21
TEKS PERMAINAN ANAK PANGPRING: STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI Latar Belakang Masalah Tradisi lisan merupakan medium terindah dalam sejarah kesusastraan Nusantara ini. Sebelum kertas ditemukan oleh Tsa’Lun, sebelum mesin cetak ditemukan oleh Johann Gutenberg dimana keduanya menjadi medium tradisi tulis, peradaban dibangun oleh berbagai tradisi lisan. Baik bergenre prosa, puisi, maupun drama. Permainan anak Pangpring, merupakan salah satu bentuk dari tradisi lisan tersebut. Dalam permainan anak Pangpring ini, terdapat sebuah teks yang dinyanyikan sebagai pengiring dalam permainan. Tradisi permainan anak Pangpring merupakan warisan turun-temurun dari si empunya cerita yang diwariskan dengan sisitem vertikal. Meskipun hampir punah dan terdominasi oleh sastra tulisan atau modern. Akan tetapi, permainan anak ini masih tetap hidup sampai sekarang, khususnya di kalangan keluarga terdekat penulis sebagai ahli waris dari permainan anak ini. Warisan tersebut dijaga keasliannya dengan cara terus dipelihara dan tentunya permainan ini terus dilakukan, walaupun hanya terbatas dilingkungan dalam keluarga. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan berusaha mengungkap makna yang ada dibalik permainan anak Pangpring ini, serta mengetahui fungsi teks permainan anak

Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

TEKS PERMAINAN ANAK PANGPRING: STRUKTUR, KONTEKS

PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI

Latar Belakang Masalah

Tradisi lisan merupakan medium terindah dalam sejarah kesusastraan Nusantara

ini. Sebelum kertas ditemukan oleh Tsa’Lun, sebelum mesin cetak ditemukan oleh

Johann Gutenberg dimana keduanya menjadi medium tradisi tulis, peradaban dibangun

oleh berbagai tradisi lisan. Baik bergenre prosa, puisi, maupun drama.

Permainan anak Pangpring, merupakan salah satu bentuk dari tradisi lisan

tersebut. Dalam permainan anak Pangpring ini, terdapat sebuah teks yang dinyanyikan

sebagai pengiring dalam permainan. Tradisi permainan anak Pangpring merupakan

warisan turun-temurun dari si empunya cerita yang diwariskan dengan sisitem vertikal.

Meskipun hampir punah dan terdominasi oleh sastra tulisan atau modern. Akan

tetapi, permainan anak ini masih tetap hidup sampai sekarang, khususnya di kalangan

keluarga terdekat penulis sebagai ahli waris dari permainan anak ini. Warisan tersebut

dijaga keasliannya dengan cara terus dipelihara dan tentunya permainan ini terus

dilakukan, walaupun hanya terbatas dilingkungan dalam keluarga.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan berusaha mengungkap

makna yang ada dibalik permainan anak Pangpring ini, serta mengetahui fungsi teks

permainan anak tersebut dengan menganalisis struktur, isi, dan fungsi permainan anak

Pangpring tersebut.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana struktur teks permainan anak Pangpring?

2) Makna apa yang terkandung dalam permainan anak Pangpring?

3) Bagaimana fungsi permainan anak Pangpring dalam masyarakatnya?

Page 2: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Memaparkan struktur teks dari permainan anak Pangpring.

2) Memaparkan makna yang terkandung dalam permainan anak Pangpring.

3) Memaparkan fungsi dari permainan anak Pangpring.

Populasi dan Sampel

Identitas informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Nama : Wiwi Kartiwi

Umur : 81 Tahun

Pendidikan : tidak sekolah

Hub. Dengan Penulis : Nenek penulis

Sumber tuturan : Dilisankan

Hari dan Tgl Perekaman : 20 April 2007

Tempat : Di rumah informan

Landasan Teoretis

Istilah folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folklore. Kata

tersebut adalah kata mejemuk yang berasal dari dua kata folk dan lore. Dundes dalam

Danandjaja (2002:1-2) menyebutkan bahwa folk adalah sekelompok orang yang memiliki

ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dengan

kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal tersebut antara lain dapat berwujud:

warna kulit yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang

lebih pentig lagi adalah bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang

telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat meraka akui

sebagai milik bersamanya. Di samping itu, yang paling penting adalah mereka sadar akan

identitas kelompok mereka sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan lore adalah tradisi

folk, yaitu sebagian kebudayaan, yang diwariskan turun-temurun secara lisan melalui

suatu contoh yang disetai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic

device).

