Analisis Pencemaran Pesisir Oesapa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lingkungan

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting tetapi rentan (vulnerable) terhadap

    gangguan. Karena rentan terhadap gangguan wilayah ini mudah berubah, baik dalam skala

    temporal maupun spasial. Perubahan di wilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai

    kegiatan seperti industri, perumahan, transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian,

    pariwisata dan berbagai aktivitas manusia lainnya.

    Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan yang terletak di

    sebelah selatan wilayah Indonesia memiliki luas wilayah laut 200.000 km2 (di luar ZEEI) di

    dalamnya memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang dapat dikembangkan untuk

    kepentingan masyarakat dengan mengoptimalisasikan pemanfaatan sumberdaya kelautan

    dengan tetap mempertahankan daya dukung lingkungan pesisir dan laut bagi kepentingan

    masyarakat serta menambah devisa bagi daerah NTT (Risamasu, 2014).

    Kota Kupang adalah ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia dan

    merupakan kota yang terbesar di pesisir Teluk Kupang, di bagian barat laut pulau Timor.

    Luas wilayahnya adalah 180,27 km dengan jumlah penduduk sekitar 450.000 jiwa (Anonim,

    2012). Daerah ini terbagi menjadi 6 kecamatan dan 50 kelurahan. Dalam RPJMD Kota

    Kupang sendiri pada tahun 2007 menyebutkan bahwa secara administrasi Kota Kupang

    berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kota Kupang. Ini

    menjadikan Kota Kupang sebagai pusat dari kegiatan perekonomian, pendidikan dan sektor

    jasa yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari daerah-daerah lain khususnya di

    wilayah Nusa Tenggara Timur. Salah satu wilayah kelurahan di Kota Kupang yang dianggap

    strategis dalam kegiatan sosial ekonomi penduduk kota Kupang adalah Kelurahan Oesapa.

    Wilayah pesisir Pantai Oesapa merupakan suatu kawasan yang termasuk dalam

    lingkup kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, dimana perairan pesisir dan

    lautnya terdapat berbagai ekosistem seperti mangrove, padang lamun (seagrass), algae

    (seaweed), pantai berpasir, pantai berbatu, estuari dan jenis ekosistem lainnya, beserta

    berbagai jenis ikan, udang, moluska dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan untuk

    meningkatkan pertumbuhan ekonomi kehidupan masyarakat setempat (Risamasu, 2010).

    Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir di Indonesia secara umum,

    khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Kondisi sosial

    ekonomi masyarakatnya relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah (Fahrudin, 2008).

    Berdasarkan letak demografi kelurahan Oesapa sebagian besarnya terdiri dari wilayah pesisir

    http://id.wikipedia.org/wiki/Ibu_kotahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara_Timurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Teluk_Kupang&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Timorhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kecamatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kelurahan

  • 2

    dimana masyarakat bertempat tinggal di pesisir bekerja sebagai nelayan dan menggantungkan

    hidupnya pada hasil laut. Di Kelurahan Oesapa terdapat 542 KK dari 8 RT yang bermukim di

    wilayah pesisir pantai (Anonim,2010).

    Penelitian Baun (2008), menyatakan bahwa Sanitasi pemukiman pesisir di Kota

    Kupang belum memadai, terjadinya pembuangan sampah organik dan anorganik ke pesisir

    pantai yang dapat menyebabkan timbulnya polusi tanah, air dan udara. Masyarakat yang

    berada di wilayah pesisir cenderung memanfaatkan pantai sebagai tempat pembuangan

    kotoran atau sampah termasuk tinja. Pemukiman nelayan pantai di Kelurahan Oesapa

    letaknya di kawasan daratan pantai, cenderung mengikuti tepian pantai sehingga terbentuk

    pemukiman linear di sepanjang pantai. Kondisi permukiman pesisir Kelurahan Oesapa tidak

    tertata dengan baik, konstruksi bangunannya semi permanent, serta ketersediaan

    prasarananya tidak memadai dan kurangnya cakupan kepemilikan jamban. Selanjutnya Baun

    menjelaskan bahwa, adanya pemukiman-pemukiman kumuh di kawasan pesisir Kota Kupang

    termasuk di kelurahan Oesapa, yang tidak sesuai dengan syarat-syarat kesehatan merupakan

    salah satu akibat dari pendapatan masyarakat pesisir yang rendah. Selain itu dipengaruhi juga

    dengan rendahnya pendidikan, serta pengetahuan masyarakat di wilayah pesisir.

