Upload
hoangbao
View
239
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGARUH ANGGARAN INFRASTRUKTUR, INFLASI, JUMLAH
UANG BEREDAR (JUB) DAN SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH
(SBIS) TERHADAP PROJECT BASED SUKUK (PBS) DI INDONESIA
(PERIODE TAHUN 2013-2017)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
NURULITA DEWI
NIM: 1113086000035
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
4
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
1. Nama : Nurulita Dewi
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 23 April 1995
3. Alamat : Bekasi Timur Regensi Blok H 30 No. 11
4. Agama : Islam
5. Nama Ayah : Suhardi
6. Nama Ibu : Puji Astuti
7. No. Telpon (HP) : (021) 8261809
8. Email : [email protected]
B. PENDIDIKAN FORMAL
2001 - 2007 : SDN Mustikajaya 07
2007 - 2010 : SMPN 10 Bekasi
2010 - 2013 : SMA Daya Utama Bekasi
2013 – 2018 : Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
C. Pengalaman Organisasi
1. Departeman Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dewan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Periode 2015-
2016
2. Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah
Periode 2016-2017
3. Departemen Pemberdayaan Perempuan Himpunan Mahasiswa Islam
Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis
ii
D. Seminar dan Workshop
1. Seminar Internasional Ekonomi Islam IAEI dengan tema “Building
Strategic Alliance in Islamic Economic, Finance, and Business Policies”
pada April 2015.
2. Seminar Nasional IAEI dengan tema “Penyiapan SDM Berbasis
Kompetensi Syariah dalam Pengembangan Perbankan Syariah Era MEA
2015” pada Oktober 2014.
3. Seminar Nasional IAEI dengan tema “Pembiayaan Properti dan Investasi
Syariah Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” pada
Maret 2016.
4. Sosialisasi Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia
dengan tema “Kebijakan Fiskal dalam menghadapi MEA dan Ekonomi
Hijau (Green Economy)” pada November 2013.
5. Workshop HMPS Muamalat UIN Jakarta ”Internet Sebagai Media Belajar
dan Bisnis” pada Mei 2015.
6. Seminar HMJ Ekonomi Syariah “Menuju Ekonomi yang Berkeadilan
Bersama Ekonomi Syariah Untuk Indonesia yang Lebih Baik” pada Mei
2014.
7. Talkshow BES (Bulan Ekonomi Syariah) oleh Lingkar Studi Ekonomi
Syariah (Lisensi) pada Oktober 2013.
8. Talkshow Universitas Prof. Dr. Moestopo dengan tema “Be Succesful in
The Sphere of Entrepreneurship” pada 2013.
iii
9. Kuliah Umum Bersama Menteri Pemuda dan Olahraga RI “Meneguhkan
Peran Pemuda sebagai Penggerak Resolusi Bangsa” pada Mei 2015.
10. Seminar Nasional HMJ Ekonomi Syariah “Halal Bussines and Sustainable
Development” pada November 2016.
E. Kegiatan dan Pengalaman
1. Sekretaris Acara BIMTES Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2015
2. Sekretaris Acara OPAK Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015
3. Magang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia
Departemen Audit Internal 2017
4. Magang di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan KCP Bintaro 2017-2018
5. Company Visit di Dana Reksa Sekuritas pada Desember 2015
6. Company Visit “Peran Bank Indonesia di Bidang Moneter” di Bank
Indonesia pada April 2014.
7. Company Visit Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia pada
September 2015
iv
ABSTRACT
This study aims to analyze the influence of Infrastructure Budget (AI),
Inflation, Total Money Supply (JUB), and Bank Indonesia Sharia Certificate
(SBIS) to Project Based Sukuk (PBS). The data used is Time Series data period
January 2013 - December 2017. To analyze, the author uses Ordinary Least
Square (OLS) method. The results of this study indicate that partially
Infrastructure Budget, Inflation and SBIS have a positive influence on Sukuk
Negara (SBSN) series Project Based Sukuk (PBS). While JUB has a significant
negative influence. Found with Adjusted R Square value 35.3%, while the rest is
influenced by other factors. Simultaneously, Infrastructure Budget, SBIS and JUB
variables significantly influence Sukuk Negara (SBSN) Project Based Sukuk (PBS)
series. While the Inflation variable has no significant effect.
Keywords: Infrastructure Budget (AI), Indonesia Bank Certificate Sharia (SBIS),
Inflation, Total Money Supply (JUB), Project Based Sukuk (PBS)
v
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Anggaran
Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Project Based Sukuk (PBS). Data yang
digunakan adalah data Time Series periode Januari 2013 - Desember 2017. Untuk
menganalisis, penulis menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial Anggaran Infrastruktur dan SBIS
memiliki pengaruh positif terhadap Sukuk Negara (SBSN) seri Project Based
Sukuk (PBS). Sedangkan JUB memiliki pengaruh signifikan negatif. Ditemukan
dengan nilai Adjusted R Square 35.3%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain. Secara simultan variabel Anggaran Infrastruktur (AI), SBIS dan
JUB secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Sukuk Negara (SBSN)
seri Project Based Sukuk (PBS). Sedangkan variabel Inflasi tidak berpengaruh
signifikan.
Kata kunci: Anggaran Infrastruktur, Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS), Jumlah Uang Beredar (JUB), Project Based Sukuk (PBS)
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Anggaran Infrastruktur, Inflasi,
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Jumlah Uang Beredar (JUB)
terhadap Project Based Sukuk (PBS) di Indonesia Periode Tahun 2013-2017”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan
Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula shalawat serta salam tercurahkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad Shallallah „Alayhi wa Sallam, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Dalam penelitian ini penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat
terselesaikan tanpa dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama pada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan karunia-Nya serta
tetap menuntun peneliti dijalan yang benar sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
2. Kedua orang tua penyemangat sepanjang masa yang tak kenal lelah
memberi kasih sayang terhadap ananda, Ibuku tersayang Puji Astuti dan
vii
Ayahanda tercinta Suhardi yang selalu memberikan limpahan kasih
sayang, perhatian, dan do’a tak pernah putus-putusnya untuk ananda.
3. Kakak dan Adikku tercinta Ika, Dinda dan Fajar yang selalu memberikan
semangat dan memberikan dorongan tak kenal lelah terhadap penulis.
Terimakasih juga kepada Pakde dan Bude yang menjadi orang tua
keduaku di rumah.
4. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc,M.Si selaku Dekan FEB, Bapak Dr. Amilin,
SE., Ak.,M.Si., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid. Akademik, Bapak
Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag, M.H selaku Wakil Dekan II Bid
Administrasi Umum dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin M.A selaku
Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan yang telah memberikan jalan bagi
saya dalam mengerjakan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan MA. MM. HAH. SLM sebagai penemu teori H
bahwa petunjuk jalan lurus manusia ke Allah dengan ibadah dan Dynivity
serta dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan serta arahan dan memotivasi penulis agar skripsi
ini bisa terselesaikan dengan baik.
6. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah
sekaligus sebagai Dosen Penasehat Akademik penulis yang senantiasa
memberikan arahan dalam perkuliahan semoga keberkahan senantiasa
menaungi Bapak dalam kesehariaannya.
7. Ibu RR. Tini Anggraeni, ST.,M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Syariah yang senantiasa menjadi tempat sharing penulis dalam dunia
viii
perkuliahan. Semoga keberkahan dan kebaikan senantiasa menaungi Ibu di
setiap harinya.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang tidak dapat penulis
tuliskan satu-persatu. Terima kasih atas curahan ilmu yang Bapak, Ibu dan
teman-teman berikan kepada penulis. Semoga amal Bapak, Ibu dan teman-
teman mendapat keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
9. Sahabat seperjuangan sejak masa putih abu Rachma, Rahmi, Affan dan
Fityan. Terimakasih telah memberikan banyak dukungan kepada penulis
dan selalu menjadi tempat berkeluh kesah yang paling sabar. Terimakasih
atas banyaknya saran membangun yang kalian berikan selama ini. Feel
lucky to have u guys!
10. Sahabat selama masa perkuliahan, Riska, Via, Putri, Maya, Awal, Irma,
Diyanah, Gita dan Aliyah. Terimakasih atas banyaknya bantuan dari awal
masa perkuliahan hingga saat ini. Semoga Allah senantiasa menjaga
persabahatan kita. Love u to the moon and back girls! Manjadda Wajada!
11. Terimakasih kepada teman-teman HMJ Ekonomi Syariah 2016 yang
memberikan banyaknya pelajaran dan arti dari sebuah tanggung jawab.
Khususnya kepada BPH terimakasih atas kebersamaannya selama
mengemban amanah Dimas, Ari, Adzkiya, Zakki dan Maylina kalian
adalah orang-orang hebat yang menginspirasi. My Best Teamwork ever!
12. Teman-teman seperjuangan Jurusan Ekonomi Syariah 2013. Khususnya
sahabat-sahabat penulis Munjiah, Nadya, Muzda, Doni, Musa, Fadli,
ix
Fahri, Indra, Iqbal, Ridho, Yoga terimakasih atas segala bantuan dan
supportnya selama masa perkuliahan.
13. HMI KAFEIS Cabang Ciputat, Terimakasih telah menjadi keluarga
keduaku selama di masa perantauan.
14. Keluarga KKN Gencar 048, Muthia, Jia, Lia, Ikoh, Nurul, Gunawan,
Khairatin, Husein dan Nasrul. Semoga Allah senantiasa menjaga
persaudaraan kita dan kebaikan selalu menyertai kita.
15. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam
mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.
16. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dan memberi inspirasi bagi peneliti, suatu kebahagiaan telah
dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua, terima kasih
banyak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat
penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan
sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Maret 2018
Nurulita Dewi
x
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................i
ABSTRACT .......................................................................................................iv
ABSTRAK .........................................................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................xiv
DAFTAR GRAFIK ...........................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................12
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................13
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................15
A. Landasan Teori ........................................................................................15
1. Investasi ................................................................................................15
2. Obligasi .................................................................................................18
3. Obligasi Syariah ....................................................................................20
xi
a. Surat Berharga Syariah Negara ........................................................21
b. Project Based Sukuk (PBS) ..............................................................24
4. APBN ....................................................................................................27
a. Anggaran Infrastruktur .....................................................................28
5. Inflasi ....................................................................................................29
6. Jumlah Uang Beredar (JUB) .................................................................30
7. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ............................................32
B. Keterkaitan Antar Variabel .....................................................................36
1. AI terhadap PBS .................................................................................36
2. Inflasi terhadap PBS ...........................................................................37
3. JUB terhadap PBS ..............................................................................37
4. SBIS terhadap PBS .............................................................................38
C. Penelitian Terdahulu ...............................................................................40
D. Kerangka Penelitian ................................................................................42
E. Hipotesis ..................................................................................................44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................46
A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................46
B. Jenis dan Sumber Data ............................................................................46
C. Metode Pengumpulan Data .....................................................................47
1. Penelitian Kepustakaan.......................................................................47
2. Data Sekunder ....................................................................................47
D. Metode Analisis Data ..............................................................................48
1. Uji Asumsi Klasik ..............................................................................48
a. Uji Normalitas ................................................................................48
b. Uji Multikolinearitas ......................................................................49
c. Uji Heteroskedastisitas ..................................................................51
d. Uji Autokorelasi .............................................................................52
2. Uji Statistik .........................................................................................53
a. Uji t ..............................................................................................53
b. Uji F .............................................................................................54
c. Uji Koefisien Determinasi (Adj R Square) .................................54
xii
3. Ordinary Least Square .......................................................................55
E. Operasional Variabel Penelitian ..............................................................56
1. Variabel Dependen (Y) .......................................................................56
2. Variabel Independen (X) ....................................................................57
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ....................................................59
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...........................................59
1. Sejarah Perkembangan Sukuk ..........................................................59
2. Perkembangan SBSN di Indonesia ..................................................61
B. Deskripsi Variabel Penelitian ..................................................................63
1. Analisis Deskriptif PBS ......................................................................63
2. Anggaran Infrastruktur ........................................................................65
3. Inflasi ...................................................................................................66
4. Jumlah Uang Beredar ..........................................................................68
5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah .......................................................69
C. Analisis Data dan Pembahasan ...............................................................70
1. Uji Asumsi Klasik ...............................................................................71
a. Uji Normalitas ................................................................................71
b. Uji Multikolineritas ........................................................................72
c. Uji Heteroskedastisitas ...................................................................74
d. Uji Autokorelasi .............................................................................75
2. Uji Statistik ..........................................................................................76
a. Uji Parsial .......................................................................................78
b. Uji F ................................................................................................79
c. Uji Koefisien Determinasi ..............................................................80
D. Interpretasi ..............................................................................................80
BAB V PENUTUP ......................................................................................84
A. Kesimpulan ............................................................................................84
B. Saran ......................................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................89
LAMPIRAN .................................................................................................94
xiii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Alokasi APBN untuk Infrastruktur 8
1.2 Variabel Makroekonomi periode 2013-2017 10
2.1 Pagu dan Jenis Proyek yang dibiayai dengan PFS 27
2.3 Penelitian Terdahulu 40
4.1 Uji Multikolinearitas 73
4.2 Uji Heteroskedastisitas (Uji White) 75
4.3 Uji Autokorelasi (LM-Test) 76
4.4 Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) 77
xiv
DAFTAR GRAFIK
No. Keterangan Halaman
1.1 Anggaran Infrastruktur 2009-2017 4
4.1 Project Based Sukuk (PBS) 2013-2017 64
4.2 Anggaran Infrastruktur 2013-2017 66
4.3 Inflasi 2013-2017 67
4.4 Jumlah Uang Beredar 2013-2017 68
4.5 Sertifikat Bank Indonesia Syariah 2013-2017 70
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Jenis Instrumen Sukuk Negara 23
2.2 Perhitungan Imbalan SBIS 36
2.3 Kerangka Pemikiran 44
4.6 Uji Normalitas Jarque Bera 72
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Variabel Penelitian............................................................. 94
Lampiran 2: Grafik Variabel.............................................................................99
Lampiran 3: Uji Asumsi Klasik........................................................................101
Lampiran 4: Uji Statistik...................................................................................103
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infrastruktur merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu
negara. Pembangunan Infrastruktur di suatu negara juga merupakan tolak
ukur dari tingkat perekonomian nasional di sebuah negara tak terkecuali di
Indonesia. Hal ini dikarenakan gerak laju dan pertumbuhan ekonomi di
suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur, baik
infrastruktur fisik maupun sosial. Pemerintah dalam hal ini sebagai
pemegang kebijakan tertinggi dalam sebuah negara, harus bisa
menyediakan berbagai infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Infrastruktur tersebut, khususnya transportasi jalan merupakan
modal transportasi utama yang berperan penting dalam mendukung
pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam
melayani kebutuhan antar manusia maupun distribusi dalam perdagangan
dan industri (bappenas, 2017).
Pemerintah memahami bahwa pembangunan infrastruktur
mempunyai arti strategis bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Perannya sebagai penggerak sektor perekonomian akan mampu menjadi
pendorong berkembangnya sektor-sektor terkait sebagai multiplier dan
pada akhirnya akan mampu mendorong terciptanya lapangan usaha baru
dan memberikan output hasil produksi sebagai input untuk konsumsi.
Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah terutama menyangkut
2
masalah pengangguran, kemiskinan, dan ketersediaan layanan umum yang
memadai akan terpecahkan secara bertahap dengan pembangunan
infrastruktur.
Upaya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dilakukan
guna memacu pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan
berdampak terhadap sektor ekonomi lainnya. Berbagai upaya telah
ditempuh agar pembangunan infrastruktur dapat dilaksanakan secara
terarah dan berkelanjutan. Di antara upaya-upaya tersebut adalah dengan
menyusun rencana pembangunan infrastruktur yang tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Didalamnya dijelaskan
bahwa beberapa sektor yang sangat mendesak untuk segera dilakukan
pembangunan adalah sektor transportasi, saran transportasi, sektor energi,
telekomunikasi, perumahan dan kesehatan, serta sarana pertanian.
Diperkirakan biaya yang digunakan untuk pembangunan di seluruh sektor
tersebut mencapai Rp 1.400 triliun. Jumlah pembiayaan yang sangat besar
tersebut tentu tidak dapat ditopang sendiri oleh pemerintah melalui dana
yang tersedia dalam APBN.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014
menyebutkan 5 provinsi yang menjadi penyumbang PDB nasional terbesar
yaitu Provinsi DKI Jakarta (16,72%), Jawa Timur (15,06%), Jawa Barat
(14,23%), Jawa Tengah (8,42%) serta Provinsi Riau 6,87%, ternyata
membutuhkan perbaikan kondisi infrastruktur yang cukup masif di
3
masing-masing daerah, demi menjaga kualitas dari pertumbuhan ekonomi
nasional.
