melalui konsultasi

konsep peraturan nasional yang berpengaruh terhadap ketentuan yang tercantum pada hukum (UU 22) dan tujuan kebijakan

mengembangkan standar yang sesuai untuk macam-macam tipe pelayanan bus dan minibus termasuk standar yang telah direvisi untuk sistem transit bus

Page 9: Angkutan Umum

Kota-kota akan menyusun kebijakan kota, mengusulkan strategi daerah untuk manajemen dan pengembangan transportasi umum sesuai dengan pedoman yang tersedia.

Kebijakan-kebijakan kota akan menjadi dasar dalam penyusunan rencana transportasi yang harus dibuat oleh kota sesuai dengan undang-undang transportasi yang baru (UU 22 / 2009).

BSTP akan memandu kota-kota secara efektif dan realistis mengenai prosedur perencanaan transportasi umum.

Perencanaan kota ini harus mencakup beberapa hal sebagai berikut: Peningkatan kualitas infrastruktur bus: terminal, skema prioritas bus, sistem pemantauan dan

pelacakan, sistem tiket elektronik Regulasi pengaturan yang memberikan rute yang aman sebagai bentuk performa yang

memuaskan yang disertai dengan system operasi yang kompetitif Strategi untuk mengurangi jumlah pengoperasian angkot disertai dengan penanganan dampak

sosial terhadap pengemudinya sebagai akibat dari penambahan jumlah pelayanan bus resmi, antara lain dengan menawarkan rute baru sebagai rute pengoperasian angkot

Pemberlakuan sistem manajemen permintaan transportasi (TDM) yang mana Mengarahkan demand pemilihan moda pada kendaraan umum, dimana pelayanan yang

ditawarkan sudah dapat diandalkan

Prioritas 9 – Terminal

Sudah bukan menjadi keharusan lagi untuk bus perkotaan dioperasikan antar terminal (off street), akan tetapi hal-hal seperti ini seringkali menjadi kendala dalam penentuan rute bus. Pada

umumnya, terminal berlokasi di lingkar luar kota, hal inilah yang menyebabkan jarak tempuh bus kota menjadi jauh. Melihat hal ini, dapat dikatakan bahwa untuk efisiensi yang lebih besar

dan melakukan pemulihan biaya, maka rute bus sebaiknya dioperasikan secara radial yang mana berakhir/ berterminal pusat di pusat kota. Untuk memudahkan sistem transfer/ perpindahan penumpang (moda share), maka minimal satu atau lebih terminal bus harus dibangun dalam

cakupan rute pengoperasian tersebut

Adapun pihak-pihak yang berwenang umumnya lebih memilih pembangunan terminal bus secara off-street. Pembangunan terminal ini bisa dilokasikan ditempat yang mempunyai bangkitan

perjalanan yang besar, contohnya di dekat stasiun kereta. Jika terminal bus off-street tersebut tidak tersedia, maka sistem pengoperasian bus dengan rute radial ini diperbolehkan untuk transit

atau berakhir di dalam jalur pengoperasian (on-street), yang mana keadaan ini bagaimanapun akan disertai dengan pengurangan jumlah beban kendaraan di jalan kota.

Aspek penting yang berkaitan dengan sistem pengoperasian bus adalah lokasi terminal yang tersedia harus seefektif dan seefisien mungkin dalam pemenuhan rute perjalanan penumpang,

bukan di sembarang tempat kosong yang tersedia.

Secara implisit, kebijakan pengoperasian bus ini menegaskan bahwa beroperasinya sistem bus harus mampu mengembalikan biaya pengeluaran secara keseluruhan dari keuntungan yang didapat, namun jika tidak bisa mengganti biaya secara keseluruhan, maka setidaknya biaya

Page 10: Angkutan Umum

operasional harus mampu dikembalikan

Besarnya jumlah permintaan perjalanan di kota-kota di Indonesia dan badan swasta yang mendominasi subsidi dari pengoperasian bus ini menunjukan bahwa pemulihan biaya

pengoperasian secara keseluruhan dapat dicapai, jika jaringan rute dan jadwal pengoperasian bus direncanakan secara efisien dan efektif, serta pengoperasian bus yang disediakan dapat

berkompetisi dengan moda transport lainnya, sehingga dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan dan tetap dapat menekan tarif dan biaya serendah mungkin.

Prioritas 10 – Perencanaan TerpaduBerdasarkan pada kendala – kendala utama dalam mencapai tujuan jangka pendek dari sistem

transportasi umum, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

Penawaran sistem operasional yang menarik bagi para investor yang disertai dengan keuntungan-keuntungan yang kira-kira akan didapatkan, dengan menetapkan kerangka peraturan

yang jelas dan mendukung, memberikan perspektif layanan yang dapat diandalkan untuk beroperasi di rute yang telah ditetapkan dengan system kompetisi yang baik, dengan jadwal

operasi yang jelas , dan control tarif yang baik Perencanaan rute seefektif dan seefisien mungkin, sehingga dapat terus ada, dimana dapat

ditinjau dari titik bangkitan perjalanan yang dominan. Biaya perizinan (tariff dan truktur tariff) sebagai dasar perkiraan biaya. Subsidi jika

diperlukan, sebetulnya hanya terbatas pada modal, bukan subsidi pada tariff (pengoperasian) Mengendalikan kompetisi dengan moda transport lain seperti angkot dan moda-moda publik

lain, dengan lebih menerapkan peraturan yang lebh tegas. Memberikan jangka waktu operasi yang panjang untuk operator, (3-7 tahun, tergantung pada

investasi yang ada) Penghargaan terhadap kualitas system pengoperasian dengan system tender yang kompetitif dan

prosedur yang transparan Memastikan hak pengoperasian dijamin oleh undang-undang dalam bentuk kontrak operasional

secara jelas. Mengendalikan kemacetan lalu lintas dan membuat jalur khusus untuk bus di tempat-tempat

yang mempunyai bangkitan beban kendaraan yang tinggi, sehingga pada saat kemacetan terjadi, bus tetap dapat beroperasi dengan lancer dan sesuai jadwal

Mengintegrasikan system pengoperasian angkot ke dalam skema transportasi secara terpadu, yang mana bertindak sebagai feeder

Menyediakan sarana yang memadai untuk pengembangan infrastruktur bus , seperti skema prioritas, terminal,dan tanah untuk depot

Meningkatkan kapasitas untuk perencanaan dan pengaturan secara efektif dalam system pemerintahan kota (Dishub, Bappeda, dll)

Page 11: Angkutan Umum

Prioritas 11 – Angkutan LingkunganAngkutan lingkungan (Ang-Ling) dikembangkan untuk mengatasi kebutuhan perjalanan jarak pendek, yang saat ini dirasakan sangat mahal. Ang-Ling diharapkan menjadi pengganti angkutan ojek pada wilayah tertentu. Pelayanan Ang-Ling dilakukan untuk memudahkan aksesibilitas ke/dari kawasan perumahan (Origin) dan sekitar kawasan tujuan perjalanan (Destination).

Page 12: Angkutan Umum

Ciri Pelayanan Ang-Ling adalah : Rute terjadwal, tetapi bisa berupa trayek yang fleksibel, seperti taksi atau ride-sharing Waktu Operasi : sepanjang hari Pemberhentian : sangat sering, bahkan bisa di setiap blok kawasan Jenis kendaraan :- Kecil, emisi rendah, kebisingan rendah- Dapat beroperasi di kawasan perumahan, perkampungan atau jalan arteri sekunder- Mudah melakukan naik-turun

Kendaraan dan tempat hentinya mempunyai kesan khusus yang kuat, jika pelayanannya non regular atau jarang diperlukan pelayanan yang mudah dikenal

Prioritas 12 – Otoritas Kelembagaan Sistem Transportasi

Otoritas dalam sistem transportasi adalah mencakup seluruh pemerintah kota untuk memadukan sistem transportasi secara keseluruhan, termasuk pengembangan kebijakan, peningkatan pendanaan dan pendapatan, pengembangan struktur fisik, system operasi, pemeliharaan dan manajemen transportasi. Adapun hubungan interaksi institutional dapat terlihat pada gambar D.7.

Page 13: Angkutan Umum

Dalam evolusi kelembagaan untuk angkutan umum melalui 4 tahapan seperti yang terlihat pada gambar D.8

Dari gambar D.8 untuk penerapan kepada kota besar, dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tahap-1 : Dinas Perhubungan memberikan ijin kepada operator dan melakukan pengawasan bagi operator angkutan kota yang kepemilikannya masih individu,

Tahap-2 : Tahap konsolidasi dimana Dinas Perhubungan membentuk UPTD untuk melakukan tender dan kontrak kepada operator perusahaan yang sudah terorganisir untuk mengoperasikan angkutan umum berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM)

Tahap-3 : Tahap Outsourcing, dimana Dinas Perhubungan melalui UPTD mencari perusahaan menejemen dari pihak swasta yang berkualitas (outsourcing) melaui tender dengan kontrak jangka waktu tertentu untuk mengelola dan mengatur operator angkutan umum sesuai dengan

Page 14: Angkutan Umum

standar operational procedure secara profesional sehingga dapat memaksimalkan pendapatan guna pembangunan dan peningkatan pelayanan kepada masyrakat. Perusahaan outsourcing tersebut bertanggung jawab sepenuhnya kepada Dinas perhubungan selaku pemberi kerja.

