84
BONITA DWI ANGGRAINI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 ANALISIS PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI DESA LULUT KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ANALISIS PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY … · Pola Kebudayaan Masyarakat 28 . Pola-Pola Adaptasi Ekologi Masyarakat 29 . ... 6 Piramida penduduk DesaLulut 26 . 7 Persentase

Embed Size (px)

Citation preview

BONITA DWI ANGGRAINI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

ANALISIS PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI DESA LULUT

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Pembangunan Berkelanjutan di Desa Lulut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Insititut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Bonita Dwi Anggraini NIM I34090145

ABSTRAK

BONITA DWI ANGGRAINI. Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Pembangunan Berkelanjutan di Desa Lulut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh FREDIAN TONNY NASDIAN. Sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada masyarakat, PT Indocement memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan yang juga mendukung usaha pembangunan berkelanjutan yaitu program penanaman jarak pagar. Program ini seharusnya bisa mengurangi dampak sosial dan lingkungan yang diberikan oleh perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis program CSR PT ITP dan kesesuaiannya dengan tiga pilar CSR; (2) menganalisis sejauh mana implementasi pembangunan berkelanjutan dalam program CSR PT ITP; (3) menganalisis sejauh mana implementasi program pembangunan berkelanjutan mampu menanggulangi dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan PT ITP. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif menggunakan kuesioner serta panduan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program penanaman jarak pagar ini belum dapat memberikan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan namun sudah dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat. Program ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam pengimplementasian pembangunan berkelanjutan, yang sudah dapat menganggulangi dampak sosial namun belum untuk dampak lingkungan. Kata kunci: corporate social responsibility, pembangunan berkelanjutan, dampak

lingkungan, dampak sosial

ABSTRACT

BONITA DWI ANGGRAINI. Corporate Social Responsibility Program Analyzes on Sustainable Development in Lulut, Bogor Regency, West Java. Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN. As responsibilities to local communities, PT Indocement has a corporate social responsibililty program that also supports the sustainable development called jathropa plantation. The program should be able to reduce social and environmental impacts provided by the company. The purpose of this study was: (1) analyze PT ITP’s CSR program and its compliance with the three pillars of CSR; (2) analyze the implementation of sustainable development in the CSR program of PT ITP; (3) analyze how the implementation of sustainable development programs tackle the environmental and social impact from PT ITP. The research was carried out by quantitative and qualitative methods using questionnaries and in-depth interview. The result indicates that the program is not able yet to provide a significant advantage for the company but has been able to improve the quality of the environment and people’s lives. The program also has a high rate of success in the implementation of sustainable development, which able to cope with the social impact but not with the environmental impact. Keywords: corporate social responsibility, sustainable development,

environmental impact, social impact

BONITA DWI ANGGRAINI

Skripsi sebagai syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

ANALISIS PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI DESA LULUT

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

Disetujui oleh

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS

Ketua Departemen Tanggal Pengesahan : ___________________________

Judul Skripsi : Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Pembangunan Berkelanjutan di Desa Lulut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Nama : Bonita Dwi Anggraini NIM : I34090145

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaanNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 hingga November 2012 ini ialah tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR), dengan judul Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Pembangunan Berkelanjutan di Desa Lulut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan saran, masukan serta arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih juga diucapakan kepada Bapak Ali Irawan sebagai kepala pekerja kebun jarak pagar yang selalu menemani dan membantu penulis dalam mencari data. Selain itu, penulis juga sangat berterima kasih kepada Bapak Fajar Fathoni dan Bapak Usman dari PT ITP yang juga membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, Bobby Wenas, ibu, Budiarti Rahyanto, dan kakak, Bertha Mahestarini atas doa, kasih sayang dan dukungannya. Tak lupa kepada Tiara Anja Kusuma, teman satu bimbingan dan seperjuangan, Mona, Yanti, Rosita, Ayu, Agustin, Jajang, Novia, teman-teman seperjuangan akselerasi, Andreas, Ira, Gracia, Melisa, Vici, Enca, Sondang, Lenny, Stefan, Richard, Faithy, Romi, Jabbar, Muriani, dan juga teman-teman SKPM 46 lainnya serta pihak-pihak yang mendukung, memotivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

Bonita Dwi Anggraini

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Masalah Penelitian 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5

PENDEKATAN TEORITIS 7 Tinjauan Pustaka Corporate Social Responsibility 7 Pembangunan Berkelanjutan 11 Keberhasilan Pembangunan Berkelanjutan 14 Kerangka Pemikiran 15 Hipotesis Penelitian 16 Definisi Operasional 16

PENDEKATAN LAPANG 19 Lokasi dan Waktu 19 Teknik Sampling 19 Pengumpulan Data 20 Pengolahan dan Analisis Data 20

PROFIL DESA 21 Kondisi Geografis 21 Kondisi Ekonomi 23 Kondisi Pendidikan 23 Karakteristik Penduduk 25 Mobilitas Penduduk 26 Struktur Sosial Masyarakat 27 Pola Kebudayaan Masyarakat 28 Pola-Pola Adaptasi Ekologi Masyarakat 29 Ikhtisar 29

PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY 31 Program CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk 31 Program CSR – Community Development (Lima Pilar) 32 Program CSR – Sustainable Development 32 Program Penanamaan Jarak Pagar (Jatropha curcas) 33 Awal Pelaksanaaan Program 34 Implementasi Program 35 Hasil Program 36 Analisis Program 37 Ikhtisar 39

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 41 Tujuan Ekonomi 41 Peluang Usaha 41 Peluang Kerja 43 Tujuan Ekologi 45 Tujuan Sosial 47 Keberhasilan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan 49 Ikhtisar 50

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN DAMPAK PERUSAHAAN 53 Dampak Perusahaan 53 Dampak Lingkungan 53 Dampak Sosial 54 Hubungan Pembangunan Berkelanjutan dengan Dampak Lingkungan 56 Hubungan Pembangunan Berkelanjutan dengan Dampak Sosial 57 Ikhtisar 58

SIMPULAN DAN SARAN 61 Simpulan 61 Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 63 LAMPIRAN 65 RIWAYAT HIDUP 77

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial 9 2 Rencana jadwal penelitian 19 3 Luas wilayah Desa Lulut menurut penggunaan 22 4 Karakter ekologi Desa Lulut berdasarkan kampung 22 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lulut berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis kelamin 24 6 Jumlah penduduk Desa Lulut menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin Tahun 2010 24 7 Jumlah, kepadatan dan reit pertumbuhan penduduk Desa Lulut Tahun 2000-2010 25 8 Reit migrasi masuk, reit migrasi keluar dan reit migrasi kasar Desa Lulut Tahun 2008 dan 2010 27 9 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan peluang usaha yang muncul di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 42 10 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan peluang kerja yang muncul di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 44 11 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan kepedulian program terhadap lingkungan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 46 12 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan partisipasi terhadap program Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 48 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan program CSR di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 49 14 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan persepsi mengenai lingkungan Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 54 15 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan keresahan sosial di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 55 16 Persentase keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan terhadap persepsi terhadap lingkungan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 56 17 Persentase keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan terhadap tingkat keresahan sosial di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 58

DAFTAR GAMBAR

1 The triple bottom line (3PS) 8 2 Hubungan antara tiga tujuan pembangunan berkelanjutan 12 3 Piramida keberlanjutan 13 4 Standard kerja sistem manajemen yang diterbitkan oleh Bank Dunia 14 5 Kerangka analisis dari analisis program corporate social responsibility (CSR) dalam pembangunan berkelanjutan 16 6 Piramida penduduk DesaLulut 26 7 Persentase peserta program berdasarkan peluang usaha yang muncul di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 42 8 Persentase peserta program berdasarkan peluang kerja yang muncul di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 44 9 Persentase peserta program berdasarkan kepedulian program terhadap lingkungan Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 47 10 Persentase peserta program berdasarkan partisispasi terhadap program di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 48 11 Persentase responden berdasarkan tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan program CSR di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 50 12 Persentase peserta program berdasarkan persepsi mengenai lingkungan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 54 13 Persentase peserta program berdasarkan keresahan sosial di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 56

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi 65 2 Daftar peserta program 66 3 Kuesioner 67 4 Pedoman wawancara mendalam 71 5 Dokumentasi 73 6 Makalah 75

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam melimpah. Sumber daya alam tersebut dikelola agar pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia dilakukan baik oleh pemerintah maupun perusahaan. Sayangnya pengelolaan sumber daya ini rentan dengan isu kerusakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam tersebut. Jumlah perusahaan yang ada di Indonesia pun cederung bertambah. Menurut data BPS (2007), berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2006, seluruh perusahaan di Indonesia tercatat sebanyak 22.7 juta (43.03%); terdiri dari 9.8 juta (56.97%) perusahaan tidak permanen dan 12.9 juta perusahaan permanen. Bila dibandingkan dengan Sensus Ekonomi tahun 1996, data ini meningkat sebanyak 6.2 juta (3.32%) per tahunnya. Menurut data Jumlah Perusahaan menurut Subsektor yang dikeluarkan oleh BPS (2009), bila kita membandingkan data pada tahun 2001 dan 2009, jelas terlihat adanya peningkatan jumlah perusahaan di Indonesia. Peningkatan jumlah ini tentunya membuat isu kerusakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat semakin menguat. Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah di Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam undang-undang tersebut, tiap perusahaan diwajibkan untuk melakukan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya1. Perusahaan sadar bahwa keberhasilan dan berjalannya perusahaan dalam mencapai tujuan bukan hanya dipengaruhi oleh pihak-pihak internal namun juga oleh komunitas yang ada di sekelilingnya (Rahman 2009). Hal ini membuat bisnis kini tidak hanya mengembangkan tujuan untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya, namun juga mulai memikirkan bagaimana tanggung jawab perusahaan terhadap keadaan sosial di tempat perusahaan ini berada. Akibat adanya kedua hal tersebut, berkembanglah konsep tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) yang dilakukan oleh perusahaan. Definisi mengenai corporate social responsibility (CSR) sendiri beragam; tergantung pada visi dan misi perusahaan yang disesuaikan dengan needs, desire, wants dan interest dari komunitas (Rahman 2009). Corporate social responsibility sendiri diartikan oleh Holme dan Watts dalam Sitepu (2008) sebagai komitmen yang dilakukan perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi, meningkatkan kualitas hidup pekerja serta keluarganya disamping komunitas sekitar dan masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan The World Business Council of Sustainable Development (WBCSD) (1999) dalam Rahman (2009) mengartikan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan 1Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 Butir 3

2

masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Konsep CSR ini dilandasi dengan konsep the triple bottom line yang dikemukaan oleh Elkington, dimana ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu profit, people dan planet. Konsep planet dalam hal ini menunjukkan bahwa perusahaan turut mengambil bagian dalam usahanya menjaga dan mengingkatkan kualitas lingkungan hidup. Melalui konsep ini berarti perusahaan harus memperhatikan aspek lingkungan ketika melakukan kegiatan bisnisnya.

Konsep CSR terus berkembang dimana masyarakat bukan hanya menginginkan kontribusi perusahaan dalam tiga aspek, namun masyarakat juga menginginkan adanya keberlanjutan dari aspek-aspek tersebut. Keberlanjutan ini akan menjamin masyarakat di generasi selanjutnya untuk dapat memanfaatkan sumber daya yang ada, yang juga telah digunakan oleh perusahaan. Selain itu, masyarakat juga menginginkan adanya keberlanjutan dalam pembangunan yang dilakukan oleh perusahaan. Akibatnya muncul konsep sustainable development. Sustainable development muncul pada tahun 1987 dalam UNCTAD Report atau dikenal dengan The Brundtland Report. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa kemiskinan merupakan penyebab utama adanya kerusakan lingkungan. Di dalamnya dijelaskan pula bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memperhatikan kebutuhan di masa yang akan datang tanpa mengganggu kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Ada tiga hal yang terkait dengan konsep keberlanjutan yaitu people, planet dan profit, atau yang dikenal dengan tiga pilar dari sustainability (Ghiga dan Ghiga 2006).

Pada kenyataannya implementasi CSR tidaklah semudah itu. Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) konsep CSR di Indonesia diterjemahkan dengan salah. CSR pada praktiknya hanya sebagai promosi terselubung2. Selain itu pelaksanaan CSR yang seharusnya sukarela, banyak yang berubah menjadi wajib. Banyak pula CSR di Indonesia yang dilakukan berpindah-pindah3. Akibatnya pelaksanaan program CSR tidak berkelanjutan. Padahal di satu sisi CSR merupakan sebuah konsep pembangunan yang berkelanjutan4.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. atau PT ITP adalah salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang didirikan sejak tahun 1985 dan merupakan salah satu perusahaan yang telah mengimplementasi tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) dalam menjalankan usahanya. Indocement merupakan salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen bermutu. Indocement kini telah mengoperasikan 12 pabrik, sembilan diantaranya berlokasi di Citeureup, Bogor, Jawa Barat; dua di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat; dan satu di Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) terus menjadi elemen kunci dari operasional Indocement dimana dapat membantu memperbaiki lingkungan sosial di tempat Indocement beroperasi dan memberikan nilai tambah. Program CSR yang dijalankan oleh Indocement dibangun berdasarkan lima pilar utama, yaitu: pendidikan, kesehatan, ekonomi, 2Republika www.republika.co.id/berita/csr/padamu-guru/11/10/03/lshedt-indonesia-salah-kaprah-terjemahkan-csr [diunduh tanggal 9 Mei 2012] 3Protespublik.com/penerapan-csr-di-indonesia-masih-kacau-balau [diunduh tanggal 9 Mei 2012] 4Goodcsr.wordpress.com/about/menuju-csr-yang-berkelanjutan [diunduh tanggal 9 Mei 2012]

3

sosial-budaya-agama-olahraga dan keamanan. Dalam kerangka Tujuan Pembangunan Milenium / Millenium Development Goals (MDG), program CSR Indocement terutama fokus pada tujuan: penanggulangan kemiskinan, pendidikan, danlingkungan. Program terbaru dari CSR PT ITP adalah program sustainable development. Program tersebut merupakan upaya pencegahan pemanasan global secara konkrit yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan, dengan menitikberatkan dan memberikan dampak positif terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial sesuai dengan konsep the triple bottom lines. Terdapat enam program utama sustainable development, yaitu :

1. Budidaya jarak pagar (Jatropha curcas) di lahan bekas tambang; 2. Pengolahan sampah rumah tangga menjadi energi; 3. Pengembangan energi alternatif (biogas); 4. Peternakan dan inkubator peternak domba Garut; 5. Bengkel sepeda motor terpadu; dan 6. Rumah seni dan budaya

Program-program di Indocement dirancang untuk memenuhi kebutuhan strata sosial yang berbeda dalam masyarakat. Banyak kegiatan berupaya melibatkan dan memberikan manfaat bagi sebagian besar anggota masyarakat yang kurang mendapatkan kesempatan, sementara yang lain bertujuan untuk menciptakan kesempatan yang lebih besar bagi individu dan tokoh masyarakat yang berpotensi.

Beberapa dari keenam program sustainable development dilaksanakan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Desa Lulut merupakan desa jantung dari PT Indocement Tunggal Prakarsa. Secara geografis letaknya dekat dengan Kantor Pusat PT Indocement Tunggal Prakarsa dan juga pusat eksplorasi tambang semen PT ITP. Beberapa aset strategis milik ITP juga berada di desa ini. Oleh karenanya, Desa Lulut dijadikan sebagai salah satu desa binaan corporate social responsibility (CSR) PT ITP. Tiga kegiatan program sustainable development yang ada di Desa Lulut yaitu penanaman dan pemeliharaan jarak pagar, perawatan jalan putih, dan bengkel terpadu. Tanaman jarak dipilih karena buah dari tanaman tersebut dapat diproses untuk menjadi bio-fuel, yang merupakan salah satu sumber bahan bakar alternatif bagi PT ITP. Namun untuk sekarang ini, produksi jarak masih kurang sehingga diusahakan agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi PT ITP sendiri. Kegiatan penanaman jarak pagar merupakan fokus dari penelitian ini. Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan utama penelitian yakni bagaimana implementasi program CSR PT ITP dalam pembangunan berkelanjutan.

Masalah Penelitian

PT ITP telah melaksanakan berbagai macam program CSR, salah satunya program sustainable development. Pertama, kita perlu melihat seperti apa program CSR yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini. Program CSR yang dimaksud adalah program CSR yang terkait dengan isu lingkungan dan masalah pembangunan berkelanjutan. Dalam pelaksanaan program CSR, terdapat tiga pilar utama dalam implementasinya yaitu the triple bottom line. The triple bottom line ini menurut Elkington terdiri dari people, planet dan profit. Dalam konsep CSR menurut Susiloadi (2008), the triple bottom line merupakan suatu konsep dimana

4

perusahaan menunjukkan tanggung jawab sosialnya dengan memberikan perhatian dalam peningkatan kualitas perusahaan (profit), masyarakat khususnya komunitas sekitar (people) serta lingkungan hidup (planet). Melalui konsep ini diharapkan perusahaan selain dapat memperoleh keuntungan yang sesuai, perusahaan juga perlu memberikan multiplier effect yang diharapkan masyarakat dengan memperhatikan masyarakat serta lingkungan. Oleh karenanya pertanyaan penelitian yang ingin dijawab secara kualitatif adalah bagaimana program CSR PT ITP dan kesesuaiannya dengan tiga pilar CSR.

PT ITP mengemukakan bahwa program CSR yang dilakukan perusahaannya merupakan program CSR yang berbasis pada pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan menurut World Commission on Environment Development (1987) dalam Jalal (2010) adalah pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan bersifat jangka panjang, dimana satu generasi tidak boleh menghabiskan sumber daya alam yang ada serta perlu melestarikan daya dukung ekosistem. Ada dua ide utama dalam konsep sustainability development: (1) pembangunan ekonomi dibutuhkan untuk melindungi lingkungan; dan (2) pembangunan ekonomi harus memperhatikan ketersediaan sumber daya alam untuk kehidupan di masa depan. Pembangunan berkelanjutan itu sendiri memiliki tiga tujuan utama yaitu tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial. Oleh karenanya akan dibahas selanjutnya mengenai sejauh mana implementasi pembangunan berkelanjutan dalam program CSR PT ITP.

Dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, diperlukan adanya sinergi antara usaha penyelesaian dampak lingkungan dan juga dampak sosial. Menurut International Finance Corporation (IFC) (2006) dalam Nasdian (2012), standar kinerja sistem manajemen yang diterbitkan oleh Bank Dunia, perlu adanya integrasi antara resiko dan dampak lingkungan hidup serta sosial dalam keberlanjutan lingkungan dan sosial. Oleh karena itu akan dibahas mengenai sejauh mana implementasi pembangunan berkelanjutan mampu menanggulangi dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan PT ITP.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Menganalisis program CSR PT ITP dan kesesuaiannya dengan tiga pilar

CSR 2. Menganalisis sejauh mana implementasi pembangunan berkelanjutan

dalam program CSR PT ITP 3. Menganalisis sejauh mana implementasi program pembangunan

berkelanjutan mampu menanggulangi dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan PT ITP

5

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi

dan kajian untuk penelitian selanjutnya mengenai Analisis Implementasi Program CSR dalam Kaitannya dengan Pembangunan Berkelanjutan.

2. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana peran PT Indocement dalam aktivitas CSR sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar.

3. Bagi perusahaan, sebagai sarana evaluasi mengenai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.

4. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pelaksanaan CSR perusahaan.

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Corporate Social Responsibility Konsep awal tanggung jawab sosial (social responsibility) muncul sejak

50 tahun yang lalu oleh H.R. Bowen yang mengatakan bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan serta membuat keputusan atau melaksanakan tindakan yang sesuai dengan tujuan masyarakat (Wartick dan Cochran, 1985 dalam Solihin, 2009). Dua premis utama yang dikemukakan Bowen adalah: (1) perusahaan bisa mewujud dalam masyarakat karena adanya dukungan dari masyarakat, dalam hal ini perusahaan memiliki kontrak sosial (social contract) yang berisi sejumlah hak dan kewajiban yang akan mengalami perubahan sejalan dengan perubahan masyarakat; dan (2) pelaku bisnis bertindak sebagai agen moral dalam masyarakat. Perusahaan harus berperilaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat (Solihin 2009).

