20
1 Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai Pengadaan Lokomotif oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan General Electric (GE) Transportation Ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha Muhammad Alpian Ramli & Ditha Wiradiputra 1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia ABSTRAK Dalam meningkatkan pelayanan transportasi kepada masyarakat, PT Kereta Api Indonesia (Persero) senantiasa memperbarui lokomotif-lokomotif miliknya dengan cara membeli dari General Electric (GE) Transportation secara langsung (Penunjukan Langsung). Namun, pada pengadaan lokomotif tahun 2009, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa kedua perusahaan tersebut telah melakukan persekongkolan tender. Setelah dilakukan upaya hukum keberatan, putusan KPPU tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Bandung dan pada tingkat kasasi, permohonan kasasi KPPU ditolak oleh Mahkamah Agung. Pertimbangan majelis hakim adalah karena pengadaan lokomotif ini bukan termasuk tender sehingga tidak terikat pada Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu pengadaan lokomotif ini sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2008 yang memperbolehkan BUMN melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan barang/jasa. Penelitian ini membahas aspek hukum penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa ditinjau dari hukum persaingan usaha sehingga penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan regulasi terkait hukum persaingan usaha. Di akhir penelitian, Penulis berkesimpulan bahwa PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan General Electric (GE) Transportation tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 karena pengadaan lokomotif ini bukan termasuk tender dan telah dilakukan sesuai Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2008. Kata kunci: Penunjukan Langsung, Persekongkolan Tender, Pengadaan Lokomotif, Hukum Persaingan Usaha ABSTRACT In ordert to improve public transport services, PT Kereta Api Indonesia (Persero) always renews his locomotives by buying them from General Electric (GE) Transportation directly (Direct Appointment). However, in the locomotive procurement in 2009, Commission the Supervision of Business Competition (KPPU) condemned that both companies had made bid rigging. After objection, the verdict was canceled by the Bandung District Court, and the KPPU’s aplication was also rejected by the Supreme Court on cassation level. Consideration of the judges was because the procurement was 1 Muhammad Alpian Ramli adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah mempertahankan skripsinya di hadapan sidang penguji. Ditha Wiradiputra adalah Dosen Fakultas Hukum UI yang memberikan bimbingan kepada Alpian dalam menulis skripsinya yang berjudul “Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai Pengadaan Lokomotif oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan General Electric (GE) Transportation Ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha”. Tulisan ini merupakan ringkasan dari Skripsi yang dimaksud. Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

1

Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai Pengadaan

Lokomotif oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan General Electric

(GE) Transportation Ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha

Muhammad Alpian Ramli & Ditha Wiradiputra1

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

ABSTRAK

Dalam meningkatkan pelayanan transportasi kepada masyarakat, PT Kereta Api

Indonesia (Persero) senantiasa memperbarui lokomotif-lokomotif miliknya dengan cara

membeli dari General Electric (GE) Transportation secara langsung (Penunjukan

Langsung). Namun, pada pengadaan lokomotif tahun 2009, Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa kedua perusahaan tersebut telah

melakukan persekongkolan tender. Setelah dilakukan upaya hukum keberatan, putusan

KPPU tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Bandung dan pada tingkat kasasi,

permohonan kasasi KPPU ditolak oleh Mahkamah Agung. Pertimbangan majelis hakim

adalah karena pengadaan lokomotif ini bukan termasuk tender sehingga tidak terikat

pada Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu pengadaan lokomotif ini sesuai dengan

Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2008 yang memperbolehkan BUMN

melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan barang/jasa. Penelitian ini

membahas aspek hukum penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa

ditinjau dari hukum persaingan usaha sehingga penelitian ini menggunakan metode

yuridis normatif dengan menggunakan regulasi terkait hukum persaingan usaha. Di

akhir penelitian, Penulis berkesimpulan bahwa PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan

General Electric (GE) Transportation tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5

Tahun 1999 karena pengadaan lokomotif ini bukan termasuk tender dan telah dilakukan

sesuai Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2008.

Kata kunci:

Penunjukan Langsung, Persekongkolan Tender, Pengadaan Lokomotif, Hukum

Persaingan Usaha

ABSTRACT

In ordert to improve public transport services, PT Kereta Api Indonesia (Persero)

always renews his locomotives by buying them from General Electric (GE)

Transportation directly (Direct Appointment). However, in the locomotive procurement

in 2009, Commission the Supervision of Business Competition (KPPU) condemned that

both companies had made bid rigging. After objection, the verdict was canceled by the

Bandung District Court, and the KPPU’s aplication was also rejected by the Supreme

Court on cassation level. Consideration of the judges was because the procurement was

1 Muhammad Alpian Ramli adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah

mempertahankan skripsinya di hadapan sidang penguji. Ditha Wiradiputra adalah Dosen Fakultas Hukum UI yang memberikan bimbingan kepada Alpian dalam menulis skripsinya yang berjudul “Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai Pengadaan Lokomotif oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan General Electric (GE) Transportation Ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha”. Tulisan ini merupakan ringkasan dari Skripsi yang dimaksud.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 2: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

2

not a tender so that it was not bound by Article 22 of Law No. 5 of 1999. Besides this

locomotive procurement was in accordance with the SOEs Ministerial Regulation No.

Per-05/MBU/2008 allowing SOEs perform direct appointment in the procurement of

goods/services. This research discussed the legal aspects of direct appointment in the

procurement of goods and services in terms of antitrust law so that this research method

used a normative juridical regulations relating to antitrust law. At the end of the study,

the author concluded that PT Kereta Api Indonesia (Persero) and General Electric (GE)

Transportation was not proven to have violated Article 22 of Law No. 5 of 1999

because the locomotive procurement was not tender and had been performed in

accordance with the SOEs Ministerial Regulation No. Per-05/MBU/2008.