Tahap-4 : Tahap pengembangan, dimana Dinas Perhubungan dapat melakukan pengembangkan tahapan outsourcing pada tahap-3, tidak saja untuk angkutan umum, tetapi bisa untuk pengelolaan lainnya seperti TDM. Dimana setiap perusahaan menejemen outsourcing bidang pengelolaan masing-masing tersebut bertanggung jawab kepada Dinas Perhubungan

Untuk kota kecil dan kota sedang hanya dapat dilakukan sampai pada tahap 1 dan tahap 2 saja. Namun untuk jangka menengah dan panjang, apabila terjadi peningkatan terhadap demand angkutan umum yang besar, akibat pertambahan populasi yang besar sehingga sudah memenuhi persyaratan untuk dilakukan peningkatan pada tahap sistem transIt, maka untuk kelembagaan bisa sampai tahap-3 sesuai dengan perkembangannya

2. Paratransit – Angkot

1. Kondisi saat ini dan permasalahan

Paratransit (angkot) merupakan angkutan umum dengan katrakter kendaraan kecil, kepemilikan sebagian besar oleh individu, untuk melayani rute jarak pendek yang penetapannya dilakukan oleh pemerintah kota, dengan pengawasan yang masih lemah. Tarif angkot cukup rendah, namun perawatan dan investasinya juga rendah, serta kelaikan kendaraannya sering menjadi masalah. Paratransit di negara maju tidak berkembang karena layanan angkutan umumnya sudah lebih baik dan untuk memperoleh subsidi pemerintah, harus memenuhi syarat pelayanan dan penegakan hukum yang ketat . Angkot sampai saat ini masih mendominasi pelayanan angkutan perkotaan di kota-kota Indonesia. Di Jakarta pada tahun 2007, perannya mencapai hingga 70%, untuk di kota Medan mencapai 75% dan di Jayapura mencapai 90%. Masalah penyelenggaraan angkot yang ada saat ini adalah besarnya beban izin yang harus ditanggung oleh pemkot (regulatory overload) yang masih memiliki kelemahan, tidak saja dari perizinan itu sendiri melainkan juga pada mutu pengawasan yang masih rendah sehingga kepemilikan individu yang banyak menjadi semakin banyaknya pungutan liar.

Harapan dalam pengembangan angkot kedepan adalah menjadi angkutan bus terorganisir sehingga menjadi andalan angkutan umum perkotaan, melalui proses penataan dengan konsep perbaikan kebijakan yang lebih terarah, penataan struktur industri yang responsif terhadap permintaan (demand), perencanaan dan peraturan sesuai kebijakan serta peningkatan sumber daya manusia. Selanjutnya angkot dapat terus dikembangkan menjadi sistem transit yang selanjutnya menjadi BRT.

Paratransit (Angkot) biasanya melayani kategori perjalanan yang sifatnya jarak pendek, seperti perjalanan ke sekolah atau ke pasar. Angkot biasanya tidak dipakai untuk perjalanan komuter reguler ke tempat kerja. Kendati demikian, saat kualitas angkutan umum memburuk, angkot cenderung menggantikan peran angkutan umum.

Hal ini sudah mulai terjadi di banyak kota-kota di Indonesia. Oleh karena itu, masalah kebijakan

Page 15: Angkutan Umum

harus terus diupayakan untuk mengembalikan paratransit ke peran yang sebenarnya, dan mendesak diadakannya perbaikan sistim angkutan umum .Pertumbuhan jumlah angkot yang tidak terkendali di kota-kota Indonesia memberikan sumbangan besar pada kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi suara, serta penggunaan ruang publik yang besar, di mana para pejalan kaki dan mereka yang bersepeda tidak mendapatkan ruang agar bisa bergerak sebagaimana mestinya

2. Strategi Kebijakan

Prioritas 1 – Pengorganisasian

Kepemilikan angkot secara pribadi serta pengoperasian secara informal perlu dikurangi dan direorganisasi secara legal dibawah lisensi rute yang diatur oleh badan yang menyediakan jasa layanan rute tersebut. Badan pemilik jasa layanan tersebut perlu asisten manager untuk membantu pengaturan pelaksanaan manajemen angkutan umum, bahkan jika diperlukan perlu mempunyai asisten keuangan untuk lebih mempunyai perusahaan yang sejahtera dan sehat.

Prioritas 2 – FeederAngkot dianggap sebagai bagian integral dari komposisi kota, angkot-angkot ini bertindak sebagai pengumpan (feeder) untuk mengumpulkan penumpang dari daerah-daerah untuk selanjutnya terhubung dengan layanan bus/BRT/MRT.

Prioritas 3 – Terpisah “Not Interfere”Angkot mempunyai rute khusus di mana mereka tidak saling mengganggu atau bersaing dengan rute bus/BRT/MRT atau rute sesama angkot itu sendiri.

Page 16: Angkutan Umum

Prioritas 4 – “Franchising”

Badan pemilik jasa layanan angkot berwenang untuk mendesain rute sekunder dan menawarkan lisensi terhadap operator-operator angkot untuk menjalankan operasi di rute tersebut. Sebagai persyaratan, operator harus diorganisir sebagai salah satu bagian dari perusahaan dengan struktur manajemen yang aktif dan efektif. Operator yang dianggap memenuhi syarat akan mendapat izin lisensi untuk mengoperasikan angkotnya pada rute yang telah ditetapkan. Kriteria penyeleksian ini adalah dalam hal kualitas manajemen pengoperasian dan kondisi armada yang dimiliki, termasuk kinerja dan nilai tariff yang ditawarkan

Prioritas 5 – Standar Kualitas Pelayanan

a. Kualitas pelayanan dari sistem pengoperasian angkot, harus mencakup 6 hal sebagai berikut :- Frekuensi bus (headway)- Tingkat keterisian penumpang pada jam sibuk (occupancy)- Keselamatan (tingkat kecelakaan)- Informasi (ketepatan jadwal)- Keterpaduan dengan moda lain (keterpaduan layanan engan BRT dan MRT)- Ketersediaan (waktu ketersediaan moda)b. Audit secara rutin (6 bulan sekali)c. Adanya sanksi untuk pengoperasian yang tidak sesuai peraturan

Prioritas 6 – TarifTarif angkot ditetapkan sesuai dengan skala tariff yang ditentukan oleh Badan Otoritas Angkutan Umum, sedangkan perusahaan bus dapat mengajukan sendiri permohonan untuk kenaikan tarif bus namun tetap perlu adanya persetujuan dari Badan Otoritas Angkutan Umum tersebut. Untuk rute pergerakan perjalanan utama di daerah perkotaan, akan dilayani oleh angkutan bus formal.

Peraturan yang ditetapkan pada pengoperasian angkot ini terdiri dari : Tidak menyediakan pelayanan transfer antar angkot (Non-transferable), lisensi rute terbatas

Page 17: Angkutan Umum

Rute eksklusif, terpisah dari rute bus Ketetapan hanya untuk berhenti di tempat-tempat pemberhentian khusus yang telah disediakan Ketetapan untuk mengeluarkan tiket secara resmi Kualitas kendaraan yang masih dalam kondisi baik Inspeksi/pemantauan kelayakan kualitas kendaraan yang ketat

Sektor angkot ini telah terbukti sebagai sektor angkutan umum yang paling sulit untuk diatur dan dikelola secara tertib, yang mana, sejauh ini sistem kepemilikan dan pengoperasian angkot secara individu lebih menarik dan lebih menguntungkan, serta kebijakan dan penegakan hukum yang kurang tegas dan jelas.

Prioritas 7 – Dampak Sosial

Implikasi sosial dapat dikatakan sebagai transisi dari kondisi pengoperasian saat ini menuju kondisi yang tertata dan teratur. Tujuannya adalah untuk menyediakan sistem pengoperasian angkutan umum yang intensif untuk terlibat dalam sistem operasi legal di bawah lisensi rute yang jelas. Dalam hal ini perlu adanya pertanggung jawaban dalam sistem pelayanan yang ditawarkan, seperti ( kapasitas minimum dari angkot dan frekuensi pelayanannya), tetapi tetap menjamin tingkat keuntungan yang sesuai dan meadai untuk kurun waktu 3 tahun ke depan.

Angkot akan menikmati keistimewaan hak ekslusif untuk beroperasi di rute-rute spesifik untuk suatu waktu tertentu, di mana ada perlindungan dari kompetisi liar. Karena kapasitas sesuai dengan permintaan, dan angkot diberi hak untuk menentukan harga yang ekonomis, maka terbukalah perspektif yang bermanfaat secara operasional dan ekonomis untuk sistem yang diregulasi ini.

