64
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi Fibroadenoma merupakan tumor jinak pada payudara yang paling umum ditemukan. Fibroadenoma terbentuk dari sel - sel epitel dan jaringan ikat, dimana komponen epitelnya menunjukkan tanda – tanda aberasi yang sama dengan komponen epitel normal. Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun diperkirakan berkaitan dengan aktivitas estrogen. Fibroadenoma pertama kali terbentuk setelah aktivitas ovarium dimulai dan terjadi terutama pada remaja muda. 1,2,3 Fibroadenoma umumnya terjadi pada wanita muda, terutama dengan usia di bawah 30 tahun dan relatif jarang ditemukan pada payudara wanita post menopause. Tumor ini dapat tumbuh di seluruh bagian payudara, namun tersering pada quadran atas lateral. Penyakit ini bersifat asimptomatik atau hanya menunjukkan gejala ringan berupa benjolan pada payudara yang dapat digerakkan, sehingga pada beberapa kasus, penyakit ini terdeteksi secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan fisik. Penanganan fibroadenoma adalah melalui pembedahan pengangkatan tumor.Fibroadenoma 3

Anestesi Fam Bab II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anestesi

Citation preview

Page 1: Anestesi Fam Bab II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Definisi

Fibroadenoma merupakan tumor jinak pada payudara yang paling umum

ditemukan. Fibroadenoma terbentuk dari sel - sel epitel dan jaringan ikat, dimana

komponen epitelnya menunjukkan tanda – tanda aberasi yang sama dengan

komponen epitel normal. Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun

diperkirakan berkaitan dengan aktivitas estrogen. Fibroadenoma pertama kali

terbentuk setelah aktivitas ovarium dimulai dan terjadi terutama pada remaja

muda.1,2,3

Fibroadenoma umumnya terjadi pada wanita muda, terutama dengan usia di

bawah 30 tahun dan relatif jarang ditemukan pada payudara wanita post menopause.

Tumor ini dapat tumbuh di seluruh bagian payudara, namun tersering pada quadran

atas lateral. Penyakit ini bersifat asimptomatik atau hanya menunjukkan gejala ringan

berupa benjolan pada payudara yang dapat digerakkan, sehingga pada beberapa kasus, penyakit

ini terdeteksi secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan fisik. Penanganan

fibroadenoma adalah melalui pembedahan pengangkatan tumor.Fibroadenoma harus

diekstirpasi karena tumor jinak ini akan terus membesar.1,2,3,4

2.1.2 Insiden dan Epidemiologi

Di Amerika Serikat, fibroadenoma merupakan lesi payudara yang paling

umum, yang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40 tahun. Fibroadenoma dapat

terjadi pada wanita segala usia, selama masa reproduksi aktif dan mengecil setelah

menopause. Fibroadenoma jarang terjadi pada wanita post menopause. Prevalensi

fibroadenoma pada wanita usia di atas 40 tahun kira-kira hanya 8 - 10 %. Sekitar 10 -

15 % kasus fibroadenoma merupakan multipel. Pada wanita berkulit gelap,

3

Page 2: Anestesi Fam Bab II

fibroadenoma lebih sering terjadi di usia lebih muda dibandingkan wanita berkulit

putih.1,2,5

2.1.3 Etiologi

Penyebab pasti fibroadenoma tidak diketahui. Namun, terdapat beberapa

faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini, antara lain peningkatan mutlak aktivitas

estrogen, yang diperkirakan berperan dalam pembentukannya. Selain itu,

diperkirakan terdapat prekursor embrional yang dormant di kelenjar mammae yang

dapat memicu pembentukan fibroadenoma yang akan berkembang mengikuti

aktivitas ovarium.2,4

 

2.1.4 Anatomi

Payudara terdiri dari jaringan kelenjar, fibrosa, dan lemak. Jaringan ikat

memisahkan payudara dari otot - otot dinding dada, otot pektoralis dan seratus

anterior. Sedikit di bawah pusat payudara dewasa terdapat puting (papila mammae),

tonjolan yang berpigmen dikelilingi oleh areola.Puting mempunyai perforasi pada

ujungnya dengan beberapa lubang kecil,yaitu apertura duktus laktiferosa. Tuberkel -

tuberkel Montgomery adalah kelenjar sebasea pada permukaan areola.5,6

Jaringan kelenjar membentuk 12 hingga 25 lobus yang tersusun radier di

sekitar puting dan dipisahkan oleh jaringan lemak yang bervariasi jumlahnya, yang

mengelilingi jaringan ikat (stroma) di antara lobus - lobus. Setiap lobus berbeda,

sehingga penyakit yang menyerang satu lobus tidak menyerang lobus lainnya.

