27
Analisis Perturbasi Geometri Pada Proses Disosiasi Molekul O 2 Oleh Katalis Atom Fe Dengan Metode Density Functional Theory Bandiyah Sri Aprillia 1 , Drs. Adri Supardi, M.S 1 , Herlik Wibowo, S.Si, M.Si 1 1 Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Email : [email protected] Abstract. Density Functional Theory (DFT) is a method to calculate energy based on the charge density. DFT used Kohn-Sham equation which was the numerical equation of Schrodinger equation. The purpose of this research was to analyze the effect of geometry perturbation in dissociation mechanism by Fe atom toward molecular structure, vibration frequency, and dissociation energy of O 2 . The calculations were performed by DFT method and basis-set of 6-31G(d). The result obtained by this research was the energy level diagram of O 2 molecule toward inter-atomic distances. The result showed that both oxygen atoms no longer interact with each other at the distance R = 2,8 Å. The O 2 dissociation energy by catalyst Fe atom obtained was 0,30 eV. Keywords: DFT, dissociation Fe-O 2 , vibration frequency, electronic structure. Abstrak. Density Functional Theory (DFT) adalah metode penghitungan energi berdasarkan pada kerapatan muatan. DFT menggunakan persamaan Kohn-Sham yang merupakan persamaan numerik dari persamaan Schrodinger. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perturbasi geometri dalam proses disosiasi molekul O 2 oleh atom Fe terhadap struktur elektronik molekul O 2 , frekuensi vibrasi molekul O 2 dan energi disosiasi molekul O 2 . Perhitungan dilakukan dengan metode DFT dengan basis set 6-31G(d). Dari hasil perhitungan diperoleh diagram tingkat energi orbital molekul O 2 terhadap jarak antaratom yang menunjukkan bahwa kedua atom oksigen tidak lagi berinteraksi pada jarak R = 2,8Å. Energi disosiasi molekul O 2 dengan katalis atom Fe 0.30 eV. Kata kunci : DFT, disosiasi Fe-O 2 , frekuensi vibrasi, struktur elektronik PENDAHULUAN Oksigen merupakan elemen yang banyak terdapat di bumi secara berlimpah. Oksigen dengan konfigurasi elektron [He] 2s 2 adalah unsur yang sangat elektronegatif (skala paulling = 3,5), nomor dua terbesar setelah fluor (skala paulling = 4,1). Sifat elektronegatif yang tinggi dari atom oksigen berkontribusi dalam sifat kereaktifannya sehingga, pada temperatur dan tekanan standar, dua atom oksigen ini berikatan menjadi gas diatomik dengan rumus molekul O 2 . Sifat kereaktifan oksigen dapat digunakan untuk mengontrol reaksi reaksi redoks. Reaksi reduksi oksigen merupakan reaksi yang sangat penting dalam proses kehidupan, misalnya pada konversi energi pada fuel cell. Pada bagian katode inilah terjadi reaksi reduksi dimana elektron e - dan proton H + bergabung dengan molekul O 2 yang dialirkan pada sisi katode sehingga menghasilkan air (H 2 O) sebagai buangannya. Pada kenyataanya, reaksi reduksi yang terjadi pada katalis katode berbahan platina sangat

Analisis Perturbasi Geometri Pada Proses Disosiasi Molekul ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jft8ef41abdd6full.pdfmenganalisis pengaruh perturbasi geometri dalam proses disosiasi

  • Upload
    vukien

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Analisis Perturbasi Geometri Pada Proses Disosiasi Molekul O2

Oleh Katalis Atom Fe Dengan Metode Density Functional Theory

Bandiyah Sri Aprillia1, Drs. Adri Supardi, M.S

1, Herlik Wibowo, S.Si, M.Si

1

1 Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

Email : [email protected]

Abstract. Density Functional Theory (DFT) is a method to calculate energy based on the

charge density. DFT used Kohn-Sham equation which was the numerical equation of

Schrodinger equation. The purpose of this research was to analyze the effect of geometry

perturbation in dissociation mechanism by Fe atom toward molecular structure, vibration

frequency, and dissociation energy of O2. The calculations were performed by DFT method

and basis-set of 6-31G(d). The result obtained by this research was the energy level

diagram of O2 molecule toward inter-atomic distances. The result showed that both oxygen

atoms no longer interact with each other at the distance R = 2,8 Å. The O2 dissociation

energy by catalyst Fe atom obtained was 0,30 eV.

Keywords: DFT, dissociation Fe-O2, vibration frequency, electronic structure.

Abstrak. Density Functional Theory (DFT) adalah metode penghitungan energi

berdasarkan pada kerapatan muatan. DFT menggunakan persamaan Kohn-Sham yang

merupakan persamaan numerik dari persamaan Schrodinger. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis pengaruh perturbasi geometri dalam proses disosiasi molekul O2 oleh atom Fe

terhadap struktur elektronik molekul O2, frekuensi vibrasi molekul O2 dan energi disosiasi

molekul O2. Perhitungan dilakukan dengan metode DFT dengan basis set 6-31G(d). Dari

hasil perhitungan diperoleh diagram tingkat energi orbital molekul O2 terhadap jarak

antaratom yang menunjukkan bahwa kedua atom oksigen tidak lagi berinteraksi pada jarak

R = 2,8Å. Energi disosiasi molekul O2 dengan katalis atom Fe 0.30 eV.

Kata kunci : DFT, disosiasi Fe-O2, frekuensi vibrasi, struktur elektronik

PENDAHULUAN

Oksigen merupakan elemen yang banyak terdapat di bumi secara berlimpah.

Oksigen dengan konfigurasi elektron [He] 2s2 adalah unsur yang sangat elektronegatif

(skala paulling = 3,5), nomor dua terbesar setelah fluor (skala paulling = 4,1). Sifat

elektronegatif yang tinggi dari atom oksigen berkontribusi dalam sifat kereaktifannya

sehingga, pada temperatur dan tekanan standar, dua atom oksigen ini berikatan menjadi

gas diatomik dengan rumus molekul O2. Sifat kereaktifan oksigen dapat digunakan untuk mengontrol

reaksi – reaksi redoks.

Reaksi reduksi oksigen merupakan reaksi yang sangat penting dalam proses

kehidupan, misalnya pada konversi energi pada fuel cell. Pada bagian katode inilah terjadi

reaksi reduksi dimana elektron e- dan proton H

+ bergabung dengan molekul O2 yang

dialirkan pada sisi katode sehingga menghasilkan air (H2O) sebagai buangannya. Pada

kenyataanya, reaksi reduksi yang terjadi pada katalis katode berbahan platina sangat

lambat jika dibandingkan dengan reaksi oksidasi yang terjadi pada anode, (Prabowo,

2010). Telah diselidiki, keberadaan atom Fe pada permukaan logam platina telah berhasil

meningkatkan kegiatan katalitik dan kesetabilan kimia, (J .W. Gadzuk dan S. Holloway,

1985). Peran katalis pada katode berfungsi sebagai pemercepat reaksi pemutusan ikatan

rangkap ( reaksi disosiasi) molekul O2 .