Di sisi lain, tekanan mungkin bertambah dengan adanya strategi untuk mengurangi jumlah angkot secara substansi dan menggantikannya ke sistem-sistem bus yang lebih besar dan lebih resmi karena para pengemudi angkot (yang kebanyakannyalelaki muda) akan terancam. Namun demikian, mereka masih bisa diserap oleh kebutuhan untuk pengoperasian bus

Prioritas 8 – Perubahan Menjadi Angkutan Umum Formal dan Berlisensi

Akibat adanya sistem pengurangan terhadap pengoperasian angkot dan moda angkutan umum illegal lainnya, maka dalam rangka untuk meminimalisir dampak negative pada operatornya, perlu dipahami beberapa hal sebagai berikut : Memahami sepenuhnya kepentingan dari berbagai pihak, baik itu legal dan illegal. Membangun issu politik yang dapat membantu mengatasi masalah seperti dalam hal kontrol pada transportasi massal yang harus transparan melalui sistem kontrak untuk mendapatkan hak beroperasi dan berusaha guna mengurangi adanya kesempatan untuk melakukan pengoperasian illegal Adanya penyebar luasan issue melalui media dan debat public yang dapat diprakarsai oleh lembaga-lembaga yang terkait, seperti BSTP/Departemen Perhubungan Memberikan insentif untuk mengurangi jumlah angkot

Page 18: Angkutan Umum

Prioritas 9 – Dampak Lingkungan

Selama proses transisi perpindahan moda berlangsung, tidak diberlakukan lagi system peremajaan bagi angkot yang sudah melebihi batas usia keekonomiannya dan untuk kendaraan yang masih laik jalan harus dilakukan uji emisi secara berkala dengan pengawasan pengujian dilakukan ketika memperpanjang ijin operasi (KIR) dimana mesin diesel atau pun yang menggunakan bensin lebih menguntungkan jika menggunakan CNG atau LPG, tetapi untuk mini bus yang mempunyai jangka operasi yang panjang untuk pasar, maka kota yang bersangkutan akan mendukung dan memberikan insentif untuk beroperasi.

Prioritas 10 – Manajemen Lalu Lintas

Strategi yang diharapkan dapat berhasil, untuk mengurangi jumlah pengoperasian angkot di koridor utama kota, perlu dilakukan manajemen lalu lintas kota sebagai berikut :

Adanya zona khusus bebas angkot “zona bebas angkot” – area yang dibatasi oleh rambu-rambu jalan dimana tidak boleh ada angkot yang diperbolehkan untuk pengangkutan penumpang, baik setiap waktu atau hanya waktu-waktu tertentu Adanya “zona bebas parkir angkot” – area dimana sepanjang jalan tersebut angkot dilarang untuk berhenti baik itu untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, baik setiap waktu atau hanya pada waktu-waktu tertentu. Adanya “zona berhenti khusus angkot” – atau area dimana angkot diperbolehkan berhenti baik untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, namun pemberhentiannya telah ditetapkan (halte).

Setiap alat yang digunakan sebagai acuan manajemen lalu lintas, perundang- undangan atau peraturan yang ada harus ketat untuk mendapatkan fokus dan perhatian yang lebih besar, sehingga lebih tertata dan teratur dalam pengaplikasiannya.

Undang-undang transportasi No.22/2009 memberikan penjelasan untuk bagian- bagian tersebut, seperti :

- Halte/ tempat pemberhentian penumpang (Pasal 143)- Rute operasi angkutan umum (Pasal 158)- Sistem pembayaran Tarif (Pasal 167)

Undang-undang Nasional, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah hanya berarti jika kebijakannya dapat diimplementasikan dengan ditegakkannya law in forcement yang bertanggung jawab. Hal yang paling penting adalah semua pihak bertanggung jawab dalam implementasi dan penerapan dari kebijakan dan undang-undang yang telah dibuat dengan mematuhi peraturan dengan menunjukan transparansi hukum, menjaga implementasi sesuai dengan porsi kebijakan yang telah diatur, serta proses penegakannya yang tetap konsisten.

Setiap adanya ketidak sesuaian dan penyimpangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan, maka akan berpengaruh terhadap kepercayaan dan wewenang dalam kepemimpinan

Page 19: Angkutan Umum

3. TaksiAngkutan Taksi adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus, memenuhi syarat-syarat teknis, dilengkapi dengan argometer, untuk melayani angkutan dari pintu ke pintu (door to door) dalam wilayah operasi tertentu.

a. Kondisi saat ini dan permasalahanPermasalahan dalam penyelenggaraan transportasi taksi adalah : Belum tersedianya SPM (Standar Pelayanan Minimum) sebagai alat ukur kinerja dan pelayanan taksi; Belum ada aturan yang jelas yang mengenai lisensi izin operasi taksi; Belum tersosialisasinya upaya Pemerintah dalam mengawasi tarif taksi; dan Belum adanya sistem integrasi antara moda taksi (yang berpotensi sebagai feeder) terhadap layanan angkutan umum lainnya.

Keberadaan pengoperasian taksi di Indonesia sudah cukup menyebar di beberapa kota dan provinsi, namun masih memiliki perbedaan dalam hal kualitas pelayananan dan legalitas operasionalnya. Berdasarkan data Perhubungan darat 2009, tercatat bahwa beberapa kota yang sudah mengoperasikan taksi sebagai angkutan umum dengan jumlah yang besar, seperti : Jakarta 20.642 buah armada, Jawa Barat 9.720 buah armada, Riau 2.938 buah armada, dan Bali 2.118 buah armada.

Jakarta merupakan kota yang memiliki jumlah pengoperasian Taxi yang tertinggi, dimana kualitas pelayanan taksi di Jakarta sudah mencapai taksi eksekutif seperti Blue Bird, Ratax Armada, dan Silverinda Nusabird serta sudah mencapai SPM dengan baik. Namun untuk sementara SPM taksi di Indonesia, sampai saat ini masih belum jelas dan belum ditetapkan.

b. Tujuan yang Ingin dicapai (Visi)Visi Penyelenggaraan Transportasi Taksi adalah terwujudnya moda taksi sebagai angkutan yang handal dan nyaman menyerupai kendaraan pribadi, sebagai alternatif layanan angkutan umum.

c. Strategi Mencapai tujuan Tingkat Pelayanan Taksi Pemerintah berkewajiban untuk mempertahankan atau meningkatkan tingkat pelayanan angkutan Taksi yang dievaluasi setiap tahun.

Masyarakat turut terlibat dalam menilai tingkat pelayanan transportasi taksi secara aktif maupun pasif.

Indikator pelayanan transportasi taksi meliputi : Kenyamanan (dimensi yang layak dan tersedianya pendingin ruang, sistem informasi, media audio dan visual); Keamanan (jumlah dan angka kecelakaan, terutama yang melibatkan kendaraan taksi); dan Tingkat dan kadar polusi akibat bahan bakar yang digunakan.

Page 20: Angkutan Umum

Kendala dan HambatanKendala dan hambatan dalam Penyelenggaraan Transportasi Taksi :- Prinsip keselamatan, keamanan dan kenyamanan belum sepenuhnya dipahami oleh operator dan pengemudi- Pengaturan waktu gilir (shifting) operasional taksi belum terkoordinasi dan terpantau oleh pemerintah

Evolusi TaksiProses transformasi evolusi taksi, dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Proses dari evolusi taksi seperti gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :Tahap 1 : Taksi Gelap. Taksi-taksi ini biasanya berupa taksi yang masih illegal, tidak berlicensi, kondisi tidak nyaman, non argo, dan jaminan keselamatan rendah. Taksi gelap ini untuk sementara banyak beroperasi di Bandung, Palembang, Lampung, dan Bogor.

Tahap 2 : Legalisasi dan Konsolidasi. Pada tahap ini, taksi-taksi gelap tersebut sudah lebih baik kondisinya, karena sudah memiliki bentuk perusahaan yang jelas, lebih resonsif terhadap

Page 21: Angkutan Umum

regulasi, SPM terpenuhi, sehingga kondisi keamanan dan keselamatan lebih terjamin. Taksi-taksi yang sudah berada pada tahap ini beroperasi di Medan, Semarang, Solo, dan Yogyakarta.

Tahap 3 : Deregulasi. Pada tahap ini taksi-taksi mengalami peningkatan kualitas baik itu dari segi fasilitas taksi,pelayanan taksi, tingka jaminan keamanan dan keselamatan. Taksi-taksi yang sudah pada tahap ini beroperasi di Jakarta.

Tahap 4 : Liberalisasi. Untuk sementara di Indonesia taksi pada tahap liberalisasi ini masih belum tercapai. Pada tahap ini terdapat proses kompetisi antara taksi dengan moda angkutan umum lain, sehingga tariff menurun. Tahap ini sudah dialami oleh Negara-negara maju, contohnya seperti Singapura.

Jika tiap tahap dari evolusi taksi tersebut dibuat indikator pencapaian berdasarkan pengguna, operator, dan regulator, maka ukuran pencapaiannya dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini :

Program Kerja (Time Frame)

Prioritas 1 – Standar Umum Taksi

Pengkategorian kendaraan taxi adalah berdasarkan dimensi, jumlah pintu, besar ruang bagasi, jenis bahan bakar yang digunakan, peralatan keselamatan, kenyamanan (seperti : AC, sistem informasi, tv atau radio). Kisaran standar untuk kategori kendaraan taxi dimulai dari yang kategori sederhana sampai dengan kategori mewah, akan menentukan besar tarif yang harus dibayarkan oleh penumpang, serta berpengaruh juga terhadap daerah operasi yang disetujui.Adapun kebijakan yang diatur dalam sistem operasi taxi ini adalah dalam hal :- Standar minimum untuk desain kendaraan;- Standar minimum untuk pelayanan;- Memperoleh dan memperpanjang izin operasi;- Sistem komunikasi;- Sistem operasional.