Para ekonom memperkirakan kebutuhan dana untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi hingga pada kisaran 7% mencapai Rp 2.900,-
triliun dampai dengan akhir tahun 2019. Pemerintah melalui APBN tentu
tidak dapat menyediakan dana tersebut seorang diri. Saat ini pemerintah
telah menggalakkan keterlibatan swasta untuk turut serta membangun
infrastruktur dengan pola kerja sama pemerintah dan swasta (public
private partnership). Proyek-proyek infrastruktur yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi dan berpotensi mendatangkan penerimaan (income
streaming) seperti jalan tol diharapkan dapat dikerjakan oleh sektor
swasta. Adapun proyek-proyek yang bersifat pelayanan publik (public
services) seperti jalan negara, jembatan, sekolah dll disediakan oleh
pemerintah (Hariyanto, 2017). Adapun pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan anggaran infrastruktur selama beberapa tahun kebelakang
dapat dilihat pada Grafik 1.1.
4
Grafik 1.1
Anggaran Infrastruktur 2009-2017
Sumber : Kementerian Keuangan RI, 2017
Seiring dengan hal tersebut, saat ini di dunia pasar keuangan
internasional khususnya di pasar keuangan syariah. Instrumen keuangan
Islam sedang mengalami berbagai perkembangan menyesuaikan
kebutuhan perekonomian dari umat muslim. Di tengah perkembangannya
telah lahir berbagai instrumen dalam kegiatan investasi yang
menyesuaikan dengan prinsip dasar Islam salah satunya yaitu sukuk.
Sukuk atau biasa disebut juga obligasi syariah merupakan salah satu
instrumen berbasis syariah yang sering digunakan untuk pembiayaan
infrastruktur.
Indonesia dapat dikategorikan terlambat dibanding negara-negara
lain yang menerapkan sistem keuangan syariah, seperti Malaysia,
5
Singapura, Bahrain, Uni Emirat Arab, Iran, dan lain-lain. Sukuk yang
diterbitkan dan diperdagangkan di bursa efek dikenal dengan istilah
obligasi syariah. Kondisi ini bisa jadi karena tidak ada payung hukum
untuk penerbitan sukuk. Payung hukum yang ada hanya untuk penerbitan
obligasi. Karenanya, Indonesia terbilang berani karena payung hukumnya
belum ada tetapi telah berani menerbitkan sukuk (Adiwarman, 2004).
Firdaus,dkk dalam Sunarsih (2008) pada saat ini, yaitu mulai tahun
2002 di Bursa Efek Indonesia diperdagangkan instrument keuangan baru
yaitu obligasi syariah. Obligasi syariah ini diterbitkan selain untuk
menutupi kebutuhan modal kerja juga bisa digunakan untuk pembangunan
infrastruktur baik oleh perusahaan atau pemerintah. Dengan demikian
obligasi syariah bisa dimanfaatkan sebagai alternatif sumber pendanaan
bagi perusahaan maupun dalam pendanaan infrastruktur.
Peningkatan sukuk yang signifikan dari tahun ke tahun membuka
peluang sukuk untuk lebih berkembang sebagai salah satu produk investasi
di Indonesia. Menurut Rama dalam artikel yang ditulis oleh Hanafie
(2013), Sekjen Islamic Economics Forum for Indonesian Development,
sebagaimana yang dimuat dalam detik.com, negara berpenduduk muslim
terbesar di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia punya
peluang menjadi pusat keuangan Islam di Asia Tenggara. Bahkan bisa
menjadi pusat keuangan dunia pada masa mendatang. Khususnya dalam
pemanfaatan sukuk sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
6
Rama dalam artikel yang ditulis oleh Hanafie (2013) menyatakan
bahwa salah satu yang menjadi daya tarik investor terhadap Indonesia
adalah banyaknya proyek infrastruktur dalam negeri yang bisa dibiayai
melalui skema sukuk serta kondisi ekonomi relatif baik. Pada saat negara
lain mengalami minus pertumbuhan akibat krisis keuangan global,
Indonesia masih bisa mencatat pertumbuhan yang positif. Bahkan pada
tahun-tahun mendatang, Indonesia diperkirakan menjadi salah satu dari
tiga negara dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di dunia. Kondisi ini
menurut Rama, memungkinkan Indonesia bisa memberikan return yang
kompetitif terhadap investor sukuk. Jika dibandingkan dengan negara
tetangga, Malaysia misalnya, Indonesia termasuk terlambat merespons
peluang sukuk itu. Padahal selama delapan tahun terakhir, perkembangan
sukuk negara dan korporasi secara global cukup fantastis. (Hanafie, 2013).
Menurut Aziz (2008), sukuk Indonesia bisa lebih tinggi dari Malaysia.
Sebagai salah satu investasi, banyak negara menerbitkan sukuk,
tidak hanya negara berpenduduk muslim, negara-negara Barat dan Asia
yang berpenduduk muslim minoritas juga ikut memanfaatkan peluang ini.
Ada sepuluh negara yang telah menerbitkan sukuk, yaitu Jerman, Inggris,
Kanada, Dubai, Uni Emirat Arab, Kuwait, Pakistan, Qatar, Malaysia, dan
Singapura. Akan ada lima negara lagi yang akan menyusul, yaitu: Jepang,
Korea, Cina, India, dan Indonesia. Ada pula kota-kota yang telah
mengembangkan instrumen keuangan yang berbasis ekonomi syariah ini,
di antaranya adalah Hongkong dengan diterbitkan Hangseng Islamic
7
China Index Fund oleh Badan Pengawas Pasar Modal Hongkong (Indah,
2010).
Sukuk berbeda dengan obligasi. Perbedaan ini dapat dilihat dari tidak
digunakannya suku bunga tetap sebagai imbalan bagi para investor seperti
halnya dalam obligasi. Suku bunga tetap dalam syariat islam dilarang karena
merupakan riba.
Peran Sukuk negara dalam membiayai pembangunan infrastruktur
juga terus mengalami peningkatan. Sejak diterbitkannya Peraturan
Pemerintaah Nomor 56 tahun 2011 tentang Pembiayaan proyek melalui
penerbitan SBSN, pemerintah telah mengembangkan pembiayaan
infrastruktur melalui penerbitan Sukuk Negara. Implementasi hal tersebut
adalah dengan menerbitkan Sukuk Negara berbasis pembiayaan proyek atau
sukuk negara dengan seri PBS (Project Based Sukuk) pada tahun 2012. Selain
seri PBS, Sukuk Negara ritel yang diterbitkan sejak tahun 2012 juga
digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur (Hariyanto, 2017).
Menyimak APBN tahun 2017, dapat diperoleh informasi bahwa
Pemerintah terus melakukan peningkatan belanja yang bersifat produktif
seperti pembangunan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah,
pembangunan sarana dan prasarana ketenagalistrikan , perumahan, sanitasi
dan air bersih. Hal ini terlihat dari porsi pembiayaan infrastruktur yang terus
mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun persentasenya terhadap
total belanja negara dari tahun ke tahun (Hariyanto, 2017), sebagaimana Tabel
1.1 di bawah ini.
8
Tabel 1.1
Alokasi APBN untuk Infrastruktur (triliun Rupiah)
Tahun Alokasi dalam
APBN
Belanja
APBN
Prosentase terhadap
APBN
2013 184, 4 1683,0 11,0
2014 206,6 1876,9 11,0
2015 290,3 2019,8 14,4
2016 317,0 2083,0 15,2
2017 346,6 2070,5 16,7
Sumber: Kementerian Keuangan RI, 2017
Sukuk dapat dijadikan sebagai instrumen keuangan sebagai
investasi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Begitu juga
dengan tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan
dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas. Artinya, kondisi ekonomi
mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran
produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi
yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang
(Adam, 2015).
Perkembangan ekonomi kenaikan dan penurunan tingkat Sertifikat
Bank Indonesia Syariah dapat mempengaruhi kegiatan investasi di pasar
modal. Penurunan tingkat Sertifikat Bank Indonesia Syariah memberikan
dampak yang positif terhadap perkembangan pasar modal, karena dapat
9
meningkatkan daya tarik bagi masyarakat untuk kembali melakukan
investasi di pasar modal (Tandelilin, 2001).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan tolak ukur stabilitas
moneter yang digunakan sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang ideal untuk mendorong kegiatan
investasi di dalam negeri. Sertifikat Bank Indonesia Syariah menjadi alat
moneter pemerintah dalam mengatur inflasi. Meningkatkan tingkat suku
bunga dilakukan pemerintah untuk menurunkan tingkat inflasi, karena
investor tidak menyukai inflasi yang tinggi. Percepatan inflasi akan
membatasi peningkatan harga saham riil meskipun profit perusahaan
meningkat. Tingkat inflasi yang semakin menurun merupakan sinyal
positif bagi investor di pasar modal, karena akan mempengaruhi
pendapatan riil investor.
Kestabilan kondisi makro ekonomi Indonesia sangat mutlak
diperlukan bagi perkembangan pasar modal di Indonesia umumnya dan
penerbitan sukuk khususnya. Karena akan mempengaruhi kondisi pasar
uang yang terdapat di Indonesia. Salah satu variabel makroekonomi
lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat penerbitan Sukuk Negara yaitu
Jumlah Uang Beredar karena Menurut Rini (2012) dan Prasetio (2013)
jumlah uang beredar berpengaruh jangka panjang terhadap pertumbuhan
sukuk. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya jumlah uang beredar
maka masyarakat akan cenderung menggunakan uangnya selain untuk
10
tujuan transaksi juga digunakan untuk tujuan spekulatif yaitu dengan
membeli surat-surat berharga ataupun sukuk.
Dalam penelitian ini penulis membahas 4 variabel yang dipakai
dari penelitian sebelumnya yaitu Rini (2012), Prasetio (2013) dan Adam
(2015). Maka variabel independen pada penelitian ini menggunakan faktor
makro ekonomi yang mempengaruhi tingkat penerbitan Project Based
Sukuk (PBS) yaitu Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah Uang
Beredar (JUB) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Tabel 1.2 Variabel Makroekonomi Periode 2013-2017
Tahun PBS (triliun
rupiah)
Anggaran
Infrastruktur
(triliun rupiah)
Inflasi
(persen)
JUB (Milyar
Rupiah)
SBIS
(persen)
2013 16.71 184.3 6.90% 3,465,705.27 5.79%
2014 26.03 177.9 6.41% 3,868,128.99 7.04%
2015 35.48 290.3 6.38% 4,357,519.48 6.83%
2016 82.72 317.1 3.53% 4,698,476.66 6.35%
2017 167.12 346.6 3.80% 5,155,018.84 5.74%
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Berdasarkan Tabel 1.2 diatas pada tahun 2015 Anggaran
Infrastruktur menurun menjadi 177,9 triliun rupiah dari 184,3 triliun,
sedangkan tingkat penerbitan Project Based Sukuk (PBS) mengalami
peningkatan menjadi 26,03 triliun dari 16,71 triliun. Menurut Hariyanto
(2017) meningkatnya Anggaran Infrastruktur dapat menaikkan tingkat
penerbitan PBS guna menutup defisit Anggaran. Berbeda dengan data
pada tabel di atas ketika AI menurun maka penerbitan PBS tetap
mengalami peningkatan.
11
Pada Tabel 1.2 di atas dapat dilihat variabel inflasi pada tahun
2016 sebesar 3,53% menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,38%,
tetapi tingkat penerbitan sukuk PBS mengalami peningkatan dari 35.48
triliun menjadi 82.72 triliun rupiah.
Fenomena ini telah terjadi hubungan antara inflasi dengan tingkat
penerbitan sukuk. Menurut penelitian Rini (2012) Ketika terjadi
peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli
masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan
domestikpun akan memburuk.
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat Jumlah Uang Beredar (JUB) pada
tahun 2015 naik menjadi Rp 4.357.519,48 milyar dari tahun sebelumnya
yaitu sebesar Rp 3.868.128,99 dan tingkat penerbitan sukuk juga
mengalami kenaikan.
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) pada tahun 2013 sebesar 5,79% dan mengalami kenaikan menjadi
7,04% pada tahun 2014 dan tingkat penerbitan sukuk mengalami kenaikan
dari 26,03 triliun menjadi 35,48 triliun rupiah.
Fenomena ini telah terjadi hubungan yang tidak konsisten antara
inflasi dengan tingkat penerbitan sukuk PBS. Menurut penelitian Rini
(2012) Ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten, baik
korporasi maupun pemerintah akan memanfaatkan hal ini untuk
menerbitkan obligasi syariah. Sedangkan pada Tabel 1.2 ketika SBIS
meningkat tingkat penerbitan sukuk juga meningkat. Maka dari itu, perlu
12
diperkuat teori yang ada sebelumnya, oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka sukuk diperlukan
untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Indonesia serta
memberikan alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur di
Indonesia dan diharapkan dapat mengurangi defisit APBN Indonesia dari
segi Pembiayaan Infrastruktur maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian berjudul Analisis Pengaruh Anggaran Infrastruktur (AI),
Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB) dan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) Terhadap Project Based Sukuk (PBS) di Indonesia
Periode 2013 - 2017
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah sangatlah penting karena dapat digunakan untuk
mengarahkan metode analisis dan metode pengumpulan data yang akan
digunakan. Untuk melihat pengaruh Anggaran Infrastruktur, Inflasi,
Jumlah Uang Beredar, dan SBIS Terhadap Project Based Sukuk (PBS) di
Indonesia melalui analisis maka munculah pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah Anggaran Infrastruktur, Inflasi, Jumlah Uang Beredar, dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap Project Based Sukuk (PBS) di Indonesia?
2. Apakah Anggaran Infrastruktur, Inflasi, Jumlah Uang Beredar, dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap Project Based Sukuk (PBS) di Indonesia
13
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berkaitan dengan rumusan masalah
yang telah dikemukakan sebagai berikut :
1. Menjelaskan dan menganalisis pengaruh signifikan secara parsial
Anggaran Infrastruktur, Inflasi, Jumlah Uang Beredar, dan
Sertifikat Bank Syariah Indonesia terhadap Project Based Sukuk
(PBS) di Indonesia.
2. Menjelaskan dan menganalisis pengaruh signifikan secara simultan
Anggaran Infrastruktur, Inflasi, Jumlah Uang Beredar, dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah terhadap Project Based Sukuk
(PBS) di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian di harapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Akademis
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan bacaan
bagi perpustakaan dan juga sebagai bahan tambahan literatur dan
referensi bagi penelitian sejenis di masa mendatang.
2. Bagi Dunia Investasi
Menjadi bahan informasi mengenai pengaruh variabel
makroekonomi terhadap penerbitan SBSN seri Project Based
Sukuk (PBS) untuk menjadi bahan pertimbangan bagi para investor
dalam memilih instrumen investasi keuangan berbasis syariah di
Indonesia.
14
3. Bagi Penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan secara nyata
sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga bagi
penulis.
15
BAB II
A. Landasan Teori
1. Investasi
Istilah investasi berasal dari bahasa Latin, yaitu investire (memakai),
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan investment. Istilah hukum
investasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris yaitu investment of law.
Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan pengertian hukum
investasi. Untuk mengetahui arti dari hukum investasi tersebut, maka harus
dicari dari berbagai pandangan para ahli dan kamus hukum (Manan, 2009).
Dalam buku yang ditulis oleh (Manan, 2009) bahwa para ahli dalam
bidang investasi memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep
teoritis tentang investasi. Fitzgeral mengartikan investasi adalah aktivitas
yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai
untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang
modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang. Dalam
definisi ini, investasi dikontruksikan sebagai sebuah kegiatan untuk menarik
sumber dana yang digunakan untuk pemberian barang modal, dan barang
modal itu akan menghasilkan produk baru. Dalam definisi lain, Kamaruddin
Ahmad mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan investasi adalah
menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan
atau keuntungan tertentu atas uang atau dana dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan sebagaimana yang diharapkan.
16
Istilah investasi dan penanaman modal merupakan dua istilah yang
cukup dikenal dalam kegiatan bisnis dan kegiatan perundang-undangan.
Istilah investasi lebih populer dalam dunia usaha, sedangkan istilah
penanaman modal lebih banyak digunakan dalam bahasa perundang-
undangan. Di kalangan masyarakat luas kata investasi memiliki pengertian
yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct
investment) maupun investasi tidak langsung (portofolio investment),
sedangkan dalam penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada
investasi langsung. Namun dalam istilah sehari-hari sering digunakan istilah
investasi terutama dalam kegiatan pasar uang dan pasar modal saat ini
(Manan, 2009).
Masalah yang harus diperhatikan pemerintah untuk meningkatkan
investasi menurut Manan (2009) adalah sebagai berikut :
1) Ketidakstabilan sosial dan masalah keamanan pusat badan daerah.
Kebijakan desentralisasi yang telah bergulir di daerah-daerah
masih belum menjamin faktor keamanan. Faktor keamanan sejalan
dengan desentralisasi itu sendiri masih belum disentuh secara baik
oleh pemerintah daerah. Bahkan di beberapa daerah yang telah
melakukan desentralisasi secara mendalam, tetapi faktor
keamanannya bermutu rendah dan mengalami kekacauan. Hal ini
tentu dipandang oleh investor sebagai hambatan dan faktor yang
sangat kritis dalam melakukan investasi.
