Upload
vodan
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 42
Analisis Pola Palmar dan Sudut ATD Pada Telapak Tangan Sebagai
Alternatif Identifikasi Individu
Siti Farha
Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya
Abstrak
Setiap individu memiliki keunikan masing-masing sehingga dapat terpisahkan dari individu
lainnya. Salah satu keunikan dari setiap individu terdapat pada pola yang ada di telapak tangan.
Pola tersebut terbentuk dengan bantuan poligen dan tidak dapat berubah paska kelahiran. Karya
tulis ini bertujuan mengaplikasikan pengetahuan antropologi forensik dalam proses identifikasi
dengan harapan dapat mengungkap ciri spesifik individu. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan antropologi forensik (dermatoglifi) dengan analisis kuantitatif. Sampel yang diambil
yaitu cetakan telapak tangan bagian kanan. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan
sampel accidental dengan kuota 100 orang mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya.
Selanjutnya 100 cetakan tangan kanan tersebut akan dilakukan analisis dan pemberian kode pada
setiap polanya. Kode palmar ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi. Analisis selanjutnya
yakni mengkombinasikan pola palmar dan sudut ATD. Kombinasi analisis dari kode pola palmar
dan sudut ATD hanya dilakukan pada sampel yang memiliki kode pola palmar yang sama. Hasil
analisis menunjukan tidak ada persamaan kode palmar pada setiap anggota sampel, sehingga
dapat disimpulkan bahwa akurasinya sebesar 100%. Kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah
analisis pola palmar dan sudut ATD dapat digunakan sebagai alternatif identifikasi karena
keunikan individu juga tertuang dalam cetakan palmar.
Kata kunci: Pola palmar, sudut ATD, identifikasi, sidik jari
Abstract
Each individual had their uniqueness that could be separated from other individuals. One of the
uniqueness that was possessed by individuals could be found in their palm of the hand. The
pattern was formed with the assistance of polygene and it could not be changed after the birth.
The purpose of this research was to apply the knowledge of forensic anthropology that was
expected to be able to reveal the specific characteristics of an individual. The approach which
was applied was forensic anthropology approach (dermatoglifi) with quantitative analysis. The
samples that were taken were the printing of right palm of the hand. This research used
accidental sample method with 100 (a hundred) students of Airlangga University Surabaya.
Furthermore, those 100 (a hundred) prints of the right hand would be analyzed and encoded for
every pattern. The palmar code would be presented in the form of distribution table. The next
analysis was to combine the palmar pattern and the ATD angle. The analysis of palmar pattern
code and ATD angle would only be conducted to the samples that had the same palmar pattern
code. The analysis demonstrated that there were not any similarities of the palmar code for each
member of samples. As a result, it could be concluded that the accuracy rate was 100%. The final
conclusion of this research was the analysis of palmar code and ATD angle was able to be
applied as an alternative for identification due to the individual uniqueness was also contained in
the palmar printing.
Keywords: Palmar pattern, ATD angle, identification, fingerprint.
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 43
Pendahuluan
Forensik adalah ilmu pembuktian
ilmiah terhadap bukti-bukti yang
ditemukan di TKP sesuai dengan disiplin
ilmu masing-masing (Abdussalam &
Desasfuryanto, 2014). Beberapa istilah
terkait ilmu forensik antara lain kedokteran
forensik, fisika forensik, potografi
forensik, metallurgy ballistic of forensic,
antropologi forensik, dst. Pada penulisan
karya tulis ini penulis menjadikan konsep
antropologi forensik sebagai bahan acuan.
Antropologi forensik adalah salah satu
bidang forensik yang mengaplikasikan
konsep sains berdasarkan antropologi fisik
untuk mengidentifikasi sisa-sisa jasad
tubuh manusia (Purwanti, 2014) dengan
tujuan dapat mengungkapkan penyebab
kematian ataupun identitas dari individu
tersebut. Antropologi forensik fokus
terhadap karakteristik biologis populasi,
khusus untuk mengungkapkan keunikan
yang membuat seorang individu terpisah
dari individu lainnya. Antropologi forensik
menyangkut analisis rekonstruksi,
identifikasi dan perbandingan antara
postmortem dan antemortem.
