45
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit telinga, hidung, dan tenggorok (THT) sudah banyak terjadi di masyarakat. Untuk dapat mengetahui tentang penyakit telinga, hidung, dan tenggorok (THT) ini khususnya pada penyakit tenggorokan tentunya seorang dokter harus lebih dahulu mengetahui embriologi, anatomi dan fisiologi dari masing-masing organ tersebut. Selain itu juga harus diketahui bagaimana cara pemeriksaan pada penyakit tersebut. Selain telinga, hidung, dan tenggorok tentunya ada organ-organ lain yang tidak kalah penting fungsinya. Salah satunya adalah kelenjar limfa atau yang biasa disebut kelenjar getah bening. Sistem aliran limfa ini penting untuk dipelajari dan diketahui oleh seorang dokter, karena hampir semua bentuk radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar limfa leher. 1.2 Tujuan Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dokter muda dapat mengetahui embriologi, anatomi, fisiologi dan cara pemeriksaan penyakit THT khususnya tenggorokan dan mengetahui lokasi kelenjar limfa terutama kelenjar limfa leher sehingga dokter muda juga dapat mengetahui penyakit-penyakit pada THT khususnya tenggorokan da bagaimana hubungannya antara 1

ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fisiologi tengorokan

Citation preview

Page 1: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit telinga, hidung, dan tenggorok (THT) sudah banyak terjadi di

masyarakat. Untuk dapat mengetahui tentang penyakit telinga, hidung, dan

tenggorok (THT) ini khususnya pada penyakit tenggorokan tentunya seorang

dokter harus lebih dahulu mengetahui embriologi, anatomi dan fisiologi dari

masing-masing organ tersebut. Selain itu juga harus diketahui bagaimana cara

pemeriksaan pada penyakit tersebut. Selain telinga, hidung, dan tenggorok

tentunya ada organ-organ lain yang tidak kalah penting fungsinya. Salah satunya

adalah kelenjar limfa atau yang biasa disebut kelenjar getah bening. Sistem aliran

limfa ini penting untuk dipelajari dan diketahui oleh seorang dokter, karena

hampir semua bentuk radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan

bermanifestasi ke kelenjar limfa leher.

1.2 Tujuan

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dokter muda dapat

mengetahui embriologi, anatomi, fisiologi dan cara pemeriksaan penyakit THT

khususnya tenggorokan dan mengetahui lokasi kelenjar limfa terutama kelenjar

limfa leher sehingga dokter muda juga dapat mengetahui penyakit-penyakit pada

THT khususnya tenggorokan da bagaimana hubungannya antara sistem aliran

limfa tersebut dengan penyakit pada organ-organ telinga, hidung, dan tenggorok

(THT).

1

Page 2: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

BAB II

TENGGOROKAN

2.1 Embriologi

Rongga mulut, faring dan esofagus berasal dari foregut embrionik. Foregut

juga berkembang menjadi rongga hidung, gigi, kelenjar liur, hipofise anterior, tiroid

dan laring, trakea, bronkus, dan alveoli paru. Mulut terbentuk dari stomodeum

primitif yang merupakan gabungan ektodermal dan endodermal, yan membelah.

Bibir bagian atas dibentuk oleh bagian prosesus nasalis medial dan lateral dan

prosesus maksilaris. Celah bibir biasanya tidak terletak di garis tengah tetapi di

lateral dari prosesus nasalis media, yang membentuk premaksila. Bibir bagian

bawah berkembang dari bagian prosesus mandibula. Otot bibir berasal dari daerah

brankial kedua dan dipersarafi oleh saraf fasialis. Batas vermilion bibir tampak

seperti busur; takik pada busur ini merupakan cacat kosmetik yang sangat nyata.

Gigi berasal dari lamina dentalis, yang berkembang menjadi sementum dan

enamel dari gigi tetap. Perkembangan gigi manusia dari gigi susu sampai

pertumbuhan gigi molar ketiga dewasa berhubungan dengan usia penderita, dan

grafik dapat mengikuti pertumbuhan gigi yang normal. Terdapat beberapa macam

kista dan tumor jinak maupun ganas yang beasal dari sisa lamina dentalis. Gigi

dipersarafi oleh cabang dari saraf trigeminus cabang maksilaris dan mandibularis.

