36
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan cacat dalam sebagian besar masyarakat barat dan kelainan yang paling umum terjadi pada pasien sebelum operasi pembedahan dengan prevalensi keseluruhan 20- 25%. Hipertensi tidak terkontrol yang dibiarkan lama akan mempercepat terjadinya aterosklerosis dan kerusakan organ. Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah. Komplikasinya meliputi infark miokard, gagal jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusif perifer dan diseksi aorta. Adanya hipertrofi ventrikel kiri (LVH) pada pasien hipertensi dapat menjadi indikator penting dari kematian jantung. Peningkatan kematian jantung juga telah dilaporkan pada pasien dengan murmur karotis, bahkan tanpa adanya gejala. 1 Manajemen pasien dengan hipertensi telah berubah dalam beberapa dekade terakhir. Hipertensi didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai tekanan diastolik diatas 95 mmHg dan tekanan sistolik lebih dari 160 mm Hg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan gagal ginjal, gagal jantung, stroke dan infark miokard. Idealnya semua pasien dengan hipertensi harus dirawat sebelum operasi. Namun, ada sedikit bukti 1

Anestesi Pada Pasien Hipertensi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan cacat dalam sebagian

besar masyarakat barat dan kelainan yang paling umum terjadi pada pasien

sebelum operasi pembedahan dengan prevalensi keseluruhan 20-25%. Hipertensi

tidak terkontrol yang dibiarkan lama akan mempercepat terjadinya aterosklerosis

dan kerusakan organ. Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit

jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah. Komplikasinya meliputi infark

miokard, gagal jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusif perifer dan diseksi

aorta. Adanya hipertrofi ventrikel kiri (LVH) pada pasien hipertensi dapat

menjadi indikator penting dari kematian jantung. Peningkatan kematian jantung

juga telah dilaporkan pada pasien dengan murmur karotis, bahkan tanpa adanya

gejala.1

Manajemen pasien dengan hipertensi telah berubah dalam beberapa

dekade terakhir. Hipertensi didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia

sebagai tekanan diastolik diatas 95 mmHg dan tekanan sistolik lebih dari 160 mm

Hg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan gagal ginjal, gagal jantung, stroke dan

infark miokard. Idealnya semua pasien dengan hipertensi harus dirawat sebelum

operasi. Namun, ada sedikit bukti untuk hubungan antara tekanan darah sistolik

kurang dari 180 mmHg atau tekanan diastolik kurang dari 110 mmHg dan

komplikasi perioperatif meskipun anestesi harus menyadari bahwa pasien

mungkin mengalami perubahan besar dalam tekanan darah. Tekanan arteri intra-

operasi harus dipertahankan pada 20% dari tekanan pre-operasi.2

Hipertensi juga telah dikaitkan dengan peningkatan kejadian silent

myocardial ischemia and infarction. Pasien hipertensi dengan hipertrofi ventrikel

kiri dan menjalani operasi noncardiac memiliki risiko perioperatif lebih tinggi

daripada pasien tanpa hipertensi. Peneliti telah menyarankan bahwa adanya pola

strain pada EKG menunjukkan keadaan iskemik kronik. Oleh karena itu, pasien

juga harus dipertimbangkan untuk memiliki probabilitas peningkatan CAD dan

untuk morbiditas perioperatif.3

1

Page 2: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi Jantung

Hanya dalam beberapa hari setelah konsepsi hingga kematian, jantung

terus menerus berdetak. Pada kenyataannya, sepanjang rentang usia manusia rata-

rata jantung berkontraksi sekitar tiga miliar kali dan tidak pernah beristirahat

kecuali sepersekian detik di antara denyutan.4

Jantung adalah organ berotot berongga dengan ukuran sekepalan. Jantung

terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium

yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan dalam yang disebut

pericardium viseralis dan lapisan luar atau perkardium parietalis. Kedua lapisan

pericardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas yang berfungsi

mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis

melekat ke depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis dan ke

bawah pada diaftagma. Perlekatan ini menyebabkan jantung stabil pada

tempatnya. Perikardium viseralis melekat secara langsung pada jantung.

Perikardium juga berfungsi mencegah penyebaran infeksi atau neoplasma dari

organ-organ sekitar ke jantung.4,5

Jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan terluar (epikardium), lapisan

tengah merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan

terdalam adalah lapisan endotel yang disebut dengan endokardium.4,5

Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteria

pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung. Atrium secara anatomi terpisah

dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu analus fibrosus yaitu

tempat melekatnya keempat katup jantung dan otot. Secara fungsional jantung

dibagi menjadi pompa sisi kanan dan pompa sisi kiri, yang memompa darah

bvena ke sirkulasi paru dan darah bersih ke perdaran darah sistemik. Pembagian

2

Page 3: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran darah secara anatomi, yaitu

vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru, vena

pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler venula, vena

dan vena kava.4,5

2.2 Fisiologi Jantung

2.2.1 Siklus Jantung

Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang

saling terkait. Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA melalui

sistem konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot.

