46
Sesi 3.1D Simposium Desentralisasi Kesehatan Berbagai Bukti Mengenai Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatan Waktu: 08.00 – 10.00 Simposium Desentralisasi Kesehatan yang dilaksanakan dan bagian dari Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia IV diawali dengan Sesi 3.1D yang membahas "Berbagai Bukti Mengenai Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatan" di Moderatori oleh Faozi Kurniawan, SE, Akt, MPH. pada sesi ini disampaikan beberapa hasil penelitian terkait pelaksanaan desentralisasi kesehatan. Sesi pertama yang dibahas adalah mengenai penelitian dengan judul "Penyajian Hasil Sementara Analisa Sumbatan dalam Proses Penganggaran dan Pembiayaan di Provinsi NTT dan Jawa Timur" yang disampaikan secara panel dari peneliti pertama yaitu Dwijo Susilo, SE, MBA, MPH, yang focus pada penelitian tentang "Primary Health Care Financial Expenditure Bottleneck Study (Phc-Febs): Analisys Of Funds Channeling From Central To Local Government ". Studi yang dilakukan adalah mengenai penyaluran dana dari pemerintah pusat ke puskesmas, yang terdiri dari dana BOK, Jamkesmas, jampersal dan dana program. Penelitian yang dilaksanakan ini merupakan penelitian kerjasama antara UGM, Unair dan UNDANA. Latar belakang dari studi adalah adanya sumbatan dan tidak sinkron model pembiayaan kesehatan sampai tingkat pelayanan tingkat dasar (puskesmas). Tujuan penelitian adalah menganalisis serta evaluasi alur perencanaan dan pendanaan kesehatan untuk pelayanan kesehatan primer dari sisi hulu dan sisi hilir (top-down and bottom-up) serta mengungkap sumbatan-sumbatan dalam sistem antara sumber dana sampai dengan penerima akhir pembiayaan tersebut. (Bottlenecking – waktu, person dan proses). Ruang lingkup penelitian adalah melakukan penelusuran dua aliran dana di dinas kesehatan dan puskesmas, yaitu dari aliran dana dari Pemerintah Pusat yang bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Aliran dana dari Pemerintah Daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); Aliran dana Pemerintah Pusat yang ditelusur adalah

analisis sumbatan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: analisis sumbatan

Sesi 3.1D

Simposium Desentralisasi Kesehatan

Berbagai Bukti Mengenai Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatan

Waktu: 08.00 – 10.00

Simposium Desentralisasi Kesehatan yang dilaksanakan dan bagian dari Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia IV diawali dengan Sesi 3.1D yang membahas "Berbagai Bukti Mengenai Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatan" di Moderatori oleh Faozi Kurniawan, SE, Akt, MPH. pada sesi ini disampaikan beberapa hasil penelitian terkait pelaksanaan desentralisasi kesehatan. Sesi pertama yang dibahas adalah mengenai penelitian dengan judul "Penyajian Hasil Sementara Analisa Sumbatan dalam Proses Penganggaran dan Pembiayaan di Provinsi NTT dan Jawa Timur" yang disampaikan secara panel dari peneliti pertama yaitu Dwijo Susilo, SE, MBA, MPH, yang focus pada penelitian tentang "Primary Health Care Financial Expenditure Bottleneck Study (Phc-Febs): Analisys Of Funds Channeling From Central To Local Government". Studi yang dilakukan adalah mengenai penyaluran dana dari pemerintah pusat ke puskesmas, yang terdiri dari dana BOK, Jamkesmas, jampersal dan dana program. Penelitian yang dilaksanakan ini merupakan penelitian kerjasama antara UGM, Unair dan UNDANA. Latar belakang dari studi adalah adanya sumbatan dan tidak sinkron model pembiayaan kesehatan sampai tingkat pelayanan tingkat dasar (puskesmas).

Tujuan penelitian adalah menganalisis serta evaluasi alur perencanaan dan pendanaan kesehatan untuk pelayanan kesehatan primer dari sisi hulu dan sisi hilir (top-down and bottom-up) serta mengungkap sumbatan-sumbatan dalam sistem antara sumber dana sampai dengan penerima akhir pembiayaan tersebut. (Bottlenecking – waktu, person dan proses). Ruang lingkup penelitian adalah melakukan penelusuran dua aliran dana di dinas kesehatan dan puskesmas, yaitu dari aliran dana dari Pemerintah Pusat yang bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Aliran dana dari Pemerintah Daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); Aliran dana Pemerintah Pusat yang ditelusur adalah dana BOK, dana Jampersal/Jamkesmas; Aliran dana Pemerintah Daerah yang akan ditelusur adalah sumber dana pada dokumen anggaran yaitu Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Metode penelitian adalah kuantitatif melalui pengumpulan data perencanaan anggaran dan realisasi keuangan dari pusat, provinsi kabupaten dan puskesmas, studi kualitatif melalui DKT tentang proses perencanaan penganggaran dan realisasi keuangan dengan focus utama menjawab pertanyaan penelitian. Area studi di Jatim 4 kabupaten, dan NTT di 4 kabupaten yang terpilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan. Proses pengambilan data dilakukan dengan studi literature perundangan terkait pendanaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan dasar puskesmas (UU, PP Permenkes, Permenkes, Permendagri) serta wawancara mendalam dengan informan di kemenkeu, kemenkes, kemendagri dan bappenas.

Berdasarkan sumber pendanaan puskesmas berasal dari pusat (APBN), dana provinsi dan dana pemerintah kota, penyebaran dana dari pusat ke provinsi dan daerah sehingga sampai ke puskesmas melalui beberapa sumber baik dari kemenkes maupun dari kemenkeu. Sementara

Page 2: analisis sumbatan

itu, dana dekonsentrasi P2JK untuk mendanai TP Jamkesmas/BOK serta secretariat jamkesmas Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk penetapan alokasi dana jamkesmas dan jampersal tahun 2012 disebutkan bahwa Penerima dana penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional dan jaminan persalinan di pelayanan dasar untuk tiap kabupaten/kota tahun anggaran 2012 berpedoman pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 052/MENKES/SK/II/2012, penetapan alokasi dana jamkesmas dan jampersal tahun 2012 dan pencairannya selama 4 tahap. Terjadi hambatan dalam penyaluran dana Jamkesmas dan jampersal pelayanan dasar, yaitu transfer dana jamkesmas dan jampersal setiap tahap dalam satu tahun setelah ada sK Dirjen BUK, Kelengkapan dokumen surat perintah membayar (SPM) sebagai syarat transfer, dana jamkesmas dan jampersal masuk ke rekening daerah, harusnya ke rekening khusus serta proses klaim dan verifikasi di dinas kesehatan kabupaten.