Key words:

Direct Procurement, Bid Rigging, Locomotive Procurement, Antitrust Law

A. PENDAHULUAN

Pengadaan barang dan jasa merupakan kegiatan yang sering dan rutin dilakukan, baik di

lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan swasta. Tujuannya adalah untuk memperoleh

barang/jasa yang dibutuhkan Instansi Pemerintah (atau swasta jika yang melakukan

pengadaan barang/jasa adalah pihak swasta) dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan

harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dalam waktu dan tempat tertentu, secara efektif

dan efisien, menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku.2 Untuk pengadaan barang dan jasa

di lingkungan pemerintahan, pengaturannya mengacu pada Keputusan Presiden No. 80 Tahun

2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sedangkan untuk lingkungan

swasta pengaturan pengadaan barang dan jasa mengacu kepada keputusan direksi perusahaan

swasta tersebut.3

Namun pada tanggal 25 Juni 2007, Kementerian BUMN mengeluarkan Surat Edaran

bernomor S-298/S.MBU/2007 yang ditujukan kepada seluruh jajaran direksi, komisaris, dan

dewan pengawas BUMN untuk mengabaikan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Surat Edaran tersebut dinyatakan

bahwa BUMN ketika melaksanakan tender tidak terikat pada Keppres No. 80 Tahun 2003,

melainkan dapat membuat peraturan pengadaan sendiri dengan mengacu pada ketentuan Pasal

2 Presiden, Keputusan Presiden Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi

Pemerintah, Keppres No. 18 Tahun 2000, Pasal 2 ayat (2). 3 Kementerian BUMN, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Tentang Pedoman Umum

Pelaksanaan Pengadaan Barang Dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, Permen BUMN Nomor Per-05/MBU/2008, bagian Menimbang huruf b.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 3: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

3

99 PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran

BUMN.4

Setahun kemudian, Kementerian BUMN mengeluarkan Peraturan Menteri BUMN No.

Per-05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan

Usaha Milik Negara (BUMN). Peraturan ini menjadi payung hukum bagi semua BUMN

dalam melakukan proyek pengadaan barang dan jasa yang tidak menggunakan dana dari

APBN/APBD.5 Melalui peraturan ini, BUMN dengan syarat-syarat tertentu diperbolehkan

untuk menunjuk langsung (penunjukan langsung) seorang atau lebih pelaku usaha untuk

menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh BUMN tanpa melalui proses tender terlebih

dahulu.6 Namun, ketentuan ini banyak menimbulkan permasalahan dalam pengadaan barang

dan jasa di lingkungan BUMN karena sangat rentan terjadinya persekongkolan tender yang

dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat. Salah satu contoh kasus yang terkait dengan ketentuan penunjukan

langsung BUMN ini adalah kasus pengadaan lokomotif oleh PT Kereta Api Indonesia

(Persero) dengan General Electric (GE) yang terjadi pada tahun 2009.

Melihat latar belakang tersebut, penelitian ini perlu dilakukan karena ada beberapa hal

yang secara hukum dapat ditelaah dan dikaji lebih jauh seperti adanya peraturan yang belum

banyak diketahui yaitu Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2008 yang

memperbolehkan BUMN melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan barang/jasa,

adanya penafsiran yang berbeda dari pihak KPPU maupun dari para pelaku usaha mengenai

penunjukan langsung dalam pengadaan barang/jasa, serta adanya pertimbangan hukum yang

berbeda di tingkat Pengadilan Negeri maupun di Mahkamah Agung sehingga mengakibatkan

batalnya putusan KPPU.

a. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, ada beberapa rumusan masalah yang akan dijawab

dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana aspek hukum penunjukan langsung yang dilakukan oleh PT Kereta

Api Indonesia (Persero) kepada General Electric (GE) dalam pengadaan

lokomotif ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha?

4 Kementerian BUMN, Surat Edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tentang Pelaksanaan

Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, SE No. S- 298/S.MBU/2007. 5 Kementerian BUMN, Permen BUMN No.Per-05/MBU/2008, op cit, Psl.4. 6 Ibid, Ps. 5 ayat (2) huruf c jo. Ps. 9 ayat (3).

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 4: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

4

2. Apakah pengadaan lokomotif tersebut dapat dikategorikan sebagai tender dan

terikat oleh Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 mengenai persekongkolan tender?

3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan kasasi No.242K/Pdt.Sus/2012

mengenai pengadaan lokomotif ini sehingga menyebabkan dibatalkannya putusan

KPPU?

b. Tujuan Penelitian

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah dan pokok

permasalahan, penelitian ini mempunyai tujuan, yaitu:

1. Untuk mengetahui aspek hukum penunjukan langsung yang dilakukan oleh

BUMN khususnya PT Kereta Api Indonesia (Persero) kepada General Electric

(GE) dalam pengadaan lokomotif.

2. Untuk mengetahui apakah pengadaan lokomotif yang dilakukan oleh PT Kereta

Api Indonesia (Persero) dengan General Electric (GE) Transportation melalui

penunjukan langsung dapat dikategorikan sebagai tender dan terikat oleh Pasal 22

UU No. 5 Tahun 1999.

3. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan Kasasi No.242

K/Pdt.Sus/2012 sehingga menyebabkan dibatalkannya putusan KPPU.

B. TINJAUAN TEORITIS

a. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa

Dalam lingkungan pemerintah, pengadaan barang dan jasa diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang kemudian diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 35

Tahun 2011 dan diubah kembali oleh Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. Dalam

Perpres tersebut, pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah diartikan sebagai kegiatan untuk

memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat

Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai

diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.7

Sedangkan dalam lingkungan BUMN, pengaturan pengadaan barang dan jasa dapat

tunduk pada Perpres No. 54 Tahun 2010 atau tidak. Apabila pengadaan barang atau jasa

7 Presiden, Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Perpres No. 54 Tahun

2010, Ps. 1 angka 1.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 5: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

5

tersebut menggunakan dana dari APBN/APBD, baik sebagian ataupun seluruhnya, maka

pengaturannya berdasarkan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 yang telah dicabut

dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010. Sedangkan jika tidak menggunakan