Page 22: Angkutan Umum

Prioritas 2 – Pengendalian Emisi Kendaraan

Pengoperasian taksi di pusat kota di Indonesia akan terbatas pada mereka yang mengoperasikan moda kendaraan sesuai dengan standar lingkungan yang ditetapkan, yang mana mengacu pada nilai emisi kendaraan yang dihasilkan. Untuk periode jangka panjang, kebijakan dan peraturan yang berlaku, dimungkinkan akan mendukung publikasi mengenai taxi berbahan bakar gas, namun tetap perlu adanya kesiapan dari industri untuk bisa diterima di pasar transportasi Indonesia.

Prioritas 3 – Kalibrasi (jarak dan tariff)

Kalibrasi pada taximeter ini diverifikasi secara resmi dan rutin oleh pihak otoritas yang berwenang. Taksimeter ini harus mudah dibaca terutama ketika digunakan untuk mengantarkan demand perjalanan yang mengenakan biaya tambahan dalam perjalanannya seperti tariff tol, biaya parkir, kelebihan muatan bagasi, waktu tunggu, pajak bandara atau pemesanan.

Prioritas 4 – Desain Kendaraan

Desain kendaraan untuk taksi diprioritaskan untuk lebih memperhitungkan dalam hal keselamatan, kenyamanan dan dampak terhadap lingkungan. Sebagai alternatif pelayanan transportasi umum perkotaan yang cukup eksklusif desain dari taxi tidak harus selalu aerodynamic seperti sedan pribadi pada umumnya, namun lebih mengutamakan kenyamanan dalam hal tinggi pintu dan lantai kendaraan, sehingga semaksimal mungkin memudahkan penumpang untuk naik dan juga memungkinkan tidak adanya halangan pada pandangan pengemudi dan penumpang selama berkendara.

Prioritas 5 – Sistem Komunikasi

Pada dasarnya taksi merupakan angkutan umum yang menawarkan pelayanan dan kenyamanan paling baik serta hampir mendekati tigkat kenyamanan kendaraan pribadi, karena taksi bisa dipesan melalui telepon atau internet sehingga mempunyai pilihan waktu perjalanan kapan saja, melayani perjalanan penumpang dengan sistem “door to door service”, dan menawarkan pelayanan naik dan turun penumpang disemua tempat di seluruh kota. Taksi harus dilengkapi dengan GPS untuk dapat dilacak keberadaan lokasinya. Untuk mencegah taksi berhenti di sembarang tempat seperti di tengah jalan atau di halte bus, maka penegakkan hukum secara tegas harus dapat diimplementasikan.

Prioritas 6 – Area Tunggu

Area khusus tunggu taksi perlu dilokasikan secara strategis, dimana mempunyai akses yang mudah dijangkau dari titik yang mempunyai bangkitan perjalanan yang tinggi, yang mana ketika fasilitas untuk pejalan kaki telah memadai, maka area tunggu taxi akan berada tidak jauh dari pusat area pejalan kaki ini. Pemerintah perlu mengalokasikan area tunggu taksi di pusat kota untuk memudahkan calon penumpang menemukan taksi dan juga mengurangi beban taksi yang harus berkeliling untuk menemukan penumpang.

Page 23: Angkutan Umum

Prioritas 7 – Sistem Moda Terpadu

Taksi mempunyai peranan yang penting sebagai pengumpan (feeder) bagi layanan angkutan umum lainnya, karena taksi ini menawarkan sistem antar jemput yang dapat memenuhi perjalanan dari asal sampai tujuan akhir perjalanan, atau sampai pada pemberhentian untuk pindah ke moda berikutnya, tergantung pada pesanan dari penumpang itu sendiri. Akan ada sistem operasi pengisian dan penurunan penumpang di tempat yang paling nyaman dan mempunyai akses yang mudah untuk menuju stasiun BRT atau MRT terdekat serta stasiun kereta api dan terminal bis.

Prioritas 8 – Lisensi Izin Operasi

Lisensi izin operasi bagi pengemudi taksi, berbeda dengan lisensi izin biasa. Pengemudi taksi harus memiliki lisensi khusus untuk dapat beroperasi. Untuk mendapatkan lisensi khusus ini (tidak dapat dipindah tangankan) harus melewati ujian dan juga mengikuti uji keahlian dalam hal :- Dapat menghemat energi dan tahan untuk mengemudi- Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan radio- Mempunyai pengetahuan yang baik tentang rute utama jalan kota, tempat-tempat menarik dan kritis, serta rute tercepat dan ternyaman untuk sampai ke sana- Sehat jasmani dan rohani

Prioritas 9 – Sistem PembayaranSistem pembayaran pada taksi, selain dapat menggunakan fasilitas kartu tunai atau kartu kredit, akan tersedia juga fasilitas pembayaran dengan menggunakan kartu prabayar elektronik, yang mana pada saat yang sama berlaku juga untuk jaringan transportasi umum yang lain, sehingga pembayaran tarif untuk semua mode transportasi dapat dilakukan dengan waktu singkat, sehingga sistem pembayaran akan lebih singkat dan mempunyai daya tarik yang lebih kuat untuk mendorong para pelaku perjalanan untuk menggunakan moda angkutan umum.

4. Ojeka. Masalah dan Harapan

Ojek memainkan peranan penting dalam melayani sistem transportasi di perkotaan di Indonesia karena kemampuannya mengisi gap integrasi moda transport dan kebutuhan perjalanan jarak pendek. Fenomena ojek secara dramatis dimulai sejak awal abad 21, muncul sebagai akibat tingginya tingkat pengangguran di perkotaan, terutama sejak krisis moneter 1998. Ojek dominan digunakan sebagai moda transportasi antara, sebelum masuk ke angkutan umum utama (Bus, KA) sebanyak 24% (Bandung)- 37% (Bukittinggi) dan sesudahkeluar angkutan umum utama sebanyak 21% (Bandung)- 45% (Bukittinggi).

Masalah utama ojek adalah rendahnya standar pelayanan (keamanan, keselamatan, tarif) yang diberikan kepada pengguna. Ojek sampai sekarang tidak memiliki ketentuan yang mengatur dalam bentuk regulasi pemerintah, tentang kebutuhan perjalanan. Jika disebut angkutan “terlarang” ternyata ojek dibiarkan tumbuh. Jika disebut angkutan “khusus” ternyata tidak diatur dalam UU 22/2009 maupun PP terkait.

Page 24: Angkutan Umum

Pengembangan jaringan jalan lingkungan yang sangat terbatas, karena geometrik jalan yang sempit (jalan perumahan atau jalan lingkungan dengan lebar <5m), jalan yang rusak (kondisi kerusakan yang tidak segera mendapat perhatian), kemacetan yang tinggi (ojek akan menggunakan badan jalan atau trotoar atau menggunakan arus berlawanan arah), akan mendorong orang menggunakan ojek daripada kendaraan pribadi atau angkutan umum. Keberadaan angkutan umum yang tidak responsif (frekuensi terbatas, rute berputar-putar, perjalanan lambat dan tidak masuk pada jalan-jalan lingkungan) akan menyebabkan ojek akan terus berkembang. Ojek hendaknya dikurangi secara terarah sehingga keberadaannya dapat dihilangkan, dengan persyaratan terjaminnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan tersedianya angkutan umum yang memadai sesuai karakteristik kebutuhan pengguna ojek saat ini. b. Strategi dan Kebijakan Pemerintah harus melakukan inisiatif memperbaiki sistem angkutan ojek dengan cara: - Kebijakan 1) Membatasi penggunaan ojek, dengan meningkatkan sistem feeder angkutan umum berbasis angkutan kawasan tertentu (AKT) yang frekuensi pelayanannya tinggi, cepat dan berbiaya murah, dengan kapasitas angkut lebih besar dari ojek. 2) Melakukan peningkatan sistem pelayanan minimal angkutan umum, melalui perbaikan sistem feeder angkutan umum. 3) Mengatur pentarif-an dengan menetapkan formula tarif ojek dan menyusun mekanisme batas atas dan batas bawah sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat. 4) Melakukan perbaikan prasarana jalan, khususnya perbaikan kualiktas disertai dengan pelebaran jalan lingkungan, sehingga akses angkutan umum dapat menjangkau wilayah yang lebih luas - Perundang-Undangan Penyusunan UU tentang Sepeda Motor, termasuk didalamnya mengenai operasional angkutan umum berbasis sepeda motor (ojek). Refer: Dhaka Urban Transport Policy (2005), maka: “The Government will undertake a review of the Motor Vehicle Act and will revise it to change the method of licensing and fitness testing of ojek so that both drivers and vehicles will require to pass Government prescribed regulations before being permitted to operate”. - Pengawasan 1) Meningkatkan kemampuan institusional Dinas Perhubungan dalam bidang monitoring angkutan umum. 2) Mengembangkan teknologi sistem pengawasan angkutan umum. 3) Melakukan pelatihan pengemudi ojek untuk dikader menjadi pengemudi yang baik dan siap diberdayakan sebagai pengemudi angkutan kawasan tertentu (AKT) 4) Membangun pangkalan strategis dengan bantuan pemerintah daerah, yang difungsikan bagi pangkalan angkutan kawasan tertentu, sebagai substitusi ojek - Tahapan Perubahan dari kondisi ojek saat ini menjadi kondisi dimana ojek dapat dihilangkan dibutuhkan proses tahapan sebagai berikut : Tahap 1 - Kondisi saat ini, dimana pelayanan ojek tidak nyaman, informal, keselamatan rendah. Tahap 2 - Legalisasi dan Konsolidasi, dimana operasional ojek dilakukan dalam bentuk perbaikan manajemen dalam bentuk pengelolaan berbasis perusahaan, sehingga harus responsif terhadap regulasi dan pelayanan keamanan menjadi lebih terjamin. Tahap 3 - Reduksi Signifikan, dimana