    Pola pemanfaatan sumberdaya serta aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat

    setempat khususnya masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir Pantai tidak lagi

    memperhatikan azas kelestarian lingkungan karena terbentur dengan tekanan hidup yang

    semakin hari semakin susah. Akibat dari banyaknya kegiatan yang dilakukan di wilayah

    pesisir, maka kerusakan lingkungan pesisir dan lautpun semakin parah. Akibat dari pola

    pemanfaatan yang kurang bijaksana ini maka diperkirakan akan memberikan dampak pada

    terjadinya degradasi sumberdaya ikan dan ekosistem pesisir dan laut, kerusakan lingkungan

    pesisir, penurunan produksi ikan dan banyak hal yang dirasakan saat ini (Risamasu, 2010).

    Berdasarkan hal yang dipaparkan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan

    analisis untuk mengetahui kondisi lingkungan kelurahan Oesapa sebagai salah satu wilayah

    pesisir di kota Kupang agar pola pengembangan wilayah ini dapat dipikirkan dengan baik

    untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dengan memperhatikan kelestarian

    dan daya dukung lingkungannya.

    1.2 Rumusan Masalah Kelurahan Oesapa diketahui merupakan suatu kawasan yang termasuk dalam lingkup

    kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, dimana perairan pesisir dan lautnya

    terdapat berbagai kekayaan keanekaragaman hayati yang secara langsung memberikan

  • 3

    kontribusi besar dalam meningkatkan pertumbuhan kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya

    kini telah digunakan sebagai areal untuk perkembangan pembangunan seperti pemukiman,

    areal pasar dan lainnya yang dengan sendirinya dapat memicu kerusakan berbagai ekosistem

    pesisir di dalamnya karena pembuangan sampah maupun limbah ke laut. Selain itu, dengan

    meningkatnya kegiatan sosial ekonomi di wilayah itu akan memicu bertambahnya

    pemukiman di sekitarnya yang memicu juga meningkatnya interaksi masyarakat dengan

    alam, sehingga selain peningkatan limbah (tinja) manusia yang terlalu ke berdekatan ataupun

    langsung ke arah laut, juga memicu pengrusakan ekosistem mangrove untuk dijadikan

    sebagai kayu api dan kebutuhan lainnya.

    Oleh karena itu, penulis mencoba merumuskan beberapa pokok permasalahan yang

    dijadikan acuan dalam kegiatan kajian ini, antara lain:

    1. Aktivitas apa saja yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah pesisir Pantai Oesapa?

    2. Dampak apa saja yang dapat ditimbulkan dari aktivitas masyarakat Pesisir Oesapa?

    1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan laporan ini antara lain adalah:

    1. Untuk mengetahui jenis kegiatan/aktivitas masyarakat di wilayah pesisir Oesapa.

    2. Untuk mengetahui dampak dari aktivitas masyarakat di wilayah pesisir Oesapa.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Penataan Ruang Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang

    di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,

    melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. (UU 26/2007 tentang penataan

    Ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

    ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    Dalam Pasal 3 UU 26 tahun 2007 Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk

    mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

    berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

    a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

    b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan

    dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

    c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

    lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

    Dalam Pasal 6 (1) UU 26 tahun 2007 menyebutkan bahwwa penataan ruang

    diselenggarakan dengan memperhatikan:

    a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;

    b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi

    ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta

    ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan

    c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

    2.2 Kawasan Pesisir Sorenson dan Mc. Creary dalam Clark (1996: 1) The part of the land affected by its

    proximity to the landany area in which processes depending on the interaction between

    land and sea are most intense. Diartikan bahwa daerah pesisir atau zone pesisir adalah

    daerah intervensi atau daerah transisi yang merupakan bagian daratan yang dipengaruhi oleh

    kedekatannya dengan daratan, dimana prosesnya bergantung pada interaksi antara daratan

    dan lautan.

