49
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non- fisiologis). A. Definisi Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

Angka Kematian Bayi Ikterus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Angka Kematian Bayi Ikterus

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada  neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).

A. Definisi

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:

Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10

mg/dL. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL. Ikterus menetap pada usia >2 minggu. Terdapat faktor risiko.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, kejang; tahap 2 (pertengahan

Page 2: Angka Kematian Bayi Ikterus

minggu pertama): tangis melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58%  untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian  terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.

Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya  sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.

C. Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim -> glukuronidase di

Page 3: Angka Kematian Bayi Ikterus

usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.

Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin. Polisitemia. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir. Ibu diabetes. Asidosis. Hipoksia/asfiksia. Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

2. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

a.    Faktor Maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI

b.    Faktor Perinatal

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c.    Faktor Neonatus

Prematuritas Faktor genetik Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia

Page 4: Angka Kematian Bayi Ikterus

D. Patofisiologi

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.

1. Ikterus fisiologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin.

2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)

Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.  

Page 5: Angka Kematian Bayi Ikterus

Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.

E. Penegakan Diagnosis

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 1)

2. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan  morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.     

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak

Page 6: Angka Kematian Bayi Ikterus

terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.

Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan IkterusUsia  Kuning terlihat pada  Tingkat keparahan ikterus 

Hari 1

Hari 2

Hari 3

Bagian tubuh manapun

Tengan dan tungkai *

Tangan dan kaki

Berat

 

 * Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar  secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

Page 7: Angka Kematian Bayi Ikterus

F. Tata laksana

1. Ikterus Fisiologis

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:

Minum ASI dini dan sering Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih

cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum

usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan

golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:

Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.

Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar

Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.

Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia

Hemolitik

Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.

Page 8: Angka Kematian Bayi Ikterus

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar.

Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:

Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.

Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).

Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:

Persiapkan transfer. Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas

transfusi tukar. Kirim contoh darah ibu dan bayi. Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu

dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.

Nasihati ibu:

Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.

Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).

Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah. Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3

minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).

Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)

Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.

Terapi sinar  dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab. Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan

rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.

Page 9: Angka Kematian Bayi Ikterus

Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.

Mengenai penatalaksanaan dengan terapi sinar dan transfusi tukar selengkapnya dimuat terpisah.

G. Efek Hiperbilirubinemia

Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta  mengganggu sintesis DNA.  Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.

Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.  

Ensefalopati bilirubin

Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.

Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara lain: konsentrasi albumin serum, ikatan albumin dengan bilirubin, penetrasi albumin ke dalam otak, dan kerawanan sel otak menghadapi efek toksik bilirubin. Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang tidak biasa ditemukan sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang sebelumnya diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena ensefalopati bilirubin.   

Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati bilirubin akan mengalami kerusakan otak permanen dengan manifestasi berupa serebral palsy, epilepsi dan keterbelakangan mental atau hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan perceptual motor disorder.

H. Pencegahan

Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO

Page 10: Angka Kematian Bayi Ikterus

sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:

1. Primer

AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.

AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.

2. Sekunder

Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.

Pemeriksaan Golongan Darah

Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

 

Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.

Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi  sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.

Page 11: Angka Kematian Bayi Ikterus

Referensi:1.    Health Technology Assessment Unit Medical Development Division Ministry of Health Malaysia, 2002. Management of neonatal hyperbilirubinemia. 2.    Masukan berdasarkan hasil rapat tim ahli HTA Indonesia.3.    Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal hyperbilirubinemia. N Engl J Med 2001;344:581-90.4.    Suradi R, Situmeang EH, Tambunan T. The association of neonatal jaundice and breast-feeding. Paedatr Indones 2001;41:69-75.5.    Laporan RS Dr. Sardjito Yogyakarta.6.    Laporan RS Dr. Kariadi Semarang.7.    Managing newborn problems:a guide for doctors, nurses, and midwives. Departement of Reproductive Health and Research, World Health Organization, Geneva 2003.8.    Briscoe L, Clark S. Yoxall CW. Can transcutaneous bilirubinometry reduce the need for blood tests in jaundiced full term babies? Arch Dis Child Fetal Neonatal 2002;86:F190-2.9.    Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are intended to prevent kernicterus in newborn infants. Pediatrics 2004;114:917-24.10.    Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6.11.    Martin CR, Cloherty JP.  Neonatal Hyperbilirubinemia.  In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors.  Manual of Neonatal Care, 5th edition.  Philadelphia, Lippincott Williams and Wilkins;2004,185-222.12.    Masukan Dr. Ali Usman, SpA(K)13.    American Academy of Pediatrics. Clinical Practice Guideline. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.  Pediatrics 2004;114:297-316.