Page 25: Angkutan Umum

jumlah ojek berkurang karena perkembangan angkutan massal yang berdaya jangkau luas, kualitas bagus, kompetitif dan terpadu dengan moda transportasi angkutan umum lainnya. Tahap 4 - ojek menghilang, dimana proses persaingan berlangsung secara kompetitif, karena kalahnya ojek dalam persaingan dengan moda lain yang lebih cepat, daya jangkau door-to-door, murah dan nyaman

5. Bus Rapid Transit (BRT)

a. Kondisi dan Permasalahan

Bus merupakan alat transportasi massal yang paling banyak digunakan di belahan dunia, namun saat ini keberadaannya tidak selalu mendorong keinginan masyarakat untuk menggunakannya. Untuk situasi di Indonesia, hal ini cenderung diakibatkan oleh pelayanannya yang tidak dapat diandalkan, tidak nyaman dan tidak aman.

BRT (Bis Angkutan Cepat) bisa memberikan suatu alternatif layanan terjangkau di kota-kota dan perkotaan yang memiliki koridor demand yang tinggi. Tujuan dari pengembangan BRT di kota-kota di Indonesia yaitu untuk memindahkan angkutan pribadi dengan angkutan massal yang cepat, berkualitas tinggi, aman, efisiensi dan murah, dan yang paling penting bukan memindahkan kendaraannya. Penerapan BRT sudah dimulai dengan beroperasinya sistem TransJakarta sejak tahun 2004 dengan menerapkan prinsip lessons learned dari kota-kota BRT di dunia dan sudah saat ini mencapai kapasitas ± 8.000 penumpang/jam/koridor. Jumlah ini masih terbilang sangat rendah dibandingkan kesuksesan penerapan BRT di negara lain seperti di kota Bogota. Hal ini lebih disebabkan oleh kemampuan institusional yang belum maksimal. Beberapa kota di Indonesia juga sudah mulai bertahap menuju ke sistem BRT walaupun saat ini masih beroperasi dengan status “system transit”. (lihat pendahuluan angkutan umum).

Visi kedepan diharapkan sistem BRT ini dapat menjadi tulang punggung masyarakat perkotaan khususnya di kota-kota metropolitan dan kota-kota besar. Selain itu setidaknya pada tahun 2030 ada 6 kota di Indonesia yang mampu merencanakan, mengoperasikan dan memelihara sistem BRT berkelas dunia.

Page 26: Angkutan Umum

Gambar diatas memberikan spectrum evolusi angkutan umum dari sistem tradisional informal transit service (angkot) ke arah BRT yang sepenuhnya. Dimanakah posisi kota-kota Indonesia saat ini dan mau dibawa sampai ke tahap manakah?

b. Strategi dan Solusi

Strategi menuju kesuksesan pengelolaan BRT sejalan dengan pengelolaan bis yaitu melalui 4 pilar :

1. Kebijakan yang terarah, tujuan dan strategi pencapaian yang realistis2. Struktur sektor angkutan yang patuh terhadap peraturan dan mampu dalam menyediakan layanan yang responsif terhadap permintaan3. Kerangka perencanaan dan peraturan yang mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan4. Adanya perencanana dan regulator yang handal

Proses perencanaan BRT yang terarah secara logis dapat dicapai dalam waktu 12-18 bulan dan bisa dikategorikan dalam delapan tahap . Pada gambar D.17 dan D.18 merangkum keseluruhan

Page 27: Angkutan Umum

tahap tersebut. Namun dari semua tahapan tersebut kunci utamanya yaitu berada di political leadership, tanpa adanya kemauan politik yang kuat dari pemimpin maka akan sulit untuk memenangkan dukungan publik.

Prinsip-prinsip penting terkait dengan pengembangan BRT:

• Biaya operasional bebas subsidi• Penentuan koridor tidak saja hanya berdasarkan jumlah populasi dan luas suatu kota, namun berdasarkan :a. analisis demand dikoridor tersebut b. meminimalkan jarak perjalanan dan waktu perjalanan bagi segmen populasi terbesar c. dalam beberapa jalur awal hendaknya dikembangkan di kawasan masyarakat menengah ke bawah yang memeprlihatkan BRT sebagai daya tarik bagi pembangunan yang positifd. pengembangan koridor seluruh kota (city wide) yang akan menstimulasi dukungan politike. Rasio pegawai dan bis harus efisienf. Integrasi yang didukung oleh feeder dan moda transportasi lainnyag. Sistem control terpusat dengan derakat manajemen dan control sistem yang tinggi

Page 28: Angkutan Umum

Adapun kendala yang secara umum yang sering dihadapi di lapangan meliputi :(1) Kemauan politik;(2) Informasi;(3) Kemampuan institutional;(4) Kemampuan teknis;(5) Pembiayaan (financing);(6) Keterbatasan geografis/fisik.

c. Action Plan

Gambar D.19 berikut ini mengilustrasikan proses perencanaan BRT dari awal sampai akhir dalam waktu hingga 18 bulan

6. Kereta Api Perkotaan

a. Kondisi Eksisting dan Target

Kereta api (KA) menjadi moda transportasi darat utama sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945, namun perannya semkin menurun. Panjang jaringan jalan KA 7.583 km tetapi 2.500 km diantaranya telah ditutup. Pelayanan KA penumpang hanay berada di pulau Jawa dan Sumatera, dengan komposisi kelas eksekutif 15%, bisnis 27% dan ekonomi 59%. KA perkotaan dilayani dengan KA komuter dan hanya tersedia di kota-kota metropolitan Jakarta (Jabodetabek), Bandung (Bandung Raya), Surabaya (Gerbang Kartosusilo) dan Semarang (Kedungsepur). Peran KA perkotaan masih sangat kecil, dimana untuk wilayah Jabodetabek jumlah pengguna

Page 29: Angkutan Umum

perjalanan KA baru mencapai 2-3% dari total perjalanan orang per hari.

Target yang diharapkan dalam pengembangan KA Perkotaan adalah pengembangan MRT berbasis rel (subway dan elevated) yang dapat melayani seluruh kota metropolitan, sehingga menjangkau kota Medan, Palembang dan Makassar pada tahun 2030. KA perkotaan yang ada saat ini ditingkatkan kemampuannya sehingga dapat melayani dengan headway 3 menit per arah pada jam-jam puncak. Koridor BRT di wilayah kota metropolitan yang potensial, berkembang pesat dan lahannya mencukupi dapat dikonversikan menajdi KA Perkotaan.

Strategi

Agar di kota-kota metropolitan di Indonesia, KA Perkotaan menjadi pilihan utama, diperlukan strategi yang jelas dalam kurun 20 tahun kedepan, sebagai berikut :Prioritas 1- AksesibilitasUntuk sebagian besar warga masyarakat, bus bukanlah pilihan utama mereka untuk melakukan transportasi, karena hal itu di daerah pusat kota harus disediakan akses pejalan kaki yang menarik menuju stasiun KA Perkotaan yang berada tidak lebih dari1 km dari pusat kota. Akses bagi pejalan kaki ini dapat dilalui dengan waktu kurang dari 10 menit.Prioritas 2- Pengembangan Lahan KomersialBisnis di sekitar stasiun kemudian ditingkatkan seiring dengan kembalinya ruang publik sebagai akibat dari menurunnya jumlah kendaraan pribadi, sehingga para penumpang dapat menikmati kehidupan perkotaan sebelum ataupun sesudah menaiki kereta.

