Upload
bayuhendriyanto
View
185
Download
7
Embed Size (px)
Anatomi Fisiologi Ginjal
Susunan Umum Ginjal dan Traktus Urinarius
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga
peritoneum. Setiap ginjal pada
orang dewasa memiliki panjang
12-13 cm, lebar sekitar 6cm,
dan beratnya kira-kira 120-150
gr. Permukaan anterior dan
posterior kutub atas dan bawah
serta tepi lateral ginjal
berbentuk cembung sedangkan
tepi medialnya berbentuk
cekung karena adanya hilus.
Beberapa struktur yang masuk
atau keluar dari ginjal melalui
hilus adalah arteria dan vena
renalis, saraf, pembuluh limfatik, dan ureter. Ginjal diliputi oleh suatu
kapsula fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang
rapuh.
Jika ginjal dibagi dua dari
atas ke bawah, dua daerah
utama yang dapat
digambarkan yaitu korteks di
bagian luar dan medulla di
bagian dalam. Medulla ginjal
terdiri dari beberapa massa
jaringan berbentuk kerucut
yang disebut piramida ginjal.
Dasar dari setiap piramida
ginjal dimulai pada perbatasan
antara korteks dan medulla
1
serta berakhir di papilla, yang menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal, yaitu
sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentuk corong. Batas
luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka yang
disebut kalises mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kalises
minor, yang mengumpulkan urin dari tubulus setiap papilla. Dinding
kalises, pelvis, dan ureter terdiri dari elemen-elemen kontraktil yang
mendorong urin menuju kandung kemih, tempat urin disimpan sampai
keluar melalui mikturisi.
Suplai Darah Ginjal
Darah yang mengalir ke dua
ginjal normalnya sekitar 20-25%
dari cardiac output, atau sekitar 1.2
L darah/menit. Arteri renalis
memasuki ginjal melalui hilus dan
kemudian bercabang-cabang secara
progresif membentuk arteri
interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis, dan arteria aferen, yang
menuju ke kapiler glomerulus tempat sejumlah besar cairan dan zat
terlarut (kecuali protein plasma) difiltrasi untuk memulai pembentukan
urin. Ujung distal kapiler pada setiap glomerulus bergabung untuk
membentuk arteriol eferen, yang kemudian menuju jaringan kapiler
kedua, yaitu kapiler peritubular, yang mengelilingi tubulus ginjal.
Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler,
yaitu kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, yang tersusun dalam
suatu rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol eferen yang membantu untuk
2
mengatur tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat kapiler. Tekanan
hidrostatik yang tinggi yang tinggi pada kapiler glomerulus (kira-kira
60mmHg) menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan
hidrostatik yang jauh lebih rendah pada kapiler peritubulus (kira-kira 13
mmHg) memungkinkan reabsorbsi cairan yang cepat. Dengan mengatur
tekanan arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan
hidrostatik pada kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan
demikian laju filtrasi glomerulus dan/atau reabsorbsi tubulus sebagai
respons terhadap kebutuhan homeostatic tubuh.
Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh system
vena, yang berjalan secara pararel dengan pembuluh arteriol dan secara
progresif membentuk vena interlobulari, vena arkuta, vena inlobaris, dan
vena renalis, yang meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan
ureter.
Nefron Sebagai Unit Fungsional Ginjal
Masing-masing ginjal
manusia terdiri dari kurang
dari 1 juta nefron, masing-
masing mampu membentuk
urin. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru. Oleh
karena itu, pada trauma ginjal,
penyakit ginjal, atau proses
penuaan yang normal, akan
terjadi penurunan jumlah
nefron secara bertahap.
Setelah usia 40 tahun, jumlah
nefron yang berfungsi
biasanya menurun kira-kira 10
persen setiap 10 tahun; jadi,
pada usia 80 tahun, jumlah
3
nefron yang berfungsi 40 persen lebih sedikit daripada ketika usia 40
tahun. Berkurangnya fungsi ini tidak mengancam jiwa karena perubahan
adaptif sisa nefron menyebabkan nefron tersebut dapat mengekskresikan
air, elektrolit, dan produk sisa dalam tubuh yang tepat.
Setiap nefron terdiri dari: (1) glomerulus (sekumpulan kapiler
glomerulus) yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah,
dan (2) tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi
urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang
bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik
tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya.
Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel, dan keseluruhan glomerulus
dibungkus dalam kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dri kapiler
glomerulus mengalir ke dalam kapsula bowman dan kemudian masuk ke
tubulus proksimal, yang terletak dalam korteks ginjal.
