63
ANALISIS POLISEMI VERBA “TORU” DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU TORUNO TAGIGO NO BUNSEKI SKRIPSI Skripsi ini di ajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian skripsi dalam bidang Ilmu Sastra Jepang OLEH: RANISSA DWI SUCI SITORUS 150722005 PROGRAM STUDI EKSTENSI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

ANALISIS POLISEMI VERBA “TORU” DALAM

KALIMAT BAHASA JEPANG

NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU “TORU”

NO TAGIGO NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini di ajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian skripsi

dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

OLEH:

RANISSA DWI SUCI SITORUS

150722005

PROGRAM STUDI EKSTENSI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

ANALISIS POLISEMI VERBA “TORU” DALAM

KALIMAT BAHASA JEPANG

NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU “TORU”

NO TAGIGO NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian

Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang.

Disusun Oleh :

RANISSA DWI SUCI SITORUS

NIM : 150722005

Pembimbing I Pembimbing II

Drs, Yuddi Adrian Muliadi, M.A Drs. Eman Kusdiyana,

M.Hum

NIP: 19600827 1991 03 1 001 NIP: 19600919 1988 03 1 001

PROGRAM STUDI EKSTENSI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Disetujui Oleh:

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Program Studi Sastra Jepang

Ketua Program Studi,

Prof. Hamzon Situmorang,MS.,Ph.D

NIP: 19580704 198412 1 001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT,

atas segala rahmat, hidayah, dan ridho-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat

selesai. Dan tak lupa pula shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW,

yang telah memberikan syafa‟at kepada seluruh umat manusia.

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Polisemi Verba “Toru” Dalam

Kalimat Bahasa Jepang ” ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan dalam

mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Program Studi Ekstensi Sastra

Jepang Universitas Sumatera Utara

Dalam pelaksanaan penyelesaian studi dan skripsi ini, penulis banyak

menerima bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari berbagai pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, MS.,Ph.D, selaku Ketua Program Studi

Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi. M.A, selaku Dosen Pembimbing I

yang telah demikian banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk

membimbing penulis, memberikan pengarahan dengan baik dalam hal

penyusunan skripsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

ii

4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang

telah demikian banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk

membimbing penulis, memberikan pengarahan dengan baik dalam hal

penyusunan skripsi.

5. Seluruh Bapak / Ibu dosen Program Studi Sastra Jepang yang telah

memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

6. Orangtua tercinta, Rahmaini Nasution dan Hasan Basri Sitorus yang selalu

mendoakan penulis, memberikan nasehat, dukungan dan material yang tak

terhingga sampai saat ini, yang tidak akan mampu penulis untuk membalas

kasih sayangnya sampai kapan pun juga. Kepada satu-satunya saudara,

Atika Afriani Sitorus (kakak) , kepada Mama, Rahmawati Nasution dan

Fadli Rachman.

7. Kepada Rekan-Rekan Kerja penulis terutama di PT. Bank Mandiri Kcp

Medan Maimun dan Kcp Medan Gatot Subroto khusus nya di Teller. Yang

telah membantu penulis, memberikan semangat, doa dan waktunya kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman terdekat Ferdian Lim dan Puti Novianti Aristia yang sangat

banyak membantu dan menolong penulis dalam mengerjakan skripsi ini

sampai selesai. Terima kasih banyak atas dukungan, doa dan bantuannya.

9. Seluruh teman-teman Ekstensi Sastra Jepang Stambuk 2015.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

iii

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat

kekurangan dan kesalahan, baik dalam susunan kalimatnya maupun proses

analisisnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak

demi perbaikan skripsi ini agar dapat menjadi skripsi yang lebih bermanfaat dan

lebih sempurna.

Akhir kata, penulis berharap semoga kiranya skripsi ini dapat berguna dan

memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya.

Medan, April 2018

Penulis

Ranissa Dwi Suci Sitorus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………….....................i

DAFTAR ISI……………………………………………………………..............iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………......................1

1.2 Perumusan Masalah.............................................................................7

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ……………………………..................8

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………………………………..9

1.4.1 Tinjauan Pustaka……………………………………………...9

1.4.2 Kerangka Teori………………………………………….......11

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………...15

1.5.1 Tujuan Penelitian………………………………………........15

1.5.2 Manfaat Penelitian…………………………………………..16

1.6 Metode Penelitian…………………………………………...............16

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA, POLISEMI DAN

TEORI TENTANG MAKNA VERBA “TORU”

2.1 Pengertian Semantik…………………………………………….......18

2.2 Tinjauan Terhadap Makna…………………………………………..20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

v

2.2.1 Pengertian Makna……………………………………….......20

2.2.2 Jenis-Jenis Makna…………………………………………...22

2.2.3 Relasi Makna…………………………………………..……28

2.2.4 Perubahan Makna Dalam Bahasa Jepang…………………..28

2.3 Pengertian Polisemi…………………………………………………29

2.4 Pengertian Verba…………………………………………................31

2.5 Makna Verba Toru…………………………………………………..36

BAB III ANALISIS POLISEMI VERBA “TORU” DALAM KALIMAT

BAHASA JEPANG

3.1 Makna Konteks Kalimat Polisemi Verba “Toru” Dalam Kalimat

Bahasa Jepang……………………………………….………………38

3.2 Analisis Perubahan Nuansa Makna Verba “Toru”………………….45

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan………………………………………………………….48

4,2 Saran…………………………………………………………….......49

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia saat

berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, manusia menggunakan bahasa.

Menurut Sutedi (2003:2) bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide,

pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Hubungan interaksi antar

manusia dapat berjalan denga lancar karena adanya peranan bahasa sebagai alat

komunikasi. Bahasa mempunyai keterkaitan dan keterikatan dalam kehidupan

manusia, Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada

seseorang baik secara lisan maupun tertulis, orang tersebut dapat menangkap apa

yang kita maksud.

Fungsi bahasa merupakan media untuk menyampaikan suatu makna

kepada orang lain baik lisan maupun tulisan. Sedangkan menurut Alwasilah

(1993:89) fungsi bahasa sebagai lem perekat dalam menyatukan keluarga,

masyarakat dan bangsa dalam kegiatan bersosialisasi. Tanpa bahasa, suatu

masyarakat tak dapat terbayangkan. Mempelajari bahasa bukan hanya sekedar

untuk berbicara, tapi kita juga harus menggunakan aspek-aspek bahasa dalamnya.

Oleh karena itu, untuk dapat menggunakan bahasa dengan baik dan dapat

dimengerti maksud dan tujuan dari informasi yang disampaikan kepada orang lain

kita harus memperhatikan kaidah-kaidah dalam berbahasa dan karakteristik

masing- masing bahasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

2

Ilmu yang membahas tentang bahasa adalah linguistik. Linguistik berasal

dari bahasa latin, lingua yang berarti „bahasa‟. Secara umum linguistik adalah

bahasa dasar dalam mempelajarin keahlian berbahasa. Menurut Martinet

(1987:19) didalam buku Chaer (2012:1) linguistik adalah ilmu tentang bahasa,

atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bahasa dapat dikaji

secara internal dan eksternal. Kajian internal adalah kajian yang hanya dilakukan

terhadap struktur intern bahasa tersebut, seperti struktur fonologisnya, struktur

morfologisnya, struktur sintaksis dan struktur semantiknya. Kajian internal ini

dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur yang ada dalam

disiplin linguistik. Sedangkan kajian eksternal adalah kajian yang dilakukan

terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada diluar bahasa yang berkaitan

dengan pemakaian bahasa itu oleh penuturnya didalam kelompok-kelompok

masyarakat. Kajian eksternal ini menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-

kaidah ya berkenaan dengan kegunaan bahsa tersebut dalam segala kegiatan

manusia, misalnya sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik,

neurolinguistik.

Seperti yang telah dijelaskan, dalam kajian internal di atas terdapat empat

bidang kajian atau cabang linguistik yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan

semantik. Fonologi (on-inron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang

lambang bunyi berdasarkan fungsinya. Morfologi (keitaron) adalah cabang

linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Sintaksis

(tougoron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-

unsur pembentukan kalimat. Dan yang terakhir adalah semantik (imiron).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

3

Dari keempat bidang kajian tersebut yang memiliki peranan yang penting

adalah Semantik (imiron). Menurut Chaer (1994:2) semantik adalah ilmu tentang

makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa

seperti fonologi, gramatikal, dan semantik. Fungsi dari analisis semantik adalah

untuk menentukan makna dari serangkaian instruksi yang terdapat dalam program

sumber. Karena, bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi tiada lain untuk

menyampaikan suatu makna. Didalam semantik terdapat ilmu yang membahas

tentang objek kajian bunyi (kata) yang memiliki makna lebih dari satu atau

Polisemi (tagigo).