17
2) Kondisi infrastruktur yang tidak memadai.
Kondisi infrastruktur yang tidak memadai, seperti sarana
transportasi, listrik, air, dan lain-lain juga menghambat
perkembangan investasi. Dalam masalah infrastruktur ini, Indonesia
dipandang masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan negara-
negara lain. Hal ini menjadi kendala bagi investor yang akan
menanamkan modalnya di Indonesia. Bagi investor yang telah
menanamkan modalnya di Indonesia, mereka enggan untuk
melakukan ekspansi bisnisnya secara lebih besar lagi sehingga
investasi di Indonesia tidak berubah bahkan cenderung mengalami
penurunan.
3) Ketidakstabilan nilai mata uang atau nilai tukar rupiah.
Faktor ketidakstabilan mata uang atau nilai tukar rupiah juga
menjadi masalah dalam pengembangan investasi. Selama ini aliran
uang yang masuk ke Indonesia adalah aliran uang panas. Uang yang
ada di Indonesia bisa cepat keluar masuk ke Indonesia adalah aliran
uang panas. Uang yang ada di Indonesia bisa cepat keluar masuk
sehingga stabilitas nilai tukar mata uang tidak terjamin. Hal ini
karena uang yang banyak disalurkan pada pembelian saham yang
likuidasinya sangat tinggi. Uang tersebut sangat jarang masuk dalam
bentuk pembangunan sektor riil bahkan bisa dibilang tidak ada.
18
2. Obligasi
Menurut Adrian (2009) terdapat beberapa definisi mengenai obligasi.
Obligasi atau bond, adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh
peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder
(pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumnya.
Obligasi merupakan salah satu bentuk surat berharga yang saat ini sangat
marak beredar dalam kegiatan pasar modal di Indonesia.
Obligasi adalah suatu perikatan yang berisi janji. Obligasi merupakan
surat yang berisi janji di mana salah satu pihaknya (principal atau penerbit)
bisa berupa perusahaan maupun pemerintah. Janji di dalam obligasi
merupakan janji untuk membayar sejumlah uang pada waktu tertentu, yaitu
pada tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam
obligasi memuat janji bahwa dalam utang tersebut akan diberikan bunga yang
bentuknya tergantung pada kesepakatan, apakah bunga mengambang atau
bunga tetap (Adrian, 2009)
Menurut Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri keuangan Nomor
1548/KMK.013/1990 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 119/KMK.010/1991, obligasi adalah bukti utang dari
emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta
pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo,
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak tanggal emisi.
Dengan demikian, secara umum pada hakikatnya obligasi adalah surat
tagihan utang atas beban tanggungan pihak yang menerbitkan atau
19
mengeluarkan obligasi. Obligasi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal dimasukkan ke dalam pengertian efek.
Adrian (2009) menjelaskan bahwa Obligasi secara ringkasnya adalah
utang, tetapi dalam bentuk sekuriti. Penerbit obligasi merupakan si peminjam
atau debitur, sedangkan pemegang obligasi adalah pemberi pinjaman atau
kreditor dan kupon obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh
debitur kepada kreditor. Dengan penerbitan obligasi ini, dimungkinkan bagi
penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya
dengan sumber dana dari luar perusahaan.
Obligasi hanya dapat diterbitkan oleh badan hukum, baik berbentuk
hukum perseroan terbatas ataupun bentuk hukum lainnya. Berbeda halnya
dengan hak-hak yang dimiliki oleh pemegang saham, pemegang obligasi
tidak mempunyai hak suara maupun hak atas dividen. Pemegang obligasi
hanya berhak atas bunga dan atas pelunasan pinjaman pada waktu pinjaman
berakhir tanpa memperdulikan untung rugi perusahaan
Pada umumnya obligasi diterbitkan dalam bentuk surat atas unjuk.
Atas dasar itu setiap pemegang obligasi dianggap sebagai pemilik sah
obligasi dimaksud, dan oleh karena itu perusahaan (debitur) wajib membayar
bunga dan/atau pinjaman pokoknya pada waktu jatuh tempo kepada
pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pemegang obligasi cukup
menunjukkan atau memperlihatkan obligasi yang dimilikinya, maka kepada
yang bersangkutan dapat diberikan bunga maupun pokok obligasi (Adrian,
2009).
20
3. Obligasi Syariah (Sukuk)
Definisi sukuk menurut Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13
tentang Penerbitan Efek Syariah memberikan definisi Sukuk sebagai berikut :
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama
dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi
(syuyu‟/undivided share) atas:
a) Aset berwujud tertentu (ayyan maujudat).
b) Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang
sudah ada maupun yang akan ada.
c) Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada.
d) Aset proyek tertentu (maujudat masyru‟ muayyan), dan atau
e) Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”
Adapun Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia
(MUI) belum menggunakan istilah sukuk dan masih menggunakan istilah
obligasi syariah. Dalam fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi
Syariah DSN-MUI mendefinisikan obligasi syariah sebagai: “... suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten
kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional dengan
perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil
sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying
21
transaction) berupa jumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk
dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah
agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar, dan masyir.
a. Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara)
Keberhasilan pelaksanaan program pembangunan nasional dalam
mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera perlu disertai upaya
pengelolaan keuangan negara secara optimal. Hal ini antara lain dapat dicapai
melalui pengembangan basis/sumber pembiayaan anggaran negara, guna
meningkatkan daya dukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dalam menggerakkan pembangunan sektor ekonomi secara berkesinambungan.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mengembangkan
sumber pembiayaan APBN adalah melalui penerbitan Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) / Sukuk Negara. Sebagai instrumen keuangan berbasis syariah,
penerbitan Sukuk Negara diharapkan dapat menjadi alternatif sumber
pembiayaan APBN yang optimal, dan dapat mendukung pengembangan
industri keuangan syariah baik di pasar domestik maupun internasional.
Menurut Direktorat Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan
Republik Indonesia (2015) Sukuk Negara didefinisikan sebagai Surat Berharga
Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta
asing. Pengertian tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
22
Sukuk Negara merupakam salah satu instrumen pembiayaan APBN yang
berbentuk Surat Berharga Negara yang penerbitannya didaasarkan pada
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008. Sebagai instrumen berbasis syariah,
penerbitan Sukuk Negara memerlukan underlying asset baik berupa Barang
Milik Negara atau proyek APBN. Selain itu diperlukan juga Fatwa dan Opini
Syariah dalam setiap penerbitannya.
Selain sebagai sumber pembiayaan negara, Sukuk Negara juga dapat
memberikan alternatif instrumen investasi yang menarik dan aman bagi
masyarakat. Sebagai instrumen investasi, Sukuk Negara bebas dari risiko gagal
bayar (default), mengingat pembayaran imbalan dan nilai nominalnya dijamin
Undang-Undang. Adapun imbalan Sukuk Negara dapat bersifat tetap (fixed
coupon) maupun mengambang (variable coupon), tergantung kepada jenis
struktur yang digunakan. Selain itu unstrumen ini juga dapat diperjualbelikan
(tradable) di pasar sekunder maupun tidak (non-tradable). Sukuk Negara juga
dapat diterbitkan baik di pasar perdana dalam negeri maupun internasional,
serta dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. (Direktorat Pembiayaan
Syariah Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015)
Penerbitan Sukuk Negara juga dapat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN dengan biaya minimal pada
tingkat risiko terkendali, sehingga menjaga arah fiskal. Sedangkan yang
dimaksud dengan pembiayaan proyek adalah dalam rangka membiayai
pembangunan proyek pemerintah yang telah dialokasikan dalam APBN, seperti
proyek infrastruktur dalam sektor energi, telekomunikasi, peerhubungan,
23
pertanian, industri manufaktur, dan perumahan rakyat (Direktorat Pembiayaan
Syariah Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015).
Dari segi manfaat, menurut Direktorat Pembiayaan Syariah Kementerian
Keuangan Republik Indonesia (2015) penerbitan Sukuk Negara memiliki
banyak manfaat bagi bangsa dan negara. Manfaat-manfaat tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Memperluas alternatif sumber pembiayaan APBN
2. Membiayai pembangunan proyek infrastruktur
3. Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)..
Sukuk Negara diharapkan dapat menjadi alternatif instrumen investasi
syariah di pasar modal dan pasar uang, selain investasi di saham, obligasi dan
reksadana.
Gambar 2.1
Jenis Instrumen Sukuk Negara
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015
24
b. Project Based Sukuk (PBS)
Dalam rangka menjalankan amanat Undang-undang Nomor 19/2008
terutama terkait tujuan utama penerbitan Sukuk Negara yaitu untuk membiayai
pembangunan proyek, Pemerintah mengembangkan instrumen Sukuk Negara
yang dapat diterbitkan dalam rangka pembiayaan proyek. Hal ini sejalandengan
komitmen Pemerintah untuk turut serta berkontribusi bagi pembangunan
infrastruktur. Penerbitan sukuk negara untuk pembiayaan proyek dilakukan
melalui penerbitan Project Based Sukuk (PBS). Sukuk Negara seri PBS
merupakan Sukuk Negara yang diterbitkan dalam rangka pembiayaan proyek,
dalam denominasi rupiah di pasar perdana dalam negeri, dengan tingkat
imbalan tetap, serta dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
PBS distruktur dengan menggunakan struktur ijarah Asset to be Leased
dengan menggunakan underlying asset berupa proyek Pemerintah dalam
APBN. Dari aspek syariah, penerbitan tersebut mengacu pada Fatwa DSN-
MUI Nomor 76/DSN-MUI/VI/2011 tentang SBSN Ijarah Asset to be Leased.
Sedangkan dari sisi legal, pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN diatur
antara lain melalui Peraturan pemerintah No.56 Tahun 2011 tentang
pembiayaaan proyek melalui penerbitan SBSN, peraturan Menteri Keuangan
No. 113 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek/Kegiatan melalui
penerbitan SBSN, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2011
tentang Penggunaan Proyek sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah
Negara.
25
Setelah dilakukan review oleh DSN-MUI, penerbitan PBS dengan cara
lelang pertama kali mendapat Pernyataan Kesesuaian Syariah Nomor B-
210/DSN-MUI/VI/2011 yang berlaku selama satu tahun. Selanjutnya dalam
rangka memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah, DSN-MUI menerbitkan
Pernyataan Kesesuaian Syariah Nomor B-234/DSN-MUI/VI/2012 tanggal 18
Juni 2012 untuk penerbitan PBS dengan cara lelang secara reguler, yang
berlaku untuk seterusnya.
Sukuk Negara dengan seri PBS menggunakan akad Ijarah Asset to be
Leased, dalam akad ini dibuat suatu struktur yang memungkinkan pemerintah
menyewa aset (proyek infrastruktur) yang akan diwujudkan di masa depan
(sesuai masa konstruksi), namun pemerintah dapat membayar sewa proyek
tersebut sejak dimulainya masa konstruksi. Investor sukuk (sukuk holders)
akan menerima imbalan dari nilai sewa yang telah disepakati. Karena
menggunkan akad Ijarah (yang berarti sewa) maka imbalan yang diterima oleh
investor bersifat tetap (fixed return). Imbalan sewa disebut juga dengan ujrah.
Namun, dikarenakan proyek yang dibangun tidak menghasilkan arus
penerimaan dan bersifat layanan kepada masyarakat, maka imbalan yang
diberikan kepada investor Sukuk Negara bukan berasal dari kinerja
infrastruktur tersebut. Pemerintah dapat membayar ujrah dari sumber
penerimaan lainnya, misalnya pajak atau PNBP (Haryanto, 2017). Menurut
Haryanto, Sukuk seri PBS terdiri dari dua jenis yaitu:
1) Project Underlying Sukuk, yang menggunakan proyek infrastruktur yang
telah tercantum di dalam dokumen APBN sebagai dasar transaksinya.
26
Sehingga, hasil penerbitan Sukuk Negara (proceeds) digunakan untuk
mengganti dana yang telah dikeluarkan (revolving). Untuk jenis proyek
yang dibiayai dengan mekanisme ini, biasanya proyek terlebih dahulu
dibiayai dengan penerimaan negara yang bersumber dari pajak, dll atau
disebut rupiah murni. Setelah Sukuk diterbitkan, dana hasil penerbitannya
digunakan untuk mengganti dana tersebut.
2) Project Financing Sukuk (PFS), proyek infrastruktur yang akan dibiayai
melalui penerbitan Sukuk Negara diusulkan oleh Kementerian/Lemabag
melalui proses pengusulan proyek sesuai mekanisme APBN, yaitu melalui
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan diusulkan ke
Kementerian Keuangan untuk selanjutnya diusulkan dalam UU APBN
tahun bersangkutan. Proyek infrastruktur baru dapat dibiayai melalui
penerbitan Sukuk Negara setelah proyek tersebut tercantum dalam dokumen
APBN, sehingga sumber pembiayaan proyek terssebut semata-mata hanya
bersumber dari Sukuk negara (earmarked).
Seiring dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan
pembangunan infrastruktur di seluruh tanah air, peran SBSN PBS di masa
depan akan terus meningkat. SBSN PBS sebenarnya dangat potensial untuk
membiayai proyek proyek infrastruktur yang berskala besar.
Seiring dengan peningkatan pemahaman para pemangku kebijakan
termasuk Kementerian dan Lembaga Pemerintah, penerbitan PFS dari waktu
ke waktu menunjukkan perkembangan, sebagaimana tercantum pada tabel
2.1.
27
Tabel 2.1
Pagu dan jenis Proyek yang dibiayai dengan PFS
Tahun Pagu
(triliun)
Jenis Proyek
2013
Rp 0,7
Pembangunan jalur ganda rel KA
2014
Rp 1,371
Pembangunan jalur ganda rel KA, pembangunan asrama
haji
2015
Rp 7,135
Pembangunan jalur elevated track KA, pembangunan
kampus UIN, pembangunan/reha KUA dan balai nikah
2016
Rp 13,677
Pembangunan jalur ganda dan jalur layang rel KA,
pembangunan jalan dan flyover lintas Sumatera,
pembangunan kampus Uin, asrama haji dan KUA.
2017
Rp 16,76
Penyelenggaraan jasa perkeretaapian, pembangunan
jalan dan sumber daya air, pembangunan kampus UIN,
asrama haji dan KUA.
Sumber: Direktorat Pembiayaan Syariah, 2016
4. APBN
Anggaran merupakan instrumen kebijakan yang dimiliki oleh
Pemerintah untuk menggambarkan pernyataan komprehensif tentang
prioritas negara. Anggaran juga mempunyai pengertian sebagai pernyataan
mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial (Yuna Farhan, Menelaah
Arah Politik Anggaran di Indonesia, dalam Herzon, 2008).
Menurut Eko (2008) anggaran harus dilihat dari banyak sisi karena
anggaran bersifat multiemensional. Menurut Hyde (1992, dalam Eko
28
2008) anggaran harus dilihat pemahaman sebagai berikut: sebagai sebuah
dokumen politik, anggaran hendak mengalokasikan sumber daya langka
kepada masyarakat di antara kepentingan yang kompleks, kompetitif dan
bahkan konfliktual. Sebagai dokumen ekonomi dan fiskal, anggaran
menjadi instrumen utama untuk mengevaluasi distribusi pendapatan,
mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi inflasi, mempromosikan
lapangan pekerjaan maupun menjaga stabilitas ekonomi. Sebagai dokumen
akuntansi, anggaran menjadi pedoman 19 dan pagu bagi belanja
pemerintah. Sebagai dokumen manajerial dan administratif, anggaran
menjadi isntrumen untuk mengarahkan penyediaan pelayanan publik.
Menurut Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) adalah perwujudan dari pengolahan keuangan
negara yang ditetapkan setiap tahun sesuai dengan Undang-Undang (UU)
dan dilaksanakan secara terbuka dimana pemerintahan bertanggung jawab
besar untuk kemakmuran rakyat. Anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN) ini merupakan rencana tahunan keuangan pemerinta Republik
Indonesia yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
APBN telah ditetapkan dalam UU meliputi masa satu tahun mulai dari 1
Januari sampai dengan 31 Desember.
APBN berfungsi sebagai penerimaan pajak yang dialokasikan
untuk pengeluaran dan belanja negara yang bersifat menyejahterakan
rakyat dan digunakan untuk kepentingan umum. Beberapa alokasi dana
APBN digunakan untuk melakukan pembangunan terhadap infrastruktur
29
publik seperti pembangunan jalan, pembangunan jembatan maupun dalam
penguatan sektor transportasi publik dan lain sebagainya.
a. Anggaran Infrastruktur
Anggaran Infrastruktur adalah bagian dari alokasi dana APBN
yang di khususkan untuk melakukan pembangunan infrastruktur publik
maupun menjalankan proyek pembangunan yang telah berjalan di tahun
sebelumnya demi meningkatkan fasilitas untuk kepentingan masyarakat
dan penunjang dari aspek pengelolaan suatu negara. Kenaikan investasi
infrastruktur publik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik
jangka pendek maupun menengah. Infrastruktur merupakan faktor penting
dalam menunjang pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Untuk itu
pemerintah tiap tahunnya meningkatkan anggaran untuk infrastruktur demi
meningkatkan pula pertumbuhan ekonomi.