Awal mula terbentuknya CSR (Sukada 2007) ialah akibat adanya realitas tatanan ekonomi-politik dunia dimana perusahaan multinasional masih menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi diperlakukan lebih istimewa dibandingkan dengan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Terjadi pula kehancuran sosial-budaya masyarakat di negara berkembang serta degradasi kualitas ekosistem global yang diakibatkan oleh perusahaan multinasional. Bowen dalam Eliyanora dan Zahara (2011) mendefinisikan CSR sebagai kewajiban seorang pebisnis untuk mengusahakan dan melaksanakan tindakan-tindakan dalam kerangka tujuan dan nilai-nilai dalam masyarakat. Definisi yang paling utuh digagas oleh Carol dalam Eliyanora dan Zahara (2011) dimana idealnya sebuah perusahaan memiliki empat tanggung jawab sosial yaitu ekonomi, hukum, etika dan diskretionari. The Brundtland Roundtable dalam Solihin (2009) menjelaskan bahwa tanggung jawab perusahaan ditujukan kepada masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan perusahaan yang mana turut juga dalam membantu kelancaran berdirinya perusahaan. Menurut Iqbal dan Sudaryanto (2008) pelaksanaan CSR perlu sejalan dengan peraturan hukum, mendatangkan manfaat, bersifat etis, menghormati nilai-nilai sosial dan memenuhi aspek akuntabilitas. Dengan kata lain, CSR merupakan tanggung jawab suatu organiasasi perusahaan atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan yang sifatnya etis, transparan, konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan harapan para pemangku kepentingan, sesuai dengan hukum yang berlaku, sejalan dengan norma-norma perilaku internasional dan terintegrasi dalam ketatalaksanaan organisasi perusahaan. Minimal ada tujuh tanggung jawab sosial perusahaan yaitu lingkungan, HAM, perburuhan, pemberdayaan, masyarakat, tata kelola organisasi, isu konsumen dan praktik bisnis yang sehat. CSR juga dapat dinyatakan sebagai manajemen dampak, yang dilakukan beyond regulation dan bersifat voluntary.

Elkington (1997) dalam Susiloadi (2008) mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit), masyarakat khususnya

8

komunitas sekitar (people) serta lingkungan hidup (planet). Konsep ini dikenal sebagai ‘The Triple Bottom Line’. Selain dapat memperoleh keuntungan (profit) yang sesuai, perusahaan juga perlu memberikan multiplier effect yang diharapkan kepada masyarakat. Dengan memperhatikan masyarakat (people), perusahaan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara melakukan aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup dan kompetensi masyarakat diberbagai bidang. Dengan memperhatikan lingkungan (planet), perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas hidup umat manusia dalam jangka panjang. Keterlibatan perusahaan dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi dalam usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan. Dengan CSR, maka perusahaan tidak hanya memperoleh keuntungan ekonomi semata, namun juga keuntungan sosial. Kini CSR sudah menjadi etika bisnis global. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 1.

Sumber: Elkington (1998) dalam Nasdian(2012) Gambar 1 The triple bottom line (3PS)

Konsep tanggung jawab sosial sendiri mengalami perubahan dari awal

terbentuknya hingga saat ini. Pergerakan tersebut mulai dari usaha tanggung jawab sosial sebagai program kedermawanan (charity) hingga menjadi good corporate citizenship (GCC). Tabel 1 menggambarkan pergerakan tersebut. Melalui tabel tersebut dapat terlihat bahwa konsep tanggung jawab sosial sebagai charity hanya merupakan kewajiban sedangkan tanggung jawab sebagai philantrophy menekankan adanya kepentingan bersama, dimana penerima manfaat bukan hanya sekedar orang miskin seperti dalam charity namun juga masyarakat luas dan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial juga lebih tepat bila dianggap sebagai community development (comdev) dan comdev merupakan ruh pelaksanaan aktivitas CSR.

Moratis dan Cochius (2011) menuliskan adanya tujuh prinsip tanggung jawab sosial dalam ISO 26000, sebagai standar penerapan tanggung jawab sosial, yaitu :

Profit Economy

Planet Environment

People Equity

Ethical Bussines

Eco-Efficient Business

Sustainable Bussines

9

1. Akuntabilitas; terkait tanggung jawab perusahaan terhadap efek yang ditimbulkan pada lingkungan dan masyarakat serta menjadi akuntabel terhadap efek tersebut. Akuntabilitas juga mencakup tanggung jawab terhadap kegiatan yang salah serta mengambil langkah untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

2. Transparansi; terkait organisasi harus transparan dalam penggambilan keputusan serta aktivitas terkait masyarakat dan lingkungan. Organisasi harus mengkomunikasikan peraturan, keputusan serta aktivitasnya.

3. Perilaku etis; terkait empat sikap yang harus dimiliki dalam aktivitas perusahaan yaitu kejujuran, kesamaan dan integritas.

4. Respek terhadap kebutuhan stakeholder; terkait bagaimana organisasi menghargai, mempertimbangkan dan merespon kepentingan setiap stakeholder yang ada.

Tabel 1 Karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial

No. Paradigma Charity Philantrophy Good Corporate

Citizenship (GCC)

1. Motivasi

Agama, tradisi, adaptasi

Norma, etika, dan hukum universal

Pencerahan diri & rekonsiliasi dengan Ketertiban sosial

2. Misi

Mengatasi masalah setempat

Mencari dan mengatasi akar masalah

Memberikan kontribusi kepada masyarakat

3. Pengelolaan

Jangka pendek, Mengatasi masalah Sesaat

Terencana, terorganisir, terprogram

Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan

4. Pengorganisasian

Kepanitiaan

Yayasan / dana abadi / profesionalitas

Keterlibatan baik dana maupun sumberdaya lain

5. Penerima Manfaat

Orang miskin

Masyarakat luas

Masyarakat luas dan perusahaan

6. Kontribusi

Hibah sosial

Hibah pembangunan

Hibah (sosial & Pembangunan serta Keterlibatan sosial)

7. Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama Sumber : Za’im Zaidi, Sumbangan Sosial Perusahaan (2003) dalam Ambadar (2008)

10

5. Respek terhadap peraturan hukum; terkait bahwa setiap perusahaan harus mengikuti hukum yang berlaku sebagai dasar dari kegiatan bisnis dalam alur tanggung jawab sosial.

6. Respek terhadap norma perilaku internasional; terkait kegiatan yang dilakukan tidak boleh melewati norma yang ada di dunia internasional.

7. Respek terhadap HAM; terkait organisasi harus menghargai HAM serta mengakui dan menyadari pentingnya HAM.

Salah satu subyek dan isu dari tanggung jawab sosial sendiri adalah mengenai lingkungan. Krisis yang terjadi belakangan ini dipercayai merupakan hasil dari tindakan manusia (Moratis dan Cochius 2011). Perusahaan juga mengambil andil dalam masalah ini serta memiliki peran untuk menyelesaikan masalah dengan cara mengurangi kerusakan ekologi. Menurut Ismelina (2009) perlu adanya pengintegrasian dalam hal ekonomi (perusahaan) dengan lingkungan karena keduanya memiliki pandangan yang saling bertolak belakang. Para ekonom menganggap sumberdaya alam sebagai potensi ekonomi yang perlu dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Sebaliknya, pada environmentalist sangat memperhatikan keterbatasan daya dukung lingkungan dalam melakukan aktivitas. Akibatnya muncul empat subyek isu dari lingkungan dalam masalah tanggung jawab sosial, menurut ISO 26000 (Moratis dan Cochius 2011) yaitu :

1. Mencegah polusi; 2. Penggunaan sumberdaya alam berkelanjutan; 3. Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim; dan 4. Perlindungan terhadap lingkungan dan degradasi habitat alam

Pada akhirnya dalam kaitannya dengan lingkungan, ISO 26000 mendefinisikan CSR sebagai :

“Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships. ”

Secara singkatnya CSR juga didefinisikan sebagai upaya manajemen yang dijalankan oleh entitas bisnis berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan meminimumkan dan mengkompensasi dampak negatif sertamemaksimumkan dampak positif di setiap pilar (Jalal 2010). Tujuan dari CSR pada kedua definisi ini ialah pembangunan berkelanjutan. Kondisi utama yang harus ada dalam melaksanakan CSR berkelanjutan adalah :

1. Perusahaan haruslah sehat dan tumbuh (Permana 2008 dalam Samosir 2011). Artinya perusahaan harus dapat memliki profit yang cukup untuk melakukan CSR.

2. Program CSR baru dapat menjadi berkelanjutan apabila program yang dibuat oleh suatu perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri (Lesmana 2008 dalam Samosir 2011). Dengan demikian, perlu ada dialog dengan

11

para stakeholders untuk memahami kebutuhan dan keinginannya (Bronchain 2008 dalam Samosir 2011).

3. Outcome/result CSR yang terukur/measurable (The Chartered Quality Institute 2008 dalam Samosir 2011).

4. Harus memiliki sistem management yang dapat mampu mencakup (mengcover), sehingga CSR dapat mencapai tujuan yang diinginkan (The Chartered Quality Institute 2008 dalam Samosir 2011)

5. Menerapkan prinsip triple bottom line (profit, people dan planet), sehingga program CSR ada kaitannya dengan operasional dan tujuan perusahaan, sehingga semuanya berjalan sustainable (Permana 2008 dalam Samosir 2011). Perusahaan harus berorientasi untuk mencari keuntungan yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang (profit), perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia (people) dan perusahaan harus peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. (Suharto 2010 dalam Samosir 2011). Dalam pandangan Asia, CSR adalah komitmen perusahaan untuk beroperasi dengan mencapai keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dan mencapai keseimbangan kepentingan pemangku kepentingan (Fukukawa 2010 dalam Samosir 2011)

6. Memasukkan CSR dalam bisnis inti dan proses organisasi (Pratomo 2008 dalam Samosir 2011). Dalam hal ini mengetahui indeks keberkelanjutan dalam aktivitas CSR perlu melakukan penilaian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (Munasinghe 1993 dalam Samosir 2011), serta diidentifikasi atribut-atribut dari masing-masing aspek atau dimensi.

Pembangunan Berkelanjutan Istilah CSR dan pembangunan berkelanjutan masih saling berkait, bahkan

istilah keduanya dapat dipertukarkan (Hay et al. 2005 dalam Samosir 2011). Bahkan CSR dikatakan sebagai suatu konsep pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development (Permana 2008 dalam Samosir 2011). Keberlanjutan disini didefinisikan sebagai kapasitas penampung dari ekosistem untuk mengasimilasikan pemborosan agar tidak sampai berkelebihan dengan rataan hasil dari sumber daya yang terbaharui tidak akan berlebihan pada rataan generasi (World Bank Group dalam Rudito et al 2004 dalam Samosir 2011). Konsep pembangunan berkelanjutan juga muncul dari usaha pengintegrasian antara aspek ekologi dan ekonomi (Ismelina 2009). World Commission on Environment and Development (WCED) (1987) dalam Ismelina (2009) menjelaskan mengenai konsep pembangunan berkelanjutan dalam laporannya yang berjudul Our Common Future, dimana terdapat program nyata dalam mengintegrasikan kepedulian lingkungan dan pembangunan ekonomi di tingkat ekonomi dan internasional. Ada dua ide utama dalam konsep sustainability development: (1) pembangunan ekonomi dibutuhkan untuk melindungi lingkungan; dan (2) pembangunan ekonomi harus memperhatikan ketersediaan sumber daya alam untuk kehidupan di masa depan. Konsep ini dibangun oleh The Brundtland Comission sebagai tanggapan dari peningkatan kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang semakin cepat.

12

WCED (1987) dalam Jalal (2010) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan bersifat jangka panjang, dimana satu generasi tidak boleh menghabiskan sumber daya alam yang ada serta perlu melestarikan daya dukung ekosistem. Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga tujuan, menurut Sanim (2006) dalam Saptana dan Ashari (2007), yaitu tujuan ekonomi, tujuan sosial serta tujuan ekologi. Tujuan ekonomi berkaitan dengan masalah efisiensi serta pertumbuhan. Tujuan sosial terkait masalah kepemilikan serta tujuan ekologi terkait masalah kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Tiga tujuan tersebut saling terkait seperti disajikan pada Gambar 2.

Tiga pilar utama dari pembangunan berkelanjutan sendiri merupakan the tripple bottom line yaitu profit, people, dan planet. Konsep tersebut kemudian diadopsi oleh perusahaan-perusahaan dengan membuat laporan tentang dampak perusahaan terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan secara sukarela, dan dikenal dengan sustainability report. Bagaimana bentuk keberlanjutan dapat dilihat dari piramida keberlanjutan menurut Herman Daly (Jalal 2010).

- Distibusi pendapatan - Penilaian terhadap - Kesempatan kerja lingkungan - Asistensi yang - Penilaian ditargetkan - Internalisasi - Partisipasi rakyat - Konsultasi - Pluralistik

Sumber : Sanim (2006) dalam Saptana dan Ashari (2007) Gambar 2 Hubungan antara tiga tujuan pembangunan berkelanjutan

Menurut Daly (1983) dalam Jalal (2010), dasar dari keberlanjutan ialah

adanya keberlanjutan lingkungan. Bila tidak ada keberlanjutan lingkungan, maka tidak akan ada segalanya, baik ekonomi, masyarakat dan kehidupan masyarakat akan terganggu. Bila tidak ada keberlanjutan ekonomi, maka masyarakat tidak dapat menjadi maju. Bisa tidak ada keberlanjutan pada masyarakat, maka kehidupan bermasyarakat tidak dapat berkembang.

Tujuan ekonomi : Efisiensi dan Pertumbuhan

Tujuan ekologi : Kelestarian dan

Lingkungan

Tujuan sosial: Kepemilikan /

Keadilan

13

Sumber : Jalal (2010)

Gambar 3. Piramida keberlanjutan

Terdapat tiga isu yang saling berkaitan dalam pembangunan berkelanjutan (Welford 1993 dalam Okafor 2008), yaitu :

1. Lingkungan; sumber daya yang ada di sekitar kita harus dilindungi. Hal ini terkait dengan penggunaan seminimal mungkin sumberdaya yang tidak dapat dilindungi serta meminimalisir gas emisi yang dihasilkan

2. Kesetaraan; kesetaraan dalam hal gender sangatlah penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan

3. Masa depan; peraturan terkait perusahaan harus proaktif dan menjaga keberlanjutan dari lingkungan

Menurut The Brundtland Report, ketiga kondisi tersebut mengurangi kecepatan habisnya sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Hakikatnya, pembangunan perkelanjutan memiliki tiga pertimbangan proporsional yaitu pertimbangan ekonomi, sosial dan ekologi. Selain itu perlu dipertimbangkan juga pengoptimalan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber daya alam yang menopangnya. Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, diperlukan tiga syarat yaitu (Ismelina 2009) : keberlanjutan secara ekonomi, ekologi dan sosial. Keberlanjutan ekonomi berarti tidak ada eksploitasi ekonomi dari pelaku kuat ke pelaku yang lemah. Keberlanjutan sosial berarti pembangunan yang ada tidak melawan, merusak atau menggantikan sistem dan nilai sosial yang positif yang telah teruji sekian lama dan telah dipraktikkan oleh masyarakat. Keberlanjutan ekologi berarti adanya toleransi manusia terhadap kehadiran makhluk lain selain manusia itu sendiri.

Dari semuanya dapat disimpulkan bahwa pembangunan berkelanjutan setidaknya membahas berbagai hal antara lain yang berkaitan dengan :

1. upaya memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang dengan kemampuan daya dukung ekosistem

2. upaya peningkatan mutu kehidupan manusia dengan cara melindungi dan memberlanjutkannya

3. meningkatkan sumberdaya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada masa mendatang

4. mempertemukan kebutuhan-kebutuhan manusia secara antar generasi.

Well-being

Society

Economic

Environmental

14

Agar pembangunan berkelanjutan perlu adanya peran dari perusahaan.

“…If sustainable development is to achieve its potential, it must be integrated into the planning and measurement systems of business enterprises.” (Robert Steele, AtKisson Group International [tanpa tahun] dalam Jalal 2010)

Artinya, jika pembangunan berkelanjutan ingin dicapai secara maksimal, maka hal tersebut harus diintegrasikan ke dalam perencanaan dan pengukuran sistem dari perusahaan (Robert Steele, At Kisson Group Internasional [tanpa tahun] dalam Jalal 2010). Pencapaian keberlanjutan lingkungan dan sosial dalam standar kinerja perusahaan harus memiliki integrasi antara resiko dan dampak lingkungan hidup dengan resiko dan dampak sosial (Gambar 4).

Sumber: International Finance Corporation (2006) dalam Nasdian (2012)

Gambar 4 Standard kerja sistem manajemen yang diterbitkan oleh Bank Dunia

Keberhasilan Pembangunan Berkelanjutan Ukuran keberhasilan pembangunan berkelanjutan idealnya harus ditentukan berdasarkan dimensi pembangunan berkelanjutan sendiri, yakni tergantung kepada fokus dan orientasi pembangunan yang dilaksanakan dan dimensi mana yang lebih menjadi perhatian bersama bagi (Tohir 2009):

1. Pengambil keputusan (decision maker) 2. Perencana (planner) sebagai perencana dan perancang (berbagai aktifitas

pembangunan, tujuan dan targetnya serta pelaksanaannya), 3. Pelaksana pembangunan itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan atau

sering disebut juga sebagai agen pembangunan, 4. Masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan.

Dimensi yang menjadi perhatian ini kemudian diberikan indikator. Indikator-indikator dari berbagai dimensi pembangunan inilah yang kemudian dijadikan tolok ukur atau ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Secara teori semua kelompok dimensi pembangunan yang telah dikemukakan terlebih dahulu, dapat dicarikan indikator-indikatornya dan kemudian dipergunakan sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Meskipun demikian, dalam

15

kenyataannya berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai tingkatan menerapkan ukuran dan indikator yang berbeda-beda untuk menunjukkan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembangunan.

Pengukuran keberhasilan pembangunan harus melewati dua tahap, yaitu: 1. Tahapan identifikasi target pembangunan, yaitu tahapan yang diperlukan

agar dapat menentukan secara jelas siapa yang akan menikmati hasil pelaksanaan pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan agar hasil pembangunan tersebut benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak

2. Tahapan aggregasi karakteristik pembangunan, yaitu karakteristik pembangunan diperlukan untuk menjaga agar ketika skala kegiatan pembangunan diperluas, target yang dituju tetap memenuhi karakteristik dan kriteria yang telah ditetapkan pada tahap identifikasi. Untuk indikator pembangunan berkelanjutan dengan wawasan lingkungan,

maka diusulkan serangkaian parameter yang mengacu pada masalah yang mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat serta disesuaikan dengan perundangan yang berlaku. Indikator tersebut ialah sebagai berikut (Pitono [tanpa tahun]).

1. Pengertian masyarakat mengenai pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan;

2. Pengertian masyarakat mengenai hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan;

3. Pengertian masyarakat mengenai wewenang pengelolaan lingkungan hidup;

4. Pelestarian fungsi lingkungan hidup; 5. Kriteria mengenai baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan

penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya; 6. Persyaratan penataan lingkungan hidup; 7. Pemasyarakatan hasil AMDAL; 8. Pegawasan lingkungan hidup; 9. Audit lingkungan hidup; 10. Ganti rugi; 11. Kelembagaan; serta 12. Keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup

Kerangka Pemikiran

Setiap perusahaan memiliki cara masing-masing dalam melaksanakan program CSR, termasuk CSR PT ITP. Namun, implementasi CSR sebagai suatu tindakan sosial perusahan tentunya harus berdasar pada tiga dasar utama. Ketiga dasar tersebut disebut dengan the triple bottom line yaitu people, planet dan profit. Ketika implementasi corporate social responsibility sesuai dengan dasar tersebut, maka usaha itu mendukung terwujudnya tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu tujuan ekonomi, ekologi dan sosial. Tujuan ekonomi dari pembangunan berkelanjutan dapat dilihat melalui adanya peluang berusaha serta kesempatan bekerja. Tujuan ekologi dari pembangunan berkelanjutan dapat dilihat melalui

16

penilaian terhadap lingkungan serta kepedulian terhadap lingkungan. Tujuan sosial dari pmebangunan berkelanjutan dapat dilihat melalui partisipasi masyarakat.