Prioritas 3- JaringanKota-kota dengan ukuran cukup luas disarankan untuk membangun jaringan sistem MRT yang menjangkau daerah CBD dan menghubungkan permintaan komuter yang bertambah.Dengan semakin luas dan padatnya jaringan yang dibangun, maka akan menjadi pilihan transit yang menarik, tidak hanya jumlah penumpang yang bertambah, tetapi juga penambahan jumlah penumpang per kilometer. Hal ini diharapkan dapat membuat keuntungan dari sisi penjualan

Page 30: Angkutan Umum

tiket.Priroitas 4- Efisiensi InvestasiKebutuhan investasi ditentukan oleh permintaan penumpang dengan sejumlah investasi yang mampu dikeluarkan oleh kota.Kebutuhan investasi yang besar tidak sanggup dipikul oleh anggaran belanja kota sendiri, sehingga memerlukan dukungan dari anggaran dari Pemerintah Pusat, serta sektor swasta, termasuk perbankan.Dengan sejumlah pendanaan diserap oleh sektor penelitian dan pengembangan, desain dan perencanaan seperti juga desain rolling stocks, terdapat potensi yang cukup besar untuk mengurangi biaya per unit / km jika sistem dimultiplikasi di dalam kota atau di antara beberapa kota (termasuk permintaan ke luar).Prioritas 5- KelembagaanBSTP di bawah Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan pemerintah kota mengambil peran untuk berkoordinasi yang berhubungan dengan persoalan teknis (BPPT, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, dll), keuangan (Kementerian Keuangan), dan perencanaan (Bappenas) juga konstruksi (Kementerian Pekerjaan Umum).Prioritas 6- IntegrasiJalur kereta komuter yang sudah ada maupun yang sedang dibangun (seperti MRT Jakarta) ataupun yang baru setengah dibangun (Jakarta Monorel), harus diintegrasikan dengan jaringan, dengan moda yang sudah ada meningkatkan kapasitasnya dan membuat jalur langsung menuju stasiunnya, struktur monorel digunakan ulang untuk struktur yang memiliki elevasi lebih tinggi untuk jaringan mass rapid transit yang lebih luas.

Page 31: Angkutan Umum

Terminal Penumpang dan Sistem Jaringan Angkutan Umum..

TERMINAL

Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang terpadu. Untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib maka ditempat-tempat tertentu perlu dibangun dan diselenggarakan terminal.

DEFINISI TERMINAL

Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan:

1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum.2. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas.

3. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang.

4. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota.

FUNGSI TERMINAL

Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995. Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau kendaraan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir kendaraan pribadi.

2. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan manajemen lalu lintas untuk menata lalulintas dan angkutan serta menghindari dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai pengendali kendaraan umum.

3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah pengaturan operasi bus, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai fasilitas pangkalan.

JENIS TERMINAL

Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal dibedakan berdasarkan jenis angkutan, menjadi:

1. Terminal Penumpang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.

2. Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi.

Page 32: Angkutan Umum

KETENTUAN MENGENAI TERMINAL ANGKUTAN PENUMPANG

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 31/1995, Terminal penumpang berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi:

1. Terminal Penumpang Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.

2. Terminal Penumpang Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan.

3. Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.

Persyaratan Lokasi terminal

Penentuan lokasi terminal penumpang harus memperhatikan:

rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan.

rencana umum tata ruang

kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal

keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda.

kondisi topografi, lokasi terminal.

kelestarian lingkungan.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe A

Terletak di Ibukota Propinsi, Kotamadya atau Kabupaten dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara.

Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA.

Jarak antara dua terminal penumpang Tipe A sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya.

Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurang-kurangnya berjarak 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter di pulau lainnya.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan dalam jaringan trayek angkutan kota dalam propinsi. Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB.

Jarak antara dua terminal penumpang Tipe B atau dengan terminal tipe A sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau lainnya.

Page 33: Angkutan Umum

Tersedia luas lahan sekuarng-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 ha di pulau lainnya.

Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurang-kurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter di pulau lainnya.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe C

Terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan dalam jaringan trayek angkutan pedesaan..

Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi IIIA. Tersedia lahan yang sesuai dengan permintaan angkutan.

Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.

Kriteria Pembangunan Terminal

Pembangunan terminal dilengkapi dengan:

Rancang bangun terminal Analisis dampak lalu lintas

Analisis mengenai dampak lingkungan

Dalam rancang bangun terminal penumpang harus memperhatikan:

Fasilitas penumpang yang disyaratkan. Pembatasan yang jelas antara lingkungan kerja terminal dengan lokasi peruntukkan lainnya,

misalnya pertokoan, perkantoran, sekolah dan sebagainya.

Pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam terminal.

Pemisahan yang jelas antara jalur angkutan antar kota antar propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal.

Kriteria Perencanaan Terminal

1. Sirkulasi lalu lintas

Jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar, dan dapat bergerak dengan mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang kendaraan umum harus terpisah dengan keluar masuk kendaraan.

Kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang tidak perlu. Sistem sirkulasi kendaraan di dalam terminal ditentukan berdasarkan:

Jumlah arah perjalanan

Page 34: Angkutan Umum

Frekuensi perjalanan

Waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang

Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan jalur bus/kendaraan dalam kota dengan jalur bus angkutan antar kota.

Fasilitas utama terminal yang terdiri dari:

jalur pemberangkatan kendaraan umum jalur kedatangan kendaraan umum

tempat tunggu kendaraan umum

tempat istirahat sementara kendaraan umum

bangunan kantor terminal

tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, yang memuat petunjuk jurusan, tarif, dan jadwal perjalanan, pelataran parkir kendaraan pengantar dan taksi.

kamar kecil/toilet

musholla

kios/kantin

ruang pengobatan

ruang infromasi dan pengaduan telepon umum

tempat penitipan barang

Taman.

Kegiatan sirkulasi penumpang, pengantar, penjemput, sirkulasi barang dan pengelola terminal.

Macam tujuan dan jumlah trayek, motivasi perjalanan, kebiasaan penumpang dan fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian terminal antara lain:

1. Turun naik penumpang dan parkir bus harus tidak mengganggu kelancaran sirkulasi bus dan dengan memperhatikan keamanan penumpang.

2. Luas bangunan ditentukan menurut kebutuhan pada jam puncak berdasarkan kegiatan adalah:

3. Tata ruang dalam dan luar bangunan terminal harus memberikan kesan yang nyaman dan akrab.

Luas pelataran parkir terminal tersebut di atas ditentukan berdasarkan kebutuhan pada jam puncak berdasarkan:

Page 35: Angkutan Umum

Frekuensi keluar masuk kendaraan Kecepatan waktu naik/turun penumpang

Kecepatan waktu bongkar/muat barang

Banyaknya jurusan yang perlu di tampung dalam sistem jalur

Sistem parkir kendaraan di dalam terminal harus ditata sedemikian rupa sehingga rasa aman, mudah dicapai, lancar dan tertib. Ada beberapa jenis sistem tipe dasar pengaturan platform, teluk dan parkir adalah:

Membujur, dengan platform yang membujur bus memasuki teluk pada ujung yang satu dan berangkat pada ujung yang lain. Ada tiga jenis yang dapat digunakan dalam pengaturan membujur yaitu satu jalur, dua jalur, dan shallow saw tooth.

Tegak lurus, teluk tegak lurus bus-bus diparkir dengan muka menghadap ke platform, maju memasuki teluk dan berbalik keluar. Ada beberapa jenis teluk tegak lurus ini yaitu tegak lurus terhadap platform dan membentuk sudut dengan platform.

Alternatif standar terminal

Terminal penumpang berdasarkan tingkat pelayanan yang dinyatakan dengan jumlah arus minimum kendaraan per satu satuan waktu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Terminal tipe A 50 -100 kendaraan/jam Terminal tipe B 25 – 50 kendaraan /jam

Terminal tipe C 25 kendaraan/jam

Persyaratan teknis, luas, akses dan pejabat penentu lokasi pembangunan terminal

Luas terminal penumpang

Untuk masing-masing tipe terminal memiliki luas berbeda, tergantung wilayah dan tipenya, dengan ketentuan ukuran minimal:

Untuk terminal tipe A di pulau Jawa dan Sumatra seluas 5 Ha, dan di pulau lainnya seluas 3 Ha. Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa dan Sumatra seluas 3 Ha, dan dipulau lainnya

seluas 2 Ha.

Untuk terminal tipe C tergantung kebutuhan.

Akses

Akses jalan masuk dari jalan umum ke terminal, berjarak minimal:

Untuk terminal tipe A di pulau Jawa 100 m dan di pulau lainnya 50 m, Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa 50 m dan di pulau lainnya 30 m,

Page 36: Angkutan Umum

Untuk terminal penumpang tipe C sesuai dengan kebutuhan.

Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi dan letak terminal penumpang dilaksanakan oleh:

Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, untuk Terminal penumpang Tipe A,

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal, untuk terminal penumpang tipe B,

Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya daerah Tingkat II setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terminal penumpang tipe C.

Daerah kewenangan/pengelolaan terminal

Daerah kewenangan/pengelolaan terminal terdiri dari:

Daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang diperuntukkan untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal,

Daerah pengawasan terminal, adalah daerah di luar daerah lingkungan kerja terminal yang diawasi oleh petugas terminal untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas di sekitar terminal.

Penyelenggaraan terminal penumpang

Penyelenggaraan terminal penumpang meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan, dan penertiban terminal. Kewenangan pengelolaan terminal berada pada Pemerintah Daerah Tingkat II dengan Dinas LLAJ sebagai penyelenggaraannya, sedang Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagai pembinanya.

Pengelolaan terminal

Pengelolaan terminal penumpang yang harus dilakukan adalah meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengoperasian terminal.

Perencanaan

Kegiatan perencanaan terminal meliputi:

penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan, penataan fasilitas penumpang,

penataan fasilitas penunjang terminal,

penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal,

penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan,

Page 37: Angkutan Umum

penyusunan jadwal perjalanan berdasarkn kartu pengawasan,

pengaturan jadwal petugas di terminal,

evaluasi sistem pengoperasian terminal.