Ketersediaan infrastruktur yang baik dan memadai akan
memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini
dapat dirasakan langsung dari turunnya biaya logistik dan waktu tempuh
transportasi barang/jasa.
5. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum
dan terus menerus (Sukirno, 2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari
satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang
30
lain (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan
persentase yang sama.
Menurut Amalia (2010) inflasi adalah kecenderungan meningkatnya
harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga satu atau
dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikan harga barang
itu mengakibatkan harga barang lain menjadi ikut naik.
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor
produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut
dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan
pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects
(Nopirin, 2000).
Masalah inflasi menjadi salah satu perhatian pemerintah untuk dapat
dipecahkan. Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga agar tingkat
inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol
peresen bukanlah tujuan utama karena itu akan sulit dicapai. Yang paling
penting untuk diusahakan adalah menjaga tingkat inflasi tetap rendah.
Adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan tiba-tiba atau wujud sebagai akibat
suatu peristiwa tertentu yang berlaku di luar ekspektasi pemerintah misalnya
efek dari pengurangan nilai uang (depresiasi nilai uang) yang sangat besar atau
ketidakstabilan politik (Sukirno, 2002)
6. JUB
Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di
tangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit adalah jumlah
31
uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral. Di dalam kehidupan
masyarakat, jumlah uang yang beredar ditentukan oleh kebijakan dari bank
sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang melalui kebijakan
moneter (Hasoloan, 2014).
Menurut Putong (2007) jumlah uang yang beredar adalah keseluruhan
jumlah uang yang dikeluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa
uang kartal, maupun uang giral dan uang kuasi (tabungan, valas, deposito).
Sedangkan menurut Sukirno (2002) jumlah uang beredar adalah
semua jenis uang yang berada di perekonomian, yaitu adalah jumlah dari
mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank
umum.Sadono membedakan uang beredar menjadi dua pengertian, yaitu:
a) Dalam pengertian sempit
Jumlah uang beredar adalah mata uang dalam peredaran ditambah
dengan giral yang dimiliki oleh perseorangan-perseorangan,
perusahaan-perusahaan, dan badan-badan pemerintah
b) Dalam pengertian luas
Jumlah uang beredar adalah meliputi uang dalam peredaran, uang
giral, dan uang kuasi. Uang kuasi terdiri dari deposito berjangka,
tabungan, dan rekening (tabungan) valuta asing milik swasta domestik.
Menurut Hasoloan dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya
uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya jumlah uang beredar
ini sangat dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan
32
menurut Boediono yang tercantum dalam (Hasoloan, 2014) besarnya uang
inti ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
a) Keadaan Neraca Pembayaran (surplus atau defisit)
b) Keadaan APBN (surplus atau defisit)
c) Perubahan kredit langsung Bank Indonesia
d) Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia
7. SBIS
Menurut Arifin (2009), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana
jangka pendek. Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan piranti moneter
yang sesuai dengan prinsip pada bank syariah yang diciptakan dalam rangka
pelaksanaan pengendalian moneter. Bank Indonesia menerbitkan instrumen
moneter berdasarkan prinsip syariah dan dapat dimanfaatkan oleh bank syariah
untuk mengatasi bila terjadi kesalahan pada tingkat likuiditas.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/11/PBI tentang SBIS berlaku per 31 Maret 2008 sebagai
pengganti SWBI. SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia.
Dalam rangka tujuan menciptakan kestabilan nilai rupiah, Bank
Indonesia memiliki tugas untuk menetapkan dan menjalankan kehijakan
moneter. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia dapat melakukan
pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah melalui Operasi Pasar
33
Terbuka (OPT). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter
berdasarkan prinsip syariah melalui operasi pasar terbuka, maka diperlukan
instrumen sertifikat bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah. Pada tahun
2000 Bank Indonesia memperkenalkan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia atau
SWBI yang menggunakan akad wadi’ah. Kemudian pada tahun 2008 Bank
Indonesia mengganti SWBI dengan instrumen yang lebih baik yaitu Setifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang menggunakan akad Ju’alah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2004, Bank
Indonesia memiliki tugas untuk memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melakukan pengendalian moneter
melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang dilakukan berdasarkan prinsip
syariah. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menciptakan instrumen
Operasi Pasar Terbuka yang berdasarkan prinsip syariah yang kemudian Bank
Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia menggunakan akad Ju‟alah. Akad Ju‟alah adalah janji atau
komitmen untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang
ditentukan dari suatu pekerjaan. Berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 64 tahun
2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, sistem akad Ju’alah yang
digunakan pada penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yaitu: Bank
Indonesia bertindak sebagai Ja‟il atau pemberi pekerjaan, Bank Syariah
bertindak sebagai Maj‟ul laah (penerima pekerjaan) dan objek atau underlying.
34
Ju‟alah (mahall al-aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas
Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas
dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan
jangka waktu tertentu.
1) Karakteristik SBIS
Karakteristik SBIS adalah sebagai berikut:
a) Menggunakan akad ju'alah
b) Satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
c) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan.
d) Diterbitkan tanpa warkat (scripless)
e) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia
f) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
2) Mekanisme Penerbitan SBIS
Dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia
mempunyai peran dalam menyerap kelebihan dana likuiditas bank-bank
syariah melalui penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan piranti yang dapat
digunakan oleh bank syariah sebagai sarana penempatan kelebihan
likuiditas sementara sebelum dana yang dikelola bank syariah tersebut
dapat disalurkan untuk pembiayaan sektor riil.
SBIS diterbitkan melalui sistem lelang. Penerbitan SBIS
menggunakan BI-SSSS. Menurut PBI No. 10 tahun 2008 tentang Sertifikat
35
Bank Indonesia Syariah, Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement
System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat
berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia –Real Time Gross Settlement.
Menurut PBI No. 10 tahun 2008, Real Time Gross Settlement adalah suatu
sistem transfer dana elektronik antara peserta dalam mata uang rupiah
yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika pertransaksi secara
individu.
3) Pihak yang dapat ikut serta dalam lelang SBIS adalah :
a) Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau
pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS; dan
b) BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak
langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio
(FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.
Dalam operasi moneter melalui penerbitan SBIS, Bank Indonesia
mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank syariah dan
menjanjikan imbalan tertentu bagi yang ikut berpasrtisipasi dalam
pelaksanaannya.
Perhitungan tingkat imbalan yang diberikan pada Sertifikat Bank
Indonesia Syariah mengacu pada tingkat diskonto hasil lelang SBIS.
Perhitungan imbalan SBIS dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
36
Gambar 2.2.
Perhitungan Imbalan SBIS
(Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 10 tahun 2008)
B. Keterkaitan Antar Variabel
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi Project Based Sukuk (PBS). Di mana untuk melihat variabel yang
berpengaruh terhadap Project Based Sukuk (PBS), variabel yang digunakan
adalah berdasarkan data bulanan. Sedangkan variabel yang digunakan adalah
Anggaran Infrastruktur, Inflasi, JUB, dan SBIS.
1. Anggaran Infrastruktur terhadap PBS
Seluruh instrumen yang ada dalam anggaran negara (APBN) baik
berupa pendapatan, belanja maupun pembiayaan adalah dalam rangka
mewujudkan tiga tugas utama Pemerintah melalui kebijakan fiskal yaitu
mengalokasikan barang dan jasa untuk kebutuhan publik (alocation),
melakukan distribusi pendapatan dan kemakmuran (distribution), serta
menciptakan stabilitas perekonomian bangsa (stabilization). Pendapatan
negara dapat menjadi sarana untuk melaksanakan distribusi pendapatan,
misalnya dengan cara memungut pajak dari pihak yang memiliki sumber daya
melalui mekanisme pajak kemudian didistribusikan kepada pihak yang tidak
memiliki sumber daya melalui mekanisme subsidi. Belanja negara dapat
menjadi sarana untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan bagi
Nilai imbalan SBIS = Nilai Nominal SBIS x (Jangka Waktu SBIS/360) x
Tingkat Imbalan SBIS
37
masyarakat luas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan keamanan
negara.
Dalam penerbitan Sukuk Negara (SBSN) seri Project Based Sukuk
mekanisme pertama yang digunakan adalah dengan menggunakan proyek-
proyek pemerintah yang tercantum dalam APBN sebagai underlying asset.
PBS juga diterbitkan untuk menutup pembiayaan defisit APBN dalam rangka
pembiayaan infrastruktur yang tercantum dalam anggaran infrastruktur.
2. Inflasi terhadap PBS
Menurut Rahardjo (2004) kondisi perekonomian yang kuat serta
inflasi yang rendah mengakibatkan tingkat daya beli terhadap produk
investasi juga sangat bagus, sehingga akan timbul dampak positif terhadap
perdagangan dan investasi pada obligasi. Akan tetapi inflasi tidak
mempengaruhi obligasi syariah, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa
inflasi berbanding terbaik dengan obligasi syariah, ketika inflasi naik maka
obligasi syariah turun, begitu juga sebaliknya, ketika inflasi turun harga
obligasi syariah justru naik.
Inflasi mempunyai dampak negatif terhadap Sukuk Negara (SBSN),
apabila tingkat inflasi naik maka berdampak pada tingkat suku bunga dan
harga barang-barang. Dengan adanya inflasi yang tinggi akan menyebabkan
berkurangnya tingkat konsumsi riil masyarakat sebab nilai uang yang
dipegang masyarakat berkurang. Ini akan menyebabkan konsumsi masyarakat
atas barang yang dihasilkan akan menurun pula. Hal ini tentu akan
mengurangi tingkat pendapatan yang pada akhirnya akan berpengaruh
38
terhadap harga obligasi. Akhirnya berdampak pada pasar modal, karena
dengan inflasi yang tinggi maka tingkat suku bunga di perbankan akan naik
sehingga akan menurunkan permintaan terhadap obligasi negara yaitu salah
satunya Sukuk (SBSN). Dengan tingkat suku bunga yang tinggi masyarakat
cenderung memindahkan dananya ke deposito (Sunariyah, 2006).
3. JUB terhadap PBS
Jumlah Uang Beredar tidak hanya ditentukan oleh kebijakan bank
Sentral, tetapi juga oleh pelaku rumah tangga (yang memegang uang) dan
bank (di mana uang disimpan). Kita mulai dengan mengingat bahwa jumlah
uang beredar meliputi mata uang asing di tangan publik dan deposito di bank-
bank yang bisa digunakan rumah tangga untuk bertransaksi, seperti rekening
koran (Heru, 2012).
Menurut Rini (2012) dan Prasetio (2013) jumlah uang beredar
berpengaruh jangka panjang terhadap pertumbuhan sukuk. Hal ini terjadi
karena semakin meningkatnya jumlah uang beredar maka masyarakat akan
cenderung menggunakan uangnya selain untuk tujuan transaksi juga
digunakan untuk tujuan spekulatif yaitu dengan membeli surat-surat berharga
ataupun sukuk.
4. SBIS terhadap PBS
Faktor penentu obligasi menarik atau tidak adalah tingkat suku bunga
yang diberikan kepada investor obligasi, secara umum atau lebih dikenal
denagn istilah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia atau SBI (Puspita dan
Haryono, 2012).
39
Kenaikan tingkat suku bunga akan menyebabkan harga obligasi turun,
sebaliknya ketika tingkat suku bunga menurun maka harga obligasi akan naik.
Resiko tingkat suku bunga merupakan salah satu resiko yang membuat harga
obligasi meningkat atau menurun. Harga obligasi akan berubah dengan arah
yang berbeda dari pergerakan tingkat suku bunga (Adhitia dan Manurung,
2009).
Sebagai salah suatu instrumen investasi syariah maka SBIS akan
mempengaruhi tingkat harga pasar pada obligasi syariah yang dlam hal ini
yaitu Sukuk Negara (SBSN) dari seri PBS.
40
C. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Objek
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Ichsan,
Ghazali
Syamni,
dan
Nurlela
(2013)
Dampak BI
Rate, Tingkat
Suku bunga,
Nilai Tukar,
dan Inflasi
Terhadap Nilai
Obligasi
Pemerintah
Nilai
obligasi
pemerintah
di Bursa
Efek
Indonesia
Periode
Januari 2007
sampai
Oktober
2012
BI Rate
(X1),
Tingkat
Suku Bunga
(X2), Nilai
Tukar (X3)
dan Inflasi
(X4) Serta
Nilai
Obligasi
Pemerintah
(Y)
.
Secara parsial
penelitian ini
menemukan bahwa
hanya variabel nilai
tukar rupiah yang
tidak memengaruhi
nilai obligasi
pemerintah.
Sedangkan variabel
BI rate, tingkat
SBI, dan inflasi
berpengaruh
terhadap nilai
obligasi
pemerintah.
2. Muhammad
Adam
Camubar
(2015)
Analisis
Pengaruh
Faktor-Faktor
Makro
Ekonomi yang
Mempengaruhi
Sukuk
Pemerintah
Surat
Berharga
Pemerintah
(Sukuk
Negara)
periode
2009-2014
Inflasi (X1),
Produk
Domestik
Bruto (PDB)
(X2),
Sertifikat
Berharga
Bank
Inflasi, PDB, SBIS
dan BI Rate
berperngaruh
terhadap Sukuk
Negara (SBSN)
41
Republik
Indonesia
Indonesia
Syariah
(SBIS) (X3),
BI Rate
(X4), serta
Penerbitan
Sukuk
Negara
(SBSN) (Y).
3. M. Maftuh
(2014)
Pengaruh
Harga Sukuk
Negara Ritel,
Tingkat Inflasi,
BI Rate, dan
Tingkat Bagi
Hasil Deposito
Mudharabah
Terhadap
Tingkat
Permintaan
Sukuk Ritel
SR 003
Harga Pasar
Bulanan dari
Sukuk Ritel
seri SR 003
untuk
periode
Februari
2011 hingga
Desember
2013
Harga
Sukuk
Negara Ritel
(X1),
Tingkat
Inflasi (X2),
BI Rate
(X3),
Tingkat Bagi
Hasil
Deposito
Mudharabah
(X4), serta
Tingkat
Permintaan
Sukuk Ritel
SR 003 (Y).
Secara parsial
variabel harga
sukuk negara ritel
berpengaruh
negatif signifikan
terhadap
permintaan sukuk
ritel. Sedangkan
variabel yang tidak
berpengaruh
terhadap tingkat
permintaan sukuk
ritel SR 003 adalah
variabel tingkat
inflasi, BI Rate,
dan tingkat bagi
hasil deposito
mudharabah.
4. Fitriyanti
(2014)
Analisis
Pengaruh
Variabel
Yield Sukuk
Ritel SR 003
di Indonesia
Tingkat
Suku Bunga
SBI (X1),
Hasil analisis
menunjukkan
bahwa dalam
42
Makroekonomi
terhadap
Tingkat
Imbal Hasil
Sukuk Negara
Seri Ritel di
Indonesia
Periode
Tahun 2011-
2014
Industrial
Production
Index (IPI)
(X2), Indeks
Harga
Konsumen
(IHK) (X3),
nilai tukar
rupiah
terhadap
dolar
(Exrate)
(X4), serta
yield Sukuk
Ritel SR 003
(Y).
jangka panjang,
SBI memberikan
pengaruh positif
secara signifikan
terhadap yield
sukuk ritel,
sedangkan IPI dan
IHK berpengaruh
negatif secara
signifikan terhadap
yield sukuk ritel.
Variabel Exrate
berpengaruh
signifikan terhadap
yield sukuk ritel.
D. Kerangka Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh APBN
Infrastruktur, Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Jumlah Uang
Beredar (JUB) terhadap Project Based Sukuk (PBS) dengan mengacu pada beberapa
penelitian terdahulu dan teori kepuasan menurut Kotler (2000) adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya,
hal ini tentunya bisa dijadikan tolak ukur kinerja sebagai pembanding dalam
mencapai tujuan maka kerangka berpikir dalam penelitian ini digunakan untuk
mempermudah pemikiran terhadap masalah yang akan dibahas.
43
Setelah peneliti mengumpulkan beberapa jurnal, skripsi, dan tesis, peneliti
mengambil beberapa variabel dari penelitian terdahulu kemudian membuat paradigma
penelitian yang berbeda dimana pada penelitian ini menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS).
Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs, Bank
Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perdagangan.
Setelah memperoleh data dari setiap variabel, peneliti mulai melakukan analisis
regresi berganda dengan menggunakan bantuan alat analisis data Eviews 9 dengan
metode Ordinary Least Sqaure (OLS) dan melakukan uji asumsi klasik (uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteros kedastisitas, dan uji autokorelasi), uji
statistik dan uji koefisien determinasi agar penelitian dapat di uji dengan baik dan
benar sesuai metodologi penelitian. Setelah mendapatkan hasil dari analisis tersebut,
penulis menginterpretasi data yang akan digunakan untuk menghasilkan kesimpulan
penelitian ini.