Sesi dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian yang dilakukan oleh drg. Ernawati, M.Kes dan tim peneliti berjudul "Analisis Sumbatan dalam Proses penganggaran dan Pembiayaan di Provinsi Jawa Timur". Penelitian yang dilakukan dimulai dari bulan Mei-Agustus 2013. Dalam proses pengumpulan data, beliau menjelaskan ada beberapa hambatan yang terjadi misalnya kebijakan local yang belum mendukung UU no.14/2008 tentan keterbukaan informasi public, hambatan geografis, hambatan waktu dan perbedaan istilah yang digunakan oleh kabupaten. Hasil penelitian menunjukkan adanya kendala dalam perencanaan di puskesmas, terkait kualitas SDM karena proses konsultasi dan koordinasi yang berulang kali (2-3 kali revisi) sampai ke waktu pencairan anggaran, sementara itu di dinas kesehatan kabupaten adalah menu dan anggaran maksimal pada matriks kegiatan telah ditetapkan oleh dinas kesehatan, dan kegiatan yang tidak sesuai dengan menu dinas kesehatan akan dihapus. Sedangkan kendala dalam proses pencairan di puskesmas adalah karena proses verifikasi yang relatif lama serta beban dalam pembuatan SPJ, sedangkan di dinas kesehatan kabupaten kota karena beban proses verifikasi dan lokasi KPKN di luar wilayah. Dampak terhadap pelayanan kesehatan adalah tenaga kesehatan menjadi terpaku kepada urusan administrasi, kegiatan di bulan awal bergeser ke bulan selanjutnya, kegiatan berbiaya besar bergeser dari jadwal, program yang dilakukan di awal tahun merupakan kegiatan yang sifatnya tidak membutuhkan banyak dana dan biasanya indoor, misalnya rapat koordinasi. Diakhir sesi ini, beliau memberikan usulan strategi mengatasi kendala yang ada dengan uang panjar dan hutang kepada pihak ketiga, dana taktis puskesmas dan menunda insentif jasa pelayanan.

Sesi selanjutnya dipaparkan oleh Serlie Littik mengenai "Analisa Sumbatan dalam Proses Penganggaran dan Pembiayaan di Provinsi NTT". Dalam pemaparannya, dijelaskan mengenai hambatan dalam proses penelitian adalah model pencatatan yang tidak detail dan seragam, kemudian data dipegang oleh individu/unit/bagian yang berbeda, seringnya narasumber tidak bisa ditemui pada waktu yang disepakati serta faktor geografis dan kondisi alam daerah penelitian. Kondisi sementara adalah beberapa komponen data belum diperoleh (khususnya data realisasi keuangan dari kabupaten Sumba Barat Daya), penyebab tingginya mutasi dan format untuk isian data keuangan yang ditinggalkan juga. Realisasi selalu lebih kecil daripada alokasi, khususnya kuartal I (<10%), solusi yang ditawarkan adalah penentuan prioritas masalah oleh DInas Kesehatan, dana talangan (menyisihkan 20-30% dari dana yang telah cair untuk operasional tahap berikutnya). Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui sumbatan berdasarkan level Puskesmas, Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kabupaten. Di level puskesmas, diketahuai adanya keterbatasan baik dari kualitas maupun kuantitas SDM sehingga menyebabkan adanya perangkapan tugas, penentuan prioritas masalah antara dinas kesehatan dengan puskesmas tidak sejalan serta pertanggungjawaban sebelumnya terlambat. Sementara itu, dilevel dinas kesehatan hamper sama yang terjadi di puskesmas,

Page 3: analisis sumbatan

yaitu keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM sehingga rangkap tugas dan pertanggung jawabab sebelumnya terlambat. Di level penerintah daerah kabupaten, adanya perubahan birokrasi dan mutasi yang cukup tinggi. Dari hasil penelitian ini, pembicara menyimpulkan bahwa dominasi perencanaan ada pada dinas kesehatan dilakukan berdasarkan ketersediaan/pagu anggaran dari Bappeda dengan memperhatikan data cakupan sebelumnya dan hasil musrenbang. Puskesmas hanya melakukan perencanaan untuk dana BOK, dengan kuota dari pusat.

Pembicara pada sesi ke empat adalah dari Universitas Arizona USA, Priscilla Magrath. Judul penelitian yang dipaparkan adalah mengenai Desentralisasi dan Hak Kesehatan di Kabupaten Sukabumi, Jabar. Latar belakang dari penelitian ini adalah mengenai pentingnya peranan antropologi dalam analisis kebijakan kesehatan karena mempengaruhi efektifitas dan dampak dari kebijakan serta adanya review penelitian sebelumnya terkait desentralisasi. Desentralisasi dari sebuah pendapat bisa dikatakan sebagai perubahan dalam peran pemerintah dan swasta serta masyarakat. Pada pemaparannya, ditegaskan mengenai kekhawatiran dengan desentralisasi, dari beberapa responden penelitian yang ada di dinas kesehatan, diketahui bahwa kekhawatiran terhadap mutasi staf dan kekurangan SDM, serta anggaran tidak seimbang dengan bertanggungjawab, sementara itu responden puskesmas menyatakan bahwa dampak belum sampai ke puskesmas. Selain itu, ditegaskan juga mengenai gaya pemerintahan desentralisasi adalah fleksibilitas supaya perencanaan bisa sesuai dengan kondisi daerah, mendorong kemandirian masyarakat, memecahkan masalah yang muncul, pengakuan bahwa orang masuk dan keluar dari kemiskinan da nada peran kesakitan dalam proses ini.

Pembicara terakhir pada sesi ini menyampaikan mengenai politik anggaran di sector kesehatan. Intinya adalah proses penganggaran merupakan proses yang pelik dan unik serta penuh konflik kepentingan. Konflik rebutan kekuasaan terjadi baik pada saat penentuan pagu indikatif sementara maupun definitive. Actor di DPR menggunakan kekuasaan untuk melakukan perubahan anggaran saat penetapan pagu definitive pada kegiatan yang bersifat fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen pemerintah rendah dalam mentaati peraturan. Kesehatan bukan merupakan main stream yang ada serta pemerintah segera melakukan amandemen terhadap UU No. 36 tentang kesehatan pasal 171 ayat 1 dan 2. Diakhir pemaparannnya, penyaji memberikan rekomendasi terkait hasil penelitiannya adalah dengan melakukan upaya peningkatan kemampuan advokasi, peningkatan kapasitas dalam membuat formula alokasi dan distribusi anggaran serta butuh dukungan kebijakan yang kuat dari pemegang kekuasaan.

*****************************

Perencanaan Berbasis Bukti Sektor Kesehatan Ibu dan Anak

Latar Belakang

Page 4: analisis sumbatan

Indonesia adalah negara besar dengan 237 juta penduduk, 33 propinsi, dan 497 kabupaten/kota. Indonesia termasuk negara yang unik karena memiliki variasi dalam banyak hal, baik dalam status sosial-ekonomi maupun indikator kesehatan termasuk dalam bidang ibu dan anak. Indikator nasional menunjukkan adanya kesenjangan (inequity) antar propinsi dan antar kabupaten/kota, berdasarkan kelompok sosial-ekonomi dan secara geografis.

Hasil Analisis Equity menunjukkan bahwa angka kematian balita di propinsi kepulauan cenderung stagnan

Secara nasional terjadi stagnasi AKI dan AKB, serta ada indikasi peningkatan AKI justru di pelayanan rujukan (RS)

Hasil analisis equity juga menunjukkan bahwa kematian bayi baru lahir di propinsi kepulauan memburuk setelah era desentralisasi. Apabila dilihat lebih jauh, peningkatan angka mortalitas

Page 5: analisis sumbatan

neonatal terjadi setelah tahun 2000 di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).

Selain dilihat dari sisi epidemiologis, kita perlu memandang masalah ini dari segi managemen dan sudut pandang ekonomi kesehatan.