Dari tubulus proksimal. Cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk
ke dalam medulla renal. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan
asenden. dinding cabang desenden dan ujung cabang asenden yang paling
rendah sangat tipis, dan oleh karena itu disebut bagian tipis ansa Henle. Di
tengah perjalanan kembalinya cabang asenden dari lengkung tersebut ke
korteks, dindingnya menjadi jauh lebih tebal, oleh karena itu disebut
bagian tebal cabang asenden.
Pada ujung cabang asenden tebal terdapat bagian yang pendek, yang
sebenarnya merupakan plak pada dindingnya, dan dikenal sebagai macula
densa. Macula densa memainkan peranan penting dalam mengatur
fungsi nefron. setelah macula densa, cairan memasuki tubulus distal, yang
terletak apda korteks renal (seperti tubulus proksimal). Tubulus ini
kemudian dilanjutkan dengan tubulus renalis arkuatus dan tubulus
koligentes kortikal, yang menuju ke duktus koligentes kortikal. Bagian
awal dari 8 sampai 10 duktus koligentes kortikal bergabung membentuk
duktus koligentes yang lebih besar, yang turun ke medulla dan menjadi
4
duktus koligentes medulla. Duktus koligentes bergabung membentuk
duktus yang lebih besar secara progresif, yang akhirnya mengalir menuju
pelvis renal melalui ujung pavila renal. Setiap ginjal, mempunyai kira2
250 duktus koligentes yang sangat besar, yang masing-masing
mengumpulkan urin dari sekitar 4000 nefron.
Anatomi Fisiologi dan Persarafan pada Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu ruang otot polos yang terdiri dari dua
bagian utama: (1) bagian korpus, yang merupakan bagian utama kandung
kemih, dan tempat pengumpulan urin, serta (2) bagian leher berbentuk
corong, yang merupakan perluasan bagian korpus kandung kemih, berjalan
ke bawah dank e depan menuju segitiga urogenital dan berhubungan
dengan uretra. Bagian bawah leher kandung kemih disebut juga uretra
posterior karena bagian ini berhubungan dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serabut-serabut ototnya
meluas ke segala arah dan, ketika berkontraksi, dapat meningkatkan
tekanan di dalam kandung kemih hingga 40-60 mmHg. Jadi, kontraksi
otot detrusor merupakan tahap utama pada proses pengosongan
kandung kemih. Sel-sel otot polos pada otot detrusor bergabung satu
sama lain sehingga terbentuk jalur elektrik bertahanan rendah dari sel otot
yang satu ke sel otot yang lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat
menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu otot ke otot berikutnya,
menyebabkan kontrksi seluruh kandung kemih pada saat yang bersamaan.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas leher kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Pada bagian dasar
apeks trigonum, leher kandung kemih membuka ke arah uretra posterior,
dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut puncak trigonum.
Trigonum dapat dikenali karena mukosanya (lapisan bagian dalam
kandung kemih) yang halus, berbeda dengan mukosa di bagian lain
kandung kemih yang berlipat-lipat membentuk rugae. Setiap ureter, saat
memasuki kandung kemih, berjalan miring melintasi otot detrusor dan
5
kemudian berjalan lagi 1 sampai 2 sentimeter di bawah mukosa kandung
kemih seselum mengosongkan urin ke kandung kemih.
Panjang leher kandung kmeih (uretra posterior) adalah 2 – 3 sentimeter,
dan dindingnya tersusun atas otot detrusor yang membentuk jalinan
dengan sejumlah besar jaringan elastis. Otot di daerah ini disebut sfingter
interna. Tonus alamiahnya menahan leher kandung kemih dan uretra
posterior untuk mengosongkan urin dan, dengan demikian, mencegah
pengosongan kandung kemih hingga tekanan pada bagian utama kandung
kemih menignkat melampaui nilai ambang.
Setelah melewati uretra posterior, uretra berjalan melalui difragma
urogenital, yang mengandung suatu lapisan otot yang disebut sfingter
eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot rangka yang volunter,
derbeda dengan otot pada bagian korpus dan leher kandung kemih, yang
seluruhnya merupakan otot polos. Otot sfingter eksterna berada di bawah
kendali volunter oleh sistem saraf dan dapat digunakan untuk mencegah
miksi secara sadar bahakan ketika kendali involunter berusaha untuk
mengosongkan kandung kemih.
Persarafan Kandung Kemih
Kandung kemih mendapatkan persarafan utama dari saraf-saraf pelvis,
yang berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis,
6
Sel-sel pada hipotalamus otak mendeteksi ↑ tek. Osmotik darah
Insufisiensi masukan air
↑ tek. Osmotik darah
Reseptor pd dinding jantung dan pembuluh darah besar mendeteksi
↓ Vol darah
↓ Vol darah
terutama berhubungan dengan segmen S-2 dan S-3 dari medulla spinalis.