Setiap individu memiliki
keunikan masing-masing sehingga dapat
terpisahkan dari individu lainnya.
Keunikan yang paling terlihat secara fisik
adalah pola yang ada pada area tangan,
baik pada bagian distal ataupun proksimal.
Lapisan kulit yang melapisi telapak tangan
dan telapak kaki memiliki pola yang
disebut dengan dermatoglifi (Iriane, et al.,
2003). Sidik jari adalah lekukan yang
ditimbulkan oleh garis-garis parallel yang
membentuk pola pada phalanx distal dan
palmar (Abdussalam & Desasfuryanto,
2014). Pola tersebut terbentuk pada saat
bayi masih berada di dalam kandungan.
Pola pada tangan atau sidik jari terbentuk
secara sempurna pada minggu ke-17 masa
kehamilan dan tidak akan berubah selama
hidup.
Penelitian terhadap palmar di
Indonesia merupakan hal yang baru,
padahal di luar Negara Indonesia
penelitian ini telah mulai dilakukan
puluhan tahun yang lalu. Penelitian yang
telah dilakukan pada palmar di Indonesia
kebanyakan hanya fokus pada besaran
sudut ATD. Penelitian Siburian (2011)
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan pada sudut ATD pasien
penderita diabetes dengan individu normal.
Penelitian lainnya terkait palmar dilakukan
terkait penderita sindrom down dan bibir
sumbing. Hingga saat ini penelitian
terhadap pola palmar di Indonesia belum
ditemukan. Pada karya tulis ini peneliti
melakukan penelitian terhadap pola palmar
dan besaran sudut ATD pada telapak
tangan sebagai alternatif bahan
identifikasi.
Pola palmar dapat menentukan
identitas secara pasti oleh karena sifat
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 44
kekhususannya yakni pada setiap orang
akan berbeda walaupun pada kasus kembar
satu telur (Idries & Tjiptomarnoto, 2013).
Sidik jari hanya akan rusak dikarenakan
trauma berat (Triwani, 2003) sehingga
pola tidak dapat terbentuk kembali.
Kelainan genetik juga dapat menyebabkan
pola sidik jari tidak pernah terbentuk pada
individu (Triwani, 2003). Hingga saat ini
analisis dermatoglifi masih menjadi
primary identificationyang digunakan oleh
DVI. Jika ditemukan barang bukti berupa
pola tangan yang dapat terbaca di TKP
maka barang bukti ini melebihi barang
bukti lainnya. Tujuan dari indentifikasi
pada palmar yakni agar tim identifikasi
tidak dapat memastikan identitas baik pada
korban maupun pelaku tidak pidana (Idries
& Tjiptomarnoto, 2013). Pada kasus lain
juga disebutkan bahwa pembunuh dengan
sengaja merusak phalanx distal agar
korban tidak dapat teridentifikasi, padahal
bagian palmar juga menyimpan keunikan
yang lebih besar dari pada phalanx distal
(Putri, et al., 2008).
Keterbatasan dari tangan adalah
cepat rusak atau membusuknya tubuh
manusia. Pola yang tercetak pada benda
mudah hilang. Pada identifikasi dengan
menggunakan pola palmar juga
dimungkinkan terjadi bias data, sehingga
data tidak akan terbaca. Keuntungan dari
palmar adalah kebanyakan pelaku ataupun
korban tidak menyadari bahwa pola
palmar akan tercetak dengan sendirinya
pada benda-benda yang tersentuh.
Identifikasi pada palmar dapat dilakukan
bila kondisi palmar tidak mengalami
kecacatan yang disebabkan oleh
pembusukan atau trauma. Palmar dapat
digunakan sebagai bahan identifikasi untuk
menentukan identitas korban ataupun
pelaku jika telah dilakukan perekaman
pada palmar sebelumnya.