Page 3: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

Zidan (2000:74) menyebutkan bahwa semua folklor adalah semua tradisi rakyat,

seperti kepercayaan, warisan kebudayaan, dan adat istiadat yang tradisional. Istilah ini

berasal dari tradisi Anglo Saxon, Folk “rakyat” dan lore “pelajaran”, biasanya hanya

mencakup bahan-bahan yang disebarkan secara lisan, tetapi sekarang meliputi sumber

tertulis tentang tradisi, pandangan hidup, dan kebiasaan rakyat, balada rakyat, dongeng,

mitos, peribahasa, pepatah tradisi lisan.

Dalam analisis ini, jenis tradisi masyarakat tersebut berupa permainan anak yang

berasal dari kearifan budaya Sunda, yang menurut istilah bahasa Sunda sering disebut

dengan kaulinan budak. Permainan anak tradisional yang merupakan warisan turun-

temurun dari si empunya cerita hingga saat ini masih dipertahankan, dalam artian sampai

dengan penelitian ini dilakukan khazanah kebudayaan tersebut masih banyak dilakukan.

Untuk lebih jauhnya, permainan anak Pangpring ini diajarkan guna kelestarian khazanah

kebudayaan Sunda secara khususnya, dan kebudayaan Indonesia pada umumnya.

Analisis terhadap teks permainan anak Pangpring

Teks yang dianalisis merupakan teks permainan anak Pangpring yang diperoleh

dari kampung Cikembar. Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi. Teks permainan

anak dianalisis merupakan nyanyian pengiring pada bentuk permainan anak-anak yang

dilakukan dengan berbagai gerakan. Teks permainan anak pangpring tersebut

menggunakan bahasa Sunda. Analisis ini akan mengacu pada analisis struktur, konteks

penuturan, fungsi, dan proses penciptaan.

Analisis Struktur

Analisis struktur meliputi analisis formula sintaksis, formula bunyi, formula

irama, majas, dan tema.

Formula sintaksis

Teks permainan anak pangpring ini terdiri dari enam larik, yang isinya antara lain;

Teks asli Teks terjemahan

(1) Pangpring, Pangpring (1) Habis, habis

sabulu gading semua bulu yang ada

(2) Bodasna ka ninikeun, (2) Yang putih untuk nenek

Page 4: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

Hideungna ka akikeun Yang hitam untuk kakek

(3) Sorosot gedang, Sorosot gedang (3) Melorot pepaya, melorot pepaya

(4) Kotek, Kotek, ti Oo (4) Korek, korek, Tahi ayam

Larik pertama berupa satu kalimat yang terdiri dari 4 kata dan 8 suku kata, dengan

konstruksi kalimat berupa S+P. Kata /Panpring/ berfungsi sebagai subjek dan frasa

/Sabulu gading/ berfungsi sebagai predikat. Kata /Pangpring/ berkategori nomina, dan

frasa /Sabulu gading/ merupakan frasa Konektif yang berkategori nomina.

Analisis Sintaksis Pangpring Sabulu gading

Fungsi S P

Kategori N N

Peran Pelaku Penerima

Pada kalimat ini terdapat makna dari kata Pangpring (Habiskan) tersebut adalah

segala sesuatu yang kotor harus dihabiskan. Kata habiskan tersebut dapat dikolerasikan

dengan kata bersihkan. Jadi intinya kalimat ini mengajak si pendengar untuk selalu

menjaga kebersihan diri, terutama bagian sekitar kaki.