Drainase dari lobus menuju sinus laktiferosa, yang kemudian berkumpul di duktus

pengumpul dan bermuarake puting. Jaringan ikat di banyak tempat akan memadat

membentuk pitafibrosa yang tegak lurus terhadap substansi lemak, mengikat lapisan

dalam dari fasia subkutan payudara pada kulit. Pita ini, yaitu ligamentum Cooper

merupakan ligamentum suspensorium payudara.1,3,5

4

Page 3: Anestesi Fam Bab II

Jika dilihat melalui potongan sagital, maka struktur payudara terdiri atas

beberapa lapisan, dari luar ke dalam, yaitu : kulit, jaringan lemak subkutaneus, stroma

(jaringan fibroglandular) yang di dalamnya terdapat pula duktus laktiferus, fascia

pektoralis, m. pektoralis mayor dan tulang iga. Vaskularisasi kelenjar mammae

terutama berasal dari cabang arteri aksilaris, ramus perforata intercostalis 1 - 4 dari

arteri mammae interna dan ramus perforata arteri intercostalis 3 - 7. Cabang arteri

aksilaris dari medial ke lateral adalah arteri torakalis lateralis. Agak ke lateral dari

arteritorakalis lateralis terdapat arteri subskapularis. Vena dapat dibagi menjadi2

kelompok, yakni superfisial dan profunda. Vena superfisial terletak disubkutis,

mudah tampak, bermuara ke vena mammae interna atau venasu perfisial leher. Vena

profunda berjalan seiring dengan arteri yangsenama, dan secara terpisah bermuara ke

vena aksilaris, vena mammae interna dan vena azigos atau vena hemiazigos.1,3

Saluran limfe kelenjar mammae terutama berjalan mengikuti vena kelenjar mammae,

drainasenya terutama melalui :5,6

1. Bagian lateral dan sentral masuk ke kelenjar limfe fosa aksilaris.

2. Bagian medial masuk ke kelenjar limfe memmaria interna.

3. Saluran limfe subkutis kelenjar mammae umumnya masuk ke pleksusimfatik

subareolar.

 

Kelenjar mammae dipersarafi oleh nervi intercostal ke 2 - 6 dan 3 - 4 rami dari

pleksus servikalis. Sedangkan saraf yang berkaitan dengan terapi bedah adalah :

1. Nervus torakalis lateralis. Kira-kira di tepi medial m.pektoralis minormelintasi

anterior vena aksilaris, berjalan ke bawah, masuk kepermukaan dalam m.

pektoralis mayor.

2. Nervus torakalis medialis.Kira - kira 1 cm lateral dari nervus torakalislateralis,

tidak melintasi vena aksilaris, berjalan ke bawah masuk ke m.pektoralis minor

dan m. pektoralis mayor.

5

Page 4: Anestesi Fam Bab II

3. Nervus torakalis longus dari pleksus servikalis. Menempel rapat padadinding

toraks berjalan ke bawah, mempersarafi m. seratus anterior.

4. Nervus torakalis dorsalis dari pleksus brakhialis. Berjalan bersamapembuluh

darah subskapularis, mempersarafi m. subskapularis, m.teres mayor.

2.1.5 Fisiologi

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipegaruhi oleh hormon.

Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa

fertilitas, sampai ke klimakterium, dan menopause.Sejak pubertas, pengaruh estrogen

dan progesteron yang diproduksi oleh ovarium dan juga hormon hipofise, telah

menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.

Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke -

8 haid, payudara jadi lebih besar dan beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi

pembesaran maksimal. Kadang – kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata.

Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga

pemeriksaan fisik,terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu,

pemeriksaan foto mamografi tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar.

Begitu haid mulai, semuanya berkurang.

Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,

payudara menjadi besar karena epitel duktus lobus dan duktus alveolus berproliferasi,

dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu

laktasi.Air susu diproduksi oleh sel - sel alveolus, mengisi asinus, kemudian

dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.

2.1.6 Patofisiologi

Fibroadenoma adalah tumor jinak yang menggambarkan suatu proses

hiperplasia dan proliferasi pada satu duktus terminal. Perkembanganya dihubungkan

dengan suatu proses aberasi perkenbangan normal. Penyebab proliferasi duktus tidak

diketahui,diperkirakan sel stroma neoplastik mengeluarkan faktor pertumbuhan yang

6

Page 5: Anestesi Fam Bab II

mempengaruhi sel epitel. Peningkatan mutlak aktivitas estrogen, diperkirakan

berperan dalam pembentukannya. Kira - kira 10% fibroadenoma akan menghilang

secara spontan tiap tahunnya dankebanyakan perkembangan fibroadenoma berhenti

setelah mencapai diameter 2 - 3 cm. Fibroadenoma hampir tidak pernah menjadi

ganas.

Fibroadenoma jarang ditemukan pada wanita yang telah mengalami

postmenopause dan dapat terbentuk gambaran kalsifikasi kasar.Sebaliknya,

fibroadenoma dapat berkembang dengan cepat selama proses kehamilan, pada terapi

pergantian hormon, dan pada orang - orang yang mengalami penurunan kekebalan

imunitas, bahkan pada beberapa kasus, dapat menyebabkan keganasan pada pasien -

pasien yang mengalami penurunan kekebalan tubuh, perkembangan fibroadenoma

berkaitandengan infeksi virus Epstein-Barr.

Fibroadenoma terbagi atas Juvelline Fibroadenoma, yang terjadi pada wanita

remaja dan Myxoid Fibroadenoma yang terjadi pada pasien dengan Carney complex.