Pembunuhan dengan disertai
mutilasi biasanya memisahkan bagian
tangan agar korban tidak mudah untuk
dikenali. Beberapa pelaku bahkan merusak
wilayah distal pada tangan. Orang-orang
tidak banyak mengetahui bahwa pola pada
palmar memiliki tingkat akurasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan phalanx distal
yang biasanya dipakai pada identifikasi.
Padahal rekam data terhadap narapidana
selama ini hanya dilakukan dengan metode
foto, rekam sidik jari, rekam kornea dan
data pribadi.
Latern print pada kasus
pembunuhan dapat ditemukan pada senjata
yang digunakan pelaku ataupun barang-
barang yang disentuh pelaku di TKP
(Abdussalam, 2014), oleh sebab itu
siapapun yang terlibat di TKP harus
meminimalkan menyentuh barang-barang
yang berada di TKP. Latern print adalah
cetakan pola yang tertinggal pada barang-
barang yang tersentuh di TKP. Latern
print yang ditemukan di tempat kejadian
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 45
perkara (TKP) dapat dicocokkan dengan
data palmar yang ada. Latern print yang
diambil dan dapat dicocokan dengan bank
data yang ada. Hal tersebut juga menjadi
landasan dasar pentingnya penelitian ini.
Metode Penelitian
Sampel yang diambil dalam
penelitian ini berjumlah 100 orang. Sampel
diambil dari mahasiswa aktif Universitas
Airlangga tahun 2013 dengan teknik
pengambilan sampel accidental. Cetakan
tangan yang diambil adalah telapak tangan
bagian kanan. Pada sebagian besar orang
tangan bagian kanan sering digunakan dari
pada tangan bagian kiri, oleh sebab itu
telapak tangan kanan lebih sering
digunakan menempel pada benda-benda.
Pada gambar 1 pola palmar
terbagi menjadi 13 area yang disimbolkan
dengan nomor 1-13. Field 1 terletak di
area thenar. Field 2 terletak di triradius
utama. Field 3, 4, 5 terletak pada area
hypothenar.Field 3 dimulai dari
perpanjangan triradius utama. Field 5
terletak pada three finger crease. Field 5’’
berada di bagian distal dari field 5. Field 5’
terletak di proximal field 5. Field 4
dimulai dari perpanjangan five finger
crease. Field 6, 8, 10, dan 12 berada di
bagian proksimal jari (dasar digital
arcalen). Field 7, 9, dan 11 berada
interdigitum IV, III, dan II. Field 13
berada pada alur terakhir pada dasar ibu
jari (distal dari thenar crease).
Interdigitum dilambangkan dengan angka
I-IV. Simbol tt merupakan satu-satunya
sudut triradius aksila yang berada di area
thenar. Sudut ini terletak tidak jauh dari
field 2.
Gambar 1 Analisis kode palmar
Sampel F
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 46
Triradius ulnaris juga tidak jauh
dari field 2, namun berada di wilayah
ulnar, dilambangkan dengan tu. Titik t’’’
berada dibagian proksimal three finger
crease. Titik t’ terletak pada bagiaan distal
dari area field 4. Titik t’’ terletak diantara
t’ dan t’’’. field 2 merupakan area triradius
utama yang dilambangkan dengan t2.
Garis khayal yang terbentuk dari
perpanjangan titik t2 merupakan garis
pemisah antara wilayah thenar dan
hypothenar. Metode yang digunakan
untuk menarik simpulan data adalah
metode kuantatif. Langkah pertama adalah
melakukan koding terhadap cetakan
palmar yang ada, selanjutnya akan
dilakukan analisis. Penulis melakukan
koding terhadap pola palmar. Kode palmar
yang memiliki kuantitas lebih dari satu
sampel, selanjutnya dilakukan
penghitungan terhadap besaran sudut
triradiusnya.
Proses pertama yakni
memberikan kode pada setiap pola palmar
dengan format kode pola palmar x.x.x.x.t.
Proses ini dilakukan terhadap format
gambar grayscale. Gambar 1 menunjukan
pola palmar yang telah dipertegas dengan
bantuan garis khayal dan titik-titik sudut
ATD. Semua sampel palmar akan
diberikan kode dengan aturan yang sama
dengan pemberian kode palmar pada
sampel Fxx. Tabel distribusi menampilkan
kode pola palmar hasil koding dari 100
cetakan palmar.