Pada umumnya reaksi disosiasi molekul O2 tidak terjadi secara alamiah (tidak

merupakan proses spontan ataupun proses eksotermis) sehingga, dibutuhkan energi

eksternal untuk memulai proses tersebut. Proses disosiasi molekul O2 ini dimulai dari

penyerapan (adsorpsi) molekul O2 oleh permukaan katalis, membentuk molekul Fe-O2

yang terikat secara kovalen. Kemudian dilanjutkan dengan pemutusan ikatan kimia O--O

sehingga, dihasilkan dua buah atom O (Wilkinson, 1980). Proses disosiasi molekul O2

secara utuh hanya dapat dipahami pada level fundamental, yaitu mekanika kuantum

(Quantum Mechanic, QM). Mekanika kuantum memberikan informasi mengenai energi

disosiasi melalui energi total orbital atom. Perhitungan energi total dan kerapatan elektron

merupakan besaran terpenting yang dapat diberikan oleh struktur elektronik. Struktur

elektronik dari molekul direpresentasikan oleh molecular orbital (MO) yang ditentukan

oleh konfigurasi elektron pada atom tersebut.

Penentuan energi tiap atomic orbital (AO) membutuhkan fungsi gelombang tiap

AO tersebut sesuai dengan persamaan Schrödinger. Fungsi gelombang AO merupakan

kombinasi linear dari semua AO yang tersedia dan memenuhi syarat simetrisasi untuk

fermion. Apabila dua atom memiliki dua AO yang identik didekatkan, misalnya pada

kasus dua atom H maka masing-masing AO {1s} akan saling beririsan (overlapped). Di

dalam irisan terjadi interaksi antara AO {1s} atom H pertama dan atom H kedua.

Interaksi dua AO ditentukan melalui hasil integral tumpang tindih. Interaksi tarik menarik

terjadi jika hasil integral tumpang tindih bernilai antara nol dan satu sedangkan, interaksi

tolak menolak terjadi jika integral tumpang tindih bernilai nol. Integral tumpang tindih

merupakan fungsi jarak antarinti. Variasi jarak antaratom akan mempengaruhi posisi

atom-atom terhadap interaksi orbital, dapat disebut perturbasi geometri. (House, 2008).

Penelitian bertujuan mengkaji proses disosiasi molekul O2 dan peranan katalis Fe

pada level fundamental yaitu mekanika kuantum, melalui perturbasi geometri dengan

memvariasikan jarak antaratom. Proses disosiasi dimulai dari, proses adsorpsi molekul O2

yang dimodelkan sebagai molekul Fe-O2 yang terikat secara kimia dengan sejumlah

variasi geometri. Sedangkan, proses disosiasi molekul O2 dimodelkan sebagai perturbasi

geometri yang dialami oleh molekul Fe-O2, maka akan diperoleh struktur elektronik,

frekuensi vibrasi dan besarnya energi disosiasi molekul O2. Struktur elektronik sebuah

molekul dapat dipelajari melalui komputasi kuantum, metode komputasi kuantum yang

sesuai untuk mengkaji struktur elektronik molekul O2, yakni berdasarkan density

functional theory (DFT).

METODE PENELITIAN

Prosedur penelitian terbagi menjadi tiga tahapan. Pada tahap pertama, dilakukan

pemindaian energi Fe-O2 dengan variasi jarak antaratom untuk setiap variasi ketinggian

yang dimulai dari 2,5Ǻ hingga 0,5Ǻ terhadap atom Fe. Tahap kedua adalah perhitungan

energi titik tunggal (single point energy) pada setiap ketinggian, yakni 2,5Ǻ hingga 0,5Ǻ.

Pada tahap ketiga dilakukan perhitungan frekuensi vibrasi pada setiap variasi ketinggian

dari 2,5Ǻ hingga 0,5Ǻ. Masing-masing tahap dapat dijelaskan sebagai berikut.

Memindai energi dengan variasi jarak antaratom

Tahap pemindaian energi dengan variasi jarak antaratom merupakan tahap awal

untuk analisis struktur elektronik molekul O2 dalam proses disosiasi akibat perturbasi

geometri oleh atom Fe. Ilustrasi sistem yang akan dihitung pada tahap ini sebagai berikut.

Gambar 1 Model sistem

Gambar 1 menggambarkan sistem yang dikaji. Sistem tersebut terdiri dari

molekul O2 (2 atom berwarna merah) dengan jarak R terhadap dummy atom (atom

berwarna hijau). Pada kasus ini mengindikasikan jarak antar dua atom oksigen adalah 2R.

Dummy atom dipisahkan setinggi h terhadap atom Fe (atom berwarna biru). Gambar 1

bermanfaat untuk mendeskripsikan sistem molekul yang akan dihitung dalam koordinat

kartesian atau Z-matriks pada bagian molecule specifikation di program Gaussian.

Hasil perhitungan pemindaian energi pada molekul diatomik umumnya

memberikan kecenderungan kurva energi seperti diilustrasikan Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Interaksi dua atom hidrogen yang membentuk molekul H2. (House, 2008)

Kurva energi pada Gambar 2 dapat diamati bahwa energi menjadi tinggi ketika R

mendekati nol hal ini karena gaya Coulomb antar inti atom menghalangi kedua atom

untuk berada sangat dekat. Energi mencapai satu titik minimum (lembah kurva) pada nilai

Re, menunjukkan terjadi kesetimbangan gaya pada jarak ini (ekuilibrium). Energi akan

kembali naik ketika nilai R bertambah dan pada satu titik energi akan relatif konstan

meskipun nilai R terus bertambah. Pada kondisi ini kedua atom tersebut telah terpisah dan

tidak ada lagi interaksi antar orbital di antara kedua atom ini. Dengan kata lain, molekul

telah membelah menjadi atom-atom penyusunnya (disosiasi). Inilah cara mekanika

kuantum menjelaskan proses disosiasi molekul dalam kimia.

Energi ikat (D0) diperoleh dari energi pada keadaan jarak setimbang antaratom

(R0). Energi disosiasi (De) dihitung dari selisih energi pada jarak antaratom mendekati tak

hingga dengan energi yang dicapai pada R0, yakni pada “kedalaman lembah kurva”.

Kurva seperti Gambar 2.4 dapat diperoleh dengan membuat grafik energi fungsi jarak

antaratom, yang dalam tahap ini dilakukan untuk setiap variasi ketinggian terhadap atom

Fe. Variasi ketinggian molekul O2 terhadap atom Fe secara menurun dimulai dari 2,5Ǻ

hingga mencapai 0,5Ǻ.

Berdasarkan kalkulasi pemindaian energi diperoleh R0 dan D0 pada ketinggian

h(Ǻ). Lintasan proses disosiasi molekul O2 pada permukaan (diwakili oleh atom Fe) dapat

diperoleh dengan membuat grafik hubungan R0 dengan ketinggian (h).

Kurva lintasan disosiasi akan menjelaskan kehadiran penghalang yang harus

dilalui oleh molekul O2 sebelum terdisosiasi. Kehadiran penghalang pada lintasan proses

disosiasi diindikasikan dari gangguan kemulusan grafik pada ketinggian h(Ǻ). Informasi

besarnya energi disosiasi molekul O2 diperoleh dari hasil perhitungan energi titik tunggal

(single point energy).

Perhitungan energi titik tunggal (single point energy)

Perhitungan energi titik tunggal adalah prediksi energi total elektronik dari sistem

yang dihitung (Gambar 1). Ungkapan titik tunggal merupakan kata kunci dalam

perhitungan ini karena perhitungan dilakukan pada satu titik tetap yakni, pada titik

kesetimbangan molekul (R0). Hasil kalkulasi energi titik tunggal diperoleh 4 besaran fisis

yang penting yakni, energi total elektronik, jarak antaratom, distribusi muatan dan

momen dipol. Informasi energi total elektronik ini sangat penting untuk mendeskripsikan

energi disosiasi.