Carney complex merupakan suatu sindrom neoplasma autosomal dominan yang

terdiri atas lesi pada kulit dan mukosa, myxomas dan kelainan endokrin.1,2,7,8

 

2.1.7 Diagnosis

Fibroadenoma pada sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala dan

terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan fisik. Pertumbuhan fibroadenoma

relatif lambat dan hanya menunjukkan sedikit perubahan ukurandan tekstur dalam

beberapa bulan. Fibroadenoma memiliki gejala berupa benjolan dengan permukaan

yang licin dan merah. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang dirasakan

nyeri bila ditekan.

2.1.8 Pemeriksaan Fisik

Secara klinik, fibroadenoma biasanya bermanifestasi sebagai massa soliter,

diskret, dan mudah digerakkan, selama tidak terbentuk jaringan fibroblast disekitar

7

Page 6: Anestesi Fam Bab II

jaringan payudara, dengan diameter kira-kira 1 - 3cm, tetapi ukurannya dapat

bertambah sehingga membentuk nodul dan lobus. Fibroadenoma dapat ditemukan di

seluruh bagian payudara, tetapi lokasi tersering adalah pada quadran lateral atas

payudara. Tidak terlihat perubahan kontur payudara. Penarikan kulit dan axillary

adenopathy yang signifikan pun tidak ditemukan.

2.1.9 Pemeriksaan Histopatologi

Secara makroskopis, semua tumor teraba padat dengan warna cokelat - putih

pada irisan, dengan bercak - bercak kuning - merah muda yang mencerminkan daerah

kelenjar. Secara histologis, tumor terdiri atas jaringan ikatdan kelenjar dengan

berbagai proporsi dan variasi.Tampak storma fibroblastik longgar yang mengandung

rongga mirip duktus berlapis sel epitel dengan ukuran danbentuk yang beragam.

Rongga yang mirip duktus atau kelenjar ini dilapisi oleh satu atau lebih lapisan sel

yang regular dengan membrane basal jelas dan utuh. Meskipun di sebagian lesi

duktus terbuka, bulat hingga oval dancukup teratur (fibroadenoma perikanalikularis),

sebagian lainnya tertekan oleh proliferasi ekstensif stroma sehingga pada potongan

melintang rongga tersebut tampak sebagai celah atau struktur ireguler mirip - bintang

(fibroadenoma intra kanalikularis).

2.1.10 Penatalaksanaan

Operasi eksisi merupakan satu-satunya pengobatan untuk fibroadenoma.

Operasi dilakukan sejak dini, hal ini bertujuan untuk memelihara fungsi payudara dan

untuk menghindari bekas luka.Pemilihan tipe insisi dilakukan berdasarkan ukuran

dan lokasi dari lesidi payudara. terdapat 3 tipe insisi yang biasa digunakan, yaitu

1. Radial Incision, yaitu dengan menggunakan sinar.

2. Circumareolar Incision.

3. Curve/Semicircular Incision

8

Page 7: Anestesi Fam Bab II

Tipe insisi yang paling sering digunakan adalag tipe radial.Tipe

circumareolar, hanya meninggalkan sedikit bekas luka dandeformitas, tetapi hanya

memberikan pembukaan yang terbatas. Tipe ini digunakan hanya untuk fibroadenoma

yang tunggal dan kecil dan lokasinya sekitar 2 cm di sekitar batas areola. Semicircular

incision biasanya digunakan untuk mengangkat tumor yang besar dan beradadi daerah

lateral payudara.

2.2.1 Definisi dan Teknik Anastesi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan

aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan

menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur

lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama

kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna

menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko

yang tidak diinginkan dari pasien.

Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :

- Hipnosis (tidur)

- Analgesia (bebas dari nyeri)

- relaksasi otot

9

Page 8: Anestesi Fam Bab II

Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan

jalan nafas. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter

dianjurkan sebagai alat monitoring.

2.2.2 Penilaian dan Persiapan Praanestesia

1. Anamnesis

Riwayat apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya sangatlah

penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,

misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah,

sehingga dapat dirancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan gigi, tindakan buka  mulut, lidah relative besar sangat penting

untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher

pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan

penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji

laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya

pemeriksaan darah kecil ( Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan

urinalisis. Pada usia pasien diatas 40 tahun ada anjuran EKG dan foto thoraks.

10

Page 9: Anestesi Fam Bab II

Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus

dikeluarkan dan mamfaat minimal uji-uji semacam ini.

4. Kebugaran untuk anesthesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar

pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan tidak perlu

harus dihindari.

5. Klasifikasi Status anestesia

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseoran

ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi

fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak

dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.

Kelas 1 : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas 2 : Pasien dengan penyakit sistemikringan atau sedang.

Kelas 3 : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin

terbatas.

Kelas 4 : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat

melakukanaktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman

kehidupan setiap saat.

Kelas 5: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan,

Pada pembedahan cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.

11

Page 10: Anestesi Fam Bab II

6. Masukan Oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi

lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama pada

pasien yang menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan resiko tersebut, semua

pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anesthesia harus dipantangkan

dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada

bayi 3-4 jam. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk

keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas diperbolehkan 1 jam sebelum

induksi anestesia.

2.2.3 Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi diantaranya:

1.      Meredakan kecemasan dan ketakutan.

2.      Memperlancar induksi anestesi.

3.      Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

4.      Meminimalkan jumlah obat anestetik.

5.      Mengurangi mual muntah pasca bedah.

6.      Menciptakan amnesia.

7.      Mengurangi isi cairan lambung.

8.      Mengurangi refleks yang membahayakan

12

Page 11: Anestesi Fam Bab II

Obat-obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah:

A. Obat Golongan Antikholinergik

Obat golongan antikholinergik adalah obat-obatan yang berkhasiat menekan

menghambat aktivitas kholinergik atau parasimpatis.