Larik kedua terdiri dari dua kalimat. Kalimat pertama /Bodasna ka ninikeun/

terdiri dari 2 kata dan 7 suku kata. Dengan kontruksi kalimat P+S. Kata /Bodasna/

berfungsi sebagai predikat dan Frasa /Ka ninikeun/ yang berupa frasa direktif berfungsi

sebagai subjek. Kata /Bodasna/ berkategori adjektif, dan frasa /ka ninikeun/ berkategori

Verba. Kata /Bodasna/ memiliki peran sebagai pelaku dan frasa /Ka ninikeun/ berperan

sebagai penerima.

Analisis Sintaksis Bodasna ka ninikeun

Fungsi P S

Kategori Ad V

Peran Pelaku Penerima

Kalimat kedua /Hideungna ka akikeun/ terdiri dari 2 kata dan 7 suku kata. Dengan

kontruksi kalimat P+S. Kata /Bodasna/ berfungsi sebagai predikat dan Frasa /Ka

ninikeun/ yang berupa frasa direktif berfungsi sebagai subjek. Kata /Bodasna/ berkategori

Page 5: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

adjektif, dan frasa /ka ninikeun/ berkategori Verba. Kata /Bodasna/ memiliki peran

sebagai pelaku dan frasa /Ka ninikeun/ berperan sebagai penerima.

Analisis Sintaksis Hideungna ka akikeun

Fungsi P S

Kategori Ad V

Peran Pelaku Penerima

Larik ketiga dalam teks Pangpring ini terdiri dari 2 kata dan 14 suku kata.

Terdapat bentuk reduplikasi dalam larik ketiga ini. Kalimat /Sorosot gedang/ diucapkan

dua kali. Kalimat dalam larik ketiga ini mempunyai kontruksi kalimat S+P. kata /Sorosot/

berfungsi sebagai subjek dan kata /gedang/ berfungsi sebagai predikat. Kata /Sorosot/

berkategori sebagai verba (kata kerja), dan kata /gedang/ berkategori sebagai kata benda

(nomina). Kata /Sorosot/ berperan sebagai pelaku dan kata /gedang/ berperan sebagai

penerima.

Analisis Sintaksis Sorosot gedang

Fungsi S P

Kategori V N

Peran Pelaku Penerima

Kalimat /Sorosot gedang/ dalam larik ini tidak ada kaitan makna dengan dua larik

sebelumnya. Karena kalimat ini hanya berupa tambahan kalimat yang digunakan sebagai

penggembira dalam permainan anak Pangpring ini.

Larik keempat terdiri dari 4 kata dan 8 suku kata. Kalimat dalam larik keempat ini

memiliki konstruksi kalimat S+P. Kata /Kotek/ berfungsi sebagai subjek dan Frase /ti Oo/

berfungsi sebagai predikat. Kata /kotek/ berkategori sebagai kata kerja (verba) dan frase

/ti Oo/ berkategori sebagai nomina. Kata /kotek/ memilki peran sebagai pelaku dan frase

/ti Oo/ berperan sebagai pelengkap.

Analisis Sintaksis Kotek ti Oo

Fungsi S P

Kategori V N

Peran Pelaku Pelengkap

Page 6: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

Formula Bunyi

Pembahasan mengenai formula bunyi dalam teks permainan anak pangpring ini

dilengkapi dengan unsur asonansi dan aliterasi. Seperti diungkapkan oleh Pradopo,

bahwa pembahasan mengenai bunyi meliputi pembahasan asonansi dan aliterasi berserta

efek yang ditimbulkannya pada teks (Pradopo, 2002:31). Pada teks permainan anak

pangpring ini, larik pertama terdapat vokal /a/, /i/, /u/, yang berkombinasi dengan

konsonan-konsonan /p/, /b/, /g/. Efek yang ditimbulkan dari kombinasi vokal dengan

konsonan tersebut membuat kata-kata yang diucapkan dalam larik pertama ini mudah,

ringan, dan tidak sulit untuk diucapkannya. Seperti terdapat pada kata: Pangpring, bulu,

gading

Larik kedua di isi dengan munculnya vokal /o/, /a/, /i/ yang dikombinasikan

dengan konsonan /b/, /h/, /k/. Efek yang ditimbulkan dari kombinasi vokal dengan

konsonan tersebut sama halnya seperti terdapat pada larik pertama, yaitu memudahkan

kata-kata tersebut untuk diucapkan. Seperti terdapat pada kata: Bodasna, Hideungna.