Perjalanan melalui saraf pelvis terdapat dalam dua bentuk persarafan yaitu
serabut saraf sensorik dan serabut saraf motorik. Serabut saraf sensorik
mendeteksi derajat regangan dalam dinding kandung kemih. Sinyal-sinyal
regangan khususnya dari uretra posterior merupakan sinyal yang kuat dan
terutama berperan untuk memicu reflex pengosongan kandung kemih.
Persarafan motorik yang dibawa dalam saraf-saraf pelvis merupakan
serabut parasimpatis. Saraf ini berakhir di sel ganglion yang terletak di
dalam dinding kandung kemih. Kemudian saraf-saraf postganglionic yang
pendek akan mempersarafi otot detrusor.
Selain saraf pelvis, terdapat dua jenis persarafan lain yang penting untuk
mengatur fungsi kandung kemih. Yang paling penting adalah serabut
motorik skeletal yang dibawa melalui saraf pudendus ke sfingter eksterna
kandung kemih. Saraf ini merupakan serabut saraf somatic yang
mempersarafi dan mengatur otot rangka volunteer pada sfingter tersebut.
Kandung kemih juga mendapatkan persarafan simpatis dari rangkaian
simpatis melalui saraf-saraf hipogastrik, yang terutama berhubungan
dengan segmen L-2 dari medulla spinalis. Serabut simpatis ini terutama
merangsang pembuluh darah dan member sedikit efek terhadap proses
kontraksi kandung kemih. Beberapa serabut saraf sensorik juga berjalan
melalui persarafan simpatis dan mungkin penting untuk sensasi rasa penuh
dan nyeri.
Fungsi Ginjal
1. Pengaturan Keseimbangan air dan elektrolit
Ginjal mengontrol kehilangan air dan natrium dalam urine, dan dengan
demikian mempertahankan volume konsentrasi ion-ion natrium dan
tekanan osmotic dari cairan ekstraselular. Jumlah air dan natrium yang
hilang di dalam urine berada dalam kontrol 2 hormon yaitu :
a. Hormon antidiuretik ( ADH )
b. Aldosteron
7
Dengan tidak adanya ADH tubulus distal dalam keadaan tahan air. Ion-ion natrium terus dipompa keluar dari tubulus ke dalam aliran darah tetapi air tidak dpt mengikuti keluarnya ion naitrium dan oleh karenanyaair tdk diserap dr urin yg terbentuk
Dibentuk urin dencer dlm jumlah yg besar
Sel-sel pada hipotalamus otak mendeteksi ↓ tek. Osmotik darah
masukan air >>>>
↓ tek. Osmotik darah
Dalam berespon terhadap perubahan sekresi ADH oleh hipotalamus otak melalui kelenjar hipofisis dihambat
Reseptor pd dinding jantung dan pembuluh darah besar mendeteksi ↑ Vol darah
↑ Vol darah
2. Pengaturan produksi eritrosit
Ginjal menyereksikan eritropoietin yang merangsang pembentukan sel
darah merah. Eriythropoieten (EPO) adalah suatu hormon yang
dihasilkan oleh ginjal yang memajukan pembentukan dari sel-sel darah
merah oleh sumsum tulang (bone marrow)
Salah satu rangsangan yang penting untuk sekresi eritropoieten oleh
ginjal dalam keadaan hipoksi. Sel-sel ginjal yang membuat
erithopoieten adalah khusus sehingga mereka peka pada tingkat-
tingkat oksigen yang rendah didalam darah yang mengalir melalui
ginjal. Tingkat oksigen yang rendah mungkin mengindikasikan
anemia, suatu jumlah sel-sel darah merah yang berkurang, atau
molekul-molekul hemoglobin yang membawa oksigen keseluruh
tubuh. Sel-sel ini membuat dan melepaskan erythoropoiten kemudian
erithropoieten disekresikan ke dalam sirkulasi kemudian menstimulasi
(merangsang) sumsum tulang (bone marrow) untuk menghasilkan
lebih banyak sel-sel darah merah. Kenaikan yang berakibat darinya
8
Retensi ginjal berupa garam dan air Kontriksi p. Darah ginjal
↑ tek. arteri
Substansi renin ( protein plasma)Angiotensin I Angiotensin II
↓ tekanan arteri
Renin ( ginjal )
1,25-dihidroksikolekalsiferol
Hormon parairoid mengaktivasi
Kolekalsiferol ( vit D3 )
25-hidroksikolekalsiferol
dalam sel-sel merah meningkatkan kapasitas darah mengangkut
oksigen.
Tugas erythoropoin (EPO)
Sebagai pengatur utama dari produksi sel merah, fungsi-fungsi utama
erythoropoieten adalah untuk:
1. Memajukan perkembangan dari sel-sel darah merah
2. Memulai sintesis dari hemoglobin, molekul didalam sel-sel darah
merah yang mengangkut oksigen
3. Sintesa glukosa
Ginjal mensintesa glukosa dari asam amino dan prekursor lainnya
selama masa puasa yang panjang. Proses ini disebut glukoneogenesis.