Mekanisme terjadinya disosiasi hingga mendapatkan energi disosiasi terkait

kehadiran penghalang yang harus dilewati molekul O2, dapat dilustrasikan berdasarkan

grafik hubungan energi total elektronik setiap ketinggian.

Mekanisme terjadinya disosiasi juga diamati berdasarkan perubahan orbital

molekuler untuk setiap ketinggian. Molekul dikatakan terdisosiasi apabila orbital

molekuler telah menjadi orbital atom.

Struktur elektronik sebuah molekul ditentukan oleh “the highest occupied

molecular orbital’’ (HOMO) dari sistem . HOMO merupakan orbital molekuler tertinggi

yang ditempati oleh elektron valensi. Selain HOMO, orbital molekuler juga memiliki

LUMO (the lowest unoccupied molecular orbital), yaitu orbital molekuler terendah yang

tidak terisi elektron. Secara umum energi HOMO molekul lebih kecil dari pada energi

HOMO orbital atomik, hal ini dikarenakan adanya tambahan suku interaksi antar elektron

(interaksi positif) dan ini mengurangi kestabilan sistem. Jadi untuk mempelajari struktur

elektronik dalam proses disosiasi (pemutusan ikatan) maka dilakukan pengamatan

terhadap energi HOMO molekul O2 setiap ketinggian (h) terhadap atom Fe.

Perhitungan frekuensi vibrasi

Perhitungan frekuensi vibrasi bertujuan untuk memperkuat hasil penelitian telah

terdisosiasinya molekul O2 menjadi atom-atom penyusunnya. Secara matematis frekuensi

vibrasi berbanding lurus dengan konstanta gaya. Konstanta gaya dalam ikatan antaratom

menyatakan kuat lemahnya interaksi antaratom. Konstanta gaya juga berkaitan dengan

probabilitas ditemukannya elektron dan orde ikatan antaratom. Orde ikatan antaratom

yang tinggi akan memiliki nilai konstanta gaya yang makin tinggi. Berikut contoh hasil

spektroskopi infra merah (IR) untuk beberapa molekul.

Tabel 1 Hasil spektroskopi IR Vibrasi molekul (Sitorus, 2009)

No Tipe vibrasi molekul

υ

(cm-1

)

1 C C (stretching) 2225

2 C C (stretching) 1600-1700

3 C-C (stretching) 700-1250

4 O=O (stretching) 1580,19

5

6

7

8

9

O-O (stretching)

C N (stretching)

C N (stretching)

C O (stretching)

C-O (stretching)

832

2225

1600-1700

1600-1800

600-1400

HASIL DAN PEMBAHASAN

Memindai energi Fe-O2 dengan variasi jarak antaratom

Pada tahap pemindaian energi Fe-O2 dengan variasi jarak antaratom,

didapatkan dua besaran fisis penting. Kedua besaran fisis tersebut adalah jarak

antaratom (R) dan energi total elektronik (E). Jarak antaratom dan energi total

elektronik pada ketinggian (h) 2,5 Å, 2 Å, 1,5 Å, 1 Å dan 0,5 Å secara rinci

ditabulasikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Hasil pemindaian energi Fe-O2

(a) (b)

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

2.5 0.5 -38469.63107

2.5 0.6 -38472.77541

2.5 0.7 -38473.01298

2.5 0.8 -38472.0943

2.5 0.9 -38470.90459

2.5 1 -38469.75597

2.5 1.1 -38468.6381

2.5 1.2 -38468.59864

2.5 1.3 -38468.48245

2.5 1.4 -38468.22611

2.5 1.5 -38468.13359

2.5 1.6 -38467.43669

2.5 1.7 -38467.31016

2.5 1.8 -38467.26117

2.5 1.9 -38467.13682

2.5 2 -38467.49384

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

2 0.5 -38469.04383

2 0.6 -38473.91777

2 0.7 -38474.38473

2 0.8 -38473.5632

2 0.9 -38472.4173

2 1 -38471.19413

2 1.1 -38470.97915

2 1.2 -38470.66648

2 1.3 -38470.20606

2 1.4 -38470.39872

2 1.5 -38470.17368

2 1.6 -38469.3301

2 1.7 -38469.09581

2 1.8 -38468.84872

2 1.9 -38468.59402

2 2 -38468.33605

(c) (d)

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

1 0.5 -38425.59933

1 0.6 -38441.84734

1 0.7 -38453.30305

1 0.8 -38461.25984

1 0.9 -38466.58033

1 1 -38469.98945

1 1.1 -38472.45921

1 1.2 -38474.25139

1 1.3 -38475.14721

1 1.4 -38475.38994

1 1.5 -38475.18531

1 1.6 -38474.02417

1 1.7 -38473.61137

1 1.8 -38473.12019

1 1.9 -38472.60099

1 2 -38472.063

1.5 0.5 -38465.93241

1.5 0.6 -38472.01674

1.5 0.7 -38473.68375

1.5 0.8 -38473.95533

1.5 0.9 -38473.73491

1.5 1 -38474.02581

1.5 1.1 -38474.07996

1.5 1.2 -38473.84784

1.5 1.3 -38473.46116

1.5 1.4 -38473.05951

1.5 1.5 -38472.6897

1.5 1.6 -38471.60611

1.5 1.7 -38471.29127

1.5 1.8 -38470.9386

1.5 1.9 -38470.55927

1.5 2 -38470.16116

(e)

Kurva energi didapatkan dari Tabel 2(a) sampai Tabel 2 (b). Kurva energi

yang diperoleh dari hasil pemindaian energi terhadap variasi jarak antaratom

diberikan oleh Gambar 3(a) sampai Gambar (e) berikut.

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

0.5 0.5 -38170.3622

0.5 0.6 -38274.36674

0.5 0.7 -38341.66745

0.5 0.8 -38386.76835

0.5 0.9 -38417.55465

0.5 1 -38438.55986

0.5 1.1 -38453.19067

0.5 1.2 -38463.5432

0.5 1.3 -38469.81611

0.5 1.4 -38473.31911

0.5 1.5 -38474.99972

0.5 1.6 -38475.31402

0.5 1.7 -38475.37008

0.5 1.8 -38474.97442

0.5 1.9 -38474.36187

0.5 2 -38473.67504

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 3 Hasil Pemindaian energi Fe-O2.

Pada kurva energi yang ditunjukkan oleh Gambar 3(a) sampai Gambar 3(e), plot

yang dihasilkan pada daerah R 1,5Å tidak memiliki interpretasi secara fisis untuk

mengkaji peranan atom Fe dalam proses disosiasi molekul O2. Pada keadaan terisolasi

pemindaian energi terhadap variasi jarak antaratom diberikan energi disosiasi molekul O2

pada jarak antaratom oksigen 2R = 3,5 Å (Fatimatuzzahroh, 2013). Berdasarkan hasil

analisis orbital molekuler, orbital molekul O2 telah berubah menjadi orbital atom pada

jarak 2R = 2,5 Å (Fatimatuzzahroh, 2013).

Kurva energi pada Gambar 3(a) sampai Gambar 3(c) memiliki dua lembah.