Dalam larik kedua ini juga terdapat sufiks –keun yang berkategori sebagai verba. Seperti

pada kata: ka akikeun, ka ninikeun.

Pada larik ketiga terdapat vokal /o/, /a/, yang dikombinasikan dengan konsonan-

konsonan /s/, /r/, /d/, /g/. kombinasi tersebut menimbulkan efek bunyi yang padu antara

gabungan vokal dengan konsonan, sehingga kata-kata tersebut mudah untuk diucapkan.

Kemudahan pengucapan tersebut tidak bisa dilepaskan dari aliterasi yang timbul, dimana

konsonan /s/, /r/, /d/ merupakan bunyi alveolar. Seperti terdapat pada kata: Sorosot,

gedang.

Larik keempat di isi dengan kata-kata yang sebenarnya merupakan bentuk

perbuatan yang dilisankan separti pada kata Kotek (yang berarti mengkorek-korek).

Vokal yang dominan pada larik ini adalah vokal /o/, /e/, /a/, /u/ yang dikombinasikan

dengan konsonan /k/, /t/, /b/. kombinasi tersebut menimbulkan kata-kata yang terdapat

pada larik ini mudah untuk diucapkan. Seperti terdapat pada kata: Kotek, Bau. Terdapat

juga diftong (penggabungan dua vokal) pada larik ini. Seperti terdapat pada kata Bau,

Penggabungan vokal /a/ dan /u/ merupakan proses diftongnisasi.

Untuk memperjelas hasil analisis formula bunyi, di bawah ini dicantumkan

bentuk-bentuk asonansi dan aliterasi teks permainan anak Pangpring.

Page 7: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

Tabel Asonansi dan Aliterasi

Larik Asonansi Aliterasi

1 /a/, /i/, /u/ /p/, /b/, /g/

2 /o/, /a/, /i/ /b/, /h/, /k/

3 /o/, /a/ /s/, /r/, /d/, /g/

4 /o/, /e/, /a/, /u/ k/, /t/, /b/

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa asonansi yang paling dominan adalah

bunyi vokal /a/ yang menghasilkan efek pengucapan yang ringan. Terdapat juga bunyi

asonansi yang lain seperti vokal /o/, /u/, /e/, /i/, yang menimbulkan efek bunyi tertentu.

Aliterasi yang dominan adalah konsonan /b/ yang selalu ada pada setiap larik.

Konsonan lain seperti k/, /t/, /s/, /r/, /d/, /g /, /h/, /k/ /p/, muncul beberapa kali saja.

Formula Irama

Irama adalah pergantian naik-turun, panjang-pendek, keras-lembut ucapan bunyi

bahasa dengan teratur (Pradopo, 2002: 31). Pola irama dari teks permainan anak

Pangpring ini tetap sama, artinya walaupun teks tersebut telah diwariskan kepada

generasi selanjutnya, pola irama dalam penuturannya tetap sama.

Permainan anak Pangpring ini merupakan bentuk kolaborasi antara teks yang

dinyayikan dengan suatu gerak sebagai sebuah permainan. Teks Pangpring terdiri dari

beberapa pola irama. Pada larik pertama terdiri atas 4 kata dan 8 suku kata. Pada larik

kedua terdiri dari 6 kata dan 14 suku kata. Pada larik ketiga terdapat bentuk reduplikasi

pada kalimat Sorosot gedang, pada larik ini terdiri dari 2 kata dan 10 suku kata. Pada

larik keempat terdiri dari 5 kata dan 6 suku kata.

Dari penjelasan di atas, telah terlihat bahwa teks permainan anak Pangpring

tersebut terdapat sebuah pola irama yang teratur. Keteraturan pola irama tersebut

memudahkan teks tersebut untuk diucapkan atau dinyayikan.