Kapasitas ginjal untuk menambah glukosa pada darah selama masa
puasa yang panjang dapat menyaingi hati.
4. Ekskresi hasil buangan metabolik dan bahan kimia asing
5. Pengaturan tekanan arteri
6. Pengaturan produksi 1, 25-dihidroksi vitamin D3
Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1,25- Dihidroksi
vitamin D3
Vitamin D mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan absorbs
kalsium dari saluran pencernaan, vit D juga mempunyai efek yang
penting terhadap deposis tulang dan reabsorbsi tulang. Akan tetapi vit
D sendiri sebenarnya bukan merupakan bahan aktif yang dapat
menimbulkan efek ini. Sebaliknya vit D harus diubah melalui
serangkaian reaksi didalam hati dan ginjal menjadi bahan aktif yakni
1,25-Dihidroksi vitamin D3.
9
7. Penanganan Asam-Basa
Ginjal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan asam
basa.
1. Reabsorpsi bikarbonat
Reabsorpsi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang terjadi
terutama di tubulus proksimal. Reabsorpsi berlangsung sewaktu
sebuah molekul air terurai di sel tubulus proksimal menjadi sebuah
H+ dan sebuah molekul hidroksil (OH-). H+ secara aktif
disekresikan ke dalam lumen tubulus dan bergabung dengan
molekul bikarbonat yang telah difiltrasi di glomerulus. Hidrogen
ditambah bikarbonat akan menghasilkan asam karbonat (H2CO3),
yang dengan adanya enzim karbonat anhidrase, terurai menjadi
karbon dioksida dan air . Keduanya berdifusi kembali sewaktu
siklus tersebut berulang.
Melalui proses ini, bikarbonat yang telah difiltrasi disimpan
dan tidak jadi dieksresikan melaui urin. OH- yang dihasilkan di sel
tubulus proksimal berikatan dengan molekul karbon dioksida
intrasel. Dengan adanya enzim karbonat anhidrase, molekul
tersebut juga kembali ke dalam kapiler peritubulus.
Ginjal mensekresikan dan mengeksresikan H+ ke dalam urin
sehingga ginjal membersihkan darah dari asam-asam yang
diproduksi secara metabolik. Efek eksresi hidrogen yang terikat ke
dalam fosfat tidak hanya menyebabkan pengeluaran asam melalui
urin, tetapi juga terjadi penambahan neto bikarbonat. Hal ini
terjadi karena ion bikarbonat tetap diproduksi di tubulus proksimal
sewaktu karbon dioksida barikatan dengan OH-. Bikarbonat ini
dikembalikan ke plasma.
Dalam kondisi alkalosis, ginjal mensekresikan bikarbonat
sehingga basa plasma berkurang dan pH kembali ke tingkat
normal. Sekresi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang terjadi
di duktus pengumpul di korteks.
10
Cairan Tubulus Sel Tubulus Proksimal Plasma
HCO3- difiltrasi H2O
HCO3- direabsorpsi
OH- + CO2HCO3- + H+
H2CO3
CO2
H+
H2O
HCO3-
H2O CO2
11
Pembentukan Urin
Pembentukan urin dalam nefron melalui tiga proses yaitu filtrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
Filtrasi glomerulus
Filtrasi glomerulus adalah proses pergerakan 20% plasma yang masuk ke kapiler
glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium, lalu menuju
kapsula bowman. Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga relative
impermeable terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi (filtrate glomerulus) pada
dasarnya bebas protein dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah
merah. Jenis protein tidak bisa difiltrasi karena ukuran diameter molekul protein lebih
kecil dari pori-pori membrane glomerulus. Contohnya albumin, diameter molekul
protein plasma albumin kira-kira hanya 6 nanometer, sedangkan pori-pori membrane
glomerulus diperkirakan sekitar 8 nanometer. Konsentrasi filtrate glomerulus lainnya,
termasuk sebagian besar garam dan molekul organic, serupa dengan konsentrasinya
dalam plasma. Pengecualian terhadap keadaan umum ini ialah beberapa zat dengan
berat molekul ringan, seperti kalsium dan asam lemak, yang tidak difiltrasi secara
bebas karena zat tersebut sebagian terikat pada protein plasma. Hampir dari setengah
kalsium plasma dan sebagian besar asam lemak plasma terikat pada protein, dan
bagian yang terikat ini tidak difiltrasi dari kapiler glomerulus.