Pelaksanaan Pengoperasian Terminal

Kegiatan pelaksanaan pengoperasian terminal penumpang meliputi:

pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam terminal, pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadwal yang telah ditetapkan,

pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang,

pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum kepada penumpang,

pengaturan arus lalu lintas did aerah pengawasan terminal.

Pengawasan Pengoperasian Terminal

Kegiatan pengawasan pengoperasian, terminal penumpang meliputi:

pemantauan pelaksanaan tarif, pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan,

pemeriksaan kendaraan yang secara jelas tidak memenuhi kelaikan jalan,

pemeriksaan batas kapasitas muatan yang diijinkan,

pemeriksaan pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan,

pencatatan dan pelaporan pelanggaran yang terjadi,

pemeriksaan kewajiban pengusaha angkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

pemantauan pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan peruntukkannya,

pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat.

Pemeliharaan Terminal

Terminal penumpang harus senantiasa dipelihara sebaik-baiknya untuk menjamin agar terminal tetap bersih, teratur, tertib, rapi serta berfungsi sebagaimana mestinya. Pemeliharaan terminal meliputi:

menjaga kebersihan bangunan beserta perbaikannya, menjaga kebersihan pelataran terminal, perawatan tanda-tanda dan perkerasan pelataran,

Page 38: Angkutan Umum

merawat saluran-saluran air yang ada,

merawat instalasi listrik dan lampu-lampu penerangan,

menjaga dan merawat alat komunikasi,

menyediakan dan merawat sistem hidrant atau alat pemadam kebakaran lainnya yang siap pakai.

Untuk keperluan pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud diatas, harus dialokasikan anggaran pemeliharaan terminal.

TIPOLOGI TERMINAL

Secara tabelaris tipologi terminal dapat disarikan menjadi sebagai berikut:

Tabel…………… tipologi terminal

Ketentuan TIPE A TIPE B TIPE C

Fungsi Terminal (KM 31 TH 1995) pasal 2

Melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan

Melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan

Melayani angkutan pedesaan

Fasilitas Terminal (KM 31 TH 1995) pasal 3

(a) jalur pemberangkatan dan kedatangan

(b)        tempat parkir

(c)        kantor terminal

(d)        tempat tunggu

(e)        menara pengawas

(f)         loket penjualan karcis

(g)        rambu-rambu dan papan informasi

(h)        pelataran parkir pengantar atau taksi

(a) jalur pemberangkatan dan kedatangan

(b)     tempat parkir

(c)     kantor terminal

(d)     tempat tunggu

(e)     menara pengawas

(f)      loket penjualan karcis

(g)     rambu-rambu

(a) jalur pemberangkatan dan kedatangan

(b)     kantor terminal

(c)     tempat tunggu

(d)     rambu-rambu dan papan informasi

Page 39: Angkutan Umum

dan papan informasi

(h)     pelataran parkir pengantar atau taksi

Lokasi Terminal (KM 31 TH 1995) pasal 11, 12, dan 13

1) terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara

2)       terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA

3)       jarak antar dua terminal penumpang tipe Aekurang-kurangnya 20 KM di Pulau Jawa

4)       Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha

5)       Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m

1) terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam propinsi.

2)       terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB

3)       jarak antar dua terminal penumpang tipe A

4)       Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 3 ha

5)       Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 m

1) terletak di dalam wilayah kabupaten Dati II dan dalam trayek pedesaan.

2)       terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III C

3)       luas lahan yang tersedia sesuai dengan permintaan angkutan

4)       mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal sesuai dengan kebutuhan

Instansi Penetap Lokasi Terminal (KM 31 TH 1995) pasal 14

Dirjend HubDar mendengar pendapat Gubernur dan Kepala Kanwil DepHub setempat

Gubernur setelah mendengar pendapat dan Kepala Kanwil DepHub dan mendapat persetujuan dari Dirjend

Bupati setelah mendengar pendapat dan Kepala Kanwil DepHub dan mendapat persetujuan dari Gubernur

Ketentuan TIPE A TIPE B TIPE C

Penyelenggara Terminal (KM 31 TH 1995) Pasal 17

Direktorat Jenderal Gubernur Bupati

Page 40: Angkutan Umum

SISTEM JARINGAN ANGKUTAN UMUM

Untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kebutuhan angkutan dibutuhkan fasilitas jaringan angkutan yang saling menghubungkan antara wilayah kota, pemukiman, daerah komersil dan rekreasi. Sasaran umum kebijaksanaan pemerintahan di dalam lalu lintas dan angkutan umum adalah untuk menciptakan suatu sistem transportasi sehingga mobilitas orang dan barang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan dapat memenuhi kebutuhan sosial, perniagaan dan rekreasi.

Jika kita tinjau sistem angkutan umum dari suatu daerah perkotaan secara keseluruhan, kita akan dapatkan bahwa dalam sistem yang kita amati akan terdapat sekumpulan rute-rute individual yang satu dengan lainnya membentuk suatu jaringan rute. Selain itu, dalam sistem yang kita amati tersebut, akan terdapat juga titik-titik perhentian, terminal dan prasarana tambahan lainnya. Jadi di sini, yang dimaksud dengan jaringan rute angkutan umum adalah sekumpulan lintasan rute individual, sekumpulan titik-titik perhentian dan beberapa terminal yang membentuk sistem prasarana angkutan umum secara keseluruhan.

Ditinjau dari sistem pengoperasian angkutan umum, suatu jaringan rute adalah sekumpulan lintasan rute, titik-titik perhentian dan terminal yang memungkinkan terjadinya pergerakan penumpang secara aman, efisien dan efektif. Kondisi ideal seperti inilah biasanya yang menjadi acuan dalam menciptakan ataupun merencanakan suatu jaringan rute.

Sistem jaringan rute yang ada dalam suatu perkotaan biasanya dapat dibagi menjadi (2) dua kelompok, yaitu:

1)      jaringan rute yang terbentuk secara evolutif yang pembentukannya dimulai oleh pihak-pihak pengelola individu secara sendiri-sendiri,

2)      jaringan rute yang terbentuk simultan secara menyeluruh, yakni pembentukannya dilakukan oleh pengelola angkutan uumum yang besar (swasta ataupun milik pemerintah) ataupun oleh sekelompok pengelola individual secara simultan dan bersama-sama.

Pada kelompok yang pertama, pembentukkan jaringan rute benar-benar tidak terkoordinasi, karena sistem tumbuh secara parsial. Masing-masing lintasan rute terbentuk karena keinginan pengguna jasa (penumpang) ataupun karena keinginan pihak pengelola. Akibatnya keterkaitan antar rute menjadi lemah. Lintasan rute hanya terkonsentrasi pada jalan-jalan arteri yang secara geometrik mempunyai kapasitas lalu lintas yang besar dan juga mempunyai potensi demand yang tinggi.

Pada daerah-daerah lain jarang dijumpai rute angkutan umum. Akibatnya tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap angkutan umum sangatlah tidak merata. Ada beberapa daerah tertentu yang dijumpai kemudahan yang tinggi untuk menggunakan angkutan umum dan di daerah-daerah lain yang mempunyai tingkat kemudahan yang rendah terhadap penggunaan angkutan umum. Secara keseluruhan sistem rute menjadi tidak efektif dan efisien.

Page 41: Angkutan Umum

Pada kelompok yang kedua, di lain pihak, karena pembentukannya secara simultan dan dilakukan oleh pengelola skala besar  ataupun sekelompok pengelola individual, maka jaringan  rute yang terbentuk biasanya merupakan jaringan rute yang komprehensif dan integral. Hal ini dimungkinkan karena pembentukan yang secara simultan ini biasanya didahului dengan perencanaan yang matang dan komprehensif. Dalam jaringan rute seperti ini, keterkaitan antar individual rute sangatlah kentara, sehingga penumpang dengan mudah dapat menggunakan sistem jaringan rute yang ada untuk kepentingan mobilitas mereka. Selain itu, pembentukan jaringan rute secara keseluruhan biasanya didasarkan pada kondisi tata guna tanah secara keseluruhan biasanya didasarkan pada kondisi tata guna tanah secara keseluruhan pula. Semua potensi pergerakan betul-betul diantisipasi sedemikian rupa sehingga tingkat aksesibilitas setiap daerah perkotaan cukup merata. Orang dengan mudah menggunakan angkutan umum dimanapun dia berada untuk tujuan kemanapun yang diinginkan. Dengan demikian, secara keseluruhan, sistem jaringan rute angkutan umum menjadi efektif dan efisien.

TRAYEK ANGKUTAN UMUM

DEFINISI TRAYEKUntuk mengisi kebutuhan terhadap permintaan angkutan dengan pelayanan angkutan umum maka dibentuk disusun trayek sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut, yang merupakan trayek yang sudah ada, perpanjangan, modifikasi rute serta rute-rute baru.

JARINGAN TRAYEK

Berdasarkan, Pedoman Teknis Ditjen HubDar, 1996, Jaringan trayek adalah  kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang.

Faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek adalah sebagai berikut:

1. Pola tata guna lahan, pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesibilitas yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna tanah dengan potensi permintaan yang tinggi.