Gambar 5 Kerangka analisis dari analisis program corporate social responsibility

(CSR) dalam pembangunan berkelanjutan

Dukungan terhadap terpenuhinya tujuan pembangunan berkelanjutan dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan sendiri. Dampak tersebut meliputi dampak lingkungan dan dampak sosial. Dampak lingkungan dapat dilihat persepsi peserta program terhadap lingkungan terutama di daerah penanaman jarak pagar. Dampak sosial, salah satunya, dapat dilihat melalui adanya keresahan sosial. Adapun bagan kerangka analisis dapat dilihat pada Gambar 5.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat ditarik dari penelitian ini diantaranya: 1. Semakin tinggi tingkat keberhasilan implementasi pembangunan

berkelanjutan dalam program CSR maka semakin tinggi tingkat keberhasilan menanggulangi dampak lingkungan

2. Semakin tinggi tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dalam program CSR maka semakin tinggi tingkat keberhasilan menanggulangi dampak sosial

Definisi Operasional

1. Tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan yaitu seberapa tinggi pencapaian dari dimensi pembangunan berkelanjutan itu

Implementasi CSR Tujuan Pembangunan Berkelanjutan: 1. Tujuan Ekonomi

- Tingkat peluang usaha

- Tingkat peluang kerja 2. Tujuan Ekologi

- Tingkat kepedulian terhadap lingkungan

3. Tujuan Sosial - Tingkat partisipasi

Dampak Kegiatan Perusahaan : 1. Dampak Lingkungan

- Persepsi terhadap lingkungan

2. Dampak Sosial - Tingkat keresahan

sosial

17

sendiri. Diukur menggunakan kuesioner dari tiga dimensi dengan empat variabel yaitu tingkat peluang kerja, tingkat peluang usaha, kepedulian terhadap lingkungan serta partisipasi dengan menggunakan skala ordinal “Ya” atau “Tidak”. Skor untuk masing-masing variabel jika dikategorikan tinggi adalah “3”, jika dikategorikan sedang adalah “2” dan jika dikategorikan rendah adalah “1”. Maka pengkategorian keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan, tinggi, sedang, rendah adalah sebagai berikut:

a. Tinggi : jika skor total keempat variabel berjumlah 10-12 b. Sedang : jika skor total keempat variabel berjumlah 7-9 c. Rendah : jika skor total keempat variabel berjumlah 4-6

Untuk masing-masing variabel, pengkategorian untuk masing-masing ialah sebagai berikut:

a. Tingkat peluang kerja yaitu seberapa besar peluang kerja yang timbul akibat adanya kegiatan dari CSR. Diukur dengan menggunakan delapan pernyataan pada kuesioner dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah dengan indeks sebagai berikut: 1. Tinggi : jika menjawab ya sebanyak >5-8 pernyataan 2. Sedang : jika menjawab ya sebanyak > 2-5 pernyataan 3. Rendah : jika menjawab ya sebanyak <2 pernyataan

b. Tingkat peluang usaha; adalah seberapa besar peluang berusaha yang timbul dari adanya kegiatan CSR. Diukur dengan menggunakan lima pernyataan pada kuesioner dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah dengan indeks sebagai berikut: 1. Tinggi : jika menjawab ya sebanyak > 4 pernyataan 2. Sedang : jika menjawab ya sebanyak > 2-3 pernyataan 3. Rendah : jika menjawab ya sebanyak < 2 pernyataan

c. Tingkat kepedulian terhadap lingkungan; adalah seberapa besar tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan setelah adanya kegiatan CSR. Diukur dengan menggunakan tujuh pernyataan pada kuesioner dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah dengan indeks sebagai berikut: 1. Tinggi : jika menjawab ya sebanyak >5 penyataan 2. Sedang : jika menjawab ya sebanyak > 3-5 pernyataan 3. Rendah : jika menjawab ya sebanyak < 3 pernyataan

d. Tingkat partisipasi masyarakat; adalah tingkatan partisipasi yang dicapai masyarakat dalam tangga partisipasi Arnstein (1969) dalam program CSR, baik dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi. Partisipasi ini dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah untuk ketiga aspek program CSR apabila berada pada kriteria sebagai berikut: 1. Rendah : manipulasi dan terapi 2. Sedang : informasi, konsultasi dan placation 3. Tinggi : partnership, delegasi kewenangan dan kontrol

18

Diukur dengan menggunakan 23 pertanyaan pada kuesioner dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah dengan indeks sebagai berikut: 1. Tinggi : jika menjawab ya sebanyak > 17 pernyataan 2. Sedang : jika menjawab ya sebanyak >11 – 17 pernyataan 3. Rendah : jika menjawab ya sebanyak < 11 pernyataan

2. Tingkat keberhasilan menanggulangi dampak lingkungan dilihat hubungan

antara keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dengan persepsi terhadap lingkungan, dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah sebagai berikut:

a. Tinggi : jika keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan tinggi dan persepsi terhadap lingkungan positif

b. Sedang : jika keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan sedang dan persepsi terhadap lingkungan netral

c. Rendah : jika keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan rendah dan persepsi terhadap lingkungan negatif

Persepsi terhadap lingkungan, yang dilihat dari pencemaran udara, diartikan sebagai pengetahuan masyarakat tentang pencemaran udara yang ada di lingkungan masyarakat setelah adanya kegiatan CSR. Diukur dengan menggunakan tiga pertanyaan pada kuesioner dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah dengan akumulasi skor sebagai berikut:

a. Tinggi : jika menjawab ya sebanyak >2 pernyataan b. Sedang : jika menjawab ya sebanyak >1-2 pernyataan c. Rendah : jika menjawab ya sebanyak < 1 pernyataan

3. Tingkat keberhasilan menanggulangi dampak sosial dilihat hubungan

antara keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dengan tingkat keresahan sosial, dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah sebagai berikut:

a. Tinggi : jika keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan tinggi dan tingkat keresahan sosial rendah

b. Sedang : jika keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan sedang dan tingkat keresahan sosial sedang

c. Rendah : jika keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan rendah dan tingkat keresahan sosial tinggi

Tingkat keresahan sosial; adalah seberapa sering bentuk protes yang dilakukan warga terhadap keberadaan perusahaan baik yang terpendam atau terbuka akibat dari ketidaksesuaian harapan dan kenyataan. Diukur dengan menggunakan empat pertanyaan pada kuesioner dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah dengan indeks sebagai berikut: a. Tinggi : jika menjawab ya sebanyak >3 pernyataan b. Sedang : jika menjawab ya sebanyak 2-3 pernyataan c. Rendah : jika menjawab ya sebanyak <1 pernyataan

PENDEKATAN LAPANG Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara kuantitatif dan

kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada responden. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Effendi [ed] 1989). Sementara pendekatan kualitatif dilakukan melalui metode studi kasus. Pendekatan kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan dan observasi.

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada salah satu desa binaan PT Indocement Tunggal Prakarta, Tbk yaitu di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Lulut merupakan salah satu desa binaan PT ITP yang menerima program pembangunan berkelanjutan dan mendapatkan dampak dari kegiatan PT ITP. Waktu penelitian berlangsung seperti Tabel 2.

Tabel 2 Alur waktu penelitian

Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga partisipan program CSR PT ITP, Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Program yang diteliti ialah program penanaman jarak pagar (Jathropa curcas) sehingga populasi sasaran dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani partisipan program penanaman jarak pagar CSR PT ITP di Desa Lulut. Unit analisanya adalah petani jarak pagar.

20

Dalam pendekatan kuantitatif, responden peneliti adalah seluruh petani jarak pagar yang merupakan partisipan program CSR PT ITP. Umumnya responden tinggal di Kampung Sigedong, dan beberapa di Kampung Rawa Siluman serta Desa Leuwi Karet. Peneliti menggunakan metode sensus karena jumlah populasi yang tidak terlalu banyak sehingga akan lebih baik apabila teknik sensus yang dilakukan. Sensus ini dilakukan kepada 29 orang petani jarak pagar. Sayangnya program ini tidak berjalan dengan lancar sehingga kini jumlah petani yang di lapangan tidak sebanyak jumlah peserta awal. Untuk mendapatkan data kedua puluh sembilan petani, peneliti harus menghamipiri masing-masing petani ke rumah. Namun tiga orang petani tidak dapat ditemui di rumah mereka karena kondisi infrastruktur yang sulit untuk ditembus. Akibatnya responden penelitian ini menjadi 26 orang (Lampiran 2).

Pendekatan kualitatif diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara mendalam kepada informan. Informan dipilih secara purposive atau sengaja. Informan adalah orang dari pihak perusahaan yang andil dalam program CSR dan juga peserta program yang memiliki peran besar dalam program CSR PT ITP.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara mendalam dengan kuesioner (Lampiran 3) kepada responden yang merupakan seluruh petani jarak pagar, partisipan program CSR PT ITP. Sementara untuk pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui observasi serta wawancara mendalam dengan informan yang dipilih. Wawancara diarahkan dengan panduan pertanyaan wawancara mendalam (Lampiran 4).

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari kuesioner, wawancara, serta observasi langsung. Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan program dan kegiatan CSR serta data demografi penduduk.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan tabel frekuensi serta tabulasi silang untuk melihat hubungan antara tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dalam program CSR dengan keberhasilan menanggulangi dampak lingkungan dan sosial.

Pengolahan data menggunakan program computer Microsoft Excel 2007 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan perlakuan yang berbeda sesuai dengan jenis data yang diperoleh. Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahapan alisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.

PROFIL DESA Pada bab ini diuraikan mengenai profil lokasi penelitian yang terbagi ke dalam beberapa sub bab. Sub bab yang pertama adalah mengenai kondisi geografis Desa Lulut. Sub bab kedua membahas mengenai struktur sosial di Desa Lulut, yang terbagi dalam uraian mengenai pendidikan, ekonomi, kependudukan dan mobilitas penduduk. Pada sub bab ketiga diuraikan mengenai pola-pola kebudayaan. Terakhir, dibahas mengenai pola adaptasi ekologi di Desa Lulut.

Kondisi Geografis

Desa Lulut merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Lulut ini juga merupakan salah satu desa binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (selanjutnya disingkat ITP). Secara administratif batas desa ini ialah sebagai berikut :

1. Sebelah utara : Desa Bantarjati/Nambo 2. Sebelah selatan : Desa Leuwi Karet 3. Sebelah timur : Desa Hegar Mukti 4. Sebelah barat : Kali Cileungsi

Desa ini terletak delapan km dari kantor Kecamatan Klapanunggal, 15 km dari ibu kota Kabupaten Bogor, 180 km dari ibu kota Provinsi Jawa Barat, serta sekitar 90 km dari ibu kota Negara RI Jakarta. Desa Lulut dapat ditempuh dengan segala jenis kendaraan transportasi, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Kondisi jalan belum diaspal atau biasa disebut jalan putih. Desa Lulut memiliki empat dusun, 41 rukun tetangga (RT) serta delapan rukun warga (RW). Desa Lulut oleh sebagian besar warganya dikatakan sebagai “desa jantung ITP”. Hal ini disebabkan oleh letak desa ini yang relatif dekat dengan Kantor Pusat PT ITP dan pusat eksplorasi tambang semen ITP. Selain itu, beberapa aset strategis milik ITP juga berada di desa ini. Oleh karenanya, Desa Lulut dijadikan sebagai salah satu desa binaan corporate social responsibility (CSR) ITP.

Luas wilayah Desa Lulut ini ialah sebesar 1806.832 ha dimana sebagian wilayahnya berada pada dataran tinggi/pegunungan. Umumnya lahan digunakan sebagai pemukiman dan pekarangan. Namun masih banyak juga lahan yang digunakan sebagai lahan persawahan. Berikut merupakan tabel luas wilayah menurut penggunaan.

22

Tabel 3 Luas wilayah Desa Lulut menurut penggunaan

No Penggunaan Luas (ha)

1 Luas Pemukiman 454.91

2 Luas Persawahan 38.00

3 Luas Tegal/Ladang 852.78

4 Luas Kuburan 1.30

5 Luas Pekarangan 454.90

6 Perkantoran 0.50

7 Luas prasarana umum lainya 4.44

Total Luas 1806.83 Sumber : Data Monografi Desa Lulut (2009) Desa Lulut sendiri dapat dibagi ke dalam 13 kampung, yakni: Lulut, Pojok Muara, Sawah, Sigedong, Citoke, Cinyengcle, Bojong Koneng, Tegal Tengah, Sarongge, Cikulawing, Curug Dengdeng, Cikukulu, dan Tegal Peuntas. Ketiga belas desa tersebut dapat dibagi menjadi empak karakter ekologi, yaitu sawah, perikanan, lahan kering, dan pemukiman.

Tabel 4 Karakter ekologi Desa Lulut berdasarkan kampung

No Karakter Ekologi Kampung Keterangan

1 Sawah Sarongge, Tegal Tengah, Sawah

Luas areal sawah rata-rata di atas 10 ha

2 Perikanan Curug Dengdeng, Cikulawing, dan Cikukulu

1. Ketersediaan air cukup besar

2. Hulu sungai dengan debit air cukup baik

3 Perkebunan

Rawa Siluman, Cinyengcle, Citoke, Sigedong, dan Bojong Koneng

Dominan lahan kering untuk komoditas buah-buahan

4 Pemukiman Lulut dan Pojok Muara

1. Hampir tidak ada lahan kosong untuk pertanian

2. Aktivitas ekonomi: toko sembako, bengkel, rumah makan, kontrakan, dan pangkalan ojek.

Sumber : Potensi Desa (2008) Kondisi geografis Desa Lulut juga dapat dilihat dari letaknya yang berada di ketingginan 400-700 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata harian 27o-30o

23

Celcius. Curah hujan rata-rata di Desa Lulut ialah sebesar 107 mm di tahun 2010. Padahal pada tahun 2000, curah hujan rata-rata mencapai 305 mm. Warna tanah cenderung berwarna merah dan abu-abu dengan teksur tanah lampungan. Kepadatan agraris di desa ini ialah 1.09 jiwa/ha. Hal ini disebabkan berkurangnya tanah yang dijadikan lahan untuk petani, akibat ambil alih dari PT ITP. Kondisi air di desa ini juga termasuk bersih dengan ragam sumber seperti mata air, sumur gali serta sumur pompa. Masyarakat umumnya menggunakan sumur gali. Secara umum, kondisi dan kualitas lingkungan Desa Lulut tergolong rawan dengan pencemaran. Terbukti dengan adanya pabrik swasta yang menjadi salah satu sumber pencemar udara dan dapat menyebabkan ISPA. Selain itu, pencermaran suara juga rawan terjadi di desa ini akibat adanya kompayer pabrik serta kendaraan pabrik yang sering lalu lalang di jalan putih Desa Lulut.

Kondisi Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu pilar penting dalam menopang kehidupan di desa. Ketika aktivitas ekonomi desa meningkat, harapannya pendapatan masyarakat pun dapat meningkat. Ekonomi juga berkaitan dengan bidang-bidang lain seperti pendidikan, infrastruktur serta keamanan. Keberhasilan di bidang ekonomi tentunya akan mendukung keberhasilan di bidang-bidang lainnya. Pada awalnya, mata pencaharian warga Desa Lulut berasal dari sektor pertanian dan perkebunan. Masyarakat umumnya menanam padi, kacang-kacangan, serta buah-buahan. Namun setelah adanya PT ITP mata pencaharian warga berubah. Lulut menjadi salah satu desa yang sumber penghasilan warganya berasal dari non sektor pertanian. Data Podes 2008 yang dikeluarkan BPS melangsir bahwa sumber pengahasilan warga Lulut umumnya berasal dari industri pengolahan. Mayoritas warganya bekerja sebagai karyawan swasta, pedagang dan juga buruh pabrik. Walaupun demikian, jumlah warga yang bekerja di sektor pertanian juga cukup banyak. Tabel 5 merupakan tabel mata pencaharian pokok warga Desa Lulut. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa 43.98 persen dari masyarakat Desa Lulut bermata pencaharian sebagai penyedia jasa. Mata pencaharian selanjutnya yang menjadi pilihan warga ialah di bidang pertanian dengan persentase sebesar 22.29 persen bekerja dan disusul dengan 17.08 persen warga bekerja di bidang swasta.

Kondisi Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang vital dalam peningkatan kapasitas

manusia yang ada. Sayangnya, Desa Lulut masih belum memiliki infrastruktur pendidikan yang memadai. Walaupun demikian, Desa Lulut memiliki sarana pendidikan agama non formal yaitu pesantren. Status sekolah dan gedung sekolah yang ada di Desa Lulut umumnya merupakan sekolah negeri, namun ada juga beberapa sekolah swasta. Berdasarkan Kecamatan dalam Angka Tahun 2010, terdapat satu TK swasta dan dua SLTP swasta serta lima SD negri di Desa Lulut, sedangkan menurut Podes Tahun 2008, terdapat satu pesantren, tujuh SD serta satu SLTP/sederajat.

24

Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lulut berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis kelamin

No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Total %

1 Aparatur Negara / PNS 21 13 34 0.93

2 Swasta 600 26 626 17.08

3 Pertanian 425 392 817 22.29

4 Perdagangan 538 32 570 15.55

5 Penyedia Jasa 407 1205 1612 43.98

6 Buruh Migran 2 4 6 0.16

Total 1993 1672 3665 100.00 Sumber : Data Monografi Desa Lulut 2009 (diolah)

Dengan kurangnya fasilitas sekolah di Desa Lulut, banyak warga yang hanya merupakan tamatan SD (3471 jiwa). Selain tamatan SD, sebagian warga juga merupakan tamatan SMP (421 jiwa). Walaupun demikian, ada juga sebagian kecil warga yang dapat mengenyam pendidikan hingga bangku kuliah. Sebanyak 19 jiwa warga Desa Lulut merupakan sarjana. Padahal Desa Lulut sendiri tidak memiliki bangunan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Akibat kecilnya jumlah lulusan setaraf SMA/sederajat maka kesempatan untuk terlibat pada bidang pekerjaan formal juga berkurang. Fakta menunjukkan bahwa kurang lebih 60 persen penduduk di desa ini tidak terserap dalam bidang pekerjaan baik formal maupun informal.

Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Lulut menurut tingkat pendidikan dan jenis

kelamin Tahun 2010

No Tingkat pendidikan

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

1 Tidak Sekolah 159 173 332 6.11

2 Tidak Tamat SD 267 262 529 9.73

3 Tamat SD/Sederajat 1736 1735 3471 63.83

4 Tamat SMP/Sederajat 421 418 839 15.43

5 Tamat SMA/Sederajat 130 118 248 4.56

6 Tamat Sarjana 14 5 19 0.35

Total 2727 2711 5438 100.00 Sumber : Potensi Desa 2010 (diolah)

25

Karakteristik Penduduk

Desa Lulut terdiri dari delapan RW dan 41 RT dengan jumlah keluarga sebanyak 3258 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 13036 jiwa pada Tahun 2010. Menurut jenis kelamin, jumlah laki-laki masih lebih banyak dibandingkan perempuan, namun perbedaannya tidak begitu signifikan yaitu hanya sebesar dua persen. Jumlah penduduk laki-laki seluruhnya adalah 6668 jiwa, sementara jumlah penduduk perempuan adalah 6368 jiwa. Rasio penduduk dengan jumlah kepala keluarga ialah 4:1, dimana setiap kepala keluarga rata-rata menanggung beban keluarga sebanyak empat jiwa. Kepadatan penduduk di Desa Lulut pada Tahun 2010 ialah sebesar 574 jiwa/km2. Pada Tahun 2003-2008, pertumbuhan penduduk di Desa Lulut meningkat tinggi, dari 0.51 persen menjadi 4.53 persen. Namun pada Tahun 2008-2010, pertumbuhan penduduk kembali menurun hingga mencapai angka 0.64 persen. Mayoritas warga merupakan warga asli Sunda dan beberapa merupakan warga dengan etnis lain seperti suku Jawa, Batak dan Padang. Hampir semua warga merupakan penganut agama Islam. Data jumlah, kepadatan serta reit pertumbuhan penduduk dapat di lihat melalui tabel di bawah ini. Tabel 7 Jumlah, kepadatan dan reit pertumbuhan penduduk Desa Lulut Tahun

2000-2010

No Kategori Tahun

2000 2003 2008 2010

1 Laki-laki (jiwa) 5126 5243 6612 6668

2 Perempuan (jiwa) 4737 4875 6013 6368

3 Total Penduduk (jiwa) 9863 10118 12625 13036

4 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 434 - - 574

5 Reit Pertumbuhan Penduduk Laki-Laki (%) - 0.45 4.75 0.17

6 Reit Pertumbuhan Penduduk Perempuan(%) - 0.57 4.28 1.15

7 Reit Pertumbuhan Penduduk (%) - 0.51 4.53 0.64

8 Kepadatan Agraris (jiwa/ha) 0.00008 - - -

Sumber: Kecamatan dalam Angka 2000 dan 2010 serta Podes 2003-2008 (diolah)

Perbandingan penduduk laki-laki dan wanita di Desa Lulut dapat dilihat melalui Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki

26

ternyata lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut juga terjadi tidak hanya pada jumlah laki-laki dan perempuan secara keseluruhan, namun juga terjadi pada jumlah laki-laki dan perempuan per golongan umur. Selain itu pada Tabel 7, terlihat bahwa reit pertumbuhan penduduk laki-laki juga lebih besar dibandingkan reit pertumbuhan penduduk perempuan

Sumber : Data Potensi Desa 2009 (diolah) Gambar 6 Piramida penduduk Desa Lulut

Mobilitas Peduduk

Mobilitas penduduk dapat dilihat dari reit migrasi kasar, reit migrasi masuk serta reit migrasi keluar. Angka-angka ini akan menunjukkan desa-desa mana saja yang memiliki angka migrasi tertinggi. Angka ini biasanya menunjukkan tingkat ketersediaan sumberdaya alam sebagai faktor pendorong warga melakukan migrasi. Berdasarkan data Potensi Desa, bahwa Kecamatan Kelapa Nunggal sepanjang lima tahun terakhir mengalami reit migrasi kasar sebesar 3.87 persen.

Tabel 8 menunjukkan bagaimana reit migrasi kasar, migrasi masuk serta migrasi keluar Desa Lulut pada Tahun 2008 dan 2010. Melalui Tabel 8 kita dapat melihat bahwa Desa Lulut mengalami peningkatan jumlah penduduk baik yang keluar maupun masuk desa. Peningkatan tersebut hampir mencapai dua kali lipat. Peningkatan terbesar ada pada jumlah penduduk yang melakukan migrasi keluar desa. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah lahan pertanian yang semakin

27

berkurang, sehingga banyak warga yang bekerja serabutan. Kondisi tersebut dapat saja menyebabkan perpindahan penduduk keluar desa. Tabel 8 Reit migrasi masuk, reit migrasi keluar dan reit migrasi kasar Desa Lulut

Tahun 2008 dan 2010

No Kategori Tahun

2008 2010

1 Jumlah Penduduk 12625.00 13036.00

2 Penduduk Masuk 2.00 10.00

3 Penduduk Keluar 12.00 17.00

4 Total Migrasi 14.00 27.00

5 Reit Migrasi Masuk (%) 0.16 0.76

6 Reit Migrasi Keluar (%) 0.95 1.30

7 Reit Migrasi Kasar (%) 1.11 2.07 Sumber : Kecamatan dalam Angka, 2010 (diolah) dan Potensi Desa 2008

Struktur Sosial Masyarakat

Di Desa Lulut, Islam adalah agama mayoritas yang menjadi kepercayaan warga dan Sunda merupakan etnik dominan. Oleh karena itu, masyarakat di desa ini dapat disebut masyarakat mono-religi dan mono-etnik. Tokoh agama menjadi salah satu pemimpin informal yang disegani dan sebagai ujung tombak penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi oleh warga Lulut. Tokoh agama yang ada di Desa Lulut merupakan pimpinan dari pesantren yang ada di desa tersebut.

Pelapisan sosial dalam masyarakat Desa Lulut digolongkan menjadi masyarakat golongan atas, menengah dan juga bawah. Standar dari penggolongan ini ialah kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Kekayaan ini dapat dilihat dari kepemilikan tanah yang ada, kepemilikan kendaraan dan juga jenis pekerjaan. Namun, hal yang paling mendasar dalam pembedaan golongan tersebut adalah kepemilikan tanah. Orang-orang yang memiliki tanah sendiri akan mempekerjakan orang lain untuk mengurus tanahnya dan mendapatkan bagian dari hasil panen orang tersebut. Di saat yang bersamaan, orang tersebut mencari pekerjaan lain lagi untuk juga memenuhi kebutuhan hidupnya. Golongan atas biasanya juga merupakan orang-orang yang memiliki pendidikan cukup, para pemuka agama maupun pamong desa. Golongan menengah biasanya adalah mereka yang bekerja berdagang, bekerja sebagai buruh tetap di pabrik-pabrik, dengan pendidikan yang terbatas. Golongan bawah adalah mereka yang bekerja serabutan ataupun mengerjakan tanah orang lain serta kurang memiliki pendidikan. Walaupun mayoritas penduduk bekerja di sektor penyedia jasa, Desa Lulut juga masih ditunjang dengan sektor pertaniannya. Umumnya lahan digunakan

28

masyarakat untuk menanam padi sawah. Selain itu komoditas utama yang dihasilkan adalah uji kayu, mentimun serta ubi jalan. Durian dan buah-buahan lainnya juga pernah menjadi komoditas utama Desa Lulut. Sayangnya buah-buahan itu berkurang jumlah dan keberadaannya seiring dengan masuknya perusahaan. Desa Lulut juga memiliki tanaman jarak yang merupakan salah satu program CSR dari PT ITP. Hasil tanaman ini dijadikan sebagai biofuel untuk konsumsi pribadi PT ITP. Untuk masalah pendidikan, kebanyakan warga Desa Lulut masih belum memiliki pendidikan yang mencukupi. Kebanyakan warga merupakan lulusan SD. Keadaan serupa juga terjadi pada anak-anak di Desa Lulut. Banyak dari mereka yang malas sekolah sehingga tidak mengenyam pendidikan. Padahal sarana pendidikan hingga SLTP sudah ada di Desa Lulut. Akibatnya, warga sering mengganggap dirinya orang kecil dan bodoh karena kurangnya pendidikan (merasa inferior). Akses masuk ke Desa Lulut cenderung sudah baik, walaupun cukup jauh dari kota. Terdapat sebuah trayek yang mencapai Desa Lulut, yang baru beroperasi dua sampai tiga bulan yang lalu. Trayek ini mengantarkan warga hingga ke Pasar Citeureup sehingga warga tidak kesulitan untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu ada juga ojek yang menyediakan jasa untuk mengantar warga mencapai daerah-daerah Desa Lulut yang tidak dilewati trayek angkutan. Walaupun akses masuk sudah cukup baik, namun kondisi jalan putih cukup memprihatinkan. Jalan menuju ke Desa Lulut merupakan jalan putih yang juga berbatu. Menurut warga, jalan ini adalah jalan kabupaten sehingga seharusnya pemerintah kabupaten perlu mengaspal jalan ini. Namun menurut perusahaan, jalan ini merupakan jalan tambang (hauling) milik perusahaan, sehingga jika diaspal akan membuat jalan mudah rusak akibat lalu lalang kendaraan perusahaan.

Pola Kebudayaan Masyarakat

Walaupun mayoritas masyarakat Desa Lulut merupakan suku Sunda, namun masyarakat sudah mengenal kehidupan modern sehingga kebudayaan ini tidak begitu kental terlihat. Upacara-upacara adat dalam dunia pertanian juga sudah tidak dilakukan dalam masyarakat. Gaya bahasa dan pergaulan masyarakat masih menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Namun ada juga beberapa orang tua yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Ciri khas dari masyarakat Lulut sendiri ialah cara mereka berbicara dengan bahasa Sunda. Mereka memiliki logat khusus yang bisa membedakan masyarakat Lulut dengan masyarakat lain di Kecamatan Klapanunggal ini. Masyarakat umumnya juga sudah mengenal berbagai media massa seperti televisi, handphone dan juga internet. Dalam melakukan interaksi sosial, masyarakat Lulut memiliki hubungan dekat antar satu sama lain. Buktinya, walaupun rumah mereka berjauhan namun masyarakat masih mengenal satu sama lain. Masyarakat pun terbuka dengan orang luar, sehingga dapat dikatakan ramah dan memudahkan dalam melakukan pendekatan. Kekerabatan dalam masyarakat pun sangat tinggi, ditandai dengan cukup banyak perkawinan antar tetangga. Sayangnya, kerja sama antar warga

29

sudah jarang terlihat karena kebanyakan warga sibuk dengan urusannya masing-masing. Hanya dalam kondisi tertentu saja, warga mau melakukan kegiatan gotong royong. Padahal sebelumnya masyarakat merupakan masyarakat yang sangat tinggi menjunjung gotong royong. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sudah dapat terlihat dengan adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dibangun di Desa Lulut. Adanya TPA ini membuat masyarakat lebih mudah mengumpulkan sampah. Masyarakat juga memanfaatkan kotoran sapi sebagai biomassa sehingga lebih ramah lingkungan. Namun kegiatan biomassa ini tidak dilakukan oleh seluruh warga sehingga masih ada juga warga yang kurang peduli terhadap lingkungan.

Pola-Pola Adaptasi Ekologi Masyarakat

Keberadaan PT ITP yang dekat dengan Desa Lulut tentunya memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat.Pada awalnya masyarakat bermata pencaharian sebagai petani. Namun banyak lahan petani yang ternyata merupakan milik PT ITP sehingga harus dikembalikan ketika PT ITP beroperasi di Desa Lulut. Akibatnya para petani tersebut kehilangan pekerjaan dan menjadi pekerja serabutan. Beberapa dari mereka ada yang bekerja sebagai buruh kasar di PT ITP. Untuk kaum perempuan, umumnya bekerja sebagai buruh tekstil di daerah lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hanya sebagian yang memiliki tanah pribadi yang masih bekerja sebagai petani. Awalnya kebutuhan hidup masyarakat dipenuhi secara subsisten dari hasil pertanian dan perkebunan mereka. Namun seiring berkurangnya jumlah lahan pertanian yang ada, masyarakat memenuhi kebutuhan mereka melalui pasar yang ada di daerah Citeureup. Selain itu masyarakat juga dapat membeli melalui warung-warung kecil yang ada di Desa Lulut sendiri. Aktivitas pertambangan yang dilakukan PT ITP juga memberikan dampak pada lingkungan hidup di masyarakat Desa Lulut. Keberadaan kompayer PT ITP dapat menjadi salah satu sumber pencemaran suara yang dapat menimbulkan ketulian. Selain kompayer, lalu lalang kendaraan tambang juga menimbulkan kebisingan bagi warga. Kendaraan ini beroperasi setiap harinya dari mulai pukul enam pagi hingga enam sore. Selanjutnya, dekatnya pabrik dengan desa juga menjadi salah satu sumber polusi udara. Debu yang berasal dari jalan putih mengganggu masyarakat ketika melintas di jalan ataupun di pinggir jalan. Asap juga muncu dari pabrik melalui cerobong-cerobong pabrik. Masyarakat juga terganggu akibat getaran dirasakan masyarakat akibat blasting batu kapur yang tak jauh dari desa. Kondisi ini sangat mengganggu kehidupan warga, mengingat bahwa Desa Lulut merupakan desa ring satu yang terkena dampak langsung dari aktivitas PT ITP.

Ikhtisar

Desa Lulut merupakan sebuah desa binaan PT ITP dengan luas 1806.832 ha/m2, yang cenderung berada pada daerah dataran tinggi/perbukitan. Umumnya lahan desa digunakan sebagai pemukiman dan pekarangan. Desa Lulut terletak

30

pada ketingginan 400-700 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata harian 27o-30o Celcius. Curah hujan rata-rata sebesar 107 mm. Warna tanah cenderung berwarna merah dan abu-abu dengan teksur tanah lampungan dan kepadatan agraris sebesar 1.09 jiwa/ha. Desa Lulut terdiri dari delapan RW dan 41 RT dengan jumlah keluarga sebanyak 3258 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 13036 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki seluruhnya adalah 6668 jiwa, sementara jumlah penduduk perempuan adalah 6368 jiwa. Rasio penduduk dengan jumlah kepala keluarga ialah 4:1, dimana setiap kepala keluarga rata-rata menanggung beban keluarga sebanyak empat jiwa. Kepadatan penduduk di Desa Lulut pada Tahun 2010 ialah sebesar 574 jiwa/km2 dengan reit pertumbuhan penduduk sebesar 0.64 persen. Pada awalnya, mata pencaharian warga Desa Lulut berasal dari sektor pertanian dan perkebunan, dengan komoditas utama kacang-kacangan serta buah-buahan. Namun setelah adanya PT ITP mata pencaharian warga berubah menjadi karyawan swasta, pedagang dan juga buruh. Berdasarkan Kecamatan dalam Angka Tahun 2010, terdapat satu TK swasta dan dua SLTP swasta serta lima SD negeri di Desa Lulut, sedangkan menurut Podes Tahun 2008, terdapat satu pesantren, tujuh SD serta satu SLTP/sederajat. Walaupun demikian, kepedulian akan pendidikan di Desa Lulut masih sangat rendah. Tokoh yang sangat dipercayai di desa ini merupakan tokoh agama yang juga kepala pesantren setempat. Dengan penduduk mayoritas suku Sunda dan beragama Islam, Desa Lulut merupakan sebuah desa mono-etnik dan mono-religi. Akses menuju desa cenderung mudah dengan adanya sebuah trayek, namun sayangnya kondisi jalan masih cukup memprihatinkan. Pelapisan sosial di masyarakat Lulut dapat digolongkan menjadi golongan atas, menengah dan bawah, dimana faktor pembedanya ialah kepemilikan tanah dan pendidikan. Masyarakat Lulut cenderung terbuka dan ramah namun kurang terlihat kerja sama antar warga. Mereka cukup peduli dengan lingkungan melalui adanya TPA serta usaha pembuatan biomassa. Keberadaan PT ITP di sekitar desa tentunya memberikan dampak pada masyarakat. Dampak utama ialah perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian. Selain itu dampak juga terjadi pada lingkungan hidup masyarakat. Pencemaran udara dan suara terjadi akibat aktivitas PT ITP seperti blasting, lalu lalang kendaraan, keberadaan kompayer di desa, debu jalan tambang serta buangan asap dari cerobong PT ITP.

PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai program corporate social responsibility (CSR) yang ada di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Program tersebut dibagi menjadi dua yaitu program community development (CD) dan program sustainable development (SD). Setelah itu akan dijelaskan lebih lanjut mengenai program penanaman jarak pagar, sebagai salah satu program sustainable development yang ada di Desa Lulut.

Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarta, Tbk

Sebagai salah satu perusahaan tambang yang ada di Indonesia, PT Indocement Tunggal Prakarsa (ITP), Tbk menjadi perusahaan yang turut serta dalam usaha mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam setiap kegiatan operasional perusahaan, PT ITP berupaya menyinergikan pengurangan efek gas rumah kaca mulai dari proses input hingga output secara terintegrasi. Filosofi CSR PT ITP sendiri adalah sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi lingkungan, Indocement mempunyai tanggung jawab moral dan sosial (CSR) sesuai kemampuan perusahaan dalam mendukung kualitas kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat merasakan manfaatnya dari kehadiran perusahaan di lingkungannya. Misinya adalah menjalankan seluruh kegiatan usaha dengan tetap memperhatikan kesejahteraan komunitas dan dengan menerapkan konsep ramah lingkungan dengan tetap memperhatikan pengembangan perusahaan yang berkelanjutan. Misi tersebut dicapai dengan visi menjalin hubungan saling mendukung antara perusahaan dan masyarakat, khususnya masyarakat dimana unit operasional perusahaan berdiri melalui keterlibatan yang intens dalam peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat dan secara khusus masyarakat lokal, menjadi masyarakat yang mandiri sehingga dapat tercipta hubungan yang harmonis.

Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi landasan program corporate social responsibility (CSR) dijalankan ITP dengan bertumpu pada tiga pencapaian yang bermanfaat secara ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom lines). ITP juga mendasarkan program ini pada kerangka lima pilar pembangunan berkelanjutan dan tujuan pembangunan milenium PBB (Millenium Development Goals). Landasan inilah yang menjadi model tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan yang diimplementasikan dengan mengacu pada kondisi sosial ekonomi dan kebutuhan masyarakat (survei sosio-demografi & potensi desa) dipadukan dengan sasaran program CSR dan misi ITP yang akan dicapai serta ulasan dari masyarakat yang dimusyawarahkan melalui forum Bina Lingkungan Komunikasi (Bilikom). Melalui Bilikom ini, dapat diketahui keberhasilan dari program CSR serta permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

32

Program CSR – Community Development (Lima Pilar) Program CSR PT ITP diberikan kepada 12 desa binaan CSR yaitu Desa Nambo, Lulut, Gunung Putri, Citeureup, Puspanegara, Hambalang, Tajur, Pasirmukti, Tarikolot, Leuwi Karet, Gunung Sari dan Bantarjati. Desa tersebut terpilih karena berada di sekitar pabrik, terkena dampak dari pabrik serta berada pada lahan tambang pabrik. Program ini terdiri dari program pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial-budaya-agama-olahraga-infrastruktur, serta keamanan. Penjelasan singkat mengenai program-program tersebut adalah sebagai berikut.

1. Program pendidikan Mendukung program pemerintah dalam mewujudkan upaya turut mencerdaskan bangsa dengan menyukseskan wajib belajar 9 tahun dan memberikan pendidikan latihan pemberdayaan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat desa binaan. Contohnya ialah dengan memberikan program beasiswa dan anak asuh, pembuatan perpustakaan keliling serta pemberian pendidikan keterampilan praktis.

2. Program kesehatan Mendukung program pemerintah dalam mewujudkan upaya turut mencerdaskan bangsa dengan menyukseskan wajib belajar 9 tahun dan memberikan pendidikan latihan pemberdayaan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat desa binaan.

3. Program ekonomi Mengupayakan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah/UMKM khususnya dalam peningkatan ekonomi masyarakat sekaligus menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja bagi komunitas sekitar, program bantuan yang telah dilaksanakan antara lain: bantuan modal bergulir, penyerapan tenaga kerja dan penyerapan potensi desa untuk memenuhi kebutuhan ITP.

4. Program sosial-budaya-agama-olahraga-infrastruktur Membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa binaan dengan melakukan pembangunan sarana umum terkait bidang sosial dan budaya, pembangunan sarana ibadah, olahraga, serta infrastruktur seperti jembatan dan pengecoran jalan.

5. Program keamanan Diprioritaskan turut menciptakan kondisi aman di tengah masyarakat melalui pemberdayaan pengamanan lingkungan dan pelatihan Linmas serta bantuan sarana prasarana pengamanan lingkungan, yang pada akhirnya menciptakan lingkungan perusahaan yang aman.