Pada rahang atas, ada beberapa variasi dan tumpang tindih pada daerah yang

dipersarafi oleh cabang saraf maksilaris.

Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal

dari prosesus nasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum

mole, dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum. Oleh karena itu, celah palatum

terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan. Pada tahap

pertama, lempeng palatum terdapat dilateral lidah dan jika lidah tidak turun maka

lempeng palatum tidak dapat menyatu. Hal ini merupakan dasar di mana celah

palatum berhubungan dengan mikrognasia dari Sindrom Pierre Robin.

Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan

terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh saraf lingualis,

dengan cabang korda timpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan

sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari

sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang

2

Page 3: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

bermigrasi ke depan, bersama saraf hipoglosus. Migrasi saraf hipoglosus diduga

mempunyai hubungan denga fistula brankial. Tiroid berkembang dari foramen

sekum yang terdapat di lidah bagian belakang dan bermigrasi sepanjang duktus

tiroglosus ke leher. Jika migrasi ini tidak terjadi, mengakibatkan tiroid lingualis.

Sisa dari duktus tiroglosus dapat menetap, dan letaknya di belakang korpus tulang

hyoid.

Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut dan terletak dekat

sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus submandibularis dilalui oleh saraf

lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.

Leher pada masa embrio awal tidak ada leher yang jelas, memisahkan toraks

dari kepala. Leher dibentuk seperti jantung, di mana berasal dari dibawah foregut,

yang bermigrasi ke rongga toraks dan aparatus brankial berkembang menjadi

bentuk yang sekarang. Migrasi dari jantung merupakan sebab mengapa beberapa

struktur dari leher bermigrasi terakhir. Pada masa embrio awal terdapat beberapa

tonjolan sepanjang tepi dari foregut yang juga dapat dilihat dari luar. Tonjolan ini

adalah aparatus brankialis.

Meskipun secara filogenetik terdapat enam arkus brankialis, arkus kelima tidak

pernah berkembang pada manusia, dan hanya membentuk ligamentum arteriosum.

Hanya empat arkus yang dapat dilihat dari luar. Setiap arkus brankialis

mempunyai sepotong kartilago, yang berhubungan dengan kartilago ini adalah

arkus arteri, saraf, dan beberapa mesenkim yang akan membentuk otot. Dibelakang

setiap arkus terdapat alir eksternal yang terdiri dari ektodermal. Daerah diantara

ektodermal dan endodermal dikenal dengan lempeng akhir.

Bagian dari stuktur yang disebut diatas berkembang menjadi struktur dewasa

yang tetap. Bagian yang seharusnya hilang dapat menetap dan membentuk struktur

abnormal pada dewasa. Derivat normal dari aparatus brankialis (dicatat pada tabel

1). Sebaiknya dicatat bahwa celah ektodermal dan kantong endodermal terdapat

dibelakang arkus kartilago, arteri, dan saraf.

3

Page 4: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Tabel 1. Derivat dari aparatus brankialis

I II III IV V

Kartila

go

Maleus

Inkus

Ligamentum

sfenomandibularis

Mandibula (dalam

membran sekitar

kartilago)

Stapes

Stiloid

Ligamentum

stilohyoidea

Kornu mayor

Korpus hioid

bagian bawah

Korpus hioid

Tiroidea Krikoidea

Arteri Meningea media Cabang post-

aurikularis

stilomastoidea

Stapedia persisten

Karotis komunis

dan interna

Arkus aorta

Ligamentum

arteriosum

Subklavia

kanan

Arteri

pulmonal

Saraf Mandibularis Fasialis Glosofaringeal Laringeus

superior

Laringeus

rekurens

Otot Pengunyah

Tensor timpani

Tensor veli palatini

Milohiodea

Digastrikus anterior

Ekspresi wajah

Stapedius

Aurikularis

Stilohiodea

Digastrikus

posterior

Stilofaringeus Krikotiroid Otot

intrinsik

laring

Ekto

dermal

Kanalis eksterna

Membran timpani

eksterna

Endo

dermal

Tuba eustachius

Telinga tengah

Sel-sel udara

mastoid

Celah diatas tonsila

Menetapnya bagian aparatus brankialis abnormal dapat menimbulkan

bermacam kista, sinus dan fistula. Menetapnya ektodermal dari arkus brankialis

pertama dapat menyebabkan kista atau sinus yang terletak sejajar dan bahkan dapat

memperbanyak pada saluran telinga luar. Jenis yang berbeda dari menetapnya

aparatus brankialis dapat menimbulkan kista, sinus atau fistula yang terletak pada