Situasi pembiayaan KIA saat ini menunjukkan bahwa:

Kontribusi Pembiayaan KIA Pemerintah Pusat melalui APBN semakin besar Proporsi APBD untuk KIA cenderung tetap kecil di beberapa kabupaten/kota Belum optimalnya peran kontribusi Propinsi dalam KIA Perencanaan dan penganggaran kesehatan di daerah belum banyak yang berbasis data lokal

spesifik serta menggunakan bukti ilmiah (evidence-based)

Berdasarkan hasil analisis tersebut, diperlukan sebuah perbaikan yang cukup cepat (scaling up) dalam hal perencanaan sektor kesehatan, terutama kesehatan ibu dan anak. Pengembangan pendekatan perencanaan kesehatan ini diharapkan dapat mendukung upaya percepatan pencapaian tujuan MDGs terutama 4 dan 5. Inisiatif yang dilaksanakan untuk mewujudkan perbaikan perencanaan tersebut adalah pendekatan perencanaan yang berbasis bukti atau selanjutnya disingkat PBB sektor KIA. Perencanaan Berbasis Bukti sektor KIA akan berfokus menggunakan pendekatan analisis hambatan (bottleneck) dalam perencanaan dan penganggaran untuk sektor kesehatan ibu dan anak serta gizi. Data lokal dan global yang tersedia akan digunakan sebagai bagian dari analisis.

Tiga kegiatan yang menjadi titik penting pendekatan PBB:

a. PBB memberikan dukungan kepada pimpinan Dinkes Kabupaten/Kota agar mampu menyusun perencanaan dan penganggaran yang berbasis bukti

Page 6: analisis sumbatan

b. Menggunakan data spesifik daerah sebagai dasar untuk menyusun rencana strategis program KIA, khususnya dan Renstra Kesehatan daerah secara menyeluruh dan terintegrasi

c. Menyediakan bukti nyata tentang besaran 'jumlah dana yang efisien' untuk bernegosiasi dengan legislatif dengan tujuan;

o Pimpinan Daerah menyediakan dan menyetujui anggaran yang cukup untuk meningkatkan status derajat KIA.

o Advokasi anggaran agar dapat dialokasikan untuk strategi yang tepat sasaran dan berdampak tinggi.

 

Pengembangan PBB melalui Pembelajaran Berbasis Internet

Proses pengembangan PBB sektor KIA di Provinsi Papua mendapatkan tanggapan positif dari banyak stakeholder. Hasil evaluasi awal dari implementasi di Provinsi Papua menunjukkan inisiatif PBB ini berperan membantu perencana kesehatan di level kabupaten untuk menyusun program yang sensitif terhadap masalah KIA yang dihadapi. PKMK UGM dan UNICEF Indonesia telah bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Papua untuk membentuk dan memperkuat tim PBB yang telah ada sejak tahun 2012 yang lalu. Beberapa kegiatan pelatihan telah dilaksanakan agar kompetensi tim PBB tingkat nasional terus meningkat.

Sebagai bentuk rencana pengembangan lebih lanjut, PKMK UGM berupaya untuk mengembangkan inisiatif Perencanaan Berbasis Bukti melalui pendekatan web-based learning. Upaya tersebut diwujudkan dalam penerbitan modul pembelajaran online melalui website www.kesehatan-ibuanak.net Modul ini dapat digunakan sebagai panduan bagi tim perencana kesehatan dalam melaksanakan lokakarya perencanaan berbasis bukti sektor KIA di tingkat kabupaten.

Modul ini merupakan hasil adaptasi dari dokumen "Facilitator's Toolkit for Stakeholders' Workshops for Analysis of Health Systems Constraints (Bottlenecks) and Strategies" yang telah disusun oleh University of Queensland, Australia. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada akan berperan sebagai pendamping dan konsultan bagi tim perencana kesehatan yang akan mengadopsi pendekatan Perencanaan Berbasis Bukti di Indonesia.

Modul online ini secara rinci akan menguraikan tahap pelaksanaan Perencanaan Berbasis Bukti Sektor KIA. Pembaca dapat mengklik masing-masing kotak pada Bagan 1 untuk melihat uraian masing-masing tahap implementasi PBB.

Page 8: analisis sumbatan

 Penanggung Jawab :

1. dr. Tiara Marthias, MPHEmail: [email protected]

2. Digna Niken Purwaningrum, SGz, MPHEmail: [email protected]

Metodologi Pendekatan Investment Case

Kunci pendekatan IC:

Pemecahan masalah dalam perencanaan dan penganggaran program KIA yang strategis dan berbasis bukti.

Pendekatan Investment Casemenggabungkan dua hal: o Pemecahan masalah yang biasa digunakan dalam dunia bisnis.o Framework analisis bottleneck.

Pendekatan Investment Case meliputi keseluruhan kegiatan, mulai dari pemetaan masalah hingga perencanaan dan penganggaran berdasarkan performa kegiatan.

Pendekatan Investment Case akan menyediakan bukti yang dibutuhkan manager kesehatan dalam mengembangkan rencana yang efektif dan memperkirakan hasil program serta biayanya.

Page 10: analisis sumbatan

Mengkaji ulang indikator-indikator cakupan pelayanan kesehatan yang terkait dengan MDGs ke-4 dan 5

Mengidentifikasi kelompok masalah dan menganalisa sumbatan permasalahan dalam rangka mencapai cakupan yang lebih tinggi secara efektif,

Mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah (secara jangka pendek dan menengah)

Menentukan perkiraan hasil yang diharapkan setelah sumbatan yang terdapat pada sistem kesehatan berhasil diatasi. Hasil ini berupa peningkatan target cakupan yang dibuat berdasarkan estimasi pencapaian program atau strategi spesifik

Membuat peringkat prioritas strategi berdasarkan kepentingan, efisiensi biaya dan kemampulaksanaan

Apabila kita melihat lima points di atas, maka pembaca perlu betul-betul memahami situasi kesehatan daerah. Pembaca disarankan untuk menganalisis situasi kesehatan dengan menggunakan data laporan kesehatan yang dimiliki Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Daerah.

Analisis situasi yang perlu diperdalam antara lain tentang:

Angka kematian ibu, bayi dan balita dalam beberapa tahun terakhir Gambaran sistem kesehatan yang ada di kabupaten setempat Masalah kesehatan yang saat ini sedang dihadapi dan menjadi prioritas Dan lain-lain

Setelah memahami situasi kesehatan di kabupaten, pembaca dapat melanjutkan ke tahap kerja selanjutnya, yaitu: MENDEFINISIKAN MASALAH DAN MEMILIH INTERVENSI KIA

B. Mendefinisikan Masalah dan Memilih Intervensi KIA

Sesi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami masalah kesehatan, terutama masalah KIA, dengan menggunakan data lokal tingkat kabupaten. Setelah masalah kesehatan sudah diidentifikasi (ditemukan setidaknya 3 masalah utama untuk masalah berkaitan dengan kematian ibu, bayi dan balita), pembaca diminta untuk menentukan intervensi kesehatan yang tepat. Penentuan intervensi kesehatan dilakukan dengan mengacu pada daftar efikasi intervensi yang dikembangkan dari 66 INTERVENSI KIA yang telah terbukti efektif mengatasi penyebab kematian ibu dan anak. Pembaca diajak untuk memilih intervensi berdasarkan tingkat efikasi dalam mengatasi penyebab kematian (semakin tinggi efikasi semakin dapat mengatasi penyebab kematian secara langsung). Selain mempertimbangkan tingkat efikasi, pembaca hendaknya melihat apakah intervensi tersebut tepat diterapkan sesuai dengan konteks/ situasi lokal yang saat ini dialami di kabupaten.