Program CSR - Sustainable Development Dalam rangka upaya pencegahan pemanasan global, PT ITP membentuk program sustainable development yang dilakukan secara berkesinambungan menitikberatkan dan memberikan dampak positif terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial sesuai dengan konsep triple bottom lines. Program ini juga bersinergi dengan program lima pilar serta dengan program sustainable development lainnya. Program ini dijabarkan melalui enam program yaitu P3M, biogas, flora energy crops, UPK produktif, bengkel motor terpadu (BMT) serta rumah seni dan budaya (RSB). Penjelasan mengenai program-program tersebut adalah sebagai berikut.

33

1. P3M Tujuannya adalah untuk mengembangkan masyarakat guna memberdayakan dirinya dalam bidang pertanian, perikanan dan peternakan. Kegiatannya ialah dengan memberikan pelatihan di bidang pertanian, perikanan serta peternakan. P3M ini dibangun diatas lahan eks-tambang dan lahan lainnya yang berada di area perusahaan. P3M dijalankan dengan pola kerjasama perusahaan dengan institusi pendidikan dan dinas pemerintahan terkait.

2. Biogas Program pemanfaatan kotoran sapi menjadi energi biogas memberikan alternatif bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari hari ditengah melonjaknya harga minyak tanah. Pengembangan program biogas adalah menciptakan linkages biogas dengan usaha UKM dan biogas untuk penerangan

3. Flora energy crops Indocement memiliki lahan marjinal bekas tambang yang sudah tidak digunakan lagi yang ada di tiga lokasi pabrik. Program tanaman penghasil energi alternatif merupakan langkah untuk meningkatkan kesuburan tanah, memperluas area resapan air, menyerap CO2 dan buah - bagian tanamannya dapat dijadikan alternative fuels dalam produksi semen karena nilai kalorinya cukup memadai. Tanaman yang ditanam seperti jarak pagar, nyamplung, trembesi, jati, kemiri sunan, besi pantai serta king grass.

4. UPK produktif UPK produktif merupakan program pengelolaan sampah secara mandiri sehingga nilai ekonomisnya dapat dimanfaatkan. Produk yang dihasilkan adalah pupuk cair, kompos serta RDF.

5. Bengkel motor terpadu Bengkel terpadu adalah program pelatihan yang bersifat on the job training bagi masyarakat untuk menciptakan tenaga handal dalam bidang perbengkelan sehingga dapat diserap oleh usaha bengkel yang ada atau mendirikan usaha perbengkelan sendiri

6. Rumah seni dan budaya Indocement berkomitmen untuk ikut melestarikan budaya setempat. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin pesat, pelestarian budaya tradisional Indonesia menjadi penting. Dengan adanya Rumah Seni Budaya (RSB) ini, masyarakat sangat terdukung untuk melestarikan budaya tradisional setempat dan melakukan berbagai aktivitas sosial lainnya. Beberapa program yang dilakukan dalam rumah seni dan budaya adalah program minat baca masyarakat, program senam kesehatan, program budaya lokal serta program budaya pop, drama dan dangdut.

Program Penanaman Jarak Pagar (Jathropa curcas)

Program corporate social responsibility (CSR) PT ITP yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah program penanaman jarak pagar (Jathropa curcas) pada lahan bekas tambang. Program tersebut merupakan salah satu

34

program sustainable development CSR PT ITP. Pembahasan selanjutnya adalah pemaparan mengenai pelaksanaan program mulai dari awal program, implementasi serta hasil dari program tersebut. Berdasarkan tiga pilar CSR, program ini baru saja memenuhi dua kriteria yaitu pilar people dan juga planet, sedangkan untuk pilar profit masih belum terasa manfaatnya. Hal ini dilihat dari bagaimana program: (1) memberikan keuntungan bagi perusahaan; (2) menyejahterakan masyarakat di sekitar; dan juga (3) memperhatikan lingkungan sekitar. Awal Pelaksanaan Program Isu pemanasan global merupakan isu yang sedang hangat saat ini. Sebagai salah satu bentuk ambil andil dalam pencegahannya, PT ITP membentuk sebuah program sustainable development dalam program CSR. Secara garis besar, program ini merupakan bentuk konkret perusahaan untuk mencegah pemanasan global, yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan secara konkrit, dengan menitikberatkan dan memberikan dampak positif terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial sesuai dengan konsep the triple bottom lines. Tujuan dari program ini adalah sebagai program penghijauan di lahan bekas tambang serta sebagai bentuk keikutsertaan dalam program pemerintah yaitu penanaman jarak sebagai anjuran untuk swadaya BBM. Hal ini dipertegas lagi oleh Bapak USW, koordinator Desa Lulut :

“Programnya jarak karena anjuran dari pemerintah untuk swadaya BBM, jadi untuk mendukung program ya. Selain itu jarak juga cepet menghasilkan BBM, cepet juga memperbaiki unsur hara di tanah, terus dia juga bisa tumbuh di tempat yang unsur haranya ekstrim,” – Bapak USW

Penanaman jarak ini dilakukan di beberapa tempat, salah satunya di Desa Lulut. Dibandingkan dengan desa lainnya, Lulut memiliki lahan yang lebih luas serta kualitas tanah yang lebih baik sehingga penanaman jarak cukup terkonsentrasi di Lulut. Lahan-lahan tersebut awalnya merupakan sisa bekas tambang yang ditanami oleh penduduk setempat secara tumpang sari.Awalnya PT ITP melakukan survei terlebih dahulu terhadap lahan-lahan perusahaan yang dimanfaatkan warga. Setelah itu, PT ITP mencari pihak yang dapat membantu untuk memberikan pengarahan kepada penduduk setempat yang memanfaatkan lahan perusahaan. Pemberitahuan awal dilakukan oleh pihak perantara tersebut yang merupakan penduduk setempat juga. Setelah itu dilakukan pengarahan kepada warga bersama dengan PT ITP. Dalam pengarahan ini warga diberikan informasi terkait penggunaan lahan perusahaan. Warga tidak diperkenankan untuk menanam dan akan diberikan kebijaksanaan atau kompensasi berupa sejumlah dana. Setelah warga sepakat dengan keputusan tersebut, maka dilakukan pencabutan tanaman tumpang sari warga. Penanaman jarak pun dimulai dengan pencarian pekerja.

Perekrutan petani dilakukan kepada petani yang sebelumnya mengerjakan lahan perusahaan, sehingga petani-petani tersebut tidak serta merta kehilangan mata pencaharian. Hal ini dipertegas oleh Bapak AI, kepala pekerja lapang tanaman jarak :

35

“Petaninya ya dari petani yang dulu nanem di sini. Kalo orangnya masih kuat, belum ada kerjaan, ya diajakin. Supaya ada pekerjaannya gitu. Cuman kalo udah ada kerjaan lain, ya dicari yang lain, yang mau. Sebenernya jadi mengurangi penggangguran juga. Penanaman jarak kan bisa sampai 25 tahun jadi untuk kerjaan jadi panjang,” – Bapak AI

Informasi juga diberitahukan melalui ketua LPM serta lewat mulut ke mulut diantara masyarakat sendiri. Para petani inilah yang merupakan peserta dari program penanaman jarak pagar. Para peserta ini kemudian dibedakan tanggung jawabnya masing-masing oleh pihak PT ITP. Peserta dibagi ke dalam tiga bagian yaitu mandor, pekerja gudang dan pekerja di lapangan. Mandor bertanggung jawab dalam hubungannya dengan pihak PT ITP serta mengepalai para pekerja di lapangan dan pekerja gudang. Pekerja gudang bekerja di bagian pengepresan dan pengeringan untuk produksi minyak jarak, sedangkan pekerja di lapangan bekerja dibagian pembibitan hingga pemanenan jarak pagar.

Setelah mendapatkan pekerja awal, barulah dilakukan rapat dalam kelompok pekerja ini bersamaan dengan pihak CSR PT ITP serta ahli agronomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam rapat ini dibahas bagaimana cara penanaman jarak yang baik dan benar, dan kemudian dimulailah program penanaman jarak pagar (Jathropa curcas) pada tahun 2007. Implementasi Program Implementasi program penanaman jarak ini dilakukan secara mandiri oleh para petani. Ada 29 pekerja dalam program ini, yang dibawahi oleh 5 mandor pekerja. Pekerjaan awal ialah melakukan pengurukan tanah. Pengurukan tanah ini dilakukan karena tanah yang ada di Desa Lulut merupakan tanah berpasir. Setelah pengurukan tanah selesai, maka dilakukan pengukuran tanah untuk penanaman jarak. Ukuran lubang yang disarankan oleh IPB ialah sebesar 40cm x 30cm dengan kedalaman 30 cm. Namun implementasinya tidak seperti itu. Berikut ungkapan dari Bapak AI, kepala pekerja lapang :

“Kalo yang diajarinnya 40 x 30, tapi baru 15 aja udah kena batu. Jadinya ukurannya ga sesuai, 20 x 15 aja. Itu juga udah kena batu. Belom lagi tanahnya gak tanah semua. Tanah di sini kan campuran juga sama pasir,” – Bapak AI

Walaupun demikian, penanaman jarak pagar tetap dilaksanakan. Pemilihan bibit jarak dilakukan oleh koordinator program yaitu Bapak FJ, dengan membelinya langsung dari IPB. Bibit yang dicari merupakan bibit-bibit unggul yang didatangkan langsung dari NTT. Selain ditanam, bibit tersebut juga disemai agar tidak menerima cahaya matahari yang berlebihan. Penanaman jarak kemudian dilakukan pada lubang-lubang yang telah dibuat. Pada usia 0-1 tahun, tanaman jarak rutin disiram air serta disiangi. Setelah 1 tahun, tanaman jarak tidak terlalu rutin disiram. Bila cuaca panas dan kemarau panjang, barulah tanaman-tanaman disiram air. Setelah itu, setiap sembilan bulan sekali maka akan dilakukan pemanenan buah jarak. Untuk masalah saprotan, semua kebutuhan petani dipenuhi oleh PT ITP. Petani hanya cukup mengerjakan kebun dan juga menginformasikan treatment apa

36

yang perlu diberikan kepada tanaman jarak. Hal ini diperkuat juga oleh Bapak YD selaku bagian pembangunan dari Kantor Desa Lulut.

“Semuanya dikasih dari ITPnya. Jadi petani ini cuman bekerja aja, terus nanti diupah ...,” – Bapak YD

Bapak AI pun juga mengemukakan hal yang sama terkait dengan penyediaan saprotan penanaman jarak.

“Mulai dari pupuk, obat, alat-alat semua dikasih. Tapi kita buat proposal dulu, kira-kira butuhnya apa. Dari jauh-jauh hari udah dibuat. Terus mintanya juga bertahap. Liat, mana dulu yang lebih butuh. Misalnya, oh yang ini butuh pupuk. Yang itu juga butuh obat. Nah lebih penting yang butuh pupuk, jadi proposalnya buat minta pupuk. Nanti setelah itu baru minta obat,” – Bapak AI

Setelah panen, nantinya buah jarak akan diproses lebih lanjut menjadi minyak jarak sebagai biofuel bagi PT ITP. Buah jarak tersebut akan dijemur terlebih dahulu, setelah dijemur lalu dikupas. Hasilnya merupakan biji jarak yang siap diproses menggunakan mesin. Dalam mesin tersebut, biji jarak akan dimasak dan dipres sehingga menghasilkan minyak. Minyak tersebut kemudian disetorkan ke PT ITP dan dijadikan biofuel atau bahan bakar ramah lingkungan. Selama bekerja, para pekerja diupah sebesar Rp 140000.00 per minggunya dan untuk mandor sebesar Rp 200000.00 per minggunya. Pengawasan program dilakukan oleh petugas lapang dari PT ITP, yaitu Bapak FJ. Selain itu pengawasan dilakukan juga oleh kepala pengerja lapang penanaman jarak, Bapak AI. Pengawasan dilakukan dengan memantau bagian mana yang dipanen dan berapa jumlah yang dipanen. Selain itu pemantauan juga dilihat mengenai keadaan tanaman, apakah membutuhkan pupuk, obat ataupun perlakukan lainnya. Evaluasi dilakukan setiap satu bulan sekali di gazebo yang ada di kebun jarak. Dalam evaluasi tersebut, dilakukan tukar pikiran mengenai proses pengerjaan kebun jarak. Evaluasi biasanya dihadiri oleh para mandor dan pekerja, supervisor lapangan dari PT ITP serta penanggung jawab program penanaman jarak pagar dari PT ITP. Hasil dari evaluasi ini nantinya yang akan dijadikan bahan untuk menentukan kegiatan selanjutnya. Ada juga evaluasi mingguan setiap hari kamis, untuk melihat perkembangan pekerjaan selama seminggu.

Hasil Program Walaupun membantu mengurangi pengangguran yang ada, nampaknya program penanaman jarak ini nampaknya kurang mencukupi kebutuhan hidup para petani. Hal itu dikeluhkan oleh Bapak AI :

“Kalo upahnya sih, masih kecil segitu mah. Kalo bisa ya, disesuaikan sama standar UMR. Tapi katanya mau diborongin kerjanya, ya kalo itu mah lumayan lah, lebih untung jadinya. Kan terserah mau kerjanya gimana, yang penting uda dibayar per pohonnya berapa,” - Bapak AI.

37

Walaupun demikian Bapak AI masih sering mengusahakan hasil upahnya untuk dibelikan ternak agar lebih bermanfaat bagi kedepannya. Namun tidak semua rekan petaninya melakukan hal yang sama. Lain halnya dengan Bapak YD yang merasa bahwa program ini tidak bermanfaat bagi masyarakat.

“Kalo menurut saya, programnya tidak bermanfaat bagi masyarakat. Soalnya, gak semuanya kedapetan program. Cuman yang dulu petani ajah yang bekerja, yang sisanya banyak yang kerja serabutan aja,” – Bapak YD

Selain itu target penanaman jarak yang berkesinambungan selama 25 tahun juga masih belum tercapai. Buktinya pada tahun keenam ini, tanaman jarak yang sudah ditanam sudah tidak efektif lagi. Puncak berbuah pohon jarak hanya terjadi pada lima tahun pertama. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena tanaman jarak yang tidak tahan dengan cuaca panas sehingga banyak yang mati. Padahal untuk mencapai target dari program ini, masih perlu lahan-lahan untuk ditanami sehingga kebun ini akan bertambah tiap tahunnya. Analisis Program Setiap perusahaan tentunya memiliki pertimbangan tertentu dalam melaksanakan program CSR. Elkington (1997) dalam Susiloadi (2008) mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit), masyarakat khususnya komunitas sekitar (people) serta lingkungan hidup (planet). Konsep ini dikenal sebagai ‘The Triple Bottom Line’. Konsep inilah yang seharusnya dianut oleh setiap perusahaan, termasuk juga oleh PT ITP.Program penanaman jarak pagar, yang merupakan program CSR dari PT ITP yang seharusnya juga beracuan pada konsep the triple bottom line. Bila dilihat dari segi peningkatan kualitas perusahaan (profit), program penanaman jarak ini belum dapat memberikan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan. Walaupun sebenarnya buah jarak dapat diolah menjadi bio-fuel dan menggantikan bahan bakar operasional perusahaan, namun ternyata produksi buah jarak yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Produksi buah jarak yang cenderung menurun kini tidak lagi efektif sebagai bahan untuk dijadikan bio-fuel. Hanya pada dua tahun pertama hasil panen dapat memenuhi kebutuhan operasional dari perusahaan. Setelahnya hasil panen terus berkurang sehingga bio-fuel hanya dijadikan sebagai bahan campuran dengan bahan organik lainnya untuk dijadikan bahan bakar dalam proses operasional PT ITP. Hal ini diperkuat oleh pendapat Bapak FF dan Bapak AI.

“Selama ini minyak jaraknya dijadikan sebagai bahan bakar untuk di pabrik. Cuma belakangan minyak jaraknya hanya dijadikan sebagai bahan campuran dulu karna hasilnya gak sebanyak dulu ....” – Bapak FF

“Kalo dulu mah panennya banyak, bisa ampe berkarung-karung. Sekarang mah dikit, satu karung aja udah lumayan .... dari bijinya dijadiin minyak itu buat bensin, di press dibawah. Tapi sekarang

38

lagi enggak dulu, habis panennya cuma sedikit, jadi minyaknya juga cuma sedikit ....,” – Bapak AI

Selain itu, pembuatan bio-fuel ternyata juga memerlukan diesel sebagai bahan bakar pengolahannya, dimana diesel sendiri memiliki harga yang mahal di pasaran. Akibat produktivitas yang kecil, maka pembuatan bio-fuel dalam skala kecil tentu akan merugikan pihak PT ITP sendiri.

Berdasarkan hasil analisa tersebut, sebaiknya PT ITP mengkaji lebih lanjut lagi mengenai produktivitas dari pohon jarak terutama pada penanaman di daerah berbatu dan miring. Walaupun menurut praktisi dari IPB produktivitas cenderung menguntungkan untuk 25 tahun, namun ternyata produktivitas tanaman tersebut cenderung menurun. Kajian tersebut tentunya akan memberikan informasi yang penting bagi PT ITP sehingga dapat diketahui apakah penanaman jarak pagar masih menguntungkan bagi PT ITP sendiri.

Bila dilihat dari segi perhatian kepada masyarakat sekitar (people), maka program ini sudah melakukan usaha peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan menyediakan pekerjaan bagi petani yang dulunya pernah bertani di lahan penanaman jarak pagar ini. Program ini juga memberikan kesempatan petani di luar desa untuk bekerja di kebun namun yang diutamakan adalah pekerja dari desa dimana kebun jarak tersebut berada. Walaupun dengan penghasilan yang sedikit, para petani masih tetap bersyukur karena ada pemasukan bagi keluarganya. Kesempatan pekerjaan ini diberikan umumnya untuk kalangan lansia yang dulunya merupakan petani di daerah kebun jarak. Namun tidak menutup kemungkinan juga untuk anak muda bekerja di sini. Hal ini dikemukakan oleh Bapak AHR dan Bapak NDN.

“Yaa kalau upahnya mah ga seberapa, tapi lumayan buat makan sehari-hari. Daripada bengong di rumah yaa mending kerja, kalo masih kuat mah gak papa. Tinggal naik motor ke sini kan gampang,” – Bapak AHR

“Kerja di sini kalo masih kuat ya gak apa-apa. Kan dulunya mah juga nani (bertani) di sini. Sekarang gak bisa lagi tapi diganti jadi kerja di jarak ini. Sama aja cuman tanemannya yang beda,” – Bapak NDN

Bila dilihat dari segi perhatiannya terhadap lingkungan, program ini sudah memberikan kontribusinya terhadap lingkungan. Program penanaman jarak ini sekaligus merupakan program penghijauan yang dilakukan oleh PT ITP pada lahan bekas tambang. Selain itu program ini juga turut menyukseskan usaha pemerintah untuk swasembada bahan bakar yang ramah lingkungan. Swasembada bahan bakar ini bertujuan untuk dapat membantu mengurangi emisi gas karbon di udara. Walaupun belum bisa digunakan dengan maksimal, namun minyak hasil dari buah jarak sudah digunakan sebagai campuran bahan bakar dalam kegiatan operasional PT ITP. Sudah ada juga sebuah mobil yang berbahan bakar bio-fuel, hasil dari pengolahan minyak jarak. Sayangnya akibat produksi buah jarak yang tidak efektif lagi maka minyak jarak yang dihasilkan juga hanya sedikit.