4

Page 5: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

satu garis bagian dalam telinga luar melalui kelenjar parotis sampai sudut

mandibula di depan sternokleidomastoideus. Seperti sisa arkus pertama dapat

melalui di depan, di belakang, bahkan melalui cabang saraf fasialis.

Derivat tulang dari arkus pertama mungkin abnormal pada sindrom Treacher

Collins. Arteri dari arkus kedua dapat membentuk arteri stapedia persisten yang

melalui krus stapes. Dengan adanya arteri ini, tidak memungkinkan untuk

melakukan stapedektomi.

Ektodermal dan endodermal dari arkus kedua dan ketiga dapat juga membentuk

kista, sinus dan fistula. Normal muara dari arkus kedua, ketiga dan keempat diliputi

oleh pertumbuhan dari daerah yang disebut tonjolan epiperikardial. Saraf pada

daerah ini adalah saraf asesorius spinalis, dan mesenkimnya membentuk otot

sternokleidomastpideus dan trapesius.

Tonjolan epikardial menyatu dengan arkus brankialis kedua, menutupi muara

alur brankialis kedua, ketiga dan keempat sebagai kista ektodermal, sinus servikalis

dari His, yang normalnya menghilang. Juga otot lidah yang berasal dari miotom

post-brankialis, bermigrasi kedasar mulut, melalui belakang derivat brankialis.

Oleh karena itu muara dari derivat brankialis persisten terletak di depan otot

sternokleidomastoideus dan salurannya melalui bagian atas saraf hipoglosus. Oleh

karena itu dapat diduga secara tepat garis dari kista, sinus, dan fistula brankialis

kedua dan ketiga.

Fistula brankialis kedua terbuka di depan otot sternokleidomastoideus, masuk

ke leher di depan arteri karotis komunis dan interna, biasanya diantara arteri karotis

interna dan eksterna, kemudian diatas saraf glossofaringeus dan hipoglosus ke arah

tonsila. Fistula brankialis ketiga terbuka di depan otot sternokleidomastoideus,

melalui bagian belakang arteri karotis komunis dan interna dan diatas saraf

hipoglosus tetapi di bawah saraf glosofaringeus dan stilofaringeus, masuk ke faring

diatas daerah yang dipersarafi oleh saraf laringeus superior. Tanda-tanda sisa

kantong brankialis keempat dapat menetap sebagai saluran dari faring bagian

bawah sampai daerah tiroid dan kadang-kadang dapat menyebabkan tiroiditis

supuratifa.

Kelainan lain yang menarik dari aparatus brankialis terjadi arteri subklavia

kanan mempunyai kelainan sejak semula dan saraf laringeus rekurens melintas dari

dasar kranium ke laring. Kelenjar tiroid tidak dapat menetap. Pengangkatan total

5

Page 6: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

duktus ini termasuk memotong korpus hioid. Posisi kelenjar paratioid dapat

bervariasi, dan jaringan paratiroid dapat bemigrasi bersama timus ke mediastinum

anterior.

2.2 Anatomi

Pada anatomi, tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna vertebra.

Terdiri dari faring dan laring. Bagian yang terpenting dari tenggorokan adalah

epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan akan

menuju ke esophagus. Tenggorakan jika dipendarahi oleh bermacam-macam

pembuluh darah, otot faring, trakea dan esophagus. Tulang hyoid dan klavikula

merupakan salah satu tulang tenggorokan untuk mamalia.