Page 8: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

Majas

Bahasa yang digunakan dalam teks ini adalah bahasa Sunda. Kata-kata dalam teks

ini menggunakan kata-kata sederhana, akan tetapi tidak mengurangi estetika bahasa dari

teks tersebut. Teks permainan anak Pangpring ini menggunakan kata-kata yang

komunikatif, karena pada intinya teks ini berfungsi sebagai bahan pengajaran bagi anak-

anak, sehingga kata-kata yang dimunculkan bersifat komunikatif-estetik.

Majas yang digunakan dalam teks ini banyak menggunakan metafora.

Penggunaan metafora tersebut tercermin sebagai bentuk perumpamaan metafor-metafor

alam yang merupakan proses asosiasi dari kekayaan bahasa (kontemplasi). Peran metafor

tersebut membuat teks permainan anak ini telah sesuai dengan kaidah sastra yang

merupakan reka bahasa yang etis-estetis. Etis tersebut berupa pengajaran nilai yang

terkandung dalam teks, dan estetis yaitu berupa keindahan bahasa sebagai bentuk dari

kontemplasi. Hal tersebut tercermin pada dua larik terakhir pada teks ini, yaitu pada larik

ketiga dan keempat:

Sorosot gedang, sorosot gedang

Kotek,kotek, bau ti Oo

Dalam dua larik tersebut terdapat bentuk ajaran pendidikan dan menghibur. Inti

dari sastra itu menghibur. Akan tetapi, sastra tidak saja menghibur, sastra harus diberi

muatan nilai agar sastra itu bisa abadi. Seperti pada permainan anak pengpring ini terus

abadi sampai dengan saat ini.

Tema

Tema adalah kelompok ide yang digunakan secara teratur pada penciptaan cerita

pada gaya formulaik nyanyian tradisional. Analisis tema menggunakan teori isotopi yang

dikemukakan oleh Greimas. Menurut Greimas yang dimaksudkan dengan isotopi adalah

suatu kesatuan kategori semantik yang timbul dari redudansi dan yang memungkinkan

pembacaan cerita seragam sebagaimana yang dihasilkan dari pembacaan ujaran itu

bagian demi bagian dan dari pemecahan ambiguitas yang dituntun oleh upaya pembacaan

yang senada (Greimas dalam Badrun,1994:36). Penjelasan mengenai isotopi pada teks

permainan anak Pangpring ini ada pada tabel berikut:

Page 9: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

1. Isotopi Pekerjaan

Kata/Frasa

yang termasuk

isotopi

pekerjaan

Intensitas Denotatif (D)

Konotatif (K)

Komponen makna bersama

Perintah Aktivitas Sifat

Pangpring 2x D/K + - -

Ka ninikeun 1x D + + -

Ka akikeun 1x D + + -

Sorosot 2x D/K - - -

Kotek 2x D/K - - -

Tabel 1, isotopi pekerjaan. Dari komponen makna yang digambarkan, terlihat

bahwa komponen makan perintah mendominasi pada teks Pangpring. Hal ini

menunjukan bahwa permainan anak Pangpring ini adalah sebuah perintah, atau lebih

tepatnya sebuah ajaran pendidikan. Komponen makna yang lain adalah aktivitas, yang

merupakan gerak dari permainan anak Pangpring ini.aktivitas tersebut dilakukan dengan

nyanyian dan gerakan sebagai bentuk permainan.

2. Isotopi Manusia

Kata/Frasa

yang termasuk

isotopi

pekerjaan

Intensitas Denotatif (D)

Konotatif (K)

Komponen makna bersama

Tubuh Berakal

budi

Aktivitas

Ka ninikeun 1x D + + -

Ka akikeun 1x D + + -

Tabel 2 isotopi manusia. Ada dua frasa yang termasuk kedalam isotopi manusia.

Komponen tubuh, berakal budi yang digunakan dalam isotopi ini menunjukan bahwa

permainan anak Pangpring ini dilakukan oleh manusia dan dikhususkan untuk manusia.