    Ketchum dalam Kay dan Alder (1999: 2) The band of dry land adjancent ocean

    space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect

    oceanic processes and uses, and vice versa. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah

  • 5

    yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses

    kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi

    kelautan.

    Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah

    merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang

    masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah

    paparan benua (continental shelf) (Beatley et al, dalam Dahuri, dkk, 2001: 9).

    Menurut Suprihayono(2007: 14) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara

    daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun

    terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan

    perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang

    masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

    tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan

    dan pencemaran.

    Menurut Soegiarto (Dahuri, dkk, 2001: 9) yang juga merupakan pengertian wilayah

    pesisir yang dianut di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana

    wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan, baik kering maupun terendam air yang masih

    dipengaruhi sifatsifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan

    ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses

    alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan

    oleh kegiatan manusia di darat seperti pengundulan hutan dan pencemaran.

    Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah

    pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan

    dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang

    berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat

    mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan

    wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas

    wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi

    setempat.

    Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh

    dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan

    laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang,

    batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah

  • 6

    perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau

    kearah perairan kepulauan.

    2.3 Penggunaan Lahan Kawasan Pesisir Penggunaan lahan dalam arti ruang merupakan cerminan dari produk aktivitas ekonomi

    masyarakat serta interaksinya secara ruang dan waktu. Dinamika perubahan penggunaan

    lahan sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti pertumbuhan penduduk (jumlah dan

    distribusinya), pertumbuhan ekonomi dan juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti topografi,

    jenis tanah, dan iklim (Skole dan Tucker dalam Rais, 2004: 157).

    Key dan Alder (1998: 25) membagi penggunaan lahan pesisir menjadi beberapa

    fungsi yaitu :

    1. Eksploitasi Sumber daya (perikanan, hutan, gas dan minyak serta pertambangan).

    2. Sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui adalah eksploitasi primer dalam sektor

    perikanan komersial, penghidupan, dan rekreasi perikanan serta industry budidaya air.

    Sedangkan yang dapat diperbaharui adalah minyak dan pertambangan.

    3. Infrastruktur (transportasi, pelabuhan sungai, pelabuhan laut, pertahanan, dan program

    perlindungan garis pantai)

    4. Pembangunan infrastruktur utama di pesisir meliputi : Pelabuhan sungai dan laut, fasilitas

    yang mendukung untuk operasional dari sistem transportasi yang bermacam-macam, jalan

    dan jembatan serta instalasi pertahanan.

    5. Pariwisata dan Rekreasi. Berkembangnya pariwisata merupakan sumber potensial bagi

    pendapatan negara karena potensi pariwisata banyak menarik turis untuk berkunjung

    sehingga dalam pengembangannya memerlukan faktor-faktor pariwisata yang secara

    langsung berdampak pada penggunaan lahan.

    6. Konservasi alam dan Perlindungan Sumber Daya Alam. Hanya sedikit sumber daya alam

    di pesisir yang dikembangkan untuk melindungi kawasan pesisir tersebut (Konservasi

    area sedikit).

    Kegiatan pembangunan yang banyak dilakukan di kawasan pesisir menurut Dahuri et

    al (2001: 122) adalah

    a. Pembangunan kawasan permukiman.

    Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan penduduk akan fasilitas tempat tinggal.