Rangsangan listrik ini disebut sebagai depolarisasi, dan diikuti pemulihan listrik

kembali yang disebut repolarisasi, respon mekaniknya adalah sistolik (kontraksi

otot) dan diastolik ( relaksasi otot).4

Aktivitas listrik sel yang dicatat secara grafik melalui elektroda intrasel

memperlihatkan bentuk yang khas yang disebut potensial aksi. Aktivitas listrik

dari semua sel miokardium secara keseluruhan dapat dilihat dalam suatu

elektrokardiogram. Gelombang pada elektrokardiogram mencerminkan

penyebaran rangsang listrik dan pemulihannya melalui miokardium ventrikel dan

atrium.4

2.2.2 Fase Siklus Jantung

Siklus jantung menjelaskan urutan kontraksi dan pengosongan ventrikel

serta pengisian dan relaksasi ventrikel. Secara klinis, sistolik merupakan periode

antara suara jantung S1 dan S2, dan diastolik merupakan periode antara S2 dan S1.S1

dan S2 dihasilkan oleh penutupan secara berurutan katup AV dan semilunaris.

Faktor penting yang harus diingat adalah bahwa katup jantung membuka dan

menutup secara pasif akibat perbedaan tekanan.4

Pada awal diastol, darah mengalir cepat dari atrium melewati katup mitral

dan ke dalam ventrikel.Dengan mulai seimbangnya tekanan antara atrium dan

ventrikel, darah yang mengalir dari atrium ke ventrikel melambat, hal ini disebut

3

Page 4: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

periode diastasis. Kontraksi atrium kemudian terjadi, berperan dalam

bertambahnya sebanyak 20 % hingga 30% pengisian atrium. Kemudian terjadi

kontraksi ventrikel dank arena tekanan dalam ventrikel lebih besar dibandingkan

dengan yang terdapat dalam atrium, maka katup mitral meutup.hal ini memulai

terjadinya sistolik dan kontraksi isovolumik.4

Dengan berlanjutnya kontraksi ventrikel, tekanan dalam ventrikel kiri

meningkat hingga melebihi tekanan dalam aorta. Perbedaan tekanan mendorong

katup aorta membuka dan darah tercurah keluar ventrikel. Hal ini disebut sebagai

periode pemompaan ventrikel. Dengan menutupnya katup aorta maupun mitral,

volume darah dalam ventrikel kiri tetap konstan. Tekanan dalam ventrikel kiri

menurun karena ventrikel kiri mulai berkontraksi. Sementara tekanan ventrikel

kiri menurun, terbentuk tekana ventrikel akibat aliran balik vena melawan katup

mitral yang tertutup. Perbedaan tekanan ini menyebabkan pembukaan katup

mitral dan kemudian tercurahnya darah dari atrium ke ventrikel sehingga terjadi

periode pengisian ventrikel cepat dan siklus jantung dimulai lagi.4

2.3 Hipertensi

2.3.1. Definisi

Pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh banyak variabel, termasuk

postur, waktu siang atau malam, kondisi emosional, kejadian terkini, pemberian

obat-obatan dan peralatan serta teknik yang digunakan. Diagnosis hipertensi tidak

dapat dilakukan dengan pembacaan tunggal tapi juga memerlukan informasi

riwayat kenaikan tekanan darah sebelumnya. Walaupun kecemasan saat

preoperative atau nyeri sering menghasilkan beberapa derajat hipertensi bahkan

pada pasien normal, pasien dengan riwayat hipertensi umumnya menunjukkan

peningkatan tekanan darah yang lebih besar saat preoperatif.1

Definisi hipertensi sistemik sering berubah-ubah tetapi hipertensi

umumnya dianggap sebagai tekanan darah tinggi secara konsisten yaitu tekanan

4

Page 5: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

sistolik lebih besar dari 140-160 mmHg dan tekanan diastol lebih besar dari 90-95

mmHg.1

Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan diastolik

(mmHg)

Normal < 130 < 85

High normal 130 85 – 89

Hipertensi

Derajat 1 / Ringan 140 – 159 90 – 99

Derajat 2 / Sedang 160 – 179 100 – 109

Derajat 3 / Berat 180 – 209 110 – 119

Derajat4/Sangat berat >210 >120

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah

2.3.2 Epidemiologi

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi

gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit

jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit

ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di

Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya

populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar

juga akan bertambah.6

Hipertensi umumnya dimulai pada usia muda, sekitar 5 sampai 10% pada

20 - 30 tahun.7 Bagi pasien yang berusia antara 40 – 70 tahun, setiap peningkatan

tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau tekanan darah diastolik sebesar 10

mmHg akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Berdasarkan kriteria

baru, prevalensi hipertensi tingkat 1 dan 2 di tiga kecamatan daerah Jakarta

Selatan pada tahun 2007 mencapai angka 40,1 % pada lelaki dan 44,4 % wanita .

