Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2016)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Artikel Jurnal dengan judul :
PERIMBANGAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
(Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara
Barat
Tahun 2011-2016)
NIM : 115020406111001
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian
skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 12 juli
2018
Malang, 12 juli 2018
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email:
[email protected] [email protected]
Tenggara Barat masih berada dalam kelompok lima Provinsi dengan
Indeks Pembangunan
Manusia terendah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana
Bagi Hasil) terhadap Indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota
di Provinsi Nusa Tenggara
Barat periode tahun 2011-2016. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 10 Kabupaten/Kota yang
terdiri dari 8 Kabuapten dan 2 Kota di Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Penelitian ini mengunakan data sekunder yang berupa
laporan indeks pembangunan manusia dan anggaran APBD pemerintah
Kabuapten/Kota di
Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2011-2016. Analisa data
mengunakan regresi data
panel dengan metode fixed effect model dengan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan
manusia, sedangkan Dana Bagi
Hasil memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
indeks pembangunan manusia.
Kata kunci: PAD, Dana perimbangan, DAU, DAK, DBH dan indeks
pembangunan manusia (IPM)
A. PENDAHULUAN
perubahan mendasar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan
lembaga nasional serta
percepatan pertumbuhan, pengurangan ketimpangan dan penanggulangan
kemiskinan (Todaro dan Smith, 2011:18). Human resources atau sumber
daya manusia merupakan faktor penting untuk
mendorong permbangunan. Dalam laporan publikasi UNDP (1990), tujuan
akhir pembangunan
haruslah menempatkan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan bukan
sebagai alat
pembangunan. Pembangunan harus menekankan pada peningkatan kualitas
manusia dan kesejahteraanya dalam segala aspeknya. (BPS,
2016)
United Development Programe (UNDP) (2015) membuat indikator untuk
mengukur
kemajuan pembangunan manusia yang disebut Human development indeks
(HDI) atau Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). HDI dibentuk oleh tiga dimensi yang
diangap mendasar dalam pembangunan manusia yaitu pendidikan yang
diwakili oleh indikator angka melek huruf dan rata-
rata lama sekolah, kesehatan yang diukur dari angka harapan hidup
saat lahir dan standar hidup
layak yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita. Hasil
dari perhitungan tiap
indikator dari tiga dimensi tersebut kemudian dibagi menjadi empat
klasifikasi yaitu Pembangunan manusia rendah (0,0 sampai 0,499),
Pembangunan manusia sedang (0,50 sampai 0,799),
Pembangunan manusia tinggi (0,80 sampai 0,90) Pembangunan manusia
sangat tinggi (0,90
sampai 1,0).
Pada tahun 2010, UNDP melakukan perubahan dengan menganti beberapa
indikator agar menjadi lebih akurat dan relevan untuk mengukur
tingkat pembangunan manusia saat ini.
Perubahan terjadi pada dimensi pendidikan dimana indikator angka
melek huruf diganti dengan
indikator harapan lama sekolah, sehingga kini dimensi pendidikan
diwakili oleh angka rata-rata
lama sekolah dan harapan lama sekolah, indikator Produk Domestik
Bruto (PDB) perkapita diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB)
per kapita. Sedangkan, untuk menghitung indeks komposit
4
digunakan rata-rata geometrik menggantikan rata-rata aritmetik.
Dalam pengaplikasian perhitungan di Indonesia baru dilakukan pada
tahun 2014 dan dilakukan perhitungan ulang
dimulai untuk tahun 2010. Akan tetapi, Indonesia tidak menggunkan
PNB perkapita karena
ketidaktersediaan data sehingga menggantinya dengan pengeluaran per
kapita. (BPS, 2016).
Lima Provinsi dengan nilai IPM terendah berada di wilayah timur
Indonesia. Selain Provinsi Papua, Provinsi lain yang memiliki nilai
IPM terendah adalah Provinsi Papua Barat, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Barat
yang hanya memiliki Indeks
Pembangunan Manusia sebesar 65,81. Kelima Provinsi tersebut
memiliki Indeks Pembangunan
Manusia jauh dibawah rata-rata nasional yang telah mencapai
70,18.
Gambar 1. Lima Provinsi dengan IPM Tertinggi dan Terendah di
Indonesi
Sumber : Data diolah BPS Indonesia, 2017
Berdasarkan data dari BPS NTB (2016) selama 10 tahun terakhir
Provinsi Nusa Tenggara
Barat masih masuk dalam kelompok 5 Provinsi dengan Indeks
Pembangunan Manusia terendah di Indonesia. Pada tahun 2007 dengan
menggunakan metode lama, Provinsi Nusa Tenggara Barat
memiliki capaian IPM kedua terendah di Indonesia dengan Indeks
Pembangunan Manusia sebesar
63,71 dan berjarak hanya 0,31 dari Provinsi Papua yang menempati
posisi terakhir. Rendahnya
capaian IPM Provinsi Nusa Tenggara Barat terus bertahan hingga
tahun 2013. Dari gambar 2. di gambarkan perkembangan IPM Provinsi
Nusa Tenggara Barat dari tahun 2007 sampai dengan
2016 dengan menggunakan dua metode perhitungan Indeks Pembangunan
Manusia yakni metode
lama dan baru.
Gambar 2. Perkembangan IPM Provinsi NTB
Sumber : Data diolah BPS NTB, 2017
Dengan menggunakan penghitungan IPM metode baru, pada tahun 2010
IPM Nusa Tenggara Barat mencapai 61,16 dan terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya, hingga pada
tahun 2016 IPM Nusa Tenggara Barat telah mencapai indeks 65,81.