Gambar 1: Diagram tenggrokan pada manusia

2.2.1 Rongga mulut

Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut

terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar

lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris

yang dipersarafi oleh saraf fasilais. Vermilion berwarna merah karena di tutupi

oleh lapisan tipis epitel skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam

dan gigi adalah vestibulum oris. Muara duktus kelenjar parotis menghadap gigi

molar kedua atas.

Gigi ditunjang oleh krista alveolar mandibula dibagian bawah dan krista

alveolar maksila di bagian atas. Gigi pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu

6

Page 7: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

gigi taring dan dua gigi

geraham. Gigi dewasa terdiri

dari dua gigi seri dan satu gigi

taring, dua gigi premolar dan

tiga gigi molar. Permukaan

oklusal dari gigi seri berbentuk

menyerupai pahat dan gigi

taring tajam, sedangkan gigi

premolar dan molar

mempunyai permukaan

oklusal yang datar. Daerah

diantara gigi molar paling belakang atas dan bawah dikenal dengan trigonum

retromolar.

Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan

sebagian besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat

diangkat untuk faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring.

Ketidakmampuan palatum mole menutup akan mengakibatkan bicara yang

abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan menelan. Dasar mulut diantara lidah

dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula.

Muara duktus mandibularis terletak di depan ditepi frenulum lidah. Kegagalan

kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut menjadi kering, atau

xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang menyulitkan pada beberapa

pasien.

Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan

dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi

oleh saraf hipoglosus. Dua pertiga lidah bagian depan dipersarafi oleh saraf

lingualis dan saraf glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.

Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah dua pertiga bagian depan ,

sedangkan saraf glosofaringeus mempersarafi cita rasa lidah sepertiga bagian

belakang. Cita rasa dibagi dalam daerah-daerah tertentu. Misalnya, rasa pahit

dapat dirasakan pada lidah bagian belakang. Permukaan lidah bagian atas

dibagi menjadi dua pertiga depan dan sepertiga bagian belakang oleh garis dari

papila sirkumvalata yang berbentuk huruf V merupakan tempat asal duktus

7

Gambar 2. Bagian dari rongga mulut

Page 8: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

tiroglosus. Fungsi lidah untuk berbicara dan menggerakkan bolus makanan

pada waktu pengunyahan dan penelanan.

2.2.2 Faring

Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang dari mulut,

cavum nasi, kranial atau superior sampai esofagus, laring dan trakea. Faring

adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar

di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar

tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikalis ke-6. ke

atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan

berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan

laring dibawah berhubungan melaui aditus laring dan ke bawah berhubungan

dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang

lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.

Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia

faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring

terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).

Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,

kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis

lain. Nasofaring membuka ke arah depan ke hidung melalui koana posterior.

Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara

tuba eustakhius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut fosa

Rosenmuller. Kedua struktur ini berada diatas batas bebas otot konstriktor

faringis superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot yang menegangkan

palatum dan membuka tuba eustakhius, masuk ke faring melalui ruangan ini.

Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamulus tulang untuk

memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi oleh saraf

mandibularis melalui ganglion otic.

Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila

faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga

mulut. Didepan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus,

dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus

otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semuanya

dipersarafi oleh pleksus faringeus.

8

Page 9: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot:

a. Mukosa

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada

nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya

bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di

bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk

saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.

Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang

terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem

retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah

pertahanan tubuh terdepan

b. Palut Lendir (Mucous Blanket)

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui

hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak

diatas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut

lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh

udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozyme yang

penting untuk proteksi.

c. Otot

Faring merupakan daerah dimana udara melaluinya dari hidung ke

laring juga dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh

karena itu, kegagalan dari otot-otot faringeal, terutama yang menyusun

ketiga otot konstriktor faringis, akan menyebabkan kesulitan dalam

menelan dan biasanya juga terjadi aspirasi air liur dan makanan ke dalam

cabang trakeobronkial.

Otot-otot

faring tersusun

dalam lapisan

melingkar

(sirkular) dan

memanjang

(longitudinal).