APBN/APBD maka pengaturan pengadaan barang di lingkungan BUMN berdasarkan

Peraturan Menteri BUMN No. 5/MBU/2008.8 Dalam Peraturan Menteri tersebut, pengadaan

barang/jasa didefinisikan sebagai “Pengadaan barang dan jasa adalah kegiatan pengadaan

barang dan jasa yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang pembiayaannya tidak

menggunakan dana langsung dari APBN/APBD.”9

b. Cara Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN

Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN, cara pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan

dengan beberapa cara antara lain tetapi tidak terbatas pada:

1. pelelangan terbuka, atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan, yaitu diumumkan

secara luas melalui media massa guna memberi kesempatan kepada Penyedia Barang

dan Jasa yang memenuhi kualifikasi untuk mengikuti pelelangan;

2. pemilihan langsung, atau seleksi langsung untuk pengadaan jasa konsultan, yaitu

pengadaan barang dan jasa yang ditawarkan kepada beberapa pihak terbatas

sekurangkurangnya 2 (dua) penawaran;

3. penunjukan langsung, yaitu pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara

langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa atau melalui beauty contest;

4. pembelian langsung, yaitu pembelian terhadap barang yang terdapat di pasar, dengan

demikian nilainya berdasarkan harga pasar. 10

c. Tender

Dalam hukum persaingan usaha, salah satu hal yang sering menjadi obyek

persekongkolan adalah tender. Pengertian tender dapat ditemukan dalam berbagai sumber

seperti:

1. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (yang mencabut Keppres No. 18 Tahun 2000

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah), tender

atau pengadaan barang/jasa adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai

8 Kementerian BUMN, Permen BUMN No. 5/MBU/2008, op cit, bagian Menimbang huruf b. 9 Ibid, Ps 1 angka 1. 10 Kementerian BUMN, Permen BUMN Nomor Per-05/Mbu/2008, op cit, Ps. 5 ayat (2).

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 6: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

6

dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh

penyedia barang/jasa.11

2. Dalam Penjelasan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, tender adalah tawaran mengajukan

sebuah harga untuk memborong suatu pekerjaan, maupun untuk pengadaan barang-

barang atau untuk menyediakan jasa-jasa tertentu.12

d. Persekongkolan Tender

Persekongkolan tender secara khusus diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yang

berbunyi “pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan /atau

menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha

tidak sehat”. Oleh karena itu, yang dilarang dalam Pasal tersebut adalah persekongkolan

(conspiracy dan collusion) antara pelaku usaha dengan pihak lain dalam penentuan pemenang

tender, yakni melalui pengajuan untuk menawarkan harga dalam memborong suatu pekerjaan

atau juga pengajuan penawaran harga untuk pengadan barang dan jasa-jasa tertentu. Akibat

dari persekongkolan dalam menentukan pemenang tender, seringkali timbul suatu kondisi

“barrier to entry” yang tidak menyenangkan/merugikan bagi pelaku usaha lain yang sama-

sama mengikuti tender (peserta tender) yang pada gilirannya akan mengurangi bahkan

meniadakan persaingan itu sendiri.

e. Penunjukan Langsung

Penunjukan langsung merupakan salah satu cara pengadaan barang dan jasa yang diatur

dalam Peraturan Menteri BUMN No. 5/MBU/2008.13 Dalam regulasi tersebut, didefinisikan

Penunjukan Langsung yaitu sebagai cara pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara

langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa atau melalui beauty contest.14

Pasal 9 Peraturan Menteri BUMN No. 5/MBU/2008 jo. Peraturan Menteri BUMN

No.15/MBU/2012 mengatur bahwa penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa di

lingkungan BUMN dapat dilakukan apabila memenuhi minimal salah satu dari persyaratan

sebagai berikut:

1. Barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaan dan tidak dapat

ditunda keberadaannya (business critical asset);

2. Penyedia Barang dan Jasa dimaksud hanya satu-satunya (barang spesifik);

11 Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

Keppres No. 80 Tahun 2003, LN Tahun 2003 No. 120. 12 Indonesia, UU Persaingan Usaha, op cit, Psl. 22. 13 Kementerian BUMN, Peraturan Menteri BUMN No. 5/MBU/2008, op cit, Psl. 5. 14 Ibid, Psl. 5 ayat (2) huruf c.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 7: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

7

3. Barang dan jasa yang bersifat knowledge intensive dimana untuk menggunakan dan

memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dari Penyedia

Barang dan Jasa;

4. Bila pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa dengan menggunakan cara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan b telah dua kali dilakukan namun peserta

pelelangan atau pemilihan langsung tidak memenuhi kriteria atau tidak ada pihak yang

mengikuti pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat-syarat

telah memenuhi kewajaran;

5. Barang dan jasa yang dimiliki oleh pemegang hak atas kekayaan intelektual (HAKI)

atau yang memiliki jaminan (warranty) dari Original Equipment Manufacture;

6. Penanganan darurat untuk keamanan, keselamatan masyarakat, dan aset strategis

perusahaan;

7. Barang dan jasa yang merupakan pembelian berulang (repeat order) sepanjang harga

yang ditawarkan menguntungkan dengan tidak mengorbankan kualitas barang dan

jasa; Penanganan darurat akibat bencana alam, baik yang bersifat lokal maupun

nasional;

8. Barang dan jasa lanjutan yang secara teknis merupakan satu kesatuan yang sifatnya

tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya;

9. Penyedia Barang dan Jasa adalah BUMN dan/atau Anak Perusahaan sepanjang barang

dan/atau jasa yang dibutuhkan merupakan produk atau layanan dari BUMN atau Anak

Perusahaan dimaksud dengan ketentuan apabila BUMN dan/atau Anak Perusahaan

yang memproduksi atau memberi pelayanan yang dibutuhkan lebih dari satu, maka

harus dilakukan pemilihan langsung terhadap BUMN dan/atau Anak Perusahaan

tersebut.15

C. METODE PENELITIAN

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian yuridis normatif

yaitu penelitian yang menggunakan asas-asas hukum, sistematik hukum, serta dengan

mensinkronisasi beberapa peraturan perundang-undangan yang ada16. Alasannya adalah

karena pengadaan lokomotif yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini akan ditinjau

15 Kementerian BUMN, Peraturan Menteri BUMN No. 5/MBU/2008, op cit, Psl. 9. 16 Sri Mamudji, dkk. 2005. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, hlm 9-10.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 8: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

8

dari perpektif hukum persaingan usaha dengan peraturan perundang-undangan terkait seperti

UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat dan Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum

Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara.