Untuk dapat memahami bahasa Jepang, maka kita harus memahami

kosakata atau makna dari satu kata (Polisemi) tersebut. Menurut Yuriko didalam

buku Sudjianto (1981:3) menyebutkan bahwa tujuan akhir pengajaran bahasa

Jepang adalah agar para pembelajar dapat berkomunikasi dengan gagasan atau ide

dengan bahasa Jepang yang baik dengan secara lisan maupun tulisan salah satu

penunjangnya adalah penguasaan kosakata (goi). Sedangkan menurut, Sudjianto

(2007:97) kosakata (goi) merupakan aspek kebahasan yang harus diperhatikan

dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dengan bahasa Jepang

baik dalam ragam lisan maupun tulisan.

Tidak hanya itu, kita juga harus memahami berbagai verba yang terdapat

dalam bahasa Jepang. Verba didalam bahasa Jepang sangatla beragam, ada verba

yang termasuk kedalam polisemi (tagigo), ada juga yang termasuk ke dalam

homonim (dou-on-igigo). Untuk dapat memahami keduanya maka perlu dibuat

batasan yang jelas. Menurut Kunihiro (1996:97) dalam buku Sutedi (2003:145),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

4

memberikan batasan tentang kedua istilah tersebut, yaitu polisemi (tagigo) adalah

kata yang memiliki makna lebih dari satu dan setia maknanya memiliki pertautan,

sedangkan yang dimaksud dengan homonim (dou-on-igigo) adalah kata yang

bunyinya sama, tetapi maknanya berbeda dan diantara makna tersebut sama sekali

tidak ada pertautannya.

Dalam penelitian ini topik masalah yang dikaji adalah mengenai kata

bahasa Jepang yang memiliki makna polisemi. Untuk mengetahui suatu kata

tersebut memiliki polisemi atau tidak, dengan tiga cara. Cara tersebut Menurut

Machida & Momiyama (1997:109) dalam buku Sutedi (2003:145) adalah dengan

pemilhan makna (imi-kubun), penentuan makna dasar (kihongi no nintei),

deskripsi hubungan antara makna dalam bentuk strukur polisemi (tagi-kouzou no

hyouji.) salah satukata kerja yang memiliki polisemi adalah kata kerja toru. Di

dalam kamus, kata toru memiliki arti mengambil. Contoh kalimat dari

penggunaan verba toru. :

私の趣味は写真を取ることです。

Watashi no shumi wa shashin wo toru koto desu.

hobi saya adalah mengambil foto.

Dari contoh di atas sangat mudah mengartikan verba toru. Namun,

pengertian verba toru akan berbeda jika digunakan ke dalam kalimat yang

memiliki situasi tertentu, seperti:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

5

1) パワー電気では夏休みは何日ぐらい取れますか。

Pawaa denki de wa natsu yasumi wa nannichi gurai

toremasuka.

Di perusahaan listrik, kira-kira bisa memperoleh libur

musim panas berapa hari?

(Minna No Nihongo Shokyuu II, 2012:10)

2) 大きいな家具は場所を取る。

Ookiina kagu wa basho wo toru.

Perabot rumah tangga yang besar memakan tempat.

(Nihongo Kihon Doushi Youhou Jiten, 1989:364)

3) すぐ、取りに行きます。

Sugu tori ni ikimasu.

Segera pergi untuk mengambil (suatu benda).

(Minna No Nihongo Shokyuu II, 2012:27)

Kalimat (1) memiliki arti kalimat secara leksikal “bisa mengambil berapa

hari libur?.” di mana kata „mengambil‟ pada kalimat tersebut memiliki makna

yang sepadan dengan kata „memperoleh‟.

Kalimat (2) juga memiliki arti kalimat secara leksikal “perabot rumah

tangga yang besar mengambil tempat.” di mana makna kata „mengambil‟ pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

6

kalimat tersebut memiliki makna yang sepadan dengan kata

„memakan/membutuhkan tempat‟

Namun demikian, perbedaan terlihat pada kalimat (3) yang berbunyi

“segera, pergi untuk mengambil (suatu benda)”. Perbedaan tersebut dikarenakan

kalimat (3) menunjukkan penggunaan verba toru yang sesuai makna

sesungguhnya.

Dari ketiga contoh kalimat di atas terlihat adanya makna yang berbeda

pada kata „toru‟ jika digunakan pada kalimat yang memiliki situasi yang berbeda.

Maka dapat disimpulkan bahwa verba toru apabila diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia memiliki banyak makna dan apabila ditelaah, makna tersebut

memiliki sinonim yang dapat ditempatkan sebagai verba toru dalam kalimat

tersebut.

Berdasarkan dengan alasan yang telah penulis sebutkan, kata toru bisa

menimbulkan kebingungan terlebih pada pembelajar bahasa Jepang. Maka dari

itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis

Polisemi Verba “Toru” Dalam Kalimat Bahasa Jepang .

1.2 Perumusan Masalah

Di dalam bahasa Jepang terdapat banyak verba yang memiliki makna

banyak atau lebih dari satu. Makna tersebut memiliki arti yang berbeda-beda

sesuai dengan konteksnya. Seorang pembelajar bahasa asing tidak akan kesulitan

ketika menemukan kalimat seperti berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

7

私は鞄を取る。

„Watashi wa kaban wo toru‟.

„Saya mengambil tas‟

Namun pembelajar bahasa Jepang akan kesulitan ketika menemukan

kalimat seperti berikut:

父は写真を取る。

„Chici wa shashin wo toru‟.

„ Ayah memotret foto.‟

Kata tersebut memiliki arti lebih dari satu dan disebut dengan polisemi

(tagigo). Seseorang harus mengerti makna dari kosa kata yang digunakan. Karena

jika tidak, maka akan menimbulkan kesalah pahaman dalam berkomunikasi.

Verba toru memiliki banyak makna dalam bahasa Jepang. Selain

memiliki makna „mengambil‟, verba toru juga memiliki makna-makna lain yang

mungkin mirip dengan makna utama kata tersebut. Maka, berdasarkan

permasalahan yang ada, penulis merumuskan permasalahan yang muncul pada

verba toru dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa makna verba toru dalam kalimat bahasa Jepang ?

2. Bagaimana perubahan nuansa makna verba toru dalam kalimat bahasa

Jepang ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

8

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu

adanya ruang lingkup pembahasan agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu

luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang ada akan dikemukakan lebih

terarah dan mendapatkan tujuan yang diinginkan dalam penulisan ini.

Dalam penelitian ini akan dipaparkan dengan jelas polisemi dari verba toru

dalam kalimat bahasa Jepang dengan teori dasar yang diambil dari Gakken

Kokugo Daijiten oleh Haruhiko, dkk tahun 1978. Penulis akan mencoba

menganalisis kalimat yang memiliki makna verba toru. Kalimat-kalimat tersebut

akan diambil 8 buah kalimat dari majalah Nipponika edisi No. 14 Tahun 2014,

Nipponika edisi No.16 Tahun 2015 , Nipponia edisi No. 43 Tahun 2007, Nipponia

edisi No. 8 Tahun 1999 dan Nipponia edisi No. 46 Tahun 2008 .Masing-masing

kalimat akan dibatasi maksimal 8 buah contoh kalimat. Peneliti mencoba

menganalisis contoh kalimat verba toru yang berbeda. Bekaitan dengan makna

verba toru, penulis akan menganalisis verba toru berdasarkan konteks

kalimatnya.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis Polisemi Dalam Verba

Toru pada Kalimat Bahasa Jepang. Hal ini menyangkut bidang linguistik yaitu

semantik. Untuk menghindari kesalahan dalam menginterprestasikan makna dari

kata-kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

9

mendefenisikan beberapa istilah dalam linguistik, khususnya yang mencangkup

tentang semantik.

Ilmu linguistik adalah mengkaji tentang bahasa. Istilah linguistik dalam

bahasa Jepang disebut dengan gengogaku, sedangkan linguistik bahasa Jepang

disebut dengan nihongo-gaku. Jadi linguistik jika di artikan dengan ilmu bahasa

Jepang, tidak hanya membahas sebuah bahasa saja tetapi juga mengkaji tentang

seluk beluk bahasa pada umumnya. Salah satu bidang kajian linguistik adalah

semantik. Semantik adalah kajian makna. Kata semantik dalam bahasa Indonesia

berasal dari bahasa Yunani yaitu “sema” (kata benda) yang berarti tanda dan

lambing. Kata kerjanya adalah “semaino” yang berarti menandakan atau

melambangkan (Sutedi, 2003:114). Objek kajian semantik antara lain makna kata,

relasi makna, makna frase, dan makna kalimat. Objek yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan dibahas adalah makna kata.

