23
© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM ANALISIS POLA KONSUMSI DAN KECUKUPAN NUTRISI MASYARAKAT KAYA DAN MISKIN DI PERKOTAAN OUTPUT PENELITIAN COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penelitian ini mencoba untuk memahami penyebab masalah gizi kita, apakah itu karena penghasilan rendah atau pola konsumsi yang buruk.

Citation preview

Page 1: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM

ANALISIS POLA KONSUMSI DAN KECUKUPAN NUTRISI

MASYARAKAT KAYA DAN MISKIN DI PERKOTAAN

OUTPUT PENELITIAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIADEPOK

2011

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 2: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

1. Pendahuluan

Kesejahteraan masyarakat tentunya merupakan salah satu tujuan dan akhir pencarian suatu bangsa.

Walau kesejahteraan masyarakat umumnya diukur oleh PDB per kapita, namun banyak aspek

seperti kesenjangan sosial, tingkat pendidikan, nutrisi, dan indikator kesejahteraan suatu bangsa

yang juga penting untuk diperhatikan. Penyempurnaan penggabungan PDB dengan berbagai

indikator lain itulah yang disebutkan dengan Indeks Pembangunan Manusia.

Konsumsi pangan -- yang memberikan pengaruh signifikan terhadap produktivitas suatu bangsa --

tentunya merupakan salah satu indikator kemajuan yang vital. Selain itu, terpenuhinya kecukupan

nutrisi minimal yang dibutuhkan per hari juga dapat menambah usia harapan hidup masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui, ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku konsumsi pangan

masyarakat. Diantara faktor ini pendapatan merupakan faktor utama, walaupun terdapat juga

beberapa faktor lain seperti gaya hidup, kebiasaan, dan pengaruh lingkungan. Salah satu cara untuk

mengetahui apakah suatu masyarakat adalah masyarakat yang sehat atau tidak adalah dengan

melihat pola konsumsi masyarakat dan bagaimana pemenuhan kebutuhan nutrisi mereka. Berikut

adalah tabel kebutuhan nutrisi orang dewasa.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 3: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 4: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Indonesia sendiri saat ini berada pada kategori serius1 di mana 16 persen dari populasi

mengalami malnutrisi, atau kekurangan zat makanan yang dibutuhkan untuk hidup sehat.

Angka ini menjadi semakin mengkhawatirkan jika membandingkan bahwa persentase

balita yang menderita malnutrisi di Indonesia mencapai 17.5%, ketiga tertinggi bila

dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yang memiliki GDP/kapita lebih rendah.

Source: Asian Development Bank

Jakarta sendiri sebagai kota metropolitan yang pendapatan per kapita (diluar minyak dan

gas) terbesar di Indonesia, juga tidak lepas dari masalah ini. Masih banyak penduduk

DKI Jakarta yang konsumsi pangannya kurang atau tidak sehat. Parahnya, yang

mengalami masalah nutrisi bukan hanya mereka yang pendapatannya kurang, melainkan

juga mereka yang berasal dari golongan menengah dan menengah ke atas, akibat pola

konsumsi pangan yang tidak seimbang. Obesitas dan kolestrol juga menjadi

permasalahan bagi banyak warga menengah ke atas di Jakarta.

Source: PT Roche Indonesia <www.obesitas.web.id>

1 World Hunger Index, 2010

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 5: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang

overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih

dari 9.8 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan

obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penanganan secara

serius.

Perbedaan Pola Konsumsi, Gizi dan Nutrisi Masyarakat Berpenghasilan Tinggi dan

Rendah

Besarnya konsumsi (yang dapat diukur dalam satuan uang) yang dibelanjakan secara

tidak langsung dapat mencerminkan kemampuan ekonomi rumah tangga untuk

mencukupi kebutuhan yang mencakup barang dan jasa (Aminuddin, 2006). Semakin

tinggi pengeluaran untuk pangan, semakin kurang sejahtera rumah tangga yang

bersangkutan. Sebaliknya, menurut Mulyanto (2005) dan Rosida (2007), semakin kecil

pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut dinilai lebih sejahtera.

Elastisitas pendapatan (tingkat perubahan pola konsumsi akibat adanya tingkat perubahan

pendapatan) juga berbeda antara tiap-tiap makanan. Elastisitas pendapatan tidak saja

bergantung kepada jenis barang pangan apa yang dikonsumsi, namun juga bergantung

kepada daerah, waktu, dan kelas masyarakat yang berbeda (Sudarman, 2000).