Di Amerika Serikat insiden hipertensi lebih tinggi di kalangan orang-orang Asia

5

Page 6: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

dibandingkan dengan kelompok Eropa, penyebabnya atau dasarnya tidak

diketahui.7

2.3.3 Etiologi Hipertensi

Beberapa faktor yang pernah dikemukakan relevan terhadap mekanisme

penyebab hipertensi adalah sebagai berikut:4

Genetik.

Dibandingkan dengan orang kulit putih, orang kulit hitam di

negara barat lebih banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat

hipertensinya dan lebih besar tingkat morbiditas dan mortalitasnya, sehingga

diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetik.

Geografi dan lingkungan

Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi

kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa

Indian Amerika Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak

meningkat sesuai dengan pertambahan usia dibandingkan masyarakat barat.

Janin

Faktor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah

tampaknya merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari,

barangkali karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih rendahnya

kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir rendah.

Jenis kelamin

Hipertensi lebih jarang ditemukan pada wanita pra-menoupause

dibanding pria yang menunjukkan adanya pengaruh hormon.

Natrium

Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya

hipertensi.Hal ini dikarenakan ketidakmampuan mengeluarkan natrium

secara efisien baik diturunkan maupun didapat. Berdasarkan studi

populasi, seperti Studi INTERSALT pada tahun 1988 diperoleh korelasi

antara asupan natrium rerata dengan tekanan darah dan penurunan tekanan

darah dapat diperoleh dengan mengurangi konsumsi garam.

6

Page 7: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

Sistem renin-angiotensin

Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron

yaitu zat yang memicu natrium dan mengakibatkan terjadinya retensi.

Hiperaktivitas simpatik

Hal ini dapat terlihat pada hipertensi usia muda. Katekolamin akan

memacu produksi rennin, menyebabkan kontriksi arteriol dan vena dan

meningkatkan curah jantung.

Resistensi insulin atau hiperinsulinemia

Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah diketahui

sejak beberapa tahun silam, terutama pada poasien gemuk. Insulin

merupakan zat penekan karena meningkatkan kadar katekolamin dan

reabsorpsi natrium.

Disfungsi sel endotel

Penderita hipertensi mengalami penurunan respon vasodilatasi

terhadap nitrat oksida, dan endotel mengandung vasodilator seperti

endotelin-I, meskipun kaitannya dengan hipertensi tidak jelas.

2.3.4 Diagnosis dan Klasifikasi Hipertensi

Diagnosis suatu keadaan hipertensi dapat ditegakkan bila ditemukan

adanya peningkatan tekanan arteri diatas nilai normal yang diperkenankan

berdasarkan umur, jenis kelamin dan ras. Batas atas tekanan darah normal yang

diijinkan adalah sebagai berikut :

Dewasa 140/90 mmHg

Dewasa muda (remaja) 100/75 mmHg

Anak usia prasekolah 85/55 mmHg

Anak < 1 tahun (infant) 70/45 mmHg

Menurut The Joint National Committee 7 (JNC 7) pada pertemuan mengenai

Pencegahan, Deteksi, Evaluasi dan Penatalaksanaan Hipertensi tahun 2003,

klasifikasi hipertensi dibagi atas prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan 2 (lihat

tabel 2).

7

Page 8: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

Kategori Sistol (mmHg) Diastole (mmHg)

Normal ≤ 120 < 80

Pre hipertensi 120-139 80-90

Hipertensi tahap 1 140-159 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 ≥ 100

Tabel 2.Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7.

Klasifikasi di atas untuk dewasa 18 tahun ke atas. Hasil pengukuran TD

dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk posisi dan waktu pengukuran, emosi,

aktivitas, obat yang sedang dikonsumsi dan teknik pengukuran TD. Kriteria

ditetapkan setelah dilakukan 2 atau lebih pengukuran TD dari setiap kunjungan

dan adanya riwayat peningkatan TD darah sebelumnya.1 Penderita dengan

klasifikasi prehipertensi mempunyai progresivitas yang meningkat untuk menjadi

hipertensi. Nilai rentang TD antara 130-139/80-89 mmHg mempunyai risiko 2

kali berkembang menjadi hipertensi dibandingkan dengan nilai TD yang lebih

rendah dari nilai itu. Disamping itu klasifikasi hipertensi berdasarkan

penyebabnya, dapat dibagi dalam 2 penyebab dasar, yaitu sebagai berikut:

1. Hipertensi primer (esensial, idiopatik).

2. Hipertensi sekunder:

Hipertensi primer

Hipertensi primer disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik dan

merupakan 95% dari kasus-kasus hipertensi.4,5,6

Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular,

sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi

vaskular perifer bertambah atau keduanya. Meskipun mekanisme yang

berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan-perubahan

8

Page 9: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui beberapa tahun

setelah kecenderungan ke arah sana dimulai. Pada saat tersebut, beberapa

mekanisme fisiologis kompensasi sekunder telah dimulai sehingga kelainan dasar

curah jantung atau resistensi perifer tidak diketahui dengan jelas.4,5,6

Pada hipertensi yang baru dimulai, curah jantung biasanya normal atau

sedikit meningkat dan resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut,

curah jantung cenderung menurun dan resistensi perifer meningkat. Adanya

hipertensi juga menyebabkan penebalan dinding arteri dan arteriol, mungkin

sebagian diperantarai oleh faktor yang dikenal sebagai pemicu hipertrofi vaskular

dan vasokonstriksi, sehingga menjadi alasan sekunder mengapa terjadinya

kenaikan darah.4,5,6

Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadi akibat masalah primer lain. Penyebab

hipertensi sekunder dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu:4,5,6