Akan tetapi, perolehan
tersebut masih dibawah rata-rata nasional yang mencapai 70,18. Di
tinjau dari tingkat daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dari 10 Kabupaten
dan Kota yang ada di
79.6 78.38 74.59 73.99 73.65 70.18 65.81 63.6 63.13 62.21
58.05
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
63.71 64.12 64.66 65.2 66.2 66.9
67.7
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
IPM NTB metode lama IPM NTB metode baru
5
Provinsi Nusa Tenggara Barat hanya daerah Kota yaitu Kota Mataram
dan Kota Bima yang mampu memiliki capaian IPM diatas rata-rata
nasional sebesar 70,18. Gambar 3. IPM Kabupaten/Kota di NTB
Sumber : Data diolah BPS NTB, 2017
Pemerintah pada hakikatnya memiliki tiga peran utama yakni
Distribusi, Stabilisasi dan
Alokasi. Fungsi distribusi dan stabilisasi pada umumnya lebih
efektif dan tepat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan
fungsi alokasi dilakukan oleh pemerintah daerah yang lebih
mengetahui kebutuhan, kondisi dan situasi masyarakat. Ketiga fungsi
tersebut menjadi landasan
dalam penetuan dasar-dasar Perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah
Daerah (Kuncoro, 2014:49-50). Sumber pendanaan belanja daerah
sebagian berasal dari pendapatan asli daerah. Setiap daerah otonom
(Kabupaten/Kota) harus dapat meningkatkan
potensinya untuk memakmurkan daerah dan kesejahteraan rakyatnya
(Sri Soematri, 2014:28).
Gambar 4. PAD Kab/Kota di Provinsi NTB tahun 2016
Sumber : Data diolah DJPK RI, 2017
Terdapat 3 daerah yang memilki PAD diatas 200 milyar rupiah yaitu
Kota Mataram, Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Barat.
Akan tetapi, di ke 2 Kabupaten tersebut
masih memiliki Indeks Pembangunan Manusia yang rendah dibawah
rata-rata Provinsi.
Sedangkan, Kota Bima memilki PAD terendah di antara Kabupaten lain
di Provinsi NTB, namun
mampu memiliki nilai IPM yang tinggi.
59 61 63 65 67 69 71 73 75 77
0 20000 40000 60000 80000
100000 120000 140000 160000 180000 200000 220000 240000 260000
280000
PAD
6
Salah satu fenomena paling mencolok dari hubungan antara sistem
Pemerintah Daerah (Pemda) dengan pembangunan adalah ketergantungan
Pemda yang tinggi terhadap Pemerintah
Pusat. Ketergantungan fiskal terlihat dari relatif rendahnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
dominanya transfer pusat (Kuncoro, 2014:44).
Gambar 5. Perkembangan Dana Perimbangan Kab/Kota di NTB
DJPK RI data diolah, 2017
Alokasi dana perimbangan terbesar berada pada Kabupaten Lombok
Timur dengan jumlah
dana perimbangan sebesar 1,8 Triliun rupiah, jumlah ini jauh
meningkat dibandingkan dengan
tahun 2014 yang hanya berjumlah 506 milyar rupiah atau naik sebesar
1,2 triliun rupiah. Kabupaten Lombok Utara memperoleh Dana
Perimbangan terendah sebesar 553 milyar rupiah
meningkat dari tahun 2014 yang hanya berjumlah Rp 310 milyar rupiah
atau bertambah 221
milyar rupiah.
pembangunan yang berpusat pada manusia. Manusia ditempatkan sebagai
tujuan akhir dan bukan
sebagai alat pembangunan. Tujuan utama pembangunan adalah
menciptakan lingkungan yang
memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat dan
menjalankan kehidupan yang produktif. Menurut Todaro dan Smith
(2011:445) pendidikan dan kesehatan memegang
peran penting dalam pembangunan, dimana Negara-negara yang memiliki
tingkat pendapatan yang
tinggi, tetapi memiliki standar kesehatan dan pendidikan yang
rendah dapat dikatakan sebagai
negara dengan pertumbuhan tanpa pembangunan. Oleh sebab itu,
pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang
mendasar. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan,
sedangkan pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan
yang memuaskan dan
berharga. Kedua komponen tersebut adalah fundamental untuk
membentuk dan mengembangkan
kemampuan manusia yang lebih luas yang merupakan makna inti dari
pembangunan.
Modal Manusia
Todaro dan Smith (2011:452) menyatakan bahwa modal manusia mengacu
pada
pendidikan, kesehatan dan kapabilitas manusia lainnya yang jika
ditingkatkan dapat meningkatkan produktifitas. Pendekatan modal
manusia berfokus pada kemampuan tak langsung dari kesehatan
dan pendidikan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan
pendapatan. Modal
manusia dianalogikan sebagai modal fisik dimana pada tahap
investasi awal, dengan adanya
perluasan pendidikan dan kesehatan akan meningkatkan pendapatan
yang lebih tinggi di masa depan.
1.332.954
900.777
1.201.038
1.533.991
1.882.960
1.201.486
810.517
621.959
619.236
553.961
sebagai Human development Indeks (HDI) atau Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Hasil
perhitungan menunjukan seberapa mampu negara atau daerah dalam
mengapai sasaran dalam
pembangunan khususnya pembanguan manusianya. HDI dibentuk oleh tiga
dimensi yang diangap mendasar dalam pembangunan manusia yaitu
pendidikan yang diwakili oleh indikator angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah, kesehatan yang diukur dari
angka harapan hidup saat lahir
dan standar hidup layak yang diukur dari Produk Domestik Bruto
(PDB) perkapita.
Pada tahun 2010 UNDP melakukan perubahan metodologi IPM. Perubahan
di lakukan dengan mengganti beberapa indikator agar menjadi lebih
akurat dan relevan untuk mengukur
tingkat pembangunan manusia saat ini. Kini dimensi pendidikan
diwakili oleh angka rata-rata lama
sekolah dan harapan lama sekolah. Indikator produk domestik bruto
(PDB) perkapita diganti
dengan produk nasional bruto (PNB) per kapita. Sedangkan, untuk
menghitung indeks komposit digunakan rata-rata geometrik
menggantikan rata-rata aritmetik.
Implementasi penerapan metode baru perhitungan IPM di Indonesia
baru dilakukan pada
tahun 2014 dan perhitungan ulang dimulai dari tahun 2010. Akan
tetapi, PNB perkapita tidak
digunakan karena ketidaktersediaan data, sehingga menggantinya
dengan pengeluaran per kapita disesuaikan(BPS IPM, 2016). Hasil
dari perhitungan tiap indikator dari tiga dimensi tersebut
kemudian dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu Pembangunan manusia
rendah (0,0 sampai
0,499), Pembangunan manusia sedang (0,50 sampai 0,799), Pembangunan
manusia tinggi (0,80
sampai 0,90) Pembangunan manusia sangat tinggi (0,90 sampai
1,0).
