16
II. Aneurisma Aorta Abdominal II.1 Definisi Aneurisma aorta abdominal didefinisikan sebagai pelebaran aorta infra renal minimal 1,5 x diameter normal/ minimal 50% dari diameter normal aorta sesuai umur dan jenis kelamin yang bersifat permanen dan ireversibel. Ectasia adalah diltasi arteri kurang dari 50% dari diameter normal. Terdapat “true aneurysm” dan “false aneurysm”. Pada “true aneurysm” melibatkan ketiga lapisan dinding arteri yaitu intima/endotel, media, dan adventisia. Sedangkan “false aneurysm” atau pseudoaneurisma hanya melibatkan lapisan terluar dari dinding arteri yaitu tunika adventitia.Insidens AAA berkisar antara 1,8% hingga 6,6% pada populasi pria diatas 60 tahun. Seiring dengan bertambahnnya angka harapan hidup, insidens AAA diperkirakan meningkat sebesar 0,15% pertahun. II.2 Etiologi Lebih dari 90% aneurisma aorta didasari oleh proses aterosklerosis, namun terdapat beberapa faktor risiko lain yang juga berperan, diantaranya inflamasi, infeksi (mycotic aneurisym), trauma, vaskulitis, diseksi, rokok, dan connective tissue disorders seperti sindrom Marfan, sindrom Ehlers – Danlos. Sindrom Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat yang ditandai adanya abnormalitas dari skletal,

Aneurisma Aorta Abdominal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Aneurisma aorta abdominal didefinisikan sebagai pelebaran aorta infra renal minimal 1,5 x diameter normal/ minimal 50% dari diameter normal aorta sesuai umur dan jenis kelamin yang bersifat permanen dan ireversibel.

Citation preview

Page 1: Aneurisma Aorta Abdominal

II. Aneurisma Aorta Abdominal

II.1 Definisi

Aneurisma aorta abdominal didefinisikan sebagai pelebaran aorta infra

renal minimal 1,5 x diameter normal/ minimal 50% dari diameter normal aorta

sesuai umur dan jenis kelamin yang bersifat permanen dan ireversibel. Ectasia

adalah diltasi arteri kurang dari 50% dari diameter normal. Terdapat “true

aneurysm” dan “false aneurysm”. Pada “true aneurysm” melibatkan ketiga

lapisan dinding arteri yaitu intima/endotel, media, dan adventisia. Sedangkan

“false aneurysm” atau pseudoaneurisma hanya melibatkan lapisan terluar dari

dinding arteri yaitu tunika adventitia.Insidens AAA berkisar antara 1,8%

hingga 6,6% pada populasi pria diatas 60 tahun. Seiring dengan

bertambahnnya angka harapan hidup, insidens AAA diperkirakan meningkat

sebesar 0,15% pertahun.

II.2 Etiologi

Lebih dari 90% aneurisma aorta didasari oleh proses aterosklerosis,

namun terdapat beberapa faktor risiko lain yang juga berperan, diantaranya

inflamasi, infeksi (mycotic aneurisym), trauma, vaskulitis, diseksi, rokok, dan

connective tissue disorders seperti sindrom Marfan, sindrom Ehlers – Danlos.

Sindrom Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat yang ditandai

adanya abnormalitas dari skletal, katup jantung, dan mata. Individu dengan

penyakit ini memiliki resiko untuk terbentuknya aneurisma terutama anurisma

aorta torakalis. Sindrom Marfan merupakan kelainan genetik autosomal

dominan dimana terjadi abnormalitas dari fibrilin suatu protein struktural yang

ditemukan di aorta.

Sindrom Ehler-Danlos tipe IV merupakan suatu penyakit yang ditandai

oleh defisiensi kolagen tipe III, dan individu dengan penyakit ini dapat

memiliki resiko terbentuknya aneurisma di bagian manapun dari aorta.

II.3 Patogenesis

Secara hemodinamik, keadaan dilatasi aneurisma dan peningkatan

stress dinding sesuai dengan hukum Laplace. Spesifiknya, hukum Laplace

Page 2: Aneurisma Aorta Abdominal

menyatakan bahwa tekanan dinding proporsional terhadap tekanan dikali

radius dari arterial (T = P x R). Peningkatan diameter, diikuti dengan

peningkatan tekanan dinding, sebagai respon terhadap peningkatan diameter.

Meningkatnya tekanan, maka meningkat pula risiko ruptur. Peningkatan

tekanan (hipertensi sistemik) dan meningkatnya ukuran aneurisma memicu

tekanan pada dinding dan lebih lanjut meningkatkan risiko ruptur.