Sedangkan berdasarkan tempat diperolehnya data, penelitian ini menggunakan data

sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan.17 Data sekunder yang digunakan terdiri

dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai berikut.18

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa

peraturan perundang-undangan Indonesia seperti Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia. Dalam penelitian ini akan digunakan bahan

hukum primer seperti UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2008

Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik

Negara, dan lainnya.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum

primer dan dapat membantu menganalisis, memahami, dan menjelaskan bahan hukum

primer, yang antara lain adalah teori para sarjana, buku, skripsi, tesis, penelusuran

internet, artikel ilmiah, jurnal, hasil seminar, bahan hasil penelitian dari universitas,

surat kabar, dan makalah. Bahan hukum sekunder yang akan digunakan seperti buku

berjudul Hukum Persaingan Usahan: Antara Teks dan Konteks karangan Andi Fahmi

Lubis dan kawan-kawan, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum

Persaingan Usaha) karangan Budi Kagramanto, dan lainnya.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, misalnya ensiklopedia atau kamus.

Salah satu bahan hukum tersier yang akan Penulis gunakan adalah kamus hukum

Black’s Law Dictionary.

D. PEMBAHASAN

1. Kasus Posisi

Kasus ini berawal pada tanggal 30 Desember 2008 dengan adanya niat PT Kereta Api

Indonesia (Persero) membeli lokomotif dari General Electric (GE) dengan alasan lokomotif

17 Ibid,hlm. 28 18 Ibid, hlm. 28-48.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 9: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

9

tersebut telah teruji dan para teknisi PT Kereta Api (Persero) pun sudah terbiasa dengan

lokomotif tersebut.19 Namun karena adanya peraturan internal yang tidak memperbolehkan

pembelian langsung apabila nilainya lebih dari Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)20

membuat PT Kereta Api (Persero) menetapkan metode penunjukan langsung dalam

pengadaan 20 (dua puluh) lokomotif ini dengan konsekuensi hanya General Electric (GE) saja

yang akan diundang untuk mengajukan penawaran.

Kemudian pada tanggal 21 Juli 2009, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

menerima laporan tentang adanya dugaan persekongkolan tender pada pengadaan 20 (dua

puluh) unit Lokomotif CC 204 Tahun 2009 yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia

(Persero) dengan General Electric (GE) Transportation.21 Hasilnya, KPPU menjatuhkan vonis

pada putusannya No. 05/KPPU-L/2010 yang menyatakan PT Kereta Api Indonesia (Persero)

dan General Electric terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang isinya adalah “pelaku usaha

dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang

tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” 22

Kemudian, General Electric (GE) Transportation dengan mengikutsertakan PT Kereta

Api Indonesia (Persero) melakukan upaya keberatan ke Pengadilan Negeri Bandung.

Hasilnya, Pengadilan Negeri Bandung telah menjatuhkan putusan No.

01/Pdt/G/KPPU/2010/PN.BDG yang pada intinya membatalkan putusan KPPU dan

menyatakan PT Kereta Api Indonesia (Persero) serta General Electric tidak terbukti

melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Kemudian pada tanggal pada tanggal 15 Juni 2011 KPPU

mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya dalam putusan

No.242K/Pdt.Sus/2012 tertanggal 28 Juni 2012, Mahkamah Agung menolak permohonan

kasasi dari KPPU.23

19 KPPU, Putusan No. 05/KPPU-L/2010, op cit, hlm 8-10. 20 Indonesia, Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden

No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Perpres No. 85 Tahun 2006, lampiran 1 Bab I huruf c.

21 Ibid, hlm 2. 22 ibid, hlm. 91-92. 23 Mahkamah Agung, Putusan No. 242 K/Pdt.Sus/2012, hlm. 92.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 10: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

10

2. Analisis Hukum

2a. Unsur-Unsur Penting Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tidak Terbukti

Dalam memutuskan perkara persekongkolan tender, KPPU menggunakan dasar hukum

Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat. Pasal tersebut berbunyi:

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau

menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat.”24

Dari pasal tersebut, terdapat beberapa unsur yang berdasarkan analisis Penulis tidak

terbukti sehingga pihak General Electric (GE) Transportation maupun PT Kereta Api

Indonesia (Persero) tidak terbukti melakukan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999.

Unsur-unsur yang dimaksud beserta analisisnya adalah sebagai berikut:

a. Unsur Bersekongkol

b. Unsur Pihak Lain

c. Unsur Mengatur dan/atau Menentukan Pemenang Tender

d. Unsur Mengakibatkan Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat

Ad.a Unsur Bersekongkol

Penjabaran uraian dalam Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa

bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas

inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender

tertentu. Pedoman ini menyatakan juga bahwa persekongkolan dapat terjadi dalam 3 (tiga)

bentuk, yaitu persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan dari

persekongkolan horizontal dan vertikal.25

Selain itu, Pasal 1 huruf 8 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mendefinisikan persekongkolan sebagai berikut:

“Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerja sama yang

dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk

menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.”26

Dari definisi tersebut, diketahui bahwa dalam persekongkolan mensyaratkan adanya

bentuk kerjasama untuk menguasai pasar bersangkutan. Sedangkan berdasarkan putusan

KPPU No. 05/KPPU-L/2010, KPPU sama sekali tidak dapat memberikan bukti tertulis,

24 UU Persaingan Usaha, op cit, psl. 22. 25 KPPU, Pedoman Pasal 22, op cit, hlm. 15-17. 26 Indonesia, UU Persaingan Usaha, op cit, Psl 1 angka 8.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 11: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

11

keterangan saksi, catatan pertemuan, atau informasi dalam bentuk apapun yang

menunjukan adanya suatu kerjasama atau kesepakatan yang dilakukan oleh General

Electric (GE) Transportation dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Semua tindakan

yang dilakukan oleh General Electric (GE) dengan PT KAI sesuai dengan prosedur

pengadaan barang dari PT KAI dan semata-mata dilakukan untuk kepentingan pengadaan

lokomotif. Dengan kata lain, tidak ada persekongkolan yang dilakukan GE dan PT KAI

sehingga unsur ini tidak terbukti.