Isotopi-isotopi yang telah dijelaskan diatas tidak lepas dari motif-motif yang

dibentuk sebagai komponen dalam permainan anak Pangpring ini. Isotopi dalam

Page 10: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

permainan anak ini ada dua, yaitu isotopi pekerjaan dan isotopi manusia. Hal ini

menjelaskan bahwa permainan ini memang merupakan sebuah bentuk aktivitas yang

dilakukan oleh manusia. Aktivitas tersebut berupa permainan yang dilakukan oleh

manusia sebagai bentuk penyampaian ajaran (pendidikan) bagi anak-anak.

Konteks Penuturan Permainan anak Pangpring

Permainan anak Pangpring merupakan bentuk permainan anak yang dilakukan

dengan perpaduan antara nyanyian dan laku (gerak). Teks tersebut dalam prakteknya

dinyanyikan oleh penutur dengan sebuah gerakan-gerakan sebagai representasi objek

tersebut. Biasanya si pendengar yang diajak oleh si penutur dalam permainan ini,

diperintahkan untuk menjulurkan kaki. Dengan demikian, sembari menyanyikan lagu

teks Pangpring tersebut penutur dapat menepuk-nepuk kaki si pendengar. Permainan

anak Pangpring ini biasa dilakukan oleh ibu dengan anaknya, sebagai bentuk pola asuh

(mengasuh anak).

Permainan anak Pangpring sarat dengan muatan pendidikan. Pola pendidikan

tersebut dibentuk dengan sebuah permainan anak. Seperti kita ketahui bahwa dalam

pengajaran terhadap anak dibutuhkan sebuah interaksi yang membuat anak tersebut

berminat dalam permainan ini, dan tentunya dapat mengambil pelajaran dari permainan

ini. Konteks penuturan yang diberikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dan

perkembangan otak anak yang masih terbatas. Isi tuturan dalam permainan anak tersebut

telah berhasil menerapkan unsur-unsur diatas, sehingga makna pengajaran tersebut dapat

dilakukan dengan media sebuah permainan.

Permainan anak Pangpring tersebut biasanya dilakukan dalam waktu senggang,

ketika si penutur sedang ngasuh (mengasuh anak). Kemudian si anak sebagai pendengar

dibaringkan dengan kedua kakinya dijulurkan. Teks tersebut dinyanyikan sambil

menepuk-nepuk kaki si anak secara bergantian, mulai dari kaki sebelah kanan lalu kaki

sebelah kiri. Pada akhir permainan ini, si penutur kemudian mengkorek-korek kaki si

anak, kemudian menempelkan hasil korekan di kaki tersebut kehidung si anak. Kemudian

mengucapkan “Bau ti Oo”.

Dalam kaitannya dengan permainan anak Pangpring tersebut, penulis juga

mengalami permainan tersebut atau pernah melakukannya, baik sebagai penutur maupun

Page 11: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

sebagai pendengar. Permainan anak Pangpring ini diwariskan secara turun temurun

dalam keluarga penulis.

Proses Penciptaan Permainan anak Pangpring

Proses penciptaan merupakan tradisi yang sangat tergantung kepada masyarakat

pemilik dan sifat isi yang diciptakannya. Proses penciptaan itu dapat terjadi dalam suatu

kelompok masyarakat. Oleh karena itu, pilihan proses penciptaan dapat dikembalikan

pada kebiasaan masyarakat pemilik tradisi lisan (Badudu, 2003:18).

Dalam proses penciptaan dapat dilihat cara masyarakat membuat karya cipta

tersebut. Secara garis besar proses penciptaan dapat dibagi dalam dua kategori; secara

spontan, dan terstruktur. Secara spontan terjadi dengan begitu saja tanpa

mempertimbangkan aspek lain, sehingga dalam konteks penuturan selanjutnya sering

terjadi proses interpolasi (penambahan atau pengurangan isi cerita). Proses penciptaan

terstruktur, ada dua proses yang dilakukan yaitu proses membaca dan menghapal.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, permainan anak Pangpring diperoleh

berdasarkan sistem vertikal antara si empunya dengan si pewaris. Seperti yang penulis

dapatkan, bahwa permainan anak Pangpring ini penulis dapatkan dari orang tua sebagai si

empunya. Proses penciptaan teks permainan anak Pangpring ini dapat dikategorikan

terstruktur. Artinya terdapat proses pembelajaran dengan cara menghapal dalam cara

pewarisan permainan ini. Permainan anak Pangpring ini sangat mudah untuk dilakukan,

maka dari itu permainan ini tetap bisa bertahan.