Patogenesis dari pembentukan aneurisma aorta belum dimengerti

secara baik. Aneurisma aorta dikarakteristikkan dengan destruksi elastin dan

kolagen pada tunika media dan adventitia, hilangnya sel otot polos tunika

media dengan penipisan dinding pembuluh, dan infiltrat limfosit dan makrofag

transmural. Atherosclerosis adalah gambaran utama yang mendasari

aneurisma

Terdapat beberapa mekanisme dalam patogenesis aneurisma aorta:

A. Degradasi proteolitik dari dinding jaringan ikat aorta—pembentukan

aneurisma melibatkan proses yang komplek dari destruksi tunika media

aorta dan jaringan penyokongnya melalui degradasi elastin dan kolagen.

Pada model in vivo dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis,

meliputi aplikasi calcium chloride dan perfusi elastase intraluminal, telah

digunakan untuk meningkatkan peran berbagai protease selama

pembentukan aneurisma. Model tersebut, sebaik yang telah dipelajari juga

pada jaringan aorta manusia, menunjukkan bahwa berbagai matrix

metalloproteinase proteinases (MMPs), berasal dari makrofag dan sel otot

polos aorta, memainkan peran terintegrasi dalam pembentukan aneurisma.

Disolusi kolagen intersisial mengikuti ekspresi dari collagenase MMP-1

dan MMP-13 pada aneurisma aorta abdominalis manusia. Elastase MMP-

2 (gelatinase A), MMP-7 (matrilysin), MMP-9 (gelatinase B), dan MMP-

12 (elastase makrofag) juga meningkat pada jaringan aneurisma aorta.

Matrix metalloproteinase proteinases-12 (MMP-12), diekspresikan tinggi

pada aneurisma aorta abdominalis manusia dan dapat berperan penting

dalam inisiasi aneurisma. Sebagai tambahan, tingginya kadar MMP-2,

ditemukan pada aneurisma aorta yang kecil, menunjukkan peran MMP-2

pada pembentukan awal aorta. Terakhir elastase MMP-9 yang dapat

Page 3: Aneurisma Aorta Abdominal

diinduksi meningkat pada jaringan aorta, juga pada serum pasien

aneurisma. Selama pembentukan aneurisma, keseimbangan remodeling

dinding pembuluh antara MMPs dan inhibitornya yaitu Tissue Inhibitors

of Metalloproteinases (TIMPs), menentukan degradasi elastin dan

kolagen. Lebih lanjut mekanisme biologis yang menginisiasi proteolitik

enzim pada aorta belum diketahui.

Gambar 1. Peran matrix metalloproteinases pada patogenesis

aneurisma aorta

Page 4: Aneurisma Aorta Abdominal

Pada tahap awal aneurisma aorta, peningkatan kadar kolagen

disproporsional dimana kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan elastin.

Fenomena ini mencerminkan peningkatan destruksi elastin oleh elastase,

insufisiensi elastin disebabkan deplesi VCMCs, mempercepat tegangan

dinding dan kompensasi dengan akumulasi kolagen. Akibat masa kolagen dan

peningkatan lingkar aorta, serat elastin menyebar ke area yang lebih luas dan

serat elstin gagal untuk mengimbangi beban hemodinamik. Semua perubahan

lambat laun meningkatkan diameter aorta. Hal ini juga diketahui bahwa elastin

memperkuat dinding aorta terhadap gelombang pulsatil. Sejumlah penelitian

telah menunjukkan bahwa aktivitas elastase meningkat dalam aorta pasien

dengan penyakit aneurisma. Jadi, elastolisis dapat menjadi gangguan utama

yang mempengaruhi sifat mekanik aorta. Akibatnya, serat kolagen interstisial

melakukan peran utama dalam bantalan tegangan mekanik. Namun, proses

kompensasi ini memiliki sebuah titik akhir. Di luar batas ini, jaringan kolagen

tidak dapat mengkompensasi dampak hemodinamik dan ekspansi aorta terus

terjadi.

B. Inflamasi dan respon imun—gambaran histologi yang menonjol dari

aneurisma aorta abdominalis adalah infiltrasi transmural oleh makrofag

dan limfosit. Dihipotesiskan bahwa sel ini secara simultan melepaskan

kaskade sitokin yang menghasilkan aktivasi berbagai protease. Pemicu

untuk influk dan migrasi leukosit belum diketahui, tetapi paparan produk

degradasi elastin pada dinding aorta dapat berperan sebagai primary

chemotactic attractant untuk infiltrasi makrofag. Konsep bahwa

pembentukan aneurisma adalah respon autoimun didukung oleh infiltrat

ekstensif dari limfosit dan monosit, juga deposisi imunogobulin G yang

reaktif terhadap matriks protein ekstraselular pada dinding aorta. Tunika

adventitia tampaknya adalah area utama yag menjadi tempat infiltrasi

leukosit dan aktivasi inisial MMP. Sitokin dari makrofag dan limfosit

meningkat pada dinding aneurisma aorta, meliputi IL-1ß, TFN-a, IL-6, IL-

8, MCP-1, IFN-g, dan GM-CSF. Sitokin inflamatori ini, bersama dengan

plasminogen aktivator, menginduksi ekspresi dan aktivasi dari MMPs dan

TIMPs.