 

Page 12: Angka Kematian Bayi Ikterus

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN IKTERUS NEONATORUMPublished On 27 Dec 2009 By 1001skripsi. Under KESEHATAN, Kebidanan.  Tags: A. Identitas, Ada, agama islam, baik, bayi, bibir, C PB, C Pols, dan, F. Umur, hidung, ibu, Jari, laki laki, leher, lemah, Lila, lubang, M Jenis, mardiana, Mata Bentuk, mulut, Nadi, O Sucadeneum, pernafasan, persalinan, perut, posisi, telinga, tidak, uuk  

Keluhan utamaBayi umur 8 jam dengan, nampak kekuningan didaerah kepala dan leher, facces berwarna seperti dempul, perut membuncit pembasaran pada hati, tidak mau minum dan reflek moro lemah b. Riwayat Persalinan Sekarang1. Persalinan spontan pervaginam tanggal 07-10-2007 pukul 07.30 WIB.2. Lama persalinan

I. Data SubyektifPada tanggal 07 Oktober 2007A. IdentitasNama bayi : Bayi Ny. MJenis Kelamin : Laki-lakiTanggal lahir : 07-10-2007Jam : 07.30 WIBAnak ke : Satu

Nama Ibu : Ny. Mardiana F.Umur : 24 tahunPendidikan : D 3Agama : IslamPekerjaan : PNS

a. Keluhan utamaBayi umur 8 jam dengan, nampak kekuningan didaerah kepala dan leher, facces berwarna seperti dempul, perut membuncit pembasaran pada hati, tidak mau minum dan reflek moro lemah.b. Riwayat Persalinan Sekarang1. Persalinan spontan pervaginam tanggal 07-10-2007 pukul 07.30 WIB.2. Lama persalinanKala I : 10 JamKala II : 30 menitKala III : 15 menitKala IV : 2 jam setelah persalinan3. Bayi lahir tanggal 07 Oktober 2007 pukul 07.30 WIB, jenis kelamin laki-laki

Page 13: Angka Kematian Bayi Ikterus

c. Riwayat Post Partum1. Keadaan umum ibu baik2. TFU 2 jari dibawah pusat3. Lochea : ada, rubra4. Lactasi : ASI keluar sedikitd. Kebutuhan dasar1. Eliminasi : BAB (+), BAK (+)2. Kebersihan : Tubuh bayi bersih

B. Data Obyektif1. Pemeriksaan FisikTanda-tanda vital :Temp : 36,50 CPols : 120 x/menitPB : 2800 gramBB : 49 cmRR : 44 x/menita. KepalaUUB : datar UUK : datarMoulage : O Sucadeneum : tidak adaBentuk kepala : simetris Keadaan tubuh : tidak ada kelainanb. MataBentuk mata : simetris Strabismus : tidak adaPupil mata : Normal Sklera : ikterikKeadaan : bersihc. HidungBentuk : simetrisPernafasan cuping hidung : tidak adaKeadaan : bersihLubang hidung : lengkapWarna kulit : Pucat kekuningand. MulutBentuk : simetris Palatum : normalRefleks hisap : baik Bibir : lengkap atas/bawahGusi : normal Warna bibir : pucate. TelingaPosisi : simetris kanan-kiri, dan telinga teraba lunakKeadaan : bersih, tidak ada sumbatanWarna kulit : pucat agak kekuninganf. LeherPembesaran vena / kelenjar : tidak adaPergerakan leher : dapat bergerak kekanan-kekiriWarna kulit : kuning

g. DadaPosisi : simetris

Page 14: Angka Kematian Bayi Ikterus

Mamae : Adah. PerutPosisi : simetrisTali pusat : basahTidak ada pembesaran dan benjolani. Punggung bokongTidak ada benjolan dan tidak terdapat spina bifidaj. EkstrimitasJari tangan : LengkapPosisi dan bentuk : Simetris kanan-kiriJari kaki : LengkapPergerakan : AktifWarna kulit pucat, kuku, tangan dan kaki berwarna agak kekuningank. GenetaliaLengkap, terdapat testis dan skrotum sudah turunJenis kelamin : laki-lakiAnus : positif, tidak ada sumbatanl. Reflek1. Mencari (rooting) : kurang baik2. Menghisap (sucking) : kurang baik3. Menelan (swalowing) : kurang baik4. Reflek kaki (stapping) : baik5. Menggenggam (graping) : baik6. Reflek morro : baikm. Ukuran antropometriBB : 2800 gramLingkar kepala : 34 cmTB : 49 cmLingkar dada : 32 cmLila : 11 cm2. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan lab, kadar bilirubin serum 100 umol/l