Otot-otot yang

9

Gambar 3. Ukuran perbandingan posisi dan hubungan ketiga otot konstriktor faringis

Page 10: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-

otot ini terletak disebelah luar. Disebelah depan, otot-otot ini bertemu satu

sama lain dan dibelakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut ”rafe

faring” (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen

faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.vagus (n.X)

Otot-otot yang longitudial adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. letak

otot-otot ini sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring

dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus

orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot

ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu

menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring

dipersarafi dan m.azigos uvula.

M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan

kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba

eustacius.otot ini dipersarafi oleh n.X

M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya

untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba

eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X

M. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya

menyempitkan ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X

M. palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi

oleh n.X.

M. azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek

dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

d. Pendarahan

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak

beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring

asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni

cabang palatina superior.

e. Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus

faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus,

cabang dari n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus

10

Page 11: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-

cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi lansung

oleh cabang n.glosofaring (n.IX).

f. Kelenjar getah bening

Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni superior,

media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah

bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran

limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar

servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar

getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letak, faring dibagi atas:

1. Nasofaring

Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid,

jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang

disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur

embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas

penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui

oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf

kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen

laserum dan muara tuba eustachius

2. Orofaring

Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas

bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan

kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga

orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta

arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum

a. Dinding posterior faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada

radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan

otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama

dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.

11

Page 12: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

b. Fosa tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas

lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang

disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan

fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya

merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil

diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan

disebu kapsul yang sebenar-benarnya bukan merupakan kapsul yang

sebena-benarnya

c. Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang

oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.

Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina

dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut

cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak

di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah

intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah

tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.

Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai

celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel

skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya

ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa

makanan.

Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga

disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring,

sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat

darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila

eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini

terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh

papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran

12

Page 13: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada

massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.

Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar

jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses

peritonsilar.

3. Laringofaring (hipofaring)

Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah

valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman

atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis

(muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus,

nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi

laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan

kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah

esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi

terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara

esofagus.

Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan

laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring

langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah

valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh

ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral

pada tiap sisi. Valekula disebut juga “ kantong pil” ( pill pockets), sebab pada

beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.

Dibawah valekula terdapta epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk

omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang

bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam

perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya

sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi

pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika

menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke

sinus piriformis dan ke esofagus.

13

Page 14: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap

sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia

lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung

2.2.3 Laring

Laring merupakan bagian

yang terbawah dari saluran

napas bagian atas. Bentuknya

menyerupai limas segitiga

terpancung, dengan bagian

atas lebih besar daripada

bagian bawah.

Batas atas laring adalah

aditus laring, sedangkan batas

bawahnya ialah batas kaudal

kartilago krikoid.

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan

beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang

permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh

tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan

menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-

otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakkan lidah.

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago

krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid.

Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum

krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.

Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat

permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid,

disebut artikulasi krikoaritenoid.

Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago

aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat

didalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago tritisea terletak di dalam

ligamentum hiotiroid lateral.

14

Gambar 4. Bagian daripada laring

Page 15: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi

krikoaritenoid.

Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum

seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,

ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum

hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika,

ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago

aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-

otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara

keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian

laring sendiri.

Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid

(suprahioid), dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid).

Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid ialah m.digastrikus, m.geniohioid,

m.stilohioid dan m.milohioid. Otot yang infrahioid ialah m.sternohioid,

m.omohioid dan m.tirohjoid.

Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke

bawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring ke atas.

Otot-otot intrinsik laring ialah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika,

m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. Otot-otot ini

terletak di bagian lateral laring.

Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah

m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik dan m.krikoaritenoid posterior.

RONGGA LARING

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas

bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas

depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik,

ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan

arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis,

kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan

batas belakangnya ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.

15

Page 16: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika

ventrikularis (pita suara palsu).

Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan

antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.

Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3

bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika

ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik.

Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut

ventrikulus laring Morgagni.

Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian

interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis,

dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara

kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior.

Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara

(plika vokalis).

a. Persarafan laring

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis

superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf

motorik dan sensorik.

Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga

memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini

mula-mula terletak di atas m.konstriktor faring medial, di sebelah medial

a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang

hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior,

membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.

Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring

inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup

oleh m.tirohioid terletak di sebelah medial a.tiroid superior, menembus

membran hiotitiroid, dan bersama-sama dengan a.laringis superior menuju

ke mukosa laring.

16

Page 17: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf

itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren

merupakan cabang dari n. vagus.

Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya,

sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis

inferior berjalan di antara cabang-cabang a.tiroid inferior, dan melalui

permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan

medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf

ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus

anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedang-

kan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior

dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus.

b. Pendarahan

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior

dan a.laringis inferior.

Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri

laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang

membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis

superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di

submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk

mempendarahi mukosa dan otot-otot laring.

Arteri laringis inferior merupakan cabang. dari a.tiroid inferior dan

bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi

krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor

faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi

mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior.

Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga

memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu

sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang

yang kecil melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis

dengan a.laringis superior.

17

Page 18: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar

dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan

vena tiroid superior dan inferior.

2.2.4 Trakea

Trakea merupakan pipa

yang terdiri dari tulang

rawan dan otot yang dilapisi

oleh epitel torak berlapis

semu bersilia, mulai dari

kartilago krikoid sampai

percabangan ke bronkus

utama kanan dan kiri, pada

setinggi iga ke dua pada

orang dewasa dan setinggi

iga ke tiga pada anak-anak.

Trakea terletak di tengah-tengah leher dan makin ke distal bergeser ke

sebelah kanan, dan masuk ke rongga mediastinum di belakang manubrium

sterni. Trakea sangat elastis, dan panjang serta letaknya berubah-ubah,

tergantung pada posisi kepala dan leher. Lumen trakea ditunjang oleh kira-kira

18 cincin tulang rawan yang bagian posteriornya tidak bertemu. Di bagian

posterior terdapat jaringan yang merupakan batas dengan esofagus, yang

disebut dinding bersama antara trakea dan esofagus (tracheoesophageal party

wall).

Panjang trakea kira-kira 12 sentimeter pada pria dan 10 sentimeter pada

wanita. Diameter anteriorposterior rata-rata 13 milimeter, sedangkan diameter

transversal rata-rata 18 milimeter. Cincin trakea yang paling bawah meluas ke

inferior dan posterior di antara bronkus utama kanan dan kiri, membentuk

sekat yang lancip di sebelah dalam, yang disebut karina.

Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang disebut

konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah

terjadi edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan

berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopik tampak trakea merupakan

18

Gambar 5. Anatomi Trakea

Page 19: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

tabling yang datar pada bagian posterior, sedangkan di bagian anterior tampak

cincin tulang rawan. Mukosa di atas cincin trakea berwarna putih, dan di

antara cincin itu berwarna merah muda. Pada bagian servikal dan torakal

trakea berbentuk oval, karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta.

2.2.5 Esofagus

Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leher di

belakang trakea dan didepan korpus vertebra. Saraf laringeus rekurens terdapat

alur diantara esofagus dan trakea. Arteri karotis komunis dan isi selubung

karotis terletak di lateral esofagus. Pada lapisan otot faring terdapat daerah

trigonum yang lemah di atas otot krikofaringeus yang berkembang dari krikoid

dan mengelilingi esofagus bagian atas. Divertikulum yang disebut

Divertikulum Zenker dapat

keluar melalui daerah yang

lemah ini dan berlawanan

dengan penelanan.

Gambar 6. Perjalanan esofagus

2.3 Fisiologi

2.3.1 Fungsi faring

Terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan artikulasi. Tiga

dari fungsi-fungsi ini adalah jelas. Fungsi penelanan akan dijelaskan

terperinci.

a. Penelanan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan

makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport

makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui

esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah:

pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi

19

Page 20: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod

berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam

gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari

lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui

orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media

dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot

konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus

berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan

melalui esofagus dan masuk ke lambung

b. Proses berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot

palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum

mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi

sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan

m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama

m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring

m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir

mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh

tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi

akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil

gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif

m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak

pada waktu bersamaan.

Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada

periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini

timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

2.3.2 Fungsi laring

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan,

emosi serta fonasi.

Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda

asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima

glotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena

pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.

20

Page 21: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi

m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi

sebagai sfingter.

Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago

aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.

Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam

trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret

yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.

Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima

glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan

prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis

terbuka.

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus

trakeobronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,

sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring

berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3

mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus

laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak

mungkin masuk ke dalam laring.

Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekpresikan emosi, seperti

berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.

Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta

menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh

peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka

m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan,

menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid

posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika

vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya

kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan,

sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika

vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

21

Page 22: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

2.4 Pemeriksaan Pada Tengorokan

2.4.1. Anamnesis

Faring dan Rongga mulut

Keluhan kelainan di daerah faring umumnya yaitu

1. Nyeri tenggorok

2. Rasa banyak dahak di tenggorok

3. Rasa ada yang menyumbat

4. Sulit menelan

5. Nyeri menelan.

Nyeri tenggorok apakah keluhan ini hilang timbul atau menetap, disertai rasa

nyeri sampai ke telinga atau tidak. Apakah nyeri tenggorok ini disertai demam,

batuk, serak dan tenggorok terasa kering.apakah pasien merokok dan berapa

jumlahnya perhari.

Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul. Apakah dahak ini

lendir saja, pus atau bercampur darah dan keluar hanya bila dibatukkan atau terasa

turun di tenggorok.

Rasa sumbatan di leher sudah berapa lama, tempatnya dimana. Sulit menelan

(disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan apa, cair atau padat. Apakah

jugadisertai muntah dan berat badan menurun.

Nyeri menelan (odinofagia) apakah rasa nyeri waktu menelan ini disertai batuk

dan demam.

Laring dan Hipofaring

Keluhan pasien dapat berupa

1. Suara serak

2. Batuk

3. Disfagia

4. Rasa ada sesuatu di leher.

Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) sudah berapa

lama dan apakah didahului dengan peradangan hidung dan tenggorok. Apakah juga

disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan.

22

Page 23: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama dan apakah ada faktor sebagai

pencetus batuk tersebut. Apa yang dibatukkan, dahak kental, bercampur darah dan

jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok.

Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah tergantung dari

jenis makanan dan keluhan ini makin lama, apakah tergantung dari jenis makanan

dan keluhan ini makin lama makin bertambaha. Apakah sebelumnya pernah

menderita penyakit gangguan neuromuskuler.

Rasa ada sesuatu di tenggorok merupakan keluhan yang sering dijumpai dan

perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita dan apakah ada keluhan lain yang

menyertainya dan adakah hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

Tonsil dan Faring

Penderita diinstruksikan untuk membuka mulut, perhatikan struktur di kavum

oris mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal. Lihat ada tidaknya kelainan

berupa pembengkakan, hiperemis, massa, atau kainan kongenital. Lakukan

penekanan pada lidah secara lembut dengan spatel lidah. Perhatikan strukturarkus

anterior dan superior, tonsil, dinding dorsal faring. Deskripsikan kelainan-kelainan

yang tampak.

Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palasi pada daerah mukosa

bukkal, dasar lidah daerah palatum untuk menilai adanya kelainan-kelaian dalam

rongga mulut.

a. Memeriksa besar tonsil

Besar tonsil ditentukan sebagai berikut :

T0 : tonsil didalam fosa tonsil atau telah diangkat

T1 : bila bsarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula

T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula

T4 : bila besarnya mencapai uvula atau lebih

b. Memeriksa mobilitas tonsil

Digunakan 2 spatula

o Spatula 1 : posisi sama dengan diatas

23

Page 24: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

o Spatula 2 : posisi ujungnya vertical menekan jaringan peritonsil, sedikit

lateral dari arkus anterior

o Pada tumor tonsil : fiksasi

o Pada tonsillitis kronik : mobil dan sakit

c. Memeriksa patologi faring

o Faringitis akut : semua merah

o Faringitis kronik : hanya granulae merah

Laring

Pemeriksaan dari luar :

Inspeksi :

- Diperhatikan warna dan keutuhan kulit, serta benjolan yang ada pada daerah

leher sekitar laring. Suatu benjolan yang mengikuti gerakan laring adalah

struma dan kista duktus tireoglossus.