Ad. b. Unsur Pihak Lain

Yang dimaksud dengan pihak lain adalah para pihak (vertikal dan horizontal) yang

terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha

sebagai peserta ataupun subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender tersebut.

Pembuktian unsur pihak lain dibuktikan berdasarkan bukti adanya keterlibatan pihak lain

dalam proses tender.27

Dalam menentukan General Electric (GE) Transportation sebagai pihak yang

menyediakan 20 (dua puluh) lokomotif, pihak PT Kereta Api Indonesia (Persero)

mengambil keputusan semata-mata berdasarkan pertimbangan efisiensi tanpa terpengaruh

pihak GE. Oleh karena itu, unsur pihak lain ini tidak terpenuhi karena tidak adanya

paksaan atau pengaruh untuk memilih GE sebagai penyedia lokomotif.

Ad.c. Unsur Mengatur dan/atau Menentukan Pemenang Tender

Yang dimaksud dengan tindakan mengatur dan/atau menentukan adalah suatu

perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang bertujuan

untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/atau untuk memenangkan

peserta tender tersebut yang antara lain dilakukan dalam hal penetapan kriteria pemenang,

persyaratan teknis, keuangan, spesifikasi, proses tender, dan sebagainya.28

KPPU di dalam putusannya No. 05/KPPU-L/2010 tidak dapat memberikan bukti

apapun yang dapat menunjukan adanya kesepakatan untuk mengatur dan menentukan

pemenang tender. Selain itu, pengadaan lokomotif ini bukan merupakan bagian dari tender

atau pelelangan secara umum, akan tetapi pengadaan lokomotif yang melalui mekanisme

27 Yuliana Juwita, larangan persekongkolan tender berdasarkan hukum persaingan usaha, suatu

perbandingan pengaturan di indonesia dan jepang, jakarta: fakultas hukum program pascasarjana, 2003, hlm. 62

28 Ibid, hlm. 63

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 12: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

12

penunjukan langsung yang sejak awal memang PT KAI berkeinginan membeli lokomotif

dari General Electric (GE).

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengaku sejak awal memang berniat membeli

lokomotif dari GE dengan alasan lokomotif tersebut telah teruji dan para teknisi PT. Kereta

Api (Persero) sudah terbiasa dengan lokomotif dari GE, namun keinginan membeli

langsung tersebut terhambat oleh aturan internal yang tidak memperbolehkan pembelian

langsung apabila nilainya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) atau lebih, sehingga

PT. Kereta Api (Persero) menetapkan metode penunjukkan langsung dalam pengadaan 20

(dua puluh) lokomotif ini dengan konsekuensi hanya GE yang akan diundang unuk

mengajukan penawaran.29 Singkatnya, tidak ada tindakan untuk mengatur atau menentukan

pemenang tender karena sejak awal PT KAI memang berkeinginan membeli lokomotif dari

GE. Oleh karena itu, unsur mengatur dan/atau menentukan pemenang tender juga tidak

terpenuhi

Ad.d. Unsur Mengakibatkan Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat

Pasal 1 angka 6 UU Persaingan Usaha memberi batasan terhadap istilah persaingan

usaha tidak sehat sebagai berikut:

“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan

dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan

usaha.”30

Unsur ini juga tidak terpenuhi karena KPPU tidak dapat memberikan bukti adanya

perbuatan GE dan PT KAI secara tidak jujur dan melawan hukum dalam pengadaan

lokomotif. Secara historis, GE telah menjalankan usahanya di Indonesia sejak tahun

1952.31 Sepanjang sejarah, pihak GE selalu taat dan patuh terhadap hukum di Indonesia

serta mempunyai reputasi yang baik di masyarakat.

Selain itu, alasan mengapa PT KAI memilih GE adalah karena mereka harus berhati-

hati untuk membeli lokomotif baru agar tidak menimbulkan masalah lain sehingga harus

melakukan investasi tambahan. Mereka sudah sejak lama menggunakan produk GE sejak

PT KAI masih berbentuk Perjan. Teknisi dan infrastruktur yang dimiliki saat ini pun sudah

memahami produk GE dengan baik sehingga akan memakan biaya tambahan lain lagi

29 Mahkamah Agung, op cit, hlm. 64. 30 Indonesia, UU Persaingan Usaha, op cit, Psl 1 angka 6. 31 Mahkamah Agung, op cit, hlm. 26.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 13: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

13

apabila menggunakan lokomotif pabrikan lain.32 Oleh karena itu tidaklah tepat jika

dikatakan telah terjadi persaingan tidak jujur atau melawan hukum yang menyebabkan

persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan lokomotif ini.

2b. Pengadaan Lokomotif In Casu Bukan Termasuk Tender Sehingga Tidak Terikat

Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999

Dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c Permen BUMN Nomor Per- 05 /MBU/2008 Tentang

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara

dijelaskan bahwa “penunjukan langsung yaitu pengadaan barang dan jasa yang dilakukan

secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa atau melalui beauty

contest”.33 Dan dalam Pasal 9 ayat (1) Permen tersebut juga dinyatakan bahwa “Pengadaan

Barang dan Jasa melalui penunjukan langsung dilakukan dengan menunjuk langsung 1 (satu)

atau Penyedia Barang dan Jasa”.34

Dari kedua ketentuan tersebut, dapat diartikan bahwa pengertian perundang-undangan

mengenai Penunjukan Langsung adalah penunjukan secara langsung pada 1 (satu) barang

dan/atau penyedia barang/jasa, dalam arti tidak ada pihak lain atau kompetitor dari

barang/jasa atau penyedia barang/jasa yang ditunjuk secara langsung tersebut.