Makna setiap kata merupakan salah satu objek yang harus dikaji, karena

komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang,

baru akan bejalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan pembicara dalam

komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh

lawan bicaranya. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari

bagaimana setiap pemakaian bahasa dalam suatu masyarakat saling mengerti.

Untuk menyusun kalimat yang dapat dimengerti, sebagian pemakai bahasa

dituntut agar menaati kaidah gramatikal, sebagaian lagi tunduk pada kaidah

pilihan kata menurut sistem leksikal yang berlaku didalam suatu bahasa

(Djajasudarma, 1999:5.). Berdasarkan jenis makna tersebut, ada yang disebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

10

dengan makna leksikal dan makna gramatikal. Menurut Sutedi (2003:114) bahasa

Jepang memiliki dua istilah makna, yaitu kata imi dan igi.

Salah satu hal yang harus diperhatikan diteliti, yaitu tentang kata yang

memiliki makna lebih dari satu, yaitu Polisemi (tagigo). Polisemi adalah dalam

satu bunyi (kata) terdapat makna lebih dari satu. Tetapi batasan seperti ini masih

belum cukup, sebab dalam bahasa Jepang, kata yang merupakan satuan bunyi dan

memiliki makna lebih dari satu banyak sekali, serta didalamnya ada yang

termasuk polisemi (tagigo) dan ada juga yang termasuk homonim (dou-on-igigo).

Oleh karena itu, kedua hal tersebut perlu dibuat batasan yang jelas. Kunihiro

(1996:97) dalam buku Sutedi (2003:145), memberikan batasan tentang kedua

istilah tersebut, bahwa : Polisemi (tagigo) adalah kata yang memiliki makna lebih

dari satu, dan setiap makna tersebut ada pertautannya, sedangkan yang

dimaksudkan dengan homonim (dou-on-igigo), yaitu beberapa kata yang

bunyinya sama, tetapi maknanya berbeda dan diantara makna tersebut sama sekali

tidak ada pertautannya. (Dedi Sutedi 2003:135).

Pengertian polisemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu kata

yang memiliki makna lebih dari satu (KBBI 1993:1200). Parera (2004:81)

mendefinisikan bahwa polisemi ialah suatu ujaran dalam bentuk kata yang

mempunyai makna berbeda-beda tetapi masih ada hubungan dan kaitan antar

makna yang berlainan tersebut. Misalnya kata „kepala‟ dapat bermakna „kepala

manusia, kepala jawatan, dan kepala sarung‟. Sedangakan, Alwasilah (1993:164)

mengatakan polisemi merupakan satu kata mempunyai lebih dari satu arti, atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

11

lebih tepat kita katakan, satu leksem (lexeme) mempunyai beberapa makna (arti).

Relasi ini disebut polisemi yang bermakna banyak.

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka teori berfungsi sebagai pendorong proses berpikir dekdutif yang

bergerak dari alam abstrak ke alam konkret. Suatu teori yang dipakai oleh peneliti

sebagai kerangka yang memberi pembatasan terhadap fakta-fakta konkret yang

terbilang banyaknya dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang harus

diperhatikan.

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan kerangka teori

berdasarkan pendapat dari pakar-pakar bahasa yang diperoleh dari sumber pustaka

sebagai berikut. Pengertian analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu

sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian dan

pemahaman arti secara keseluruhan (KBBI, 1993:59).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara linguistik

dibidang semantik tentang makna. Dalam sebuah penelitian diperlukan landasan

atau acuan berpikir untuk menganalisis dan memecahkan sebuah masalah. Oleh

karenanya perlu disusun pokok-pokok pikiran yang dimuat oleh kerangka teori

yang mendeskripsikan titik tolak penelitian yang akan diamati. Kata semantik

berasal dari kata Yunani, senainein, yaitu bermakna. Oleh karena itu semantik

dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau ilmu tentang arti (Chaer, 2002:2).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

12

Semantik memiliki peranan yang penting, karena bahasa yang digunakan

dalam semantik berfungsi sebagai untuk menyampaikan makna kepada orang lain.

Dalam teori semantik digunakan jenis-jenis makna. Sebuah kata disebut

mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif

maupun negativ (Chaer, 2002:65). Makna konotatif akan lebih berhubungan

dengan nilai rasa, misalnya rasa senang, rasa jengkel, dan sebagainya. Kata

semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang

linguistik yang mempelajarin hubungan antar tanda-tanda linguistik dengan hal-

hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang

mempelajari makna atau arti bahasa.

Banyak pendapat yang dikembangkan orang-orang tentang teori. Seperti,

teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinan de Saussure dalam Chaer

(1994:287) bahwa makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau

terdapat pada sebuah tanda linguistik. Secara umum teori makna dibedakan

antara :

1. Teori Referensial atau Korespondesi

Hubungan antara refrence atau referent yang dinyatakan lewat

simbol bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau kalimat.

2. Teori Konteksual.

Teori konteksual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan

semantik bandingan antar bahasa. Makna sebuah kata terikat pada

lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

13

3. Teori Mentalisme

Teori mentalisme ini bertentangan dengan teori-teori referensi.

4. Teori Formalitas

Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Witgenstein (1830 dan

1858). Witgenstein (Parera: 2004:48) berpendapat bahwa kata tidak

mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena konteks itu

selalu berubah dari waktu ke waktu.

Dalam beberapa makna yang termasuk dalam bidang semantik. Maka

penelitian ini, penulis menggunakan konsep semantik konteksual. Yaitu makna

sebuah leksem atau kata yang berada didalam suatu konteks. Menurut Parera

(2004:47), teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme. Makna sebuah kata

terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu itu. Makna

konteks juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan

penggunaan bahasa tersebut.

Selain Parera, Chaer (1994:290) juga menjelaskan bahwa teori makna

kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu

konteks dan makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yaitu waktu,

tempat, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

Berhubungan dengan makna kontekstual, kata yang memiliki makna

polisemi akan berubah maknanya jika berada pada konteks yang berbeda. Hal ini

sesuai dengan makna polisemi menurut Chaer (2007:301), yaitu polisemi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

14

diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki

makna lebih dari satu.

Makna kata yang dibahas pada peneliti ini menguraikan suatu makna yang

terkandung dalam suatu verba. Verba adalah kata yag dipakai untuk menyatakan

sesuatu tentang seseorang atau sesuatu. Nesfield (Chaedar, 1993:48). Sedangkan

dalam bahasa Jepang verba adalah jenis kata yang termasuk dalam yougen dan

menyatakan kegiatan/aktivitas. Biasanya pada akhir kata selalu diakhiri dengan

vokal /u/. Dalam penelitian ini, verba yang dimaksud adalah verba toru.

Berdasarkan yang ditulis oleh Matsuura (1994), verba toru memiliki

beberapa makna, yaitu mengambil, mengangkat, memegang, memakan (tempat),

mendudukin, memperoleh, mencuri, dan menangkap. Makna tersebut akan

berubah sesuai dengan konteks kalimatnya, seperti contoh berikut :

1. 辞書を取る。

„jisho wo toru‟

„ mengambil kamus‟

2. 釜のふたを取る

„ kama no futa wo toru‟

„ mengangkat tutup periuk‟

3. 彼女の手を取る。

„ kanojo no te wo toru‟

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

15

„ memegang tangannya‟

Walaupun makna kata toru memiliki perbedaan makna yang cenderung

mirip, jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia bisa menimbulkan banyak

pengertian yang berbeda sesuai dengan situasi kalimat tersebut diucapkan.

Berdasarkan dengan hal tersebut, penulis menginterpretasikan makna pada

penilitian ini dengan menggunakan teori makna kontekstual yang disesuaikan

dengan situasi kata tersebut.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui makna verba toru dalam kalimat bahasa Jepang.

2. Untuk medeskripsikan perubahan nuansa makna verba toru dalam

kalimat bahasa Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang dalam

memahami makna verba toru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

16

2. Dapat dijadikan masukan bagi pengajar saat mengajarkan makna dan

penggunaan toru, terutama dalam mata kuliah sakubun (mengarang),

honyaku (terjemahan), dan imiron (semantik).

3. Dapat memperkaya wawasan dalam berkomunikasi, sehingga dapat

menimbulkan rasa percaya diri dalam berkomunikasi baik lisan

maupun tulisan.