Berdasarkan uraian atas tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu maka
diilustrasikan kerangka pemikiran teoritis adalah sebagai berikut:
44
Gambar 2.3
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam
bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2012). Berdasarkan tujuan, landasan teori
serta kerangka pemikiran teoritis, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Ho : Tidak terdapat pengaruh secara simultan dan signifikan antara variabel
Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Project Based Sukuk
(PBS).
Kerangka Penelitian
AI (X1) SBIS (X3)
Inflasi (X2)
Project Based Sukuk (PBS) (Y)
JUB (X4)
Metode: Ordinary Least Square ( OLS ) 1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas b. Uji Multikolonieritas c. Uji Heteroskedastisitas d. Uji Autokorelasi
2. Uji Statistik (OLS) a. Uji Parsial (Uji – t) b. Uji Simultan (Uji – F) c. Uji Koefisien Determinasi ( Adj R
Square)
Hasil Pengujian dan Interpretasi
Kesimpulan dan Saran
45
Ha : Terdapat pengaruh secara simultan dan signifikan antara variabel
Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Project Based Sukuk
(PBS).
2. Ho : Tidak terdapat pengaruh secara parsial dan signifikan antara variabel
Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Project Based Sukuk
(PBS).
Ha : Terdapat pengaruh secara parsial dan signifikan antara variabel
Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Project Based Sukuk
(PBS).
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Terdapat lima variabel dalam penelitian ini, satu variabel terikat dan empat
variabel bebas, yaitu :
1. Variabel Terikat : Project Based Sukuk (PBS)
2. Variabel Bebas : Anggaran Infrastruktur, Inflasi, Jumlah Uang Beredar
(JUB) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)..
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder
yang berupa deret waktu (time series) bulanan. Periode penelitian dimulai dari
Januari 2013 hingga Desember 2017. Data yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari berbagai sumber yaitu Direktorat Pembiayaan Syariah (DJPPR,
Kemenkeu), Direktorat Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran), Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI BI), dan
Kementerian Perdagangan (Kemendag).
1. Data penerbitan Project Based Sukuk (PBS) diperoleh dari Direktorat
Pembiayaan Syariah (DJPPR, Kemenkeu).
2. Data Anggaran Infrastruktur diperoleh dari Direktorat Jenderal
Anggaran (Dirjen Anggaran).
3. Data Inflasi diperoleh dari Bank Indonesia
4. Data JUB diperoleh dari Kementerian Perdagangan (Kemendag)
5. Data SBIS diperoleh dari SEKI BI
47
C. Metode Pengumpulan Data
Agar memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, maka diperlukan
data dan informasi yang mendukung penelitian ini. Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library
research) dan data sekunder (Internet research).
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini juga dilakukan melalui studi kepustakaan yaitu
dengan cara mengumpulkan pengetahuan teoritis yang relevan dengan cara
membaca dan mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal, artikel, serta literatur
keterangan-keterangan dari sumber lain yang mempunyai hubungan
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
2. Data Sekunder (Internet Research)
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara
mengumpulkan dokumen atau laporan yang bersumber dari perusahaan
atau pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian. Selain melalui studi
kepustakaan (Library Research). Internet Research juga digunakan dalam
penelitian ini dimana berguna untuk mempermudah dalam mengumpulkan
data melalui website-website tertentu. Dalam penelitian ini sumbernya
adalah sebagai berikut (www.kemenkeu.go.id), (www.kemendag.go.id)
dan (www.bi.go.id).
48
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode data kuantitatif, yaitu dimana data
yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka dan penelitian ini
menganalisis bagaimana pengaruh, Anggaran Infrastruktur, Inflasi, Jumlah
Uang Beredar (JUB) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), terhadap
Project Based Sukuk (PBS). Penelitian ini menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis komputer Eviews 9.
Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam menganalisis data pada
penelitian ini:
1. Uji Asumsi Klasik
a. Normalitas
Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data
berdistribusi normal. Dalam analisis multivariante, para peneliti
menggunakan pedoman kalau setiap variabel terdiri atas 30 data, maka
data sudah berdistribusi normal. Namun untuk menguji lebih akurat
diperlukan analisis lebih lanjut (Winarno, 2009). Uji normalitas ini
sendiri bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai
distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah
distribusi data normal atau mendekati normal (Gujarati, 2007).
Uji normalitas residual metode OLS secara formal dapat dideteksi
dari metode yang dikembangkan oleh Jarque-Bera (J-B). Deteksi
dengan melihat Jarque-Bera test yang merupakan asimtotis (Sampel
49
besar dan didasarkan atas residual OLS). Uji statistik dari J-B
menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Adapun
ketentuannya adalah sebagai berikut:
1) Jika probability Jbtest lebih besar α 5% = data berdistribusi normal
(terima H0, tolak H1).
2) Jika probability Jbtest lebih kecil α 5% = data tidak berdistribusi
normal (terima H0, tolak H1).
b. Multikolinearitas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau
sempurna diantara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model
regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna
diantara variabel bebas maka model regresi tersebut dinyatakan
mengandung gejala multikolonier (Suliyanto, 2011).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di
antara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolonieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai
Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh
variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel
bebas menjadi variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas
lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang
terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi, nilai
50
tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =
1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan
adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama
dengan VIF < 10, maka model dinyatakan tidak terdapat gejala
multikolonieritas (Ghozali, 2012).
Jika model mengandung multikolonieritas yang serius yakni
korelasi yang tinggi antar variabel independen, maka ada beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
1) Menghilangkan Variabel Independen
Salah satu metode sederhana yang bisa dilakukan adalah
dengan menghilangkan salah satu variabel independen yang
mempunyai hubungan linier kuat. Namun menghilangkan
variabel independen di dalam suatu model akan menimbulkan
bias spesifikasi model regresi.
2) Transformasi Variabel
Transformasi variabel dapat dilakukan dengan cara
melakukan transformasi ke dalam bentuk diferensi pertama
(first difference). Bentuk difference pertama ini akan
mengurangi masalah multikolonieritas.
Transformasi variabel ini akan tetap menimbulkan
masalah berkaitan dengan masalah variabel gangguan.
Kesalahan pengganggu Vt mungkin tidak memenuhi salah satu
asumsi dari pada model regresi linier kalsik yang mengatakan
51
bahwa kesalahan pengganggu tidak berkorelasi antara yang
satu dengan yang lainnya, akan tetapi kemungkinan besar
berkorelasi serial (serially correlated).
3) Penambahan Data
Masalah multikolinieritas ada dasarnya merupakan
persoalan sampel. Oleh karena itu, masalah multikolonieritas
seringkali diatasi jika kita menambah jumlah data. Ketika
menambah jumlah data karena ada masalah multikolinieritas
antara X1 maka akan menyebabkan variansi β1 akan mengalami
penurunan. Jika varian mengalami penurunan maka otomatis
standar error juga akan mengalami penurunan. Dengan kata
lain, jika multikolonieritas variabel independen tidak signifikan
mempengaruhi variabel dependen melalui uji t, maka dengan
penambahan jumlah data maka sekarang variabel independen
menjadi signifikanm mempengaruhi variabel dependen
(Widarjono, 2010).
c. Heteroskedastisitas
Menurut Gujarati (2007), model regresi yang baik adalah tidak
terjadi heteroskedastisitas. Pendeteksian heterokedastisitas dalam
model ini dengan menggunakan Uji White Heteroskedastisity yaitu
dengan melakukan estimasi fungsi regresi terlebih dahulu dengan
menspesifikasikan variabel bebas dan variabel tidak bebas (Gujarati,
2007).
52
Menurut Winarno (2007), dari hasil uji White Heterokedastisity
kriteria untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas jika:
1) Jika probabilitas R2 lebih besar α 5% = tidak ada heterokedastisitas
(terima H0, tolak H1).
2) Jika probabilitas R2 lebih kecil α 5% = ada heterokedastisitas (tolak
H0, terima H1).
d. Autokorelasi
Secara harfiah autokerelasi berarti adanya korelasi antara anggota
obeservasi satu denga obeservasi lain yang berlainan waktu. Dalam
kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi
antara satu residual dengan residual lainnya. Sedangkan salah satu
asumsi penting OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya
hubungan antara residual satu dengan residual yang lain (Widarjono,
2009).
Dalam penelitian ini untuk melihat adanya autokorelasi atau tidak
maka dapat menggunakan uji autokorelasi yang dikembangkan oleh
Bruesch dan Godfrey yang lebih umum dan dikenal dengan uji
Lagrange Multiplier (LM-test).
Uji Autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi
korelasi antara residual (anggota) pada serangkaian observasi tertentu
dalam suatu periode tertentu. Dalam model regresi linear berganda juga
harus bebas dari autokorelasi. Ada berbagai metode yang digunakan
untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi.
53
Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-
variabel tersebut. Pengolahan data menggunakan Eviews 8.0. dalam
pengujian ini menggunakan uji statistik meliputi uji F dan uji t.
2. Uji Statistik
a. Uji t (Uji Parsial)
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual
terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05.
Menurut Santoso (2009), dasar pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau
Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau
bebas tidak mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel
dependen atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau Ha
diterima, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau
bebas mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel
dependen atau terikat.
54
b. Uji F (Uji Simultan)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen
atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Uji statistik F
digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap
variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05.
Menurut Santoso (2009), dasar pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau
Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen
atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau Ha
diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen
atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen atau terikat.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan variabel independent menjelaskan variabel
dependent. Kelemahan mendasar dalam penggunaan koefisien
determinasi adalah bisa terhadap jumlah variabel independent yang
dimasukkan ke dalam model (Ghozali, 2013). Setiap tambahan satu
55
variabel independent, maka R2
pasti meningkat tidak peduli apakah
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependent. Oleh karena itu, banyak peneliti yang menganjurkan untuk
menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model
regresi yang terbaik. Tidak seperti nilai R2, nilai Adjusted R
2 dapat naik
atau turun apabila satu variabel independent ditambahkan ke dalam
model. Dalam kenyataan nilai adjusted R2
dapat bernilai negatif,
walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gujarati
dalam (Ghozali, 2013:81), jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted
R2
negatif, maka nilainya dianggap nol.
3. Ordinary Least Square (OLS)
Menurut Ajija (2011), Ordinary Least Square (OLS) merupakan
metode estimasi yang sering sigunakan untuk mengestimasi fungsi regresi
populasi dari fungsi regresi sampel. Pada metode estimasi OLS bahwa
variabel tergantung (terikat) dipengaruhi oleh dua atau lebih variabel
bebas sehingga hubungan fungsional antara variabel terikat (Y) dengan
variabel bebas (X1, X2, Xn).
Y = f (X1, X2, .... , Xn)
Keterangan:
Y = Variabel tergantung atau terikat (dependen)
X1, X2, ... , Xn = Variabel bebas (independen)
56
Dalam model di atas terlihat bahwa variabel terikat dipengaruhi dua atau
lebih variabel bebas, sehingga regresi linier berganda dapat dituliskan
sebagai berikut:
Y = a + a1X1 + a2X2 + ... +anXn + e (Regresi)
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel operasional adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi
nilai yang diterapkan dalam suatu penelitian. Adapun cara pengukuran dari
variabel ini adalah dengan menggunakan skala pengukuran Rasio. Berikut
ini adalah variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu:
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel
lain. Dalam penelitian ini akan menggunakan variabel dependen Project
Based Sukuk (PBS). Project Based Sukuk (PBS) merupakan seri SBSN
yang dipergunakan untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur
pemerintah. Dengan adanya SBSN seri PBS sebenarnya akan
meningkatkan ruang fiskal tersebut, diharapkan semakin banyak
kesempatan pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan infrastruktur.
Data Project Based Sukuk (PBS) dalam penelitian ini
menggunakan data dari periode Januari 2013 hingga Desember 2017.
Data PBS dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder tahunan
penerbitan PBS tahun 2013 hingga 2017 yang kemudian diinterpolasi,
sehingga diperoleh angka penerbitan PBS bulanan. Interpolasi data
tahunan menjadi bulanan diperlukan karena tidak tersedianya data PDB
57
bulanan dalam Statistik Penerbitan PBS di Indonesia 2017 (DJPPR,
Kemenkeu).
2. Variabel Independen (X)
Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi variabel
lain, variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Anggaran Infrastruktur, Inflasi, JUB dan SBIS. Variabel independen
adalah variabel bebas yang dapat mempengaruhi variabel lainnya.
Variabel independen dapat disimbolkan oleh huruf X. berdasarkan
penelitian terdahulu dan uraian pada tinjauan pustaka, maka penelitian
ini menspesifikasikan variabel independen dan definisi operasional
sebagai berikut:
a. X1 (Anggaran Infrastruktur)
Anggaran Infrastruktur adalah bagian dari alokasi dana APBN
yang dikhususkan untuk melakukan pembangunan infrastruktur
publik. Data Anggaran Infrastruktur yang digunakan adalah data
dalam bentuk tahunan yang terdapat dalam anggaran APBN 2017
dari Dirjen Anggaran pada periode 2013-2017 yang kemudian
dilakukan interpolasi untuk mendapatkan data bulanan.
b. X2 (Inflasi)
Inflasi berarti kenaikan harga umum barang/komoditas dan jasa
dalam periode waktu tertentu. Data inflasi yang digunakan adalah
data inflasi bulanan dari Bank Indonesia berdasarkan laporan
58
Inflasi (Indeks Harga Konsumen) yaitu pada periode Januari 2013
hingga Desember 2017.
c. X3 (Jumlah Uang Beredar)
Jumlah uang yang beredar dalam artian luas atau broad
money (M2) adalah penjumlahan dari M1 (uang kartal dan logam
ditambah simpanan dalam bentuk rekening koran atau demand
deposit) yang memasukkan deposito berjangka dan tabungan serta
rekening valuta asing milik swasta maupun domestik sebagai
bagian dari penyediaan uang atau uang kuasi (quasi money). Data
jumlah uang beredar diambil dari Kementerian Perdagangan.
Pengukuran yang digunakan adalah data dalam skala bulanan yaitu
periode Januari 2013 hingga Desember 2017.
d. X4 (SBIS)
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek
dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Data tingkat fee SBIS diperoleh dari SEKI – BI yang diambil dari
periode Januari 2013 hingga Desember 2017.
59
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Perkembangan Sukuk
Sukuk sebenarnya bukanlah istilah atau produk yang baru ada dewasa
ini. Karena ternyata sukuk telah dikenal sejak abad pertengahan, hingga
kemudian direformulasikan kembali pada abad ke 21 M sebagai instrumen
keuangan syariah kontemporer. Secara garis besar, tahapan perkembangan
sukuk dapat dibagi ke dalam dua periode yakni periode klasik dan periode
kontemporer.
Menurut yang tercantum dalam buku terbitan Direktorat Pembiayaan
Syariah (2015) Penerbitan sukuk sebagai instrumen pembiayaan dimulai pada
tahun 1775 M yaitu pada zaman kekhalifahan Turki Utsmani. Pada saat itu
pemerintah Turki Utsmani menerbitkan esham untuk membiayai defisit
negara setelah kekalahannya dari Rusia. Penerbitan sukuk tersebut dilakukan
melalui proses sekuritisasi bea cukai tembakau, dimana investor akan
menerima variable return sepanjang hidup mereka. Namun pemerintah Turki
Utsmani juga memiliki hak untuk dapat membeli kembali esham tersebut
sesuai diskresi pemerintah.
Sejalan dengan pesatnya penerbitan obligasi konvensional yang
berbasis bunga pada abad ke-19, para cendekiawan syariah mulai berupaya
mengembangkan alternatif instrumen berbasis syariah. Upaya tersebut mulai
60
dilakukan sejak tahun 1978, yaitu oleh Yordania. Pada saat itu pemerintah
setempat mengizinkan Bank Islam Jordan untuk menerbitkan obligasi syariah
atau yang dikenal dengan obligasi muqaradah, dan diikuti dengan
dikeluarkannya Muqaradah Act pada tahun 1981. Upaya yang sama juga
dilakukan Pakistan yang mengesahkan undang-undang khusus yaitu peraturan
tentang perusahaan mudharabah tahun 1980. Namun upaya-upaya tersebut
belum membuahkan hasil karena minimnya infrastruktur yang sesuai dan
kurangnya transparansi. Penerbitan obligasi syariah yang pertama kali
terhitung sukses adalah penerbitan Government Investment Issues
(sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate) yang
dilakukan oleh pemerintah Malaysia pada tahun 1983, meski institusi
keuangan syariah pada saat itu belum dapat mengembangkan pasar sukuk
yang dalam dan aktif.