Sedangkan berdasarkan Penjelasan Pasal 22 UU No. 5/1999, tender adalah tawaran

mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau

untuk memborong suatu pekerjaan, untuk menyediakan jasa.35 Dalam hal ini tidak disebut

jumlah yang mengajukan penawaran, oleh beberapa atau oleh satu pelaku usaha saja.

Dari perbandingan pengertian antara penunjukan langsung dan tender tersebut dapat

diambil perbedaan antara keduanya. Perbedaannya yaitu pada penunjukan langsung pihak

penyelenggara pengadaan sudah menentukan atau menunjuk satu pihak yang akan menjadi

penyedia barang atau jasa yang diinginkan, sedangkan pada tender pihak penyelenggara akan

menentukan atau memilih satu pihak yang melakukan penawaran paling baik dari banyak

peserta yang mengikuti tender.

Selanjutnya, Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat berbunyi:

32 Ibid, hlm. 27. 33 Kementerian BUMN, Permen BUMN Nomor Per-05/Mbu/2008, op cit. 34 Ibid, Pasal 9 ayat (1). 35 Indonesia, UU Persaingan Usaha, op cit, Penjelasan Pasal 22 UU No. 5/1999

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 14: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

14

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau

menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat.”

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999

mengatur tentang persekongkolan tender yang dilakukan oleh pelaku usaha. Ketentuan dari

pasal ini tidak berlaku terhadap pengadaan 20 (dua puluh) unit lokomotif yang dilakukan oleh

PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan General Electric (GE) pada tahun 2009. Alasannya

adalah karena pengadaan lokomotif tersebut bukanlah tender yang mana sejak awal PT Kereta

Api Indonesia (Persero) berkeinginan untuk membeli lokomotif dari General Electric (GE).

Dengan kata lain dalam pengadaan lokomotif ini tidak perlu dilakukan tender, cukup dengan

penunjukan langsung saja apabila sudah ada penyedia barang/jasa tertentu yang diinginkan

oleh penyelenggara pengadaan barang/jasa. Oleh karena bukan termasuk tender, maka

pengadaan lokomotif ini tidak terikat oleh Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 mengenai

persekongkolan tender.

Jadi, pengadaan lokomotif yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia dengan General

Electric (GE) bukan termasuk tender karena sejak awal PT Kereta Api Indonesia (Persero)

memang berkeinginan membeli lokomotif dari GE. Oleh karena pengadaan lokomotif ini

tidak sama dengan tender, maka pengadaan lokomotif ini tidak terikat oleh Pasal 22 UU No. 5

Tahun 1999 mengenai persekongkolan tender. Dengan kata lain, dalam kasus ini PT Kereta

Api Indonesia (Persero) dan General Electric (GE) Transportation tidak dapat dikatakan

melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 mengenai persekongkolan tender.

2c. Prosedur Penunjukan Langsung Berbeda dengan Prosedur Tender

Selain memiliki perbedaan dalam pengertian, pengadaan lokomotif in casu juga berbeda

dalam prosedur pelaksanaannya sehingga pengadaan lokomotif ini bukan dalam lingkup

tender. Penjelasan mengenai mekanisme tender dan penunjukan langsung juga terdapat pada

Pasal 20 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa. Metode pelelangan umum terbagi menjadi dua yaitu dengan prakualifikasi atau

dengan pascakualifikasi yang secara lengkap sebagai berikut:

a. Dengan Prakualifikasi:

1. pengumuman prakualifikasi;

2. pengambilan dokumen prakualifikasi;

3. pemasukan dokumen prakualifikasi;

4. evaluasi dokumen prakualifikasi;

5. penetapan hasil prakualifikasi;

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 15: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

15

6. pengumuman hasil prakualifikasi;

7. masa sanggah prakualifikasi;

8. undangan kepada peserta yang lulus prakualifikasi;

9. pengambilan dokumen lelang umum;

10. penjelasan;

11. penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya;

12. pemasukan penawaran;

13. pembukaan penawaran;

14. evaluasi penawaran;

15. penetapan pemenang;

16. pengumuman pemenang;

17. masa sanggah;

18. penunjukan pemenang;

19. penandatanganan kontrak;36

b. Dengan Pascakualifikasi:

1. pengumuman pelelangan umum;

2. pendaftaran untuk mengikuti pelelangan;

3. pengambilan dokumen lelang umum;

4. penjelasan;

5. penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya;

6. pemasukan penawaran;

7. pembukaan penawaran;

8. evaluasi penawaran termasuk evaluasi kualifikasi;

9. penetapan pemenang;

10. pengumuman pemenang;

11. masa sanggah;

12. penunjukan pemenang;

13. penandatanganan kontrak.37

Sedangkan untuk mekanisme penunjukan langsung, prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. undangan kepada peserta terpilih;

2. pengambilan dokumen prakualifikasi dan dokumen penunjukan langsung;

3. pemasukan dokumen prakualifikasi, penilaian kualifikasi, penjelasan, dan

pembuatan berita acara penjelasan;

4. pemasukan penawaran;

5. evaluasi penawaran;

6. negosiasi baik teknis maupun biaya;

7. penetapan/penunjukan penyedia barang/jasa;

8. penandatanganan kontrak.38

Dari prosedur tender dan prosedur penunjukan langsung yang telah diuraikan

sebelumnya, Penulis berpendapat bahwa terdapat beberapa perbedaan antara keduanya, yaitu:

36 Indonesia, Keppres No. 80 Tahun 2003, op cit, Psl 20. 37 Ibid, Pasal 20 38 Ibid.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 16: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

16

1. Pada tender, kesempatan untuk menjadi peserta tender diberikan kepada pelaku usaha

siapa saja yang dapat memenuhi kualifikasi. Sedangkan pada penunjukan langsung,

pihak penyelenggara pengadaan barang/jasa langsung memilih dan mengundang satu

pihak penyedia barang/jasa saja yang kemudian akan didengar presentasinya dan

dinegosiasikan baik teknis maupun biaya.