Page 5: Aneurisma Aorta Abdominal

C. Stress biokimia pada dinding—letak terbanyak adalah infrarenal untuk

pembentukan aneurisma aorta abdominalis menunjukkan perbedaan

potensial pada struktur aorta, biologi dan stress disepanjang aorta.

Peningkatan shear dan tension pada dinding aorta menghasilkan

remodeling kolagen. Lebih lanjut, penurunan rasio elastin terhadap

kolagen dari proksimal ke distal aorta dapat relevan secara klinis semenjak

penurunan elastin berhubungan dengan dilatasi aorta, sementara degradasi

kolagen adalah predisposisi untuk ruptur. Saat aneurisma terbentuk, maka

peningkatan stress dinding adalah penting dalam percepatan dilatasi dan

peningkatan risiko ruptur. ß-blockers berperan untuk mengurangi stress

dinding dan telah diperkirakan berperan protektif untuk dilatasi aneurisma

dan ruptur pada model binatang.

D. Molekular genetik—familial cluster dan subtype HLA menunjukkan baik

peran genetik dan imunologis dalam patogénesis aneurisma. Yang terbaru,

tidak ada polimorfisme gen tunggal atau defek yang dapat diidentifikasi

sebagai denominator yang paling sering untuk aneurisma aorta

abdominalis. Beberapa fenotip telah ditemukan berhubungan dengan

pembentukan aneurisma aorta abdominalis. Sebagai contoh, Hp-2-1

fenotip haptoglobin dan defisiensi a1-antitrypsin berasosiasi dengan

pembentukan aneurisma. Sebagai tambahan, adanya penurunan frekuensi

aneurisma pada pasien dengan Rh-negative blood group dan penngkatan

frekuensi pada pasien dengan MN atau Kell-positive blood groups.

E. Mekanisme gabungan—kombinasi dari faktor multipel meliputi stress

hemodinamik lokal, fragmentasi tunika media, dan presdiposisi genetik,

lewat mekanisme imunologi yang tidak diketahui menstimulasi sel-sel

inflamasi kedalam dinding aorta. Sel inflamasi kemudian melepaskan

chemokine dan sitokin menghasilkan influk lebih lanjut dari leukosit

dengan ekspresi dan aktivasi protease, terutama MMPs. Protease ini

menghasilkan degradasi tunika media dan dilatasi aneurisma. Peningkatan

stress dinding kemudian melanjutkan proses proteolisis dan progresifitas

dilatasi aneurisma dengan ruptur aorta jika tidak ditangani dengan tepat.

Page 6: Aneurisma Aorta Abdominal

II.4 Klasifikasi

Aneurisma dapat digolongkan berdasarkan bentuknya: sakular dan

fusiform. Aneurisma sakular menyerupai kantong (sack) kecil, aneurisma hanya

melibatkan sebagian dari lingkar arteri dimana aneurisma berbentuk seperti

kantong yang menonjol dan berhubungan dengan dinding arteri melalui suatu

leher yang sempit; aneurisma fusiformis menyerupai kumparan, dilatasi

simetris dan melibatkan seluruh lingkar arteri.

Gambar 2. Tipe Aneurisma

Page 7: Aneurisma Aorta Abdominal

Aneurisma aorta abdominal dibagi menjadi aneurisma aorta

infrarenal ---aneurisma mengenai sebagian segmen aorta dibawah arteri

renalis; aneurisma aorta juxtarenal—mengenai seluruh segmen aorta

dibawah arteri renalis; aneurisma aorta pararenalis--sampai mengenai

pangkal arteri renalis; aneurisma aorta suprarenalis—aneurisma meluas

sampai diatas artei renalis. Pada aneurisma aorta abdominal lokasi tersering

adalah infrarenal.

Gambar 3. Tipe aneurisma aorta abdominal. I) Infrarenalis; II)

Juxtarenalis; III) Pararenalis; IV) Suprarenalis

II.5 Gejala Klinis

60 – 80% penderita AAA tidak merasakan adanya keluhan

(asimptomatik), dan AAA dideteksi secara kebetulan ketika dilakukan

pemeriksaan fisik atau pencitraan pada daerah abdominal, baik dengan USG

maupun dengan CT Scan. Sebagian kecil merasakan keluhan yang tidak

spesifik, akibat penekanan pada organ sekitar, trombosis pada aneurisma,

distal embolisasi atau diseksi.