    Namun pengembangan kawasan permukiman dilakukan hanyamdengan

    mempertimbangkan kepentingan jangka pendek tanpa memperhatikan kelestarian

    lingkungan untuk masa mendatang. Dengan adanya pengembangan kawasan permukiman

  • 7

    ini, dampak lain yang mungkin timbul adalah pencemaran perairan oleh limbah rumah

    tangga.

    b. Kegiatan Industri

    Pembangunan kawasan industri di kawasan pesisir pada dasarnya ditujukan untuk

    meningkatkan atau memperkokoh program industrialisasi dalam rangka mengantisipasi

    pergeseran struktur ekonomi nasional dari dominan primary based industri

    menuju secondary based industri dan tertiary based industri, menyediakan kawasan

    industri yang memiliki akses yang baik terhadap bahan baku, air untuk proses produksi

    dan pembuangan limbah dan transportasi untuk produksi maupun bahan baku.

    c. Kegiatan rekreasi dan pariwisata bahari

    Hal ini sekalian bertujuan untuk menciptakan kawasan lindung bagi biota yang hidup

    pada ekosistem laut dalam cakupan pesisir.

    d. Konversi hutan menjadi lahan pertambakan tanpa memperhatikan terganggunya fungsi

    ekologis hutan mangrove terhadap lingkungan fisik biologis.

  • 8

    BAB III

    METODOLOGI KEGIATAN

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada hari sabtu Tanggal 29 November 2014 dari pukul 08.00 sampai

    selesai, yang bertempat di wilayah pesisir pantai Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota

    Kupang.

    3.2 Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan tulis menulis dan

    kamera digital. Peralatan tulis menulis digunakan untuk mencatat data hasil observasi dan

    kamera digital digunakan untuk dokumentasi objek observasi.

    3.3 Objek Pengamatan Objek pengamatan dalam kegiatan survey adalah meliputi :

    1. Aktivitas Masyarakat setempat

    2. Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas masyarakat pesisir

    3.4 Prosedur Kerja 1. Pengamatan aktivitas masyarakat yaitu:

    Pengamtan dilakukan untuk melihat aktivitas masyarakat di pesisir Oesapa.

    2. Pengamatan kondisi Lingkungan:

    3. Pengamatan kondisi atau karakter wilayah pesisir setempat, ekosistem dan kondisi biota

    yang ada, serta perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan masyarakat yang tinggal dan

    bermukim di sekitar areal ters.ebut dan dampak dari kegiatan sosial ekonomi di dalam

    wilayah tersebut

    3.5 Analisis Data Data yang diperoleh dianalsis dengan menggunakan analisis deskriptif dan studi pustaka.

  • 9

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Keadaan Umum Wilayah Pesisir Pantai Oesapa Kondisi geomorfologi pantai Oesapa adalah berupa pantai datar dengan endapan lumpur

    berpasir, sehingga banyak ditumbuhi berbagai macam vegetasi mangrove dan lamun di di

    dalamnya. Jenis mangrove yang mendominasi wilayah ini adalah Jenis Rhizophora. Cerops

    dan Avicenia. Sedangkan jenis lamun yang mendominasi wilayah ini adalah Enhalus acordies

    dan Halodule uninervis. Selain jenis mangrove dan jenis lamun yang ada, banyak juga

    terdapat berbagai jenis organisme yang hidup di dalamnya. Organisme-organisme tersebut

    diantaranya berupa organisme makro dan organisme mikro. Organisme makro meliputi jenis-

    jenis ikan, bivalvia, oyster (tiram) dan lain-lain. Sedangkan dari jenis mikro misalnya berupa

    plankton dan bakteri.

    4.2 Aktivitas Masyarakat di Wilayah Pesisir Pantai Oesapa Hasil observasi memperlihatkan bahwa masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah pesisir

    pantai Oesapa umumnya adalah masyarakat pendatang yang berasal dari etnis bugis.

    Aktivitas yang dilakukan oleh masayarkat setempat adalah berdagang. Dan dari aktivitas

    tersebut diketahui pula bahwa masyarakat setempat umumnya membuang sampah dan limbah

    rumah tangga yang langsung menuju ke laut. Hasil wawancara dengan masyarakat setempat

    bahwa kebiasaan membuang sampah dan limbah tersebut ke laut disebakan karena tidak

    adanya penyediaan sarana penampung sampah dan limbah, sehingga alternatif yang mereka

    lakukan adalah sampah dan limbah rumah tangga tersebut langsung di buang ke laut. Namun

    juga penulis berpikir bahwa kegiatan membuang sampah tersebut juga diakibatkan oleh

    ketidaksadaran masyarakat di wilayah tersebut untuk menjaga kebersihan lingkungannya.

    Gambar 1. Sampah dan limbah yang dibuang oleh masyarakat di wilayah pesisir Pantai

    Oesapa

  • 10

    Selain aktivitas membuang sampah dan limbah ke laut ada juga aktivitas-aktivitas lain

    yang dilakukan oleh masyarakat setempat misalnya penebangan mangrove lalu kayunya

    diambil untuk keperluan kayu bakar dan penebangan mangrove untuk membuka areal-areal

    untuk tempat berlabunya kapal.

    Gambar 2. Penebangan pohon mangrove untuk kayu bakar

    dan pembukaan areal untuk berlabunya kapal Nelayan

    Kegiatan yang cenderung merusak ini dilakukan masyarakat diakibatkan kurangnya

    pemahaman masyarakat umum tentang pentingnya kebersihan dan juga masyarakat yang

    berada di wilayah tersebut masih mememgang pada prinsip-prinsip atau pola tingkah laku

    deterministik yang tidak menyadari akan pentingnya lingkungan pesisir dan laut yang

    merupakan penopang kehidupan bagi mereka, sebab pesisir dan laut memilki potensi

    sumberdaya yang tinggi. Hal ini apabila dibiarkan secara terus menerus akan menyeababkan

    terjadinya pencemaran perairan pesisir, pencemaran udara, gangguan kesehatan masyarakat

    dan degradasi lingkungan pesisir.

    4.3 Dampak yang Ditimbulkan dari Aktivitas Masyarakat di Wilayah Pesisir Pantai Oesapa

    Dampak yang dtimbulkan dari aktivitas-aktivitas masyarakat di wilayah pesisir Pantai Oesapa

    terhadap kondisi lingkungan pesisir adalah :

    1. Terjdinya penumpukan sampah di Wilayah Pesisir Pantai Oesapa.

    Gambar 3. Sampah yang berserakan di Pesisir Pantai Oesapa

  • 11

    Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat sampah-sampah yang berserakan di areal pasar

    Oesapa yang menyebabkan kekumuhan dan bau busuk di sekitar wilayah tersebut. Keadaan

    ini apabila tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan terjadinya pencemaran

    udara, gangguan pada kesehatan masyarakat, dan degradasi wilayah pantai.

    2. Terjadinya abrasi pantai sebagai akibat dari penebangan mangrove untuk kayu bakar dan

    pembukaan lahan untuk berlabunya kapal nelayan

    Gambar 4. Tembok penyangga

    Gambar ini menunjukkan bahwa pondasi penyangga ombak dan gelombak hancur akibat

    aktivitas pasang surut. Hancurnya pondasi penyangga ombak dan gelombang ini disebabkan

    karena tidak adanya tumbuhan penyangga daratan seperti mangrove yang dapat menahan

    lajunya ombak dan gelombang menuju gelombang yang hancur ke daratan. Hilangnya

    tumbuhan penyangga daratan seperti mangrove ini diakibatkan oleh kebiasaan masyarakat

    yang menebang mangrove untuk kayu bakar dan penebangan untuk membuka areal

    berlabunya kapal nelayan, sehingga areal-areal tersebut terlihat kosong. Dengan adanya areal

    yang kosong tersebut, maka ombak dan gelombang yang datang akan langsung ke daratan

    dan kemudian menghancurkan tembok atau pondasi tersebut.

    Alternatif dari pembuatan tembok ini memang diketahui adalah untuk menahan terpaan

    ombak atau gelombang ke daratan. Namun perlu di ketahui pula bahwa tembok yang kokoh

    sekalipun tanpa di dukung dengan pohon pohon penyangga seperti mangrove di depannya

    pasti suatu ketika akan hancur dan roboh pula. Sebab, ombak dan gelombang yang datang itu

    bukan hanya satu kali melainkan setiap hari.

    Hal di atas, apabila tidak ditanggulangi dari sekarang maka akan menyebakan abrasi

    pada lingkungan pantai yang kemudian akan memberikan efek pada penurunan kualitas

    lingkungan pesisir (degradasi)

  • 12

    3. Terjadi pencemaran dan kerusakan ekosistem akibat pembuangan sampah ke laut

    Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai Oesapa

    seperti aktivitas pemukiman, pemasaran dan perdagangan yang dimana pembuangan sampah-

    sampah plastik, bekas-bekas pukat yang tidak dipakai, kaleng-kaleng bekas, bekas-bekas

    gardus dan limbah rumah tangga langsung ke laut mengakibatkan terjadinya penurunan

    kualitas lingkungan yang akan berdampak pada perubahan atau terganggunya kondisi

    ekosistem yang ada di wilayah pesisir.

    Gambar 5. Sampah yang tersangkut

    Gambar di samping ini menunjukkan bahwa terdapat sampah plastik dan potongan jaring

    yang tersangkut pada anakan mangrove. Tersangkutnya sampah plastik dan potongan jaring

    pada anakan mangrove ini dapat meneyababkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari

    anakan mangrove terganggu. Tumbuhan mangrove yang masih tergolong anakan

    membutuhkan kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhannya, sehingga apabila

    kondisi lingkungannya karena adanya sampah, maka dapat menghambat pertumbuhannya

    bahkan mematikan anakan mangrove tersebut. Dengan adanya kondisi seperti ini, maka akan

    menyebabkan terjadinya degradasi habitat.

    Kondisi substart dalam hal ini untuk pertumbuhan mangrove di wilayah pesisir,

    sangat bergantung juga pada sumbangan bahan masukan dari daratan. Di wilayah pesisir

    Pantai Oesapa selain terdapat sampah-sampah dan limbah limbah yang berserakan ada juga

    terdapat kegiatan labu kapal nelayan yang meberi efek pada tumpahan minyak di wilayah

    pesisir tersebut. Minyak merupakan salah satu bahan cair yang mengandung racun, sehingga

    ketika terbuang dan masuk ke dalam substart, akan menyebabkan terjadinya gangguan pada

    sistem penguraian bahan organik. Memang, di ketahui bahwa bakteri merupakan

    mikroorganisme pengurai yang hidup pada kondisi yang anaerobik atau pada kondisi yang

    bau busuk, akan tetapi dalam proses penguraian, bakteri mempunyai titik jenuh, sehingga

    apabila pembuangan samaph maupun limbah dari daratan berupa limbah deterjen, limbah

    minyak dari aktivitas labuh kapal yang semakin hari terus berjalan, maka akan menyebabkan

  • 13

    proses penguraian bahan organik menjadi nutrient untuk pertumbuhan dan kelangsungan

    hidup pohon mangrovepun akan mengalami gangguan yang kemudian berefek pada kematian

    pohon mangrove tersebut. Dengan adanya kematian pohon mangrove tersebut maka akan

    menyebabkan terjadinya perubahan pada ekosistem mangrove tersebut misalnya terjadinya

    perubahan pola zonasi maupun degradasi habitat.

    Minyak merupakan salah satu bahan cair yang mengandung racun, sehingga ketika

    terbuang dan masuk ke dalam laut akan terakumulasi untuk masuk pula ke dalam substart,

    yang kemudian menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem penguraian bahan organic

    oleh bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme pengurai yang hidup pada kondisi yang

    anaerobik atau pada kondisi yang bau busuk, akan tetapi dalam proses penguraian. Bakteri

    mempunyai titik jenuh, sehingga apabila pembuangan sampah maupun limbah dari daratan

    berupa limbah deterjen, limbah minyak dari aktivitas labuh kapal yang semakin hari terus

    berjalan, maka akan menghambat proses penguraian bahan organik menjadi nutrient untuk

    pertumbuhan dan kelangsungan hidup vegetasi lamunpun akan mengalami gangguan yang

    kemudian berefek pada kematian vegetasi lamun tersebut. Dengan adanya kematian adanya

    kematian vegetasi lamun tersebut, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan pada

    ekosistem padang lamun yang merupakan habitat bagi biota-biota laut.

  • 14

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan Kondisi geomorfologi pantai Oesapa yang merupakan dataran dengan endapan lumpur

    berpasir memungkinkan untuk ditumbuhi berbagai macam vegetasi mangrove dan lamun di

    di dalamnya. Namun apabila masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah pesisir pantai

    Oesapa tetap membuang sampah dan limbah rumah tangga yang langsung menuju ke laut dan

    juga tetap melakukan aktivitas penebangan mangrove untuk keperluan kayu bakar dan untuk

    membuka areal-areal untuk tempat berlabunya kapal maka akan mengakibatkan terjadinya

    kekumuhan dan bau busuk di wilayah pesisir pantai oesapa, terjadinya abrasi pantai,

    terjadinya perubahan kondisi ekosistem baik ekosistem mangrove maupun padang lamun dan

    kematian biota-biota peraiaran seperti tiram bakau, kerang bakau dan kerang bulu, dan akan

    berujung pada terjadinya degradasi lingkungan, degradasi habitat dan degradasi sumberdaya

    di wilayah pesisir Oesapa.

    5.2 Saran

    Sumberdaya alam pesisir dan laut merupakan salah satu aset yang bermanfaat untuk

    pengembangan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh

    karena itu, upaya pelestarian (konservasi) kawasan pesisir dan laut ini perlu dilakukan guna

    menjaga kesinambungan kehidupan manusia serta menjaga kelestarian sumberdaya alam

    pesisir dan laut beserta ekosistemnya secara berkelanjutan. Serta pemerintah harus mau

    merubah pola ruang yang ada di wilayah pesisir Oesapa demi kelangsungan lingkungannya.

  • 15

    DAFTAR PUSTAKA

    Clark, Jhon R. 1996. Coastal Zone Management Handbook. New York : Lewis Publisher.

    Dadi R. N. 2014. Analisis Kepadatan dan Keragaman Perifiton pada Media Penempelan

    (Akar, Batang, dan Daun Mangrove) di Pesisir Pantai Oesapa, Kota Kupang.

    (Skripsi). Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan.

    Universitas Nusa Cendana. Kupang.

    Dahuri. dkk., 2001. Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT Pradnya

    Paramita.

    Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta : Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi

    Universitas Indonesia.

    Hantoro, wahyoe. 2004. Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan

    Kawasan Kota Pantai. http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-

    WAHYU.doc. Di akses tanggal 28 November 2014.

    Hartshorn, Truman A. 1980. Interpreting The City, An Urban Geography. Jhon and Sons.

    Kay, Robert and Jacqueline Alder. 1999. Coastal Planing and Management. London :

    Penerbit E & FN Spon Press.

    Rais, Jacub. 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. Jakarta : Penerbit PT Pradnya Paramita.

    Risamasu L. J. Fonny., 2010. Peranan Konservasi Kawasan Dalam Pengelolaan Wilayah

    Pesisir. Makalah Seminar. Jurusan Perikanan dan Kelauatan. Fakultas Pertanian.

    Universitas Nusa Cendana. Kupang.

    Risamasu L. J. Fonny., 2014. Kajian Kondisi Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan Di

    Provinsi Nusa Tenggara Timur. Universitas Nusa Cendana. Kupang.

    Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

    Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir

    Tropis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

    . 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.

    Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

    Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan

    Permukiman.

    UU No. 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya

    Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

    Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.