Tujuan utama pemberian obat golongan antikholinergik untuk premedikasi

adalah:

1. Mengurangi sekresi kelenjar: saliva, saluran cerna, dan saluran nafas.

2. Mencegah spasme laring dan bronkus

3. Mencegah bradikardi

4. Mengurangi motalitas usus

5. Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat nafas.

Obat golongan antikholinergik yang digunakan dalam praktik anesthesia adalah

preparat Alkaloid Belladona, yang turunanny adalah;

1. Sulfas atropine

2. Skopolamin

Mekanisme Kerja

Menghambat mekanisme kerja asetil kholin pada organ yang diinervasi oleh

serabut otonom para simpatis atau serabut saraf yang mempunyai neurotransmitter

asetil kolin.

13

Page 12: Anestesi Fam Bab II

Alkaloid belladonna menghambat muskarinik secara kompetitif yang

ditimbulkan oleh asetil kholin pada sel efektor organ terutama pada kelenjar eksokrin,

otot polos dan otot jantung. Khasiat sulfas atropine lebih dominan pada otot jantung,

usus dan bronkus, sedangkan skolopamin lebih dominan pada iris, korpus silliare dan

kelenjar.

Cara pemberian dan dosis

1. Intramuscular, dosis 0.01 mg/kg BB, diberikan 30-45 menit sebelum induksi.

2. Intravena, dengan dosis 0.005 mg/kg BB, diberikan 5-10 sebelum induksi

Kontra indikasi

Alkaloid belladona ini tidak diberikan pada pasien yang menderita: demam, takikardi,

glukoma dan tirotoksikasis.

Kemasan dan sifat fisik

Dikemas dalam bentuk ampul 1ml mengandung 0,25 dan 0,50 mg, tidak berwarna

dan larut dalam air.

B. Obat Golongan Sedatif/ Trankuilizer,

Obat golongan sedatif adalah obat-obat yang berkhasiat anti cemas dan

menimbulkan rasa kantuk.

Tujuan pemberian obat golongan ini adalah untuk memberikan suasana

nyaman bagi pasien prabedah, bebas dari rasa cemas dan takut, sehingga pasien

menjadi tidak peduli dengan lingkunganny.

14

Page 13: Anestesi Fam Bab II

Untuk keperluan ini, obat golongan sedatif/trankuilizer yang sering digunakan

adalah:

1. Derivate fenothiazin

2. Derivate benzodiazepine

3. Derivate butirofenon

4. Derivate barbiturate

5. Antihistamin

1. Derivate fenothiazin

Derivate fenothiazin yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah

prometazin. Obat ini pada mulanya digunakan sebagai antihistamin.

cara pemberian dan dosis:

1. Intramuscular dosis 1 mg/kg BB dan diberikan 30-45 menit sebelum induksi

2. Intravena, dengan dosis 0,5 mg/kg BB diberikan 5-10 menit sebelum induksi.

Kemasan dan sifat fisik

Dikemas dalam bentuk ampul 2 ml mengandung 50 mg. Tidak berwarna dan

larut dalam air.

15

Page 14: Anestesi Fam Bab II

2. Derivat benzodiazepine

Derivat benzodiazepine yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah

diazepam dan midazolam. Derivat yang lain adalah klordizepoksid, nitrazepam dan

oksazepam.

Penggunaan klinis

Dalam praktik anesthesia obat ini digunakan sebagai:

1. Premedikasi, diberikan intramuscular dengan dosis 0,2 mg/kg BB atau peroral

dengan dosis 5-10 mg.

2. Induksi, diberikan intravena dengan dosis 0,2-0,6 mg/kg BB

3. Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena

4. Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin

Penggunaan lainnya adalah:

1. Antikejang pada kasus-kasus epilepsy, tetanus dan eklamsi

2. Sedasi pasien rawat inap

3. Sedasi pada tindakan kardioversi dan endoskopi

Pada pemberian intramuscular atau intravena, obat ini tidak bias dicampur dengan

obat lain karena bias terjadi presipitasi.

Jalur vena yang dipilih sebaiknya melalui vena-vena besar untuk mencegah flebitis.

Pemberian intramuscular kurang disenangi oleh karena menimbulkan rasa nyeri pada

daerah suntikan.

16

Page 15: Anestesi Fam Bab II

Kemasan

Kemasan injeksi berbentuk larutan emulsi dalam ampul 2 ml yang

mengandung 10 mg, berwarna kuning, sukar larut dalam air dan bersifat asam.

Kemasan oral dalam bentuk 2 mg dan 5 mg, disamping itu ada kemasan suppositoria

atau pipa rectal (rectal tube) yang diberikan pada anak-anak. Sedangkan midazolam

yang ada dipasaran adalah hanya dalam bentuk larutan tidak berwarna, mudah larut

dalam air dan kemasan dalam ampul (3 dan 5 ml) yang mengandung 5 mg/ml.