1. Hipertensi kardiovaskular, biasanya berkaitan dengan peningkatan

kronik resistensi perifer total yang disebabkan oleh aterosklerosis.

2. Hipertensi renal dapat terjadi akibat dua defek ginjal, yaitu oklusi

parsial arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal itu sendiri.

3. Hipertensi endokrin terjadi akibat gangguan endokrin seperti

feokromositoma dan Sindrom Conn.

4. Hipertensi neurogenik yang terjadi akibat lesi saraf.

2.3.5 Patofisiologi

Hipertensi dapat bersifat idiopatik (esensial) atau yang jarang terjadi dapat

bersifat sekunder yang diakibatkan oleh kondisi medis lain seperti penyakit ginjal,

hiperaldosteronism primer, sindrom Cushing, akromegali, kehamilan, atau terapi

estrogen. Hipertensi primer terjadi pada 80-95% kasus dan mungkin disebabkan

oleh hasil kerja jantung yang abnormal, resistensi vaskuler sistemik (SVR), atau

keduanya. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap

9

Page 10: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah.

Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan

kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah

jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan

payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam oleh semakin parahnya

aterosklerosis koroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen

miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium terjadi

akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya

menyebabkan angina atau infark miokardium.1

2.3.6 Terapi Jangka Panjang

Terapi obat telah terbukti mengurangi penyakit hipertensi, mencegah

terjadinya stroke, gagal jantung kongestif, penyakit arteri koroner, dan kerusakan

ginjal.

Kebanyakan pasien dengan hipertensi ringan hanya membutuhkan terapi

obat tunggal, yang dapat terdiri dari beta-bloker, angiotensin-converting enzyme

(ACE) inhibitor, calcium channel blockers, atau diuretik. Penyakit yang muncul

bersamaan yang mempengaruhi pemilihan obat termasuk penyakit paru-paru

bronchospastik, penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, diabetes, dan

hiperlipidernia, ACE inhibitor dan beta blocker adrenergik umumnya kurang

efektif pada pasien kulit hitam. Selain itu, pengobatan dengan beta bloker

adrenergik saja mungkin juga kurang efektif pada pasien usia lanjut.1

Pasien dengan hipertensi sedang sampai berat sering membutuhkan obat

kedua atau ketiga. Diuretik kurang sering digunakan sebagai pilihan pertama

karena alasan efek samping elektrolit dan metabolik serta meningkatkan kejadian

aritmia. Agen ini sering digunakan untuk melengkapi beta bloker adrenergik dan

ACE inhibitor hanya jika terapi obat tidak efektif. ACE inhibitor telah terbukti

dapat memperpanjang usia hidup pada pasien dengan gagal jantung atau disfungsi

ventrikel kiri. Selain itu, ACE inhibitor dapat mempertahankan fungsi ginjal pada

pasien dengan diabetes dan pasien dengan insufisiensi ginjal. Keakraban dengan

10

Page 11: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

nama dan mekanisme kerja agen antihipertensi yang umum digunakan adalah

wajib untuk anestesi.1

Kategori Golongan Sub-golongan Obat

Diuretik Thiazide-type Chlorothiazide

Chlorthalidone

Hydrochlorothiazide

Indapamide

Metolazone

Potassium-sparing Spironolactone

Triamterene

Amiloride

Loop Bumetanide

Asam ethacrynic

Furosemide

Torasemide

Symphatolytics Adrenergic-reseptor

blockers

Beta Acebutolol

Atenolol

Betaxolol

Bisoprolol

Carteolol

Metoprolol

Nadolol

Penbutolol

Timolol

Alpha

Alpha dan beta

α1

Doxazosin

Terazosin

α1+α2

Phenoxybenzamine

Labetalol

11

Page 12: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

Carvedilol

Central α2-agonists Clonidine

Guanabenz

Guanfacine

Methyldopa

Postganglionic blocker Guanadrel Guanethidine

Reserpine

Vasodilators Calcium channel blockers Benzothiazepine

Diltiazem

Phenylalkylamines

Verapamil

Dihydropyridines

Amlodipine

Felodipine

Isradipine

Nicardipine

Nifedipine

Nisoldipine

ACE inhibitors Benazepril

Captopril

Enalapril

Fosinopril

Lisinopril

Moexipril

Perindropil

Quinapril

Ramipril

Trandropil

Angiotensin-

reseptor

anthagonists

Candesartan

Eprosartan

Irbesartan

12

Page 13: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

Losartan

Telmisartan

Valsartan

Direct vasodilators Hydralazine

Minoxidil

.