Di glomerulus, factor utama yang mendukung filtrasi adalah tekanan kapiler yang
sering disebut tekanan hidrostatik glomerulus. Di sebagian besar kapiler lainnya,
tekanan ini rata-rata berukuran 18 mmHg, di glomerulus tekanan rata-rata hampir
mencapai 60 mmHg. Hal ini disebabkan oleh rendahnya resistensi terhadap aliran
12
yang dibentuk oleh arteriol eferen yang mengaliri glomerulus, dibandingkan arteriol
di tempat lain. Tekanan cairan di interstisium di kapsula bowman juga lebih besar
dibandingkan tekanan di ruang interstisium normal, yaitu sekitar 15 mmHg
(interstisium normal 3 mmHg). Tekanan yang besar ini disebabkan oleh tingginya
volume cairan yang masuk ke dalam kapsula bowman dari glomerulus, sehingga
berlawanan dengan filtrasi glomerulus lebih lanjut. Konsentrasi protein kapiler
(tekanan osmotic koloid plasma) di glomerulus sama dengan konsentrasi di kapiler
lain. Tekanan osmotic koloid plasma meningkat di sepanjang glomerulus seiring
dengan didorongnya filtrate bebas protein ke kapsula bowman, dengan tekanan rata-
rata keseluruhan 28 mmHg. Gaya ini berlawanan dengan filtrasi glomerulus. Tekanan
osmotic koloid cairan interstisium (tekanan yang dihasilkan oleh protein interstisium)
dalam keadaan normal adalah sekitar 8 mmHg dan tekanan ini searah dengan filtrasi
glomerulus.
Laju filtrasi glomerulus
Laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR) didefinisikan sebagai
volume filtrate yang masuk ke dalam kapsula bowman persatuan waktu. GFR relative
konstan dan memberi indikasi kuat mengenai kesehatan ginjal. GFR bergantung pada
empat tekanan yang menentukan filtrasi dan reabsorpsi (tekanan kapiler, tekanan
cairan interstisium, tekanan osmotic koloid plasma, dan tekanan osmotic koloid cairan
interstisium). Dengan demikian, setiap perubahan tekanan tersebut dapat mengubah
GFR. GFR juga bergantung pada ketersediaan luas permukaan glomerulus untuk
filtrasi. Penurunan luas permukaan glomerulus akan menurunkan GFR.
Nilai rata-rata GFR pada orang dewasa adalah 180 liter per hari (125 mL per
menit). Volume plasma normal adalah sektar 3 liter (dari volume darah total sebesar 5
liter). Hal ini berarti bahwa plasma difiltrasi oleh ginjal sekitar 60 kali sehari.
Kenyataan lain adalah bahwa dari 180 liter cairan per hari yang difiltrasi ke dalam
kapsula bowman, hanya sekitar 1,5 liter per hari yang diekskresikan dari tubuh
sebagai urin. Sisanya diserap kembali ke dalam daerah di sepanjang kapiler
peritubulus.
Pengaturan aliran darah ginjal
Aliran darah ke ginjal harus tetap adekuat agar ginjal dapat bertahan serta untuk
mengontrol volume plasma dan elektrolit. Perubahan aliran darah ginjal dapat
meningkatkan atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus untuk mempengaruhi
GFR. Ginjal memiliki beberapa mekanisme untuk mengontrol aliran darah ginjal.
13
Mekanisme ini membantu dalam mempertahankan fungsi ginjal dan GFR konstan
walaupun terjadi perubahan tekanan darah sistemik.
Aliran darah ginjal dikontrol oleh mekanisme intrarenal dan ekstrarenal.
Mekanisme intrarenal mencakup kemampuan bawaan arteriol aferen dan eferen untuk
melebar dan menyempit, yang dapat menentukan seberapa banyak darah yang
mengalir melintasi ginjal. Kemampuan bawaan ini disebut autoregulasi. Mekanisme
ekstrarenal yang mengatur aliran darah ginjal mencakup efek langsung peningkatan
atau penurunan tekanan arteri rata-rata dan efek susunan saraf simpatis. Mekanisema
ketiga yang mengatur aliran darah dan memiliki komponen intrarenal dan ekstrarenal
adalah hormone yang dihasilkan oleh ginjal dan mempengaruhi seluruh sirkulasi
sistemik. Hormone ini disebut renin, yang bekerja melalui pembentukan suatu
vasokonstriktor kuat, angiotensin II.
Autoregulasi
Autoregulasi adalah respon intrinsic otot polos vascular terhadap perubahan
tekanan darah. Seperti banyak arteriol lain, sel-sel otot polos arteriol aferen dan eferen
berspon terhadap peregangan dengan konstriksi reflex. Apabila tekanan darah
sistemik meningkat, maka peregangan pada arteriol aferen meningkat. Peregangan
tersebut menyebabkan arteriol berkonstriksi sehingga aliran darah berkurang dan
tekanan darah ginjal kembali ke normal. Sebaliknya, apabila tekanan darah sistemik
menurun, maka peregangan pada arteriol aferen dan eferen berkurang, dan arteriol
berespon dengan melakukan relaksasi dan dilatasi untuk meningkatkan aliran darah.