II. Interpretasi Data Dasar1. Diagnosa :Bayi baru lahir normal hari pertama dengan ikterus derajat I (pada kepala dan leher).DS : Anak lahir tanggal 07 Oktober 2007 pukul 07.30 WIBDO : Tanda-tanda vitalBB : 2800 gram Temp : 36,500 CPB : 49 cm Pols : 120 x/menitRR : 46 x/menitAPGAR SCORE : 8-92. Masalaha. Penurunan kadar bilirubinDasar : terdapat warna kuning pada bagian kepala dan leher, hasil pemeriksaan lab kadar bilirubinnya 100 umol/dl

Page 15: Angka Kematian Bayi Ikterus

b. Perawatan tali pusatDasar : tali pusat masih basah3. Kebutuhana. Pemenuhan nutrisi yang adekuatb. Penyinaran pada dengan lampu fluorensi sebanyak 10 buah masing-masing 20 watt dan menjamur/menyinarkan bayi di bawah sinar matahari pagi selama 10-15 menit antara pukul 07.00-08.00 WIBc. Merawat tali pusat agar tetap kering dan membungkusnya dengan kassa steril

III. Identifikasi Masalah Potensial1. Potensial terjadinya ikterus pada derajat yang lebih lanjutDasar :a. Dari hasil pemeriksaan lab didapatkan kadar serum bilirubin indirek 100 umol/l (derajat I)b. Terdapat warna kuning pada daerah muka, leher dan kuku2. Potensial terjadinya pemindahan mikro organisme pada tali pusatDasar : tali pusat masih basah

IV. Identifikasi Tindakan Segera dan Kolaborasi SegeraKolaborasi bila ada komplikasi

V. Perencanaan1. Jelaskan pada ibu cara perawatan bayi baru lahir :a. Cara perawatan tali pusatb. Personal hygiene bayi2. Penanganan ikterus :Ajarkan ibu cara menghangatkan/penyinaran bayi dengan sinar matahari di pagi hari untuk menurunkan kadar bilirubin3. Libatkan ibu dalam pemberian ASI eksklusif4. Libatkan ibu dalam imunisasi5. Jelaskan tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir6. Observasi kemajuan pertumbuhan dan perkembangan bayi

VI. Implementasi1. Melakukan perawatan tali pusata. Tali pusat selalu dalam keadaan keringb. Tali pusat harus dibungkus dengan kassa sterilc. Kebersihan harus selalu dijaga dengan cara mengganti kasa bila kotor

2. Menjaga bayi agar tidak hipotermia. Membungkus bagi dengan kain yang bersih, kering dan hangat3. Membantu penurunan kadar bilirubin pada bayia. Menghangatkan/melakukan penyinaran pada bayi di bawah sinar matahari di pagi hari selama 15-20 menit antara pukul 07.00 – 08.00 pagi.4. Membantu ibu untuk menyusui bayinya sesegera mungkin5. Memberikan imunisasi hepatitis B ke-1 pada bayi baru lahir6. Menjelaskan tanda-tanda bahaya BBL :

Page 16: Angka Kematian Bayi Ikterus

a. Warna kulit kuning terutama 24 jam pertama (kulit berwarna biru/pucat).b. Tali pusat merah, bengkak, berbau busuk, keluar cairan atau nanahc. Bayi kejangd. Menghisap lemah, banyak muntah, mengantuk belebihane. Tidak BAK dan BAB 24 jam pertama7. Melakukan pemantauan bayi baru lahira. Kemampuan menghisapb. Keaktifan bayic. Keadaan umum bayi

VII. Evaluasi1. Keadaan bayi lebih baik, sklera masih tampak ikterik2. Tali pusat terawat baik3. Bayi dalam kondisi hangat4. Kemampuan menghisap bayi : baik, bayi tampak aktif, warna kulit mulai kemerah-merahan5. Hasil pengukuran antropometriBB : 2900 gram PB : 50 cm LL : 13 cmLK : 34 cm LD : 33 cm