4. Dapat dijadikan sebagai tambahan bagi penelitian yang berkaitan

dengan linguistik, terutama mengenai kata yang mempunyai makna

polisemi dalam bahasa Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan

(libraryresearch). Metode kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang

digunakan oleh penulis dengan menggunakan buku atau referensi yang berkaitan

dengan masalah apa yang sedang dibahas. Menurut Mahsun (2007:92) dalam

skripsi Novianti (2015:25) sedangkan untuk teknik penyajian data di dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik deskriptif yaitu dengan

memberikan penjabaran dan uraian yang menggunakan kata-kata.

Penulisan deskriptif mengumpulkan data-data yang diperoleh melalui

metode kepustakaan (library research). Dalam hal ini, penulis mengumpulkan dan

menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

17

diteliti. Jadi dengan metode kepustakaan dan metode penulisan deskriptif, penulis

mencoba menyelesaikan skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA, POLISEMI, DAN

TEORI TENTANG MAKNA VERBA “TORU”

2.1 Pengertian Semantik

Dalam mempelajarin sebuah bahasa, kita mengetahui linguistik

sebagai bidang ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Sematik

merupakan salah satu kajian dalam bidang studi linguistik yang membahas

tentang makna.

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : Semantics)

berasal dari bahasa yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”.

Kata kerjanya adalah semiano yang berarti “menandai” atau “melambangkan”.

Yang dimaksud dengan tanda atau melambangkan di sini sebagai padanan kata

sema itu adalah tanda linguistik (Perancis: Signe Linguistique). (Chaer, 2002:2)

Ferdinand de Saussure dalam Chaer (2002:2) mengatakan bahwa

tanda linguistik terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud

bentu-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari

komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau

lambang; sedangkan yang ditandai atau lambangi adalah sesuatu yang berada

diluar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

19

Kata semantik ini yang kemudian disepakati sebagai istilah yang

digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda

linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi

dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu,

kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu

satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik (chaer,

2002:3).

Dalam bahasa Jepang, Semantik disebut dengan (Imiron). Ilmu

yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting, karena

bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan makna.

Misalnya, ketika seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara,

lalu bicara bias memahami apa yang dimaksud, karena ia bias menyerap makna

yang dimaksud.

Sutedi (2003:103) menyebutkan bahwa objek kajian semantik

antara lain adalah makna kata satu per satu (go no imi), relaksi makna (go no imi

kankei) antara satu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam satu idiom

(ku no imi) dan makna kalimat (bun ni imi).

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat

mengambil kesimpulan bahwa semantik merupakan salah satu cabang linguistik

yang mengkaji tentang makna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

20

2.2 Tinjauan Terhadap Makna

2.2.1 Pengertian Makna

Setiap penelitian yang berkaitan dengan kebahasaan atau linguistik

seperti struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya

tidak terlepas dari konsep tentang makna. Dalam komunikasi, kata yang

diucapkan harus mengandung makna agar maksud yang ingin disampaikan

tercapai.

Ulman (2007:65) mengatakan makna merupakan istilah yang

paling ambigu dan paling kontrovesial dalam teori tentang bahasa. Dalam buku

The Meaning Of Meaning, Odgen dan Richards mengumpulkan tidak kurang

dari 16 defenisi yang berbeda bahkan menjadi 23 batasan makna jika tiap

bagian dipisahkan.

Didalam kamus terdapat makna yang disebut dengan makna leksikal atau

makna sebenarnya. Namun, banyak orang yang sulit menerapkan makna yang

terdapat dalam kamus karena makna sebuah kata sering bergeser dari makna

aslinya jika berada dalam satuan kalimat. Dengan kata lain sebuah kata

terkadang memiliki makna yang luas atau lebih dari satu seperti ketika

berhadapan dengan idiom, gaya bahasa, ungkapan, peribahasa dan lainnya.

Kata makna di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dedikbud,

1993:619), diartikan (1) ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam

tulisan kuno itu, (2) maksud pembicara atau penulis, (3) pengertian yang

diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

21

Sutedi (2008:123) berpendapat dalam bahasa Jepang ada dua

istilah tentang makna, yaitu kata imi (意味) dan Igi (意義). Kata imi digunakan

untuk menyatakan makna hatsuwa (tuturan) yang merupakan wujud satuan dari

parole, sedangkan igi digunakan untuk menyatakan makna dari bun (kalimat)

sebagai wujud satuan dari langue. Dalam bahasa Jepang, makna sebagai objek

kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi

kankei), makna frase (ku no imi), makna kalimat (bun no imi) .

2.2.2 Jenis-Jenis Makna

Menurut Chaer (2002:59), sesungguhnya jenis atau tipe makna itu

memang dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang.

Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna

gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat

dibedakan adanya makna referensi dan makna non referensi, berdasarkan ada

tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna

denotative dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya

makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Berdasarkan

kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna

asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya. Berikut akan dibahas

jenis-jenis makna tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

22

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Menurut Chaer (2002:60) makna leksikal adalah bentuk ajektiva yang

diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosakata, perbendaharaan

kata). Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon,

leksem, atau bersifat kata. Karena itu, dapat dikatakan pula bahwa makna leksikal

adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil

observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan

kita.

Menurut Sutedi (2008:115), makna leksikal dalam bahasa Jepang dikenal

dengan istilah Jishoteki-imi (辞書的意味 ) atau Goiteki-imi (語彙的意味 ).

Makna leksikal adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya

sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa

juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Misalnya, kata Neko (猫) dan kata

Gakkou (学校) memiliki makna leksikal : <kucing> dan <sekolah>.

Makna gramatikal, menurut Chaer (2002:63) adalah makna yang muncul

sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Sedangkan, menurut

Sutedi (2008:115) makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut Bunpouteki imi

(文法的意味) yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. Makna

gramatikal muncul ketika terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi,

komposisi atau kalimatiasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

23

2. Makna Referensial dan Nonreferensial

Menurut Chaer (2002:63), perbedaan makna referensial dan non

referensial berdasarkan ada tidak adanya refern dari kata-kata itu. Bila kata-kata

itu mempunyai referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang di acu oleh kata itu,maka

kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata tersebut tidak

mempunyai referen, makna kata-kata itu disebut kata bermakna nonreferensial.

Kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial

karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang

disebut „meja‟ dan „kursi‟. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai

referen. Jadi, kata karena dan tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

3. Makna Denotatif dan Konotatif

Menurut Chaer (2002:65), makna denotatif (sering disebut juga

makna denotasional, makna konseptual atau makna kognitif karena dilihat dari

sudut yang lain) pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna

denotatif biasa diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil

observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau

pengamatan lainnya. Makna denotatif dapat diartikan dengan makna asli, makna

asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif

sama dengan makna leksikal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

24

Sedangkan makna konotatif , menurut Sutedi (2008:115) yaitu

makna yang berkaitan dengan dunia luar bahasa, seperti suatu objek atau gagasan

dan bias dijelaskan dengan analisis komponen makna. Makna konotatif juga bias

diartikan dengan makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang

berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok yang menggunakan kata

tersebut. Misalnya, kata gerombolan bersinonim dengan kelompok. Tetapi, kata

gerombolan memiliki konotasi yang lebih negative atau rasa yang tidak

mengenakan.

4. Makna Konseptual Dan Makna Asosiatif

Menurut Leach (1976) didalam buku Chaer (2002:293) membagi

makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan

makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari

konteks atau asosiasi apa pun. Makna konseptual memiliki kesamaan dengan

makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.

Menurut Chaer (2002:293) makna asosiatif adalah makna yang

dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu

dengan sesuatu yang berada diluar bahasa. Misalnya, kata “merah” berasosiasi

dengan „berani‟ atau „paham komunis‟. Makna asosiatif dapat diartikan dengan

lambang atau pelambangan yang digunakan suatu masyarakat bahasa untuk

menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan, atau

ciri yang ada pada konsep asal kata atau leksem tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

25

5. Makna Kata Dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna. Menurut Chaer

(2002:294) makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna

denotatif, atau makna konseptual. Dalam penggunaannya makna kata akan

menjadi jelas jika kata itu sudah berada didalam konteks kalimatnya atau konteks

situasinya.

Berbeda dengan kata, yang disebut istilah mempunyai makna yang

pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh

karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak

bebas konteks. Istilah lebih sering digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan

tertentu.