Palpasi berguna untuk :

1. Mengenal bagian- bagian dari kerangka laring (kartilago hyoid, kartilago

tiroid, kartilago krikoid) dan gelang-gelang trakea.

2. Apakah ada udem, struma, kista, metastase. Susunan abnormal dijumpai pada

fraktur dan dislokasi.

3. Laring yang normal, mudah sekali digerakkan kekanan dan kekiri oleh tangan

pemeriksa.

Laringoskopi Indirekta

Sambil membuka mulut, instruksikan penderita untuk menjulurkan lidah sejauh

mungkin ke depan. Setelah dibalut dengan kasa steril lidah kemudian difiksasi

diantara ibu jari dan jari tengah. Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal.

Kemudian masukkan cermin laring yang sesuai yang sebelumnya telah dilidah

apikan ke dalam orofaring. Arahkan cermin laring ke daerah hipofaring sedemikian

rupa sehingga tampak struktur di daerah hipofaring yaitu : epiglottis, valekula, fossa

piriformis, plika eriepiglotika, aritaenoid, plika ventrikularis dan plika vocalis.

Penilaian mobilitas plika vocalis dengan menyuruh panderita mengucapkan huruf I

berulang kali.

2.5 Penyakit Tenggorokan

Dua penyakit pada tenggorokan yang paling sering diantaranya :

24

Page 25: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

1. Tonsilitis Akut

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus ß

hemolitikus, pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus pyogenes.

Haemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Infiltrasi

bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang

berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus

ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas.

Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak

kuning.

Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis

folikularis. Bila bercak – bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur – alur

maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga

membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. Pada

keadaan ini diagnosis bandingnya adalah angina Plaut Vincent, tonsilitis difteri,

Scarlet fever dan angina agranulositosis.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak

permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi

menjadi :

- TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

- T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

- T2 :25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

- T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

- T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

25

Gambar.

Grade tonsilitis

Page 26: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

2.3.1.1 Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok

dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa

lesu, rasa nyeri di sendi – sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di

telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred

pain) melalui saraf nervus glosofaringeus. Pada pemeriksaan tampak

tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus membentuk folikel,

lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula

membengkak dan nyeri tekan.

2.3.1.2 Terapi

Antibiotika spektrum luas atau sulfonamid, antipiretik dan obat

kumur yang mengandung disinfektan.

2.3.1.3 Komplikasi

Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut.

Komplikasi tonsilitis akut lainnya adalah abses peritonsil, abses

parafaring, sepsis, bronkitis, nefritis akut, miokarditis serta artritis. Akibat

hipertrofi tonsil akan meyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur

mendengakur ( ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea

yang dikenal sebagai Obstrctive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

2.3.3 Tonsilitis Kronis

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang

menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higienen mulut yang buruk,

pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak

adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang –

kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.

2.3.3.1 Patologi

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel

mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses

penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan

mengalami pengerutan sehingga kriptus melebar. Secara klinik kriptus

ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus

kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan

26

Page 27: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan

pembesaran kelenjar limfe submandibula.

2.3.3.2 Gejala dan Tanda

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan

yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.

Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok dirasakan kering

dan napas berbau.

2.3.3.3 Terapi

Terapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur

atau obat hisap.

2.3.3.4 Komplikasi

Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah

sekitarnya berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara

perkontinuitatum.

Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat

timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis,

dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau

kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

2.3.3 Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology

Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995

menetapkan :

1) Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah

mendapatkan terapiyang adekuat

2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial.

3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan

jalan nafas,sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan

cor pulmonale

4) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang

tidak hilang dengan pengobatan.

27

Page 28: ANATOMI FISIOLOGI tenggorokan

5) Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

6) Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus

betahemolitikus.

7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

8) Otitis media efusi atau otitis media supuratif

28