(Download: Daftar Efikasi Intervensi)

Pembaca dapat menggunakan tabel berikut untuk memudahkan proses identifikasi masalah dan intervensi KIA:

No. Masalah KIA Penyebab Intervensi untuk mengatasi penyebab

Mudah atau sulit dilaksanakan

Intervensi yang dipilih

Page 11: analisis sumbatan

kematian

1. Masalah terkait kesehatan ibu

a. 1)

2)

3)

...............

...............

...............

b. 1)

2)

3)

...............

...............

...............

c. 1)

2)

3)

...............

...............

...............

d. 1)

2)

3)

...............

...............

...............

(ulangi hal yang sama untuk masalah terkait kesehatan bayi dan balita)

Setelah pembaca menentukan intervensi yang dipilih untuk menentukan masalah, pembaca diajak untuk menganalisis hambatan di dalam sistem kesehatan yang berpotensi membuat intervensi tersebut memiliki cakupan yang rendah.

Berikut ini kami berikan contoh analisis hambatan di dalam sistem kesehatan. Analisis hambatan dibuat dengan menggunakan kerangka analisis bottleneck. Kerangka analisis bottleneck ini pertama kali diperkenalkan oleh Tanahashi (1978) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh UNICEF

Page 12: analisis sumbatan

Gambar di atas menunjukkan dua komponen penting dalam sistem kesehatan yaitu sis: (1) suplai dan (2) demand/permintaan. Kedua komponen ini akan menentukan kualitas intervensi atau layanan yang didapatkan oleh populasi target.

Sisi suplai dapat dibagi menjadi 3 aspek:

1. Suplai, yaitu semua peralatan medis dan obat-obatan esensial yang dibutuhkan untuk memberikan intervensi kesehatan yang dimaksudContoh: Untuk memberikan layanan PONEK, maka dibutuhkan semua peralatan untuk PONEK, dan obat-obatan serta suplai oksigen. Fasilitas PONEK yang lengkap juga harus tersedia, termasuk kamar operasi dan bank darah

2. Sumber daya manusia, yaitu semua tenaga kesehatan yang harus tersedia untuk memberikan layanan kesehatan tertentuContoh: Tim PONEK harus siap siaga selama 24 jam penuh, termasuk spesialis Obsgin, anestesi, perawat dan bidan. Fasilitas PONEK juga harus memiliki tim pendukung yang dapat mengoperasikan bank darah.

3. Akses, yaitu hal-hal yang mempengaruhi tercapainya layanan kesehatan oleh masyarakat yang akan menggunakan layanan tersebut. Aksesibilitas dapat berupa akses fisik maupun akses finansialContoh: Untuk intervensi PONEK, fasilitas PONEK harus dapat dicapai oleh ibu hamil tepat waktu untuk persalinan / operasi. Layanan PONEK juga harus terjangkau secara finansial, atau dengan kata lain, skema pendanaan harus tersedia bagi masyarakat tidak mampu agar dapat menggunakan layanan PONEK tersebut

Sisi permintaan terdiri atas:

a. Penggunaan Pertama, yaitu penggunaan oleh populasi targetContoh: Untuk intervensi antenatal, jika semua peralatan, obat dan tenaga kesehatan telah tersedia untuk memberikan layanan antenatal, maka populasi target (yaitu ibu

Page 13: analisis sumbatan

hamil) diharapkan akan menggunakan layanan tersebut. Sisi "permintaan" ini bergantung pada penggunaan oleh pasien/masyarakat

b. Penggunaan berkelanjutan, yang menunjukkan apakah layanan kesehatan digunakan secara terus-menerus oleh populasi targetContoh: untuk layanan antenatal, ibu hamil diharapkan datang secara berkala untuk mendapatkan layanan dan datang dalam interval waktu yang ditentukan. Jika kunjungan antenatal, misalnya, dilakukan kurang dari 4 kali selama kehamilan, maka keberlangsungan penggunaan layanan ini dinilai tidak mencukupi.

Layanan yang diberikan ke populasi target harus efektif dan berkualitas. Setiap komponen dalam grafik bottleneck harus ditelaah menggunakan indikator-indikator.

Berikut ini adalah contoh grafik bottleneck yang telah disusun oleh salah satu kabupaten di provinsi Papua:

Grafik di atas menunjukkan analisis bottleneck untuk intervensi imunisasi. Berdasarkan contoh gambar grafik bottleneck di atas, berikut beberapa points yang bisa kita pelajari:

a. Suplai, indikator: % persediaan yang berupa fasilitas kesehatan yang tidak pernah kehabisan stok vaksin dan alat suntik selama 6 bulan terakhir  dari perhitungan indikator ini kita bisa mengetahui bahwa Kabupaten X memiliki persediaan 100%

b. Staf, indikator: % ketersediaan bidan desa sesuai dengan kebutuhan  hanya mencapai < 20%

Page 14: analisis sumbatan

c. Akses, indikator: % rumah tangga yang memiliki akses ke fasilitas kesehatan yang menyediakan EPI dalam jarak yang dapat diterima  dapat mencapai 95%

d. Penggunaan, indikator: % bayi yang mendapatkan imunisasi campak. Penggunaan cakupan imunisasi campak dianggap dapat merepresentasikan kelengkapan imunisasi dasar yang diterima oleh semua bayi dalam populasi  hanya mencapai 38%

e. Keberlangsungan penggunaan, indikator: % bayi yang mendapatkan imunisasi DTP3  cakupannya hanya mencapai 18%

f. Kualitas, indikator: % bayi yang mendapatkan imunisasi lengkap  mencapai kurang dari 5%.

Berdasarkan uraian "proses membaca" grafik bottleneck, kita dapat melihat bahwa terdapat hambatan yaitu kurangnya tenaga kesehatan dalam hal ini bidan jika dibandingkan dengan kebutuhan. Walaupun fasilitas kesehatan dapat dijangkau oleh masyarakat (akses 95%), namun karena jumlah tenaga bidan sangat kurang, maka cakupan dan kualitas pelayanan imunisasi masih tergolong rendah (penggunaan, keberlangsungan penggunaan dan kualitas).

Analisis bottleneck ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk mengidentifikasi hambatan di sistem kesehatan dengan lebih sistematis. Pembaca akan diajak untuk membuat grafik bottleneck secara mandiri dalam poin C.

C. Membuat Grafik Bottleneck Sesuai dengan Intervensi yang Dipilih

Grafik bottleneck adalah grafik yang merepresentasikan enam komponen sistem kesehatan berdasarkan kerangka pola pikir yang dikembangkan oleh Tanahashi (1978). Enam komponen tersebut antara lain: (1) Persediaan, (2) Sumber daya manusia, (3) Akses ke fasilitas kesehatan, (4) Utilisasi/ penggunaan oleh masyarakat, (5) Keberlangsungan penggunaan, dan (6) Kualitas layanan yang diterima masyarakat.

Apabila kita melihat pada contoh grafik pada kerangka pikir bottleneck, maka point penting yang perlu dipahami pembaca adalah menentukan indikator untuk masing-masing komponen bottleneck.