CATATAN PERKEMBANGANTanggal 10 Oktober 2007 pukul 10.00 WIB, hari ke 3S : a. Ibu mengatakan bayinya sudah mau menyusuib. Ibu mengatakan bayinyaa sudah sering BAKc. Ibu mengatakan bayinya sering menangisO : Tanda-tanda vitalRR : 45 x/menit BB : 2900 gramSuhu : 37,60 C PB : 50 cmNadi : 128 x/menita. Tanda-tanda ikterus sudah berkurang:1. Warna kulit sudah tampak kemerahan2. Sklera masih berwarna kuning3. hasil lab : Kadar bilirubin 60 umol/dlb. Tali pusat sudah layu dan terlihat terawat baikc. Bayi sudah mau menyusuid. Perut bayi tidak kembunge. Eliminasi : BAK 7-8 x/hariBAB 2-3 x/harif. Reflek : 1. Mencari (Rooting) : baik2. Menghisap (sucking) : baik3. Menelan (swallowing) : baik4. Reflek kaki (stapping) : baik5. Menggenggam (graping) : baik6. Reflek moro : baikA : DiagnosaBayi baru lahir dengan ikterus derajat IDasar : bayi baru lahir 07 Oktober 2007 dengan apgar 8-9

Page 17: Angka Kematian Bayi Ikterus

Masalah, untuk sementara tidak adaKebutuhan : a. Perawatan tali pusatb. Perawatan bayi sehari-haric. Penyuluhan pada ibu dan keluarga tentang :1. Personal hygiene bayi2. Pemberian ASI eksklusif3. Pertahankan suhu tubuh bayiP : 1. Mandikan bayi dengan mandi lap 2 kali sehari2. Merawat tali pusat3. Berikan penyuluhan pada ibu dan keluarga tentang :a. Personal hygiene bayib. Pemberian ASI eksklusifc. pertahankan suhu tubuh4. Tetap anjurkan ibu untuk menghangatkan bayinya dibawah sinar matahari pagi untuk menurunkan kadar bilirubin.

Tanggal 13 Oktober 2007, hari ke-716 jam±S : a. Ibu mengatakan bayinya tidak rewel, bayi tidur7-8 kali sehari, BAB 2 x sehari±b. Ibu mengatakan bayinya BAKc. Ibu mengatakan bayinya hanya minum ASI saja setiap jam.O : a. Keadaan umum baikTanda-tanda vital :RR : 50 x/menit BB : 3100 gramSuhu : 37,20 C PB : 50 cmNadi : 130 x/menitb. Eliminasi : BAK 7-8 x/hariBAB 2 x/haric Reflek : 1. Mencari (Rooting) : baik2. Menghisap (sucking) : baik3. Menelan (swallowing) : baik4. Reflek kaki (stapping) : baik5. Menggenggam (graping) : baik6. Reflek moro : baikd. Warna kulit kemerahan, sklera masih tampak ikterik, tanda-tanda ikterus sudah berkurange. Tali pusat sudah lepas.A : DiagnosaBayi baru lahir normal umur 7 hariDasar : bayi baru lahir normal spontan pervaginam tanggal 07-10-2007Masalah, untuk sementara tidak adaKebutuhan : a. Perawatan bayi sehari-harib. Pemberian ASI eksklusifc. Penyuluhan tentang imunisasiP : a. Lakukan perawatan bayi sehari-hari :Mandikan bayi dengan mandi rendam 2 x sehari karena tali pusat sudah puput.b. Sarankan ibu untuk membawa anaknya secara rutin ke posyandu untuk memantau tumbuh

Page 18: Angka Kematian Bayi Ikterus

kembang bayi.c. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI saja sampai usia 6 bulan

Tanggal 20 Oktober 2007, hari ke 14S : a. Ibu mengatakan bayi minum ASI dengan kuatb. Ibu mengatakan bayinya hanya minum ASI saja tiap jam7-8 kali sehari, BAB 2 x sehari±c. Ibu mengatakan bayinya BAKO : a. Keadaan umum baikTanda-tanda vital :RR : 52 x/menit BB : 3100 gramSuhu : 37,00 C PB : 50 cmNadi : 128 x/menitb. Eliminasi : BAK 7-8 x/hariBAB 2 x/haric Reflek : 1. Mencari (Rooting) : baik2. Menghisap (sucking) : baik3. Menelan (swallowing) : baik4. Reflek kaki (stapping) : baik5. Menggenggam (graping) : baik6. Reflek moro : baikd. Warna kulit kemerahan, sklera tidak ikterikA : DiagnosaBayi baru lahir normal umur 14 hariDasar : bayi baru lahir spontan pervaginam tanggal 07-10-2007Masalah : tidak adaKebutuhan : a. Perawatan bayi sehari-harib. Pemberian ASI eksklusifc. Penyuluhan tentang imunisasiP : a. Ajarkan ibu untuk perawatan bayi sehari-hari :1. Mandikan bayi, dengan mandi rendam 2 x sehari2. Anjurkan pada ibu jika terdapat tanda-tanda bahaya :Suhu tinggi, kejang, diare, dan lain-lain segera bawa ke pusat kesehatanb. Anjurkan pada ibu untuk memberikan ASI sajac. Sarankan pada ibu untuk membawa anaknya ke posyandu secara rutin untuk memantau tumbuh kembang bayi