Lembah pada Gambar 3(a) berada pada R0 = 0,6Å dan R0= 1,5Å, lembah pada Gambar

3(b) terjadi di R0 = 0,7Å dan R0 = 1,4Å dan Gambar 3(c) lembah terbentuk pada R0 =

0,8Å dan R0 = 1,1Å. Gambar 3(d) memiliki satu lembah dan Gambar 3(e) tidak memiliki

lembah. Lembah pada Gambar 3(d) berada pada R0 = 1,4Å. Sementara daerah R 1,7 Å

pada Gambar 3(e) sudah dapat disebut lembah. Kehadiran lembah kedua pada sistem Fe-

O2, berkaitan erat dengan peranan atom Fe. Kehadiran atom Fe telah mengganggu

geometri molekul O2. Tanpa kehadiran atom Fe kurva energi hasil pemindaian energi

variasi jarak antaratom molekul O2 pada keadaan terisolasi, memberikan kecenderungan

kurva seperti pada Gambar 2.

Berdasarkan kurva energi Gambar 3(a), 3(b) dan 3(c) kedua lembah terlihat

semakin dekat seiring dengan bergeraknya molekul O2 mendekati atom Fe. Peristiwa ini

dapat dianalisis dengan mengamati pergeseran kesetimbangan pada setiap ketinggian

yang meghasilkan lintasan proses disosiasi molekul O2, sebagai keterkaitan peran serta

atom Fe. Lintasan merah untuk atom O1 (atom oksigen pertama) dan lintasan biru untuk

atom O2 (atom oksigen kedua). Lintasan proses disosiasi molekul Fe-O2 diilustrasikan

pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 Lintasan Proses Disosiasi Fe-O2

Kurva lintasan proses disosiasi molekul O2 Gambar 4 telah memberikan

gambaran bahwa, gerak molekul O2 yang semakin mendekati permukaan (diwakili oleh

atom Fe) menyebabkan kesetimbangan sistem bergeser dan jarak antaratom makin

panjang. Kemulusan lintasan proses disosiasi molekul O2 pada Gambar 4 terganggu di

ketinggian h = 1,5 Å. Gangguan kemulusan lintasan dikarenakan jarak antaratom O

hampir mencapai jarak antaratom untuk terdisosiasi. Secara detailnya proses disosiasi

molekul O2 pada permukaan dijelaskan oleh kurva energi fungsi ketinggian pada R0 yang

dihasilkan dari perhitungan titik tunggal pada bagian 4.

Perbandingan pemindaian energi Fe-O2 dengan pemindaian energi Zn-O2

Komparasi hasil pemindaian energi Fe-O2 dengan hasil pemindaian energi Zn-O2

bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut peran atom Fe. Analisis komparasi juga terkait

untuk mempelajari struktur elektronik molekul O2 sehingga, memilih atom Fe yang

memiliki orbital d terisi setengah penuh dan atom Zn yang memiliki orbital d terisi penuh.

Perbedaan konfigurasi elektron atom Fe dan Zn juga memberikan pemahaman sifat

kemagnetan yang kontradiksi. Atom Fe bersifat feromagnetik sedangkan atom Zn bersifat

diamagnetik. Pemindaian energi dengan variasi jarak antaratom dimulai dari ketinggian

2,5 Å hingga mencapai 0,5 Å secara rinci di tabulasikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pemindaian energi Zn-O2

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

2.5 0.5 -52499.58777

2.5 0.6 -52502.81103

2.5 0.7 -52501.91603

2.5 0.8 -52500.57502

2.5 0.9 -52499.46885

2.5 1 -52498.41085

2.5 1.1 -52497.57517

2.5 1.2 -52497.58143

2.5 1.3 -52497.50088

2.5 1.4 -52496.76099

2.5 1.5 -52496.70792

2.5 1.6 -52496.62574

2.5 1.7 -52496.52778

2.5 1.8 -52496.42383

2.5 1.9 -52496.31634

2.5 2 -52496.20777

2 0.5 -52498.56297

2 0.6 -52502.1593

2 0.7 -52502.80232

2 0.8 -52502.05671

2 0.9 -52500.93476

2 1 -52499.32354

2 1.1 -52499.33116

2 1.2 -52499.20326

2 1.3 -52499.01278

2 1.4 -52498.61684

2 1.5 -52498.44187

2 1.6 -52498.23615

2 1.7 -52498.01655

2 1.8 -52497.79287

2 1.9 -52497.56864

2 2 -52497.34604

(c) (d)

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

1.5 0.5 -52493.17635

1.5 0.6 -52499.37878

1.5 0.7 -52500.93095

1.5 0.8 -52501.11736

1.5 0.9 -52500.64577

1.5 1 -52501.24961

1.5 1.1 -52501.3805

1.5 1.2 -52501.24933

1.5 1.3 -52500.95817

1.5 1.4 -52501.0545

1.5 1.5 -52500.81258

1.5 1.6 -52500.50454

1.5 1.7 -52500.15024

1.5 1.8 -52499.76737

1.5 1.9 -52499.3698

1.5 2 -52498.9687

1 0.5 -52452.32134

1 0.6 -52467.63544

1 0.7 -52477.63122

1 0.8 -52484.75124

1 0.9 -52491.16293

1 1 -52495.92803

1 1.1 -52498.97577

1 1.2 -52500.80306

1 1.3 -52501.7699

1 1.4 -52502.35849

1 1.5 -52502.58816

1 1.6 -52502.51769

1 1.7 -52502.24448

1 1.8 -52501.83739

1 1.9 -52501.35002

1 2 -52500.81694

h(Å)

R(Ǻ)

E(eV)

0.5 0.5 -52150.42652

0.5 0.6 -52266.95592

0.5 0.7 -52346.1061

0.5 0.8 -52400.9078

0.5 0.9 -52438.99753

0.5 1 -52464.98308

(e)

Kurva energi didapatkan dari Tabel 3, berikut kurva energi yang diperoleh dari

hasil pemindaian energi terhadap variasi jarak antaratom.

(a) (b)

0.5 1.1 -52481.4409

0.5 1.2 -52491.47995

0.5 1.3 -52497.3553

0.5 1.4 -52500.60332

0.5 1.5 -52502.22026

0.5 1.6 -52502.82981

0.5 1.7 -52502.82736

0.5 1.8 -52502.4619

0.5 1.9 -52501.89644

0.5 2 -52501.2243

(c) (d)

(e)

Gambar 5 Hasil Pemindaian energi Zn-O2.

Seperti halnya kurva energi pada Gambar 5 (a) sampai Gambar 5 (c) yang

memiliki dua lembah. Lembah pertama terbentuk karena adanya medan potensial atom

O1 (atom oksigen pertama) yang dirasakan atom O2 (atom oksigen kedua) sampai terjadi

kesetimbangan gaya pada R0 (titik setimbang). Selanjutnya energi akan naik seiring

bertambahnya nilai R dan pada satu titik energi akan relatif konstan, dilanjutkan dengan

penurun energi pada titik tertentu. Penurunan energi ini dapat diidentifikasi dengan

munculnya lembah ke dua pada jarak R. Terbentuknya dua lembah ini tentu karena ada

peran atom Zn yang menyebabkan molekul O2 memiliki dua keadaan stabil akan tetapi,

energi potensial kembali meningkat melebihi energi total sistem seiring bertambahnya R.

Mekanisme proses disosiasi molekul O2 pada sistem Zn-O2 menghasilkan kurva

lintasan disosiasi yang hampir sama dengan lintasan disosiasi sistem Fe-O2. Perbedaan

kurva terlihat mencolok pada h= 1,5 Å yang memiliki jarak antaratom lebih panjang

dibandingkan sistem Fe-O2. Lintasan proses disosiasi molekul O2 diilustrasikan sebagai

berikut.

Gambar 6 Lintasan Proses Disosiasi Zn-O2

Kurva lintasan proses disosiasi molekul O2 Gambar 6 telah memberikan

gambaran bahwa, gerak molekul O2 yang semakin mendekati permukaan (diwakili oleh

atom Zn) juga menyebabkan kesetimbangan sistem bergeser dan jarak antaratom makin

panjang.

Kemulusan lintasan proses disosiasi molekul O2 pada Gambar 6 terganggu di

ketinggian h = 1,5 Å. Gangguan kemulusan lintasan ini dikarenakan jarak antaratom O

hampir mencapai jarak antaratom untuk terdisosiasi. Secara detailnya proses disosiasi

molekul O2 pada permukaan dijelaskan oleh kurva energi fungsi ketinggian pada R0.

Perhitungan energi titik tunggal Fe-O2

Hasil kalkulasi energi titik tunggal didapatkan 4 besaran fisis yang penting.

Empat besaran tersebut adalah energi total elektronik, jarak antaratom, distribusi muatan

dan momen dipole yang ditabulasikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil perhitungan energi titik tunggal Fe-O2

Hasil perhitungan energi titik tunggal Fe-O2

h (Å) E (eV)

q (a.u)

µ (debye) Ro (Å) Fe O1 O2

2,5 -38473.01298 0.074455 -0.037228 -0.037228 0.5753 0.6

2 -38474.38473 0.563183 -0.281591 -0.281591 2.7952 0.7

1,5 -38474.07996 0.955447 -0.477724 -0.477724 7.0254 1.1

1 -38475.38994 1.026584 -0.513292 -0.513292 5.0607 1.4

0,5 -38475.37008 1.033554 -0.516777 -0.516777 2.7774 1.7

Pada Tabel 4, E adalah energi total elektronik dalam satuan eV. q adalah muatan

listrik dalam satuan atomik (a.u) yang setara dengan Coulomb dan µ adalah

besar momen dipol listrik dalam satuan debye yang setara dengan 3,34 X C m .

Energi total elektronik Fe-O2

Energi total elektronik dari Fe-O2 adalah penjumlahan dari semua orbital atomik.

Tidak semua energi total elektronik dapat diamati dalam eksperimen karena alasan teknis.

Namun, informasi energi total elektronik ini penting untuk mendeskripsikan energi

disosiasi (pemutusan ikatan rangkap).

Energi total elektronik untuk setiap R0 pada Gambar 3(a) sampai Gambar 3(e)

diplot terhadap ketinggian dan ditampilkan pada Gambar 7. Gambar 7 menjelaskan peran

atom Fe yang telah mengganggu geometri molekul O2.

Gambar 7 Energi total elektronik setiap ketinggian molekul O2 terhadap atom Fe

pada titik setimbang molekul O2 (R0).

Kurva energi Gambar 7 menjelaskan perubahan energi molekul O2 yang

mendekati atom Fe. Pada h = 2,5 Å energi total elektronik sistem paling tinggi. Energi

total sistem mengalami penurunan pada h = 2 Å. Energi total sistem kembali naik pada h

= 1,5Å namun energi turun lagi pada h = 1Å. Kehadiran atom Fe telah mempengaruhi

energi total elektronik molekul O2.

Pada penelitian ini, atom Fe memiliki peran untuk memisahkan ikatan molekul

O2 sehingga molekul O2 harus bergerak mendekati atom Fe untuk terdisosiasi.

Berdasarkan Gambar 7 diketahui energi total elektronik sistem berbeda untuk setiap

ketinggian. Dalam perspektif mekanika kuantum Gambar 7 menunjukkan dinamika gerak

partikel terjebak dalam sumur potensial satu dimensi yang tidak bergantung waktu.

Kenaikan energi potensial yang melebihi energi total sistem pada h = 1,5Å kemudian

kembali menuju tak hingga. Keadaan di mana partikel mampu menembus potensial yang

cenderung menahan partikel dapat disebut scattering state (keadaan terhambur) (Griffith,

1995). Keadaan terhambur ini yang menjelaskan kurva energi Gambar 3(d) hanya

memiliki satu lembah dan Gambar 3(e) tidak memiliki lembah serta membuktikan bahwa

pada h = 1 Å dan h = 0,5 Å molekul O2 telah terdisosiasi.

Posisi h = 1,5Å adalah penghalang yang harus dilewati molekul O2 untuk dapat

terdisosiasi menjadi dua atom O. Selisih energi pada h = 1,5 Å dengan h = 2 Å sekaligus

menjadi energi disosiasi molekul O2 pada sistem Fe-O2 yang besarnya 0,30 eV. Molekul

O2 terdisosiasi setelah melewati h = 1,5 Å sampai mendekati permukaan pada ketinggian

h = 0,5 Å. Jika molekul O2 gagal melewati h = 1,5 Å, molekul O2 akan tertolak menjauhi

permukaan dan terperangkap di dalam lembah energi pada ketinggian h = 2 Å.

Besarnya energi disosiasi molekul O2 pada keadaan terisolasi secara eksperimen

telah diteliti sebesar 5,15 eV (D. R. Lide, 2005). Sedangkan secara komputasi

menggunakan metode DFT, energi disosiasi diperoleh sebesar 9,07 eV (Fatimatuzzahroh,

2013). Energi disosiasi molekul O2 setelah kehadiran atom Fe sebesar 0,30 eV dengan

demikian, kehadiran atom Fe telah memperkecil energi disosiasi molekul O2.

Distribusi muatan dan momen dipol Fe-O2

Distribusi muatan adalah salah satu besaran fisis yang dapat langsung diukur

melalui eksperimen. Distribusi muatan secara matematis sebanding dengan probabilitas

keberadaan elektron dalam dimensi ruang yang dapat dituliskan sebagai

Metode DFT dapat menghitung distribusi muatan molekul, baik total maupun

setiap orbital molekuler. Distribusi muatan listrik pada masing-masing atom Fe dengan

dua atom O diberikan oleh Tabel 4. Dua atom oksigen memiliki sebaran muatan negatif

sedangkan atom Fe bermuatan positif. Pada keadaan terisolasi molekul O2 memberikan

sebaran muatan nol. Jadi peran atom Fe pada sistem Fe-O2 telah menjadikan molekul O2

bermuatan negatif.

Distribusi muatan sebuah molekul memiliki kaitan erat dengan spektrum vibrasi

molekul tersebut. Spektrum vibrasi berasal dari vibrasi atom-atom penyusun molekul

tersebut. Jika atom-atom tersebut mengalami perubahan posisi, maka momen dipol listrik

molekul tersebut juga mengalami perubahan karena momen dipol listrik adalah fungsi

dari vektor posisi (r) dan distribusi muatan ( (r))

Molekul O2 pada awalnya bersifat netral. Setelah kehadiran atom Fe, elektron-

elektron pada ketiga atom bergerak sedemikian rupa mencari kesetimbangan muatan baru

yang mengakibatkan dua atom oksigen lebih negatif dari atom Fe sehingga sistem

memiliki momen dipol listrik. Arah momen dipol listrik secara umum dari muatan negatif

menuju muatan positif, arah momen dipol sekaligus memberikan gambaran gerak

molekul O2 yang menuju permukaan yang diwakili oleh atom Fe. Besarnya momen dipol

Fe-O2 untuk setiap ketinggian ditabulasikan pada Tabel 4. Kehadiran atom Fe telah

membuat molekul O2 memiliki dipol listrik.

Orbital molekuler Fe-O2.

Susunan MO Fe-O2

Susunan MO Fe-O2 hasil pemindaian energi terhadap variasi jarak antaratom

secara rinci ditabulasikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Susunan MO Fe-O2

MO

Energi orbital molekuler pada setiap ketinggian (Ha)

2.5 Å 2 Å 1.5 Å 1 Å 0.5 Å

-0.3055 -0.25041 -0.2756 -0.36485 -0.29076

-0.3125 -0.28016 -0.2695 -0.29076 -0.29076

-0.5579 -0.45202 -0.2695 -0.33332 -0.33332

-0.5756 -0.45601 -0.2996 -0.34422 -0.34422

-0.5829 -0.46248 -0.8746 -0.92567 -0.92567

-1.3252 -1.11525 -0.9123 -0.94034 -0.94034

-19.316 -19.2269 -19.1533 -19.1846 -19.1846

-19.316 -19.227 -19.1533 -19.1846 -19.1846

Susunan MO Fe-O2 pada Tabel 5 jika dibandingkan dengan susunan MO hasil

pemindaian energi dengan variasi jarak antaratom molekul O2 sama persis pada keadaan

terisolasi. Pada keadaan terisolasi molekul O2 memiliki susunan MO

. HOMO sistem Fe-O2 sesuai dengan HOMO hasil eksperimen

yaitu pada 2p.

Diagram tingkat energi Fe-O2

Mekanisme terjadinya disosiasi juga diamati berdasarkan perubahan orbital

molekuler untuk setiap ketinggin. Molekul dikatakan terdisosiasi apabila orbital

molekuler telah menjadi orbital atom. Berdasarkan hasil susunan MO pada Tabel 5 maka

diperoleh kurva orbital molekul Fe-O2 sebagai berikut.

(a)

(b)

Gambar 8 : Diagram tingkat energi MO Fe-O2 dari hasil pemindaian energi pada

nilai R0 = 0,6 , R0 = 1,1 Å dan R0 = 1,7 . (a) Pemindaian energi molekul untuk AO

2s dan 2p, (b) pemindaian energi molekul untuk AO 1s.

Gambar 8 (a) menunjukkan bahwa orbital ikatan dan orbital anti-ikatan pada

orbital 2p bertemu pada R0 = 1,4 . Sedangkan pada gambar 8 (b) orbital ikatan dan

orbital anti-ikatan pada orbital 1s bertemu pada R0 = 0,6 . Dapat disimpulkan bahwa

pada R0 = 1,4 MO telah berubah menjadi AO yaitu 1s 2s 2p. Dengan demikian

berdasarkan perubahan susunan MO terhadap variasi jarak, molekul O2 berpisah menjadi

dua atom oksigen pada ketinggian 1 . Hasil pemindaian energi dengan variasi jarak

antaratom pada sistem Fe-O2 juga, mendukung analisis hasil pemindaian energi yang

menunjukkan setelah h = 1,5 Å atom oksigen kedua tidak lagi merasakan pengaruh

potensial dari atom oksigen pertama.

Bentuk MO Fe-O2

Gambar 9 adalah visualisasi tujuh MO teratas yg terisi (HOMO) dari sistem Fe-

O2 di h=2.5Å pada jarak antaratom 0,6Å hasil perhitungan energi titik tunggal dengan

metode DFT. Gambar-gambar tersebut diambil pada isosvalue yang sama, yaitu 0.02.

Isovalue artinya pada permukaan itu semua titik memiliki kuadrat fungsi gelombang yang

sama (seperti permukaan ekuipotensial). Dalam orbital molekuler Isovalue berarti nilai

fungsi gelombang. Pada koordinat sferis, fungsi gelombang merupakan perkalian antara

fungsi radial dan fungsi anguler. Nilai Isovalue terkait dengan fungsi radial.

Gambar 9 Visualisasi tujuh MO pada HOMO sistem Fe-O2 di h=2.5Å.

Gambar 9 diperoleh berdasarkan hasil pembacaan keluaran perhitungan energi

titik tunggal pada lampiran D. Pada lampiran D tertera koefisien bobot orbital yang

menunjukkan kontribusi orbital dalam pembentukan MO pada tujuh HOMO sistem Fe-O2

di h = 2,5Å. Nilai koefisien bobot bernilai positif yang diwakili oleh warna hijau dan

negatif yang diwakili warna merah. Pada bagian 2.2.1 telah dijelaskan bahwa interaksi

tarik menarik menarik antara dua AO terjadi jika nilai koefisien bobot pada fase yang

sama.

Orbital molekuler (MO) nomor 24 memiliki koefisien bobot terbesar pada AO 3d

yang dimiliki atom Fe sebesar +0,32. MO-22 dapat dikatakan karena koefisien

bobot 2px (O1) dan 2px (O2) masing-masing +0,49 dan -0,49 (berbeda fase). MO-23

pada pembacaan keluaran didapatkan pada orbital 2pz, hal ini tidak sesuai dengan HOMO

molekul O2 hasil eksperimen yang terletak pada . Pada Gambar 4.7(b) dapat dilihat

bahwa MO-22 pada berinteraksi dengan MO-23 sepanjang sumbu-z yang

menghubungkan dua atom O dengan demikian, MO-23 dapat dikatakan .

Interaksi MO-23 (HOMO molekul O2 ) dengan MO-24 (HOMO atom Fe) secara

jelas diilustrasikan pada Gambar 9(b). Pada Gambar 9(b) dapat diamati MO-23

berinteraksi tolak-menolak dengan MO-24 atom Fe pada orbital atomik d dibidang yz

(AO d_yz), dengan demikian MO-23 disebut orbital tidak berikatan hasil interaksi MO-24

dengan MO-23. Pada Gambar 4.7(d) MO-23 dengan MO-21 (orbital molekuler atom Fe )

terlihat berinteraksi tarik-menarik dengan AO d_yz atom Fe. MO-21 dapat disebut orbital

ikatan hasil interaksi (molekul O2) dengan orbital atom d_yz atom Fe. Gambar 10

berikut menggambarkan secara jelas interaksi antara MO-23 dengan MO-21.

Gambar 10 Interaksi MO-23 dengan MO-21.

Gambar 10 menunjukkan bahwa sebagian elektron valensi pada atom Fe telah mengisi

HOMO molekul O2 ( ). Hasil interaksi MO-24 dengan MO-23 dan interaksi MO-21

dengan MO-23 dapat diilustrasikan pada Gambar 11 berikut.

Gambar 11 Interaksi MO-23 dengan MO-21 dan interaksi MO-23 dengan

MO-24.