Tabel 3. Agen antihipertensi oral

2.4 Anastesi Pada Pasien Hipertensi

2.4.1 Penilaian Preopertaif dan Persiapan Preoperative Pasien Hipertensi

Sebuah pertanyaan sering muncul dalam praktek anestesi adalah derajat

hipertensi pra operasi yang dapat diterima pada pasien yang dijadwalkan untuk

operasi elektif.Kecuali untuk pasien secara optimal dikontrol, kebanyakan pasien

hipertensi masuk ke ruang operasi dengan beberapa derajat hipertensi. Meskipun

pada saat preoperative pasien memiliki hipertensi sedang (tekanan <diastolik 90-

110 mm Hg) namun hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya komplikasi

pasca operasi. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pasien hipertensi yang

tidak diobati atau tidak terkontrol lebih cenderung untuk mengalami episode

iskemia intraoperatif infark, aritmia, atau hipertensi, dan hipotensi. Penyesuaian

intrabedah selama anestesi serta penggunaan obat vasoaktif diharapkan dapat

mengurangi insiden komplikasi postoperasi yang disebabkan preoperatif tidak

memadai untuk mengontrol hipertensi.1

Penilaian preoperatif penderita-penderita hipertensi esensial yang akan

menjalani prosedur pembedahan, harus mencakup 4 hal dasar yang harus dicari,

yaitu:

Jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensi

Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ yang telah

terjadi

13

Page 14: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

Penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita

Penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan tindakan teknik hipotensi,

untuk prosedur pembedahan yang memerlukan teknik hipotensi.

Semua data-data di atas bisa didapat dengan melakukan anamnesis riwayat

perjalanan penyakitnya, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan prosedur

diagnostik lainnya. Penilaian status volume cairan tubuh adalah menyangkut

apakah status hidrasi yang dinilai merupakan yang sebenarnya ataukah suatu

relative hipovolemia (berkaitan dengan penggunaan diuretika dan

vasodilator).Disamping itu penggunaan diuretika yang rutin, sering menyebabkan

hipokalemia dan hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan risiko

terjadinya aritmia. Untuk evaluasi jantung, EKG dan x-ray toraks akan sangat

membantu. Adanya LVH dapat menyebabkan meningkatnya risiko iskemia

miokardial akibat ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.Untuk

evaluasi ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk

memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim ginjal.Jika ditemukan

ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan peningkatan volume

plasma perlu diperhatikan.Untuk evaluasi serebrovaskuler, riwayat adanya stroke

atau TIA dan adanya retinopati hipertensi perlu dicatat.Tujuan pengobatan

hipertensi adalah mencegah komplikasi kardiovaskuler akibat tingginya TD,

termasuk penyakit arteri koroner, stroke, CHF, aneurisme arteri dan penyakit

ginjal.

Sementara itu pasien yang harus menjalani operasi elektif idealnya hanya

bisa dilakukan ketika tekanan darah dalam batas normal, pendekatan ini tidak

selalu layak atau selalu diinginkan karena gangguan autoregulasi serebral.

Penurunan tekanan darah yang berlebihan dapat mengganggu perfusi serebral.

Selain itu, keputusan apakah akan menunda atau melanjutkan dengan intervensi

bedah harus bersifat individual, tergantung pada beratnya elevasi tekanan darah

sebelum operasi, kemungkinan iskemi miokard, disfungsi ventrikel atau

komplikasi vaskularisasi serebral atau ginjal, dan pembedahan (jika perubahan

besar yang disebabkan operasi di awal jantung atau afterload yang

14

Page 15: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

diperbolehkan). Dalam banyak kasus, hipertensi saat preoperative terjadi karena

ketidakpatuhan pasien dengan pola obat yang diberikan. Dengan sedikit

pengecualian, antihipertensi harus dilanjutkan sampai operasi. Beberapa dokter

mempertahankan pemberian ACE inhibitor di pagi hari sebelum operasi karena

hubungannya dengan peningkatan insiden hipotensi intraoperatif. ACE inhibitor

diketahui dapat mencegah terjadinya risiko hipertensi perioperatif dan mampu

mencukupi kebutuhan antihipertensi parenteral. Operasi pada pasien dengan

tekanan diastolik preoperatif lebih besar dari 110 mmHg, terutama pada pasien

yang telah diketahui pasti mengalami kerusakan organ akhir maka operasi harus

ditunda sampai tekanan darah lebih terkontrol selama beberapa hari.1

2.4.2 Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia

dengan tujuan untuk:

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi anesthesia

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Meminimalkan jumlah obat anestesi