Melihat perbandingan antara tingkat pendapatan perorangan dengan pola makanan yang

dikonsumsi, pada tahun 1996 atau sebelum krisis, orang miskin (tingkat pendapatan

relatif 0,2, dari skala nol hingga 1,0) memakan sekitar 70 persen karbohidrat dari

keseluruhan makanan yang dikonsumsi.

Pada tahun 1999, saat terjadi krisis, orang menjadi lebih miskin, sehingga karbohidrat

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 6: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

yang dikonsumsi mencapai 75 persen. Sementara itu, pada tahun 2002, orang miskin

pada tingkat pendapatan yang sama mengkonsumsi hanya 65 persen karbohidrat.

(Timmer, 2003). Penelitian Timmer menunjukkan bahwa sejak krisis ekonomi sampai

tahun 2003 telah ada perbaikan gizi terutama bagi orang miskin.

Akan tetapi, hal tersebut ternyata tidak berlaku kepada orang yang memiliki pendapatan

berpenghasilan tinggi. Hal tersebut dapat disimpulkan dari fakta bahwa sebelum krisis,

saat krisis, dan setelah krisis belum ada perbaikan yang signifikan dalam konsumsi

karbohidrat. Pada tahun 1999 konsumsi karbohidrat sekitar 60 persen, sementara tahun

2002 menjadi sekitar 57 persen. Hal ini mengundang argumentasi bahwa seiring dengan

kenaikan pendapatan, belum tentu terdapat perubahan perbaikan nutrisi dan gizi.

Perbaikan nutrisi dan gizi tentunya juga dapat dinilai dari tingkat obesitas – dimana

obesitas pada dasarnya merupakan indikasi tidak terjadinya kesesuaian antara konsumsi

kalori dengan kebutuhan tubuh. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap

obesitas yaitu: Hereditas (Ali Khomsan, 2003:90), tingkat pendapatan keluarga

(Sjahmien Moehji, 2003:70), pengetahuan orang tua (Soetjiningsih,1995:10), pola makan

(Sjahmien Moehji, 2003:70), kurang aktivitas fisik (Soetjiningsih,1995:185), hormonal

(Soetjiningsih,1995:186), dan psikologis (Soetjiningsih,1995:188).

Kenaikan penghasilan mendorong masyarakat untuk memilih makanan yang kualitasnya

lebih tinggi. Namun seiring pendapatan tersebut terus bertambah, pemilihan bahan

makanan mulai bergeser kearah konsumsi makanan olahan yang telah mengalami

pemurnian (refined foods). Bahan-bahan yang telah mengalami pemurnian itu sering

sudah kehilangan sebagian kandungan zat gizinya, terutama serat yang justru sangat

diperlukan tubuh. (Sjahmien Moehji, 2003:70)

Melihat tinjauan di atas, maka kami merasa perlu diadakannya penelitian dan pembuktian

hipotesa bahwa pola konsumsi nutrisi di kalangan masyarakat berpenghasilan tinggi tidak

lebih baik atau mungkin lebih buruk dibandingkan pola konsumsi nutrisi di kalangan

masyarakat berpenghasilan rendah.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 7: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

2. Formulasi Model

Pengumpulan data yang bersifat cross-section dilakukan terhadap 76 orang sampel, yang

di antaranya 49 orang masyarakat miskin di bantaran rel kereta api Senen, dan 27 orang

masyarakat tidak miskin di perumahan Pesona Khayangan Depok. Sampling yang

dilakukan bersifat convenience sampling, bertujuan melihat fenomena yang terjadi di

masyarakat, tanpa mencoba menjelaskan karakteristik populasi. Data yang dikumpulkan

diolah dengan metode regresi linear Ordinary Least Squares (OLS). Fenomena yang

ingin dilihat adalah hal-hal apa saja yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan

masyarakat perkotaan. Ada pun data yang dikumpulkan adalah: 1) Pendapatan 2) Lama

Pendidikan 3) Ongkos bepergian ke pasar/supermarket terdekat 4) Konsumsi Bahan

Bakar 5) Konsumsi Pulsa 6) Merokok/Tidak 7) Ada tidaknya anggota keluarga lain yang

bekerja.