Teori Desentralisasi
Dalam Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 pasal 1 dijelaskan bahwa
Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan,
daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Walace Oates dan Bahl dalam Prasetya (2013) Desentralisasi
fiskal akan mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,
dikarenakan pemerintah sub
nasional/pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan
penyediaan barang-barang publik. Pengambilan keputusan pada level
pemerintah lokal akan lebih didengarkan untuk
menganekaragamkan pilihan lokal dan lebih berguna bagi efisensi
alokasi.
Federalism fiscal.
Menurut Bird dan Vaillancourt dalam Rohman (2012) federal fiskal
merupakan sebuah model normatif yang berpandangan bahwa pemerintah
pusat adalah yang paling bisa menafsirkan
aspirasi rakyat sehingga diberi kewenangan untuk menyusun
aturan-aturan kelembagaan dalam
hubungan antarjenjang pemerintah sehingga instansi-instansi
pemerintah daerah bertindak menurut
apa yang dikehendaki pemerintah pusat. Dengan pendekatan ini,
pemerintah lokal dilihat sebagai kepanjangan dari otoritas
pemerintah nasional atau beberapa negara federal pemerintah
negara
bagian dan mereka tidak bersifat otonom secara penuh. Implikasi
dari hubungan fiskal dari model
federalisme fiskal ini adalah berbagai bentuk transfer dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah (Dati I ke Dati II) dalam rangka untuk menggalakan ekonomi
regional dan infrastruktur lokal. Adanya transfer pemerintah
disebabkan pendapatan asli daerah tidak dapat membiayai
seluruh pengeluaran daerah. Oleh karena itu, transfer dana dari
pusat (intergovernmental transfer)
menjadi sumber penerimaan yang sangat dominan bagi pemerintah
daerah (Prasetya, 2013).
Teori Pengeluaran Pemerintah
investasi sangat besar disebabkan pada tahap ini pemerintah harus
menyediakan prasarana,
pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Pada tahap pembangunan
ekonomi menengah, Investasi
pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
agar dapat tinggal landas. Akan tetapi, pada tahap ini peranan
investasi swasta sudah semakin membesar. Pada tingkat
8
Pendapatan Asli Daerah
Sektor pendapatan daerah memegang peranan sangat penting dalam
melihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah, dimana
semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah untuk membiayai
kebutuhan daerah maka dapat
dikatakan semakin mandiri daerah tersebut. Menurut Undang-undang
nomer 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam pasal 1 ayat 28 menerangkan bahwa “Pendapatan Asli
Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
perundang-undangan” adapun
kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis
pendapatan, yaitu Pajak daerah,
Retribusi daerah, Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah.
Perimbangan Keuangan
Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 Dana Perimbangan adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
untuk mendanai kebutuhan dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan untuk
mengurangi kesenjangan fiskal
antara pemerintah dan pemerintah daerah dan antar pemerintah
daerah. Dana Perimbangan terdiri
dari:
Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
merupakan
pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang
berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam. DBH dari APBN
dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka
presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah bagi
hasil.
Dana Alokasi Umum Dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 21 menyatakan
bahwa Dana alokasi umum
(DAU) merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
DAU bersifat block grant yang artinya penggunaannya diserahkan
sepenuhnya kepada
pemerintah daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah
untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana
alokasi umum di distribusikan dengan formula berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu, yang secara umum
mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima
lebih banyak dari daerah
yang kaya. DAU disuatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal
dan alokasi dasar, dimana
celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapsitas
fiskal daerah, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah
pegawai sipil daerah.
Dana Alokasi Khusus
Dalam Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 23 menyatakan
bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kebutuhan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Besaran DAK ditetapkan setiap
tahun dalam APBN. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana
pendamping sekurang- kurangnya 10% dari nilai DAK yang diterimanya
untuk mendanai kegiatan fisik. Dana
pendamping tersebut wajib dianggarkan dalam APBD pada tahun
anggaran berjalan.
Arah kegiatan pembiayaan oleh DAK meliputi bidang pendidikan,
kesehatan, Infrastruktur jalan, Infrastruktur irigasi,
infrastruktur air minum, Infrastruktur sanitasi, prasarana
pemerintahan
daerah, kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup,
keluarga berencana, kehutanan,
sarana dan prasarana daerah tertinggal, sarana perdangangan, energi
pedesaan, perumahan dan
permukiman, keselamatan transportasi darat, transportasi pedesaan,
sarana dan prasarana kawasan perbatasan.
9
Hubungan PAD dan Dana Perimbangan Terhadap IPM Pendapatan asli
daerah adalah penerimaan yang berasal dari daerah itu sendiri
yang
digunakan untuk membiayai sebagaian belanja yang dibutuhkan untuk
menjalankan pemerintahan
dan pembangunan daerah. Pendapatan asli daerah menjadi tolak ukur
kemampuan keuangan
daerah dimana semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah
untuk membiayai kebutuhan daerah maka dapat dikatakan semakin
mandiri daerah tersebut. Dalam penggunaan PAD
Pemerintah daerah diberikan kewenangan dan keleluasan dalam
mengalokasikan PAD sesuai
dengan kebutuhan dan program proritas pemerintah daerah. oleh sebab
itu maka semakin besar
pendapatan asli daerah maka semakin mampu daerah tersebut dalam
membiayai pembangunan daerah khususnya di sektor-sektor yang
berkaitan pemangunan manusia.
Sedangkan, dana perimbangan memiliki hubungan dengan pembangunan
manusia melaui
pembiyaan pembangunan daerah dimana terdapat ketergantungan Pemda
yang tinggi terhadap
Pemerintah Pusat yang terlihat dari masih relatif rendahnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominanya transfer pusat dalam
pembiyaan pembangunan daerah). Dalam pelaksanaanya, dana
perimbangan dibagi menjadi tiga, yaitu Dana alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus(DAK)
dan Dana Bagi Hasil (DBH). DAU dan DBH merupakan bantuan dari
pemerintah pusat yang
bersifat (block grant) yang artinya penggunaannya tanpa syarat atau
tidak terikat dengan pengeluaran tertentu yang diataur pemerintah
pusat sehingga pengunaannya dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan program prioritas pemerintah yang tidak dapat
dibiyayai hanya dengan
PAD. Sedangakan Dana alokasi khusus (DAK) adalah bantuan dana yang
dialokasikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan kreteria dan
tujuan khusus yang ditentukan oleh pemerintah pusat untuk membiayai
kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar di daerah yang
sesuai dengan prioritas nasional. Dalam pengalokasian DAK mencakup
beberapa bidang termasuk
bidang pendidikan dan kesehatan yang merupakan komponen dalam
pembentukan IPM, sehingga
secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi capaian IPM
di daerah Yanto, Ridwan dan Fatah (2018) melakukan penelitian
mengenai pengaruh PAD dan
Belanja Modal terhadap IPM pada Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah
selama kurun waktu 2013-
2016. Metode analisis menggunakan analisis regresi linier berganda
mengunakan data panel
dengan pendekatan fixed effect. Variable yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi pendapatan asli daerah dan belanja modal
terhadap variable dependent yaitu indeks pembangunan manusia,
dari hasil estimasi variabel tersebut diperoleh hasil bahwa
pendapatan asli daerah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia
Penelitian mengenai pengaruh Pendapatan asli daerah juga dilakukan
oleh Sari dan Supadmi (2016). Penlitian berjudul “Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia “penelitian dilakukan di 9
Kabupaten/Kota di Provinsi
Bali pada tahun 2009-2013 dengan mengunakan pendekatan kualitatif
dan regresi berganda,
variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan asli
daerah ,belanja modal dan indeks pembangunan manusia.hasil dari
penelitian ini adalah PAD dan belanja modal berpengaruh
positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia
Setyowati dan suparwati(2012) melakukan penelitian mengenai
pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli
Daerah terhadap Indeks pembangunan manusia dengan pengalokasian
belanja sebagai variabel intervening.
Penelitian dilakukan pada pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah pada
tahun 2015-2009. Analisis
regresi mengunakan regresi data panel. Hasil dari penelitian adalah
DAU,DAK dan PAD
berpengaruh positif terhadap IPM melalui pengalokasian anggaran
belanja modal. Lugastro (2013) melakukan penelitian mengenai
Pengaruh PAD, Dana Perimbangan dan
Pertumbuhan Ekonomi terhadap IPM di Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Penelitian dilakukan di
38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur selam kurun waktu 2006 -2011.
Penelitian mengunakan data
panel dengan pendekatan random effect . Hasil penelitian menyatakan
bahwa Rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap IPM .Sedangakan DAU berpengaruh negative signifikan
terhadap IPM sementra DBH
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap IPM.
C. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada pemerintah di 10 Kabupaten/Kota di
Provinsi Nusa Tenggara Barat selama kurun waktu 2011-2016.
Penelitian mengunakan variabel Pendapatan Asli Daerah,
Dana alokasi umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil sebagai
variabel bebas,
10
sedangkan Indeks pembanguna Manusia sebagai variabel terikat. Data
mengenai Laporan Anggaran diperoleh dari situs Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Republik Indonesia
sedangan IPM diperoleh dari Situs Badan Pusat Statistik Nusa
Tenggara Barat dan Situs Badan
Pusat Statistik Indonesia. Alat Analisis mengunakan E-Views 7
dengan Metode analisis
mengunakan regresi berganda data panel dengan pendekatan fixed
effect model(FEM). Dengan model matematis sebagai berikut:
IPMit = β0 + β1 logPADit + β2logDAUit + β3logDAKit + β4logDBHit +
εit
Keterangan :
IPM : IPM di daerah i pada priode t
logPAD : Pendapatan Asli Daerah i pada priode t
logDAU : Dana Alokasi Umum i pada priode t logDAK : Dana Alokasi
Khusus i pada priode t
logDBH : Dana Bagi Hasil i pada priode t
β0 : Intersep atau konstanta
β1, β2, β3 : Koefisien regresi variable bebas i : 1,2,3..,10 (data
cross section Kabupaten/Kota di NTB)
t : 1,2,3..., 6 (data time series 2011-2016)
εit : Komponen error
Sebelum memilih model terbaik maka dilakukan estimasi dengan tiga
pendekatan yaitu
Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect model (FEM) dan Random
Effect Model. Hasil Estimasi
mengunakan ketiga pendekatan tersebut sebagai berikut
Tabel 1. Hasil Estimasi (PLS,FEM dan REM)
Variabel PLS FEM REM
Ipm 94.20463 0.0002 -0.710191 0.8995 7.247149 0.1829
Logpad 1.215371 0.3520 0.694455 0.0000 0.755575 0.0000
Logdau -2.925124 0.2526 4.006466 0.0000 3.360323 0.0000
Logdak -0.933575 0.4881 0.558323 0.0001 0.660872 0.0000
Logdbh 0.590224 0.6485 -0.106042 0.6204 -0.223952 0.2829
R-squared 0.068207 0.996771 0.818403
Dari Hasil Estimasi menunjukan bahwa dengan mengunakan pendekatan
PLS hanya
variabel PAD dan DBH yang memiliki pengaruh positif, akan tetapi
keseluruhan variabel tidak
memiliki pengaruh signifikan dan kemampuan variabel bebas
menjelaskan variabel terikat atau R2 hanya 6%. Sedangkan, dengan
mengunakan pendekatan FEM terdapat 3 variabel yang
berpengaruh positif dan signifikan berpengaruh terhadap IPM yaitu
PAD, DAU dan DAK
sedangkan DBH memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan
mempengaruhi IPM dengan nilai
R2 sebesar 99 %. Sedangkan, dengan pendekatan REM kemapuan variabel
bebas menjelaskan variabel terikat sebesar 81% dan hanya variabel
DBH yang memilki pengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap IPM.
Penentuan Model Analisis Pada penelitian ini, penentuan metode
analisis data panel terbaik yang digunakan merujuk
pada beberapa hasil pengujian. Pengujian yang dipakai antara lain
Chow Test (Likelihood Ratio
Test) untuk menentukan antara PLS atau FEM, dan Hausman Test untuk
menentukan antara FEM
atau REM.
Cross-section Chi-square 339.887130 9 0.0000 Data regresi eviws 7
diolah
Uji Chow yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah model
Pooled Least Square
(PLS) atau Fixed Effect Model (FEM) yang akan dipilih untuk
melakukan estimasi data. Uji ini
dapat dilakukan dengan uji Chow-Test. Dalam pengujian ini dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model PLS
H1 : Model FEM
Apabila hasil probabilitas Chi-square kurang dari 5%, maka H0
ditolak, sehingga model
menggunakan pendekatan fixed effect model. Hasil dari estimasi
menggunakan spesifikasi fixed
effect model digambarkan pada tabel 2. Berdasarkan hasil pengujian
diketahui probabilitas Chi- square sebesar 0,0000, sehingga
menyebabkan H0 ditolak. Maka model FEM adalah model yang
sebaiknya digunakan.
Kemudian dilanjutkan dengan uji Hausman. Uji Hausman dilakukan
untuk menentukan
apakah Fixed Effect Model atau Random Effect Model yang akan
dipilih. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai
berikut:
H0 : Model REM
H1 : Model FEM
Apabila hasil probabilitas chi-square lebih dari 5%, maka H0
diterima maka model
menggunakan random effect. Hasil dari estimasi menggunakan efek
spesifikasi random
ditampilkan pada tabel 3
Tabel 3. Uji Hausman
Equation: Untitled
Cross-section random 135.086726 4 0.0000 Data regresi eviws 7
diolah
Hasil probabilitas chi-square sebesar 0,0000 kurang dari
signifikasi 5% maka H0 ditolak,
sehingga dapat disimpulkan bahwa model sebaiknya menggunakan Fix
Effect Model. Setelah
melakukan pengujian dengan mengunakan Chow-test dan Hausman test
maka model data panel
terbaik adalah fixed effect model, kemudian dilakukan pengujian
asumsi klasik terhadap model yang digunakan.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi
pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least
square (OLS). Uji asumsi klasik yang sering
digunakan yaitu uji autokorelasi, uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode waktu atau ruang dengan
kesalahan pengganggu pada
12
waktu atau ruang sebelumnya. Untuk mendeteksi adanya masalah ini,
dapat digunakan uji Durbin- Watson (DW) yang ditampilkan pada tabel
4.
Tabel 4. Pengujian Durbin Watson Dw statistik 1.758509
Autokorelasi positif Tidak ada keputusan
Tidak ada autokorelasi
Tidak ada keputusan
0 1.4443 1.7274 2,2726 2,5557 4
Excell data diolah
Dari hasil uji DW yang telah dilakukan, didapatkan hasil
Durbin-Watson stat sebesar 1.758509, sedangkan dl = 1.4443 dan du =
1.7274. Karena nilai DW hitung lebih besar dari du dan
lebih kecil dari 4-du yaitu 2,2726 dan lebih kecil dari 4-dl
sebesar 2,5557, maka dapat
disimpulkan tidak terdapat gangguan autokorelasi.
Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel terikat dan
variabel bebas kedua-duanya berdistribusi normal atau tidak.
Menurut Winarno (2015) data
berdistribusi normal apabila nilai Jargue-Bera test atau J-B test
bernilai lebih dari 0,05 hingga 2 dan apabila nilai probability
lebih dari 0,05.
Gambar 6. Uji Normalitas
Data regresi Eviews 7 diolah
Berdasarkan uji normalitas di atas yang ditampilkan pada gambar
1.6, J-B bernilai
0.572464 dan probabilitas sebesar 0.751089 menunjukan bahwa
probabilitas >5%, sehingga dapat disimpulkan data tersebut
berdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan menguji apakah model regresi
terdapat korelasi antar variabel bebas atau tidak. Menurut Gujarati
(2013) jika koefisien korelasi antar variabel bebas
lebih dari 0,8 maka dapat disimpulkan bahwa model mengalami masalah
multikolineritas.
Sebaliknya, jika koefisien korelasi kurang dari 0,8 maka model
bebas dari masalah
multikolinieritas. Hasil uji multikolinieritas dipaparkan pada
tabel 5. Dari hasil uji yang dilakukan, semua koefisien korelasi
kurang dari 0,8. Maka dapat disimpulkan model tersebut bebas
dari
masalah multikolinearitas.
0
2
4
6
8
10
12
Series: Standardized Residuals
Sample 2011 2016
ketidaksaman varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Hasil regresi
dengan menggunakan Uji Gletser yang disajikan pada tabel 6
menunjukkan seluruh variabel
memiliki probabilitas lebih dari 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak
terdapat heteroskedastisitas dalam model tersebut.
Tabel 6. Uji Heteroskedastisitas
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.514789 2.868388 0.876726 0.3852
LOGPAD -0.026946 0.068490 -0.393439 0.6958
LOGDAU -0.032289 0.234416 -0.137743 0.8910
LOGDAK 0.059929 0.065590 0.913689 0.3656
LOGDBH -0.208728 0.109108 -1.913034 0.0620
Effects Specification
Identifikasi Model Terpilih Regresi Data Panel
Hasil FEM menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana
Alokasi Khusus berpengaruh positif dan signifikan dalam taraf error
5% terhadap indeks
pembangunan manusia di Provinsi NTB, sedangkan dana bagi hasil
berpengaruh negatif dan tidak signifikan mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia di Provinsi NTB.
Tabel 7. Hasil Regresi FEM
VARIABEL Model Estimasi FEM
Log Pendapatan Asli Daerah (PAD) β1 0.69445 0.13349 5.20225
0.0000
Log Dana Alokasi Umum (DAU) Β2 4.00646 0.45689 8.76892 0.0000
Log Dana Alokasi Khusus (DAK) Β3 0.55832 0.12784 4.36734
0.0001
Log Dana Bagi Hasil (DBH) Β4 -0.1060 0.21266 -0.4986 0.6204
R-squared 0.996771 F-statistik 1092.132
Data regresi Eviews 7 diolah
Hasil FEM menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, dan Dana
Alokasi Khusus berpengaruh positif dan signifikan dalam taraf error
5% terhadap indeks
pembangunan manusia di Provinsi NTB, sedangkan dana bagi hasil
berpengaruh negatif dan tidak signifikan mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia di Provinsi NTB.
Hasil Uji Signifikasi
Uji signifikasi digunakan untuk menentukan simpulan hasil riset.
Uji signifikansi menentukan apakah hipotesis yang dibuat di awal
riset akan diterima atau ditolak.
Uji Simultan Berdasarkan hasil analisis menggunakan software Eviews
7, diperoleh nilai F-hitung
sebesar 1092.132 dengan probabilitas F sebesar 0.000000. Dalam
taraf signifikansi 5% maka uji F
signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas
yaitu Pendapatan Asli
14
Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
Uji Parsial
sebagai berikut
Pengaruh DBH Terhadap IPM di NTB Hasil analisis menunjukkan bahwa
variabel Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki koefisien
sebesar -0.106042 dan t-hitung sebesar -0.498644, sedangkan
probabilitas sebesar 0.6204. Dengan
nilai probabilitas lebih besar dibandingkan dengan taraf
signifikansi 5%, maka variabel DBH
secara individu berpengaruh negatif dan tidak signifikan dalam
mempengaruhi IPM di Provinsi NTB.
Pengaruh DAU Terhadap IPM di NTB
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Dana Alokasi Umum (DAU)
memiliki t-hitung sebesar 8.768927 dan probabilitas sebesar 0.0000.
Dalam taraf signifikansi 5% maka variabel dau
secara individu signifikan dalam mempengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Provinsi
NTB. Nilai koefisien regresi sebesar 4.006466 menunjukkan bahwa DAU
berpengaruh positif
terhadap IPM di Provinsi NTB. Hal ini berarti apabila DAU meningkat
sebesar 1%, akan menyebabkan peningkatan IPM sebesar 4.0%.
Pengaruh DAK Terhadap IPM di NTB.
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Dana Alokai Khusus (DAK)
memiliki t-hitung sebesar 4.367349 dan probabilitas sebesar 0.0001.
Dalam taraf signifikansi 5% maka variabel
DAK secara individu signifikan dalam mempengaruhi IPM di Provinsi
NTB. Nilai koefisien
regresi sebesar 0.558323 menunjukkan bahwa DAK berpengaruh positif
terhadap IPM di NTB.
Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan DAK 1%, akan
menyebabkan kenaikan IPM sebesar 0.55 %.
Pengaruh PAD Terhadap IPM di NTB
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah
(PAD) memiliki t- hitung sebesar 5.202259 dan probabilitas sebesar
0.0000. Dalam taraf signifikansi 5% maka
variabel PAD secara individu signifikan dalam mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia di
Provinsi NTB. Nilai koefisien regresi sebesar 0.694455 menunjukkan
bahwa PAD berpengaruh
positif terhadap IPM di Provinsi NTB. Hal ini berarti apabila
variabel PAD meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan peningkatan
IPM sebesar 0.69 % dengan asumsi variabel lainnya
dianggap konstan.
Pengaruh yang positif dan signifikan pada PAD dan DAU, DAK dapat
disebabkan oleh
adanya peningkatan jumlah PAD dan DAU dan DAK yang pesat di seluruh
Kabupaten/ Kota di Provinsi NTB selama kurun waktu lima tahun
terakhir sehingga memberikan tambahan dana
dalam pembiyayaan dalam program–program prioritas pemerintah. Dalam
Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi NTB tahun 2014-2018,
menetapkan
pembangunan manusia sebagai salah satu program prioritas pemerintah
dalam upaya mewujudkan generasi emas di tahun 2025, yang misinya
adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia yang
berdaya saing melalui berbagai strategi dan arah kebijakan salah
satunya dengan melakukan
revitalisasi dan fasilitasi sarana prasarana layanan sosial dasar
yang diarahkan pada sarana dan
prasarana pendidikan dan kesehatan yang didukung oleh tersedianya
tenaga pelayanan dasar yang berkompeten. Dengan berbagai strategi
dan kebijakan yang dijalankan diharapkan akan
meningkatkan kualitas manusia yang tercermin dari meningkatnya
Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) di Provinsi NTB. Pada bidang pendidikan, PAD dapat
berkontribusi dalam upaya pembangunan manusia,
salah satunya melalui pembiyaan pendidikan. Jumlah dana yang
dialokasikan dalam APBD untuk
pendidikan yang berasal dari anggaran daerah diluar dana transfer
mengalami kenaikan yang pesat
antara kurun waktu 2015 hinga 2016. Hampir di semua Kabupaten/Kota
di Provinsi NTB jumlah kenaikan lebih dari 100 persen. Anggaran
pendidikan di luar transfer terbesar adalah kabupaten
Lombok Timur dengan total anggaran sebesar 260 milyar, sedangkan
yang terendah adalah
15
kabupaten Lombok Utara dengan anggaran sebesar 75 milyar rupiah.
Kenaikan yang besar mengindikasikan bahwa pemerintah daerah telah
memproritaskan pengalokasian anggaran
termasuk di dalamnya pendapatan asli daerah untuk pembiyaan
pendidikan. Oleh sebab itu, adanya
peningkatan PAD akan berpengaruh positif dalam meningkatkan
pembangunan manusia melalui
meningkatnya anggaran belanja daerah khususnya pada bidang
pendidikan, dimana pendidikan merupakan faktor penting dalam
meningkatkan pembangunan manusia dan merupakan salah satu
dimensi dalam pembentuk IPM.