Mengurangi mual-muntah pasca bedah

Menciptakan amnesia

Mengurangi isi cairan lambung

Mengurangi reflek yang membahayakan

Premedikasi bertujuan mengurangi kecemasan pra operasi dan sangat

dibutuhkan pada pasien hipertensi. Preoperatif hipertensi ringan hingga menengah

sering sembuh setelah pemberian agen anxiolytic, seperti midazolam. pemberian

antihipertensi preoperatif harus dilanjutkan sesuai jadwal dan dapat diberikan

dengan sedikit tegukan air. Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa dokter

melanjutkan pemberian ACE inhibitor karena diketahui dapat mencegah

menurunkan tekanan darah intraoperatif. Pemberian α2 adrenergik agonis sentral

dapat dijadikan sebagai tambahan yang berguna untuk premedikasi penderita

15

Page 16: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

hipertensi, pemberian sedasi tambahan klonidine dosis 0,2 mg dapat mengurangi

penggunaan obat anestesi intraoperatif dan mengurangi terjadinya hipertensi

perioperative. Sayangnya, pemerian klonidine selama selain dapat menimbulkan

hipotensi tapi juga menyebabkan terjadinya bradikardi selama operatisi.1

2.5 Manajemen Intraoperatif

2.5.1 Objektif

Secara keseluruhan tujuan anestesi untuk pasien dengan hipertensi adalah

menjaga kestabilan tekanan darah pasien. Pasien batas akhir hipertensi dapat

diobati seperti pasien dengan tekanan darah normal. Pada pasien usia lanjut atau

pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol telah terjadi perubahan

autoregulasi aliran darah serebral dimana tekanan darah yang tinggi

mempertahankankan aliran darah otak yang memadai. Pada sebagian besar pasien

dengan hipertensi yang lama harus dipikirkan kemungkinan terjadinya penyakit

arteri koroner dan hipertrofi jantung,sehingga peningkatan tekanan darah yang

berlebihan dapat dihindari. Hipertensi, terutama dalam kaitannya dengan

takikardia, dapat memicu terjadinya iskemia miokard, disfungsi ventrikel bahkan

keduanya. Tekanan darah arteri umumnya harus dijaga dalam 10-20% dari tingkat

pra operasi. Jika hipertensi terjadi sebelum operasi dimana tekanan darah lebih

dari 180/120 mmHg, maka tekanan darah arteri harus dipertahankan dalam batas

normal, yaitu 150-140/90-80 mm Hg.1

2.5.2 Pemantauan

Sebagian besar pasien hipertensi tidak memerlukan pemantauan

intraoperatif khusus. Pemantauan tekanan darah harus terus menerus dilakukan

pada pasien dengan tekanan darah yang tidak stabil dan pasien dengan prosedur

pembedahan utama yang terkait dengan perubahan yang cepat atau ditandai

dengan preload jantung atau afterload. Pemantauan elektrokardiografi bertujuan

untuk mengetahui dengan cepat tanda-tanda iskemia. Produksi urin harus dipantau

melalui kateter urin terutama pada pasien gangguan ginjal yang sedang menjalani

tindakan dan diharapkan dapat bertahan lebih dari 2 jam. Selama pemantauan

16

Page 17: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

hemodinamik invasive dilakukan, pemenuhan kebutuhan ventrikel sering

berkurang terutama pada pasien dengan hipertrofi ventrikel.

Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan selama pemeliharaan

anestesia adalah meminimalkan terjadinya fluktuasi tekanan darah yang terlalu

tinggi. Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif

adalah sama pentingnya dengan pengontrolan hipertensi pada periode

preoperative. Pada hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran tekanan

autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini akan

mudah terjadi penurunan aliran darah serebral dan iskemia serebral jika tekanan

darah diturunkan secara tiba-tiba. Terapi jangka panjang dengan obat

antihipertensi akan mengubah kembali kurva autregulasi kekiri kembali ke

normal. Dalam mengukur autoregulasi serebral dapat digunakan beberapa acuan

yang sebaiknya diperhatikan, yaitu:

Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal

yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.

Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala

hipoperfusi otak.

Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadian

stroke.

Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal kurang lebih sama

dengan yang terjadi pada serebral.

Anestesia akan aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi

dengan memperhatikan kestabilan hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia

dengan volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang

(balance anesthesia) dengan opioid + N2O + pelumpuh otot, atau anestesia total

intravena bisa digunakan untuk pemeliharaan anestesia. Anestesia regional dapat

dipilih sebagai teknik anestesia, namun perlu diingat bahwa anestesia regional

sering menyebabkan hipotensi akibat blok simpatis dan ini sering dikaitkan pada

pasien dengan keadaan hipovolemia. Jika hipertensi tidak berespon terhadap obat-

17

Page 18: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

obatan yang diberikan, maka penyebab yang lain harus dipertimbangkan seperti

phaeochromacytoma, carcinoid syndrome dan tyroid storm.