Pertanyaan pendapatan dimaksudkan untuk melihat pengaruh kenaikan pendapatan

terhadap proporsi pendapatan yang dipergunakan untuk konsumsi pangan. Data

pendapatan didapatkan melalui proksi pengeluaran, di mana responden diminta

menjabarkan seluruh pengeluaran bulanan mereka. Pertanyaan ongkos pergi ke pasar

dimaksudkan untuk melihat apakah akses seseorang terhadap bahan pangan berpengaruh

signifikan terhadap konsumsinya. Selain itu, pertanyaan seperti pemakaian bahan bakar

dan konsumsi pulsa bermaksud untuk melihat apakah besarnya kebutuhan terhadap

barang ini berpengaruh terhadap anggaran pangan seseorang. Terakhir, pertanyaan

tentang rokok adalah untuk melihat seberapa besar efek anggaran rokok terhadap

anggaran pangan seseorang.

Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, dirumuskan suatu model regresi linear dengan

proporsi pendapatan untuk pangan sebagai variabel terikat, sementara sisanya sebagai

variable bebas. Adapun model ekonometrika sebagai berikut:

Yi = Proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi bahan pangan (persen)

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Y i=β0+β1 Inci+ β2 Pulsi+β3 Marc i+β 4 D1 i+e i

Page 8: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Inci = Pendapatan (rupiah per bulan)

Educi = Lama pendidikan (tahun)

Pulsi = Konsumsi pulsa (rupiah per bulan)

Marci = Ongkos pergi ke pasar/supermarket terdekat (rupiah)

Gasi = Konsumsi bahan bakar (rupiah per bulan)

D1i D1i = 0; tidak merokok

D1i = 1; merokok

Keterangan:

Proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi bahan pangan

adalah porsi pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden untuk membeli

bahan-bahan kebutuhan makanan, baik berupa makanan, minuman, atau

bahan-bahan penunjang seperti minyak goreng, garam, gula, dan lain-lain.

Pendapatan adalah rata-rata pendapatan yang diterima dalam satu bulan,

dihitung dari total pengeluaran di tambah total tabungan setiap bulannya.

Pengeluaran pulsa adalah total pengeluaran untuk pembelian pulsa setiap

bulannya.

Jarak tempat tinggal ke pasar/supermarket dihitung dari ongkos yang

harus dikeluarkan untuk bepergian ke sana.

Konsumsi bahan bakar adalah keseluruhan pengeluaran yang dipakai

untuk pembelian bahan bakar, baik bensin untuk kendaraan bermotor

maupun minyak tanah untuk keperluan rumah tangga.

Variabel Dummy 1 mengukur variabel kualitatif responden yang merokok

dan yang tidak merokok.

Hipotesis awal adalah semua variable bebas memiliki pengaruh negatif dan signifikan

terhadap variabel Yi.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 9: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

3. Hasil dan Pembahasan

Proporsi pendapatan masyarakat yang digunakan untuk bahan makanan dapat

menjelaskan berbagai hal seperti kesejahteraan masyarakat dan juga pola konsumsi

masyarakat. Pada umumnya, nilai proporsi pendapatan masyarakat untuk bahan pangan

yang rendah menandakan kesejahteraan masyarakat tinggi, karena mereka telah mampu

mengalokasikan sejumlah besar pendapatannya untuk non-makanan. Tetapi di sisi lain,

nilai rendah tersebut tidak berarti baik, jika ternyata kecukupan gizi masyarakat tidak

terpenuhi.

Salah satu yang dapat ditelaah adalah bagaimana kenaikan pendapatan dapat

mempengaruhi pola konsumsi pangan seseorang, dilihat dari berkurangnya proporsi

konsumsi pangan terhadap pendapatan (pendapatan dan proporsi menunjukkan hubungan

negatif).

Setelah melalui pengujian pelanggaran asumsi OLS, terbukti bahwa tidak ada variabel

yang mengalami masalah multikolinearitas, tetapi terdapat heteroskedastisitas (residual

tidak terdistribusi dengan normal). Oleh karena itu, regresi dilakukan dengan metode

robust untuk menghilangkan heteroskedastisitas dengan memberi bobot standar eror.

Adapun hasil regresi terhadap 80 sampel adalah sebagai berikut.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 10: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Dengan demikian, model estimasi yang didapat adalah sebagai berikut:

Y = 1.759 - 0.08 Inc – 0.013 Puls – 0.007 Marc – 0.07 Rokok + e

Pengujian model dilakukan dengan uji-F statistik, untuk melihat apakah secara

keseluruhan variabel-variabel independen yang terdapat pada model dapat mempengaruhi

variabel independen. Dengan nilai Prob>F sebesar 0.0000, maka pada tingkat

kepercayaan 5%, model signifikan mempengaruhi variabel independen. Sementara itu,

dari nilai R-squared disimpulkan bahwa 48,9% perubahan pada variabel dependen dapat

dijelaskan oleh perubahan-perubahan pada variabel independen.