3. Derivat butirofenon

Derivate ini disebut juga sebagai obat golongan neroleptika, karena sering

digunakan sebagai neroleptik. Derivate butiroferon yang sering digunakan sebagai

obat premedikasi adalah dehidhobenzperidol tau disebut DHBP.

Penggunaan Klinik

1. Premedikasi, diberikan itramuskular, dosis 0,1 mg/kg/bb

2. Sedasi untuk tindakan endoskopi dan analgesia regional

3. Anti hipertensi

4. Anti muntah

5. Suplemen anestesia

Kemasan

Dalam bentuk ampul 2 ml dan 10 ml, mengandung 2,5 mg/ml. Tidak

berwarna dan bisa dicampur dengan obat lain.

17

Page 16: Anestesi Fam Bab II

4. Derivat barbiturat

Derivat barbiturat yang sering digunakan sebagai obat premedikasi adalah

pentobarbital dan sekobarbital. Digunakan sebagai sedasi dan penenang prabedah,

terutama pada anak-anak.

Pada dosis lazim, menimbulkan depresi ringan pada respirasi dan sirkulasi.

Sebagai premedikasi diberikan intramuskular dengan dosis 2 mg/kgBB atau peroral.

5.Preparat antihistamin

Obat golongan ini yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah derivat

defenhidramin.

Khasiat yang diharapkan adalah: sedatif, antimuntah ringan dan antipiretik,

sedangkan efek sampingnya adalah hipotensi yang sifatnya ringan.

C. Golongan Analgetik Narkotik atau Opioid

Berdasarkan struktur kimia, anelgetik narkotik atau opioid dibedakan menjadi

3 kelompok:

1. Alkaloid opium (natural): morfin dan kodein

2. Derivat semisintetik: diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, oksimorfon,

hidrokodon dan oksikodon.

3. Derivat sintetik

Fenilpiperidine : petidin, fentanil,sulfafentanil dan alfentanil

Benzmorfans : pentazosin, fenazosin dan siklazosin

Morfinans : lavorvanol

18

Page 17: Anestesi Fam Bab II

Propionanilides : metadon

Tramadol

Sebagai analgetik, opioid bekerja secara sentral pada reseptor-reseptor opioid

yang diketahui ada 4 reseptor, yaitu:

1. Reseptor Mu

Morfin bekerja secara agonis pada reseptor ini. Stimulasi reseptor ini akan

menimbulkan analgesia, rasa segar, euforia dan depresi respirasi.

2. Reseptor Kappa

Stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anestesia. Morfin

bekerja pada reseptor ini.

3. Reseptor Sigma

Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil

midriasis dan stimulasi respirasi.

4. Reseptor Delta

Pada manusia peran reseptor ini belum diketahui dengan jelas. Diduga

meperkuat reseptor Mu.

Golongan narkotik yang sering digunakan sebagai obat premedikasi adalah:

1. Petidin

2. Morfin

Sedangkan fentanil digunakan sebagai suplemen anestesia.

19

Page 18: Anestesi Fam Bab II

Penggunaan klinik

Morfin mempunyai kekuatan 10x dibandingkan petidin, ini berarti bahwa

dosis morfin sepersepuluh dari dosis petidin, sedangkan fentanil 100kali dari dosis

petidin.

Analgetik narkotik digunakan sebagai:

1. Premedikasi: petidin diberikan IM dengan dosis 1 mg/kgBB atau IV 0,5

mg/kgBB, sedangkan morfin sepersepuluh dari petidin, sedangkan fentanil

seperseratus dari petidin.

2. Analgetik untuk pasien menderita nyeri akut/kronis, diberikan sistemik atau

regional intratekal/epidural

3. Suplemen anestesia atau analgesia

4. Analgetik pada tindakan endoskopi atau diagnostik lain.

5. Suplemen sedasi dan analgetik di Unit Terapi Intensif

Kontra Indikasi

Pemberian narkotik harus hati-hati pada pasien orangtua atau bayi dan

keadaan umum yang buruk. Tidak boleh diberikan pada pasien yang mendapat

preparat penghambat monoamin oksidase, pasien asma dan penderita penyakit hati.

Efek samping atau tanda-tanda intoksikasi

1. Memperpanjang masa pulih anestesia

2. Depresi pusat nafas sehingga pasien bisa berhenti nafas

3. Pupil miosis

20

Page 19: Anestesi Fam Bab II

4. Spasme bronkus pada pasien penderita asma akibat morfin

5. Kolik abdomen akibat spasme sfinter kantung empedu

6. Mual muntah dan hipersalivasi

7. Gatal-gatal seluruh tubuh

Penanggulangan efek samping ini dilakukan dengan jalan memberikan bantuan hidup

dasar dan segera memberikan obat penawar.

Kemasan

1. Petidin dalam bentuk ampul 2 ml yang mengandung 50 mg/ml tidak berwarna

2. Fentanil dikemas steril dalam bentuk ampul 2 dan 10 ml tiap ml mengandung

50 µg

3. Morfin dalam bentuk ampul 1 ml yang mengandung 10 atau 20 mg, tidak

berwarna dan bisa dicampur dengan obat lain.