Page 19: Angka Kematian Bayi Ikterus

Ikterus   Neonaturum Posted on Maret 13, 2009 by ayurai

1.2.1 Tujuan UmumMahasiswa agar mampu memberi asuhan kebidanan pada bayi dengan ikterus dan berkolaborasi dengan dokter Sp.A1.2.2 Tujuan Khusus1. Mampu melaksanakan pengkajian / pengumpulan data pada bayi dengan Ikterus neonatorum2. Mampu merumuskan diagnosa kebidanan dan menentukan prioritas pada masalah bayi dengan Ikterus neonatorum3. Mampu melaksanakan dan mengantisipasi masalah potensial / diagnosa lain pada bayi dengan Ikterus neonatorum4. Mampu melaksanakan pengambilan keputusan tindakan segera / kolaborasi pada bayi dengan Ikterus neonatorum5. Mampu menyusun rencana / planning kebidanan pada bayi dengan Ikterus neonatorum6. Mampu melaksanakan tidakan kebidanan pada bayi dengan Ikterus neonatorum agar rencana yang di inginkan tercapai 7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil tindakan yang di lakukan pada bayi dengan Ikterus neonatorum

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 Batasan2.1.1 Pengertian IkterusIkterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukos, karena adanya penumpukan bilirubin akibat peningkatan kadarnya dalam darah.1. Harga Normal bilirubin dalam darah : Direk < 1,0 mg, Indirek < 2,0 mg%.2. Harga patologis (kelainan) bilirubin dalam darah Indirek bayi aterm > 12mg% Indirek bayi prematur > 10 mg% Ataupeningkatankadar0;2rng/ja;natau4mg/hari

2.2 Konsep Materi2.2.1 Potofísiologis terjadinya IkterusPenumpukan bilirubin disebabkan oleh :

Page 20: Angka Kematian Bayi Ikterus

1. Pemecahan eritrosit (sel darah merah) berlebihan.2. Gangguan transportasi, misalnya hipoalbuminemia pada bayi kurang bulan.3. Gangguan konjugasi.4. Gangguan fungsi hepar atau imaturitas hepar.5. Gangguan ekskresi atau obstruksi2.2.2 Metabolisme Bilirubin Produksi : Sumbernya adalah produk degradasi hemoglobin (terutama) sebagaian dari sumber lain. Transportasi : Bilirubin indirek diangkut ke hepar dalam ikatan dengan albumin. Konjugasi : di hear bílirubin dikonjugasi menjadi bilirubin direk dengan pengaruh enzim glukuronil transferase. Ekskresi : Bilirubin diekskresi ke usus melalui duktus koledokus2.2.3 Bilirubin ada 2 jenis1. Bilirubin inderek : – Belum dikonjugasi– Larut dalam lemak (tidak larut datam air)2. Bilirubin direk : – Larut dalam air- Ekskresi melalui usus, bila terdapat obstruksi, ekskresi melalui ginjal.2.2.4 Ikterus FisiologisBila penumpukan bilirubin tídak mengganggu Tampak pada hari ke 3 – 4 Bayi tampak normal/sehat Kadarnya < 12 mg% Menghilang paling lambat 10- 14 hari Tidak ada faktor resiko Scbab : proses físiologis2.2.5 Ikterus Patologis Biasanya timbul pada bayi umur < 36 jam Cepat berkembang Bisa disertai lebih lama → > 2 Minggu Ada faktor resiko Dasar : proses patologis2.2.6 Penyebab / Faktor resiko Ikterus1. Proses hemolisis / produksi bilirubin meningkat Golongan darah ibu-bayi tidak serasi (Rhesus, A B 0) Hematoma, memor Spherositosis kongenital Enzim Gg PD rendah2. Gangguan Transportasi Albumin rendah (Prematur, kurang gizi) Ikatan kometitif dengan albumin rendah (obat-obat atau bahan lain) Kemampuan mengikat albumin rendah (asidosis)3. Gangguan Konjugasi Belum adekuatnya enzim glukoronil transferase (prematur, konginetal).4. Gangguan Ekskresi Obstruksi saluran empedu (cholestasis) Obstruksi usus (sirkulasi enterohepatik meningkat)