6. Makna Idiom Dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan

dari makna unsur-unsurnya , baik secara leksikal maupun secara gramatikal,

(Chaer, 2002:296). Misalnya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna

„yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima uangnya‟. Tetapi

dalam bahasa Indonesia bentuk gigi tidaklah berarti seperti itu, melainkan

bermakna „tertawa keras-keras‟. Jadi makna seperti itulah yang disebut makna

idiomatical.

Idiom dibedakan menjadi dua, yaitu idiom penuh dan idiom

sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya sudah melebur

menjadi satu kesatuan. Sehingga makna yang dimiliki berasal dari satu kesatuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

26

tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan idiom sebagian adalah idiom yang

salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri.

Peribahasa memiliki makna yang masih bisa ditelusuri atau dilacak

dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan

maknanya sebagai peribahasa, (Chaer, 2002:297). Seperti, tong kosong nyaring

bunyinya yang bermakna „orang yang banyak bicara biasanya tidak berilmu‟.

Makna ini dapat ditarik dari asosiasi; tong yang berisi jika dipukul tidak

mengeluarkan bunyi, tetapi tong yang kosong akan mengeluarkan bunyi yang

keras dan nyaring.

Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa yang ada

didunia, terutama pada bahasa-bahasa yang penuturnya sudah memiliki

kebudayaan yang tinggi.

2.2.3 Relasi Makna

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara

satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya (Chaer, 2002:297). Satuan

bahasa yang dimaksud disini berupa kata, frase, maupun kalimat, relasi semantik.

Dalam setiap bahasa, seringkali ditemui adanya hubungan kemaknaan atau relasi

semantik. Hubungan tersebut menyangkut kesamaan makna (sinonim),

pertentangan makna (antonim), ketercakupan makna (hiponim), kegandaan makna

(Polisemi) atau juga kelebihan makna (redundasi).

2.2.4 Perubahan Makna Dalam Bahasa Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

27

Perubahan makna suatu kata dapat terjadi karena berbagai faktor,

antara lain perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pengaruh bahasa asing.

Berikut merupakan jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang menurut Sutedi

(2003:108) :

1. Dari yang konkrit ke abstrak

Kata atama (頭) <kepala>, ude (腕) <lengan>, michi (道) <jalan>

yang merupakan benda konkrit berubah menjadi abstrak ketika digunakan seperti

berikut :

頭がいい atama ga ii <kepandaian>

腕が上がる ude ga agaru <kemampuan>

日本語教師への道 nihongo kyoushi e no michi

<cara/petunjuk>

2. Dari ruang ke waktu

Seperti kata mae (前) <depan> dan nagai (長い) <panjang> yang

menyatakan arti <ruang>, berubah menjadi <waktu> seperti contoh berikut:

三年前 sannen mae <yang lalu>

長い時間 nagai jikan <lama>

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

28

3. Perubahan bentuk indera

Misalnya kata ookii (大きい ) <besar> semula diamati dengan

indera pendengaran „telinga‟, seperti pada ooki koe (大きい声) <suara keras>,

kata amai (甘い) <manis> dari indera perasa menjadi karakter seperti dalam amai

ko (甘い子) <anak manja>

4. Dari yang khusus ke umum/ generalisasi

Misalnya kata kimono ( 着物 ) yang semula berarti 'pakaian

tradisional Jepang' digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umu fuku (服)

dan sebagainya.

5. Dari yang umum ke khusus

Misalnya hana (花) <bunga secara umum> dengan tamago (卵)

<telur secara umum> digunakan untuk menunjukkan hasil yang lebih khusus

seperti dalam penggunaan berikut:

花見 hana-mi <bunga

sakura>

卵を食べる tamago wo taberu <makan telur ayam>

6. Perubahan nilai negativ

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

29

Seperti kata kisama (貴様) <kamu> dulu sering digunakan untuk

menunjukkan kata anata (あなた ) <anda>, tetapi sekarang digunakan hanya

kepada orang yang dianggap rendah saja. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran

nilai dari yang baik menjadi kurang baik.

7. Perubahan nilai positif

Misalnya kata boku (僕 ) <saya> digunakan untuk budak atau

pelayan, tetapi sekarang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

menunjukkan adanya perubahan nilai yang dari kurang baik menjadi baik.

2.3 Pengertian Polisemi

Menurut Chaer (2002:301) polisemi adalah sebuah kata atau satuan

kata atau kata yang mempunyai makna yang lebih dari satu. Dalam polisemi ini,

biasa makna pertama adalah makna yang sebenarnya, makna leksikalnya, makna

denotatifnya, atau makna konseptualnya. Yang lain adalah makna-makna yang

dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau

satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan

ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.

Misalnya, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1)

bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan , (2)

bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan dan merupakan hal

penting seperti pada kepala meja dan kepala kereta api, (3) bagian dari sesuatu

yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala pakudan kepala jarum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

30

Misalnya makna leksikal kata kepala di atas adalah „bagian tubuh

manusia atau hewan dari leher keatas‟. Makna leksikal ini yang sesuai dengan

referen (lazim disebut orang makna asal, atau makna sebenarnya) mempunyai

banyak unsur atau komponen makna. kata kepala di atas, antara lain memiliki

komponen makna: (1) terletak di sebelah atas atau depan, (2) merupakan bagian

yang penting, (3) berbentuk bulat.

Menurut Sutedi (2003:145) polisemi adalah dalam satu bunyi

(kata) terdapat makna lebih dari satu. Dalam bahasa Jepang kata yang merupakan

satu bunyi dan memiliki makna lebih dari satu banyak sekali, serta didalamnya

ada yang termasuk kedalam polisemi (tagigo) ada juga yang termasuk kedalam

homonim (dou-on-igigo). Oleh karena itu, di buat batasan tentang kedua istilah

tersebut. Menurut Kunihiro (1996:97) dalam buku Sutedi (2003:145) polisemi

(tagigo) adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu dan setiap maknanya

memiliki pertautan, sedangkan yang dimaksud dengan homonim (dou-on-igigo)

adalah kata yang bunyinya sama, tetapi maknanya berbeda diantara makna

tersebut sama sekali tidak ada pertautannya. Perlu diperhatikan, huruf Kanji

yang digunakan dalam dou-on-igigo berfungsi sebagai pembeda arti. Tetapi,

dalam tagigo, penggunaan huruf Kanji yang berbeda tidak menjamin dapat

membedakan arti (Kunihiro, 1996:94) dalam buku Sutedi (2003:145).

Untuk menganalisis polisemi sebaiknya dilakukan secara diakronis,

karena akan menyangkut perkembangan pemakaian bahasa tersebut. Tetapi, ada

juga yang menggunakan secara sinkronis. Dikarenakan, perkembangan bahasa

tersebut sudah terlampau lama dan banyak sekali penggeserannya. Misalnya, kata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

31

yomu (読む) yang berarti „membaca‟, sedangkan arti sebenarnya dulu adalah

„menghitung‟ dan makna tersebut sekarang sudah hilang. Oleh karena, tidak salah

jika penelitian tentang tagigo dapat dilakukan secara sinkronis.

Machida & Momiyama (1997:109) dalam buku Sutedi (2003:146)

langkah yang perlu dilakukan dalam menganalisis suatu polisemi, yaitu :

1. Pemilihan makna (imi-kubun)

2. Penentuan makna dasar (kihongi no nintei)

3. Deskripsi hubungan antar makna dalam bentuk struktur polisemi

(tagi-kouzou no hyouji ).

2.4 Pengertian Verba

Objek kajian pada penelitian ini termasuk ke dalam kelas kata

verba. Kelas kata verba memiliki beberapa pengertian. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1993:1260), disebutkan bahwa verba adalah kata yang

menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan yang disebut juga kata kerja.

Dalam bahasa Jepang, verba atau kata kerja disebut dengan doushi. Dahidi dan

Sudjianto (2004:149) menyatakan bahwa verba (doushi) adalah salah satu kelas

kata dalam bahasa Jepang. Kemudian lanjutnya, kelas kata ini dipakai untuk

menyatakan aktifitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

32

Menurut Situmorang (2010:9), makna doushi bila dilihat dari

kanjinya yaitu:

動 : ugoku, dou : bergerak

詞 : kotoba, shi : kata

動詞 : doushi : kata yang bermakna gerakan

Nomura dalam Dahidi dan Sudjianto (1992:149) menyataan bahwa

doushi dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat.