2. Pada tender, karena ada lebih dari satu peserta tender sehingga pihak penyelenggara

harus mengevaluasi dan memilih satu di antara beberapa peserta tender tersebut.

Sedangkan pada penunjukan langsung, pihak penyelenggara sejak awal sudah

berkeinginan untuk menunjuk pihak tertentu sebagai penyedia barang/jasa.

Berdasarkan perbedaan tersebut, maka pengadaan lokomotif yang dilakukan PT Kereta

Api Indonesia (Persero) dengan General Electric (GE) termasuk penunjukan langsung karena

PT Kereta Api Indonesia hanya mengundang General Electric (GE) saja untuk

mempresentasikan lokomotif buatannya. Oleh karena pengadaan lokomotif ini menggunakan

mekanisme penunjukan langsung, maka pengadaan lokomotif ini berbeda dengan tender.

2d. Pengadaan Lokomotif In Casu Sudah Sesuai dengan Regulasi

Dalam melakukan pengadaan 20 (dua puluh) lokomotif dengan penunjukan langsung

kepada General Electric (GE), PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah menyesuaikan dengan

peraturan perundang-undangan yang ada sehingga proses pengadaan pun telah memiliki dasar

hukum yang kuat. Peraturan perundang-undangan tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Surat Edaran Kementerian BUMN No.S-298/S.MBU/2007 yang ditujukan kepada

seluruh jajaran direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN. Isi dari surat edaran

tersebut pada intinya adalah bahwa BUMN ketika melaksanakan tender tidak terikat

pada Keppres No. 80 Tahun 2003 Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, melainkan dapat membuat peraturan pengadaan sendiri dengan mengacu

pada ketentuan Pasal 99 PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,

Pengawasan, dan Pembubaran BUMN. Selain itu, diperkenankan bagi BUMN untuk

melakukan penunjukan langsung apabila kegiatan pengadaan barang/jasa bersifat

mendesak.

2. Pasal 17 ayat (5) Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah menyebutkan bahwa:

“Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa

dapat dilakukan dengan cara penunjukkan langsung terhadap 1 (satu) penyedia

barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 17: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

17

sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat

dipertanggungjawabkan”39

3. Pasal 5 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:

PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa

Badan Usaha Milik Negara yang kedudukannya lebih tinggi dan sekaligus menjadi

dasar Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa PT Kereta Api Indonesia

(Persero) disebutkan bahwa “penunjukan langsung, yaitu pengadaan barang dan jasa

yang dilakukan secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa

atau melalui beauty contest”.40

Dan dalam Pasal 9 ayat (1) Permen tersebut dinyatakan bahwa “Pengadaan Barang

dan Jasa melalui penunjukan langsung dilakukan dengan menunjuk langsung 1 (satu)

atau Penyedia Barang dan Jasa”.41

Pada Pasal 9 ayat (3) Permen tersebut juga dijelaskan bahwa BUMN

diperbolehkan untuk melakukan penunjukan langsung apabila memenuhi persyaratan

tertentu, salah satunya seperti pengadaan yang dilakukan merupakan pembelian yang

berulang (repeat order) pada pihak tertentu sepanjang harga yang ditawarkan

menguntungkan dan tidak mengorbankan kualitas barang dan jasa. Telah diketahui

bahwa lokomotif General Electric (GE) Transportation telah digunakan PT Kereta Api

Indonesia (Persero) sejak lama serta teknisi maupun infrastruktur perkeretaapian di

Indonesia telah memahami produk General Electric (GE).42

Berdasarkan beberapa peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengadaan 20 (dua

puluh) lokomotif yang diadakan oleh PT Kereta Api Indonesia dan General Electric (GE)

Transportation dengan mekanisme penunjukan langsung telah dilakukan sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan memiliki dasar hukum yang kuat. Oleh karena itu,

pengadaaan lokomotif ini tidak melanggar hukum, khususnya hukum persaingan usaha.

2e. KPPU Tidak Dapat Menghadirkan 2 (Dua) Alat Bukti

Pada dasarnya KPPU dalam membuktikan adanya persekongkolan tender harus

menggunakan alat bukti yang telah diatur secara limitatif di dalam Pasal 42 UU NO. 5 Tahun

1999. Alat-alat bukti yang digunakan oleh KPPU berupa:

a. Keterangan Saksi

39 Indonesia, Keppres No. 80 Tahun 2003, op cit. 40 Kementerian BUMN, Permen BUMN Nomor Per-05/Mbu/2008, op cit. 41 Ibid, Psl. 9 ayat (1). 42 Mahkamah Agung, op cit, Psl. 14.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 18: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

18

b. Keterangan Ahli

c. Surat dan Dokumen

d. Petunjuk

e. Keterangan Pelaku Usaha43

Akan tetapi, pada perkara pengadaan lokomotif ini KPPU tidak dapat menghadirkan

minimal 2 (dua) alat bukti yang dapat menunjukan adanya kerjasama atau kesepakatan

yang menunjukan persekongkolan antara General Electric (GE) dengan PT Kereta Api

Indonesia (Persero). KPPU hanya menggunakan asumsi dan persangkaannya bahwa telah

terjadi persekongkolan tender antara kedua perusahaan tersebut. Oleh karena tidak dapat

menghadirkan dua alat bukti, maka putusan KPPU seharusnya batal demi hukum.