Selanjutnya pada tahun 2003, The Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) mengeluarkan
AAOIFI Sharia Standards Nomor 17 tentang Investment Sukuk, dan
memberikan definisi yang lebih komprehensif mengenai sukuk termasuk
klasifikasi 14 jenis struktur sukuk dan ketentuan syariah mengenai
penerbitannya. Seiring dengan besarnya dukungan dari berbagai lembaga dan
institusi keuangan syariah serta dikembangkannya framework pendukung
yang lebih baik, penerbitan sukuk di seluruh dunia kemudian mengalami
perkembangan yang sangat pesat baik dari segi nilai nominal penerbitan serta
jenis dan variasi struktur sukuk yang digunakan. Hingga saat ini banyak
61
varian sukuk telah dikembangkan antara lain hybrid sukuk, convertible sukuk,
project based sukuk, project financing sukuk, sukuk wakalah dan sebagainya.
Begitu pula dengan jumlah penerbitan sukuk yang nilainya terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Saat ini sukuk tidak hanya diterbitkan oleh korporasi (corporate
sukuk), tetapi juga telah banyak diterbitkan oleh negara (sovereign sukuk).
Bahkan penerbitan sovereign sukuk ini menjadi pendorong utama
perkembangan pasar sukuk internasional. Sukuk juga diadopsi secara luas
baik di negara yang berpenduduk mayoritas muslim maupun non-muslim.
Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Pakistan,
Qatar, Bahrain, Saxony Anhalt (negara bagian Jerman), Uni Arab Emirates,
Sudan, Gambia, Singapura, China, Jepang, United Kingdom, Hongkong dan
Luxemburg telah menerbitkan sukuk, dan diantaranya menerbitkan sukuk
secara reguler baik di pasar domestik maupun internasional. Hal ini
merupakan indikasi bahwa sukuk telah berkembang menjadi instrumen
pembiayaan dan investasi berbasis syariah yang diterima secara universal,
sama sekali tidak terbatas pada suatu golongan atau agama tertentu saja
(Direktorat Pembiayaan Syariah, 2015).
2. Perkembangan Sukuk Negara (SBSN) di Indonesia
Diawali oleh PT Indosat Tbk yang menerbitkan sukuk koorporasi
pada 30 Oktober 2002 dengan akad mudharabah senilai 175 miliar rupiah.
Namun pada saat itu belum ada regulasi yang memadai. Kerangka peraturan
masih menggunakan peraturan penerbitan efek konvensional, dengan
62
tambahan dokumen pernyataan kesesuaian syariah dari DNS MUI (Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia). Pada akhirnya diterbitkanlah
Fatwa DNS MUI No. 32 dan No. 33 pada tahun 2002 sebagai basis
penerbitan obligasi syariah. Sejak saat itu, penerbitan sukuk korporasi di
Indonesia kian berkembang pesat.
Berselang agak lama dengan penerbitan sukuk korporasi pertama,
sukuk negara (SBSN) seri IFR0001 dan IFR0002 pun diterbitkan oleh
pemerintah sebagai instrumen pendanaan yang digunakan untuk membiayai
defisit anggaran. Sebelumnya pemerintah juga telah mengeluarkan UU
Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada
tanggal 7 Mei 2008 sebagai dasar hukum atas penerbitan SBSN. Sukuk ini
diterbitkan pada 27 Agustus 2008 dengan akad-akad ijarah senilai 2.714,7
dan 1.985 miliar rupiah. Sukuk seri IFR merupakan sukuk yang diterbitkan
untuk investor institusi yang umumnya memiliki dana yang cukup banyak
untuk membeli sukuk.
Selain untuk instansi, pemerintah juga menerbitkan sukuk untuk
investor individual, yakni sukuk negara ritel. Sukuk jenis ini yang pertama
terbit adalah SR0001 yang diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2009 senilai
5.556,29 miliar rupiah.
Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2002 hingga tahun 2011,
penerbitan sukuk mengalami perkembangan yang sangat pesat sebesar 40.292
persen. Sukuk korporasi yang semula hanya diterbitkan oleh satu emiten
senilai 175 miliar rupiah, pada tahun 2011 telah diterbitkan oleh 48 emiten
63
dengan total nilai 7.915,4 miliar rupiah. Jumlah nilainya meningkat sepuluh
kali lipat hanya dalam selang waktu tujuh tahun. Selain itu tercatat pula sukuk
yang telah dilunasi senilai 2.039,4 oleh 17 emiten. Perkembangan yang lebih
menggembirakan terjadi adalah sukuk negara. Hal ini dikarenakan sukuk
negara menghasilkan nilai multiplayer yang sama dengan sukuk korporasi
namun dengan waktu yang relatif lebih singkat. Sukuk negara semula hanya
bernilai 4.699,7 miliar rupiah menjadi 62.771 miliar rupiah pada tahun 2011.
Karena baru berselang waktu empat tahun dari pertama kali diterbitkan dan
baru jatuh tempo pada tahun 2015, sukuk ini belum ada yang dilunasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerbitan sukuk negara oleh
pemerintah Indonesia yaitu faktor pendanaan stimulus fiskal yang dibutuhkan
oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan untuk
membiayai defisit APBN. Penawaran sukuk yang dilakukan oleh korporasi
dan perusahaan juga dipengaruhi oleh permintaan pasar.
B. Deskripsi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat 5 (lima) variabel yang akan dianalisis,
dimana kelima variabel yang dimaksud dikelompokkan menjadi dua bagian
yaitu, variabel dependen adalah Project Based Sukuk (PBS), sedangkan
variabel independen yang digunakan Anggaran Infrastruktur, Inflasi, SBIS dan
JUB.
1. Analisis Deskriptif Project Based Sukuk (PBS)
Dalam rangka menjalankan amanat Undang-undang Nomor 19/2008
terutama terkait tujuan utama penerbitan Sukuk Negara yaitu untuk
64
membiayai pembangunanproyek, Pemerintah mengembangkan instrumen
Sukuk Negara yang dapat diterbitkan dalam rangka pembiayaan proyek. Hal
ini sejalandengan komitmen Pemerintah untuk turut serta berkontribusi bagi
pembangunan infrastruktur. Penerbitan sukuk negara untuk pembiayaan
proyek dilakukan melalui penerbitan Project Based Sukuk (PBS). Sukuk
Negara seri PBS merupakan Sukuk Negara yang diterbitkan dalam rangka
pembiayaan proyek, dalam denominasi rupiah di pasar perdana dalam negeri,
dengan tingkat imbalan tetap, serta dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan Project Based Sukuk (PBS)
untuk periode tahun 2013-2017 dapat dilihat pada gambar berikut :
Grafik 4.1
Project Based Sukuk (PBS) Tahun 2013-2017
Sumber: Kementerian Keuangan (diolah, 2017)
Berdasarkan Grafik 4.1 diatas dapat diketahui bahwa penerbitan
(Sukuk Negara) SBSN seri Project Based Sukuk (PBS) dalam kurun waktu
13,5
14
14,5
15
15,5
16
16,5
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
PBS
PBS
65
lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pada
awal tahun 2013 hingga awal tahun 2016 dan pada kurun waktu 2 tahun
belakangan yaitu pada tahun 2016-2017 mengalami penurunan yang cukup
signifikan.
2. Anggaran Infrastruktur (AI)
Menurut Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) adalah perwujudan dari pengolahan keuangan negara
yang ditetapkan setiap tahun sesuai dengan Undang-Undang (UU) dan
dilaksanakan secara terbuka dimana pemerintahan bertanggung jawab besar
untuk kemakmuran rakyat. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
ini merupakan rencana tahunan keuangan pemerinta Republik Indonesia yang
telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN telah ditetapkan
dalam UU meliputi masa satu tahun mulai dari 1 Januari sampai dengan 31
Desember.
Anggaran Infrastruktur adalah bagian dari alokasi dana APBN yang di
khususkan untuk melakukan pembangunan infrastruktur publik maupun
menjalankan proyek pembangunan yang telah berjalan di tahun sebelumnya
demi meningkatkan fasilitas untuk kepentingan masyarakat dan penunjang dari
aspek pengelolaan suatu negara.
Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan kenaikan Anggaran
Infrastruktur (AI) untuk periode tahun 2013-2017 dapat dilihat pada gambar
berikut :
66
Grafik 4.2
Anggaran Infrastruktur Tahun 2013-2017
Sumber: Kementerian Keuangan RI (diolah, 2017)
Berdasarkan Grafik 4.2 di atas, tentang perkembangan Anggaran
Infrastruktur (AI) pada periode tahun 2013 sampai dengan 2017 dapat
diketahui bahwa terdapat kenaikan yang cukup signifikan pada periode 4 tahun
terakhir terhadap anggaran Infrastruktur (AI). Sedangkan pada tahun 2013
mengalami sedikit fluktuasi.
3. Inflasi
Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik
individu maupun perusahaan. Salah satu peristiwa yang sangat penting dan
13,6
13,8
14
14,2
14,4
14,6
14,8
15
15,2
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
AI
APBNP
67
dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Didalam
perekonomian ada kekuataan tertentu yang menyebabkan tingkat harga
melonjak sekaligus, tetapi ada kekuatan lain yang menyebabkan kenaikan
tingkat harga berlangsung terus menerus secara perlahan. Secara sederhana
inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum
dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan
kepada barang lainnya di suatu wilayah pada periode tertentu. Laju inflasi
merupakan indikator yang sangat menentukan dalam perekonomian makro
suatu negara. Inflasi merupakan suatu masalah bagi ekonomi makro jika
pemerintah tidak segera menangani masalah inflasi akan menyebabkan
ketidakstabilan suatu perekonomian yang akhirnya akan memperburuk kinerja
perekonomian suatu negara (Adam, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan Inflasi untuk periode
tahun 2013-2017 dapat dilihat pada gambar berikut :
Grafik 4.3
Inflasi Tahun 2013-2017
68
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2018)
Berdasarkan Grafik 4.3 dapat dilihat bahwa pergerakan inflasi di
Indonesia mengalami naik turun dari tahun ke tahun. Hal ini benar bahwa
tingkat inflasi mengalami fluktuasi karena dampak internal maupun eksternal
yang terjadi di Negara Indonesia. Kestabilan inflasi sangat mendukung dalam
pembangunan ekonomi dan hal ini sedikit banyak dapat mempengaruhi tingkat
investasi pasar modal di dalam negeri.
4. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Nilai uang ditentukan oleh supply dan demand terhadap uang. Jumlah
uang beredar ditentukan oleh Bank Sentral, sementara jumlah uang yang
diminta (money demand) ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat
harga rata-rata dalam perekonomian. Jumlah uang yang diminta oleh
masyarakat untuk melakukan transaksi bergantung pada tingkat harga barang
dan jasa yang tersedia. Semakin tinggi tingkat harga, semakin besar jumlah
uang yang diminta. Jika ditinjau berdasarkan perkembangan JUB tahun 2013-
2017 akan diperoleh grafik sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
Inflasi
Inflasi
69
Grafik 4.4
Jumlah Uang Beredar Tahun 2013-2017
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2018)
Berdasarkan Grafik 4.5 dapat diketahui bahwa Jumlah Uang yang
Beredar selama beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan yang signifikan
tiap tahunnya. Dalam sektor keuangan, JUB memiliki korelasi dengan tingkat
investasi di suatu negara karena semakin banyak uang yang beredar di
masyarakat, semakin besar pula kemungkinan masyarakat akan
menginvestasikan uangnya di sektor investasi baik dalam pasar modal
maupun pasar uang.
5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang yang berjangka
pendek. Dengan sistem bonus, SBIS merupakan salah satu mekanisme yang
digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai tukar
rupiah. Dengan menjual SBIS, maka Bank Indonesia akan dapat menyerap
14,6
14,8
15
15,2
15,4
15,6
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
JUB
JUB
70
kelebihan uang primer yang beredar. Oleh karena itu nilai SBIS selalu
berfluktuasi.
Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) untuk periode tahun 2013-2017 dapat dilihat pada
gambar berikut :
Grafik 4.5
SBIS Tahun 2013-2017
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2018)
Berdasarkan Grafik 4.4 di atas, tentang perkembangan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) pada periode tahun 2013 sampai dengan 2017 dapat
diketahui bahwa perkembangan SBIS setiap periodenya sangat berfluktuasi.
Perkembangan SBIS yang berfluktuasi ini disebabkan antara lain karena
berbagai sebab.
C. Analisis Data dan Pembahasan
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder
deret waktu (time series) yang berbentuk manual mulai Januari tahun 2013-
Desember tahun 2017. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu Project
0
2
4
6
8
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
SBIS
SBIS
71
Based Sukuk (PBS) dan pada penelitian ini menggunakan data yang berasal dari
Penerbitan Sukuk Negara (SBSN) seri Project Based Sukuk (PBS) yang didapat
dari Direktorat Pembiayaan Syariah, DJPPR Kementerian Keuangan. Sedangkan
variabel independen terdiri dari Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah
Uang Beredar dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Untuk data
Anggaran Infrastruktur (AI) berasal dari Rancangan APBN 2017 Dirjen
Anggaran Kementerian Keuangan RI. Sedangkan untuk data Inflasi, Jumlah
Uang Beredar (JUB) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berasal dari
situs resmi Bank Indonesia.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, model yang
digunakan oleh peneliti sebagai alat analisis adalah Ordinary Least Square
(OLS). Model OLS merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk
mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi sampel (Ajija, 2011).
Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
Microsoft Excel dan Eviews 9 untuk mempercepat hasil yang dapat menjelaskan
variabel-variabel yang akan diteliti. Pembahasan dilakukan dengan uji asumsi
klasik, uji statistik dan uji determinasi.
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan uji Jarque-Bera dengan melihat nilai probability. Jika
probability lebih besar dari nilai derajat α = 0.05, maka penelitian ini
tidak ada permasalahan normalitas atau dengan kata lain data
72
terdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai probability lebih kecil dari
nilai derajat kesalahan α = 0.05, maka dalam penelitian ini ada
permasalahan normalitas atau dengan kata lain data tidak terdistribusi
normal. Berikut adalah hasil dari uji normalitas:
Gambar 4.6
Uji Normalitas Jarque-Bera
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Series: ResidualsSample 2013M01 2017M12Observations 60
Mean 7.79e-15
Median 0.069950
Maximum 1.142919
Minimum -1.111753
Std. Dev. 0.477375
Skewness -0.168935
Kurtosis 2.872439
Jarque-Bera 0.326071
Probability 0.849561
Sumber: Output Eviews 9 (diolah, 2018)
Berdasarkan Gambar 4.6 diatas, data dalam penelitian ini
berdistribusi normal. Terlihat dari nilai probability sebesar 0.849561
yang lebih besar dari derajat kepercayaan 0.05 (5%) dan nilai Jarque-
Bera sebesar 0.326071 kurang dari 2 sehingga dapat dinyatakan
signifikan. Menurut Winarno (2009) menyatakan bahwa jika nilai dari
Jarque-Bera benilai lebih kecil dari 2 dan Probability bernilai lebih
dari 0.05 (5%) maka data dapat dikatakan hasil regresi tersebut sudah
berdistribusi normal dan H0 diterima. Apabila data sudah normal, maka
data tersebut menghasilkan estimasi linear tidak bias atau biasa disebut
BLUE (Best Linier Unbased Estimator) menurut Nachrowi (2006)
73
yang berarti model regresi tidak mengandung masalah dan bisa
dilanjutkan pada tahap uji selanjutnya.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan (korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel
independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinearitas
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel
independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel
independen dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau
tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel
independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinearitas,
dimana model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas
antar variabel independen dengan variabel dependen. Berikut adalah
hasil dari uji multikolinearitas:
Tabel 4.1
Uji
Multiko
linearit
as
S
umber: Output Eviews 9 (diolah, 2018)
Dari Tabel 4.1 diatas dapat dilihat hasil analisis uji
multikolinearitas dengan Correlation Matrix menunjukkan bahwa
AI JUB SBIS INFLASI
AI 1.000000 0.845492 -0.239820 -0.639778
JUB 0.845492 1.000000 -0.069905 -0.670303
SBIS -0.239820 -0.069905 1.000000 0.395747
INFLASI -0.639778 -0.670303 0.395747 1.000000
74
korelasi antar variabel independen AI dan JUB maupun sebaliknya
sebesar 0.845492, antara AI dan SBIS maupun sebaliknya sebesar -
0.239820, antara AI dan Inflasi maupun sebaliknya sebesar -0.639778.
Selanjutnya, pada Tabel 4.1 diatas dapat dilihat juga korelasi antar
variabel independen JUB dan SBIS maupun sebaliknya sebesar -
0.069905, antara JUB dan Inflasi maupun sebaliknya yaitu sebesar -
0.670303.
Dapat terlihat juga pada tabel 4.1 diatas antara variabel INFLASI
dan SBIS maupun sebaliknya sebesar 0.395747.