Dahidi dan Sudjianto (1992:149) juga memberikan contoh sebagai

berikut:

1. Amiru san wa Nihon e iku. „Amir (akan) pergi ke Jepang‟

2. Tsukue no ue ni rajio ga aru.‟Di atas meja ada radio‟

3. Indoneshia wa shigen ni todeiru.„Indonesia kaya akan sumber

alam‟

Kata iku, aru, dan tomu pada kalimat-kalimat di atas termasuk

doushi. Kata iku pada kalimat a menyatakan aktivitas Amir yang akan pergi ke

Jepang, kata aru pada kalimat b menyatakan keberadaan (eksistensi) radio di atas

meja, sedangkan kata tomu pada kalimat c menyatakan keadaan negara Indonesia

yang akan sumber alam. Kata-kata seperti itu dapat mengalami perubahan

tergantung pada konteks kalimatnya. Dalam bentuk kamus, verba selalu diakhiri

dengan vocal /u/.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

33

Maka bisa ditarik kesimpulan dari beberapa penjelasan tersebut

bahwa definisi dari verba atau doushi adalah kelas kata yang menyatakan aktifitas,

keberadaan atau keadaan, kelas kata yang mengalami perubahan, dan dapat

menjadi predikat dalam sebuah kalimat.

Verba atau kata kerja dikelompokkan menjadi beberapa jenis

seperti yang diuraikan oleh Sudjianto (2003:48) yaitu berdasarkan perubahannya.

Jenis-jenis tersebut dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kelompok I

Kelompok ini disebut dengan godan-doushi (五段動詞 ), karena

mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu A-I-

U-E-O (あいうえお). Cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf U,

TSU, RU, KU, GU, MU, NU, BU, SU (う, つ, る, ぶ, ぬ, む, く, ぐ, す).

買う ka-u <membeli>

立つ tat-tsu <berdiri>

売る u-ru <menjual>

書く ka-ku <menulis>

泳ぐ oyo-gu <berenang>

読む yo-mu <membaca>

死ぬ shi-nu <mati>

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

34

遊ぶ aso-bu <bermain>

話す hana-su <berbicara>

2. Kelompok II

Kelompok ini disebut dengan ichidan-doushi ( 一 段 動 詞 ), karena

perubahannya terjadi pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba

ini, yaitu yang berakhiran suara 「e-る / e-ru」(disebut kami-ichidan-

doushi) atau berakhiran 「i-る / i-ru」(disebut shimo-ichidan-doushi),

seperti berikut,

見る mi-ru <melihat/menonton>

起きる oki-ru <bangun>

寝る ne-ru <tidur>

食べる tabe-ru <makan>

3. Kelompok III

Verba kelompok III merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan,

sehingga disebut henkaku doushi (変格動詞) dan hanya terdiri dari dua

verba berikut.

する suru <melakukan>

来る kuru <datang>

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

35

Selain itu, banyak istilah yang menunjukkan jenis-jenis doushi

tergantung pada dasar pemikiran yang dipakainya. Di antaranya ada yang

menunjukkan jenis doushi seperti yang diterangkan oleh Shimizu dalam Sudjianto

(2007:150), yaitu :

1. Tadoushi

Tadoushi atau verba transitif adalah verba yang memerlukan objek dalam

kalimatnya. Dengan kata lain verba ini memerlukan partikel “o (を)”.

Contohnya:

太郎が窓を開けた。

Tarou ga mado o aketa

<Tarou membuka jende>

2. Jidoushi

Jidoushi adalah verba intransitif yang tidak memerlukan objek dalam

kalimatnya. Dengan kata lain verba ini memerluka partikel “wa”,”ga”,”ni”.

Contoh:

窓が開いた。

Mado ga aita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

36

<Jendela terbuka>

3. Shodoushi

Shodoushi merupakan kelompok doushi yang memasukan pertimbangan

pembicara, dan tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif. Selain

itu, tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan (ishi hyogen).

Contoh:

見える mieru „terlihat‟

聞こえる kikoeru „terdengar‟‟

行ける ikeru „dapat pergi‟

似合う niau „sesuai‟

Dari pengertian yang telah dikemukakan diatas, dapat diketahui bahwa verba

toru termasuk ke dalam kelompok verba intransitif (jidoushi). Verba toru dapat

berdiri sendiri dan tidak memerlukan perlengkapan atau objek dalam kalimatnya.

Selain itu, toru juga dapat berfungsi sebagai fukugo doushi (kata kerja majemuk)

maupun hojo doushi (kata kerja perlengkapan).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

37

2.5 Makna Verba Toru

Verba toru dibagi menjadi delapan makna menurut kamus Gakken

Kokugo Daijiten tahun 1978 oleh Haruhiko, Kindaichi. Delapan makna tersebut

adalah sebagai berikut :

1. 手に持つ。

Te ni motsu

Menggenggam dengan tangan.

2. 手でつかんで移す。

Te de tsukande utsusu

Menggenggam dengan tangan kemudian memindahkan.

3. 身に負う。

Mi ni ou

Bertahan.

4. 選び出す。

Erabi dasu

Memilih.

5. 作り出す。

Tsukuri dasu

Membangun.

6. 様子をはかり知る。

Yousu wo hakari shiru

Mengetahui kondisi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

38

7. 場所や時間を占める

Basho ya jikan wo shimeru

Menggunakan tempat dan waktu.

8. (手で)行う。

(te de) okonau

Melaksanakan/ melakukan (dengan tangan).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

39

BAB III

ANALISIS POLISEMI VERBA “TORU” DALAM

KALIMAT BAHASA JEPANG

Pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai polisemi dan verba toru .

Polisemi pada verba toru memiliki delapan makna yang berbeda-beda. Maka

pada bab ini analisis mengenai perbedaan dari seluruh makna verba toru akan

dipaparkan sesuai dengan konteks kalimatnya. Kutipan kalimat yang memiliki

kata toru diambil dari majalah Nipponia dan Nipponica.

3.1 Makna Konteks Kalimat Polisemi Verba “Toru” dalam Kalimat

Bahasa Jepang

Kutipan 1:

やがてラジオセンターの各店では、アマチュア無線の部品な

ども取り扱うようになっていきました。

(Nipponia No.46, 2008:4)

Yagate rajio sentaa no kakuten de wa, amachua musen no buhin

nado mo tori atsukau you ni natte ikimashita.

„Di setiap pusat radio yang ada, (mereka) semakin terbiasa

menangani bagian-bagian nirkabel dan (peralatan) lainnya.‟

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

40

Analisis Kutipan 1:

Kalimat tersebut memiliki situasi kalimat di mana mereka mengurus

bagian-bagian yang ada dalam pusat radio. Pada kalimat kutipan tersebut, kata

toru digabung dengan kata atsukau (扱う). Kata tori (取り) pada kalimat tersebut

berhubungan dengan adanya penggunaan peralatan-peralatan radio di pusat-pusat

radio. Maka makna kata toru pada kalimat kutipan tersebut dapat dipadankan

makna nya dengan makna toru yang bermakna melaksanakan dengan tangan.

Kutipan 2:

同じ家電でも、販売する際に専門知識を必要とするハイテク

家電を主に取り扱うようにしたり、外国人観光客向けの免税店を今

まで以上に充実させたりして、“元祖”電気街の地位を守るべく動

力している。

(Nipponia No.46, 2008:8)

Onaji kaden de mo, hanbai suru sai ni senmonchishiki wo hitsuyou

to suru haiteku kaden wo omo ni toriatsukau you ni shitari, gaikokujin

kankou kyaku muke no menzeiten wo ima de ijou ni juujitsu saretari shite,

“ganso” denkigai no chiiki wo mamorubeku doryoku shiteiru.

„Bahkan dengan peralatan rumah tangga yang sama, kita terutama

menangani peralatan rumah tangga yang berteknologi tinggi yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

41

membutuhkan keahlian saat menjual, atau memperkaya toko bebas pajak

untuk turis asing lebih dari sebelumnya, dan berusaha untuk melindungi

status kota listrik "generasi asli".‟

Analisis Kutipan 2:

Kalimat kutipan tersebut memiliki situasi di mana ada nya penggunaan

alat-alat rumah tangga yang berteknologi tinggi. Diperlukan keahlian saat menjual

peralatan rumah tangga tersebut. Pada kalimat kutipan tersebut, keahlian yang

diperlukan tersebut adalah untuk mengurus peralatan elektronik tersebut. Maka

makna kata toru pada kalimat kutipan tersebut dapat dipadankan makna nya

dengan makna toru yang bermakna melaksanakan dengan tangan.

Kutipan 3:

鉄道会社と煎餅の取り合わせが面白いと話題になり、各地か

らぬれ煎餅の注文が殺到した。

(Nipponia No.43, 2007:9)

Tetsudou gaisha to senbei no tori awase ga omoshiroi to wadai ni

nari, kakuchi kara nuresenbei no chuumon ga sattoushita.