Kode pola palmar yang memiliki
kuantitas lebih dari satu orang selanjutnya
dilakukan pengukuran terhadap besaran
sudut triradius aksila. Format baru kode
palmar untuk pengukuran sudut triradius
aksila yakni kode pola palmar ditambah
dengan besaran sudut triradius aksila.
Format kode palmar tersebut adalah
x.x.x.x.t.tu.t
t.t’.t’’.t’’’. Pengukuran sudut
triradius aksila hanya dilakukan pada kode
palmar yang memiliki kuantitas lebih dari
satu sampel.
Hasil dan Pembahasan
Analisis yang pertama dilakukan adalah
analisis terhadap gambar dengan format
grayscale. Format gambar ini dipilih
karena dengan menggunakan format
gambar ini pola palmar terlihat lebih jelas.
Pada gambar ini dilakukan analisis
terhadap pola palmar, selanjutnya
dilakukan pemberian kode pada setiap
polanya dengan aturan yang telah
dijelaskan. Berdasarkan data yang telah
ada, berikut ini merupakan distribusi kode
pola palmar dari 100 orang sampel.
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 47
Tabel 1 Distribusi kode palmar
No. Kode Palmar Kode Sampel Kuantitas
1. 7.5.8.10.t CHxx 1
2. 7.5''.5''.8.t Hxx 1
3. 7.8.5.10.t CJxx 1
4. 7.10.8.9.t Sxx 1
5. 8.5''-7.5.10.t BCxy 1
6. 8.5''.7.5''.t CVxx, CBxy 2
7. 8.5''.7.6.t CKxy 1
8. 8.5''.7.7.t AIxy, Xxy 2
9. 8-5''.7.5'.10.t BRxx 1
10. 8.6(7).5''.10.t AMxy 1
11. 8.7.5''.5''.t Ixx 1
12. 8.7.5''.10.t Vxx, Jxy, BAxy, Cxy 4
13. 8.7.5'.10.t BNxy 1
14. 8.7.5.10.t BMxx, AZxx 2
15. 9.5''.7.8.t CGxy 1
16. 9.5''.8.7.t BJxy 1
17. 9.6.7.8.t Uxy 1
18. 9.6.8.7.t Gxx 1
19. 9.7.7.5.t Rxx 1
20. 9.7.8.9.t Yxy 1
21. 9-7.7.8.10.t CRxx 1
22. 9-7.8.5.10.t Dxy, Axy 2
23. 9-7.8.5''.5''.t BLxy 1
24. 9-7.8.5''.10.t AHxy 1
25. 9.7.10.8.t Pxy 1
26. 9.8.5''.7.t BZxx 1
27. 9.8-7.5''.5''.t AOxy 1
28. 10.5''.7.8.t BSxy 1
29. 10.5''.7(8).9.t BHxx 1
30. 10.5''.8.6.t CExy, BExx 2
31. 10.5''.8.7.t Zxx 1
32. 10.5''.8(9).7.t BPxy 1
33. 10.5''.9-6.8.t CTxx 1
34. 10.5''.9-7.8.t Oxy, Txy, APxy, BFxy, BOxx, ADxx 6
35. 10.6.7.8.t CAxy, Exx 2
36. 10.6.8.9.t BXxx 1
37. 10.6.9-7.8.t BBxx, BKxx 2
38. 10.7.8.9.t AExy 1
39. 10.8.5'.12.t Mxy 1
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 48
40. 10.8.5''.7.t Kxy, CMxy, BGxx, ASxy,AWxx, AUxx 6
41. 10.8.7.5''.t BCxx 1
42. 10.8.7.6.t CCxx 1
43. 10.9.7.8.t ARxx 1
44. 10.9-6.8.9.t ACxy 1
45. 10.9-7.7.8.t CPxx, ATxx, CFxx, Wxx 4
46. 10.9-7.8.9.t Nxx 1
47. 11.5''-7.9(10).8.t Fxx 1
48. 11.6.11-7.10.t COxx 1
49. 11-7.7.8.10.t ANxy 1
50. 11-7.7.10.8.t AKxx 1
51. 11-7.8.9.10.t AXxx 1
52. 11-7.8.10.7.t BYxy 1