Berikut adalah contoh indikator yang dapat digunakan untuk membuat grafik bottleneck dengan intervensi:

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)

Komponen IndikatorSuplai % Ketersediaan PONEK set (instrumen operasi, transfusi darah)Sumber Daya Manusia

% SDM (tim PONEK) yang telah dilatih

Akses % Ibu hamil yang dapat mengakses Rumah Sakit PONEKUtilisasi / Penggunaan Pertama

% Ibu hamili berisiko tinggi rujukan yang ditangani di Rumah Sakit PONEK

Kontinuitas% Ibu hamili berisiko tinggi rujukan yang ditangani di Rumah Sakit PONEK

Kualitas% Ibu hamil dengan komplikasi obstetrik yang brehasil ditangani di Rumah Sakit PONEK

Page 15: analisis sumbatan

Setelah melihat contoh indikator intervensi PONEK, pembaca dapat mengikuti petunjuk berikut untuk membuat grafik bottleneck secara mandiri:

1. Tuliskan intervensi terpilih untuk setiap level pelayanan yang dihasilkan dari sesi 32. Grafik bottleneck akan dibuat untuk masing-masing intervensi pilihan tersebut3. Tentukan indikator untuk masing-masing komponen grafik bottleneck menggunakan

data yang sesuai dengan konteks lokal daerah4. Pertimbangan untuk pemilihan indikator:

a. dapat menjelaskan kondisi masing-masing komponen bottleneck: supply, human resource, access, utilization, continuity, quality

b. tersedia data yang valid untuk membuat indikator tersebut5. Gunakan file Excel Bottleneck graph template.xls yang telah disiapkan untuk

membuat grafik bottleneck.6. Jangan lupa untuk melihat kembali masing-masing indikator, apakah sudah tepat dan

diisi dengan data yang berkualitas baik (dapat divalidasi)

D. Melakukan Analisis BOTTLENECK (Identifikasi Masalah Dalam Sistem Kesehatan)

Setelah membuat grafik bottleneck secara mandiri, pembaca diajak untuk menganalisis grafik tersebut. Untuk setiap indikator cakupan (misalnya dimulai dengan "supply") yang diidentifikasi memiliki sumbatan, pembaca diajak untuk bertanya: mengapa bisa terjadi hal tersebut? Pembaca juga diajak untuk mengidentifikasi kendala yang berlaku untuk lebih dari satu indikator, mencari masalah umum yang ada, kemudian mendaftar temuan yang didapatkan dari hasil analisis bottleneck.

Interpretasi hasil analisa bottleneck berupa di sisi manakah terdapat bottleneck (sumbatan), apa saja kemungkinan penyebab sumbatan tersebut, apa faktor lain yang berperan turut menyebabkan sumbatan tersebut, dan bagaimana serta siapa saja yang berpotensi dapat mengurangi sumbatan tersebut.

E. Pemecahan Masalah

1. Menentukan strategi untuk mengatasi masalah dalam sistem kesehatan

Setelah hambatan dapat diidentifikasi melalui analisis bottleneck, kita akan bersama-sama merumuskan strategi untuk mengurangi atau mengatasi hambatan tersebut. Strategi bukanlah 'daftar keinginan'. Strategi akan dihitung biayanya sehingga strategi tersebut harus bisa dideskripsikan dengan baik. Strategi dapat mencakup strategi tingkat regional dan nasional. Ketika menyusun strategi mungkin akan membantu untuk mempertimbangkan:

o Kemampuan strategi untuk memecahkan masalaho Relevansi strategi untuk kondisi di distrik tersebuto Apakah manfaat dari strategi mungkin melebihi biaya yang dikeluarkano Apakah strategi tersebut dapat mengatasi masalah di masyarakat yang miskin

dan rentano Apakah strategi yang disarankan termasuk user-friendly - yaitu orang-orang

dalam sistem perawatan kesehatan harus memiliki kompetensi untuk menggunakan strategi

o Seberapa baik strategi sesuai dengan kebijakan dan budaya

Page 16: analisis sumbatan

o Kerangka waktu untuk implementasi strategi

Beberapa contoh strategi:

Permasalahan Strategi

Komponen:

Utilisasi/Keberlanjutan

Kurangnya pengetahuan masyarakat  akan perilaku hidup bersih dan kurangnya pengaruh tokoh masyarakat

Kurangnya pengetahuan mengenai asuransi seperti jaminan kesehatan

Kerjasama antara tokoh agama/masyarakat dan bidan

Meningkatkan paket makanan tambahan sebagai insentif bagi ibu-ibu yang membawa anaknya ke Posyandu

Merekrut dan memberikan pelatihan serta insentif untuk Bidan dan Kader MTBS

2. Menentukan target peningkatan cakupan

Strategi yang disusun pada langkah E.1 bertujuan untuk mengurangi hambatan dalam system kesehatan sehingga cakupan masing-masing komponen bottleneck bisa meningkat. Oleh karena itu pembaca diminta untuk menentukan target peningkatan cakupan yang ingin dicapai apabila strategi tersebut dilaksanakan dengan baik. Penentuan target juga tergantung dari strategi yang dipilih selain gambaran trend perkembangan kasus yang ditunjukkan dari data dan informasi yang ada.

Target cakupan merupakan besarnya capaian yang akan kita lakukan menggunakan strategi yang kita buat. Capaian target cakupan dibuat berdasarkan diskusi kelompok dan perhitungan berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi sumbatan seperti yang dihasil pada grafik bottleneck.

Tujuan menentukan target cakupan adalah:1. Menetapkan besaran target cakupan2. Menetapkan target cakupan jangka pendek, jangka menengah atau jangka

panjang

Target yang ingin dicapai biasanya berbentuk presentase. Angka persenstase ini dihasilkan dari kesepakatan kelompok dan dasar perhitungan kebutuhan dari strategi yang dibuat. Target cakupan diperkirakan bisa berdasarkan pertimbangan:

3. Strategi yang dibuat4. Waktu pelaksanaan strategi5. Studi strategi yang pernah dilakukan6. Biaya strategi yang dibuat

Contoh menetapkan target cakupan.

Page 17: analisis sumbatan

Rekrutmen bidan 10 bidan untuk tahun ini. Total kebutuhan bidan 100 bidan dan sekarang tersedia 50 bidan. Jadi target cakupan tersebut untuk tahun ini adalah 20% sehingga target cakupan menjadi 70%.

 

Gambar di atas menunjukkan warna kuning merupakan perkiraan target peningkatan cakupan setelah melaksanakan strategi yang dibuat.

Pembaca diajak untuk memperkirakan pencapaian target cakupan untuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang sesuai dengan strategi yang dibuat.

3. Memperkirakan biaya untuk masing-masing strategi

Perkiraan biaya dilakukan dengan menghitung secara kasar komponen dari strategi yang disusun pada langkah E.1.

Tujuan dari penghitungan biaya adalah:1. Mengetahui konsep biaya dan investasi (modal)2. Memperkirakan besaran biaya untuk setiap strategi yang dibuat3. Memperkirakan total biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

permasalahan kesehatan

Perkiraan besaran biaya setiap strategi berdasarkan estimasi standar biaya yang ditetapkan oleh kementrian keuangan, standar biaya yang ditetapkan oleh kebupaten/kota, standar harga pasar serta estimasi atau perkiraan oleh tim perencana.