2.5.3 Induksi Anestesi

Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering menyebabkan gangguan

hemodinamik pada pasien hipertensi. Saat induksi sering terjadi hipotensi namun

saat intubasi sering menimbulkan hipertensi. Hipotensi terjadi akibat vasodilatasi

perifer terutama pada keadaan kekurangan volume intravaskuler sehingga

pemberian cairan sebelumnya penting dilakukan untuk tercapainya normovolemia

sebelum induksi. Disamping itu hipotensi juga sering terjadi akibat depresi

sirkulasi karena efek dari obat anestesi dan efek dari obat antihipertensi yang

sedang dikonsumsi oleh penderita, seperti ACE inhibitor dan angiotensin receptor

blocker. Hipertensi yang terjadi biasanya diakibatkan stimulus nyeri karena

laringoskopi dan intubasi endotrakea yang bisa menyebabkan takikardia dan

iskemia miokard. Angka kejadian hipertensi akibat tindakan laringoskopi-intubasi

endotrakea bisa mencapai 25%. Durasi laringoskopi dibawah 15 detik dapat

membantu meminimalisir terjadinya fluktuasi hemodinamik Beberapa teknik

dibawah ini bisa dilakukan sebelum tindakan laringoskopi-intubasi untuk

menghindari terjadinya hipertensi.1

Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang poten selama

5-10 menit.

Pemberian opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25

mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25- 0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil

0,5-1 mikrogram/ kgbb).

Pemberian lidokain 1,5 mg/kgbb secara intravena atau intratrakea.

Penggunakan beta-adrenergik blockade dengan esmolol 0,3-1,5 mg/kgbb,

propanolol 1-3 mg, atau labetatol 5-20 mg).

Penggunakan anestesia topikal pada jalan napas.

Pemilihan obat anestesi

A. Obat induksi

18

Page 19: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

Keunggulan dari setiap obat induksi dan teknik yang dilakukan belum

jelas bagi agen hipertensi. Meskipun dengan anestesi regional, penurunan

tekanan darah yang tajam justru lebih sering terjadi pada pasien hipertensi

dibandingkan dengan pasien normotensi. Barbiturat, benzodiazepin, propofol,

dan etomidare adalah induksi anestesi yang paling aman diberikan pada pasien

hipertensi. Pemberian ketamin merupakan kontraindikasi untuk tindakan

operasi karena dapat memicu terjadinya hipertensi namun hal ini dapat

dihilangkan dengan pemberian dosis kecil bersama dengan agen lainnya,

terutama benzodiazepin atau propofol.1

B. Rumatan

Anestesi bisa aman dilanjutkan dengan agen volatile (tunggal atau

dengan oksida nitrous), suatu teknik seimbang (oksida opioid + nitrous +

relaksan otot), atau sama sekali teknik intravena. Terlepas dari teknik

pengobatan primer, penambahan agen volatile atau vasodilator intravena

umumnya memungkinkan kontrol lebih memuaskan tekanan darah

intraoperatif.vasodilatasi Depresi dan miokard yang relatif cepat dan

reversibel yang diberikan oleh agen volatile dapat berpengaruh terhadap

tekanan darah arteri. Oleh sebab itu, beberapa dokter percaya bahwa

pemberian opioid dan sufentanil dapat menekan saraf otonom serta

mengontrol tekanan darah.1

C. Pelumpuh otot

Dengan beberapa pengecualian seperti pankuronium, setiap pelumpuh

otot dapat digunakan secara rutin. Pankuronium memiliki efek memblokade

syaraf vagal dan melepaskan katekolamin sehingga dapat memperburuk

keadaan pasien hipertensi yang tidak terkontrol. Ketika pankuronium

diberikan perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit akan terjadi peningkatan

detak jantung serta naiknya tekanan darah. Tetapi pankuronium berguna utnuk

mengimbangi kekuatan vagal berlebihan yang disebabkan oleh manipulasi

opioid atau bedah. Pemberian obat hipotensi seperti tubocurarine, merocurine,

acracurium, atau mungkin mivacurium dapat dijadikan pilihan untuk pasien

hipertensi.1

19

Page 20: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

D. Vasopressors

Penderita hipertensi dapat menampilkan respon berlebihan untuk

kedua ranjau-catechola endogen (dari inkubasi atau stimulasi bedah) dan

agonis simpatik eksogen diberikan.Jika seorang vasopresor diperlukan untuk

mengobati hipotensi berlebihan, dosis kecil agen langsung penuaan seperti

fenilefrin (25-50 Âμg) mungkin lebih baik untuk agen langsung.Namun

demikian, dosis kecil efedrin (5-10 mg) lebih tepat bila tinggi nada vagal.