Sekitar 20 – 25% penderita AAA akan datang dalam kondisi rupture

dengan 3 gejala klasik yang menonjol yaitu nyeri perut / punggung, massa

abdominal yang pulsatil disertai adanya bruit, dan hipotensi. Ruptur posterior

terbatas pada retroperitoneal dengan prognosis yang lebih baik daripda ruptur

anterior ke rongga peritoneum. Sembilan puluh persen meninggal sebelum

tiba di rumah sakit.

Page 8: Aneurisma Aorta Abdominal

II.6 Diagnosis

Pemeriksaan fisik yang mengarah pada kecurigaan AAA adalah

terlihatnya/terabanya massa yang pulsatile di abdomen disertai adanya bruit

pada auskultasi. Color Dupplex USG merupakan metode pencitraan non –

invasive yang sangat berguna dalam skrining maupun pemantauan AAA.

Dengan sensitivitas dan spesifitas > 90%. Namun pemeriksaan ini kurang baik

pada penderita obese maupun dengan usus yang berisi banyak gas.

CT Angiografi merupakan gold standard untuk AAA dengan akurasi

dan resolusi yang sangat baik, CT Angiografi sangat berperan dalam dateksi,

rencana intervensi (bedah maupun non – bedah) sarta evaluasi pasca

intervensi. Informasi yang diperoleh dari CT berupa ukuran maksimal

aneurisma, tipe/bentuk aneurisma (saccular/fusiform/mycotic), hubungannya

dengan pembuluh darah lain (misalnya dengan arteri renalis – untuk

perencanaan intervensi), evaluasi arteri iliaca dan femoralis (untuk akses

device intervensi).

Magnetic Resonance Angiography (MRA) merupakan alternative

pencitraan pada penderita dengan disfungsi ginjal, karena kontras yang

digunakan (gadolinium) lebih aman untuk ginjal. Pemeriksaan aortografi

secara invasive kini tidak lagi merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan

untuk diagnostik, hanya dikerjakan dalam rangkaian prosedur intervensi non –

bedah.

Gambar 4. CT scan pada aneurisma aorta desending dan asending

Page 9: Aneurisma Aorta Abdominal

Gambar 5. Aortography aorta ascending menunjukkan aneurisma aorta

asenden

II.7 Tatalaksana

Semua faktor risiko yang berhubungan dengan AAA harus

dikendalikan dengan baik. Tekanan darah merupakan determinan utama yang

harus dikendalikan untuk menghambat progresivitas anaeurisma aorta.

Tekanan darah dan denyut nadi harus diturunkan hingga mencapai sistolik <

110 mmHg dan denyut nadi <60x/menit.

Obat yang sebaiknya digunakan adalah ACEI/ARB dan BB. Beberapa

obat lain juga dilaporkan dapat mengurangi progresivitas AAA yaitu

kelompok statin doxycycline dengan mekanisme yang berhubungan dengan

anti – inflamasi dan inhibisi enzim metalloproteinase, enzim yang berperan

dalam degenerasi kolagen aorta.

II.8 Intervensi

AAA dengan diameter < 5 cm sebaiknya dilakukan terapi

medikamentosa sambil memantau perkembangan diameter AAA. Indikasi

intervensi bila diameter > 5 cm/terdapat peningkatan diameter > 0,5 cm/tahun,

karena kemungkinan diseksi/rupture akan meningkat secara signifikan.

Teknik intervensi non – bedah berupa EVAR (Endovaskular Aortic Repair)

mempunyai beberapa keunggulan antara lain tidak memerlukan sayatan leher

dan tidak menimbulkan jaringan parut, risiko periprosedural lebih kecil, masa

Page 10: Aneurisma Aorta Abdominal

perawatan di rumah sakit lebih pendek, dan waktu mobilisasi lebih cepat.

Kekurangan EVAR adalah pada AAA dengan turtousity/angulasi yang berat

dan pada lesi anaeurisma yang melibatkan arteri renalis, karena stent – graft

yang digunakan dapat menutupi arteri renalis. Kini mulai dikembangkan

dengan stent – graft dengan profil yang lebih kecil dan flexible dilengkapi

dengan desain khusus yang memungkinkan adanya percabangan menuju

cabang – cabang aorta (fenestrated/branched stent – graft). Teknik EVAR,

stent-graft dimasukkan ke dalam lumen aneurisma melalui arteri femoralis

dan difiksasi ditempatnya pada leher aorta yang tidak mengalami aneurisma

dan arteri iliaca dengan melebarkan stent atau balloon-expandable stents.

Beberapa stent-grafts memiliki mata kail, pin, atau kait untuk fiksasi stent.

Gambar 6. Teknik EVAR