Contoh tabel perkiraan:

Problems Strategies Activities Costing

Utilisasi/Keberlanjutan Kerjasama Mini workshop Rp 10.000

Page 18: analisis sumbatan

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup sehat (kepercayaan kuat pada tokoh masyarakat/agama)

Kurangnya pengetahuan tentang penggunaan asuransi kesehatan untuk persalinan (Jampersal) dan transportasi/akomodasi (Jamkespa)

antara tokoh masyarakat dan bidan (termasuk bidan koordinator)

setiap 3 bulan untuk setiap puskesmas

Memberikan paket PMT agar ibu lebih tertarik untuk membawa anaknya ke pos imunisasi

Kegiatan Posyandu Rp 50.000

Merekrut, memberikan pelatihan serta insentif untuk kader & pelatihan MTBS-M sebagai pengganti sementara bidan dan meningkatkan mekanisme komunikasi dari desa ke bidan

Pelatihan MTBS-M Rp 60.000

 

F. Menentukan Strategi Prioritas

Strategi yang dipilih dalam lokakarya ini akan membentuk dasar dari analisa scale-up (biaya dan dampak dari strategi). Proses ini akan melibatkan banyak pemikiran mengenai bagaimana menentukan strategi prioritas.

Strategi yang telah dibuat tentunya tidak semua dapat dilaksanakan sekaligus, karena beberapa pertimbangan: (1) Keterbatasan finansial, (2) keterbatasan sumber daya manusia yang akan melakukan implementasi strategi tersebut, serta (3) Keterbatasan waktu pelaksanaan apabila strategi dilakukan sekaligus.

Maka, dibutuhkan metode yang dapat membantu menentukan strategi yang akan diutamakan. Strategi prioritas harus disusun secara sistematis dengan menggunakan pertimbangan utama sebagai berikut:

1. Strategi dapat mengurangi angka kematian ibu dan anak2. Strategi dapat meningkatkan pemerataan kesehatan di daerah, termasuk di populasi

miskin dan daerah terpencil3. Biaya dan hambatan di lapangan untuk melakukan strategi tersebut masih dapat

diatasi4. Sesuai dengan prioritas daerah, misal untuk mencapai target MDG 4 dan 5,

mengurangi prevalensi penyakit tidak menular

Page 19: analisis sumbatan

Metode:

1. Kumpulkan strategi yang diidentifikasi pada sesi 5 untuk setiap tingkat pelayanan kesehatan (masyarakat, Puskesmas atau Rumah Sakit)

2. Persiapkan lembar kerja 7: Menentukan Strategi Prioritas3. Dalam kelompok kecil: peserta diarahkan untuk memprioritaskan strategi utama dan

membandingkan satu terhadap yang lain dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (pertanyaan berikut akan kita sebut sebagai "point pertimbangan")

o Apakah strategi ini dapat mengatasi penyebab kematian utama dengan efektif?o Apakah strategi ini dapat dengan mudah dilakukan dalam jangka waktu

pendek / menengah?o Apakah strategi ini berguna/dapat dimanfaatkan oleh kelompok yang rentan

kesehatan?o Berapa besar biaya yang diperlukan untuk melaksanakan strategi ini? Apakah

biaya ini dapat dipenuhi tanpa terlalu mempengaruhi implementasi strategi lain yang juga prioritas?

o Apakah strategi tersebut dapat meningkatkan cakupan beberapa intervensi sekaligus?

Point pertimbangan yang perlu dinilai ada lima:

1. Dampak terhadap penyebab kematian2. Kemudahan melaksanakan strategi3. Mengutamakan populasi yang rawan kesehatan4. Efektivitas biaya5. Dampak terhadap intervensi lain

4. Poin pertimbangan di atas lalu diberikan skoring dan pembobotanSkoring untuk "point pertimbangan" memiliki skala 1-5.Contoh: Poin pertimbangan: "Dampak terhadap penyebab kematian"

o Skor 1 diterjemahkan sebagai: Strategi tersebut tidak efektif dalam mengurangi penyebab utama kematian ibu dan anak

o Rentang skor 2-4 diterjemahkan sebagai: skala dampak terhadap penyebab kematian ibu dan anak

o Skor 5 diterjemahkan sebagai: strategi tersebut adalah yang paling efektif untuk mengurangi kematian ibu bersalin

5. Pembobotan Setiap Poin Pertimbangan akan memiliki bobot yang berbeda:

1. Dampak terhadap penyebab kematian  Bobot 52. Kemudahan melaksanakan strategi  Bobot 13. Mengutamakan populasi yang rawan kesehatan  Bobot 44. Efektivitas biaya  Bobot 55. Dampak terhadap intervensi lain  Bobot 2

Penentuan bobot untuk masing-masing poin pertimbangan merupakan kesepakatan masing-masing kelompok/distrik.

6. Ulangi proses untuk setiap tingkat pelayanan kesehatan

Contoh skoring untuk menentukan prioritas strategi:

Page 20: analisis sumbatan

G. Memasukkan Strategi Prioritas ke Dalam Dokumen Perencanaan dan Penganggaran

1. Menghitung secara rinci biaya untuk masing-masing strategi prioritas

Langkah selanjutnya adalah mendetailkan strategi yang telah dipilih dan menjadi prioritas, kedalam bentuk format laporan perencanaan keuangan, yaitu diterjemahkan ke dalam program dan kegiatan. Program dan kegiatan yang dibuat merupakan rangkaian dari strategi. Satu strategi bisa dijabarkan menjadi beberapa program. Beberapa program tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa kegiatan.

Tujuan dari mendetailkan strategi dan biaya adalah1. Mengetahui program dan kegiatan yang dapat dilakukan untuk meyelesaikan

masalah2. Menentukan besarnya biaya atau anggaran yang direncanakan untuk program

dan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Menentukan anggaran untuk setiap program dan kegiatan berdasarkan dari standar biaya atau standar harga yang berlaku. Detail dari setiap program dan kegiatan sangat diutamakan. Semakin detail program dan kegiatan akan semakin jelas biaya yang dikeluarkan. Dalam detail anggaran tersebut biasanya akan memuat:

3. Biaya pegawai4. Biaya perlengkapan adminsitrasi

Page 21: analisis sumbatan

5. Biaya perjalanan6. Biaya modal atau investasi

Biaya-biaya tersebut tergantung pada aturan yang dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan. Sehingga disarankan agar pada saat pembuatan anggaran kegiatan mengacu pada aturan standar akuntansi keuangan dan standar biaya umum, yang dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan. 

2. Menentukan sumber pendanaan

Menentukan sumber pendanaan, merupakan langkah penting dalam pembiayaan program kesehatan. Kesehatan merupakan program bersama, lintas program, lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan. Langkah dalam penentuan sumber pendanaan merupakan implikasi dari langkah strategis pembiayaan kesehatan. Langkah-langkah tersebut adalah;

a. Identifikasi kebutuhan perencanaan (dalam hal ini strategi, program dan kegiatan prioritas) yang harus mendapatkan pendanaan

b. Identifikasi kebutuhan fiskal yang tersedia sesuai dengan prioritas tersebut.c. Identifikasi sumber daya dan sumber dana yang ada saat inid. Analisis kesenjangan anggaran (kebutuhan berbanding dengan ketersediaan)e. Identifikasi potensi sumber pendanaan untuk menutupi kesenjangan anggaranf. Implementasi program yang tepat sasaran melalui prioritasisasi strategi yang

tepat.