Page 21: Angka Kematian Bayi Ikterus

2.2.7 Pendekatan untuk mengetahui penyebab ikterus neonetarumHaritímbulnya Penyebab yang sering PemeriksaanHari I • Gol. Darah ibu-anak tídak serasi (Rh, ABO).• Infeksi intrauteria (virus, toksoplasma sifilis, bakteri).• Defísiensi enzim Gg PD • Bilirubin serum• Darah lengkap• Gol. Darah ibu & bayi• Tes Coombs• Enzim Gg PD• Ikterus Fisiologis• Gol. Darah ibu & anak tidak serasi• Defisiensi enzim Gg PD• Polisitemia• Infeksi, umumnya oleh gram negatif• Perdarahan tertutup (hematon, fraktur)• RDS (hipoksia)• Dehidrasi – Asidosis • Bilirubin serum• Darah lengkap• Enzim Gg PD• Golongan Darah ibu dan bayi• pemeriksaan lain-lain bila perlu.

2.2.8 Bahaya Hiperbilirubin .Bilirubin melekat pada membran dan mitokodria sel otot Derajat I : Malas minum, hipotoni, lethargia, muntah, reflex moro Derajat II : Kejang, Hipertermi, Irritable, rigedity. Derajat III : Tuli, retardasi mental, gangguan pendengaran

2.3 Pemeriksaan KlinisPenentuan derajat ikterus menurut pembagian zona tubuh (menurut KRAMER) Kramer I. Daerah kepala(Bilirubin total ± 5 – 7 mg) Kramer II daerah dada – pusat (Bilirubin total ± 7 – 10 mg%) Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut(Bilimbin total ± 10 – 13 mg) Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d pergelangan kaki(Bilirubin total ± 13 – 17 mg%) Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki(Bilirubin total >17 mg%).

2.4 Asuhan Kebidanan Pada Bayi dengan Ikterus2.4.1 Pencegahan IkterusIkterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : Pengawasan antenatal yang baik.

Page 22: Angka Kematian Bayi Ikterus

Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehaniilan dan kelahiran misalnya : Sulfafurazal, novobiosin, oksitosin dll. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus. Iluminasi yang baik, bangsal bayi baru lahir. Pencegahan infeksi. Ada yang menganjurkan penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.2.4.2 Pengobatan Ikterus1. Menghilangkan/mengatasipenyebab.2. Mencegah peningkatan kadar bilirubin lebih lanjut dengan cara : Meningkatkan kerja enzim dan konsentrasi ligandin→ Phenobarbital (luminal) → 1-2 mg / kg 1 x – 2-3x / hr (3 hari) Merubah bilirubin tidak larut menjadi larut dalam air.Fototerapi → isomer bilirubin yang dapat dieksresi lagsung tanpa konjugasi → eksresi bilirubin, bertambah Membuang bilirubin darah→ Transfusi tukar (exchange transfusion).2.4.3 Foto Terapi/Terapi Sinar2.4.3.1 IndikasiBayi kurang bulan Dimulai bila kadar bilirubin indirek > 10 mg% Setelah 24 jam terapi sinar : Bilirubin indirek > 12 mg % dilanjutkan terapi sinar 24 jam lagi → dihentikan bila kadar bilirubin indirek < 10 mg % (maksimal terapi sinar 2 x 24 jam). Bilirubin indirek 10-12 mg → istirahaM 2 jam → dilanjutkan lagi selama 24 jam. Bayi umur > 5 hari : bila kadar bilirubin tetap < 12 mg tetapi sinar tidak perlu diberikan.Bayi cukup bulan Dimulai terapi sinar bila : Bilirubin indirek > 15 mg (bayi umur < 96jam) Bilirubin indirek > l mg% (>96jam) Setelah 24 jam terapi sinar : Bilirubin indirek > 18 mg diteruskan s/d 15 mg %. Bilirubin indirek < 18 mg → Istirahat 12 jam → dilanjutkan lagi selama 24 jam. Bilirubin indirek 15 hari.2.4.3.2 Persiapan Alat Lampu neon (Foto terapi). Tempat tidur bayi dengan peralatannya. Kain kasa, plester, gunting, kertas, karbon. Salep mata.2.4.3.3 Sebelum tindakanMemberi penjelasan kepada keluarga pasien hal-hal yang akan dilakukan.2.4.3.4 Pelaksanaan terapi sinar.1. Jarak bayi dengan lampu 40 cm.2. Bayi telanjang bulat.3. Mata bayi ditutup kain / bahan lain yang tidak tembus cahaya.4. Dilakukan terapi sinar kontinyu selama 24 jam.5. Diistirahatkan 12 jam → kalau perlu dosis II 24 jam.