Dengan adanya autoregulasi, aliran darah ginjal menetap relative konstan dengan
kisaran antara 80 mmHg dan 180 mmHg.
Autoregulasi berfungsi efektif khususnya pada saat tekanan darah meningkat.
Batas bawah autoregulasi, 80 mmHg, lebih sering tercapai disbanding batas atasnya.
Dengan demikian, GFR dapat turun pada keadaan hipotensi berat.
Susunan saraf simpatis
Saraf simpatis mempersarafi arteriol aferen dan eferen ginjal dan dapat
mengabaikan autoregulasi apabila dirangsang. Seperti berlaku pada sebagian besar
arteriol, rangsangan terhadap saraf simpatis menyebabkan konstriksi arteriol aferen,
sehingga terjadi peningkatan resistensi terhadap aliran. Akibatnya, aliran darah ke
glomerulus menurun sehingga tekanan hidrostatik kapiler dan GFR juga berkurang.
Namun, rangsangan simpatis pada arteriol eferen yang terjadi bersamaan, serta
konstriksi pembuluh itu kemudian menyebabkan darah terbendung di glomerulus. Hal
14
ini dapat meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler dan filtrasi glomerulus. Hasil akhir
rangsangan simpatis pada ginjal adalah penurunan bermakna aliran darah ginjal
(karena darah yang masuk dan keluar menurun), dengan sedikit penurunan GFR.
Susunan saraf simpatis terangsang apabila terjadi penurunan tekanan darah sistemik.
Penurunan aliran darah ginjal sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah
sistemik bersifat adaptif dan membantu organism bertahan dari suatu krisis hipotensif.
Pada hipotensi, air dan garam yang difiltrasi di glomerulus berkurang sehingga yang
keluar melalui urin juga berkurang. Hal ini membantu meningkatkan volume darah
dan memulihkan tekanan darah.
Pada keadaan peningkatan tekanan darah, rangsangan simpatis ke semua arteriol
berkurang. Arteriol aferen dan eferen berdilatasi sehingga aliran darah ginjal dan GFR
meningkat. Hal ini menyebabakn peningkatan pengeluaran air dan garam melalui
urin, yang membantu mengurangi volume darah dan mengembalikan tekanan darah
ke tingkat normal.
Harus ditekankan bahwa input simpatis lebih dominan dibandingkan dengan
mekanisme autoregulasi ginjal. Apabila perangsangan simpatis meningkat, maka
aliran darah ginjal berkurang walaupun ginjal berusaha melakukan mekanisme
autoregulasi aliran darahnya.
Renin
Renin adalah suatu hormone yang dikeluarkan oleh ginjal sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah atau penurunan konsentrasi natrium p;asma. Sel-sel yang
membentuk dan mengeluarkan rennin serta mengontrol pelepasannya adalah
sekelompok sel nefron yang disebut apparatus jukstaglomerulus (JG). Kelompok sel
ini mencakup sel otot polos arteriol aferen dan sel makula densa. Sel otot polos
mensintesisi rennin dan berfungsi sebagai baroreseptor untuk memantua tekanan
darah. Sel macula densa adalah bagian dari pars asenden nefron. Sel ini memantau
konsentrasi natrium plasma. Sel macula densa dan sel arteri aferen terletak berdekatan
satu sama lain di titik pars asenden tubulus distal hamper menyentuh glomerulus.
Pada saat sel macula densa memantau perubahan natrium plasma selanjutnya sel
tersebut mengirimkan pesan ke sel yang mensekresi rennin.
Apabila tekanan darah turun, maka sel otot polos meningkatkan pelepasan rennin.
Apabila tekanan darah naik, maka sel otot polos mengurangi pelepasan rennin.
Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel macula densa memberi sinyal
kepada sel-sel penghasil rennin untuk meningkatkan aktivitasnya. Apabila kadar
15
natrium plasma meningkat, maka sel macula densa memberi sinyal kepada sel otot
polos untuk menurunkan pelepasan rennin.
Saraf simpatis juga merangsang apparatus JG untuk mengeluarkan rennin. Dengan
demikia, penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan rennin baik secara
langsung melalui baroreseptor JG dan tidak langsung melalui saraf simpatis.
Setelah dikeluarkan, rennin beredar dalam darah dan bekerja dengan
mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu, angiotensinogen, menjadi
angiotensin I (AI) suatu protein yang terdiri atas 10 asam amino. Angiotensinogen
dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya di dalam darah tinggi. Dengan demikian,
pelepasan rennin adalah langkah penentu kecepatan reaksi. Perubahan
angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung di seluruh plasma, tetapi terutama
di kapiler paru. AI mempunyai beberapa efeknya sendiri, tetapi lebih cepat bereaksi
dengan enzim lain yang sudah ada di dalam darah enzim pengubah angiotensin
(angiotensin converting enzyme, ACE). ACE menguraikan AI menjadi 8-amino-acid-
peptide atau angiotensin II (AII).