Gambar 9(e) dan Gambar 9(f) secara berurutan merupakan ilustrasi dari interaksi

tolak menolak antara MO-23 (HOMO O2) dengan MO-20 (orbital atomik Fe) dan MO-19

(orbital atomik Fe), menghasilkan orbital tidak berikatan. Gambar 9(g) mengilustrasikan

adanya interaksi tarik menarik antara MO-23 dengan MO-18 (orbital atomik Fe)

menghasilkan orbital ikatan yang disebut MO-18. Gambar 9(d) dan Gambar 9(f) telah

memberikan gambaran terjadinya optimisasi geometri antara atom Fe dengan molekul O2

yang menyebabkan molekul O2 memiliki dua keadaan stabil. Dua keadaan stabil molekul

O2 seperti yang diilustrasikan gambar 2(a) sampai 2(c).

Analisis LCAO Sistem Fe-O2

Gambar 10 menunjukan keberadaan atom Fe telah mengisi HOMO molekul O2

( ) sehingga, analisis LCAO diamati pada HOMO moleku O2 dimana atom Fe tidak

lagi memberikan kontribusi elektron pada HOMO molekul O2. Kombinasi linear molekul

O2 direpresentasikan dengan simbol yang tersusun dari MO-23 dan MO-22, secara

rinci ditabulasikan pada tabel 6 berikut.

Tabel 6 Analisis LCAO HOMO molekul O2 pada setiap ketinggian

h (Å) Analisis LCAO HOMO molekul O2

2,5 Ψ= +0,49 ( )+0,54( )}+{-0,49 ( )- 0,54( )}

2 Ψ= +0,47 ( )+0,51( )}+{-0,47 ( )- 0,51( )}

1,5 Ψ= +0,47 ( )+0,34( )}+{-0,47 ( )- 0,34( )}

1 Ψ= +0,44 ( )+0,44( )}+{-0,44 ( )+0,44( )}

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada h = 2,5Å sampai h = 1,5Å kontribusi koefisien bobot

HOMO molekul O2 terdiri dari dua orbital atomik. Pada ketinggian h = 1Å hanya terdiri

dari satu orbital atomik. Berdasarkan analisis LCAO, dapat disimpulkan bahwa orbital

molekuler O2 telah bertransformasi menjadi orbital atomik pada ketinggian 1Å.

Struktur elektronik Fe-O2

Struktur elektronik sebuah molekul ditentukan oleh HOMO sistem . HOMO merupakan

orbital molekular tertinggi yang ditempati oleh elektron valensi. Selain HOMO, terdapat

juga LUMO (the lowest unoccupied molecular orbital), yakni orbital molekuler terendah

yang tidak terisi elektron. HOMO molekul O2 setelah kehadiran atom Fe ditabulasikan

senagai berikut

Tabel 7 Transformasi HOMO Fe-O2

TRANSFORMASI ENERGI HOMO

HOMO h (Å) E (a.u)

2.5 -0.30551

2 -0.25041

1.5 -0.27872

1 -0.36485

0.5 -0.29076

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan, HOMO Fe-O2 pada h = 2,5Å sampai h = 1,5Å berada

di sedangkan pada h=1Å, HOMO Fe-O2 berada di . Transformasi HOMO

Fe-O2 secara konsisten telah mendukung hasil analisis LCAO bahwa orbital molekuler

O2 telah bertransformasi menjadi orbital atomik pada ketinggian 1Å. Peranan atom Fe

dalam mekanisme disosiasi adalah sebagai katalis. Peranan atom Fe sebagai katalis

dibuktikan dari HOMO Fe-O2 yang sama persis dengan HOMO molekul O2, yakni .

Berdasarkan tabel 7 diperoleh plot transformasi HOMO Fe-O2 sebagai berikut.

Gambar 12 Transformasi HOMO molekul O2.

Gambar 12 menunjukkan energi HOMO semakin tinggi ketika molekul O2 semakin

mendekati atom Fe. Semakin molekul O2 mendekati atom Fe maka akan semakin panjang

juga ikatan antaratom O dan energi total elektroniknya makin besar. Dapat disimpulkan,

energi HOMO molekul lebih kecil daripada energi HOMO orbital atomik.

Perhitungan frekuensi vibrasi Fe-O2

Pada tahap perhitungan frekuensi vibrasi bertujuan menganalisa frekuensi vibrasi

molekul O2 akibat perturbasi geometri atom Fe. Pada pembacaan keluaran hasil

perhitungan Gaussian 03 pada lampiran E diperoleh 3 mode vibrasi Fe-O2. Pada keadaan

terisolasi molekul O2 hanya memiliki satu mode vibrasi. Vibrasi molekul O2 akibat peran

atom Fe dapat dipilih melalui kontribusi gerak dominan yang dilakukan molekul O2. Hasil

kalkulasi frekuensi vibrasi secara rinci ditabulasikan sebagai berikut.

Tabel 8 Frekuensi vibrasi Fe-O2

h (Å) Konstanta gaya (mDyne/Å)

Frekuensi vibrasi

( )

2.5 13.3818 1191.1169

2 11.5102 1099.9356

1.5 5.9379 776.2627

1 5.9321 775.8402

0.5 5.9274 775.597

Berdasarkan Tabel 8 dapat diamati bahwa semakin molekul O2 bergerak mendekati atom

Fe maka frekuensi vibrasi semakin menurun. Pelemahan frekuensi vibrasi di ketinggian

2Å sebesar 7,65%. Pelemahan frekuensi vibrasi secara signifikan terjadi di ketinggian

1,5Å yakni sebesar 29,43%.

Frekuensi vibrasi secara umum berbanding lurus dengan konstanta gaya.

Konstanta gaya dalam ikatan antaratom menyatakan kuat lemahnya interaksi antaratom.

Konstanta gaya juga berkaitan dengan probabilitas ditemukannya elektron dan orde

ikatan antaratom. Orde ikatan antaratom yang tinggi akan memiliki nilai konstanta gaya

yang makin tinggi (ditunjukkan pada Tabel 1). Penurunan besarnya konstanta gaya secara

signifikan terjadi pada ketinggian 1,5 Å, hal ini berkaitan dengan semakin melemahnya

ikatan antaratom O sebelum terdisosiasi.

Perhitungan energi titik tunggal Zn-O2

Perhitungan energi titik tunggal pada sistem Zn-O2 bertujuan untuk

dibandingkan dengan sistem Fe-O2. Komparasi bertujuan mendapatkan peranan atom Fe

yang tidak dimiliki logam transisi lainnya pada proses disosiasi molekul O2. Secara rinci

hasil perhitungan energi titik tunggal ditabulasikan pada tabel 9.

Tabel 9 Hasil perhitungan energi titik tunggal Zn-O2

SISTEM Zn-O2

h (Å) E (eV)

q (a.u)

µ (debye)

R0

(Å) Zn O1 O2

2,5 -52502.81103 -0.04945 0.024726 0.024726 1.4821 0,6

2 -52502.80232 0.539956 -0.269978 -0.269978 3.4711 0,7

1,5 -52501.3805 0.784117 -0.392058 -0.392058 4.9085 1,1

1 -52502.58816 0.819499 -0.409749 -0.409749 3.8539 1,5

0,5 -52502.82981 0.789673 -0.394837 -0.394837 1.8911 1,6

Pada tabel 9 E adalah energi total elektronik dalam satuan eV. q adalah muatan

listrik dalam satuan atomik (a.u) yang setara dengan Coulomb dan µ adalah

besar momen dipol listrik dalam satuan debye yang setara dengan 3,34 X C m .