Adapun pengujian untuk masing-masing variabel independen adalah sebagai berikut.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 11: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Variabel p-value Estimasi

arah

(hipotesis)

Arah pada

hasil

estimasi

Keterangan Kesimpulan

Inc 0.010 Negatif Negatif Signifikan

pada 5%

Tolak H0

Puls 0.028 Negatif Negatif Signifikan

pada 5%

Tolak H0

Marc 0.066 Negatif Negatif Signifikan

pada 10%

Tolak H0

Rokok 0.101 Negatif Negatif Tidak

signifikan

Terima H0

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada hasil regresi OLS cross-section yang dilakukan,

variabel-variabel independen Inc dan Puls signifikan mempengaruhi variabel independen

pada tingkat kepercayaan 5%, Marc signifikan pada tingkat kepercayaan 10%, sementara

variabel Rokok tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal yakni terdapat hubungan yang negatif antara

pendapatan seseorang dengan proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi

bahan pangan. Meski demikian, koefisien-nya tidak terlalu besar. Kenaikan pendapatan

seseorang sebesar 1% akan mengurangi proporsi pendapatan yang digunakan untuk

bahan pangan sebesar 0.08%.

Sementara itu, variabel pengeluaran pulsa dan ongkos bepergian ke pasar

tradisional/swalayan terdekat juga signifikan dan memiliki hubungan yang negatif,

namun dengan koefisien yang kecil. Artinya kedua hal ini benar mempengaruhi pola

konsumsi pangan seseorang, walaupun hanya sedikit.

Yang cukup mengherankan adalah bahwa variabel dummy merokok atau tidaknya

seseorang ternyata tidak signifikan mempengaruhi pola konsumsi pangan seseorang.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 12: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Padahal, studi literatur sebelumnya menunjukkan bahwa perokok memiliki porsi

konsumsi rokok yang cukup besar terhadap pendapatannya (Lembaga Demografi, 2005).

Dengan fakta di atas, terlihat bahwa kesejahteraan seseorang berpengaruh signifikan

terhadap konsumsi pangan mereka. Dalam bagian berikut, akan dibahas pemenuhan gizi

masyarakat perotaan, dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi mereka. Dengan

melihat perbandingan tersebut dan hasil regresi ini, barulah akan ditarik kesimpulan

mengenai kondisi pangan masyarakat perkotaan.

4. Keadaan Asupan Nutrisi Masyarakat

Kecukupan gizi kerap kali digunakan sebagai tolak ukur seberapa jauh tingkat

kesejahteraan suatu masyarakat. Tak sedikit pihak berkeyakinan bahwa masalah gizi

dikarenakan oleh ketidaktercukupinya asupan gizi minimal. Padahal bila dilihat lebih

jauh, masalah gizi bukan hanya sebatas busung lapar, gizi buruk dan masalah kurang gizi

lainnya, namun pemenuhan asupan gizi yang jauh lebih dari ideal juga merupakan suatu

masalah, mengingat angka obesitas yang semakin membahayakan dari hari ke hari. Oleh

karenanya baik kasus kurang maupun gizi berlebih merupakan masalah yang serius.

Selanjutnya, jumlah pendapatan sering dikaitkan sebagai salah satu faktor yang paling

menentukan terhadap pemenuhan gizi seseorang. Masyarakat dengan pendapatan tinggi,

diyakini memiliki lebih banyak kemampuan dalam upaya pemenuhan gizi yang seimbang

dibanding masyarakat berpendapatan rendah. Pendapat ini benar, sayang pada faktanya

kemampuan yang cukup untuk pemenuhan gizi tersebut sering kali tidak diimbangi

dengan pola konsumsi yang benar dari masyarakatnya.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 13: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Energi

Protei

nVit_

C

Vit_B12

Vit_E

Vit_A Fe Ca P

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

memenuhiSeries1

Diagram 1. Pemenuhan Asupan Gizi Masyarakat Kaya terhadap AKGSumber: Data

Primer

Berdasar survey (Diagram 1) terlihat bahwa rata-rata asupan gizi dari masyarakat

menengah keatas masih banyak kurang dari AKG ideal. Sejumlah zat-zat penting seperti

energi, kalsium, vitamin E, dan B12 bahkan masih jauh dari cukup. Hanya vitamin C, A,

dan fosfor yang mendekati ideal, sedangkan Zat besi justru melebihi angka kecukupan

yang dibutuhkan.