Terlihat pada Tabel 4.1 diatas nilai korelasi masing-masing
variabel independen dibawah atau lebih kecil dari 0.85 sehingga dapat
disimpulkan H0 diterima, bahwa data tersebut terbebas dari
multikolinearitas dan model Ordinary Least Square (OLS) yang
dilakukan dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinearitas. Dan
oleh sebab itu, penelitian dapat dilanjutkan ke pengujian selanjutnya.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas
dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut Denfan
Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah Homoskedastisitas
atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Metode yang digunakan untuk
75
mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah uji
white.
Berikut adalah hasil dari uji white:
Tabel 4.2
Uji
Heteros
kedastis
itas (Uji
White)
S
umber: Output Eviews 9 (diolah, 2018)
Dari Tabel 4.2 diatas diketahui bahwa nilai Obs*R-Squared
sebesar 0.426165 dan Prob. Chi-Square sebesar 0.9803 yang lebih
besar dari tingkat kepercayaan sebesar 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa data tersebut tidak bersifat heteroskedastisitas.
Oleh karena itu, penelitian dapat dilanjutkan ke pengujian selanjutnya.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi untuk mengetahui apakah dalam model regresi
ada korelasi antara kesalahan pada periode waktu yang lain. Untuk
mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier
(LM-Test). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.098222 Prob. F(4,54) 0.9826
Obs*R-squared 0.426165 Prob. Chi-Square(4) 0.9803
Scaled explained SS 9.902324 Prob. Chi-Square(4) 0.0421
76
autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga
digunakan pada tingkat derajat. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai
probabilitas Chi-Square. Jika probabilitas ChiSquare lebih besar dari
tingkat signifikan 5% maka tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya
jika probabilitas Chi-Square lebih kecil dari 5% maka terdapat
autokorelasi. Berikut adalah hasil uji LM:
Tabel 4.3
Uji Autokorelasi (LM-Test)
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.060888 Prob. F(2,52) 0.9410
Obs*R-squared 0.137847 Prob. Chi-Square(2) 0.9334
Sumber: Output Eviews 9 (diolah, 2018)
Dari Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa nilai Obs*Rsquared
sebesar 0.137847 dan nilai Prob. Chi-Square sebesar 0.9334 yang lebih
besar dari nilai 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut
tidak terdapat masalah autokorelasi.
2. Uji Statistik
Hasil estimasi yang dilakukan menggunakan bantuan alat analisis
perangkat lunak Eviews 9 di komputer. Dengan menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS), hasil olah data yang didapat adalah:
77
Tabel 4.4
Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)
Dependent Variable: PBS Method: Least Squares Date: 01/10/18 Time: 23:22 Sample: 2013M01 2017M12 Included observations: 60
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 50.87936 16.99588 2.993629 0.0041
AI 3.089081 0.801344 3.854874 0.0003 JUB -5.545287 1.821372 -3.044566 0.0036 SBIS 0.500434 0.125415 3.990217 0.0002
INFLASI 0.073658 0.055986 1.315654 0.1937 R-squared 0.397733 Mean dependent var 14.81947
Adjusted R-squared 0.353931 S.D. dependent var 0.615127 S.E. of regression 0.494429 Akaike info criterion 1.508831 Sum squared resid 13.44533 Schwarz criterion 1.683360 Log likelihood -40.26492 Hannan-Quinn criter. 1.577099 F-statistic 9.080395 Durbin-Watson stat 0.464440 Prob(F-statistic) 0.000010
Sumber: Output Eviews 9 (diolah, 2018)
Dari Tabel 4.4 tersebut, maka dapat disusun persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:
Y = a + e + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4
Sehingga:
PBS = 50.87936 + 3.089081 AI - 5.545287 JUB + 0.073658 INFLASI +
0.500434 SBIS
1) Jika segala sesuatu variabel independen dianggap konstan atau bernilai
nol, artinya variabel independen tidak terjadi kenaikan atau penurunan
maka besarnya nilai PBS adalah sebesar 50.87936 persen.
78
2) Nilai koefisien regresi AI adalah sebesar 3.089081 persen yang berarti
setiap peningkatan PBS sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PBS
sebesar 3.089081 persen.
3) Nilai koefisien regresi INFLASI adalah sebesar 0.073658 persen yang
berarti setiap peningkatan INFLASI sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan PBS sebesar 0.073658.
4) Nilai koefisien regresi JUB adalah sebesar - 5.545287 persen yang
berarti setiap peningkatan JUB sebesar 1 persen maka akan menurunkan
PBS sebesar - 5.545287 persen.
5) Nilai koefisien regresi SBIS adalah sebesar 0.500434 persen yang
berarti setiap peningkatan SBIS sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan PBS sebesar 0.500434 persen.
a. Uji Parsial (Uji–t)
Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu)
variabel-variabel independen (AI, INFLASI, SBIS, JUB) terhadap variabel
dependen yaitu PBS. Salah satu cara untuk melakukan uji-t adalah dengan
melihat nilai probabilitas pada tabel uji statistik t. Apabila nilai
probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikan α (0.05) berarti variabel
independen secara parsial (individu) mempengaruhi variabel dependen.
Dari hasil Tabel 4.4 bahwa didapatkan dari uji statistik t yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1) Pengaruh t-Statistik untuk AI terhadap PBS
79
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh t-hitung sebesar 3.854874
dengan tingkat signifikan 0.0003. Karena tingkat signifikan lebih
kecil dari 0.05 maka secara parsial AI berpengaruh secara signifikan
dan positif terhadap PBS.
2) Pengaruh t-Statistik untuk INFLASI terhadap PBS
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh t-hitung sebesar 1.315654
dengan tingkat signifikan 0.1937. Karena tingkat signifikan lebih
besar dari 0.05 maka secara parsial INFLASI tidak berpengaruh
secara signifikan dan negatif terhadap PBS.
3) Pengaruh t-Statistik untuk JUB terhadap PBS
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh t-hitung sebesar-3.044566
dengan tingkat signifikan 0.0036. Karena tingkat signifikan lebih
kecil dari 0.05 maka secara parsial JUB berpengaruh secara signifikan
dan negatif terhadap PBS.
4) Pengaruh t-Statistik untuk SBIS terhadap PBS
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh t-hitung sebesar 3.990217
dengan tingkat signifikan 0.0002. Karena tingkat signifikan lebih
kecil dari 0.05 maka secara parsial SBIS berpengaruh secara
signifikan dan positif terhadap PBS.
b. Uji Fisher (Uji–F)
Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen (AI, INFLASI, SBIS, JUB) secara simultan (bersama-
sama) terhadap variabel dependen yaitu PBS.
80
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh hasil F-statistik sebesar
9.080395 dengan nilai probabilitas (F-stat) sebesar 0.000010. Karena
probabilitas (F-stat) lebih kecil dari 0.05 maka dapat disimpulkan
bahwa AI, INFLASI, SBIS, JUB secara bersama-sama mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap PBS.
c. Uji Koefisien Determinasi (Adj R-squared)
Koefisien determinasi R2 yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model
regresi terbaik dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan lebih
dari satu variabel independen.
Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa
nilai Adjusted r-Squared sebesar 0.353931, hal ini menunjukkan
bahwa variasi variabel dependen (PBS) secara bersama-sama mampu
dijelaskan oleh variasi variabel independen (AI, INFLASI, JUB,
SBIS) sebesar 35.39 persen. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel lain diluar variabel yang penulis teliti.
D. Interpretasi
1. Pengaruh Anggaran Infrastruktur (AI) terhadap Project Based Sukuk
(PBS)
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, variabel Anggaran Infrastruktur
(AI) mempunyai nilai t-hitung sebesar 3.854874 dengan tingkat
signifikan 0.0003. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05,
maka hal ini menandakan bahwa diterimanya Ha atau ditolaknya Ho
81
sehingga dapat disimpulkan variabel Anggaran Infrastruktur (AI)
secara parsial berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap
Project Based Sukuk (PBS).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin bertambah
anggaran infrastruktur yang dirancang maka defisit APBN semakin
membesar, maka tingkat penerbitan Project Based Sukuk (PBS) harus
ditingkatkan pula untuk menutup defisit APBN.
2. Pengaruh Inflasi terhadap Project Based Sukuk (PBS)
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, variabel Inflasi mempunyai nilai
t-hitung sebesar 1.315654 dengan tingkat signifikan 0.1937. Karena
tingkat signifikan lebih besar dari 0.05, maka hal ini menandakan
bahwa diterimanya Ho atau ditolaknya Ha sehingga dapat
disimpulkan variabel Inflasi secara parsial tidak berpengaruh secara
signifikan dan negatif terhadap Sukuk Negara (SBSN) (seri Project
Based Sukuk (PBS).
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oelh Ichsan, Ghazali Syamni dan Nurlela (2013) yang
berjudul “Dampak Bi Rate, Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar, dan
Inflasi terhadap Nilai Obligasi Pemerintah” yang menyatakan bahwa
variabel inflasi berpengaruh positif terhadap Sukuk Negara (SBSN).
3. Pengaruh Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap Project Based Sukuk
(PBS)
82
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, variabel Jumlah Uang Beredar
(JUB) mempunyai nilai t-hitung sebesar -3.044566 dengan tingkat
signifikan 0.0036. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05,
maka hal ini menandakan bahwa diterimanya Ha atau ditolaknya Ho
sehingga dapat disimpulkan variabel Jumlah Uang Beredar (JUB)
secara parsial berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap
Project Based Sukuk (PBS).
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian oleh Ina
(2015) yang berjudul “Pengaruh Faktor Makro Ekonomi Terhadap
Pertumbuhan Sukuk Koorporasi di Indonesia” yang menyatakan
jumlah uang beredar berpengaruh positif signifikan terhadap
perkembangan pasar Sukuk di Indonesia.
4. Pengaruh Sertifikat Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap Project Based Sukuk (PBS)
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, variabel Sertifikat Berharga
Bank Indonesia Syariah (SBIS) mempunyai nilai t-hitung sebesar
3.990217 dengan tingkat signifikan 0.0002. Karena tingkat
signifikan lebih kecil dari 0.05, maka hal ini menandakan bahwa
diterimanya Ha atau ditolaknya Ho sehingga dapat disimpulkan
variabel Sertifikat Berharga Bank Indonesia (SBIS) secara parsial
berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap Project Based
Sukuk (PBS).
83
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian oleh Adam
(2015) yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makro
Ekonomi yang Mempengaruhi Sukuk Pemerintah Republik
Indonesia” yang menyatakan bahwa tingkat imbalan SBIS
berpengaruh positif signifikan terhadap Sukuk Negara (SBSN).
Di Indonesia investasi adalah salah satu cara untuk
menambah pendapatan nasional. Jika dilihat dari kebijaksanaan
moneter, investasi lebih banyak dipengaruhi oleh suku bunga SBI
maupun SBIS tinggi maka suku bunga riil juga akan tinggi sehingga
masyarakat memilih untuk menyimpan uangnya di bank daripada
melakukan investasi dan begitupun sebaliknya. Investor
menginginkan imbal hasil investasi yang melampaui inflasi, serta
pemerintah menggunakan suku bunga acuan untuk mengendalikan
laju inflasi sejalan dengan tujuan ekonomi yang diinginkan oleh
pemerintah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dhana (2010) bahwa SBIS berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perkembangan pasar Sukuk.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh
Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB) dan Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Project Based Sukuk (PBS).
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan bantuan alat analisis perangkat lunak
Eviews 9 di komputer, hasil dari regresi Ordinary Least Square (OLS) dari
penelitian yang berjudul “Analisis Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi, Jumlah
Uang Beredar (JUB) dan Sertifikat Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap Project Based Sukuk (PBS), dapat disimpulkan bahwa:
1. Variabel Anggaran Infrastruktur (AI) terhadap Project Based Sukuk (PBS)
memiliki tingkat signifikansi 0.0003. Maka hal ini menandakan bahwa
diterimanya Ha atau ditolaknya Ho sehingga dapat disimpulkan variabel
Anggaran Infrastruktur (AI) secara parsial berpengaruh signifikan dan
positif. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin bertambah
anggaran infrastruktur yang dirancang maka defisit APBN semakin
membesar, maka tingkat penerbitan Project Based Sukuk (PBS) harus
ditingkatkan pula untuk mengurangi defisit APBN.
2. Variabel Inflasi terhadap Project Based Sukuk (PBS) memiliki tingkat
signifikansi sebesar 0.1937. Karena tingkat signifikan lebih besar dari 0.05,
hal ini menandakan bahwa diterimanya Ho atau ditolaknya Ha sehingga
85
dapat disimpulkan variabel Inflasi secara parsial tidak berpengaruh secara
signifikan dan negatif terhadap Project Based Sukuk (PBS). Hasil penelitian
ini menyatakan bahwa inflasi tidak dapat dijadikan ukuran dalam menilai
perubahan fluktuasi penerbitan Project Based Sukuk (PBS).
3. Variabel Jumlah Uang Beredar (JUB) memiliki tingkat signifikansi sebesar
0.0036. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05, maka hal ini
menandakan bahwa diterimanya Ha atau ditolaknya Ho sehingga dapat
disimpulkan variabel Jumlah Uang Beredar (JUB) secara parsial berpengaruh
secara signifikan dan negatif terhadap Project Based Sukuk (PBS). Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa semakin bertambah anggaran infrastruktur
yang dirancang maka defisit APBN semakin membesar, maka tingkat
penerbitan Project Based Sukuk (PBS) harus ditingkatkan pula untuk
mengurangi defisit APBN. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin
banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka semakin besar
pula tingkat penerbitan Project Based Sukuk (PBS) karena sejalan dengan
kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat pula untuk
menginvestasikan uangnya ke pasar sukuk negara. Maka penerbitan Project
Based Sukuk (PBS) harus ditingkatkan pula untuk memenuhi kebutuhan
investasi masyarakat di pasar sukuk domestik.
4. Variabel Sertifikat Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS) memiliki tingkat
signifikan 0.0002. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05, maka hal
ini menandakan bahwa diterimanya Ha atau ditolaknya Ho sehingga dapat
disimpulkan variabel Sertifikat Berharga Bank Indonesia (SBIS) secara
86
parsial berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap Project Based
Sukuk (PBS). Hal ini membuktikan bahwa tingkat imbal hasil SBIS dapat
meningkatkan penerbitan Project Based Sukuk (PBS).
5. Secara Parsial AI dan SBIS memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap Sukuk Negara (SBSN) seri Project Based Sukuk (PBS). Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukakan oleh Adam (2015). Sedangkan
JUB memiliki pengaruh negatif dan signifikan Project Based Sukuk (PBS)
dan variabel Inflasi tidak berpengaruh signifikan karena memiliki nilai
signifikansi yang lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.1937. Secara
simultan variabel APBNP, Inflasi, SBIS dan JUB secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap Project Based Sukuk (PBS).
6. Nilai Adjusted R-squared sebesar 0.353931, hal ini menunjukkan bahwa
variasi variabel dependen (PBS) secara bersama-sama mampu dijelaskan
oleh variasi independen Anggaran Infrastruktur (AI), Inflasi Sertifikat
Berharga Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Jumlah Uang Beredar (JUB)
sebesar 35.3 persen sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lainnya
diluar dari yang diteliti oleh penulis.
87
B. Saran
Beberapa saran yang diajukan bagi pemerintah dan para investor pasar
modal dan pasar uang serta saran bagi peneliti dan akademisi dengan maksud
dapat meningkatkan penelitian di bidang investasi di pasar modal dan pasar
uang antara lain:
1. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel AI, SBIS dan JUB
dapat mempengaruhi Project Based Sukuk (PBS) walaupun tidak memiliki
pengaruh yang cukup besar karena adanya beberapa faktor lain yang
mempengaruhinya selain variabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah tetap harus memperhatikan berbagai aspek ekonomi agar
penerbitan Sukuk Negara (SBSN) seri Project Based Sukuk (PBS) dapat
terkendali dengan baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
Infrastruktur di Indonesia semakin maju. Karena sedikit banyak penerbitan
PBS dapat membantu defisit APBN untuk pembangunan Infrastruktur di
Indonesia.
2. Penelitian ini hanya melihat bagaimana pengaruh dari variabel AI,
INFLASI, JUB dan SBIS dalam mempengaruhi Project Based Sukuk (PBS).
Terdapat keterbatasan dalam hal data yaitu Data Sukuk Project Based Sukuk
(PBS) yang di publikasikan oleh Kementerian Keuangan RI sehingga
mengharuskan data diinterpolasi dari data tahunan menjadi bulanan.
Keterbatasan dari penelitian ini yaitu hasil dari penelitian memiliki Adj R²
kurang dari 40% sehingga pengaruh dari tiap variabel sangatlah kecil hal ini
disebabkan juga karena data yang diinterpolasi. Untuk memperdalam kajian
88
ini maka dalam pengembangan penelitian berikutnya diharapkan dapat
menggunakan data sukuk lain dan diharapkan lebih potensial sehingga
mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi. Penelitian berikutnya
diharapkan menggunakan metode dan alat uji yang lebih lengkap dan akurat
sehingga diperoleh kesimpulan yang lebih valid. Penelitian selanjutnya juga
diharapkan dapat memasukkan nilai-nilai syariah yang dapat memberikan
hasil penelitian yang lebih baik dan akurat dalam melakukan investasi
syariah.