Perbandingan energi total elektronik Fe-O2 dengan energi total elektronik Zn-O2

Secara detailnya proses disosiasi molekul O2 pada permukaan dijelaskan oleh

kurva energi fungsi ketinggian pada R0 dapat dilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 13 Energi total elektronik setiap ketinggian molekul O2 terhadap atom Zn

pada titik setimbang molekul O2 (R0).

Kurva energi potensial yang dibentuk dari mekanisme disosiasi permukaan

seperti Gambar 7 begitu juga kurva energi Gambar 13 telah menerangkan kedaan

terhambur dan membuktikan bahwa pada Gambar 5(d) dan Gambar 5(e) h = 1 Å dan h =

0,5 Å molekul O2 telah terdisosiasi. Perbedaan kurva energi Gambar 7 dengan Gambar 13

hanya pada tingginya penghalang pada ketinggian 1,5 Å yang harus dilewati molekul O2

agar terdisosiasi.

Posisi h = 1.5Å adalah penghalang yang harus dilewati molekul O2 untuk dapat

terdisosiasi menjadi dua atom O. Selisih energi pada h = 1,5 Å dengan h = 2 Å sekaligus

menjadi energi disosiasi molekul O2 pada sistem Zn-O2 yang besarnya 1,42 eV. Dengan

kata lain, setelah melewati h = 1,5 Å molekul O2 dapat terdisosiasi dan setiap atom O

mendekati permukaan sampai pada ketinggian h = 0,5 Å. Jika atom O2 gagal melewati h

= 1,5 Å, O2 akan tertolak menjauhi permukaan dan terperangkap di dalam lembah energi

pada ketinggian h = 2 Å.

Besarnya energi disosiasi molekul O2 setelah kehadiran atom Fe diperoleh

sebesar 0,30 eV. Energi disosiasi molekul O2 setelah kehadiran atom Zn hampir 5 kali

lebih besar dibandingkan dengan energi disosiasi pada permukaan (yang diwakili atom

Fe). Perbedaan energi disosiasi molekul O2 sekaligus menjelaskan perbedaan besarnya

penghalang pada kurva energi Gambar 13 dengan Gambar 7 yang harus dilewati molekul

O2 sebelum terdisosiasi. Perbedaan energi disosiasi yang signifikan ini dapat dijelaskan

melalui perbedaan orbital d pada Fe dan Zn. Orbital d pada Zn terisi penuh hal ini

menyebabkan Zn bersifat kurang reaktif dibandingkan atom Fe yang memiliki orbital d

terisi setengah penuh sehingga atom Fe ini bersifat reaktif dan mudah berinteraksi dengan

molekul O2.

Energi disosiasi molelekul O2 pada keadaan terisolasi secara komputasi

menggunakan metode DFT, diperoleh sebesar 9,07 eV. Energi disosiasi molekul O2 pada

keadaan terisolasi hampir 6 kali lebih besar dibandingkan dengan energi disosiasi setelah

adanya atom Zn. Sedangkan Energi disosiasi molekul O2 pada keadaan terisolasi hampir

30 kali lebih besar dari energi disosiasi setelah adanya atom Fe. Dengan demikian,

kehadiran atom Fe dan atom Zn telah memperkecil energi disosiasi molekul O2 namun

lebih mudah untuk memutus ikatan rangkap molekul O2 pada permukaan yang diwakili

oleh atom Fe.

KESIMPULAN

1. Proses disosiasi molekul O2 melalui perturbasi geometri dapat dimodelkan

menggunakan metode DFT sebagai perturbasi geometri yang dialami oleh

molekul Fe-O2.

2. Pemindaian energi terhadap variasi jarak antaratom menunjukkan transformasi

orbital dari MO menjadi AO. Hasil pindaian energi, analisis LCAO dan

transformasi MO Fe-O2 menjadi orbital atom dengan metode DFT menunjukkan

bahwa molekul O2 terdisosiasi pada ketinggian 1 . Pada ketinggian 1 jarak

antaratom O mencapai 2,8 . Energi disosiasi molekul O2 setelah kehadiran atom

Fe sebesar 0,30 eV.

3. Transformasi energi HOMO Fe-O2 menunjukkan HOMO yang sama dengan

molekul O2 yakni sehingga peranan atom Fe dalam proses disosiasi

molekul O2 adalah sebagai katalis.

4. Frekuensi vibrasi semakin menurun ketika molekul O2 mendekati atom Fe.

Konstanta gaya semakin kecil ketika frekuensi vibrasi menurun.

SARAN

Pada penelitian ini, perhitungan pemindaian energi Fe-O2 dimulai dari ketinggian 2,5Å

sampai 0,5Å karena mengalami kesulitan dalam konvergensi. Pemindaian energi Fe-O2

sebaiknya dilakukan sampai ketinggian 5Å untuk memperoleh posisi O2 tepat akan

merasakan interaksi dengan atom Fe sehingga memperoleh tahap inisiasi proses disosiasi.

Diharapkan, pada penelitian selanjutnya dapat meningkatkan resolusi pemindaian energi

Fe-O2.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Alfianto, Enggar., 2011, Perhitungan Numerik Energi Total Keadaan

Dasar Untuk Molekul Sederhana Dengan Density Functional Theory

(Skripsi), Departemen Fisika, Universitas Airlangga.

[2] Demtroder, Wolfgang., 2003, Molecular Physics : Wiley-VCH, Jerman.

[3] Demtroder, Wolfgang., 2010, Atoms, Molecules, and Photons : Springer,

Jerman

[4] Fatimatuzzahroh., 2013, Investigasi Variasi Jarak Antaratom Terhadap

Susunan Orbital Molekul Oksigen Dengan Metode Ab Initio (Skripsi),

Departemen Fisika, Universitas Airlangga.

[5] Feresman.B.J., 1996, Exploring chemistry with electronic structure

methods : Gaussian.inc. USA.

[6] Griffith, D.J., 1995, Introduction to Quantum Mechanics : Pearson

Prentice Hall, New York.

[7] Haken, Hermann, Wolf, H.C., 1994, Molecular Physics and Elements of

Quantum Chemistry : Springer, USA.

[8] Feresman.B.J., 1996, Exploring chemistry with electronic structure

methods : Gaussian.inc. USA.

[9] House, James.E., 2008, Inorganic Chemistry : Elsevier, USA

[10] J .W. GADZUK and S. HOLLOWAY,1985, On the dissociation of

diatomic molecules at metal surfaces, Vol.3, journal of chemical

physics letters

[11] Lide, D.R, Handbook of Chemistry and Physics, ed. (CRC Press, Boca

Raton, FL, 2005) 86th ed.

[12] Prabowo, Eko, Wahyu, Aji., 2010, Studi Energi Adsorbsi O2 dan OH

Pada Paduan Pd-Cu Sebagai Katalis Fuel Cell Hidrogen dengan

Metode Ab Initio (Skripsi), Departemen Fisika, Universitas Airlangga.

[13] Parr, Robert G. 1989. Density-Functional Theory of Atoms and Molecules.

New York: Oxford University Press, Inc.

[14] Sitorus, Marham., 2009, Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul

Organik, Graha Ilmu, Yogyakarta.

[15] Steckel, Janice A and Sholl, David S., 2009, Density Functional Theory. John

Willey and Sons.

[16] Wilkinson, Frank., 1980, Chemical kinetics and reaction mechanisms,

230-131, Van Nostrand Reinhold, Australia