Selebihnya, masyarakat berpendapatan rendah terlihat lebih memprihatinkan. Seperti

yang telah diulas sebelumnya bahwa penggunaan pendapatan mereka yang rendah masih

kurang dioptimalkan. Konsumsi terhadap barang-barang bukan primer seperti rokok dan

pulsa yang cukup tinggi, membuat pendapatan mereka yang sudah terbatas semakin tidak

mampu memenuhi kebutuhan gizi idealnya. Pemaparan dari gizi yang telah disurvei

terhadap pangan mereka (Diagram 2) mengatakan bahwa terjadi kekurangan disemua zat-

zat primer. Vitamin C, B12, A dan kalsium berada pada posisi sangat kurang, bahkan

energi, zat yang paling dibutuhkan oleh rata-rata masyarakat berpendapatan rendah yang

umumnya merupakan pekerja kasar pun, hanya terpenuhi sebesar 45.69% saja, sungguh

merupakan kondisi yang memprihatinkan.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 14: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Energi Protein Vit_C Vit_B12 Vit_E Vit_A Fe Ca P0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Series3blm memenuhi

Diagram 2. Pemenuhan Asupan Gizi Masyarakat Miskin terhadap AKG

Sumber: Data Primer

Ketimpangan hasil tersebut jelas menunjukkan masih kurangnya perhatian masyarakat

perkotaan, baik mereka yang berpendapatan tinggi maupun berpendapatan rendah

terhadap pemenuhan gizi idealnya. Ketidakidealan dari hasil penelitian ini sekaligus

menindikasikan bahwa yang menjadi penyebab dari buruknya gizi di Indonesia bukan

semata-mata karena pendapatan saja melainkan pola konsumsi masyarakat yang salah.

5. Apakah Masyarakat Perkotaan Telah Memaksimalkan Pendapatan Mereka

untuk Konsumsi Pangan?

Dalam pengolahan model di bagian 3, disimpulkan bahwa pendapatan signifikan

mempengaruhi proporsi konsumsi pangan seseorang, walaupun koefisien-nya tidak besar.

Terlihat pula pada diagram-diagram di atas bahwa pendapatan seseorang mempengaruhi

kecukupan nutrisi yang diasup setiap harinya. Asupan nutrisi masyarakat berpenghasilan

tinggi terlihat jauh lebih baik daripada mereka yang berpenghasilan rendah. Dalam semua

komponen gizi dalam AKG (kecuali Ca), masyarakat tidak miskin lebih baik asupan-nya.

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 15: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Namun demikian, pertanyaan yang belum terjawab adalah “Apakah pendapatan

merupakan satu-satunya alasan untuk tidak tercukupinya kebutuhan nutrisi masyarakat

miskin di perkotaan?”. Bisa saja dengan pendapatan mereka, sebetulnya masih ada

pilihan dalam ruang konsumsi untuk memilih jenis makanan lain yang lebih bergizi, atau

meningkatkan proporsi konsumsi pangan terhadap pendapatan mereka.

Menilik data nutrisi masyarakat tidak miskin, terlihat bahwa tampaknya pilihan makanan

masih kurang optimal. Hal ini dapat terlihat dari kurangnya asupan energi mereka yang

hanya sekitar 44% dari AKG. Cukup mencengangkan, melihat sebetulnya daya beli

masyarakat berpenghasilan tinggi terhadap bahan pangan cukup besar. Kemudian dengan

rata-rata pendidikan yang lebih tinggi, mereka seharusnya lebih mengerti pola makan

yang sehat dan seimbang. Jadi, kekurangan zat energi ini bisa jadi adalah karena

preferensi, lebih menyukai makanan-makanan yang lain.

Pada masyarakat berpenghasilan rendah, walaupun secara keseluruhan masih jauh di

bawah AKG, persebarannya cukup merata. Energi, protein, vitamin C, semua berada di

sekitar 42% AKG, sementara vitamin E dan A berada sangat kecil pada 15% dan 12%.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa masalah utama nutrisi masyarakat ini adalah

kurangnya pendapatan yang dapat dialokasikan untuk konsumsi pangan. Dari data yang

kami dapatkan, rerata proporsi konsumsi pangan terhadap total pendapatan bagi

masyarakat berpenghasilan rendah mencapai 43%. Angka ini sebetulnya masih bisa

ditingkatkan lagi, mengingat masih besarnya pengeluaran untuk pos-pos seperti rokok

dan biaya hiburan.