Dalam aplikasinya, ketiga jenis obat-obat premedikasi ini dicampur dalam satu spuit

kecuali diazepam, dan disuntikkan secara IM. Pemberian cara ini dimaksudkan

mengurangi suntikan berulang. Apabila diberikan terpisah, pasien akan disuntik

sebanyak tiga kali, keadaan ini tidak mengenakkan pasien.

2.2.3 Induksi Anestesi Umum

Induksi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,

sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi

dapat dikerjakan dengan secara intravena, intramuscular atau rektai. Setelah pasien

tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anesthesia

21

Page 20: Anestesi Fam Bab II

sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai induksianestesia selayaknya

disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi

keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik.

Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat kata STATICS :

S= Scope Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung . LaringoSkop.

Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu

harus cukup terang.

T= Tube Pipa trakea. Pilih sesuia usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan

>5 tahun dengan balon (cuffed)

A= Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-

faring ( naso-trachealairway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien

tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T=Tape : Plester untuk fiksasi pipa supaya pipa tidak terdorong atau tercabut.

I=Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah

dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C=Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S=Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

22

Page 21: Anestesi Fam Bab II

1. Induksi Intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah

terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya

dikerjakan dengan hati-hati, pelahan-lahan, lembut dan terkendali. Selama induksi

anestesia, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selau

diberikan oksigen. Induksi ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur

intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot.

Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat – obat ini akan diedarkan ke

seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ

masing–masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya

masing-masing.

Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan

kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas

keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal.

Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal.

Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek

samping, bila diberikan secara tunggal.

Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan

pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan

dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman

23

Page 22: Anestesi Fam Bab II

daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang

satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat

penting.

Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat

diberikan secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi

dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.

William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi

dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig

Burkhardt, melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui

intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan

penggunaan morfin dan skopolamin secara intravena.

Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi “Gold

Standard” dari obat – obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia

dalam bentuk intavena, namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa

ditemukan. Penemuan obat – obat ini masih terus berlangsung sampai sekarang.

A. Teknik Anestesi

Teknik anestesia merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan

obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut

digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. induksi

24

Page 23: Anestesi Fam Bab II

anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan

juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.

B. Jenis Obat Anesthesi

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi

dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton,

Diazepam , Degidrobenzperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol. Berikut ini akan

dijelaskan lebih jauh mengenai obat – obat anestesi intravena tersebut.

1. Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena

dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam

praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada

pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin,

glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya

asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik

pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu

bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).

25

Page 24: Anestesi Fam Bab II

Mekanisme kerja

Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi

diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino

Butired Acid).

Dosis dan penggunaan

a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infuse

c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 – 150 µg/kg/min IV ( titrate to

effect).

d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila

digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi

yangminimal 0.2%

f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam

lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka

lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri

ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol

dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat

diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal

26

Page 25: Anestesi Fam Bab II

tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah

juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.

Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada

pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.

2. Tiopenton

Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal

dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang

merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak

dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit

tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi

mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak

atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya

kesadaran.

Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-

thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-

pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric

acid]. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates,

sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate. Walaupun terdapat beberapa

barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan obat terlazim yang

dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk induksi

anestesi.

27

Page 26: Anestesi Fam Bab II

Mekanisme kerja

Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan

menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat

menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan

pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol

beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara

khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf dari pada akson. Barbiturat menekan

transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA).

Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan

interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).

Dosis

Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek

negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil

menunggu reaksi pasien.

Efek samping

Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan

memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat,

sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi,

barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat

akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu

terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri

28

Page 27: Anestesi Fam Bab II

pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan

dilakukan blok regional simpatis.

3. Ketamin

Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang

memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun

1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang

lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini

pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.

Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid

acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang yang

pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan

sebagai anestesi umum.

Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan

takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan

muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.

Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi

dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence

phenomena.

Mekanisme kerja

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat

dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan

29

Page 28: Anestesi Fam Bab II

interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga

efek analgesik.

Dosis dan pemberian

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila

akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat

larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. dosis induksi adalah 1 – 2

mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah

yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.

Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.

Emberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menitdengan dosis setengah dari

dosis awal sampai operasi selesai.

Efek samping

Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada

mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi

buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada

otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada

mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.

Kontra indikasi

Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang

telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada

pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan

30

Page 29: Anestesi Fam Bab II

seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor

otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit

glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik

yang sensitif terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis,

Diabetes militus , PJK dll.

4. Opioid

Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun.

Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata

“opium “ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.

Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl,

sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering

digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang

besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi,

farmakokinetik dan efek samping.

Mekanisme kerja

Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat

dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid

menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia.

Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas

ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat pelepasan

31

Page 30: Anestesi Fam Bab II

presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti

asetilkolin) dari neuron nosiseptif.

Dosis

Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5

mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari

petidin.

5.Benzodiazepin

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah

Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan

lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.

Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak

menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya

yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam

larutan dengan PH 3,5.

Dosis

Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.

Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb

Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg

Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.

Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

32

Page 31: Anestesi Fam Bab II

2 . Induksi Inhalasi

Nitrous oksida (N2O), kloroform, dan eter adalah agen pembiusan umum

pertama yang diterima secara universal. Etil klorida, etilen, dan siklopropan

kemudian menyusul, dengan zat yang terakhir cukup digemari pada saat itu karena

induksinya yang singkat dan pemulihannya yang cepat tanpa disertai delirium.