53. 11-7.8.10.9.t CLxy 1
54. 11-7.10.7.8.t BIxx, CQxy, CNxy, BDxy 4
55. 11-7.10.8.7.t CIxy, AGxx, AVxy 3
56. 11-7.10.8.10.t CSxx 1
57. 11-7.10.9.7(8).t BVxx 1
58. 11-7.10.9.8.t Bxy, Qxx, BQxy, AJxx, ALxx, ABxy, CDxx,
CUxx, AAxx, BWxy, Lxx, BUxx, AQxx 13
59. 11.10-7.8.9.t BTxy, AYxx 2
60. 12.11-7.8.10.t AFxy 1
Modus dari data pada tabel 1
adalah 11-7.10.9.8.t. Kode pola palmar
tersebut merupakan kode dengan kuantitas
terbesar yang dapat ditemukan pada 13
orang sampel yakni dengan kode sampel
Bxy, Qxx, BQxy, AJxx, ALxx, ABxy, CDxx,
CUxx, AAxx, BWxy, Lxx, BUxx, dan AQxx.
Prosentase sampel yang memiliki kode
pola palmar dengan kuantitas satu orang
sebesar 44%, sedangkan 56% sampel
lainnya memiliki kode palmar yang sama
antara satu sampel dengan sampel lainnya.
Tabel 1 menjelaskan bahwa
terdapat 15 kode pola palmar yang
memiliki kuantitas lebih dari satu sampel.
Analisis besaran sudut triradius hanya
dilakukan pada 15 kode palmar yang
memiliki kuattitas lebih dari satu sampel.
15 kode pola palmar tersebut memiliki
kuantitas 56 orang sampel. Jadi, peneliti
melakukan analisis besaran sudut triradius
hanya pada 56 sampel dari total
keseluruhan 100 orang sampel.
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 49
Tabel 2 Distribusi kode pola palmar dan sudut ATD
No Kode Sampel Kode Palmar
1. CVxx 8.5’’.7.5’’.t.150.tt.120.80.85
2. CBxy 8.5’’.7.5’’.t.130.tt.130.85.90
3. AIxy 8.5’’.7.7.t.80.tt.70.120.90
4. Xxy 8.5’’.7.7.t.16.tt.100.95.130
5. Vxx 8.7.5’’.10.t.180.130.140.140.140
6. Jxy 8.7.5’’.10.t.85.120.80.90.80
7. BAxy 8.7.5’’.10.t.125.115.150.160.70
8. Cxy 8.7.5’’.10.t.130.140.130.110.80
9. BMxx 8.7.5.10.t.95.tt.80130.110
10. AZxx 8.7.5.10.t.115.150.130.135.115
11. Dxy 9-7.8.5.10.t.110.130.130.140.110
12. Axy 9-7.8.5.10.t.130.120.100.110.130
13. CExy 10.5’’.8.6.t.140.140.140.150.110
14. BExx 10.5’’.8.6.t.70.130.90.160.100
15. Oxy 10.5’’.9-7.8.t.80.150.120.140.85
16. Txy 10.5’’.9-7.8.t.110.tt.130.120.120
17. APxy 10.5’’.9-7.8.t.100.tt.120.140.120
18. BFxy 10.5’’.9-7.8.t.90.tt.110.80.110
19. BOxx 10.5’’.9-7.8.t.90.140.100.90.95
20. ADxx 10.5’’.9-7.8.t.105.150.130.100.90
21. CAxy 10.6.7.8.t.70.130.140.90.130
22. Exx 10.6.7.8.t.110.tt. 90.140.95
23. BBxx 10.6.9-7.8.t.110.tt.90.110.110
24. BKxx 10.6.9-7.8.t.90.tt.100.130.130
25. Kxy 10.8.5’’.7.t.90.140.70.50.50
26. CMxy 10.8.5’’.7.t.110.150.40.40.40
27. BGxx 10.8.5’’.7.t.80.150.50.85.60
28. ASxy 10.8.5’’.7.t.160.170.30.145.30
29. AWxx 10.8.5’’.7.t.150.tt.70.115.130.90
30. AUxx 10.8.5’’.7.t.120.tt.90.90.90.90
31. CPxx 10.9-7.7.8.t.90.tt.70.140.90
32. ATxx 10.9-7.7.8.t.75.145.90.80.100
33. CFxx 10.9-7.7.8.t.80.130.90.110.90
34. Wxx 10.9-7.7.8.t.80.140.80.70.70
35. BIxx 11-7.10.7.8.t.140.tt.175.100.130
36. CQxy 11-7.10.7.8.t.120.140.90.130.100
37. CNxy 11-7.10.7.8.t.100.tt.160.90.160
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 50
38. BDxy 11-7.10.7.8.t.95.130.90.140.170
39. CIxy 11-7.10.8.7.t.180.130.95.100.150
40. AGxx 11-7.10.8.7.t.160.tt.140.140.90
41. AVxy 11-7.10.8.7.t.130.150.100.120.180
42. Bxy 11-7.10.8.9.t.60.120.160.60.100
43. Qxx 11-7.10.9.8.t.130.140.120.130.100
44. BQxy 11-7.10.9.8.t.85.150.140.120.90
45. AJxx 11-7.10.9.8.t.150.150.160.105.95
46. ALxx 11-7.10.9.8.t.140.130.130.150.140
47. ABxy 11-7.10.9.8.t.130.150.100.90.90
48. CDxx 11-7.10.9.8.t.140.tt.150.130.140
49. CUxx 11-7.10.9.8.t.150.tt.150.60.110
50. AAxx 11-7.10.9.8.t.30.120.110.60.95
51. BWxy 11-7.10.9.8.t.85.120.110.120.110
52. Lxx 11-7.10.9.8.t.120.150.130.120.90
53. BUxx 11-7.10.9.8.t.110.120.90.120.120
54. AQxx 11-7.10.9.8.t.120.120.110.120.120
55. BTxy 11.10-7.8.9.t.60.tt.90.110.120
56. AYxx 11.10-7.8.9.t.80.tt.90.90.95
Tabel 2 merupakan tabel
distribusi dari kombinasi kode pola palmar
dan besaran sudut triradius. Tabel 2
menjelaskan bahwa tidak kode palmar
yang memiliki kuantitas lebih dari satu
sampel. Pada pemaparan sebelumnya
dijelaskan bahwa 15 kode palmar memiliki
kuantitas lebih dari satu sampel, maka
tabel 2 menjawab bahwa kode tersebut
tidak memiliki kesamaan setelah kode pola
palmar dikombinasikan dengan besaran
sudut triradius. Modus data dengan
anggota sampel Bxy, Qxx, BQxy, AJxx, ALxx,
ABxy, CDxx, CUxx, AAxx, BWxy, Lxx, BUxx,
dan AQxx juga terbukti memiliki kode
palmar yang berbeda. Besaran sudut
triradius menjadi pembeda antara kode
pola palmar yang sama.
Pada tabel 2 juga ditemukan kode
palmar yang hampir sama yakni kode
palmar pada sampel BUxx dan AQxx. BUxx
memiliki kode palmar 11-
7.10.9.8.t.110.120.90.120.120 sedangkan
AQxx memiliki kode palmar 11-
7.10.9.8.t.120.120.110.120.120. Kode
palmar tersebut hanya memiliki dua
perbedaan yakni pada titik tu (triradius
ulnaris) dan t’. besaran sudut triradius
ulnaris pada sampel BUxx adalah 110 dan
AQxx sebesar 120. Besaran sudut triradius
ulnaris mereka hanya berbeda 10. Pada
titik t’ besaran sudut kedua sampel ini
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 51
hanya memiliki selisih 30. Kedua sampel
ini juga memiliki kode pola palmar yang
sama.
Secara genetik setiap individu
terbukti memiliki perbedaan. Sidik jari
terbentuk dengan bantuan poligen,
sehingga pada kode palmar ini juga
terbukti setiap individu memiliki kode
palmarnya sendiri. Kombinasi dari kode
pola palmar dan besaran sudut triradius
pada telapak tangan dapat membuktikan
bahwa setiap individu itu berbeda.
Analisis ini memberikan simpulan
bahwa format kode palmar
x.x.x.x.t.tu.t
t.t’.t’’.t’’’ dapat dijadikan
alternatif bahan identifikasi. Analisis sidik
jari yang sampai saat ini menjadi bahan
identifikasi primer adalah ridge count pada
phalanx distal (Purwanti, 2014). Setiap
individu terbukti memiliki ridge count
yang berbeda. Oleh sebab itu analisis pola
palmar dan sudut ATD merupakan
alternatif identifikasi jika phalanx distal
tidak terbaca.
Simpulan
Penelitian ini menyimpulkan
bahwa analisis pola palmar dan sudut ATD
pada telapak tangan dapat dijadikan
alternatif identifikasi individu. Pada
penelitian ini terbukti bahwa kombinasi
kode palmar yang terdiri dari kode pola
palmar dan besaran sudut ATD memiliki
perbedaan pada setiap anggota sampel.
Perbedaan ini dapat menjadikan setiap
individu terpisah dari individu lainnya.
Saran
Penelitian mengenai pola palmar masih
jarang dilakukan. Penelitian ini dapat
dijadikan bahan rujukan dan informasi
tambahan bagi penelitian selanjutnya.
Penelitian pada area palmar ini belum
sempurna. Perlu adanya penelitian lebih
lanjut terkait pola palmar. Penelitian
selanjutnya dapat mengkombinasikan
antara pola palmar dan besaran sudut ATD
dengan ruang populasi yang lebih besar.
Penelitian selanjutnya dapat menjawab
kemungkinan peluang munculnya kode
palmar yang sama pada suatu populasi.
Daftar Pustaka
Abdussalam, (2014). Misteri kasus Ryan
pembunuhan berantai (pembahasan
dalam disiplin Sosiologi,
Criminology. Ilmu Hukum, Sosial
Ekonomi, Antropology, Psychology,
dan Ilmu Kepolisian). Jakarta: PTIK.
Abdussalam & Desasfuryanto, A., (2014).
Buku pintar forensik (pembuktian
ilmiah). Jakarta: PTIK Press.
Idries, A. M. & Tjiptomarnoto, A. L.,
(2013). Penerapan kedokteran
forensik dalam proses penyidikan.
Jakarta: Sagung seto.
Iriane, V. M., Sanjoto, P. & Loekito, R.
M., (2003). Perbedaan bentuk
lukisan sidik jari, ridge count, pola
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 52
palmar dan sudut A-T-D antara
orang tua anak sumbing dengan
orang tua anak normal di Timor
Tengah selatan, Nusa Tenggara
Timur. Majalah kedokteran
UNIBRAW, Volume xix, pp. 1-4.
Knussman, R., (1998). Anthropologie.
Handbuch der vergleichende des
menschen. Fischer Verlag: Stuttgart.
Purwanti, S. H., (2014). Ilmu kedokteran
forensik untuk kepentingan
penyidikan. Jakarta: Rayyana
Komunikasindo.
Putri, C. E., Hidayat, B. & Susatio, E.,
(2008). Identifikasi biometric sidik
jari dengan metode fractal. Jurnal
teknologi informasi DINAMIK,
Volume xiii, pp. 68-72.
Siburian, J., Anggraieni, E. & Hayati,
(2011). Analisis pola sidik jari
tangan dan jumlah sulur serta sudut
ATD penderita diabetes mellitus di
Rumah Sakit Umum Daerah Jambi..
Jurnal FKIP Universitas Jambi, pp.
12-17.
Triwani, (2003). Pemeriksaan dermatoglifi
sebagai alat identifikasi dan
diagnosis. Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya,
pp.1-8.