Fungsi Permainan anak Pangpring

Sebagai tradisi dimasyarakat, folklor tentunya berkaitan dengan nilai-nilai yang

terkandung dari tradisi tersebut. Manusia adakalanya memiliki sebuah kejenuhan akan

nilai-nilai yang mengikatnya, yang pada hakikatnya manusia cenderung menginginkan

kebebasan. Manusia akan merasakan nikmatnya kebebasan tersebut tatkala terikat. Oleh

karena itu, tradisi dalam kaitannya dengan nilai-nilai moral merupakan sebuah ikatan

yang mengatur manusia dalam masyarakatnya.

Dengan melihat fungsi folklor tersebut, sebaiknya dikembalikan lagi kepada

masyarakat pemiliknya. Fungsi-fungsi itu bisa saja hilang atau tinggal nama-nama

Page 12: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

semata. Oleh karena itu, fungsi-fungsi tersebut bergantung kepada sikap masyarakat

dalam menyikapi keberadaannya pada konteks tradisi yang masih mengandalkan

pelisanan.

Menurut William R.Bascom, fungsi folklor adalah sebagai berikut:

1) Sistem proyeksi, sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif

2) Alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan

3) Alat pendidikan anak-anak

4) Alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan dipatuhi

kolektif.

Berdasarkan pandangan William R.Bascom diatas, maka dalam permainan anak

Pangpring mempunyai fungsi sebagai berikut:

Pertama, sebagai pengesahan budaya. Artinya, sebagai produk budaya dari suatu

kelompok masyarakat yang telah diwariskan secara turun-temurun dalam suatu

masyarakat kolektif.

Kedua, sebagai alat pendidikan anak-anak. Artinya, walaupun hanya berupa

permainan tetapi dalam permainan tersebut terdapat ajaran-ajaran yang merupakan

sebuah bentuk pendidikan. Dalam kaitannya dengan permainan anak Pangpring ini,

bentuk pengajaran berupa pentingnya menjaga kebersihan, khususnya kebersihan diri

sendiri.

Kesimpulan

Folklor atau sering disebut sebagai tradisi lisan, merupakan tradisi yang sudah

lama ada sebelum tradisi tulis ada di Nusantara. Sebagai sebuah tradisi tentunya banyak

muatan yang terkandung dalam setiap tuturannya. Dalam penelitian ini, permainan anak

Pangpring merupakan khazanah tradisi lisan tersebut. Permainan anak tradisional seperti

ini banyak sekali muatan filosofisnya, tentang ajaran pendidikan, tentang ajaran

kehidupan, dan masih banyak hal lainnya. Hal tersebut dapat terlihat ketika analisis

struktur meliputi analisis formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, majas, dan

tema dilakukan terhadap teks permainan anak Pangpring ini

Page 13: Analisis Teks Permainan Anak Pangpring

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan, ataupun sebagai bentuk

upaya pelestarian budaya tersebut. Hal tersebut seperti sesuai dengan hakikat sebuah

karya cipta, yang merupakan sebuah sumbangsih individu terhadap masyarakatnya.

Adapun muatan nilai yang terkandung di dalam permainan anak Pangpring ini,

merupakan sebuah elemen yang ada sebagai pelestari dari tradisi tersebut. Karena setiap

karya yang mengandung muatan nilai (filosofis) tidak akan musnah termakan oleh

zaman. Nilai yang ada akan abadi, karena nilai tersebut memang bersifat abadi. Untuk itu

sebagai generasi muda sudah semestinya kita musti melestarikannya sebagai khazanah

budaya.

Daftar Pustaka

Danandjaya, James. 2002. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Pradopo, Rahmat Djoko. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

-------, 2002. Kajian Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kaplan, David Kaplan dan Albert A.M. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar