Upload
izza-munira
View
143
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
angina
Citation preview
ANGINA LUDWIG
I. PENDAHULUAN
Angina Ludwig adalah infeksi pada leher dan dasar mulut yang berpotensi
mengancam jiwa.1 Angina Ludwig atau dikenali jugadengan nama Angina Ludovici, pertama
kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah satu
bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial di antarafasia
leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok,
sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan
tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi.
Yang termasuk abses leher dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring
dan angina Ludwig atau abses submandibular.2,3,4
Sebagian besar kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat.
Kondisi predisposisi termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik,
glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus eritematosussistemik. Pasien yang paling
sering terkena antara usia 20 dan 60 tahun, meskipun rentang usiadari 12 hari menjadi 84
tahun telah dilaporkan. Ada dominasi laki-laki yaitu sekitar 3:1 sampai 4:1 pada gangguan
tersebut.3,4
Diperlukan pengetahuan dan pemahaman anatomi yang baik tentang fasia dan ruang
potensial serta faktor penyebab dari abses leher dalam agar dapat memperkirakan perjalanan
penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang adekuat. Pada kasus tahap lanjut,
mengamankan patensi jalan nafas dan drainase surgical sangat penting untuk menghindari
terjadinya asfiksia. Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana mengamankan jalan nafas dan pemberian antibiotik dilakukan.3,5
II. DEFINISI
Istilah angina Ludwig mengacup ada keterlibatan kolektif bilateral ruang
submandibular, sublingual dan ruang submental. Angina Ludwig atau nama lainnya Angina
Ludovici adalah infeksi ruang submandibular berupa selulitis dengan tanda khas berupa
pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada
perabaan submandibular.2,3
1
III. ANATOMI
Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ,
otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia
servikalis terbagi menjadi 2 bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis
profunda.4,6,7 Ruang-ruang potensial dikatogerikan sebagai (menurut modifikasi
Hollingshead): 4
A. Ruang yang melingkupi seluruh leher
Ruang retrofaring
Ruang bahaya (Danger Space)
Ruang prevetebral
Ruang vascular visceral
B. Ruang yang terbatas diatas tulang hyoid
Ruang parafaring
Ruang submandibular dan submental
Ruang parotis
Ruang masticator
Ruang peritonsil
Ruang temporal
C. Ruang yang terbatas dibawah tulang hyoid
Ruang pretrakeal
Ruang suprasternal
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m.
mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang
sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi
tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.3
Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh
m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian
lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial danm.
platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh
m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang
submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal. 1,3,4
2
Gambar 1: Potongan midsagittal menunjukkan fasia dan ruang-ruang leher 8
Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n.
lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.Ruang submental
merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah bawah mandibula
dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar
ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m.
platysma.Ruangsubmental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous. 3,4
3
Gambar 2: Anatomi dari ruang submandibular 3
Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan posterior,
mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi penyebaran ke
inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian anterior leher,
menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.4,6,7
IV. EPIDEMIOLOGI
Angina Ludwig adalah penyakit langka yang dapat berpotensi mengancam nyawa
jika proses inflamasi menyebar ke jaringan lunak leher dalam dan mediastinum.5 Sebagian
besar kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat. Kondisi predisposisi
termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis,
dermatomiositis, dan lupus eritematosus sistemik. Pasien yang paling terkena dampak adalah
antara usia 20 dan 60 tahun, meskipun rentang usia dari 12 hari hingga 84 tahun telah
dilaporkan. Ada dominasi laki-laki (3:1 hingga 4:1) pada penyakit ini.1,9
V. ETIOLOGI
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik
melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang. Selain
itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan
nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. Rute
4
infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari
perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi
sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah
ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau
adanya bengkak di sudut rahang.9,10
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab
odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m.
myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular.
Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan angina Ludwig, antara lain:
penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi
endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah
dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi. Penyakit ini juga
dapat berkembang sebagai tanda gangguan pertahanan tubuh, seperti dalam kasus pasien
diabetes atau imunosupresi (terutama anak-anak).1,10
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar
submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses
peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui
leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di
lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.10
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig melalui
isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang
diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. 10
Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum,
Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies
Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia
coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella. 10
VI. PATOFISIOLOGI
Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena
karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi
akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi
akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya
5
tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),
pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara
jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. 3,11,12
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses submental,
abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan
ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus)
yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan
membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang
parafaringal. Selain infeksi gigi abses ini juga dapat disebabkan pericoronitis, yaitu suatu
infeksi gusi yang disebabkan erupsi molar ketiga yang tidak sempurna. Infeksi bakteri yang
paling sering oleh streptococcus atau staphylococcus. Sejak semakin berkembangnya
antibiotik, angina Ludwig menjadi penyakit yang jarang. 3,11,12,13
Gambar 3: Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus. Infeksi premolar dan
molar menyebabkan perforasi, kemudian menyebar keruang-ruang yang dibatasi oleh m.
mylohyoideus. 3
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari
fasia servikal profunda dengan m.digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu dapat
terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu
sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikuti
struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m.
hyoglossus menuju ruang-ruang fasia leher. Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat
6
pada daerah terlemah dibagian superior dan posterior, sehingga menghambat jalan nafas. 3,11,12,13
Gambar 4: Rute penyebaran dari gigi molar bawah. Ruang sublingual, terletak antara
mukosa mulut dan m. mylohyoid. Ruang ini dapat terinfeksi yang berasal dari premolar dan
molar pertama. 8
VII. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam, takipnea, dan
takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya
pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, nyeri menelan
(disfagia), odinofagia, hipersalivasi (drooling), trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath.
Suara serak, stridor, distress pernafasan, penurunan air movement, sianosis, dan “sniffing”
position. 1,2,3,14
Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras
seperti papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher, dan disfonia (hot potato voice)
akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan
peninggian lidah; kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).3,4,15
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dengan karakteristik dasar
mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya
ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat disertai dengan
lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m.
masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri,
7
dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan
napas yang perlu mendapat penanganan segera.8,15
Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur vokalis.
Bau mulut, air liur berlebihan, disfagia, odynophagia dan susah bernapas Gejala klinis ini
harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan nafas. Stridor, kesulitan
mengeluarkan sekret, kecemasan, sianosis, dan posisi duduk merupakan tanda akhir dari
adanya obstruksi jalan nafas yang lama dan merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu
pernafasan 1,6
Gambar 5 dan 6: Gejala klinis dari Angina Ludwig berupa adanya pembengkakan yang
nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher. 9
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa tegang
dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalami kesulitan membuka
mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta
kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat
dijumpai demam dan rasa menggigil.2,3
b. Pemeriksaan fisik
8
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar ke belakang
mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang
sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar
suara tinggi (stridor). Pembengkakan pada jaringan anterior leher diatas tulang hyoid sering
disebut dengan bull’s neck appearance2. Biasanya penderita akan mengalami dehidrasi akibat
kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin
ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.2,6,8,9
Kewaspadaan dalam mengenal tanda-tanda angina Ludwig penting sangat penting
dalam diagnosis dan manjemen kondisi yang serius ini. Terdapat 4 tanda cardinal dari angina
Ludwig oleh Grodinsky, yaitu: 2,6,8,9
Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga
Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous, putrid infiltration dengan
atau tanpa pus
Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur kelenjar
Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik
c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium maupun
pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.8,11, 12
i. Laboratorium:
Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi
akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi
drainase.
Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang
menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik
dalam terapi.
ii. Radiologi: 2,6,8,9
Roentgen: foto polos dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan
lunak, adanya udara, dan adanya penyempitan saluran nafas. Radiografi dada
dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru.
Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau
abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.
9
USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari
abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif
dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk
menentukan letak abses.
CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat
memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat
mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan
napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan
dibutuhkannya pernapasan buatan.
MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan
dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya
waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien
yang mengalami kesulitan bernapas.
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah : karsinoma lingua, sublingual
hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.6
X. PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah
menjamin jalan nafas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anestesia lokal.
Trakeostomi dilakukan tanpa harus menunggu terjadinya dispnea atau sianosis karena tanda-
tanda obstruksi jalan nafas yang sudah lanjut. 1, 2, 5, 13, 14
Jika terjadi sumbatan jalan nafas maka pasien dalam keadaan gawat darurat.
Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas secara intravena untuk
organisme gram positif dan gram-negatif serta kuman aerob dan anaerob. Antibiotik yang
diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas pus. Pengobatan angina Ludwig
pada anak untuk perlindungan jalan napas digunakan antibiotik intravena, selain itu dapat
juga digunakan terapi pembedahan. Antibiotik yang digunakan adalah Penicilin G dosis
tinggi, kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan obat antistaphylococcus atau
metronidazole. Jika pasien alergi pinicillin, maka clindamycin hydrochloride adalah pilihan
10
yang terbaik. Dexamethasone yang disuntikkan secara intravena, diberikan dalam 48 jam
untuk mengurangi edem dan perlindungan jalan nafas. 1, 2, 5,13,14
Selain itu dilakukan eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi
ketegangan) dan evaluasi pus, pada angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis.
Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah
dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os.
hyoid (3–4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan korpus
mandibula melalui fasia dalam sampai ke kedalaman kelenjar submaksilar. Insisi vertikal
tambahan dapat dibuat di atas os. hyoid sampai batas bawah dagu. Perlu juga dilakukan
pengobatan terhadap infeksi gigi untuk mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai
infeksi reda. 1,2,5,13,14
Gambar 7: Insisi untuk drainase peradangan 13
11
Tabel 1: Algoritma diagnosis dan manajemen Angina Ludwig 6
XI. PROGNOSIS
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk
mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. Sekitar
45% – 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang terinfeksi, disertai
12
dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu,
35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.6,10
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. Kematian pada era
preantibiotik adalah sekitar 50%.Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas
yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam
ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka
mortalitas dapat menurun hingga kurang dari 5%.6,7,10
XII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi ialah 6
1) sumbatan jalan napas
2) Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum
3) sepsis
XIII. KESIMPULAN
Angina Ludwig adalah suatu penyakit infeksi jaringan lunak dasar mulut dan leher.
Infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri gran positif, gran negatif, aerob maupun anaerob.
Biasanya penderita dengan penyakit tersebut memiliki riwayat sakit gigi, mengorek, dan
mencabut gigi. Untuk menghindari terjadinya komplikasi yang fatal, maka harus mewaspadai
gejala-gejala klinik dari penyakit tersebut, salah satunya penyempitan jalan napas.
Mengontrol jalan napas sangat penting dan untuk itu dipertimbangkan pemberian antibiotik,
drainase, dan trakeostomi. Dengan deteksi dan pengobatan dini, maka angka mortalitas dapat
dikurangi.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Lemonick DM, Ludwig’s Angina: Diagnosis and Treatment, Hospital Physician July
2002. P31- 7
2. Fachruddin, D. Abses leher Dalam. In:Soapardi E A, Iskandar N I, Bashiruddin J eds.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan-THT Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta:Balai Penerbit
FKUI; 2007. P.230.
3. Rahardjo S P. Penatalaksanaan angina Ludwig. Dexa Media. 2008;21(1).p32-5
4. Bailey BJ. Odontogenic Infection. In: Bailey BJ, Johnson JT, Editors. Head and Neck
Surgery- Otolaryngology. 2nd ed. Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998.p.674-5
5. Rahardjo S P. Abses Leher Dalam sebagai Komplikasi Infeksi Odontogenic.Dexa
Media. 2008;21(1).p36-9
6. Murray AD, editor.Deep Neck Infections (online) 2014 [cited 25/04/2014]. Available
from URL: http://emedicine.medscape.com/article/837048-overview
7. Cummings C W.Ed. Otolaringology Head and Neck Surgery.4th Ed. Pennsylvania:
Elsevier Mosby; 2005. P. 2517.
8. Kassam K, Messiha A, Heliotis M. Ludwig’s Angina: The Original Angina. Case
Rep Surg.2013.P1-4
9. Bull TR. Color Altas of ENT Diagnosis, 4th Edition, Thieme, 2003, p245
10. Saifeldeen K, Evans R. Ludwig’s Angina. Emerg Med J. Mar 2004; 21(2): 242–243.
11. Probst R, Grevers G, Iro H. Bacterial and Fungal Infections In: Probst R, Grevers G,
Iro H,Editors. Basic Otorhinolaryngology, A Step-By-Step Learning Guide, 1st Ed,
New york,Thieme,2006.P 84-5
12. Wax MK. Ludwig’s Angina & Deep Neck Infection. In: Wax MK. Primary Care of
Otolaryngology. 3rd Edition.USA: American Academy of Otolaryngology;2011.p.22
13. Costain N, Marrie TJ. Ludwig’s Angina. Am J of Med. 2011;124(2): 161-3
14. Pasha R. Otolaryngology Head and Neck surgery, 1st edition, 2003, p203
15. Fragiskos DF, Oral Surgery, New York, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2007. P
235-7
14