Page 23: Angka Kematian Bayi Ikterus

6. Sebaiknya tutup mata dibuka bila bayi minum / diangkat dari lampu.7. Tiap 6 jam posisi dirubah : telentang – miring kanan – tengkurap miring kiri, dsb.8. Buat Flow Chart yang cermat: Suhu dipertahankan 36 – 37 °C (suhu tubuh diukur tiap 3 jam) hindari hipotermi / hipertermi. Catat berak (frekuensi & kualitasnya), diuresis9. MonitorHubungan kadar bilirubin (selama & sesudah terapi sinar)2.4.3.5 Transfusi Tukar1. Indikasi Neonatal hyperbilirubinemia . Severe septicemia + selerema neonatorum2. Tujuan Menurunkan kadar bilirubin indirek ada mernatus Menurunkan bahan-bahan toksik yang ada.3. Manfaat : Memperbaiki keadaan umum pada pasien dan mcncegah komplikasi yang lebih berat4. Pemilihan darah Bila karena ketidakcocokan darah golongan Rhesusu menggunakan golongan darah 0 rhesus negatif. Bila karena ketidakcocokan golongan darah A B 0 (biasanya ibu 0 anak A atau B) → menggunakan gol darah 0 dengan low titer golongan darah anak dengan rhesus positif. Bila bukan karena ketidakcocokan golongan darah → menggunakan golongan darah yang sama dengan gol darah bayi.5. Persiapan, pelaksana, komplikasi & monitoring → lihat protap.

Page 24: Angka Kematian Bayi Ikterus

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR Ny ” E ” DENGAN IKTERUS NEONATORUM GRADE IV + SUSPECT SEPSIS DI RUANGAN RAWAT COUVIS RSUP M.JAMIL TANGGAL 27 – 29 OKTOBER 2008 1. Ikterus

1.1.Definisi

oIkterus neonatorum yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena penumpukan

bilirubin.

oIkterus fisiologis yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak

mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau

mempunyai potensi menjadi “kernikterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas

pada bayi.

oIkterus patologis yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya

mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

oKernicterus adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan

bilirubin tak terkonyugasi dalam sel – sel otak.

1.2.Insidensi

Angka kejadian ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus

neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar

42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir

menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar

bilirubin yang melebihi 10 mg.

1.3.Metabolisme bilirubin

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :

1)Produksi

2)Transportasi

3)Konjugasi

4)Ekskresi

Secara ringkas penjelasannya adalah:

Page 25: Angka Kematian Bayi Ikterus

-Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian

besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem

bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai

dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah

yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α. Zat ini sulit larut

dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi

dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.

-Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.

-Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel

hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan

ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum

endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim

glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini

dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal.

-Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam

saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai

sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah

proses absorpsi entero hepatik.

Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi

kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula

kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada

janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan

diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua

neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan

bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada

masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini

berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus.

Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan

dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim

Page 26: Angka Kematian Bayi Ikterus

glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah

dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar

albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah

sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat

dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada

sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin

atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas

maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal

telah tercapai.

1.4. Ikterus Fisiologis

oDalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-

3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan

demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara

hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya

lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini

dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah

janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh

hati.

oDiantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit

lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya

mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola

yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm

mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak

sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-kadang ikterus

ditemukan setelah hari ke-10.

oDiagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan

menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan

laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :

1.Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

2.Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.

Page 27: Angka Kematian Bayi Ikterus

3.Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar

dari 14 mg/dl pada bayi preterm.

4.Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau

5.Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl. (4,5,8)

1.5. Ikterus Patologis

Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari

banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya

disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang

menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus

neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik.

1.6. Kernicterus

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat

perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus

subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis

pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap,

malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat

terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat

ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.

1.7. Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat

dibagi :

1.Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain,

defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2.Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat

asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase

(sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam

hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

Page 28: Angka Kematian Bayi Ikterus

3.Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin

indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4.Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan

diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya

akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

1.8. Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian

yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel

hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan

penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,

meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar

bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan

proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau

dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin

adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil

transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis

neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam

air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada

sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi

pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap

bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar

bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak

ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada

Page 29: Angka Kematian Bayi Ikterus

keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak

apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,

hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

1.9. Manifestasi Klinis

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru

lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100

mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat

kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut

Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang

tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan

akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat

tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

Derajat

ikterus

Daerah Ikterus Perkiraan

bili

kadar

rubin

aterm prematur

1

2

3

4

5

Kepala sampai leher

Kepala, badan, sampai dengan umbilicus

Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut

Kepala, badan, ekstremitas, sampai

pergelangan tangan dan kaki

Kepala, badan, semua ekstremitas sampai

ujung jari

5,4

8,9

11,8

15,8

-

9,4

11,4

13,3

Sumber: Rachma F. Boedjang, Penatalaksanaan ikterus neonatal, ikterus padaneonatus

1.10. Diagnosis

-Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam

menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini

anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau

terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan

persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi.

Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan

dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan,

Page 30: Angka Kematian Bayi Ikterus

kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi

intranatal, dan lain-lain.

-Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari

kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu

sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning

terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu

warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita

ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat

dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang

mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan

gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain

yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar,

perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf.

Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.

-Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan

penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat

dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama

sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah

(ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit

sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus

pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya

merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti

inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena

perdarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom

gawat nafas, toksositosis obat, defisiensi G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul

pada hari ke 4 dan ke 5 mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi

yang menderita Gilbert, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain.

Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya terjadi pada atresia duktus

koledokus, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi

post natal, dan lain-lain.

1.11.Diagnosis Banding

Page 31: Angka Kematian Bayi Ikterus

Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan

mungkin sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik,

rubela atau toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi

selama dalam uterus, mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang

luar biasa tingginya. Ikterus yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya

bersifat “fisiologik”, tetapi dapat pula merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah

yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus. Ikterus nonhemolitik familial (sindroma

Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus

yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan

septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi-infeksi lain

terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus yang timbul

sekunder akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama

kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan

ikterus dini.

Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi

petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum

homolog, rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus,

galaktosemia, anemia hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia

hemolitik lain, seperti defisiensi enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia,

penyakit sel sabit, anemia non-sperosit herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan

oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat

dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase atau glutation peroksidase) atau

akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.

Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa

yang dinamakan “inspissated bile syndrome” (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik

pada bayi neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis,

ikterus nonhemolitik familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik

duktus koledoskus atau galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi

perenteral total. Kadang-kadang ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan

sampai beberapa minggu, seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau

stenosis pilorus.

Page 32: Angka Kematian Bayi Ikterus

Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus,

hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang lengkap,

yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)

hemoglobin, hitung leukosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan sediaan apus

darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan

bukti adanya penghancuran eritrosit, memberi petunjuk adanya hemolisis; bila tidak

terdapat ketidakcocokan golongan darah, maka harus dipertimbangkan kemungkinan

adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya

hepatitis, kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan sepsis, harus dipikirkan

sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin

direk normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik atau

patologik.

1.12.Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan

agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kernikterus

/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar

bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat

berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase

dengan pemberian obat-obatan (luminal / fenobarbital)). Pemberian substrat yang dapat

menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik

(pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga

dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakanpula bahwa obat-obatan (IVIG :

Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat

hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.

1.12.1.Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak

teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan

bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah

senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang

merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah

Page 33: Angka Kematian Bayi Ikterus

diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu

menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik

usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.

Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan

kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai

dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi

tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan.

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon

yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi

mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu

dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksi glass biru yang berfungsi untuk menahan sinar

ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau

setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau

inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan

kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-

luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam

agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad

tidakperlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara

berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin

Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan

efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis,

hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini

biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara

keadaanyang menyertainya diperbaiki.

1.12.2.Transfuse tukar

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat

bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah

Page 34: Angka Kematian Bayi Ikterus

terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi

tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu

di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasiKriteria melakukan

transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap

albumin

Prosedur transfuse tukar:

-Bayi ditidurkan rata di atas meja dengan fiksasi longgar

-Pasang monitor jantung, alarm jantung diatur diluar batas 100-180 kali / menit

-Masukkan kateter ke dalam vena umbilikalis

-Melalui kateter, darah bayi diisap sebanyak 20 cc lalu dikeluarkan. Kemudian darah pengganti

sebanyak 20 cc dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Setelah menunggu 20 detik, lalu darah

bayi diambil lagi sebanyak 20 cc dan dikeluarkan. Kemudian dimasukkan darah pengganti

dengan jumlah yang sama, demikian siklus penggantian tersebut diulangi sampai selesai

-Kecepatan mengisap dan memasukkan darah ke dalam tubuh diperkirakan 1,8 kg / cc BB/

menit. Jumlah darah yang ditransfusi tukar berkisar 140-180 cc / kg BB tergantung pada

tinggi rendahnya kadar bilirubin sebelum transfuse tukar