39

Ikhtisar

Program corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT ITP dilandasi oleh konsep the triple bottom line serta tujuang pembangunan milenium (Millennium Development Goals). Program CSR ini dibagi menjadi dua yaitu program community development yang terdiri dari lima pilar (pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial-budaya-agama-olahraga-infrastruktur dan keamanan) dan program sustainable development yang mana salah satu programnya adalah program flora energy crops yaitu penanaman jarak pagar. Program sustainable development dalam program CSR PT ITP dilakukan sebagai usaha konkret untuk mencegah pemanasan global, dengan berlandaskan pada the tripple bottom line. Namun ternyata program ini baru memenuhi dua pilar dari tiga pilar CSR yaitu pilar people dan planet. Tujuannya ialah untuk penghijauan kembali sekaligus sebagai keikutsertaan dengan program pemerintah penanaman jarak. Pada awal program, lahan yang akan ditanami jarak sebelumnya telah ditanami oleh warga. Kemudian dilakukan konsolidasi dengan memberikan kompensasi pada warga sehingga lahan dapat digunakan oleh perusahaan untuk program penanaman jarak. Setelah itu perekrutan petani dilakukan kepada para petani yang sebelumnya mengolah lahan sehingga mereka tidak kehilangan mata pencaharian. Setelah berdiskusi dengan kelompok dan diajarkan mengenai penanaman jarak, implementasi program pun dilaksanakan. Para petani cukup mengerahkan tenaga saja dan segala saprotan akan disediakan oleh PT ITP. Untuk pengawasan, dilakukan oleh petugas lapang PT ITP dan juga kepala pengerja lapang penanaman jarak pagar ini. Walaupun dapat mengurangi pengangguran, namun program ini kurang memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Para pekerja pun masih merasa upah yang diberikan kurang. Lagipula kini setelah enam tahun program berjalan, tanaman jarak sudah tidak efektif lagi karena produktivitasnya menurun dan banyak yang mati. Bila dianalisis dengan konsep the triple bottom line, sebagai konsep dasar dari tanggung jawab sosial perusahaan, program penanaman jarak ini kurang memberikan keuntungan bagi perusahaan namun sudah memperhatikan kualitas masyarakat sekitar dan lingkungan. Akibat produktivitas hasil panen yang menurun, program ini kurang bisa menyediakan bahan bakar yang maksimal bagi perusahaan namun sudah dapat memberikan pekerjaan bagi masyarakat sekitar serta sudah merupakan usaha untuk penghijauan dan menghasilkan bahan bakar yang ramah lingkungan bagi PT ITP.

KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Pembahasan ini menguraikan mengenai aspek pembangunan berkelanjutan yang ada dalam program penanaman jarak pagar (Jathropa curcas). World Commission on Environment and Development (WCED) (1987) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga tujuan, menurut Sanim (2006) dalam Saptana dan Ashari (2007), yaitu tujuan ekonomi, tujuan sosial serta tujuan ekologi. Tujuan ekonomi berkaitan dengan masalah efisiensi serta pertumbuhan. Tujuan sosial terkait masalah kepemilikan serta tujuan ekologi terkait masalah kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Dalam penelitian ini tujuan ekonomi dilihat dari tingkat peluang usaha dan tingkat peluang kerja, tujuan ekologi dilihat dari tingkat kepedulian program terhadap lingkungan serta tujuan sosial dilihat dari tingkat partisipasi peserta program.

Tujuan Ekonomi

Pembangunan berkelanjutan dari tujuan ekonomi dalam penelitian ini dilihat dari peluang usaha yang muncul akibat adanya program penanaman jarak serta peluang kerja yang muncul juga akibat adanya program penanaman jarak. Ditemukan bahwa tujuan ekonomi dari pembangunan berkelanjutan yang ada dalam program penanaman jarak pagar ini sedang, terlihat dari peluang usaha yang muncul masih rendah namun peluang kerja yang muncul tinggi. Tujuan ekonomi menurut Sanim (2006) dalam Saptana dan Ashari (2009) merupakan adanya efisiensi dan pertumbuhan. Peluang Usaha Peluang usaha merupakan sebesar peluang berusaha yang timbul dari adanya kegiatan CSR yaitu penanaman jarak pagar. Hal ini dilihat apakah ada pedagang yang muncul seperti pedagang asongan, kelontong maupun toko pertanian. Peserta programdiberikan lima pernyataan terkait keberadaan pedagang tersebut. Pernyataan tersebut dijawab dengan jawaban tertutup ya dan tidak yang kemudian diakumulasikan dengan indeks skala ordinal.Jumlah dan persentasi jumlah penduduk berdasarkan tingkat peluang usaha di Desa Lulut disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 memaparkan sebaran peserta program berdasarkan tingkat peluang usaha yang muncul setelah adanya program penanaman jarak pagar. Sebanyak 23.1 persen peserta program menunjukkan bahwa peluang usaha yang muncul berada pada tingkat sedang.Sebanyak 76.9 persen peserta program menunjukkan bahwa peluang usaha yang muncul berada pada tingkat yang rendah. Persentase sebaran peserta

42

program berdasarkan tingkat peluang usaha yang muncul secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 9 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan peluang usaha yang

muncul di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

Gambar 7 Persentase peserta program berdasarkan peluang usaha yang muncul di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

Terlihat bahwa peluang berusaha yang muncul di Desa Lulut setelah adanya program penanaman jarak pagar lebih pada tingkatan rendah. Menurut peserta program, daerah perkebunan jarak merupakan daerah yang tidak sembarangan orang bisa masuk sehingga masyarakat sekitar pun tidak bisa berjualan di areal penanaman jarak pagar. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan pertanian biasanya langsung dibeli di pasar atau dibelikan langsung oleh pihak PT ITP. Akibatnya kesempatan masyarakat untuk membuka usaha toko pertanian pun juga sangat kecil. Terlihat juga beberapa peserta program mengemukakan bahwa peluang berusaha ada di tingkat sedang. Menurut enam orang peserta program, terdapat sebuah warung yang muncul akibat adanya program penanaman jarak pagar. Warung ini dikelola oleh istri dari kepala pekerja lapang di program penanaman jarak dan merupakan warung tempat para petani (peserta program) biasanya membeli minum ataupun makanan cemilan. Sayangnya tidak semua peserta program menyadari ataupun mengetahui bahwa warung tersebut muncul setelah adanya program penanaman jarak, sebagai salah satu

No Peluang Usaha yang Muncul ∑ %

1 Sedang 6 23.1

2 Rendah 20 76.9

Total 26 100.0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Sedang Rendah

Perc

ent

43

dampak dari program tersebut. Berikut pernyataan penguat dari beberapa peserta program.

“Gak ada yang jualan di sini. Kalo beli obat biasanya ke pasar atau dikasih langsung (oleh ITP) gitu, jadi tinggal ngerjain aja. Di sini mah kampung, gak ada yang jualan obat-obat gitu mah di pasar,” – Bapak AMR “Kan gak sembarangan orang bisa masuk ke sini, jadi gak ada yang jualan. Kan gak boleh masuk jadinya,” – Ibu ARM “Kalo warung itu kan ada warung istrinya Pak AI. Itu warungnya jadi dikasih bantuanlah dari bos (ITP). Jadi kalo mau beli makan apa ngopi ya di warung situ. Jadi sekalian ngebantu juga ya sekalian buat kita-kita (pekerja) makan juga,” – Bapak SPR Ketiga pernyataan tersebut menunjukkan pengetahuan yang berbeda dari

peserta program terkait peluang usaha yang muncul akibat program penanaman jarak ini. Ada yang memang mengetahui dengan benar munculnya usaha dan ada juga yang tidak tahu sama sekali. Perbedaan pengetahuan ini disebabkan dari kurangnya keterlibatan peserta program dalam kegiatan perencanaan maupun evaluasi sehingga tidak semua informasi dan keputusan diketahui oleh peserta program. Berdasarkan penjelasan tersebut, secara keseluruhan peluang berusaha yang muncul di Desa Lulut akibat penanaman jarak pagar ini dapat dikatakan kurang, karena kurangnya informasi dan kesempatan yang diberikan pada masyarakat. Peluang Kerja

Peluang kerja merupakan besar peluang orang dapat bekerja yang muncul dari adanya kegiatan CSR yaitu penanaman jarak pagar. Hal ini dilihat apakah semua warga desa dapat bekerja pada program tersebut, program tersebut terbuka untuk pria maupun wanita, program tersebut juga menerima pekerja dari desa lain serta apakah ada syarat untuk menjadi pekerja pada program tersebut. Peserta program diberikan delapan pernyataan terkait peluang kerja tersebut. Pernyataan tersebut dijawab dengan jawaban tertutup ya dan tidak yang kemudian diakumulasikan dengan indeks skala ordinal. Jumlah dan persentasi jumlah penduduk berdasarkan tingkat peluang usaha di Desa Lulut disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 memaparkan sebaran peserta program berdasarkan tingkat peluang kerja yang muncul setelah adanya program penanaman jarak pagar. Sebanyak 92.3 persen peserta program menunjukkan bahwa peluang kerja yang muncul berada pada tingkat tinggi. Sebanyak 7.7 persen peserta program menunjukkan bahwa peluang kerja yang muncul berada pada tingkat yang rendah. Persentase sebaran peserta program berdasarkan tingkat peluang kerja yang muncul secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 8. Terlihat bahwa peluang kerja yang muncul akibat adanya program jarak pagar berada pada tingkatan yang tinggi. Hal ini sebabkan oleh tidak adanya syarat untuk

44

bekerja di program tersebut. Siapapun yang sehat dan mau bisa langsung menghubungi Ketua LPM Desa Lulut dan bisa langsung bekerja. Pekerjaan ini juga terbuka baik untuk pria maupun wanita sehingga tidak ada ketimpangan gender dalam program ini. Sayangnya pekerjaan pada program ini tidak setiap saat. Hanya ketika ada pekerjaan di kebun maka lowongan pekerjaan akan dibuka. Apalagi terkadang tidak semua masyarakat tahu akan adanya lowongan pekerjaan ini. Tabel 10 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan peluang kerja yang

muncul di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

No. Peluang Kerja yang Muncul ∑ %

1 Tinggi 24 92.3

2 Sedang 2 7.7

Total 26 100.0

Gambar 8 Persentase peserta program berdasarkan peluang kerja yang muncul di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

Selain itu beberapa peserta program juga mengemukakan bahwa penerimaan pekerja dilakukan hanya jika calon pekerja mendaftarkan diri kepada Bapak AI selaku penanggungjawab sekaligus kepala pekerja lapangan dari program ini. Hal inilah yang membuat peluang kerja yang muncul juga berada pada tingkatan yang sedang. Berikut pendapat Bapak AMR dan Bapak IRW.

“Kalo ngurangin yang nganggur iya. Yang kerja disini kan semuanya dulu nani (bertani) di sini. Terus gak dibolehin lagi karna mau ditanem jarak. Nah pas nanem jarak, petani yang dulu nani di sini dijadiin pekerjanya, sambil boleh nani di sela-selanya. Kan mending daripada di rumah nganggur ……. Siapa aja mah boleh, yang penting

0

20

40

60

80

100

Tinggi Sedang

Perc

ent

45

masih sehat masih kuat … kalo disini yang ibu-ibu gak ada tapi di Tegal Panjang ada,” – Bapak AMR “Dulu ngedaftar ke Pak Ali. Kalo ga daftaran dulu gak bisa, ntar tunggu dihubungin lagi sama Pak AI, ” – Bapak IRW

Pernyataan di atas menunjukkan adanya perbedaan informasi dan pengetahuan mengenai bentuk peluang bekerja yang dirasakan oleh peserta. Ada yang merasa harus mendaftar terlebih dahulu dan ada pula yang merasa memang langsung dapat bekerja di program. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan perlakuan dalam penerimaan pekerja di program ini. Maka dari itu perlu adanya kejelasan dan pengawasan proses rekrutmen peserta program sehingga proses rekrutmen dapat terjadi dengan jelas dan sesuai dengan prosedur. Walaupun demikian, secara keseluruhan program penanaman jarak dapat memberikan peluang kerja yang tinggi bagi masyarakat sekitar. Namun perlu adanya sosialisasi dan ketegasan mengenai peluang bekerja serta proses perekrutan pekerja agar lebih jelas dan lebih adil.

Tujuan Ekologi

Pembangunan berkelanjutan dari tujuan ekologi dalam penelitian ini dilihat dari kepedulian program penanaman jarak pagar tersebut terhadap lingkungan. Ditemukan bahwa tujuan ekologi dari pembangunan berkelanjutan yang ada dalam program penanaman jarak pagar ini berada pada tingkatan yang tinggi, terlihat dari kesesuaian antara cara penanaman, pemeliharaan dan pemanfaatan jarak pagar pada teori dan kenyataan. Semakin sesuai cara penanaman, pemeliharaan dan pemanfaatan maka semakin menunjukkan bentuk kepeduliannya terhadap lingkungan karena hal tersebut mengindikasikan adanya usaha pemeliharaan lingkungan yang baik. Tujuan ekologi menurut Sanim (2006) dalam Saptana dan Ashari (2009) merupakan hal yang terkait kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

Pada penelitian ini peserta program diberikan tujuh pernyataan terkait bentuk penanaman, pemeliharaan serta pemanfaatan jarak pagar yang mengindikasikan adanya kepedulian terhadap lingkungan. Pernyataan tersebut dijawab dengan jawaban tertutup ya dan tidak yang kemudian diakumulasikan dengan indeks skala ordinal. Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan kepedulian program terhadap lingkungan di Desa Lulut disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 memaparkan sebaran peserta program berdasarkan tingkat kepedulian program terhadap lingkungan. Sebanyak 69.2 persen peserta program menunjukkan bahwa kepedulian program terhadap lingkungan berada pada tingkat tinggi. Sebanyak 23.1 persen peserta program menunjukkan bahwa kepedulian program terhadap lingkungan berada pada tingkat yang sedang. Sebanyak 7.7 persen peserta program menunjukkan bahwa kepedulian program terhadap lingkungan berada pada tingkat yang rendah. Persentase sebaran peserta program berdasarkan tingkat kepedulian program terhadap lingkungan secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 9.

46

Terlihat bahwa kepedulian program terhadap lingkungan termasuk pada tingkatan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh bentuk pelaksanaan penanaman jarak pagar, pemeliharaan dan pemanfaatannya sesuai dengan apa yang ada pada teori. Program ini menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan sebagai program rehabilitasi lahan bekas tambang agar kesuburan tanahnya dapat diperbaiki dan dikembalikan. Program ini juga berupaya membantu pengurangan emisi gas karbon di udara dengan dapat dihasilkannya bio-fuel dari minyak jarak. Beberapa peserta program menunjukkan tingkatan sedang dan rendah karena di akhir masa program pemeliharaan tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Selain itu banyak juga yang mengeluhkan bahwa penanaman tumpang sari yang dianjurkan tidak dapat dilakukan akibat sulitnya sinar matahari menembus rimbunnya daun jarak sehingga tanaman tumpang sari tidak dapat tumbuh dengan baik. Berikut pernyataan Bapak AMR.

“Jarak tanemnya ya 40x40, diajarinnya begitu. Kadang suka kena batu ya mau gimana lagi tanahnya begitu …. Kalo pas pemupukan ya rutin, sering juga dikoretin. Tiap hari malah. Cuman sekarang ini kan lagi libur dulu makanya gak ada yang kerja gak ada yang ngerawat lagi. Udah satu bulanan ini gak ada yang urusin,” – Bapak AMR

Tabel 11 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan kepedulian program

terhadap lingkungan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Kepedulian Program terhadap Lingkungan ∑ %

1 Tinggi 18 69.2

2 Sedang 6 23.1

3 Rendah 2 7.7

Total 26 100.0

Secara keseluruhan program penanaman jarak pagar memiliki kepedulian terhadap lingkungan yang tinggi. Penanamannya sesuai dengan jarak tanam, menggunakan pupuk kompos, rajin dibersihkan dan juga dihasilkan bio-fuel dari biji jarak serta pupuk dari bungkil jarak. Akibatnya semua bagian dari buah jarak dapat termanfaatkan dengan baik. Namun pemeliharaan perlu dilakukan terus menerus walaupun program sedang diliburkan. Pemeliharaan yang teratur juga akan mempengaruhi produktivitas dari pohon jarak pagar tersebut.

47

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Tinggi Sedang Rendah

Perc

ent

Gambar 9 Persentase peserta program berdasarkan kepedulian program terhadap

lingkungan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

Tujuan Sosial

Pembangunan berkelanjutan dari tujuan sosial dalam penelitian ini dilihat dari partisipasi peserta dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program. Ditemukan bahwa tujuan sosial dari pembangunan berkelanjutan yang ada dalam program penanaman jarak pagar ini berada pada tingkatan sedang, terlihat dari partisipasi peserta yang kurang maksimal dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Tujuan sosial menurut Sanim (2006) dalam Saptana dan Ashari (2009) merupakan hal yang terkait kepemilikan ataupun keadilan.

Pada penelitian ini peserta program diberikan 23 pernyataan terkait bentuk partisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Pernyataan tersebut dijawab dengan jawaban tertutup ya dan tidak yang kemudian diakumulasikan dengan indeks skala ordinal. Jumlah dan persentasi jumlah penduduk berdasarkan tingkat peluang usaha di Desa Lulut disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 memaparkan sebaran peserta program berdasarkan tingkat partisipasinya dalam program. Sebanyak 26.9 persen peserta program menunjukkan bahwa kepedulian program terhadap lingkungan berada pada tingkat tinggi. Sebanyak 73.1 persen peserta program menunjukkan bahwa kepedulian program terhadap lingkungan berada pada tingkat yang sedang. Persentase sebaran peserta program berdasarkan tingkat kepedulian program terhadap lingkungan secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 10.

Berdasarkan Tabel 12, terlihat bahwa partisipasi peserta cenderung berada dalam tingkatan sedang. Hal ini disebabkan tidak semua peserta terlibat secara langsung dalam proses perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi. Pada proses perencanaan, umumnya peserta program hanya mengetahui informasi penanaman jarak pagar tanpa ikut terlibat dalam usaha-usaha merencanakan program. Mereka ini yang kemudian menjadi mandor di program penanaman jarak pagar.

48

Tabel 12 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan partisipasi di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Partisipasi ∑ %

1 Tinggi 7 26.9

2 Sedang 19 73.1

Total 26 100.0

Keberadaan mereka dalam proses perencanaan dipengaruhi oleh posisi mereka yang juga sebagai perangkat desa. Walaupun mereka ikut dalam proses perencanaan, namun tidak sepenuhnya proses perencanaan didominasi oleh masyarakat. Dominasi cenderung berada pada pihak ITP terkait penentuan program, lokasi program serta proses-proses pelaksanaan program.

Pada proses pelaksanaan, umumnya peserta program terlibat langsung karena peserta program merupakan pekerja langsung di lapangan yang bekerja mengurusi perkebunan jarak pagar. Namun tidak sepenuhnya pelaksanaan dapat diatur oleh peserta program. Setiap apa yang dilakukan harus sesuai dengan arahan pihak ITP. Peserta program hanya melaksanakan saja dan sesekali dapat berpendapat terkait pelaksanaan penanaman jarak pagar. Pada proses evaluasi, hanya beberapa peserta program yang merupakan mandor yang ikut dalam tahapan ini.

Gambar 10 Persentase peserta program berdasarkan kepedulian program terhadap lingkungan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

Beberapa peserta program yang hanya sebagai pekerja juga pernah diajak, namun hanya sesekali. Umumnya peserta program hanya menjadi pihak yang mendapatkan informasi hasil evaluasi tanpa mengetahui proses evaluasi program. Akibatnya ada beberapa pendapat peserta yang terkadang kurang tersampaikan ke pihak ITP. Maka dari itu, sebaiknya semua peserta program lebih aktif lagi untuk dilibatkan dalam

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Tinggi Sedang

Perc

ent

49

setiap proses mulai dari perencanaan hingga kepada evaluasi dari program penanaman jarak pagar sendiri.

Keberhasilan Impelementasi Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Saptana dan Ashari (2007), keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan terjadi apabila ketiga tujuan dari pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Tiga tujuan dari pembangunan berkelanjutan adalah tujuan ekonomi, ekologi serta sosial. Dalam penelitian ini tujuan ekonomi dilihat dari peluang kerja dan peluang usaha yang muncul dari adanya program penanaman jarak pagar. Tujuan ekologi dilihat dari kepedulian program terhadap lingkungannya. Tujuan sosial dilihat dari partisipasi peserta program dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Dari hasil perhitungan untuk masing-masing indikator dari tujuan pembangunan berkelanjutan, maka keberhasilan dari implementasi pembangunan berkelanjutan dapat dihitung melalui skoring terhadap keempat variabel tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan tinggi, sedang dan rendah, seperti pada Tabel 13.

Tabel 13 menunjukkan sebaran peserta program berdasarkan keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan program CSR di Desa Lulut, yaitu program penanaman jarak pagar. Sebanyak 84.62 persen peserta program menunjukkan adanya tingkat keberhasilan pembangunan berkelanjutan pada program dengan tingkatan yang sedang. Sebanyak 15.38 persen peserta program menunjukkan adanya tingkat keberhasilan pembangunan berkelanjutan pada program dengan tingkatan yang tinggi. Persentase sebaran dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat keberhasilan

implementasi pembangunan berkelanjutan program CSR di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Keberhasilan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan Ʃ %

1 Tinggi 4 15.38

2 Sedang 22 84.62

Total 26 100.00 Berdasarkan Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan pada program CSR penanaman jarak pagar menurut peserta program berada pada kategori yang cenderung sedang. Peserta program cenderung belum memiliki partisipasi yang tinggi pada program. Program ini juga belum dapat memberikan peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Akibatnya program penanaman jarak memiliki tingkat keberhasilan implementasi yang sedang,

50

walaupun program ini memberikan peluang kerja yang tinggi serta memiliki kepedulian terhadap lingkungan yang tinggi.

Gambar 11 Persentase responden berdasarkan tingkat keberhasilan implementasi

pembangunan berkelanjutan program CSR di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

Menanggapi hal tersebut, maka sebaiknya pihak perusahaan lebih melibatkan kembali para peserta program dalam setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan dan juga evaluasi program penanaman jarak pagar. Pihak perusahaan juga dapat membantu masyarakat dalam memulai usaha yang berkaitan dengan program penanaman jarak pagar sehingga adanya program jarak pagar ini juga membantu masyarakat yang lain untuk membuka usaha sendiri.

Ikhtisar

Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masyarakat sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi selanjutnya untuk memenuhi kebutuhannya di masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga tujuan pencapaiannya yaitu tujuan ekonomi, ekologi dan sosial.Dalam penelitian ini keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dalam program penanaman jarak pagar, diukur melalui tiga tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan ekonomi dilihat melalui peluang usaha dan peluang kerja yang muncul akibat adanya program penanaman jarak pagar. Tujuan ekologi dilihat melalui kepedulian program terhadap lingkungannya. Tujuan sosial dilihat melalui partisipasi peserta program dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program.

Peluang usaha yang muncul akibat adanya program cenderung berada pada kategori rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya peraturan dari pihak ITP yang tidak mengizinkan sembarang orang untuk masuk ke area perkebunan sehingga masyarakat tidak dapat membuka usaha di areal penanaman jarak pagar. Selain itu peserta program juga tidak menyadari dan mengetahui adanya sebuah warung yang muncul

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Tinggi Sedang

Perc

ent

51

akibat dari program penanaman jarak pagar. Peluang kerja yang muncul akibat adanya program cenderung berada pada kategori yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh terserapnya banyak pengangguran pada pekerjaan ini. Kepedulian program terhadap lingkungan berada pada kategori tinggi karena penanaman jarak pagar disesuaikan dengan aturan yang ada sehingga cenderung menjaga kondisi lingkungan. Program ini juga merupakan program penghijauan serta program yang berupaya untuk mengurangi emisi gas karbon dengan adanya bio-fuel hasil dari olahan minyak jarak. Partisipasi peserta dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program berada pada kategori sedang karena partisipasi sudah dilakukan oleh peserta program namun kurang maksimal. Partisipasi tinggi hanya dilakukan oleh para mandor saja.

Dari keempat variabel pendukung pembangunan berkelanjutan, jika disimpulkan berdasarkan persentase peserta program terhadap tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan, dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan berada pada tingkatan yang sedang. Hal ini dipengaruhi karena partisipasi peserta program pada program penanaman jarak yang masih berada pada tingkatan sedang serta program penanaman jarak yang belum bisa membantu masyarakat memunculkan usaha baru.

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN DAMPAK PERUSAHAAN

Dalam bagian ini akan dibahas mengenai dampak perusahaan yang diteliti dalam penelitian. Dampak perusahaan merupakan dampak yang diterima oleh masyarakat dari aktivitas perusahaan. Dampak perusahaan akan ditelaah melalui dua sisi yaitu dampak lingkungan dan dampak sosial. Setelah itu akan dilihat juga keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan terhadap penganggulangan dampak tersebut.

Dampak Perusahaan

Setiap perusahaan tentunya akan memberikan dampak kepada lingkungan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan tersebut bisa lingkungan alam maupun lingkungan sosial perusahaan, yaitu masyarakat lingkar perusahaan. Dampak yang diberikan juga bisa berupa dampak yang positif maupun dampak yang negatif. Dalam penelitian kali ini, dampak yang diberikan oleh perusahaan dilihat dari dua sisi yaitu dampak lingkungan alam serta dampak lingkungan sosial (dampak sosial). Dampak yang diteliti juga merupakan dampak negatif yang diberikan oleh perusahaan. Dampak Lingkungan Dampak lingkungan dalam penelitian ini merupakan dampak negatif yang diberikan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam yang ada di sekitar perusahaan. Sebagai perusahaan semen, PT ITP memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pencemaran udara. Pencemaran udara dihasilkan melalui adanya aktivitas penambangan batuan bahan baku semen yang menghasilkan debu. Pencemaran udara juga dihasilkan melalui asap yang berasal dari pabrik pengolahan batu tersebut untuk menjadi semen. Dampak lingkungan diteliti dengan menggunakan persepsi petani peserta program penanaman jarak pagar terhadap lingkungan dilihat dari pencemaran udara yang ditimbulkan oleh PT ITP. Responden diberikan tiga pernyataan terkait pencemaran udara tersebut. Pernyataan tersebut dijawab dengan jawaban tertutup ya dan tidak yang kemudian diakumulasikan dengan indeks skala ordinal. Jumlah dan persentasi jumlah penduduk berdasarkan persepsi mengenai pencemaran udara di Desa Lulut disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 memaparkan sebaran responden berdasarkan persepsi terhadap lingkungan. Sebanyak 26.9 persen responden memiliki persepsi yang positif terhadap pencemaran udara. Sebanyak 23.1 persen responden memiliki persepsi yang netral terhadap pencemaran udara. Sebanyak 50 persen responden memiliki persepsi negatif terhadap pencemaran udara. Persentase sebaran responden berdasarkan persepsi terhadap lingkungan secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 12.

54

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi mengenai lingkungan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Persepsi Mengenai Lingkungan ∑ %

1 Positif 7 26.9

2 Netral 6 23.1

3 Negatif 13 50.0

Total 26 100.0

Gambar 12.Persentase responden berdasarkan persepsi mengenai lingkungan di

Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012 Dari hasil penelitian, persepsi petani jarak pagar mengenai lingkungan cenderung berada pada tingkatan yang negatif. Para petani jarak ini umumnya tinggal di Kampung Sigedong, dekat daerah penanaman jarak pagar, sehingga mengetahui dengan benar kondisi udara yang ada di daerah tersebut. Menurut para petani, debu yang muncul di sekitar kebun jarak cenderung tebal, terutama pada musim kemarau. Debu tersebut didapat dari tempat pengambilan materi semen, yang tidak jauh dari tempat mereka berkebun. Debu juga muncul dari batuan yang ada di jalan menuju tempat penanaman jarak pagar. Banyaknya debu terlihat dari daun jarak yang umumnya tertutup dengan debu. Dampak Sosial Dampak sosial dalam penelitian ini merupakan dampak negatif yang diberikan oleh perusahaan terhadap lingkungan sosial yaitu masyarakat yang ada di sekitar perusahaan. Sebagai perusahaan semen, PT ITP memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap masyarakat terutama dalam program penanaman jarak pagar ini. Lahan program penanaman jarak pagar ini diketahui sebelumnya digunakan masyarakat untuk berkebun sebagai mata pencaharian utama

0

10

20

30

40

50

60

Positif Netral Negatif

55

penduduk. Namun akhirnya lahan tersebut dialihfungsikan menjadi daerah tambang serta menjadi lahan program penanaman jarak pagar. Aktivitas ini tentunya dapat memberikan dampak negatif pada masyarakat. Dampak sosial ini diteliti melalui tingkat keresahan sosial yang ada dalam masyarakat. Keresahan sosial merupakan segala bentuk protes baik secara terbuka maupun tertutup oleh masyarakat terhadap perusahaan. Dalam hal ini masyarakat dilihat melalui para petani program penanaman jarak pagar. Responden diberikan empat pernyataan terkait keresahan sosial tersebut. Pernyataan tersebut dijawab dengan jawaban tertutup ya dan tidak yang kemudian diakumulasikan dengan indeks skala ordinal. Jumlah dan persentasi jumlah penduduk berdasarkan tingkat keresahan sosial di Desa Lulut disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 memaparkan sebaran responden berdasarkan tingkat keresahan sosial. Sebanyak 11.5 persen responden menjawab tingkat keresahan sosial pada kategori tinggi. Sebanyak 26.9 persen responden menjawab tingkat keresahan sosial pada kategori sedang. Sebanyak 61.5 persen responden menjawab tingkat keresahan sosial pada kategori rendah. Persentase sebaran responden berdasarkan tingkat keresahan sosial secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 13. Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan keresahan sosial di

Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Keresahan Sosial Σ %

1 Tinggi 3 11.5

2 Sedang 7 26.9

3 Rendah 16 61.5

Total 26 100.0

Berdasarkan hasil penelitian tingkat keresahan sosial yang ada di Desa Lulut berada pada kategori yang cenderung rendah. Hal ini disebabkan bukan karena adanya program penanaman jarak, namun karena pihak PT ITP telah memberikan dana kompensasi yang dirasa sudah cukup bagi warga. Selain itu PT ITP juga telah memberikan kesempatan warga untuk menanam di sela tanaman jarak. Walaupun demikian, kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan warga oleh karena hasil panen yang tidak dapat maksimal akibat adanya penanaman jarak tersebut. Namun tetap saja masih ada pro dan kontra terhadap pihak ITP sehingga tetap ada juga kategori tinggi untuk tingkat keresahan sosial ini. Sebagian masyarakat juga tetap membicarakan keburukan dari perusahaan, terutama untuk mereka yang memang merasa telah dibohongi oleh perusahaan.

56

Gambar 13 Persentase responden berdasarkan keresahan sosial di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

Hubungan Pembangunan Berkelanjutan dan Dampak Lingkungan Berdasarkan International Financial Corporation (2006) dalam Nasdian (2012), sebuah perusahaan dengan program pembangunan berkelanjutan sebagai seharusnya dapat mengurangi dampak yang diberikan oleh perusahaan. Dampak yang dapat dikurangi adalah dampak lingkungan dan juga dampak sosial. Program pembangunan berkelanjutan dari PT ITP merupakan program penanaman jarak pagar yang merupakan program yang memiliki keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan yang tinggi. Namun sayangnya program tersebut tidak dapat mengurangi dampak lingkungan perusahaan. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 15 berikut. Tabel 16 Persentase keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan

terhadap persepsi terhadap lingkungan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Keberhasilan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan

Persepsi terhadap Lingkungan

Positif Netral Negatif

1 Tinggi 3.85 3.85 11.54

2 Sedang 23.08 19.23 38.46

3 Rendah 0.00 0.00 0.00

Tabel 16 menggambarkan persentase dari keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dari program penanaman jarak pagar terhadap persepsi terhadap lingkungan sebagai dampak lingkungan dari perusahaan. Persentase terbesar terdapat pada baris tingkat keberhasilan implementasi

0

10

20

30

40

50

60

70

Tinggi Sedang Rendah

57

pembagungan berkelanjutan berkategori sedang dengan kolom persepsi terhadap lingkungan berkategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara kedua hal tersebut. Tabel 16 menunjukkan bahwa dengan keberhasilan pembangunan berkelanjutan yang sedang maka persepsi terhadap lingkungan negatif. Padahal seharusnya dengan keberhasilan pembangunan berkelanjutan yang sedang, persepsi terhadap pencemaran udara memiliki kategori yang lebih positif. Ketidakadanya hubungan ini disebabkan oleh kurang pekanya program pembangunan berkelanjutan terhadap dampak lingkungan yang diberikan perusahaan. Program penanaman jarak pagar merupakan program penghijauan yang dilakukan perusahaan dalam rangka untuk swasembada bahan bakar dan juga sekaligus program yang mendukung usaha pemerintah pada Orde Baru tanpa memikirkan manfaat program tersebut terhadap lingkungan terutama terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan. Akibatnya walaupun implementasi pembangunan berkelanjutan dalam program penanaman jarak dikategorikan tinggi, namun persepsi terhadap pencemaran udara tetap rendah karena sebenarnya material pencemaran udara yang diberikan oleh perusahaan adalah debu, yang notabene kurang dapat atau bahka tidak dapat dikurangi oleh tanaman jarak pagar. Namun sebenarnya, jika ditelaah lebih jauh lagi, program penanaman jarak pagar ini sebenarnya bertujuan untuk mengurangi emisi gas karbon di udara hasil dari proses operasional dari PT ITP dengan adanya bio-fuel. Akibat produktivitas tanaman jarak yang cenderung menurun, maka bio-fuel tidak dapat dihasilkan sehingga tidak dapat mengurangi pencemaran udara. Maka dari itu, sebaiknya program yang diberikan oleh PT ITP disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan sekitar sehingga menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Hubungan Pembangunan Berkelanjutan dan Dampak Sosial

Berdasarkan International Financial Corporation (2006) dalam Nasdian (2012), sebuah perusahaan dengan program pembangunan berkelanjutan sebagai seharusnya juga dapat mengurangi dampak sosial yang diberikan oleh perusahaan. Program pembangunan berkelanjutan dari PT ITP merupakan program penanaman jarak pagar yang merupakan program yang memiliki keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan yang tinggi. Program tersebut ternyata juga dapat mengurangi dampak sosial perusahaan. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 berikut. Tabel 17 menggambarkan persentase keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dari program penanaman jarak pagar terhadap keresahan sosial sebagai dampak sosial dari perusahaan. Persentase terbesar terdapat pada keberhasilan mplementasi pembangunan berkelanjutan di baris sedang dan persepsi terhadap pencemaran udara di kolom rendah. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara dua hal tersebut. Hubungan ini menggambarkan bahwa dengan keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan yang sedang maka tingkat keresahan sosial yang ada di Desa Lulut menjadi rendah.

58

Tabel 17 Persentase keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan terhadap tingkat keresahan sosial di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Keberhasilan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan

Tingkat Keresahan Sosial Tinggi Sedang Rendah

1 Tinggi 3,85 7,69 7,69 2 Sedang 7,69 19,23 53,85 3 Rendah 0,00 0,00 0,00

Hubungan ini juga diperkuat dengan beberapa argumentasi. Pertama, pemberian dana kompensasi oleh PT ITP dirasa masyarakat sudah cukup untuk mengganti lahan mereka. Lagipula PT ITP juga memperbolehkan masyarakat untuk juga menanam di sela tanaman jarak pagar sehingga masyarakat juga masih dapat memiliki hasil panen untuk dijual. Kedua, dengan adanya penanaman jarak pagar, para petani yang dulunya bertani, kini dapat bekerja sebagai buruh di kebun jarak. Walaupun dengan upah yang minim, pekerjaan tersebut dirasa sudah cukup daripada hanya menganggur di rumah. Selain itu, masyarakat juga menunjukkan partisipasinya dalam kegiatan yang dilakukan oleh PT ITP. Jika ada pembangunan yang dilakukan oleh PT ITP, masyarakat cenderung mengikuti aktivitasnya. Kegiatan bakti sosial yang dilakukan oleh PT ITP juga diikuti oleh masyarakat. Walaupun demikian ada pula masyarakat yang kurang suka dengan pihak perusahaan namun mereka juga tetap ikut dengan kegiatan PT ITP.

Ikhtisar

Setiap perusahaan tentunya akan memberikan dampak bagi lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial. Begitu juga dengan PT ITP. Sebagai perusahaan semen, PT ITP memberikan dampak bagi lingkungan alamnya yaitu pencemaran udara dari debu dan asap pabrik yang ditimbulkan. Berdasarkan persepsi responden, pencemaran udara yang ditimbulkan cenderung berada pada kategori rendah. Daerah perkebunan jarak pagar merupakan daerah yang dekat dengan tambang sehingga pada musim kemarau ketebalan debu cenderung sangat tinggi. Hal tersebut dapat juga dilihat dari debu yang menempel di daun jarak. Untuk dampak sosial, dilihat keresahan sosial yang ada, yaitu segala bentuk protes baik secara langsung maupun tidak langsung dari masyarakat. Berdasarkan pendapat responden, tingkat keresahan sosial di Desa Lulut tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh pemberian dana kompensasi yang dirasa cukup oleh masyarakat atar alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan tambang PT ITP. Berdasarkan International Finance Corporation (2006) dalam Nasdian (2012), sebuah perusahaan dengan program pembangunan berkelanjutan sebagai seharusnya dapat mengurangi dampak yang diberikan oleh perusahaan. Dampak yang dapat dikurangi adalah dampak lingkungan dan juga dampak sosial. Ternyata keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan belum dapat menguragi dampak lingkungan. Hal itu disebabkan oleh kurang pekanya program dengan dampak lingkungan perusahaan serta kurang berhasilnya program dalam penyediaan bahan bakar yang ramah lingkungan. Namun untuk dampak sosial,

59

program penanaman jarak pagar sudah dapat mengurangi keresahan sosial yang ada di Desa Lulut. Hal ini didukung dengan adanya dana kompensasi yang diberikan oleh pihak perusahaan serta peluang kerja yang diberikan bagi mereka yang sudah tidak dapat bertani di lahan penanaman jarak pagar dan juga kepada siapa pun yang menganggur.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Berdasarkan hasil deskripsi profil desa, profil program corporate social responsibility, analisis impementasi pembangunan berkelanjutan, analisis pembangunan berkelanutan dan hubungannya dengan dampak perusahaan, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Program penanaman jarak pagar ini belum sepenuhnya sesuai dengan konsep the triple bottom line. Hal ini disebabkan oleh program ini belum dapat memberikan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan. Buah jarak yang dihasilkan kurang maksimal sehingga biji yang dihasilkan juga kurang dan tidak dapat menghasilkan minyak jarak yang sesuai dengan kebutuhan operasional dari PT ITP sendiri.

2. Program penanaman jarak pagar memiliki implementasi pembangunan berkelanjutan yang sedang. Hal itu ditunjukkan dari hasil analisis tujuan ekonomi, ekologi dan sosial. Tujuan ekonomi diukur melalui peluang usaha dan peluang kerja dari program tersebut. Peluang usaha yang muncul cenderung rendah dengan persentase sebesar 76.9 persen sedangkan peluang kerja yang muncul cenderung tinggi dengan persentase 92.3 persen. Tujuan ekologi diukur melalui bentuk kepedulian program terhadap lingkungan. Hasilnya menunjukkan bahwa kepedulian program terhadap lingkungan cenderung tinggi dengan persentase sebesar 69.2 persen. Tujuan sosial diukur melalui tingkat partisipasi peserta dalam program. Hasilnya menunjukkan bahwa partisipasi peserta dalam program cenderung sedang dengan persentasi sebesar 81.5 persen. Dari keempat hasil tersebut, jika dikompositkan menggunakan tabulasi silang maka akan menghasilkan tingkat implementasi pembangunan berkelanjutan yang sedang dengan skor sebesar 84.62.

3. Implementasi program pembangunan berkelanjutan belum dapat menanggulangi dampak lingkungan yang dihasilkan oleh PT ITP. Hal ini ditunjukkan dari persepsi terhadap pencemaran udara yang masih tetap tinggi di Desa Lulut.

4. Implementasi program pembangunan berkelanjutan sudah dapat menaggulangi dampak sosial yang dihasilkan dari PT ITP. Hal ini ditunjukkan dari tingkat keresahan sosial yang rendah di Desa Lulut setelah adanya program penanaman jarak pagar ini.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut :

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembangunan berkelanjutan pada program penanaman jarak pagar di Desa Lulut

2. Sebaiknya peserta program lebih aktif dilibatkan dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program penanaman jarak pagar

62

3. Perusahan sebaiknya meninjau lagi efektifitas penanaman jarak pagar pada lahan miring dan berbatu agar produktivitas dari tanaman tersebut dapat diketahui dan tidak merugikan perusahaan

4. Sebaiknya perusahaan meninjau kembali program CSR dalam bidang pembangunan berkelanjutan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak

DAFTAR PUSTAKA

Ambadar J. 2008. Coporate Social Responsibility (CSR) dalam Praktik di Indonesia. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

[BPS] Badan Pusat Statisik. 2007. Hasil listing sensus ekonomi (SE06) jumlah perusahaan/usaha meningkat 3.32% per tahun. [Internet] [diunduh tanggal 2012 April 26]; http://www.bps.go.id/index.php?news=526

_________. 2009. Data jumlah perusahaan menurut subsektor. [Internet] [diunduh tanggal 2012 Mei 20]; http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=09&notab=2

Data monografi Desa Lulut. 2009. Eliyanora dan Zahara. 2011. Menggagas corporate social responsibility (CSR)

sebagai salah satu mata rantai pembangunan Indonesia. Akuntabilitas [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]; http://journal.aktfebuinjkt.ac.id/?pge_id=213

Ghiga O dan Ghiga C. 2006. Corporate social responsibility and sustainable development. Romanian Economic Journal [Internet]. 21:23 [diunduh 2012 Maret 16]; 9(21):57-64. http://www.rejournal.eu/Portals/0/Arhiva/21.pdf

Iqbal M dan Sudaryanto T. 2008. Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dalam perspektif kebijakan pembangunan pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian [Internet]. 13:35 [diunduh 2012 Maret 23] 6(2):155-173. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind.pdffiles/ART6-2d.pdf

Ismelina M. 2009. Pengintegrasian perspektif ekonomi dan ekologi dalam pembangunan. Ekonomi Lingkungan [Internet]. 13:40 [diunduh 2012 Maret 23]; 13(1):1-14. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13109113.pdf

Jalal. 2010. Pembangunan berkelanjutan dan CSR untuk kelompok masyarakat rentan (vulnerable groups). Disampaikan pada pelatihan pengembangan masyarakat. Bogor (ID): Lingkar Studi CSR. 23-24 November 2010.

Kecamatan Klapanunggal dalam angka. 2000. ___________. 2010. Moratis L dan Cochius T. 2011. ISO 26000 The Business Guide To The New

Standard On Social Responsibility. United Kingdom (UK): Greenleaf publishing limited.

Nasdian FT. 2012. Isu-isu, karakteristik, dan perkembangan corporate social responsibility (CSR). Bahan ajar matakuliah pengembangan masyarakat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [tidak diterbitkan]

Okafor EE, Hassan AR, Doyin-Hassan A. 2008. Environmental issues and corporate social responsibility: the Nigeria experience. Human Ecology [Internet]. 16:10 [diunduh tanggal 2012 Maret 4]; 23(2):101-107. http://www.krepublishers.com/02-Journals/JHE/JHE-23-0-000-000-2008-Web/JHE-23-2-000-000-2008-Abst-PDF/JHE-23-2-101-08-1747-Okafor-E-E/JHE-23-2-101-08-1747-Okafor-E-E-Tt.pdf

Potensi Desa Lulut. 2003 ___________. 2008.

64

___________. 2010. Rahman R. 2009. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan.

Jakarta (ID): PT Buku Kita. Samosir PS. 2011. Analisis kebijakan corporate social responsibility berkelanjutan

pada industri otomotif di Indomobil Group. [disertasi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saptana dan Ashari. 2007. Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha. Litbang Pertanian [Internet]. 11:08 [diunduh 2012 Maret 29]; 26(4):123-130. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3264071.pdf

Singarimbun M dan Sofian E. 1989. (editor). Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES.

Sitepu YS. 2008. Pelaksanaan corporate social responsibility (CSR) di Indonesia. Perspektif [Internet]. 11:30 [diunduh tanggal 2012 Maret 23]; 1(1):28-40. https://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/11082840.pdf

Solihin I. 2009. Corporate Social Responsibility: From Charity To Sustainability. Jakarta (ID): Penerbit Jakarta Empat.

Sukada S et al. 2007. CSR For Better Life: Indonesian Context, Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Memahami Konsep & Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jakarta (ID): Indonesian Business Links.

Susiloadi P. 2008. Implementasi corporate social responsibility untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Spirit Publik [Internet]. 21:37 [diunduh tanggal 2012 Maret 16]; 4(2):123-130. http://bem.fisip.uns.ac.id/publikasi/sp4_2_priyanto.pdf

Lampiran 1. Peta Lokasi

66

Lampiran 2. Daftar Peserta Program

No. Nama JenisKelamin RT/RW 1 MAI L 04/08 2 JNI L 04/08 3 ASP L 04/08 4 DHW L 04/08 5 AMD L 03/04 6 ABS L 05/05 7 NDN L 05/07 8 MTN L 05/05 9 EDG L 06/08

10 IRW L 04/08 11 SPR L 04/08 12 JJI L 04/08 13 APD L 04/08 14 SKR L 04/08 15 AWG L 03/07 16 HHN L 06/08 17 SBR L 04/08 18 SMS L 05/05 19 AMR L 05/07 20 HCC L 03/07 21 SHD L 02/07 22 DDG L 05/08 23 OHM L 04/07 24 ABN L 05/08 25 ARM P 05/05 26 MSR P 05/05

67

Lampiran 3. Kuesioner

KUESIONER Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam

Pembangunan Berkelanjutan

Karateristik Responden 1 Nama Responden 2 Jenis Kelamin 3 Usia

4 Alamat Responden Kampung : RT : RW:

5 Tingkat Pendidikan

a. Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD b. Lulus SD c. Lulus SMP d. Lulus SMA e. Kuliah Tapi Tidak Tamat f. Sarjana/Pascasarjana

6 Lama Tinggal di Desa

a. Kurang dari 1 tahun b. 1- 5 tahun c. 5 - 10 tahun d. Lebih dari 10 tahun

7 Mata Pencaharian a. Pertanian (berhenti di sini) b. Bukan Pertanian (lanjut ke pertanyaan selanjutnya)

8 Pekerjaan Sekarang

a. Pengusaha b. Jasa c. Pendidik d. Lainnya .......

Tingkat Peluang Kerja No Pernyataan Ya Tidak 9 Pekerja kebun jarak berasal dari desa 10 Pekerja kebun jarak tidak berasal dari luar desa 11 Lowongan bekerja di kebun jarak diinformasikan secara luas 12 Semua warga desa berhak menjadi pekerja di kebun jarak 13 Pekerja di kebun jarak adalah kaum pria dan wanita

68

No Pernyataan Ya Tidak 14 Keberadaan kebun jarak mengurangi pengangguran yang ada

di desa

15 Perkebunan jarak membuka lowongan pekerjaan setiap saat 16 Perkebunan jarak menetapkan syarat tertentu untuk menjadi

pekerja

Tingkat Peluang Usaha No Pernyataan Ya Tidak 17 Muncul pedagang asongan setelah adanya program

penanaman jarak

18 Muncul toko-toko kelontong setelah adanya program penanaman jarak

19 Muncul pedangang makanan setelah adanya program penanaman jarak

20 Muncul toko pertanian setelah adanya program penanaman jarak

21 Muncul KUD setelah adanya program penanaman jarak Tingkat Kepedulian terhadap Lingkungan No Pernyataan Ya Tidak 22 Penanaman pohon jarak menggunakan sistem pertanian

tumpang sari

23 Jarak tanam antar pohon ialah 40x40 24 Penyiangan pohon jarak dilakukan setiap 1 bulan sekali 25 Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik 26 Pestisida yang digunakan adalah pestisida organik 27 Biji jarak diolah menjadi minyak jarak 28 Minyak jarak diolah menjadi biofuel 29 Bungkil jarak dimanfaatkan sebagai pupuk Tingkat Partisipasi

No Pernyataan Ya Tidak 30 Saya mengetahui tentang rencana program penanaman jarak PT

ITP

31 Saya diikutsertakan oleh pihak PT ITP dalam perencanaan program

32 Saya mengetahui tentang pelaksanaan program penanaman jarak

69

PT ITP 33 Saya ikut terlibat dalam pelaksanaan program penanaman jarak

ini

34 Saya mengetahui tentang evaluasi program penanaman jarak 35 Saya diikutsertakan oleh perusahaan dalam evaluasi program

penanaman jarak

36 Saya dimintai pendapat/saran dalam perencanaan program 37 Saya dapat memberi saran dalam perencanaan program, tetapi

keputusan tetap berada di tangan pihak PT ITP

38 Saya diberitahu informasi-informasi tentang apa yang dilakukan dalam pelaksanaan program penanaman jarak

39 Saya dimintai pendapat/saran tentang bagaimana pelaksanaan program penanaman jarak

40 Saya diberitahu informasi, hak dan kewajiban dalam proses evaluasi program penanaman PT ITP

41 Saya dimintai pendapat atau saran seputar proses evaluasi program

42 Saya bisa memberi saran evaluasi program, namun pengambilan keputusan ada pada perusahaan

43 Saya bisa bernegosiasi dan bersama-sama mengatur perencanaan dengan pihak PT ITP

44 Dalam proses perencanaan tersebut, peserta program mendominasinya

45 Peserta program diberi kewenangan dan kebebasan mengatur perencanaan program penanaman jarak

46 Peserta program selanjutnya dapat bernegosiasi dan bersama-sama mengatur pelaksanaan program penanaman jarak dengan pihak PT ITP

47 Peserta program mendominasi keputusan pelaksanaan program terhadap pihak perusahaan

48 Peserta program penanaman jarak diberi kewenangan dan kebebasan dalam melaksanakan program tersebut

49 Sementara proses evaluasi dilaksanakan bersama-sama oleh peserta program dan perusahaan

50 Dalam evaluasi tersebut, para peserta program mendominasi suara dan keputusan-keputusannya

51 Peserta program diberikan kewenangan besar dan kebebasan dalam mengatur evaluasi program penanaman jarak tersebut

70

Persepsi mengenai Tingkat Pencemaran Udara No Pernyataan Ya Tidak 52 Pohon jarak dapat mengurangi polusi udara 53 Polusi udara berkurang setelah adanya pohon jarak

54 Udara menjadi segar setelah adanya pohon jarak Tingkat Keresahan Sosial No Pernyataan Ya Tidak 53 Akibat adanya program penanaman jarak, intensitas protes

warga terhadap perusahaan berkurang

54 Akibat adanya program penanaman jarak, warga membicarakan hal buruk tentang perusahaan

55 Akibat adanya program penanaman jarak, masyarakat tidak mendukung aktivitas perusahaan di desa

56 Akibat adanya program penanaman jarak, masyarakat tidak ikut serta dalam aktivitas perusahaan di desa

71

Lampiran 4. Panduan wawancara mendalam

PEDOMAN WAWANCARA MENALAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DEPARTMENT Informan : Pihak PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

Hari/Tanggal Wawancara : Lokasi Wawancara : Nama dan Umur Informan : Jabatan :

1. Bagaimana sejarah PT ITP mulai melaksanakan CSR? Kapan mulai mengimpelementasikan CSR?

2. Berasal dari manakah dana untuk melaksanakan CSR? Berapa persen ana yang dialokasikan? Apakah setiap tahunnya sama ataukah tidak? Mengapa? Bagaimana mekanisme persetujuan dilaksanakan CSR oleh perusahaan?

3. Bagaimana mekanisme survey dalam melaksanakan CSR di suatu tempat? Berapa lama? Dibantu dengan siapa?

4. Cara apa saja yang biasa digunakan dalam mencari kebutuhan masyarakat? Kendala apa saja yang dialami saat hendak melaksanakan CSR di suatu tempat?

5. Program apa saja yang pernah dilakukan oleh perusahaan? Kapan? Apa namanya? Apa saja bentuk programnya? Dimana dan siapa sasarannya?

6. Sektor apa saja yang menjadi prioritas atau sering dilakukan perusahaan dalam menjalankan CSR? Mengapa?

7. Apakah ada pihak yang membantu/bermitra dalam pelaksanaan CSR? Siapa dan mengapa?

8. Apakah masyarakat dilibatkan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan CSR? Sampai sejauh mana? Mengapa?

9. Bagaimana mekanisme monitoring dan evaluasi program CSR yang pernah dilaksanakan? Apakah hasil evaluasi dijadikan masukan untuk program berikutnya?

10. Terkait dengan program sustainable development, mengapa CSR PT ITP membuat program demikian?

11. Apa dampak yang dirasakan setelah adanya program tersebut? Mengapa?

72

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM Informan : Petani Peserta Program Penanaman Jarak Pagar

Hari/Tanggal Wawancara : Lokasi Wawancara : Nama dan Umur Informan : Jabatan :

1. Kapan pertama kali dilakukan sosialisasi penanaman jarak pagar? Bagaimana caranya?

2. Mengapa dilakukan penanaman jarak pagar? 3. Mengapa Bapak/Ibu mau ikut kegiatan ini? Sejak kapan bergabung? 4. Pada tahap perencanaan, apakah melibatkan masyarakat setempat? Jika tidak,

mengapa? 5. Bagaimana tahap implementasi penanaman jarak pagar? 6. Bagaimana tahap evaluasi penanaman jarak pagar? 7. Bagaimana pandangan petani jarak pagar terhadap PT ITP? 8. Bagaimana caranya agar dapat ikut menanam jarak pagar? 9. Apakah ada supervisi dari pihak CSR PT ITP terhadap penanaman jarak

pagar? 10. Apakah keberadaan jarak pagar sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa

Lulut? 11. Apakah dampak penanaman jarak pagar bagi masyarakat Desa Lulut? 12. Apa harapan Bapak/Ibu dari kegiatan penanaman jarak pagar? 13. Bagaimana kontribusi dan dukungan pemerintah desa terhadap kegiatan ini?

73

Lampiran 5. Dokumentasi

Gambar 1 Buah jarak pagar Gambar 2 Biji jarak yang sudah kering Gambar 3 Mesin pemecah buah jarak Gambar 4 Pohon jarak pagar Gambar 5 Minyak hasil buah jarak Gambar 6 Penanaman secara tumpang sari

74

Gambar 7 Kebun jarak pagar Gambar 8 Persemaian jarak pagar

75

Lampiran 6. Makalah

PROGRAM PENANAMAN JARAK PAGAR OLEH PT ITP

PT ITP ada di Desa Lulut sejak tahun 1973, namun penanaman jarak mulai dilakukan pada tahun 2007 sebagai program penghijauan yang dilakukan oleh PT ITP. Program penanaman jarak oleh PT ITP di lakukan di beberapa desa seperti Desa Lulut, Desa Leuwi Karet dan Desa Tegal Panjang. Desa Lulut yang dijadikan tempat penanaman jarak karena desa ini merupakan desa ring satu untuk PT ITP. Selain itu Lulut menjadi pusat konsentrasi penanaman jarak karena memiliki lahan yang luas dan tanah yang cukup baik. Tujuan awal program ini merupakan penghijauan kembali lahan bekas tambang serta usaha keikutsertaan PT ITP dengan program pemerintah yaitu penanaman jarak.

Lahan penanaman jarak ini sebenarnya adalah Gunung Cise’eng yang ditambang oleh PT ITP. Kemudian lahan bekas tambang ini dijadikan sebagai perkebunan jarak. Sebelum adanya penanaman jarak, tanah tersebut ditanami secara tumpang sari oleh warga. Kemudian dengan adanya program tersebut, masyarakat disosialisasikan dan diberi pengarahan selama dua minggu untuk pengosongan lahan. Sebagai gantinya, masyarakat diberikan kebijaksanaan berupa uang. Pada saat itu, kepala desa juga berpesan kepada pihak perusahaan bahwa apabila tanah ingin diambil, maka setiap orang yang bercocok tanam di tanah perusahaan tersebut tidak boleh diganggu. Hingga pada akhirnya pekerja yang ada di kebun jarak diambil dari lingkungan Desa Lulut dan tidak memakai orang luar. Pekerja di kebun jarak Desa Lulut semuanya adalah bapak-bapak, namun untuk di Desa Tegal Panjang, ibu-ibu pun turut bekerja. Hal ini disebabkan oleh jenis tanah di Desa Lulut yang kurang cocok untuk diolah wanita. Saat sosialisasi pada warga bahwa tempat menanam jarak dapat juga ditanami dengan palawija, namun pada kenyataannya sekarang tidak bisa.

Proses penanaman jarak dilakukan oleh para pekerja mulai dari pembersihan lahan, pembuatan lubang, menanam jarak, perawatan serta pemanenan. Setelah itu kemudian buah jarak akan dijemur dan dibersihkan cangkangnya. Setelah dibersihkan, biji akan dipres dan menghasilkan minyak jarak. Selama ini sudah 16 drum yang dihasilkan oleh kebun jarak di Desa Lulut. Sisa cangkang pun masih bisa dimanfaatkan Menurut penelitian, cangkang jarak ini dapat dijadikan sebagai pupuk ataupun untuk pembakaran. Pada awalnya tanaman jarak ini diharapkan dapat menghasilkan dua kg buah per pohonnya selama 30 tahun. Namun ternyata hasil optimal pohon jarak ini hanya terjadi pada tahun pertama dan kedua saja. Setelahnya, hasil buah terus menurun. Tanaman jarak sudah tidak efektif karena tidak tahan dengan cuaca sehingga banyak yang mati. Untuk proses pemberian obat, biasanya

76

obat yang diberikan ialah bubur california, decis dan juga campuran daia dan sepin. Semua bahan-bahan dari pupuk, obat dan saprotan lainnya disediakan langsung oleh PT ITP dengan syarat pemberian proposal.

Upah yang diberikan pada pekerja berkisar antara Rp 140.000,00-Rp 200.000,00. Upah di kebun jarak juga tidak seberapa namun karena keterbatasan usaha maka pekerjaan tersebut tetap diambil. Sebenarnya, tanaman jarak sendiri kurang bermanfaat bagi masyarakat. Setelah adanya penanaman jarak, masyarakat menjadi bekerja serabutan. Padahal sebelumnya, pertanian merupakan komoditas utama Desa Lulut melalui hasil buah-buahan. Selain itu, adanya rasa memiliki tempat ini membuat para petani tetap bekerja di kebun jarak ini. Program jarak ini termasuk dapat mengurangi pengangguran, karena pekerjanya biasa berumur 50 tahun ke atas yang notabene sudah tidak dapat bekerja lagi di luar. Informasi mengenai pekerjaan ini didapat melalui mulut ke mulut. Siapa saja boleh menjadi pekerja asalkan masih sehat. Namun biasanya pekerja yang lebih bertanggung jawab adalah pekerja yang datang sendiri ke kebun ketika dibutuhkan pekerja. Evaluasi dengan pihak perusahaan dilakukan seminggu sekali untuk melaporkan apa saja yang telah dikerjakan dan yang belum serta menentukan apa saja yang akan dilakukan di minggu ke depan. Bentuk protes warga pernah terjadi ketika lapangan bola desa diganti untuk kebun jarak, namun warga telah diberikan kompensasi atas pergantian tersebut. Namun hal tersebut dapat diredam oleh koordinator desa.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26 Desember 1991. dari pasangan Bobby Wenas dan Budiarti Rahyanto. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAK Sang Timur Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk InstitutPertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga memiliki pengalaman sebagai Asisten Praktikum Matakuliah Dasar-Dasar Komunikasi (2011-2012) dan Matakuliah Psikologi Sosial (2012). Penulis juga pernah menjadi anggota dari Divisi Jurnalistik HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) pada tahun 2011. Untuk kegiatan kemahasiswaan, penulis aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen di Komisi Pelayanan Anak, khususnya untuk Panti Asuhan Bina Harapan.