2. Pola pergerakan penumpang angkutan umum, rute angkutan yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang.

3. Kepadatan penduduk, salah satu faktor yang menjadi prioritas pelayanan angkutan umum adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi.

4. Daerah pelayanan, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada.

5. Karakteristik jaringan jalan, kondisi jaringan jalan, kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum.

Berdasarkan ciri pelayanannya dan kawasan yang dihubungkan trayek terbagi atas:

Page 42: Angkutan Umum

1. Trayek utama melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan kawasan pendukung dengan ciri-ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal

2. Trayek cabang melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan kawasan pemukiman

3. Trayek Ranting melayani angkutan dalam kawasan pemukiman

4. Trayek Langsung melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan langsung

Hubungan antara klasifikasi trayek dan jenis pelayanan/jenis angkutan dapat dilihat pada tabel berikut (berdasarkan, Pedoman Teknis Ditjen Hubdar, 1996).

Tabel : Klasifikasi Trayek Menurut Jenis Pelayanan dan Jenis Angkutan

Klasifikasi

Trayek

Jenis

Pelayanan

Jenis Angkutan Kapasitas Penumpang Per

Hari/KendaraanUtama - Cepat

-    Lambat

- Bus besar (lantai ganda)

-          Bus sedang (lantai tunggal)

-          Bus sedang

1.500 – 1.800

1.000 – 1.200

500 – 600

Cabang - Cepat

- Lambat

- Bus besar

-          Bus sedang

-      Bus kecil

1.000 – 1.200

500 – 600

300 – 400Ranting - Lambat - Bus sedang

-          Bus kecil

-          MPU*)

500 – 600

300 – 400

250 – 300Langsung - Cepat - Bus besar

-          Bus sedang

-      Bus kecil

1.000 – 1.200

500 – 600

300 – 400

*) mobil penumpang umum

Penentuan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek secara umum dapat dilihat pada tabel berikut

Page 43: Angkutan Umum

Tabel  : Jenis Angkutan Menurut Ukuran Kota

Ukuran Kota

Klasifi-             kasi Trayek

Kota Raya

>1.000.000

Penduduk

Kota Besar

500.000-1.000.000

Penduduk

Kota Sedang

100.000-500.000

Penduduk

Kota Kecil

<100.000

Penduduk

Utama - KA

-     Bus besar (SD/DD)

- Bus besar - Bus besar/sedang - Bus sedang

Cabang - Bus besar

Sedang

- Bus sedang - Bus sedang/kecil - Bus kecil

Ranting - Bus Sedang/kecil

- Bus kecil - MPU*) - MPU*)

Langsung - Bus besar - Bus besar - Bus sedang - Bus sedang

*) mobil penumpang umum

Tabel . Klasifikasi Trayek Berdasarkan Penjadwalan

Trayek Utama Trayek Cabang Trayek Ranting Trayek Langsung 2)

Mempunyai jadwal tetap Mempunyai

jadwal tetapMelayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan kawasan pendukung dengan ciri-ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat

Melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan kawasan pemukiman 1)

Melayani angkutan dalam kawasan permukiman

Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan langsung

Dilayani oleh bus umum Dilayani dengan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum

Dilayani oleh mobil bus umum

Page 44: Angkutan Umum

Pelayanan cepat dan/atau lambat Pelayanan lambat Pelayanan cepat

Jarak pendek

Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang3)

1)kawasan pemukiman ialah suatu kawasan perumahan tempat penduduk bermukim yang memerlukan jasa angkutan.

2)Trayek langsung yaitu trayek yang menghubungkan langsung antar dua kawasan yang permintaan angkutan antara kedua kawasan tersebut tinggi, dengan syarat  bahwa kondisi prasarana jalan memungkinkan untuk dilaksanakan trayek tersebut. Dengan demikian akan terjadi pengurangan perpindahan angkutan.

3)Tempat-tempat sebagaimana dimaksud dengan ketentuan ini dapat berupa halte, stop bus, atau terminal.

Terminal tersebut merupakan terminal untuk perpindahan penumpang angkutan umum antar kota ke angkutan kota atau sebaliknya.

JENIS JARINGAN TRAYEK

Angkutan Orang dengan  Kendaraan Umum dalam Trayek Tetap dan Teratur

Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan teratur dilakukan dalam jaringan trayek.

Jaringan trayek terdiri dari:

a. Trayek antar kota antar propinsi

yaitu trayek yang melalui lebih dari satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.

b. Trayek antar kota dalam propinsi

Yaitu trayek yang melalui antar Daerah Tingkat II dalam satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.

c. Trayek Kota

Yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II atau trayek dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

d. Trayek lintas batas negara

Page 45: Angkutan Umum

Yaitu trayek yang melalui batas negara

Jaringan taryek lintas batas antar negara ditetapkan dengan Keputusan Menteri berdasarkan perjanjian antar negara.

Tabel  : Jaringan Trayek

Trayek antar kota antar propinsi dan trayek lintas batas negara

Trayek antar kota dalam propinsi

Trayek pedesaan

Mempunyai jadwal tetap 1) Mempunyai jadwal tetap dan/atau tidak berjadwal5)

Pelayanan cepat 2) Pelayanan cepat dan/atau lambat

Pelayanan lambat3)

Dilayani oleh bus umum 4) Dilayani oleh bus umum dan/atau mobil penumpang umum

Tersedianya terminal penumpang tipe A pada awal pemberangkatan, persinggahan, dan terminal tujuan

Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe B pada awal pemberangkatan, persinggahan, dan terminal tujuan

Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe C pada awal pemberangkatan dan terminal tujuan

Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan

1)Yang dimaksud memiliki jadwal tetap adalah pengaturan jam perjalanan setiap mobil bus umum, meliputi jam keberangkatan, persinggahan, dan kedatangan pada terminal-terminal yang wajib disinggahi.

2)Pelayanan cepat yaitu pelayanan angkutan dengan pembatasan jumlah terminal yang wajib disinggahi selama perjalanannya.

3)Pelayanan lambat yaitu pelayanan angkutan dengan kewajiban memasuki terminal sesuai dengan izin trayek.

4)Pelayanan oleh mobil bus umum dimaksudkan agar tercapai efisiensi penggunaan sarana angkutan dan ruang jalan.

5)Yang dimaksud dengan tidak terjadwal yaitu pelayanan angkutan dengan jam keberangkatan dan kedatangan tidak tetap pada terminal-terminal yang wajib disinggahi.

Page 46: Angkutan Umum

KETENTUAN MENGENAI TRAYEK DAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN

Ketentuan mengenai trayek ditentukan berdasarkan PP No. 41 tahun 1993 Pasal 4 dan Pasal 5.

Jaringan trayek ditetapkan oleh:

1. Direktur Jenderal Perhubungan darat, untuk jaringan trayek yang melalui dari satu Propinsi Dati I.

2. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang melalui antar Dati I, untuk jaringan trayek yang melalui antar Dati II dalam satu wilayah Propinsi Dati I.

3. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam kabupaten Dati II, atas usul Bupati/Kepala Dati II.

4. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam wilayah kotamadya Dati II, atas usul Walikotamadya Kepala Dati II.

Masalah perijinan angkutan diatur menurut LLAJ RI No. 14 tahun 1992, pasal 41 mengenai Ijin Usaha Angkutan dan PP RI No. 41 tahun 1993, Pasal 18 sampai dengan pasal 25. Sedangkan mengenai perijinan pengeluaran trayek diatur oleh PP No. 41 tahun 1993, Pasal 26 sampai dengan 34. Ijin Operasi Angkutan diatur oleh PP No. 41 tahun 1993, Pasal 35 sampai dengan Pasal 42. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran.

TIPOLOGI TRAYEK

Tipologi trayek ini adalah sari dari penjelasan kebijaksanaan-kebijaksanaan mengenai trayek, beserta karakteristik trayeknya (fungsi, pelayanan, klasifikasi, jenis) dan jenis moda yang digunakannya. Adapun bentuk sarinya ini dapat diperlihatkan dalam tabelaris sebagai berikut.

Tabel . Tipologi Trayek

Jaringan Trayek

Klasifikasi Trayek

Jenis Kawasan yang Dilayani

Jenis Pelayanan

Moda yang Digunakan

Tipe Terminal yang Disinggahi

AKAP Langsung Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan langsung

Cepat, terjadwal

Bus Besar untuk Kota Raya dan Kota Besar dan Bus Sedang untuk kota sedang dan kecil

Tersedianya terminal penumpang tipe A pada awal pemberangkatan, persinggahan, dan terminal tujuan

AKDP Langsung Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan

Cepat, terjadwal

Bus besar untuk Kota Raya dan Kota Besar dan Bus Sedang

Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe B pada awal pemberangkatan,

Page 47: Angkutan Umum

langsung untuk kota sedang dan kecil

persinggahan, dan terminal tujuan

KOTA Utama, cabang, ranting

Melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan kawasan pendukung dengan ciri-ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal

Cepat, lambat, berjadwal

Bus besar sampai Mobil penumpang Umum

Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe B pada awal pemberangkatan, persinggahan, dan terminal tujuan

Pedesaan Cabang, ranting

Lambat, tidak berjadwal

Bus sedang sampai Mobil Penumpang Umum

Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe C pada awal pemberangkatan, dan terminal tujuan