DAERAH Anggaran
Pendidikan di
Luar Transfer
Rupiah)
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2016 2016 2016 Bima 28,9 173,0 585,9
595,6 1,34 1.63 204,9 4,8 422,6
Dompu 59,5 147,4 349,5 379,9 0,87 1.12 110,0 7,0 232,5
LoBar 65,7 169,2 525,7 511,7 1.39 1.56 172,1 2,2 342,5
LoTeng 54,8 258,0 724,6 766,1 1,51 1,81 244,1 8,2 508,1
LoTim 24,3 260,9 694,3 950,5 2.02 2.41 306,7 9,5 689,6
Sumbawa 49,6 155,1 467,6 478,6 1,33 1.52 156,7 7,3 328,5
Mataram 59,6 162,8 434,63 425,4 1.18 1.34 137,7 9,5 262,6
Kota Bima 57,2 113,4 325,24 291,8 0,74 0,83 92,9 7,6 178,3
KSB 57,2 69,9 199,24 183,9 0,73 0,81 51,2 7,0 114,0
LomUt 32,2 75,4 170,22 171,0 0,63 0.84 50,0 1,9 95,6
Data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan diolah, 2018
Hingga tahun 2016, dana transfer pemerintah pusat kepada daerah
masih menjadi tulang
punggung dalam pembiyaan pendidikan di daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi NTB. Jumlah
anggaran yang berasal dari dana transfer berkontribusi lebih dari
setengah dari total alokasi biaya pendidikan dimana secara
rata-rata dana yang berasal dari DAU berkontribusi lebih dari 1/3
dari
total anggaran transfer daerah dibidang pendidikan.Sedangkan, di
bidang kesehatan kontribusi
DAU dalam pembiyaan kesehatan tahun 2016 berjumlah 397 milyar
rupiah meningkat
dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 356 milyar rupiah. Besarnya
alokasi anggaran dibidang pendidikan dan meningkatnya alokasi
anggaran di bidang kesehatan merupakan upaya pemerintah
untuk meningkatkan kualitas manusia di daerah. Oleh sebab itu,
peningkatan DAU akan
berdampak positif bagi upaya peningkatan pembangunan manusia di
Kabupaten Kota di Provinsi
NTB. Kontribusi pembiyaan yang berasal dari DAK dalam alokasi
anggaran pendidikan di
Provinsi NTB terbilang kecil jika dibandingkan dengan kontribusi
DAU. Akan tetapi dalam
pemamfaatan DAK sudah ditentukan dan diarahkan untuk kegiatan
investasi pembangunan,
pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana fisik
pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang. Dalam bidang
pendidikan, DAK dapat dialokasikan untuk mendukung
penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang
bermutu dan merata, selain itu
DAK diproritaskan untuk melaksanakan rehabilitasi ruang kelas,
pembangunan ruang kelas baru,
pembangunan ruang perpustakaan, penyediaan buku refrensi,
pembangunan laboratorium dan penyediaan peralatan pendidikan. Oleh
sebab itu adanya peningkatan alokasi anggaran DAK
memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan pembangunan
khususnya pembangunan
manusia.
Sedangkan, Kontribusi DBH dalam total pendapatan di Kabupaten/Kota
di Provinsi NTB tergolong kecil, di beberapa daerah Kabupaten/Kota
jumlah penerimaan DBH dalam kurun waktu
lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Hal ini diakibatkan oleh
menurunya bagi hasil pajak yang
diterima oleh daerah khususnya pada bidang pertambangan, Dimana
perusahaan pertambangan hasil bumi terbesar di NTB yaitu PT.
Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang kini telah diakuisisi
oleh PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) hingga tahun 2014
melakukan kegiatan
perluasan wilayah tambang yang menyebabkan adanya siklus
perpindahan fase pertambangan
sehingga mengakibatkan rendahnya produksi dan kualitas hasil
tambang serta adanya
16
pemberlakuan undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan
mineral dan batu bara (minerba) yang mensyaratkan dilakukan
pengolahan hasil tambang mineral ditambang Indonesia
sehingga mewajibkan perusahaan untuk membangun smelter di
Indonesia.
Dengan pertimbangan tingginya biya produksi dan kerugian yang ada,
mengakibatkan
perusahaan melakukan rasionalisasi pegawai dengan merumahkan
sementara atau menawarkan pensiun dini bagi karyawannya, sehingga
berdampak pada jumlah bagi hasil yang diterima
pemerintah serta menurunya prekonomian masyarakat daerah sekitar
yang memiliki keterkaitan
langsung dengan aktifitas pertambangan. Oleh sebab itu, DBH
berdampak negatif dan tidak
signifikan dalam mempengaruhi IPM. Selain itu, beberapa daerah
lainya memiliki potensi sumber daya alam yang terbatas dan sumber
pajak minim, sehingga jumlah alokasi dana bagi hasil yang di
terima daerah kecil yang mengakibatkan kontribusi DBH terhadap
pembangunan menjadi juga
terbatas.
Implikasi Penelitian
Dari pembahasan hasil penelitian pada sub bab sebelumnya, ada
beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian lebih dalam rangka peningkatan IPM
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Dari empat variabel independen, yakni variabel PAD,
DAU dan DAK perlu dipertimbangkan dan ditindaklanjuti melalui
implikasi kebijakan yang lebih terarah oleh
pemerintah daerah dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia melalui pengalokasian anggaran pada program
prioritas pemerintah daerah khususnya dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan
kualitas pendidikan dan
kesehatan, dimana dalam pengalokasianya disesuaikan dengan
kebutuhan daerah tanpa
adanya intervensi oleh pemerintah pusat. Oleh sebab itu, pemerintah
daerah harus terus berupaya meningkatan pendapatan asli daerah demi
terciptanya kemandirian fiskal
dengan mengoptimalisasi potensi daerah pada sektor-sektor unggulan
berbasis sumber
daya lokal seperti PIJAR (sapi, jagung dan rumput laut) serta
sektor andalan lainnya yaitu
pariwisata yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dan
diproyeksikan dapat mendongkrak pendapatan daerah melalui
meningkatnya investasi dan prekonomian
masyarakat yang pada akhirnya akan menaikan jumlah pendapatan pajak
dan retribusi
yang diterima daerah
2. DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM melalui
pengalokasian anggaran khususnya di bidang pendidikan dan
kesehatan, dimana porsi alokasi DAU dalam
membiayai program pendidikan di kabupaten kota di provinsi NTB
rata-rata melebihi 30
persen dari total jumlah anggaran pembiayaan pendidikan. Sesuai
dengan kajian teori
mengenai modal manusia yang menyatakan bahwa pendidikan dan
kesehatan merupakan fundamental dalam mengembangkan sumber daya
manusia, sehingga peningkatan
pengalokasian anggaran kedalam dua dimensi tersebut diharapakan
akan meningkatakan
pembangunan manusia.