Kesabaran sympatholytics diambil sebelum operasi mungkin menunjukkan

respon jatuh ke vasopressors, terutama efedrin.1

2.6 Hipertensi Intraoperatif

Hipertensi intraoperatif tidak menanggapi peningkatan kedalaman anestesi

(terutama dengan agen volatile) dapat diobati dengan berbagai agen parenteral

(Tabel 20-5).menyebabkan Reversible siap seperti kedalaman anestesi yang tidak

memadai, hipoksemia, atau hypercapnia harus selalu dikecualikan sebelum

memulai terapi antihipertensi. Pemilihan agen hipotensi tergantung pada

ketajaman, keparahan, dan menyebabkan hipertensi, fungsi dasar ventrikel,

tingkat hem, dan adanya penyakit paru-paru bronchospastic.β-adrenergik blokade

sendiri atau sebagai dukungan-plement merupakan pilihan yang baik untuk pasien

dengan fungsi ventrikel yang baik dan detak jantung tinggi tetapi kontraindikasi

pada pasien dengan penyakit bronchospastic. Nicardipine mungkin lebih baik

untuk pasien dengan penyakit bronchospastic. Reflex tachycardia berikut

nifedipin sublingual telah associted dengan infark ischernia.Nitroprusside tetap

menjadi agen yang paling cepat dan efektif untuk pengobatan intraoperarive

hipertensi sedang sampai parah.Nitrogliserin mungkin kurang efektif tetapi juga

berguna dalam mengobati atau mencegah iskemia miokard.Fenoldopam juga

merupakan agen yang berguna dan dapat meningkatkan atau mempertahankan

fungsi ginjal.hydralazine Berkelanjutan menyediakan kontrol tekanan darah

namun memiliki onset tertunda dan sering dikaitkan dengan takikardi refleks.

Yang terakhir ini tidak terlihat dengan labetalol karena kombinasi blockade α dan

β adrenergik.1

20

Page 21: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

2.7 Manajemen Postoperratif

Hipertensi pascaoperasi harus diantisipasi terutama pada pasien dengan

hipertensi kurang terkontrol. Pemantauan tekanan darah harus terus dilanjutkan

baik di ruang pemulihan dan periode pasca operasi dini. Iskemia miokard dan

gagal jantung kongestif dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah

sehingga terjadi hematoma dan luka pada garis jahitan gangguan pembuluh darah.

Hipertensi pada periode pemulihan sering multi-faktorial dan ditingkatkan

dengan gangguan pernapasan, rasa sakit, volume overload, atau distensi kandung

kemih. Masalah tambahan harus diatasi dan pemberian obat antihipertensi

parenteral dapat dilakukan jika perlu. Pemberian nicardipine melalui intravena

berguna dalam mengontrol tekanan darah terutama jika dicurigai iskemia miokard

dan bronkospasme. Ketika pasien kembali mendapatkan asupan oral, maka

pengobatan preoperatif harus ulang diulang kembali.

BAB III

RINGKASAN

21

Page 22: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang umum dijumpai, dengan angka penderita

yang cukup tinggi.Hipertensi sendiri merupakan faktor risiko mayor yang bisa

menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakitpenyakit jantung, serebral,

ginjal dan vaskuler. Mengingat tingginya angka kejadian dan komplikasi yang

bisa ditimbulkan oleh penyakit hipertensi ini, maka perlu adanya pemahaman para

ahli anestesia dalam manajemen selama periode perioperatif. Manajemen

perioperatif dimulai sejak evaluasi prabedah, selama operasi dan dilanjutkan

sampai periodepasca bedah.

Evaluasi prabedah sekaligus optimalisasi keadaan penderita sangat penting

dilakukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi, baik yang terjadi selama

intraoperatif maupun yang terjadi pada pascapembedahan.Goncangan

hemodinamik mudah terjadi, baik berupa hipertensi maupun berupa hipotensi,

yangbisa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi.Hal ini harus diantisipasi

denganperlunya pemahaman tentang teknik anestesia yang benar, manajemen

cairanperioperatif, pengetahuan farmakologi obat-obat yang digunakan, baik obat-

obatanantihipertensi maupun obatobatan anestesia serta penanganan nyeri akut

yangadekuat. Dengan manajemen perioperatif yang benar terhadap penderita-

penderitahipertensi yang akan menjalani pembedahan, diharapkan bisa

menurunkan ataumeminimalkan angka morbiditas maupun mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Anestesi Pada Pasien Hipertensi

1. Morgan GE, Michail MS, Murray MJ. Anesthesia for patients with

cardiovascular disease. Clinical Anesthesiology. 3rd ed. New York: McGraw-

Hill; 2002.p.388-395.

2. Pescod D. Preoperative Management of Cardiovascular Disease. Developing

Anaesthesia Text Book.v.1.6: 2007

3. Podgoreanu MV, Mathew JP. Genomic Basis of Perioperative Medicine.

Clinical Anesthesia. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins;

2006.p.480.

4. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC,

2001; 256-60

5. Sylvia A.P, Lorraine M.W. Fisiologi Sistem Kardiovaskular. Dalam:

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC,

2006 ; 530-6.

6. Kusmana D, Hipertensi: Definisi, prevalensi, farmakoterapi dan latihan fisik,

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia - Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta,

Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran mei-juni 2009 hal 161-167. Dikutip dari

www.kalbe.co.id.

7. Anggraini DA, dkk, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas

Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008, Faculty of Medicine –

University of Riau Pekanbaru, Riau, 2009. Di kutip dari

(Http://yayanakhyar.wordpress.com

23