6. Kesimpulan dan Saran

Penelitian kami mengenai pola konsumsi masyarakat menengah ke bawah dan menengah

ke atas menghasilkan beberapa kesimpulan yang menarik, yakni:

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 16: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

(1) . Variabel pengeluaran pulsa dan ongkos bepergian ke pasar

tradisional/swalayan terdekat signifikan mempengaruhi pola konsumsi pangan

seseorang, walaupun hanya sedikit.

(2) Variabel dummy merokok atau tidaknya seseorang ternyata tidak signifikan

mempengaruhi pola konsumsi pangan seseorang. Padahal, studi literatur

sebelumnya menunjukkan bahwa perokok memiliki porsi konsumsi rokok yang

cukup besar terhadap pendapatannya (Lembaga Demografi, 2005).

(3) Pendapatan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi kecukupan nutrisi

seseorang, melainkan juga pola konsumsi dari individu tersebut. Kesimpulan ini

diambil dengan melihat keadaan asupan nutrisi masyarakat berpenghasilan tinggi

maupun rendah yang belum optimal. Hal ini mengingat bahwa kedua kelompok

masyarakat tersebut masih berada di bawah angka kecukupan gizi yang

seimbang. Sebagai contoh, nutrisi masyarakat menengah ke atas masih banyak

yang kurang dari AKG ideal yakni energi, kalsium, vitamin E, dan B12 yang

masih jauh dari batas seimbang. Selain itu masyarakat berpendapatan rendah

juga hanya memenuhi 45.69% dari kecukupan gizi idealnya.

Hasil penelitian menuntun kami kepada solusi dan penanganan yang berbeda untuk tiap

golongan masyarakat:

(1) Untuk golongan masyarakat menengah ke bawah, konsumsi pangan sangat

dipengaruhi oleh tingkat pendapatan karena masyarakat menengah ke bawah

diduga memiliki elastisitas terhadap harga yang cukup tinggi. Oleh karena itu,

pemerintah perlu melakukan subsidi terhadap makanan dasar yang memiliki nilai

nutrisi yang tinggi sehingga dengan keterbatasan pangan, masyarakat miskin

akan memiliki insentif untuk mengubah pola makan yang kurang sehat (seperti

rokok) kepada makanan bergizi yang lebih terjangkau.

(2) Untuk golongan masyarakat menengah ke atas, perbaikan konsumsi pangan lebih

mengarah kepada perbaikan pola konsumsi masyarakat. Hal ini dikarenakan

tingkat pendapatan mereka sebenarnya cukup memungkinkan untuk

mengkonsumsi makanan lebih banyak, hanya saja pola konsumsi yang masih

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION

Page 17: Analisis Pola Konsumsi Dan Kecukupan Nutrisi Masyarakat Kaya Dan Miskin Di Perkotaan - Output Urban Research

© Badan Otonom Economica – Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

kurang terhadap beberapa zat tertentu, seperti energi, kalsium, dan vitamin

namun berlebih pada zat lainnya seperti zat besi, menandakan bahwa

optimalisasi pola konsumsi masih perlu diterapkan. Untuk itu, pemerintah harus

menerapkan kampanye health awareness yang efektif. Kampanye disarankan

juga untuk mempertimbangkan mobilitas dari golongan kaum menengah ke atas

sehingga akan lebih baik jika dilakukan dengan media online dan radio

dibandingkan dengan media konvensional seperti majalah ataupun koran.

Daftar Pustaka

1. Gujarati, Damodar N, Basic Econometrics 4/e (New York: Mc-Graw Hill, 2003)

2. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1989)

3. International Food Policy Resources Institute, 2010. 2010 Global Hunger Index Report.

4. Aminuddin. 2006. Pembangunan Ekonomi. Ghalia Indonesia. Jakarta

5. Larry Samuelson, 2005. "Foundations of Human Sociality: A Review Essay," Journal of Economic Literature, 43(2), pp. 488-497.

6. Rosida, 2007. Tingkat Pengeluaran Masyarakat. Kanisius. Yogyakarta.

7. Sudarman, Ari, 2000. "Teori Ekonomi Mikro," Buku 1, Yogyakarta : BPFE

8. Timmer, M. P. (2001), Financial and Economic Crises in Asia. Review of Income and Wealth, 47: 125–133. doi: 10.1111/1475-4991.00007

9. Ali Khomsan. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo

10. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

COPYRIGHT BOE FEUI. DO NOT COPY WITHOUT PERMISSION