3. DAK berpengaruh terhadap IPM melalui alokasi pembiayaan
pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana yang menjadi
prioritas yang telah ditetapkan pemerintah pusat
khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Sesuai dengan
teori pengeluaran
pemerintah dimana pada tahap awal dan menengah pemerintah memiliki
peran dalam
membangun infrastruktur sarana dan prasarana pendidikan dan
kesehatan yang layak bagi masyarakat. Oleh sebab itu, peningkatan
alokasi DAK harus dimamfaatkan semaksimal
mungkin dan dipastikan tepat sasaran oleh pemerintah daerah
mengingat alokasi DAK
merupakan bantuan yang berkontribusi dalam pembangunan
infrastruktur dasar
pemerintah sehingga keberadaannya sangat diperlukan dalam
pembangunan dan merupakan bantuan yang hasilnya dapat dirasakan
langsung oleh masyarakat.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh PAD,
DAU, DAK, DBH
terhadap Indeks Pembangunan Manusia, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan (DAU,DAK,DBH) secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia
di Kabupaten/Kota di
17
Provinsi NTB, sedangkan secara parsial hanya Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan Dana Bagi Hasil berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten /Kota
di Provinsi NTB.
2. PAD, DAU dan DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia melalui pengalokasian anggaran pada
program prioritas pemerintah daerah
khususnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan serta pembiayaan
pembangunan infrastruktur, sarana
dan prasarana dalam upaya meningkatkan pembangunan manusia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu sehingga
jurnal ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami
sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya
dan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa
diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2015. Indeks Pembangunan Manusia 2014.
Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2016. Indeks Pembangunan Manusia 2015.
Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik NTB. 2017. E-book NTB dalam
Angka 2017. http://ntb.bps.go.id/ diakses
pada 5 November 2017.
Badan Pusat Statistik. 2017. E-book Profil kesehatan Indonesia
2017. http://.bps.go.id/ diakses
pada 8 Maret 2018 Damayanti, Meutia Irma. 2014. Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Bagi
Hasil(DBH), Dana Alokasi Umum(DAU) dan, Dana Alokasi Khusus (DAK)
terhadap
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa
Tenggara Barat
periode 2009-2012. Universitas Syarif Hidayatullah jakarta: Jakarta
Dinas Kesehatan Provinsi NTB. 2017. E-book Profil Kesehatan
Provinsi NTB 2017.
http://dinkes.ntbprov.go.id/ diakses pada 5 April 2018.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2011. LGF Anggaran.
http://www.djpk.depkeu.go.id/
diakses pada 24 november 2016 Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan. 2012. LGF Anggaran. http://www.djpk.depkeu.go.id/
diakses pada 24 november 2016
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2013. LGF Anggaran.
http://www.djpk.depkeu.go.id/
diakses pada 24 November 2016 Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan. 2014. LGF Anggaran. http://www.djpk.depkeu.go.id/
diakses pada 24 November 2016
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2015. LGF Anggaran.
http://www.djpk.depkeu.go.id/
diakses pada 26 oktober 2017 Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan. 2016. LGF Anggaran. http://www.djpk.depkeu.go.id/
diakses pada 26 oktober 2017
Ekananda, Mahyus.2016. Analisis Ekonometrika Data Panel. Jakarta :
Mitra Wacana Media
Ekananda, Mahyus.2015. Analisis Ekonometrika Dasar. Jakarta : Mitra
Wacana Media Fattah,Vitayanti Dkk. 2018. Pendapatan Asli Daerah dan
Belanja Modal Terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. e Jurnal Katalogis, Volume 6 Nomor 2 Februari
2018
Gujarati, Damonar. 2010. Dasar-Dasar Ekonometrika, Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga.
Harahap, Riva Ubar. 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi
Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatra
Utara. Universitas Sumatra Utara: Sumatra Utara
Harliani,Eka Marisca dan Hariadi. 2016. Pengaruh Kinerja Keuangan
Daerah Terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan
dan Pembangunan Daerah Vol 3 no 3, Januari-Maret 2016
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2013. Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan III–2013.
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ diakses pada 15 Juli
2017
18
Kementrian Kesehatan. 2017. http://www.kemkes.go.id/ diakses pada
16 April 2018
Kuncoro, Mudrajad. 2014. Otonomi Daerah Menuju Era Pembangunan
Daerah, Edisi ketiga .
Jakarta: Erlangga. Lugastro, Decta Pitron. 2013. Analisis Pengaruh
PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks
Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Universitas Barwijaya
Malang: Jawa Timur
Prasetyia,Ferry.2013. Bahan Kuliah Bagian VIII Federasime :Fakultas
Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya,Malang :Jawa Timur
Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2005 tentang Perimbangan
Keuangan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
180/PMK.07/2013 tentang Pedoman
Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2014.
Putra,Putu Gde Mahendra dan I Gusti Ketut Agung Ulupui.
2015.Pendapatan Asli Daerah Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,untuk meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana vol
11.3 2015
Rohman.Fathur 2012. Desentralisasi Fiscal dan Minimnya Pembangunan
di Indonesia. Jurnal
AKP vol1 no 2
Sari,Ida Ayu Candra Yunita dan Ni Luh Supadmi. 2016. Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana vol 15.3 no 3, juni 2016
Setia Budi,Aris .2017. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah,Dana
Perimbangan dan Belanja Daerah
terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintah Kabupaten/Kota
di Jawa Tengah tahun 2012-2014. IAIN Surakarta :Jawa Tengah
Setyowati,Lilis dan Yohana Kus Suparwati. 2012. Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, DAU,DAK
PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian
Anggaran Belanja
Modal Sebagai Variabel Intervening. Jurnal prestasi vol 9.3 no 1,
juni 2012: Soematri, Sri. 2014. Otonomi Daerah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Todaro, Michaael P.dan Stephen C Smith. 2011. Pembangunan Ekonomi,
edisi kesebelas. Jakarta:
Erlangga.
Undang-Undang 23 tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara . Undang-Undang 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Undang-Undang 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah UNDP. 2015.
Human Developtmen Report. (http://www.hdr.undp.org.id, diakses tgl
17 september
2017)
UNDP. 2016. Human Developtmen Report. (http://www.hdr.undp.org.id,
diakses tgl 17 september
2017) Williantara,Gede Ferdi dan I Gusti Ayu Nyoman Budiasih. 2016.
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil
pada
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana vol
16.3 no 3september 2016 Winarno, Wing Wahyu. 2015.Analisis
Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, edisi keempat.
Yogyakarta:UPP STIM YKPN