Pendanaan dari pemerintah memiliki beragam aturan yang bisa digunakan untuk membiayai strategi tersebut. Masing-masing memiliki kegunaan dan tujuan sesuai aturan perundangan yang berlaku. Misalnya DAU untuk kegiatan operasional rutin seperti gaji, honor, alat tulis kantor, perjalanan dinas, dan sebagainya. DAK untuk pembelian obat-obatan, alat kesehatan dan infrastruktur kesehatan. Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, untuk menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan pusat di daerah. BOK untuk operasional puskesmas, Otonomi Khusus untuk menjalankan fungsi tugas khusus yang diamanatkan undang-undang sebagai dana akselerasi bagi daerah khusus. Jamkesmas dan Jampersal untuk pelayanan kesehatan, dan sebagainya.

Apa saja yang dibutuhkan dan bagaimana cara mengadaptasi pendekatan PBB di kabupaten anda?

Siapa saja yang terlibat?

Seperti halnya pendekatan perencanaan yang lain, pendekatan ini cocok dikelola oleh SDM di bidang perencanaan kesehatan, walaupun tidak menutup kemungkinan dipelajari oleh staf di bidang lainnya. Implementasi di tingkat kabupaten membutuhkan sebuah tim khusus yang bertugas mengembangkan pendekatan ini.

Page 22: analisis sumbatan

Tim PBB idealnya terdiri dari:

1. Kepala Dinas Kesehatan2. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) tingkat kabupaten3. Kepala dan staf bidang perencanaan Dinkes Kabupaten4. Kepala dan staf bidan sosial budaya Bappeda Kabupaten5. Kepala dan staf bidang kesehatan keluarga Dinkes Kabupaten6. Kepala dan staf bidang pelayanan kesehatan RSUD7. Kepala dan staf bidang KIA Dinkes Kabupaten (nama bidang dapat berbeda, tergantung dari

struktur yang ada di masing-masing Dinkes Kabupaten)8. Direktur rumah sakit daerah9. Kepala dan staf bidang perencanaan RSUD10. Kepala dan staf bidang pelayanan kesehatan RSUD11. Staf akademik dari universitas lokal (dapat berperan sebagai konsultan yang membantu dan

mendampingi dalam analisis data dan telaah ilmiah intervensi yang dipilih)

Kapan implementasi pendekatan PBB dimulai?

PBB merupakan sebuah pendekatan perencanaan kesehatan, oleh karena itu implementasi PBB sebaiknya dilakukan sejalan dengan alur perencanaan kesehatan yang berlaku di kabupaten anda.

Berikut kami sertakan contoh alur perencanaan di provinsi Papua:

Page 23: analisis sumbatan

Apabila kita mengacu pada contoh diagram alur perencanaan provinsi Papua di atas, maka dapat terlihat bahwa perencanaan kesehatan idealnya sudah dipersiapkan sejak bulan Desember. Persiapan yang krusial dilakukan adalah mengumpulkan data epidemiologis. Tidak semua Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Staf yang diberikan tugas untuk menyusun perencanaan akan lebih baik jika dapat bekerja sama dengan bidang lain untuk mencari data KIA dan data lain yang terkait. Jika data lokal tidak tersedia, staf perencana dapat mempersiapkan data tingkat provinsi ataupun data hasil penelitian (termasuk survey).

Selama bulan Januari tim perencana kesehatan bekerja bersama untuk menyiapkan grafik bottleneck dan analisis bottleneck sebagai dasar penyusunan strategi. Strategi yang disusun nantinya akan diprioritaskan sesuai langkah alur kerja PBB (lihat kembali bagian Metode). Strategi prioritas yang dipilih akan dihitung secara detail biayanya, kemudian strategi tersebut akan dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan.

Pentingnya Upaya Advokasi

Peran tim perencanaan tidak berhenti sampai dengan memasukkan strategi ke dalam dokumen perencanaan. Tim PBB terus berupaya memastikan agar strategi berbasis bukti yang telah dihasilkan dapat dipertahankan di setiap proses perencanaan. Ketrampilan advokasi sangat diperlukan dalam upaya mempertahankan strategi. Advokasi sering kali belum dilakukan oleh tim perencanaan kesehatan di tingkat kabupaten, padahal upaya ini dibutuhkan bukan hanya untuk memastikan strategi yang disusun dapat dipertahankan, tetapi juga sebagai upaya mengkomunikasikan program KIA dan kesehatan pada umumnya kepada pembuat kebijakan.

Contoh Investment Case di Kabupaten SikkaNusa Tenggara Timur

Contoh Investment Case di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur

 

Page 24: analisis sumbatan

Family Oriented Community Based Services(Pelayanan berbasis masyarakat berorientasikan keluarga)

Contoh 1: Analisa intervensi “ASI eksklusif untuk anak usia 0-6 bulan” (termasuk dalam tracer 3: asupan makan bayi dan anak)

Tujuan: Mengetahui di mana letak permasalahan dalam meningkatkan kualitas cakupan program ASI eksklusif, dan intervensi yang termasuk dalam tracer 3 (asupan makan bayi dan anak)

Dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Menggunakan kerangka konsep identifikasi bottleneck Hasil: Kesulitan utama terletak pada rendahnya ketersediaan SDM penyuluh ASI eksklusif,

mengakibatkan rendahnya kualitas cakupan ASI eksklusif

 

Analisis BottleneckBottleneck utama: kurangnya tenaga penyuluh ASI eksklusif

Page 25: analisis sumbatan

 

 

Bottleneck Analysis

Hasil: Kesulitan utama terletak pada rendahnya ketersediaan SDM penyuluh ASI eksklusif, mengakibatkan rendahnya kualitas cakupan ASI eksklusif

Page 26: analisis sumbatan

 

 

Solusi Masalah

Page 27: analisis sumbatan

Waktu/Nominal Pendek Menengah

Biaya Rendah

1. Penambahan tenaga konselor ASI dan tenaga motivator ASI

2. Mempertahankan komitmen daerah tentang IMD dan ASI Eksklusif dan makanan lokal untuk pengguna susu formula setelah 6 bulan

3. Meningkatkan KIE tentang IMD dan ASI Eksklusif (Kader, PKK, masyarakat, dukun)

4. Pertemuan rutin untuk pembenahan sistem pencatatan dan pelaporan (RR) IMD dan ASI Eksklisif.

5. Memasukkan matakuliah IMD dan ASI eksklusif ke dalam mata kuliah program kebidanan

Kerjasama dengan universitas (untuk pre service training)

Page 28: analisis sumbatan

Biaya Tinggi Kelompok pendukung ASI terintegrasi

dalam forum desa siaga (menambah yang aktif)

Membuat pojok ASI di tempat-tempat umum

 

Strategi-strategi prioritas untuk Kabupaten Sikka – ASI Eksklusif

Memperbaiki pelaporan dan pencatatan bidan Memperkuat jaringan KIA untuk meningkatkan koordinasi antar sektor dan tingkat

pemerintahan Meningkatkan cakupan ASI eksklusif (termasuk inisiasi menyusui dini/IMD) Membangun tempat untuk menyusui di tempat-tempat umum dan rumah sakit Menyediakan motivator pada tingkat desa untuk mendorong inisiasi menyusui dini dan

praktek pemberian ASI eksklusif

Peningkatan jumlah bidan yang dapat menjadi konselor untuk IMD dan ASI eksklusif melalui pelatihan

Contoh Investment Case di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur

 

Population Oriented Scheduled Service(Pelayanan berkala (terjadwal) berorientasikan penduduk)

Contoh 2: Analisa intervensi “Imunisasi Campak” (termasuk dalam tracer 8: Pelayanan kesehatan preventif bagi bayi dan anak)