89
DAFTAR PUSTAKA
Adhitia, R. dan Manurung, A.H. “Analysis of Indonesia Bond‟s Duration:
Corporate Versus Governance Bond”. Journal of Applied Finance and
Accounting, 1 (2): 328-338.
Adrian Sutedi, 2009. “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk”. Sinar Grafika, Jakarta.
Ajija, R Shocrul dan Dyah W Sari, 2011. “Cara Cerdas Menguasai Eviews,
Salemba Empat, Jakarta.
Amalia, Fitri. 2010. Bahan Ajar (Diklat) Mata Kuliah: Ekonomi Makro. Jakarta.
Arifin, Zainul. 2009. “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah.Cet.7". Tangerang:
Azkia Publisher.
Aziz, Mochammad Roikhan. 2008. “The Future Of Sukuk Between Malaysia and
Indonesia Based on System Thinking”. Proceeding. Monash University,
Sunway Campus, Malaysia. pp 9-10.
Boediono. 2000. “Ekonomi Moneter”. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.
Camubar, M Adam. 2015. “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makro Ekonomi
yang Mempengaruhi Sukuk Pemerintah Republik Indonesia Periode
2009-2014”. Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. hal 60-63.
90
Dhana, T.A. 2010. “Pengaruh Kupon, Maturitas, Yiled to Maturity Obligasi dan
Suku Bunga SBI terhadap Harga Pasar Obligasi Perusahaan Manufaktur
yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009”. Malang:
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Keuangan Universitas Negeri
Malang.
Direktorat Pembiayaan Syari’ah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko. 2015. “Sukuk Negara: Instrumen Keuangan Berbasis Syariah”
Jakarta: Kementerian Keuangan RI. hal 40-64.
Direktorat Pembiayaan Syari’ah, DJPPR. 2017. “Pengembangan Aspek Instrumen
dan Infrastruktur Pasar Sukuk Negara” Jakarta: Kementerian Keuangan
RI. hal 340-342.
Eko, Sutoro. 2008. “Pro Poor Budgeting ; Politik Baru Reformasi Anggaran
Daerah untuk Pengurangan Kemiskinan”, dalam IRE’S INSIGHT,
Working Paper, IV, June. 2008. Yogyakarta: Institute For Research and
Empowernment (IRE).
Farhan, Yuna. 2008. “Menelaah Arah Politik Anggaran di Indonesia”.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Firdaus, Muhammad NH dkk. 2007. “Konsep Dasar Obligasi Syariah”. Jakarta:
Renaisan.
Ghozali, Imam. 2013. “Aplikasi Analisis Multivariat dengan Pogram SPSS”.
Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro.
91
Gujarati, Damodar. 2007. “Dasar-Dasar Ekonometrika”. Jakarta: Erlangga.
Hanafie, Ilham. 2013. “Negeri Non Muslim Pun Suka Sukuk.
www.majalahmasjidkita.com. (diakses tanggal 02 Mei 2017)
Hariyanto, Eri. 2014. “Peluang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Sukuk Negara”
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan RI. hal 1-
3.
Hariyanto, Eri. April 2017. “Memahami Project Based Sukuk (PBS)”. Ditjen
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan RI. hal 3-5.
Hasoloan, Jimmy. Januari 2014. “Ekonomi Moneter” Yogyakarta: Deepublis.
Ichsan, Ghazali Syamni, dan Nurlela. 2013. “Dampak BI Rate, Tingkat Suku
Bunga, Nilai Tukar, dan Inflasi terhadap Nilai Obligasi Pemerintah”.
Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol. 17. No. 2, Mei 2013: 310-322.
Indah, 2010. Sukuk dan Pertumbuhannya. Online: www.Ibsyari‟ah.com. (diakses
tanggal 02 Mei 2017).
Karim, Adiwarman. 2004. “Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan” Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Kotler, Philip, 2000. Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium, Jakarta:
Prehallindo.
Manan, Abdul. 2009. “Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar
Modal Syariah di Indonesia”, Edisi Pertama. Jakarta: PT. Kencana.
92
Nopirin. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama.
Yogyakarta: Balai Pustaka Fakultas Ekonomi.
Pandji Anoraga dan Piji Pakarti. 2008. “Pengantar Pasar Modal”, Jakarta.
Prasetio, Dicky Ageng. 2013. Analisis Faktor Makro Ekonomi yang
Mempengaruhi Fee Ijarah Default Sukuk PT. Berlian Laju Tanker”.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. hal 70-72.
Puspita, W.A. dan Haryono, A. 2012. “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI
terhadap Nilai Emisi Obligasi baik dalam Jangka Pendek maupun
Jangka Panjang di Pasar Modal Indonesia Periode Tahun 2007-2009”.
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, 4 (1): 105-112.
Putong, Iskandar. 2007. “Pengantar Mikro dan Makro” Edisi Kelima, Jakarta:
Wacana Media.
Rahardjo, Sapto. 2004. “Panduan Investasi Reksadana”. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Rini, Mustika. 2012. “Obligasi Syariah (Sukuk) dan Indikator Makroekonomi
Indonesia : Sebuah Analisis Vector Error Correction Model (VECM)”.
Semarang: Universitas Diponegoro. hal 78-79.
Santoso, Singgih. 2009. “Mastering SPSS Versi 17”. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
93
Sugiyono. 2012. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung:
Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2002. “Pengantar Teori Makroekonomi”. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sukirno, Sadono. 2002. Teori Mikro Ekonomi. Cetakan Keempat Belas. Jakarta:
Rajawali Press.
Suliyanto, 2011. “Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS”.
Yogyakarta: ANDI.
Sunariyah. 2006. “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”. Edisi kelima.
Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Tandelilin, Eduardus. 2001. “Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio”. Edisi
Pertama. Yogyakarta: BPFE. hal 74.
Widarjono, Agus. 2009. “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya”. Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Ekonosia.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews”. Edisi Kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
94
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
a. Anggaran Infrastruktur (APBNP) Periode Tahun 2013-2017
(dalam Triliun)
Tahun APBNP Tahun APBNP
2013.1 14.18706 2015.7 14.72129
2013.2 14.2037 2015.8 14.73707
2013.3 14.21832 2015.9 14.75042
2013.4 14.23101 2015.10 14.76146
2013.5 14.24182 2015.11 14.77025
2013.6 14.25084 2015.12 14.77685
2013.7 14.25809 2016.1 14.69927
2013.8 14.26362 2016.2 14.70537
2013.9 14.26746 2016.3 14.71272
2013.10 14.26962 2016.4 14.72129
2013.11 14.27012 2016.5 14.73105
2013.12 14.26896 2016.6 14.74196
2014.1 14.11048 2016.7 14.75399
2014.2 14.11229 2016.8 14.76709
2014.3 14.11918 2016.9 14.78121
2014.4 14.13106 2016.10 14.79633
2014.5 14.14773 2016.11 14.81238
2014.6 14.16898 2016.12 14.82932
2014.7 14.19449 2017.1 14.8471
2014.8 14.22396 2017.2 14.86567
2014.9 14.25701 2017.3 14.88499
2014.10 14.29327 2017.4 14.905
2014.11 14.33238 2017.5 14.92565
2014.12 14.37395 2017.6 14.9469
2015.1 14.56774 2017.7 14.96871
2015.2 14.60135 2017.8 14.99102
2015.3 14.63142 2017.9 15.01379
2015.4 14.65824 2017.10 15.03699
2015.5 14.68203 2017.11 15.06056
2015.6 14.70299 2017.12 15.08448
Sumber: Kementerian Keuangan, RI (diolah, 2017)
95
b. Inflasi Periode Tahun 2013-2017
Sumber:Bank Indonesia (diolah, 2017)
Tahun Inflasi Tahun Inflasi
2013.1 4.57 2015.7 7.26
2013.2 5.31 2015.8 7.18
2013.3 5.9 2015.9 6.83
2013.4 5.57 2015.10 6.25
2013.5 5.47 2015.11 4.89
2013.6 5.90 2015.12 3.35
2013.7 8.61 2016.1 4.14
2013.8 8.79 2016.2 4.42
2013.9 8.40 2016.3 4.45
2013.10 8.32 2016.4 3.60
2013.11 8.37 2016.5 3.33
2013.12 8.38 2016.6 3.45
2014.1 8.22 2016.7 3.21
2014.2 7.75 2016.8 2.79
2014.3 7.32 2016.9 3.07
2014.4 7.25 2016.10 3.31
2014.5 7.32 2016.11 3.58
2014.6 6.7 2016.12 3.02
2014.7 4.53 2017.1 3.49
2014.8 3.99 2017.2 3.83
2014.9 4.53 2017.3 3.61
2014.10 4.83 2017.4 4.17
2014.11 6.23 2017.5 4.33
2014.12 8.36 2017.6 4.37
2015.1 6.96 2017.7 3.88
2015.2 6.29 2017.8 3.82
2015.3 6.38 2017.9 3.72
2015.4 6.79 2017.10 3.58
2015.5 7.15 2017.11 3.30
96
c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Periode 2013-2017
(dalam Persen)
Tahun SBIS Tahun SBIS
2013.1 4.84 2015.7 6.65
2013.2 4.86 2015.8 6.75
2013.3 4.87 2015.9 7.10
2013.4 4.89 2015.10 7.10
2013.5 5.02 2015.11 7.10
2013.6 5.28 2015.12 7.10
2013.7 5.52 2016.1 6.65
2013.8 5.86 2016.2 6.55
2013.9 6.96 2016.3 6.60
2013.10 6.97 2016.4 6.60
2013.11 7.22 2016.5 6.60
2013.12 7.22 2016.6 6.40
2014.1 7.23 2016.7 6.40
2014.2 7.17 2016.8 6.40
2014.3 7.13 2016.9 6.15
2014.4 7.14 2016.10 5.90
2014.5 7.15 2016.11 6.00
2014.6 7.14 2016.12 6.00
2014.7 7.09 2017.1 6.00
2014.8 6.97 2017.2 6.00
2014.9 6.88 2017.3 6.04
2014.10 6.85 2017.4 6.06
2014.11 6.87 2017.5 6.07
2014.12 6.9 2017.6 6.07
2015.1 6.93 2017.7 6.02
2015.2 6.67 2017.8 5.59
2015.3 6.65 2017.9 5.25
2015.4 6.65 2017.10 5.29
2015.5 6.65 2017.11 5.26
2015.6 6.65 2017.12 5.27
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2017)
97
d. Jumlah Uang Beredar (JUB) Periode 2013-2017
(dalam Milyar)
Tahun JUB Tahun JUB
2013.1 14.99993 2015.7 15.29101
2013.2 15.00348 2015.8 15.29804
2013.3 15.01624 2015.9 15.32150
2013.4 15.02773 2015.10 15.30686
2013.5 15.04699 2015.11 15.30894
2013.6 15.04321 2015.12 15.32992
2013.7 15.07015 2016.1 15.31922
2013.8 15.06896 2016.2 15.32445
2013.9 15.09201 2016.3 15.33324
2013.10 15.09000 2016.4 15.33762
2013.11 15.10087 2016.5 15.34462
2013.12 15.13197 2016.6 15.37101
2014.1 15.11088 2016.7 15.36952
2014.2 15.10833 2016.8 15.37282
2014.3 15.11314 2016.9 15.37105
2014.4 15.13202 2016.10 15.37963
2014.5 15.14769 2016.11 15.39833
2014.6 15.16770 2016.12 15.42594
2014.7 15.17546 2017.1 15.41224
2014.8 15.17530 2017.2 15.41347
2014.9 15.20434 2017.3 15.42847
2014.10 15.20791 2017.4 15.43168
2014.11 15.22079 2017.5 15.44991
2014.12 15.24422 2017.6 15.46900
2015.1 15.24458 2017.7 15.45994
2015.2 15.25490 2017.8 15.46772
2015.3 15.26157 2017.9 15.47445
2015.4 15.26846 2017.10 15.48026
2015.5 15.27142 2017.11 15.48725
2015.6 15.28771 2017.12 15.48725
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2017)
98
2. Variabel Dependen
a. Project Based Sukuk (PBS) Periode 2013-2017
(dalam Triliun)
Tahun PBS Tahun PBS
2013.1 14.40961 2015.7 15.76611
2013.2 14.44476 2015.8 15.81987
2013.3 14.47875 2015.9 15.87199
2013.4 14.51166 2015.10 15.92257
2013.5 14.54356 2015.11 15.97172
2013.6 14.57451 2015.12 16.01952
2013.7 14.60457 2016.1 16.02435
2013.8 14.63377 2016.2 16.07327
2013.9 14.66219 2016.3 13.81979
2013.10 14.68985 2016.4 13.86896
2013.11 14.71679 2016.5 13.91808
2013.12 14.74306 2016.6 13.96704
2014.1 14.54524 2016.7 14.01575
2014.2 14.58655 2016.8 14.06414
2014.3 14.63589 2016.9 14.11215
2014.4 14.69206 2016.10 14.15972
2014.5 14.75384 2016.11 14.20682
2014.6 14.82006 2016.12 14.25340
2014.7 14.88966 2017.1 14.29945
2014.8 14.96171 2017.2 14.34493
2014.9 15.03540 2017.3 14.38984
2014.10 15.11003 2017.4 14.43416
2014.11 15.18506 2017.5 14.47788
2014.12 15.26002 2017.6 14.52100
2015.1 15.40138 2017.7 14.56352
2015.2 15.46805 2017.8 14.60543
2015.3 15.53210 2017.9 14.64674
2015.4 15.59375 2017.10 14.68745
2015.5 15.65319 2017.11 14.72757
2015.6 15.71060 2017.12 14.76711
Sumber: Kementerian Keuangan, RI (diolah, 2017)
99
Lampiran 2: Grafik Variabel
1. Project Based Sukuk (PBS)
Sumber: Kementerian Keuangan, RI(diolah, 2017)
2. Anggaran Infrastruktur (AI)
Sumber: Kementerian Keuangan, RI(diolah, 2017)
13,5
14
14,5
15
15,5
16
16,5
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
PBS
PBS
13,6
13,8
14
14,2
14,4
14,6
14,8
15
15,2
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
AI
APBNP
100
3. Inflasi
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2017)
4. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2017)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
Inflasi
Inflasi
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
SBIS
SBIS
101
5. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Sumber: Bank Indonesia (diolah, 2017)
Lampiran 3 : Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Series: Residuals
Sample 2013M01 2017M12
Observations 60
Mean 7.79e-15
Median 0.069950
Maximum 1.142919
Minimum -1.111753
Std. Dev. 0.477375
Skewness -0.168935
Kurtosis 2.872439
Jarque-Bera 0.326071
Probability 0.849561
Sumber: Output Eviews (diolah, 2017)
b. Uji Multikolinearitas
APBNP JUB SBIS INFLASI
APBNP 1.000000 0.845492 -0.239820 -0.639778
JUB 0.845492 1.000000 -0.069905 -0.670303
SBIS -0.239820 -0.069905 1.000000 0.395747
INFLASI -0.639778 -0.670303 0.395747 1.000000
Sumber: Output Eviews (diolah, 2017)
14,6
14,8
15
15,2
15,4
15,6
Jan
-13
Mei
-13
Sep
-13
Jan
-14
Mei
-14
Sep
-14
Jan
-15
Mei
-15
Sep
-15
Jan
-16
Mei
-16
Sep
-16
Jan
-17
Mei
-17
Sep
-17
JUB
JUB
102
c. Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Output Eviews (diolah, 2017)
d. Uji Autokorelasi
Sumber: Output Eviews (diolah, 2017)
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.098222 Prob. F(4,54) 0.9826
Obs*R-squared 0.426165 Prob. Chi-Square(4) 0.9803
Scaled explained SS 9.902324 Prob. Chi-Square(4) 0.0421
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.060888 Prob. F(2,52) 0.9410
Obs*R-squared 0.137847 Prob. Chi-Square(2) 0.9334
103
Lampiran 4: Uji Statistik
Sumber: Output Eviews (diolah, 2017)
Dependent Variable: PBS
Method: Least Squares
Date: 10/24/17 Time: 23:22
Sample: 2013M01 2017M12
Included observations: 60
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 50.87936 16.99588 2.993629 0.0041
APBNP 3.089081 0.801344 3.854874 0.0003
JUB -5.545287 1.821372 -3.044566 0.0036
SBIS 0.500434 0.125415 3.990217 0.0002
INFLASI 0.073658 0.055986 1.315654 0.1937
R-squared 0.397733 Mean dependent var 14.81947
Adjusted R-squared 0.353931 S.D. dependent var 0.615127
S.E. of regression 0.494429 Akaike info criterion 1.508831
Sum squared resid 13.44533 Schwarz criterion 1.683360
Log likelihood -40.26492 Hannan-Quinn criter. 1.577099
F-statistic 9.080395 Durbin-Watson stat 0.464440
Prob(F-statistic) 0.000010