„(Ketika) penggabungan perusahaan rel kereta dan kue beras

menjadi topik dan menarik, pesanan kue beras basah dari berbagai tempat

meningkat.‟

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

42

Analisis Kutipan 3:

Pada kalimat kutipan tersebut ada topik mengenai penggabungan

perusahaan rel kereta dan kue beras adalah sebuah topik yang menarik. Makna

kata tori (取り ) pada kalimat tersebut berubah dari makna aslinya, yaitu

mengambil. Kata tori (取り) pada kalimat tersebut berhubungan dengan adanya

makna membentuk hal yang baru. Maka makna kata toru pada kalimat kutipan

tersebut dapat dipadankan makna nya dengan makna toru yang bermakna

membangun.

Kutipan 4:

貝から取り出せば、天然真珠と何ら変わらない「本物の真珠」

だ。

(Nipponika No.14, 2014:10)

Kai kara tori daseba, tennen shinju to nanra kawaranai “honmono

no shinju” da.

„Jika diambil dari kerang, mutiara alami dan jenis (mutiara) apa

pun adalah “mutiara yang asli”‟

Analisis Kutipan 4:

Kutipan kalimat tersebut memiliki situasi tentang penjelesan

mengenai bagaimana yang disebut dengan „mutiara asli‟. Kalimat tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

43

menjelaskan bahwa semua mutiara yang diambil dari kerang adalah „mutiara asli‟.

Kata tori (取り ) pada kalimat tersebut berhubungan dengan adanya makna

mengeluarkan sesuatu dari dalam, pada kalimat tersebut yang diambil adalah

mutiara. Maka makna kata toru pada kalimat kutipan tersebut dapat dipadankan

makna nya dengan makna toru yang bermakna menggenggam dengan tangan

kemudian memindahkan.

Kutipan 5:

「巻き」は核を取り巻く真珠層の厚さで、「照り」は真珠内

部から放たれる光沢のこと。

(Nipponika No.14, 2014:11)

„Maki wa kaku wo tori maku shinjusou no atsusa de, “teri” wa

shinju naibu kara hanatareru koutaku no koto.

„Maki merupakan ketebalan induk mutiara yang mengitari/melapisi

batu (permata) dan “teri” merupakan kilauan memancar dari bagian dalam

mutiara‟.

Analisis Kutipan 5:

Pada kalimat kutipan tersebut memiliki situasi tentang penjelasan

mengenai penjelasan definisi dari Maki dan Teri. Kata tori (取り) pada kalimat

tersebut digunakan untuk menjelaskan kata Maki dan kata tori (取り) tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

44

berhubungan dengan adanya makna penggunaan ruang. Maka makna kata toru

pada kalimat kutipan tersebut dapat dipadankan makna nya dengan makna toru

yang bermakna penggunaan ruang atau „mengelilingi/melapisi‟.

Kutipan 6:

その対極にあるサビを取る還元力のある温泉を浴びれば、そ

の優れ抗酸化作用によって科学的にも若返るのである。

(Nipponika No.16, 2015:15)

Sono taikyoku ni aru sabi wo toru kangenryoku no aruonsen wo

abireba, sono sugureta kousankasyou ni yotte kagakuteki ni wakagaeru no

de aru.

Jika anda mengambil air panas dengan karat yang dibawa pada sisi

berlawanan, maka revitalisasi ilmiah akan meremajakannya dikarenakan

efek antioksidannya yang sangat baik.

Analisis Kutipan 6:

Pada kalimat kutipan tersebut memiliki situasi mengambil air

dengan tangan. Makna kata toru pada kalimat tersebut bermakna „ambil‟. Kata

toru pada kalimat tersebut berhubungan dengan adanya makna melaksanankan

atau melakukan (suatu hal) dengan tangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

45

Kutipan 7:

BOCCO にはセンサーが取りつけられており、ドアや窓の開

閉、照明のオンオフを感知。

(Nipponika No.16, 2015:20)

BOCCO ni wa sensaa ga toritsukerarete ori, doa ya mado no

kaihei, shoumei no onofu wo kanchi.

BOCCO dilengkapi dengan sensor, pintu pembuka dan penutup

jendela, serta pencahayaan on atau off.

Analisis Kutipan 7:

Pada kalimat kutipan tersebut memiliki situasi tentang

dijelaskannya BOCCO. BOCCO memiliki beberapa perlengkapan sehingga

makna kata tori (取り) pada kalimat tersebut berhubungan dengan adanya makna

„dibangun‟. Maka makna kata toru pada kalimat kutipan tersebut dapat

dipadankan makna nya dengan makna toru yang bermakna „dilengkapi‟.

Kutipan 8:

丸く焼けたところで取り出し、青海苔とかつおぶしをふり、

ソースをかけて出来上がり。

(Nipponika No.8, 1999:26)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

46

Maruku yaketa tokorode toridashi, aonori toka tsuobushi wo furi,

soosu wo kakete dekiagari.

Saat dibakar sampai habis, diambil pada saat biru, seolah ditutupi

dengan daun hijau dan bonito, kemudian membuat saus dan selesai.

Analisis Kutipan 8:

Pada kalimat kutipan tersebut memiliki situasi dari kondisi

pengambilan yang tepat. Kata tori (取り) pada kalimat tersebut berhubungan

dengan adanya makna menggenggam dengan tangan, pada kalimat ini situasi

pengambilan yaitu sesudah dibakar sampai habis, kemudian memindahkan dengan

tangan. Maka makna kata toru pada kalimat kutipan tersebut dapat dipadankan

makna nya dengan makna toru yang bermakna „diambil‟.

.3.2 Analisis Perubahan Nuansa Makna Verba “Toru”

Perbedaan makna pada masing-masing kalimat kutipan

menunjukkan adanya お dengan konteks kalimat di mana verba toru digunakan.

Pada kalimat kutipan 1, penggunaan kata toru mendapatkan

perluasan arti kata karena digabung dengan kata atsukau (扱う). Makna kata toru

yang dipakai pada kalimat ini bermakna melaksanakan dengan tangan. Oleh

karena itu, makna kata toru setelah dikonjugasikan dengan kata atsukau (扱う)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

47

berubah makna dari makna aslinya, yaitu dari “mengambil”, menjadi

“menangani”.

Pada kalimat kutipan 2, Kata tori (取り) pada kalimat tersebut

berhubungan dengan adanya penggunaan peralatan-peralatan elektronik. Oleh

karena itu diperlukan kata Toru yang digabungkan dengan kata atsukau (扱う).

Makna dari kata tori atsukau (取り扱う) adalah „menangani‟. Maka makna kata

toru pada kalimat kutipan tersebut dapat dipadankan makna nya dengan makna

toru yang bermakna melaksanakan dengan tangan.

Pada kalimat kutipan 3, penggunaan kata toru mendapatkan

perluasan arti kata karena digabung dengan kata awase (合わせ). Makna kata toru

yang dipakai pada kalimat ini bermakna membentuk hal yang baru atau

menggabungkan. Oleh karena itu, makna kata toru berubah makna dari makna

aslinya, yaitu dari “mengambil”, menjadi “menggabungkan”.

Pada kalimat kutipan 4, penggunaan kata toru mendapatkan

perluasan arti kata karena digabung dengan kata daseba (出せば ). Makna kata

toru yang dipakai pada kalimat ini bermakna menggenggam dengan tangan

kemudian memindahkan atau mengambil. Oleh karena itu, makna kata toru tidak

begitu berubah makna dari makna aslinya, yaitu “mengambil”

Pada kalimat kutipan 5, penggunaan kata toru mendapatkan

perluasan arti kata karena digabung dengan kata maku (巻く). Makna kata toru

yang dipakai pada kalimat ini berhubungan dengan adanya makna penggunaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

48

ruang. Oleh karena itu, makna kata toru berubah makna dari makna aslinya, yaitu

dari makna “mengambil”, menjadi “mengelilingi / melapisi”.

Pada kalimat kutipan 6, verba toru tidak memiliki perubahan

nuansa makna. Dikarenakan, kata tersebut merupakan kata tunggal sehingga

hanya memunculkan makna dasar dari kata toru , yaitu „ambil‟.

Pada kalimat kutipan 7, kata toru memperoleh nuansa makna

karena adanya tambahan kata tsukerarete (つけられて). Makna kata toru yang

dipakai pada kalimat ini berhubungan dengan adanya makna dibangun, pada

kalimat tersebut adanya perlengkapan pada BOCCO. Maka makna kata toru pada

kalimat kutipan tersebut dapat dipadankan maknanya dengan makna toru yang

bermakna „dilengkapi‟.