Angiotensin II
AII adalah suatu vasokonstriktor kuat yang bekerja pada seluruh system vascular
untuk meningkatkan kontraksi otot polos sehingga terjadi penurunan garis tengah
pembuluh dan peningkatan resistensi perifer total (total peripheral resistance, TPR).
Peningkatan TPR secara langsung meningkatkan tekanan darah sistemik. AII juga
merupakan suatu hormone kuat yang beredar dalam darah ke kelenjar adrenal,
menyebabkan sintesis hormone mineralkortikoid, aldosteron.
Aldosteron
Aldosteron beredar dalam darah dan berikatan dengan sel-sel duktus pengumpul
di korteks ginjal. Pengikatan dengan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi
natrium dan filtrate urin dan menybabkan natrium masuk kembali ke kapiler
peritubulus. Karena air sering kali mengikuti perpindahan natrium, peningkatan
reabsorpsi natrium menyebabkan peningkatan reabsorpsi air sehingga volume plasma
meningkat. Peningkatan volume plasma akan meningkatkan aliran balik vena ke
jantung sehingga volume sekuncup dan curah jantung meningkat. Peningkatan curah
jantung, seperti peningkatan TPR, secara langsung meningkatkan tekanan darah
sistemik.
Rangsangan lain untuk pelepasan aldosteron, selain angiotensin II, adalah kadar
kalium plasma yang tinggi dan suatu hormone hipofisis anterior, hormone
16
adrenokortikotropik (ACTH). Selain mempengaruhi reabsorpsi natrium, aldosteron
juga merangsang sekresi (dan demikian ekskresi) kalium dari duktus pengumpul di
korteks ginjal ke dalam filtrate urin. Aldosteron mempengaruhi transport natrium dan
kalium melewati usus, dengan cara yang sama natrium dan kalium melewati duktus
pengumpul.
Respons Reflek Renin-Angiotensin Terhadap Perubahan Tekanan Darah
Apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka sel JG melepaskan rennin, yang
pada gilirannya menyebabkan peningkatan AII. AII menyebabkan kontriksi arteriol di
seluruh tubuh, termasuk arteriol aferen dan eferen. Konstriksi yang ditimbulkan oleh
AII meningkatkan resistensi perifer total dan pemulihan tekanan darah ke tingkat
normal. Aliran darah ginjal berkurang, yang menyebabkan produksi urine menurun.
Penurunan haluaran urin ikut membantu meningkatkan volume plasma dan tekanan
darah.
Hal yang sebaliknya akan terjadi apabila tekanan darah meningkat. Apabila tekanan
darah meningkat, maka pengeluaran renin berkurang dan kadar AII turun. Hal ini
menyebabkan dilatasi arteriol sistemik, penurunan resistensi perifer total, dan
penurunan tekanan darah kembali ke tingkat normal. Penurunan AII menyebabkan
arteriol aferen dan eferen melemas sehingga terjadi peningktan aliran darah ginjal dan
haluaran urine, yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah.
Respons Renin Angiotensi-Aldosteron Terhadap Penurunan Natrium
Rangsangan kedua yang menyebabkan pelepasan renin adalah konsentrasi natrium
plasma. Penurunan natrium di dalam cairan tubulus yang melewati sel macula densa
menyebabkan peningkatan pengeluaran renin. Peningkatan renin menyebabkan
peningkatan AII, yang merangsang sintesis aldosteron dan dengan demikian
meningkatkan reabsorbsi natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium menurunkan
rangsangan untuk pelepasan renin lebih lanjut. Hal yang sebaliknya terjadi apabila
muncul peningkatan natrium plasma yang melewati sel macula densa.
Reabsopsi Ginjal
Reabsorpsi adalah proses kedua yang dilakukan oleh ginjal untuk menentukan
konsentrasi suatu zat yang difiltrasi dari plasma. Reabsorpsi mengacu pada
pergerakan aktif ( memerlukan energi dan selalu diperantarai oleh pembawa) atau
pasif ( tidak memerlukan energi) suatu zat yang disaring di glomerulus kembali ke
17
Angiotensin 1angiotensinogen
Macula densa memberi sinyal pada jugstaglomerulus untuk melepas renin
Macula densa berespon terhadap hal ini
↓ tekanan darah↓ konsentrasi Na
Angiotensin 2
Vasokonstriksi pembuluh darah
TD ↑
Aldosteron ↑
↑reabsorpsi Na
↑Na
Renin ACE
kapiler peritubulus. Reabsorpsi dapat total (glukosa) atau parsial (natrium, urea,
klorida dan air).
1. Reabsorpsi glukosa
Glukosa secara bebas disaring di glomerulus. Dalam keadaan normal, semua
glukosa yang difiltrasi akan direabsorpsi oleh transport aktif, terutama di tubulus
proksimal.
Karena selalu melibatkan suatu pembawa, terdapat suatu transport maksimum
(Tm) untuk glukosa. Tm adalah jumlah suatu bahan yang dapat ditranspor per
satuan waktu. Glukosa plasma jarang meningkat cukup tinggi sehingga melebihi
Tm glukosa kecuali apabila individu mengidap diabetes mellitus.
2. Reabsorpsi Natrium
Reabsorpsi natrium berlangsung di seluruh tubulus melalui kombinasi difusi
sederhana dan transport aktif. Tidak seperti glukosa, ginjal mengatur konsentrasi
netrium plasma. Walaupun natrium difiltrasi secara bebas, dan dalam keadaan
normal 98-99% direabsorpsi , namun reabsorpsi 1-2% yang terakhir dapat
bervariasi. Jumlah 1-2% terakhir ini dikendalikan oleh ada atau tidaknya hormon
aldosteron.
3. Reabsorpsi klorida
18
Reabsorpsi klorida dapat bersifat aktif atau pasif dan hampir selalu bersamaan
bersamaan dengan transport natrium.
4. Reabsorpsi kalium
Kalium juga disekresikan ke dalam tubulus melalui transport aktif di sel-sel
tubulus proksimal, pars desenden lengkung henle dan duktus pengumpul.
5. Reabsorpsi asam amino
Asam amino yang difiltrasi di glomerulus secara aktif direabsorpsi di tubulus
proksimal.
6. Reabsorpsi protein plasma
7. Reabsorpsi urea
Urea dibentuk di hati sebagai suatu produk akhir metabolisme protein. Urea
difiltrasi secara bebas di glomerulus. Karena sangat permiabel menembus
sebagian besar nefron, urea berdifusi kembali ke kapiler peritubulus. Urea
mengikuti air sewaktu air direabsorpsi dari filtrate urin yang bergerak menembus
nefron.
Sekresi (Augmentasi) Ginjal
Sekresi yang terjadi di tubulus proksimal adalah sekresi ion H+, urea, dan K+. Sekresi
yang terjadi di tubulus distal adalah H+ dan NH3.
Ureter dan Kandung Kemih
19
Kandung kemih terisi
Kandung kemih berkontraksi
Sfingter uretra interna secara mekanik terbuka bila kandung kemih berkontraksi
Sfingter uretra eksterna tetap tertutup bila motor neuron dirangsang
Korteks serebri
Motor neuron menuju sfingetr uretra eksterna
Sfingter uretra eksterna terbuka bila motor neuron dihambat
Tidak berkemihKetika pusat vesikel terangsang, maka impuls menjalar sepanjang saraf pelvis
Pusat vesikel terangsang
Impuls menjalar ke pusat vesikel
Reseptor regang pada dinding kandung kemih terstimulasi
Urine yang berada dalam duktus koligentes yang berasal dari nefron dikeluarkan
pada ujung setiap papila ginjal ke dalam Pelvis ginjal yang mengalirke dalam
ureter. Ureter adalah saluran yang panjangnya sekitar 25 cm dan lebarnya 5 mm.
Dinding ureter mengandung otot polos yang berkontraksi dan berelaksasi untuk
menghasilkan gelombang peristaltik yang mendorong urine ke arah kandung kemih.
Urin memasuki kandung kemih yang tercapai setiap 10-15 detik. Ureter memasuki
dinding kandung kemih secara serong. Sehingga ketika kandung kemih terisi, urine
tidak terdorong kembali ke arah jantung. Dengan terisinya kandung kemih ( sampai
sekitar 500 ml ) otot polos pada dinding kandung kemih,detrusor, rileks. Area
sensitive pada bagian dasar kandung kemih, trigone, tidak mengalami peregangan .
otot polos dari sfingter internal biasanya berkontraksi, mempertahankan kontinens.
Urine dikeluarkan dari kandung kemih melalui uretra. Pada pria uretra dikelilingi
oleh kelenjar prostat. Sfingter eksternal uretra terbentuk dari otot lurik. Sfingter
yang digunakan hanya kadang-kadang saja, misalnya saja untuk mengganggu aliran
urine secara volunter, tetapi dapat diambil alih jika sfingterinternal mengalami
kerusakan (misalnya setelah operasi prostat).
Kontrol saraf terhadap berkemih ( mengalirnya urine )
Pengaturan refleks Pengaturan volunter
20
21