2f. Putusan Lain KPPU Terkait Penunjukan Langsung

Pada pengadaan Proyek Outsourcing Roll Out Customer Information tahun 2006 yang

dilakukan oleh PLN kepada Netway secara langusng (penunjukan langsung), terlihat

inkonsistensi dari KPPU dalam menjatuhkan putusan No.03/KPPU-L/2006. Pada putusan

tersebut KPPU menilai bahwa penunjukan langsung yang dilakukan oleh PLN kepada

Netway bukan merupakan tender.44

Sedangkan pada pengadaan lokomotif in casu, KPPU menilai bahwa penunjukan

langsung PT KAI dengan General Electric (GE) termasuk ke dalam tender. Sedangkan kedua

kasus tersebut (pengadaan lokomotif dan pengadaan jasa outsourcing roll out) merupakan hal

yang sama yaitu pengadaan barang/jasa dengan mekanisme penunjukan langsung. Jadi, masih

terlihat keragu-raguan dari KPPU dalam memberikan batasan antara penunjukan langsung

dan tender dalam pengadaan barang dan jasa.

E. KESIMPULAN

Dari penjelasan serta analisis yang telah diuraikan sebelumnya, ada beberapa hal yang

menjadi kesimpulan serta menjawab rumusan permasalahan dalam penelitian ini. Kesimpulan

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengadaan lokomotif yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan

menunjuk langsung General Electric (GE) sebagai penyedia lokomotif telah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 Peraturan Menteri BUMN No. Per-

43 KPPU, Peraturan Komisi Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU, Perkom KPPU No. 1 Tahun

2006, Psl 64. 44 KPPU, Putusan No. 03/KPPU-L/2006

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 19: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

19

15/MBU/2012 memperbolehkan BUMN, termasuk PT Kereta Api Indonesia

(Persero), dalam hal-hal tertentu untuk menunjuk langsung (penunjukan langsung)

satu pihak sebagai penyedia barang/jasa dalam pengadaan barang/jasa tanpa melalui

proses tender terlebih dahulu.

b. Pengadaan lokomotif yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan General

Electric (GE) Transportation dengan mekanisme penunjukan langsung bukan

termasuk tender. Alasannya adalah karena PT Kereta Api Indonesia (Persero) sejak

awal memang berkeinginan membeli lokomotif dari General Electric (GE) sehingga

mekanisme pengadaannya cukup dengan penunjukan langsung, bukan dengan tender

yang diikuti oleh beberapa peserta tender. Karena pengadaan lokomotif ini tidak

termasuk tender, maka pengadaan lokomotif ini tidak terikat pada Pasal 22 UU No. 5

Tahun 1999 mengenai persekongkolan tender. Oleh karena tidak terikat dengan Pasal

22 UU No. 5 Tahun 1999, maka PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan General

Electric (GE) Transportation tidak dapat dikatakan telah melakukan persekongkolan

tender.

c. Pada Putusan Kasasi No: 242 K/Pdt.Sus/2012, majelis hakim berpendapat bahwa

Pengadilan Negeri tidak salah dalam menerapkan hukum (judex facti) sehingga dalam

putusan tersebut majelis hakim menolak permohonan kasasi dari KPPU. Majelis

hakim berpendapat bahwa proses penunjukan langsung, tidak termasuk lingkup tender

yang diatur dalam Pasal 22 UU No. 5/1999 sehingga PT Kereta Api Indonesia

(Persero) dan General Electric (GE) tidak terbukti melakukan pelanggaran Pasal 22

UU No. 5/1999. Majelis hakim juga berpendapat bahwa pengadaan lokomotif yang

dilakukan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan General Electric (GE) telah

sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN No. 05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum

Pelaksaan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan BUMN

F. SARAN

Dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini, Penulis memiliki beberapa saran yaitu:

a. Kepada pemerintah dan pembentuk undang-undang, perlu dibuatnya pembatasan yang

jelas antara penunjukan langsung dan tender dalam pengadaan barang dan jasa.

Karena selama ini masih banyak pihak yang memiliki penafsiran berbeda terhadap

penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa.

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013

Page 20: Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai

20

b. Kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), perlu dilakukan sosialisasi yang

intensif mengenai persekongkolan tender kepada banyak pihak seperti pelaku usaha,

mahasiswa, serta praktisi hukum maupun ekonomi. Hal ini karena pihak-pihak

tersebut perlu pemahaman mengenai persekongkolan tender yang mendalam serta dari

sumber yang terpercaya yaitu KPPU.

c. Kepada para pelaku usaha, perlu dibuatnya peraturan internal mengenai tata cara dan

teknis pengadaan barang dan jasa yang sesuai dengan peraturan perundangan-

undangan serta yang tidak menimbulkan multitafsir.

G. KEPUSTAKAAN

Indonesia, Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN Tahun 1999 No. 33, TLN No. 3817.

________, Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perpres No. 54

Tahun 2010.

________, Keputusan Presiden Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, Keppres No. 80 Tahun 2003, LN Tahun 2003 No. 120.

Juwita, Yuliana. “Larangan Persekongkolan Tender Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha,

Suatu Perbandingan Pengaturan di Indonesia dan Jepang. Tesis Magister Universitas

Indonesia. Jakarta, 2003.

Kementerian BUMN. Peraturan Menteri BUMN Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Negara BUMN No. Per-05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

Pengadaan Barang Dan Jasa BUMN, Permen BUMN No. Per-15/MBU/2012.

_________, Peraturan Menteri Negara BUMN Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

Pengadaan Barang Dan Jasa BUMN, Permen BUMN No. Per-05/MBU/2008.

_________, Surat Edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tentang

Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN. SE No. S- 298/S.MBU/2007.

KPPU, Peraturan Komisi Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU, Perkom KPPU

No. 1 Tahun 2006.

_________, Putusan No. 03/KPPU-L/2006

_________, Putusan No: 05/KPPU-L/2010

Mahkamah Agung, Putusan Kasasi No: 242 K/Pdt.Sus/2012

Mamudji, Sri, dkk. 2005. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Pengadilan Negeri Bandung, Putusan No. 01/Pdt/G/KPPU/2010/PN.BDG

Analisis putusan kasasi..., Muhammad Alpian Ramli, FH UI, 2013