Sayang sekali sebagian besar agen-agen anestetik yang telah disebutkan tadi telah

ditarik dari pasaran.

Sebagai contoh, eter sudah tidak digunakan secara luas karena mudah tersulut

api dan berisiko mengakibatkan kerusakan hepar. Di samping itu, eter juga

mempunyai beberapa kerugian yang tidak disenangi para anestetis seperti berbau

menyengat dan menimbulkan sekresi bronkus berlebih. Kloroform juga kini dihindari

karena toksik terhadap jantung dan hepar. Etil klorida, etilen, dan siklopropan pun

tidak lagi digunakan sebagai anestetik, baik karena toksik ataupun mudah terbakar.

Metoksifluran dan enfluran termasuk agen anestetik generasi baru yang sempat

digunakan bertahun-tahun tetapi jarang digunakan lagi karena toksisitas dan

efikasinya. Metoksifluran adalah anestetik inhalasi yang paling poten, tetapi induksi

dan pemulihannya relatif lambat. Lebih lanjut, sebagian metoksifluran dimetabolisme

oleh sitokrom P-450 menghasilkan florida bebas (F–), asam oksalat, dan bebrapa

komponen lain yang bersifat nefrotoksik. Sementara itu, enfluran mengurangi

kontraksi myokardial dan meningkatkan sekresi likuor serebrospinal (CSF). Selama

anestesia, enfluran menginduksi perubahan elektroensefalograf yang dapat

33

Page 32: Anestesi Fam Bab II

berprogresi pada pola spike-and-wave yang biasa ditemukan pada kejang tonik-

klonik. Oleh karena itulah, dewasa ini baik metoksifluran maupun enfluran

penggunaannya telah dibatasi.

Dengan ditariknya berbagai zat anestetik dari peredaran seperti yang

dikemukakan di atas, kini terdapat lima agen inhalasi yang masih digunakan dalam

praktik anestesi yakni nitrous oksida, halotan, isofluran, desfluran, dan sevofluran.

Anestetik inhalasi paling banyak dipakai untuk induksi pada pediatri yang mana sulit

dimulai dengan jalur intravena. Di sisi lain, bagi pasien dewasa biasanya dokter

anestesi lebih menyukai induksi cepat dengan agen intravena. Meskipun demikian,

sevofluran masih menjadi obat induksi pilihan untuk pasien dewasa, mengingat

baunya tidak menyengat dan onsetnya segera. Selain induksi, agen inhalasi juga

sering digunakan dalam praktik anestesiologi untuk rumatan.

Studi mengenai kaitan antara dosis obat, konsentrasi jaringan, dan waktu kerja

obat disebut sebagai farmakokinetik (bagaimana tubuh memengaruhi obat);

sedangkan studi mengenai mekanisme aksi obat, termasuk respons toksik, disebut

farmakodinamik (bagaimana obat memengaruhi tubuh). Setelah penjelasan secara

umum tentang farmakokinetik dan dinamik anestetik inhalasi, akan dibahas

farmakologi klinis dari masing-masing agen.

34

Page 33: Anestesi Fam Bab II

Farmakologi Klinik Anestesi Inhalasi

1. Nitrous Oksida (N2O)

Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat dari

udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan dengan

zat anestetik yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan dalam bentuk

cair dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen anestetik

inhalasi lain.

2. Halotan

Merupakan alkana terhalogenisasi dengan ikatan karbon-florida sehingga

bersifat tidak mudah terbakar atau meledak (meski dicampur oksigen). Halotan

berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau enak. Botol berwarna amber dan

pengawet timol berguna untuk menghambat dekomposisi oksidatif spontan. Halotan

merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, di mana induksi dan tahapan

anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah anestetik

dihentikan. Gas ini merupakan agen anestestik inhalasi paling murah, dan karena

keamanannya hingga kini tetap digunakan di dunia.

3. Isofluran

Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki struktur kimia

yang mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara farmakologis dengan enfluran.

Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan

pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang

35

Page 34: Anestesi Fam Bab II

dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat

induksi. Tanda untuk mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan

darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi denyut jantung.

4. Desfluran

Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat

absorben dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan

vaporiser khusus untuk desfluran. Dengan struktur yang mirip isofluran, hanya saja

atom klorin pada isofluran diganti oleh fluorin pada desfluran, sehingga kelarutan

desfluran lebih rendah (mendekati N2O) dengan potensi yang juga lebih rendah

sehingga memberikan induksi dan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan

isofluran (5-10 menit setelah obat dihentikan, pasien sudah respons terhadap

rangsang verbal). Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah

rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring,

sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih

poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O.

5. Sevofluran

Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin.

Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk

induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi

inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai

dalam 1-3 menit.

36

Page 35: Anestesi Fam Bab II

kontraindikasi dan Interaksi Obat

Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia maligna,

dan hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik inhalasi

lainnya, dapat meningkatkan kerja pelumpuh otot.

Obat Pelumpuh Otot

A.  Pengertian

Obat pelumpuh otot adalah obat yang dapat digunakan selama intubasi dan

pembedahan untuk memudahkan pelaksanaan anestesi dan memfasilitas intubasi. 

Obat pelumpuh otot dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot depolarisasi

(nonkompetitif, leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif, takikurare).

1.         Pelumpuh Otot Depolarisasi

Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah sinaps

tidak dirusak dengan asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama menyebabkan

terjadinya depolarisasi yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti relaksasi otot

lurik. Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin (diasetil-kolin) dan dekametonium.

Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme oleh kolinesterase

plasma,pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti kolinesterase

(prostigmin) dikontraindikasikan karena menghambat kerja pseudokolinesterase.

a.         Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)

Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini memiliki

onset yang cepat (30-60 detik) dan duration of action yang pendek (kurang dari 10

37

Page 36: Anestesi Fam Bab II

menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme oleh

pseudokolinesterase menjadi suksinilmonokolin. Proses ini sangat efisien, sehingga

hanya fraksi kecil dari dosis yang dinjeksikan yang mencapai

neuromuscular junction. Duration of action akan memanjang pada dosis besar atau

dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level

pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada

kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa orang

juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan blokade yang

memanjang.

Interaksi obat

Kolinesterase inhibitor

       Kolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh otot depolarisasi

dengan 2 mekanisme yaitu dengan menghambat kolinesterase, maka jumlah

asetilkolin akan semakin banyak, maka depolarisasi akan meningkatkan depolarisasi.

Selain itu, ia juga akan menghambat pseudokolinesterase.

38

Page 37: Anestesi Fam Bab II

Dosis

Karena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak dokter yang

percaya bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik untu intubasi rutin

pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.

Efek samping dan pertimbangan klinis

Karena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak dengan

miopati tak terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada penanganan

rutin anak dan remaja.

Efek samping dari suksinilkolin adalah :

Nyeri otot pasca pemberian

Peningkatan tekanan intraokular

Peningkatan tekakana intrakranial

Peningkatan tekakanan intragastrik

Peningkatan kadar kalium plasma

Aritmia jantung

Salivasi

Alergi dan anafilaksis

2.         Obat pelumpuh otot nondepolarisasi

a.         Pavulon

Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada

menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada

39

Page 38: Anestesi Fam Bab II

pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg waktu

diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa.

Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena.

Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.

b.        Atracurium

Struktur fisik

Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman

Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah,

tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada

pemberian berulan

Dosis

0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg

initial, laly 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif

menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.

Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC,

potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan

dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.

40

Page 39: Anestesi Fam Bab II

Efek samping dan pertimbangan klinis

Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg

c.         Vekuronium

Struktur fisik

Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan

lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek

akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi

kardiovaskuler yang bermakna.

Dosis

Dosis intubasi 0,08 – 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15 – 20

menit. Drip 1 – 2 mcg/kg/menit.

Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post partum.

Karena gangguan pada hepatic blood flow.

Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.

d.        Rekuronium

Struktur Fisik

Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.

Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya

adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.

41

Page 40: Anestesi Fam Bab II

Dosis

Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 – 0,9 mg / kg

iv untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat

pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil)

adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 – 6

menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 – 12 mcg/kg/menit. Dapat

memanjang pada pasien orang tua.

Efek samping dan manifestasi klinis

Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal. Diberikan

20 detik sebelum propofol dan thiopental.

Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi

sebelum suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.

Pemilihan Pelumpuh Otot

Karakteristik pelumpuh otot ideal :

1.    Nondepolarisasi

2.    Onset cepat

3.    Duration of action dapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat

diantagoniskan dengan obat tertentu

4.     Tidak menginduksi pengeluaran histamin

5.    Potensi

42

Page 41: Anestesi Fam Bab II

6.    Sifat tidak berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak

memiliki aksi farmakologi.

Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan pelumpuh otot :

1.    Ultra-short acting, contoh : suxamethonium

2.    Short duration. Contoh: mivacurium

3.    Intermediate duration. Contoh: atracurium, vecuronium, rocuronium,

cisatracurium

4.    Long duration. Contoh: pancuronium, D-tubocurarine, doxacurium,

pipecuronium.

Pelumpuh otot yang disarankan :

1.    Untuk induksi yang cepat-suxamethonium, atau apabila dikontraindikasikan

dapat dipakai rocuronium

2.    Untuk stabilitas hemodinamika (contoh pada hipovolemia atau penyakit jantung

parah)-vecuronium

3.    Pada gagal ginjal dan hati-atracurium, vekuronium, cisatracurium

ataumivacurium

4.    Miastenia gravis: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium

5.    Kasus obstetric: semua dapat diberkan kecuali gallamin

43

Page 42: Anestesi Fam Bab II

 Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :

1.    Cegukan (hiccup)

2.    Dinding perut kaku

3.    Ada tahanan pada inflasi paru.

Penawar Pelumpuh Otot

Antikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga

asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah

neostigmin (dosis 0,04-0,08 mg/kg), piridostigmin (dosis 0,1-0,4 mg/kg) dan

edrophonium (dosis 0,5-1,0 mg/kg), dan fisostigmin yang hanya untuk penggunaan

oral (dosis 0,01-0,03 mg/kg). Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik sehingga

menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi,  kejang bronkus, hipermotilitas

usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai vagolitik seperti

atropine (dosis 0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis 0,005-0,01 mg/kg sampai

0,2-0,3 mg pada dewasa)

44