Tujuan: Mengetahui di mana letak permasalahan dalam meningkatkan kualitas cakupan program imunisasi campak, dan intervensi yang termasuk dalam tracer 8 (pelayanan kesehatan preventif bagi bayi dan anak)

Dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Menggunakan kerangka konsep identifikasi bottleneck Hasil: Kesulitan utama terletak pada kurangnya jumlah bidan sebagai imunisator, yang

berakibat pada rendahnya jumlah balita yang mendapat imunisasi lengkap

 

Analisis BottleneckMasalah utama: kurangnya jumlah bidan sebagai tenaga imunisator

Page 29: analisis sumbatan

 

Bottleneck Analysis

Hasil: Kesulitan utama terletak pada kurangnya jumlah bidan sebagai imunisator, yang berakibat pada rendahnya jumlah balita yang mendapat imunisasi lengkap

Page 30: analisis sumbatan

 

Page 31: analisis sumbatan

Solusi Masalah

Waktu/Nominal Pendek Menengah

Biaya RendahPenyuluhan Petugas KesehatanSweeping/active tracing

Biaya Tinggi Perbaikan Manajemen distribusi obat dan penyimpanan vaksin

 

Strategi-strategi prioritas untuk Kabupaten Sikka – Imunisasi Campak

Memperbaiki manajemen rantai dingin dan cakupan imunisasi

Page 32: analisis sumbatan

Contoh Investment Case di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur

Individual Clinical Oriented Services(Pelayanan Klinis berorientasikan individu)

Contoh 3: Analisa intervensi “PONEK” (termasuk dalam tracer 12: Pelayanan Rujukan Klinis Lanjutan)

Tujuan : Mengetahui di mana letak permasalahan dalam meningkatkan kualitas cakupan PONEK, dan intervensi yang termasuk dalam tracer 12 (pelayanan rujukan klinis lanjutan)

Dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Menggunakan kerangka konsep identifikasi bottleneck Hasil : Kesulitan utama terletak pada kelengkapan fasilitas PONEK dan rendahnya akses

masyarakat ke fasilitas kesehatan, yang berakibat pada rendahnya angka kelahiran berisiko tinggi di fasilitas PONEK dan rendahnya angka cakupan kelahiran berisiko tinggi yang dilakukan di fasilitas PONEK

 

Analisis BottleneckMasalah utama: kelengkapan fasilitas PONEK, rendahnya akses masyarakat ke fasilitas kesehatan

Page 33: analisis sumbatan

 

Bottleneck Analysis

Hasil: Kesulitan utama terletak pada kelengkapan fasilitas PONEK dan rendahnya akses masyarakat ke fasilitas kesehatan, yang berakibat pada rendahnya angka kelahiran berisiko tinggi di fasilitas PONEK dan rendahnya angka cakupan kelahiran berisiko tinggi yang dilakukan di fasilitas PONEK

Page 34: analisis sumbatan
Page 35: analisis sumbatan

Solusi Masalah

Waktu/Nominal Pendek Menengah

Biaya Rendah

Mengalokasikan dana untuk operasional mobil ambulance

Forum desa reguler untuk meningkatkan pemahaman pentingnya tindakan medis emergensi

Jejering dengan RS swasta untuk menjadi RS PONEK

Biaya Tinggi Penambahan alat dan obat essensial untuk PONEK

Bekerjasama dengan universitas untuk penambahan tenaga spesialis

Bank darah harus berfungsi optimal dalam 24 jam

Pemda menyekolahkan putra daerah untuk

Page 36: analisis sumbatan

(SpA, SpOG, SpAn) Menambah jumlah desa siaga

yang aktif

sekolah spesialis dengan ikatan dinas

Menambah desa siaga yang aktif

 

Strategi-strategi prioritas untuk Kab Sikka – PONEK

Memperbaiki sistem dan kualitas Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi (Dasar dan Komprehensif)

Kesimpulan dan rencana tindak lanjut

Kesimpulan

Perencanaan Berbasis Bukti Memberikan Nilai Tambah Dalam Model Perencanaan Program KIA Yang Telah Ada Saat ini, antara lain:

1. PBB mengedepankan pentingnya menggunakan intervensi yang telah terbukti dapat mengatasi penyebab langsung kematian ibu dan anak

2. Pendekatan analisis bottleneck dapat memberikan gambaran kuantitatif penerapan sebuah intervensi serta hambatan yang ditemukan dalam sistem kesehatan. Sebagian data dapat digunakan sebagai alat monitoring UPK4.

3. PBB dapat memberikan gambaran besaran anggaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan intervensi dengan tingkat efikasi yang tinggi.

4. PBB dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki alokasi sumber daya dengan cara memilih prioritas investasi kesehatan.

5. PBB dapat membantu menyempurnakan implementasi DTPS yang ada saat ini dengan penekanan pada penggunaan intervensi yang berbasis bukti.

Pelajaran Yang Dapat Ditarik Dari Pendekatan PBB:

1. Diperlukan sebuah jaringan kesehatan ibu dan anak sebagai partner kunci dalam mengimplementasikan PBB. Jaringan KIA ini mencakup lintas sektor sampai dengan dokter spesialis di RSUD.

2. Kepemimpinan Dinas Kesehatan dan komitmen Bappeda dalam melakukan proses perencanaan dan penganggaran merupakan hal yang penting

3. Pejabat pemerintah yang terlibat dalam proses PBB harus mempunyai otoritas dan kemampuan untuk memasukkan strategi hasil PBB ke dalam proses Musrenbang.

4. Tersedianya data lokal dan nasional yang berkualitas baik merupakan hal yang mutlak.5. Mutasi staf yang sering terjadi dapat mengurangi efektivitas implementasi PBB dalam

perencanaan dan penganggaran di tingkat kabupaten.6. Tim PBB di tingkat kabupaten SEBAIKNYA DIDAMPINGI FASILITATOR yang siap membantu

dalam setiap tahap PBB.

Page 37: analisis sumbatan

Foto Fasilitator papua

Siapa Para Fasilitator Tersebut?

1. Tenaga jabatan fungsional di tingkat propinsi yang telah dilatih pendekatan PBB (posisi sebagai fasilitator tingkat provinsi)

2. Dosen dan Akademisi3. Konsultan swasta4. LSM

Tugas Fasilitator dalam perencanaan Investment Case

1. Memfasilitasi pemilihan sumber dana potensial dari daerah untuk mempengaruhi perencanaan dan penganggaran di pusat, propinsi, dan kab/kota

2. Membantu integrasi pendekatan PBB dalam proses perencanaan dan penganggaran saat ini3. Fasilitator bekerja dalam kelompok, satu kelompok memiliki komposisi yang terdiri dari ahli

KIA, manajemen data, dan manajemen kesehatan.

TINDAK LANJUT

1. Diharapkan perencanaan dan penganggaran kesehatan di Kab/Kota dapat mengadopsi pendekatan perencanaan berbasis bukti (PBB)

2. PBB dikembangkan secara open-system dalam proses perencanaan dan penanggaran di tingkat kabupaten/ kota

3. Perlu mengembangkan sejumlah fasilitator/ technical assistance (TA) yang bertugas untuk mendampingi dan terus mengembangkan pendekatan PBB di tingkat kabupaten.

4. Melembagakan kegiatan fasilitator dengan dana yang tersedia setiap tahun (misal dengan menggunakan dana dekonsentrasi).

5. Dana ini diharapkan akan komplemen dengan anggaran Perencanaan Mikro PKM dari BOK