Pada kalimat kutipan 8, kata toru memperoleh nuansa makna

karena adanya tambahan kata dashi (出し). Makna kata toru yang dipakai pada

kalimat ini berhubungan dengan adanya makna „diambil‟. Maka makna kata toru

pada kalimat kutipan tersebut dapat dipadankan maknanya dengan makna toru

yang bermakna menggenggam dengan tangan kemudian memindahkannya atau

„diambil‟.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

49

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan pada bab-bab

sebelumnya, maka bisa ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Verba dalam bahasa Jepang adalah salah satu kelas kata yang menyatakan

aktivitas, keberadaan atau keadaan, mengalami perubahan, bisa berdiri

sendiri, dan menduduki jabatan predikat dalam suatu kalimat. Verba toru

merupakan salah satu kata dalam bahasa Jepang yang memiliki makna

polisemi. Makna polisemi verba toru diketahui memiliki delapan makna,

yaitu 手に持つ (te ni motsu) : menggenggam dengan tangan; 手でつかん

で移す (te de tsukande utsusu) : menggenggam dengan tangan kemudian

memindahkan; 身に負う (mi ni ou) : bertahan; 選び出す (erabi dasu) :

memilih; 作り出す (tsukuri dasu) : membangun; 様子をはかり知る

(yousu wo hakari shiru) : mengetahui kondisi; 場所や時間を占める

(basho ya jikan wo shimeru) : menggunakan tempat dan waktu; dan (手で)

行う (te de okonau) : melaksanakan / melakukan dengan tangan.

2. Perubahan nuansa makna dari makna polisemi verba toru berhubungan

erat dengan makna kata lain yang dipadankan dalam satu kalimat dengan

verba toru. Berdasarkan pada kalimat kutipan yang telah dianalisis,

makna verba toru memiliki banyak gabungan kata dan berubah makna

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

50

nya berdasarkan kata yang dilekatkan pada nya. Walaupun verba toru

digabungkan dengan verba lain atau disatukan dengan frase lain, makna

kata verba toru tidak berubah makna menjadi makna lain di luar dari

makna polisemi nya.

4.2 Saran

Bahasa bersifat dinamis dan mengalami perubahan, dalam hal ini

verba toru pun tidak tertutup kemungkinan mengalami pergeseran atau perubahan

makna dalam penggunaannya.

Peneliti beranggapan, bahwa penelitian ini masih harus ditindak lanjuti.

Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai makna verba toru. Dengan penulisan skripsi ini, diharapkan para

pembelajar bahasa Jepang dapat lebih memahami mengenai makna verba toru .

Sehingga diperlukan perhatian khusus dari pembelajar bahasa Jepang agar tidak

terjadi kesalahan ketika menggunakan verba toru..

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, AChaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum (Cetakan Pertama). Jakarta: RinekaCipta

___________.2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: RinekaCipta

___________. 2012. Linguistik Umum (Cetakan Keempat). Jakarta: RinekaCipta

Depdikbud.1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka

Djajasudarma, Fatimah. 1999. Semantik 2 (Pemahaman Ilmu Makna ). Bandung:

Refika

Koizumi, dkk. 1989. Nihongo Kihon Doushi Youhou Jiten. Tokyo: Daishuukan

Shoten.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Aristia, Puti Novianti. 2015. Analisis Fungsi Dan Makna Nomina Shourai

Dan Mirai Dalam Kalimat Bahasa Jepang . Skripsi Sarjana Medan:

Departement Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Nipponika No.14 (Majalah). 2014. Tokyo: Nihon Hakken

Nipponika No. 16 (Majalah). 2015. Tokyo: Nihon Hakken

Nipponia No. 43 (Majalah). 2007. Tokyo: Nihon Hakken

Nipponia No. 46 (Majalah). 2008. Tokyo: Nihon Hakken

Nipponia No. 8 (Majalah). 1999. Tokyo: Nihon Hakken

Parera, J.D.2004. Teori Semantik (EdisiKedua). Jakarta: Erlangga

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Sudjianto, Dahidi Ahmad. 1981. Gramatikal Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint

Blanc

____________________. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:

Kesaint Blanc

____________________. 2007. Pengantar Linguistik BahasaJepang. Jakarta:

Kesaint Blanc

Situmorang, Hamzon. 2010. Pengantar Ilmu Linguistik (Edisi Revisi). Medan.

USU Press

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung :Humaniora

Utama Press

Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang (EdisiKetiga).

Bandung: Humaniora Utama Press

Three A Network. 2012. Minna No Nihongo Shokyuu II (cetakan kedua).

Surabaya: I‟mc Center Press.

Ulman, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

ABSTRAK

Bahasa tidak terlepas dari ucapan atau kalimat yang mengandung makna.

Tiap-tiap bahasa memiliki struktur kalimatnya masing-masing. Unsur kalimatnya

pun memiliki fungsi masing-masing. Semua unsur saling berhubungan sehingga

membentuk kalimat yang dapat dipahami oleh lawan bicara. Semantik adalah salah

satu cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna. Objek kajian semantik

antara lain makna kata, relasi makna, makna frase, dan makna kalimat. Salah satu

cakupan dalam semantik ialah polisemi.

Dalam setiap bahasa termasuk bahasa Jepang, sering kali ditemukan

relasi makna antara sebuah kata dengan kata lainnya. Salah satu hubungan

kemaknaan tersebut adalah polisemi (tagigo). Polisemi adalah kata yang memiliki

makna lebih dari satu, dan setiap makna tersebut ada hubungannya.

Skripsi yang berjudul “Analisis Polisemi Verba Toru dalam Kalimat

Bahasa Jepang” ini membahas mengenai kata yang mempunyai makna lebih dari

satu. Toru merupakan salah satu contoh kata yang berpolisemi dalam bahasa

Jepang. Verba toru memiliki arti yaitu „ambil‟. Kata toru dianalisis berdasarkan

pada makna kontekstual, yaitu makna yang muncul sebagai akibat hubungan

antara ujaran dengan konteks. Sehingga belum tentu arti kata toru pada suatu

wacana sama dengan wacana lainnya. Artinya hasil terjemahan kata toru dapat

berbeda.

Dalam penulisan skripsi ini membahas masing-masing 8 buah contoh

kalimat yang memakai kata Verba Toru. Seluruh kalimat untuk penelitian ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

diambil secara acak dari majalah Jepang seperti 3 buah kalimat dari Nipponika

No. 16 Tahun 2015, 2 buah kalimat dari Nipponika No. 14 Tahun 2014, 1 buah

kalimat dari Nipponia No.43 Tahun 2007, 2 buah kalimat dari Nipponia No.46

Tahun 2008.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna apa saja yang terdapat

dalam verba toru. Untuk itu perlu dilakukan analisis dari segi semantik dengan

menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan cara menguraikan pengertian toru,

kemudian dianalisis berdasarkan konteks kalimatnya. Maka hasil dari analisis

tersebut dapat diketahui verba toru memiliki makna yang berbeda.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa verba dalam bahasa Jepang

adalah salah satu kelas kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan,

mengalami perubahan, bisa berdiri sendiri, dan menduduki jabatan predikat dalam

suatu kalimat. Verba toru merupakan salah satu kata dalam bahasa Jepang yang

memiliki makna polisemi. Makna polisemi verba toru diketahui memiliki delapan

makna, yaitu 手に持つ (te ni motsu) : menggenggam dengan tangan; 手でつかん

で移す (te de tsukande utsusu) : menggenggam dengan tangan kemudian

memindahkan; 身に負う (mi ni ou) : bertahan; 選び出す (erabi dasu) : memilih;

作り出す (tsukuri dasu) : membangun; 様子をはかり知る (yousu wo hakari

shiru) : mengetahui kondisi; 場所や時間を占める (basho ya jikan wo shimeru) :

menggunakan tempat dan waktu; dan (手で)行う (te de okonau) : melaksanakan /

melakukan dengan tangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: ANALISIS POLISEMI VERBA DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Kesimpulan lainnya ialah perubahan nuansa makna dari makna polisemi

verba toru berhubungan erat dengan makna kata lain yang dipadankan dalam satu

kalimat dengan verba toru. Berdasarkan pada kalimat kutipan yang telah

dianalisis, makna verba toru memiliki banyak gabungan kata dan berubah makna

nya berdasarkan kata yang dilekatkan pada nya. Walaupun verba toru

digabungkan dengan verba lain atau disatukan dengan frase lain, makna kata

verba toru tidak berubah makna menjadi makna lain di luar dari makna polisemi

nya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA