Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Pantun Dalam …( Fitri Febriani, Razali, & Rostina Taib) 23
ANALISIS PANTUN DALAM MANENDAI ADAT PERNIKAHAN
DI KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN
Oleh
Fitri Febriani*, Razali**, & Rostina Taib**
*Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Unsyiah, **Dosen Jurusan
Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Unsyiah.
Email: [email protected], [email protected], dan
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Pantun dalam Manendai Adat Pernikahan di Kecamatan
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Rumusan masalah penelitian ini, yaitu (1) struktur
kebahasaan (rima dan ritma) yang terdapat dalam pantun manendai adat pernikahan di
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, dan (2) makna yang terdpat dlm pantun
manendai adat pernikahan di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kebahasaan (rima dan ritma) dan
mendeskripsikan makna dalam pantun pada prosesi manendai adat pernikahan di
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan kualitatif. Sumber
data dalam penelitian ini adalah prosesi manendai yang dilakukan di tiga Gampong di
Kecamatan Tapaktuan, yaitu Gampong Jambo Apha, Gampong Hulu dan Gampong
Hilir. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik rekam. Analisis data
yg dilakukan dlam penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa dalam pantun manendai terdapat (1) Struktur kebahasaan, yaitu (a)
rima berdasarkan bunyi meliputi rima sempurna, rima tak sempurna, rima mutlak, rima
terbuka, rima tertutup dan rima aliterasi, (b) rima berdasarkan letak meliputi rima akhir,
rima datar, rima sejajar, rima berpeluk, rima bersilang, rima rangkai dan rima patah, (c)
ritma yang dihasilkan adalah alunan suara tinggi, rendah, panjang, keras, lembut dan
cepat; serta (2) Makna yang terdapat adalah makna denotatif dan makna konotatif.
Kata kunci: pantun, struktur kebahasaan pantun, makna pantun, manendai.
ABSTRACT
This study is entitled Pantun Analysis in Manendai Indigenous Marriage in Tapaktuan
Subdistrick, South Aceh Regency. This research problem formulation, namely (1)
24 JIM PBSI Vol. 5 No 1, 2020
linguistic structure (rhyme and rhythm) contained in the pantun manendai marriage in
the District Tapaktuan, South Aceh District, and (2) the meaning contained in the poem
manendai marriage in the District Tapaktuan, South Aceh. This study aims to describe
the linguistic structure (rhyme and rhythm) and describe the meaning in poetry in the
procession of the customary wedding ceremony in Tapaktuan District, South Aceh
Regency. The method used in this study is a qualitative descriptive method with a
qualitative approach. The source of the data in this study was the Manendai procession
which was carried out in three villages in Tapaktuan Subdistrict, namely Jambo Apha
Village, Hulu Village and Hilir Village. Data collection in this study uses the record
technique. Data analysis conducted in this research was in the form of qualitative
descriptive. The results showed that in the pantun manendai there is (1) a linguistic
structure, namely (a) rhyme based on sound includes perfect rhyme, imperfect rhyme,
absolute rhyme, open rhyme, closed rhyme and alliteration rhyme, (b) rhyme based on
location includes final rhyme, flat rhyme , rhymes are parallel, rhymes hugging, crosses
rhyme, rhyme string and rhyme broken, (c) the rhythm produced is the strains of high,
low, long, hard, soft, and fast sound; and (2) The meanings contained are denotative
meanings and connotative meanings.
Keywords: pantun, the linguistic structure of pantun, the meaning of pantun, manendai.
Pendahuluan
Karya sastra merupakann hasil
kreativitas manusia yang dapat dijadikan
sebagai media untuk menyampaikan
pesan atau maksud pengarang kepada
pembacanya. Pengarang ingin
menyampaikan pesan melalui karya
sastranya kepada orang lain tentang apa
yang mereka pikirkan sebagai
permasalahan manusia. (Sedyawati,
2004:212).
Ruang lingkup sastra dibagi
menjadi dua,, yaitu sastralama dan
sastra baru (modern).,Dalam
kesusastraan lama, dikenal beberapa
bentuk sastra lisan yang berkembang
dalam masyarakat. Di Aceh, ada
berbagai bentuk sastra lama lisan yang
berkembang dalam masyarakatnya yang
sebagian besar di antaranya sudah
didokumentasikan, baik secara prosa,
puisi maupun bahasa berirama (Rani,
2009:149). Bentuk kesusatraan lama
lisan yang paling berkembang dan
digemari adalah pantun.
Pantun merupakan salah satu
bentuk puisi lisan asli nusantara dan
masih banyak digunakan hingga
sekarang. Di Indonesia, pantun tidak
hanya dikenal dalam masyarakat suku
Melayu, tetapijuga dikenal dan digemari
oleh masyarakat suku Aceh, Jawa,
Batak, Banjar, Sunda, Kaili, Toraja dan
Bugis (Harun, 2012:163). Pantun
merupakan puisi yang sangat populer
Analisis Pantun Dalam …( Fitri Febriani, Razali, & Rostina Taib) 25
dalam sastra melayu. Eksistensi pantun
masih bertahan hingga sekarang
dikarenakan pantun memiliki nilai
estetis dan nilai lainnya yang dapat
dijadikan penopang hidup masyarakat.
Pantun dapat dijadikan suatu sarana
untuk menyatakan perasaan atau
curahan hati,.
Provinsi Aceh memiiliki
keberagamans budaya. Keberagaman
budaya itu lahir dari suku- suku yang
berbeda pula. Suku Aceh dikenal
sebagai salah satu etnis nusantara yang
sangat menggemarii bahasa bersajak
atau berirama, salah satunya aadalah
pantun. Pantun menjadi hiasan dalam
berkomunikasi, baik secara formal
maupun nonformal. Suku Jamee
termasuk salah satu suku di Aceh yang
menyukai dan sering menggunakan
pantun dalam berbagai aktivitas
masyarakat. Suku Jamee mulanya
berasal dari Minangkabau. Masyarakat
Aceh menyeebutnya sebagai “Aneuk
Jamee” yang berarti tamu
ataupendatang. Suku Jamee yang ada di
Aceh tersebar di Kabupaten Aceh
Selatan dan Kabupaten Aceh Barat
Daya.
Pada awalnya, masyarakat suku
Jamee yang ada di Kecamatan
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan
sangat menggemari sastra lisan, salah
satunya adalah pantun. Pantun dalam
sastra Jamee masih dapat ditemui dalam
kehidupan masyarakat Jamee di
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan. Dulu para orang tua,pemuda,
dan anak-anak sering menggunaKan
pentun dalam berbagai aktivitas, namun
seiring berkembangnya zaman pantun
dalam masyarakat Jamee mulai
berkurang dan hanya tersebar secara
terbatas, umumnya di kalangan orang
tua. Ketidak pedulian masyarakat
terhadap pentingnya pantun dalam
setiap aktivitas, khususnya pada
generasi muda akan membuat budaya
berpantun tersebut terus berkurang.
Di masyarakat Kecamatan
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan,
penggunaan pantun sering terlihat dalam
rangkaian acara pernikahan yang
dinamakan Manendai. Manendai atau
meminang juga sering disebut dengan
bertunangan. Manendai dilakukan
setelah pihak perempuan dan pihak laki-
laki terlebih dahulu membicarakan
perihal anak mereka yang ingin
melangsungkan pernikahan, namun
belum diberitahu kepada perangkat desa
dan pemimpin adat atau hukum. Pada
prosesi ini pihak laki-laki harus
membawa jinamu (maskawin) berupa
emass yang sudah ditetapkan ukurannya
sesuai kesepaKatan (Afif, 2016:407).
Pihak laki-laki bertemu lagi dengan
pihak perempuan yang disertai oleh
hadirnya pimpinnan adat dan hukum di
rumah pihak perempuan. Rombongan
dari manendai ini terdiri atas perempuan
saja. Biasanya dihadiri oleh pimpinan
adat, istri dari masing-masing perangkat
desa serta sanak famili dari kedua belak
26 JIM PBSI Vol. 5 No 1, 2020
pihak pengantin. Kepala rombongan
akan menyatakan maksud kedatangan
mereka, yaitu manendai (meminang)
anak gadis di rumah tersebut. Untuk
menyampaikan maksud tersebut, kedua
belah pihak ditugaskan untuk saling
berbalas pantun yang berisikan maksud
dan tujuan dari ketadangan pihak laki-
laki ke rumah pihak perempuan.
Biasanya pantun tersebut dituturkan
oleh pemimpin adat setempat atau orang
yang memang sudah ahli dan terbiasa
dalam berpantun dan berbalas pantun.
Berdasarkan pendapat yang telah
diuraikan, pantun merupakan sebuah
karya sastra yang sudah sangat dikenal
masyarakat. Selain menyampaikan
pesan dan mewakili perasaan, ternyata
pantun juga dapat digunakan dalam
berbagai rangkaian adat budaya salah
satunya dalam prosesi manendai. Hal
tersebut menarik perhatian peneliti
untuk meniliti penggunaan pantun
dalam prosesi adat manendai.
Penelitian ini bertujuan untuk
mendesskripsikan struKtur kebahasaan
(rima dan ritma) serta makna dalam
pantun manendai adat pernikahan di
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan. Penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan memberikan
manfaat bagi pengmbangan keilmuan
sastra di Indonesia, baik dalam ruang
lingkup sekolah maupun perkuliahan
terutama dalam Sastra Daerah Aceh.
Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikann ,informasi tentang
kebudayaan Aceh sebagai salah satu
bagian darii kebudayaan Indonesia yang
kaya dan beraneka ragam. Hasil
penelititian ini juga diharapkan dapat
menjadi masukan bagi masyarakat agar
mempertahankan pantun sebagai budaya
dalam masyarakat Jamee untuk generasi
penerusnya. Bagi sipeneliti i, penelitian
ini dapat menambah wawasan peneliti
khususnya mengenai penggunaan
pantun dalam prosesi manendai adat
pernikahan di Tapaktuan, Aceh Selatan.
Metode Penelitian
Peneliti menggunakan
pendekatan kualittatif dan menggunakan
jeniss penelitian deskriptif. Metode
penelitian kualitatif diartikan dengan
penelitian yang tidak mengadakan
perhitungan, akan tetapi lebih
mengutamakan pada mutu, kualitas, isi,
ataupun bobot data dan bukti dari
penelitian (Santosa, 2015:19. Penelitian
deskriptif adalah sebuah bentuk
penelitian yang dengan cara
mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya, kemudian memberikan
gambaran yang jelas tentang struktur
kebahasaan pantun (rima dan ritma) dan
makna dalam pantun yang digunakan
pada prosesi manendai di Kecamatan
Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan.
Jenis penelitian ini dipilih karena
peneliti akan mendeskripsikan struktur
kebahasaan dan makna dalam pantun
Analisis Pantun Dalam …( Fitri Febriani, Razali, & Rostina Taib) 27
pada prosesi manendai pada masyarakat
Tapaktuan, Aceh Selatan.
Sumberdata dalam dipenelitian
ini adalah prosesi manendai di
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan. Data yang akan diperoleh
dalam penelitian ini berupa teks pantun
manendai dari prosesi manendai
tersebut. Teknik pengumpulan data
dlam penelitian dilakukan denganteknik
rekam. Teknik ini dianggap lebih tepat
mengingat data yg dikumpulkan
merupakan data hasil dari rekaman,
yaitu pantun yang digunakan dalam
tradisi manendai. Adapun langkah- yang
akan ditempuh peneliti dalam
pengumpulan data adalah sebagai
berikut, (1) mengikuti prosesi manendai
di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten
Aceh Selatan, yaitu di Gampong Jambo
Apha, Gampong Hilir, dan Gampong
Hulu, (2) mengumpulkan pantun yang
digunakan dalam prosesi manendai di
Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan
dengan cara merekam prosei manendai
tersebut, (3) menyimak pantun yang
digunakan dalam prosesi menendai
secara berulang, (4) mencatat pantun
yang digunakan dalam prosesi
manendai, (5) menerjemahkan pantun
manendai ke dalam bahasa indonesia,
(6) mencatat bagianbagian yang
berkenaan dengan struktur kebahasaan
yaiitu rima dan ritma, dan (7) mencatat
bagian-bagian yang berkenaan dengan
makna dalam pantun.
Analisisdata mialah sebuah
upaya yang dilakukan untuk
menggolongkan dan mengelompokan
data. Teknik analisis data yang
digunakan,teknik analisis teks yang
dilakukan sebagai cara
mendeskripsikan struktur kebahasaan
dan makna dalam pantun yang
digunakan pada prosesi manendai adat
pernikahan di Kecamatan Tapaktuan,
Kabupaten Aceh Selatan. Oleh karenana
itu, metode analisis ini dilakukan
dengan dokumendokumen padat isi.
Adapun langkah- yang akan ditempuh
peneliti dalam menganalisis data
penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)
Menganalisis struktur kebahaaan pantun
meliputi rima dan ritma dalam
manendai adat pernikahan di Kecamatan
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, (2)
Menganalisis makna dalam pantun yang
digunakan pada prosesi manendai adat
pernikahan di Kecamatan Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan, (3)
Menyimpulkan struktur pantun meliputi
rima dan ritma dalam manendai adat
pernikahan di Kecamatan Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan, (4)
Menyimpulkan makna dalam pantun
yang digunakan pada prosesi manendai
adat pernikahan di Kecamatan
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.
Hasil Penelitian
Dalam bagian ini, penulis
mendeskripsikan hasil penelitian tentang
28 JIM PBSI Vol. 5 No 1, 2020
struktur kebahasaan dan makna dalam
pantun manendai adad pernikahan di
Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh
Selatan. Analisis mencangkup rima,
ritma, dan makna dalam pantun. Adapun
tiga variasi pantun pada tradisi
manendai tersebut yaitu (1) manendai di
Gampong Jambo Apha pada 27
September 2019. (2) manendai di
Gampong Hilir pada 20 September
2019. (3) manendai di Gampong Hulu
pada 25 September 2019. Adapun
analisis struktur kebahasaan dan makna
dalam pantun manendai adat penkahan
di Kecamatan Tapaktuan diuraikan
secara rinci sebagai berikut.
1.Struktur Kebahasaan pada Pantun
Manendai yang Dilaksanakan di
Gampong Jambo Apha.
Berdasarkan data yang diperoleh
terdapat jenis rima berdasarkan bunyi
diantaranya rima sempurna, rima tak
sempurna, rima terbuka, rima tertutup,
rima aliterasi, dan rima mutlak.
Terdapat pula rima berdasarkan letak
kata-kata dalam baris yaitu terdapat
jenis rima akhir, rima patah, rima
bersilang, rima rangkai, rima berpeluk
dan rima sejajar.
Rima sempurna
Antah apolah yang nandak kami
sampaikan
Sakik kapalo mamikiakannyo
Barek pulo lidah untuk mangecekkan
Tapi akan kami sampaikan kek dusanak
sadonyo
Bunyi akir pada baris pertama sama
dengan bunyi akhir pada baris ketiga,
yaitu berakhiran –kan. Bunyi akhir pada
baris kedua sama dengan bunyi akhr
pada baris kempat, yaitu berakhiran –
nyo. Konsonan akhir sebelum bunyi
akhir setiap baris sama.
Rima tak sempurna
Batang pisang di puncak gemilang
Tampek mamanggang jo biri-biri
Dari jauah kami ko alah datang
Mangaja dusanak disiko yo baik budi
Bunyi akhir baris pertama sama dengan
bunyi akhir barisketiga, yaitu berakhiran
–ang. Bunyi akhir baris kedua sama
dengan bunyi akhir baris keempat, yaitu
berakhiran –i. Konsonan akhir sebelum
bunyi akhir setiap baris tidaklah sama.
Rima mutlak
Indak ado guno kito maatok jalan
Eloklah kito maatok tampek
Indak ado guno kito basipanjang-
panjang
Elokjolah kito pasingkek
Bunyi awal baris pertama sama ama
dengan bunyi awal baris ketiga, yaitu
diawali dengan indak ado guno kito.
Bunyi awal baris kedua sama dengan
bunyi awal baris keempat, yaitu diawali
dengan elokjolah kito. Persamaan bunyi
tersebut diulang secara utuh.
Analisis Pantun Dalam …( Fitri Febriani, Razali, & Rostina Taib) 29
Rima terbuka
Kalau didaki gunuang Alu Nago
Ambiak timbo buek mandaki
Kami dari medan disuruah barusaho
Mancari bungo yang kanai di hati
Bunyi akhir setiap baris diakhiri dengan
huruf vokal. Bunyi akhir baris pertama
sama dengan bunyi akhir baris ketiga,
yaitu berakhiran –o. Bunyi akhir baris
kedua sama dengan bunyi akhir baris
kempat, yaitu berakhiran –i.
Rima tertutup
Elok tumbuahnyo batang nipah
Tumbuah di kaliliang samak-samak
Kalau bungo dusanak talatak di suduit
umah
Alah musyawarah kami jo Niniak
Mamak
Bunyi akhir setiap baris diakhiri dengan
suku tertutup. Bunyi akhir baris pertama
sama dengan bunyi akhir baris ketiga,
yaitu berakhiran –ah. Bunyi akhir barhis
kedua sama dengan bunyi akhir baris
keempat, yaitu beraKhiran –ak.
Rima alitersi
Dari simpang ampek ka Tabangan
Singgah sabanta di Silolo
Walaupun bungo dusanak jauah di
dahan
Ambiak panggalah kami kaik juo
Bunyi awal setiap kata pada baris kedua
diawali dengan konsonan –s. Persamaan
bunyi tersebut dapat membuat pembaca
maupun pendengar mudah mengigatnya.
Rima akhir
Batang pisang tumbuah sabatang
Ambiak batang pelok jo ka sampan
Dari jauah kami ko datang
Karano ado makasuik yang nandak
kami sampaikan
Bunyi akhir baris pertama sama dengan
bunyi akhir baris ketiga, yaitu
berakhiran –ang. Bunyi akhir baris
kedua sama dengan bunyi akhir baris
kempat, yaitu berakhiran –an.
Rima sejajar.
Indak ado guno kito maatok jalan
Eloklah kito maatok tampek
Indak ado guno kito basipanjang-
panjang
Elokjolah kito pasingkek
Bunyi awal baris pertama sama dengan
bunyi awal baris ketiga, yaitu
menggunakan kata indak ado guno.
Bunyi awal baris keddua sama dengan
bunyi awalbaris keempat, yaitu
menggunakan kata elokjolah kito.
Rima berpeluk
Ka manggiang kito mambali teko
Untuak dimasak di tangah hari
Tau nian kami bungo dusanak
manyilaukan sanagari
Patuitlah tapidayo si kumbang kamiko
Bunyi akhir pada baris pertama sama
dengan bunyi akhir pada baris keempat,
yaitu berakhiran –ko. Bunyi akhir baris
kedua sama dengan bunyi akhir baris
ketiga, yaitu berakhiran –ri.
30 JIM PBSI Vol. 5 No 1, 2020
Rima bersilang
Kasiak putiah kasiak belang
Panunjuak jalan di pagi hari
Dek kasiah kito kapado urang
Ikolah talago yang dapek kito bali
Letak rima pada bait tersebut saling
bersilang. Bunyi akhir dibaris pertama
sama dengan bunyi akhir baris ketiga,
yaitu berakhiran –ang. Bunyi akhir baris
kedua sama dengan bunyi akhir inbaris
keempat, yaitu berakhiran –i.
Rima rangkai
Didaki gunuang alang-alang
Mamanggang umpuit di tanah lapang
Walaupun tinggi tabangnyo kumbang
Tatok bungo dusanak yang kami
pandang
Bunyi akhir pada setiap baris sama-
sama berakhiran –ang secara berurutan.
Rima patah
Ibarat angin kancang galombang
gadang
Payah urang turun ka lauit
Kok bajalan kami balun jauah
pengalaman
Ilmu mantang pulo sagadang sabuit
Rima pada bait pantun di atas terjadi
secara sembarangan, yaitu bersajak
/abcb/. Bunyi akhir pada baris pertama
berakhiran –dang (a). Bunyi akhir pada
baris kedua sama dengan bunyi akhir
pada baris keempat, yaitu berakhiran –
uit (b). Bunyi akhir padabbaris ketiga
berakhiran –man (c).
Selain rima, terdapat juga
permainan bunyi yang disebut ritma.
Adapun ritma yang dihasilkan dalam
pantun manendai yaitu alunan uara
tinggi, rendah, panjang, keras, dan
cepat.
2. Struktur Kebahasaan pada Pantun
Manendai yang Dilaksanakan di
Gampong Hilir.
Dari data yang diperoleh
terdapat rima berdasarkan bunyi yaitu
rima sempurna,rima tak sempurna, rima
mutlak, rima terbka, dan rima tertutup.
Berdasasrkan letak kata-kata dalam
baris terdapat jenis rima akhir, rima
datar, rima berselang, dan rima rangkai.
Rima sempurna
Batanam labu dalam lubang
Batanam bawang di dalam sasok
Walau bungo di pusek bumi akan kami
tambang
Kalau tabang di ateh awan akan kami
asok
Bunyi akhir pada dibaris pertama sama
dengan bunyi akhir pada baris ketiga,
yaitu berakhiran –bang. Bunyi
akhirbaris kedua sama dengan bunyi
kahir pada baris kemmpat, yaitu
berakhiran –sok. Konsonan akhir
sebelum bunyi akhir setiap baris sama.
Rima tak sempurna
Analisis Pantun Dalam …( Fitri Febriani, Razali, & Rostina Taib) 31
Dari Taluak kito ka Labuhan Haji
Singgah sabanta kito ka Sawang
Jikalau dusanak batanyo kapado kami
Memanglah disiko ado bungo nan
kambang
Bunyi akhirbaris pertama sama dengan
bunyi akhir pada baris ketiga, yaitu
berakhiran –i. Bunyi akhir pada baris
kedua sama dengan bunyi akhir pada
dibaris keempat, yaitu berakhiran –ang.
Rima mutlak
Siriah duduak dibalakang umah
Ureknyo malinteh tiang
Dimalah dusanak kami yang ditangah
umah
Izinkan kami nandak babaliak pulang
Bunyi akhir pada baris pertama sama
dengan bunyi akhir pada baris ketiga,
yaitu diakhiri dengan kata umah.
Rima terbuka
Tabang bairiang ramo-ramo
Tabang bairiang di pagi hari
Bungo kami bukan sembarang bungo
Bungo kami manyilaukan kumbang
sanagari
Bunyi akhir pda setiap baris diakhiri
dengan huruf vokal. Bunyi akhir pda
baris pertama samadengan bunyi akir
pada baris ketiga, yaitu berakhiran –o.
Bunyi akhir baris kedua sama dengan
bunyi akhir baris keempat, yaitu
berakhiran –i.
Rima tertutup
Tabang bairiang si buruang gagak
Tabangnyo tinggi di ateh awan
Dima nanti kami duduk jo tagak
Namun dusanak indak ado dapek kami
lupokan
Bunyi akhir pada setiap baaris diakhiri
dengan suku tertutup. Bunyi akhir pada
baris pertama sama dengan bunyi akhir
pada baris ketiga, yaitu berakhiran –gak.
Bunyi akhir pada dibaris kedua sama
dengan bunyi akhir pada baris keempat,
yaitu berakhiran –an.
Rima datar
Kangkuang aia tumbuah sabatang
Tumbuah tatagak di dalam padi
Dari kampuang Hilia dusanak datang
Kami sambuit dengan hati yang suci
Persamaan bunyi terjadi pada deretan
kata di baris pertama. Bunyi akhir kata
pertama sama dengan bunyi akhir kata
akhir pada baris pertama, yaitu samsama
berakhiran –ang.
Rima rangkai
Balayia kito ka pulau bakan
Singgah sabanta kito ka pakan
Daripado kato indak tasampaikan
Bialah kami cubo baraja untuak
manyampaikan
Bunyi akhir pada setiap baris pada bait
pantun diatas memiliki bunyi yang sama
secara berurutan, yaitu sama-sama
berakhiran –kan.
Selain rima, terdapat juga
permainan bunyi yang disebut ritma.
Adapun ritma yang dihasilkan adalah
32 JIM PBSI Vol. 5 No 1, 2020
alunan suara tinggi, rendah, panjang,
keras, dan cepat.
3. Struktur Kebahasaan pada Pantun
Manendai yang Dilaksanakan di
Gampong Hulu
Dari data yang diperoleh
terdapat rima berdasarkan bunyi yaitu
rima sempurna, rima tak sempurna, rima
terbuka, rima terttutup, dan rima
aliterasi. Berdasarkan letak kata-kata
dalam baris terdapat jenisrima akhir dan
rima berselang.
Rima sempurna
Ayam putiah tabang kapalak
Sampai kapalak mamakan jerami
Patuitlah dusanak dari Air Pinang ko
elok bana tagalak
Ruponyo nandak mampasuntiang si
bungo kami
Bunyi akhir pada baris pertama sama
dengan bunyi akhir pada baris ketiga,
yaitu berakhiran –lak. Bunyi akhir pada
baris kedua 7sama dengan bunyi akhir
pada baris keempat, yaitu berakhiran –
mi. Konsonan akhir sebelum bunyi akhir
setiap baris sama.
Rima tak sempurna
Mandaki ka bukik alang-alang
Nampak nagari ujuang rajo
Sawaktu dusanak batanyo bungo nan
kambang
Badabuak bana darah kami di dado
Bunyi akhir pada dibaris pertama sama
dengan bunyi akhir pada baris ketiga,
yaitu berakhiran –ang. Bunyi akh\ir
pada baris kedua sama dengan bunyi
akhir pada baris keempat, yaitu
berakhiran –o. Konsonan akhir sebelum
bunyi akhir setiap baris tidaklah sama.
Rima terbuka
Tabang bairiang ramo-ramo
Tabang bairiang dipagi hari
Bungo kami bukan sembarang bungo
Bungo manyilaukan kumbang sanagari
Bunyi akhir setiap baris diakhiri dengan
huruf vokal. Bunyi akhir pada baris
pertama sama dengan bunyi akhir pada
baris ketiga, yaitu berakhiran –o. Bunyi
akhir pada baris kedua sama dengan
bunyi akhir pada baris keempat, yaitu
berakhiran –i.
Rima akhir
Batang pauah tumbuah sabatang
Hayuitlah sabuit katapian
Dari jauah kami alah datang
Karano ado makasuik yang akan
disampaikan
Bunyi akhir pada baris pertama sama
dengan bunyi akhir pada baris ketiga,
yaitu berakhiran –ang. Bunyi akhir pada
baris kedua sama dengan bunyi akhir
pada baris keempat, yaitu berakhiran –
an.
Selain rima, terdapat juga
permainan bunyi yang disebut ritma.
Adapun ritma yang dihasilkan adalah
Analisis Pantun Dalam …( Fitri Febriani, Razali, & Rostina Taib) 33
alunan suara panjang, keras, lembut dan
cepat.
Makna ynag terdapat dalam
pantun yang dilaksanakan di Gampong
Jambo Apha, Gampong Hilir, dan
Gampong Hulu iyalah makna bebasis
teks, yaitu makna konotafif dan makna
denotatif.
Pembahasan
Berdasarkan dari analisis data
pada pantun manendai yang dilakukan
ditiga Gampong, terdapat rima
berdasarkan bunyi yaitu rima sempurna,
rima tak sempurna, rima mutlak, rima
terbuka, rima tertutup, dan rima
aliterasi. Berdasarkan letak, terdapat
rima akhir, rima datar, rima sejajar, rima
berpeluk, rima berselang, rima rangkai,
dan rima patah. Hampir semua jenis
rima terdapat dalam pantun manendai.
Sedangkan ritma yang ditemukan dalam
pantun manendai menghailkan alunan
suara tinggi, rendah, panjang, keras,
lembut, dan cepat. Alunan suara tersebut
dapat terlihat dengan jelas saat
diucapkan oleh penyair atau penuturnya.
Selain membahas struktur
kebahasaan dalam pantun pada tradisi
manendai, pada bagian ini juga dibahas
mengenai makna dalam pantun pada
tradisi manendai. Makna yang dibahas
adalah makna yang dilihat berdasarkan
ada tindaknya nilai rasa pada sebuah
kata atau leksem. Adapun jenis mkna
dari kriteria tersebut adalah mkna
denotatif dan mkonotatif. Makna
denotatif merpakan makna yang
sebenarnya, sedangkanmakna konotatis
adalah makna yang berupa kiasan atau
yang disertai nilai ra9sa baik positif
maupun negatif. Kedua jenis makna ini
terdapat dalam pantun pada tradisi
manendai. Ada beberapa kosakata yang
mengandung makna denotatif seperti
badabuak ‘berdebar’ yang bermakna
perasaan yang tidak karuan atau tidak
menentu karena denyut jantung yang
lebih kencang dari biasanya. Kosakata
yang mengandung makna konotatif
salah satunya frasa diganggaman urang
‘digenggaman orang’ yang memiliki
makna suatu ikatan atau hubungan
dengan orang lain.
Penutup
Berdasarkan hasil analisis
struktur kebahasaan (rima dan ritma)
dan makna dalam pantun pada prosesi
manendai dapat diambil kesimpulan.
1. Rima yang terdapatdalam pantun
pada prosesi manendai berdasarkan
bunyi, yaitu rima sempurna, rima
tak sempurna, rimamutlak, rima
terbuka, rima tertutup dan rima
aliterasi. Berdasarkan letak terdapat
rima akhir, rima datar, rima sejajar,
rima berpeluk, rima bersilang, rima
rangkai dan rima patah. Secara
keseluruhan rima yg paling banyak
terdapat dalam pantun pada prosesi
manendai adalah rima bersilang.
34 JIM PBSI Vol. 5 No 1, 2020
2. Ritma yang dihasilkan dalam
pantun pada prosesi manendai
adalah alunan suara tinggi, rendah,
panjang, keras, lembut dan cepat.
3. Makna dalam pantun pada prosesi
manendai adalah makna berbasis
teks yaitu makna denotatif dan
makna konotatif.
Berdasarkan simpulan yang telah
dipaparkan, penulis mengemukakan
beberapa saran. Adanya saransaran yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Penulis menyarankan agar
penelitian mengenai struktur
kebahasaan dan makna dalam
pantun di Aceh semakin sering
dilakukan sehingga masyarakat
dapat memahami bahwa karya
sastra yang terdapat di Aceh bisa
dijadikan sebagai objek penelitian.
2. Penulis menyarankan agar
penelitian yang dilakukan dalam
pantun pada prosesi manendai tidak
hanya mengenai struktur
kebahasaan dan makna, tetapi bisa
disertai dengan aspek lainya agar
penelitian ini semakin sempurna ke
depanya.
3. Penulis menyarankan agar
penelitian mengenai karya satra
aceh bukan hanya pantun pada
prosesi manendai, tetapi juga
penggunaan pantun dalam kegiatan
kemasyarakatan lainya. Hal ini
dapat menjaga kelestarian adat
berpantun di Aceh.
Daftar Pustaka
Afif, Alfian.2016. Pendataan dan
Investarisasi Budaya Etnis di
Aceh. Banda Aceh: Dinas
Kebudayaan dan Parawisata
Aceh.
Atmazaki. 1993. Analisis Sajak Teori,
Metode, dan Aplikasi. Bandung:
Angkasa
Badudu,Yus. 1984. Sari Sastra
Indonesia. Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar
Semaantik Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta
Damayanti,, D. 2013. Puisi (Pantun,
Sajak, Gurindam). Yogyakarta: Araska.
Djamaris, Edwar. 2001.. Pengantar
Sastra Rakyat Minaangkabau. Jakarta:
Yayasan Obor.
Harun, Mohd. 2012. Pengantar Sastra
Aceh. Bandung:, Citapusstaka Media
Printis.
Harun,Mohd. 2018. Pembelajaran Puisi
Untuk Mahasiswa. Banda Aceh:
Syiah Kuala University Press
Khairi, Mohd.. 2010. Fungsi Pantun
dalam Masyarakatt Melayu
Tradisional.
(http://retibasa.blogspot.com/201
0/09/fungsi-pantun-dalam-
Analisis Pantun Dalam …( Fitri Febriani, Razali, & Rostina Taib) 35
masyarakat-melayu.html.,
diakses 12 April 2019).
Mangatur. 2009. Telaah Buku Teks
Bahasa Indonesia SMA.
Pekanbaru:, Universitas Isslam
Riau
Raharjdo, Mudjia. 2007. Hemeneutika
Gadamerian: KuasaBahasa
Dalam Wacana Politik Gus Dur.
Malang: UIN-MalangPress
Rani. 2009. Ikhtisar Sastra Melayu.
Bandung:Pustaka Setia.
Redaksi Balai Bahasa. 2003. Pantun
Melayu. Jakarta: Balai Bahasa.
Rizal, Yose. 2010. Apresiasi Puisi dan
Sastra Indonesia (Mengenai
Puisi dan Sastra Indonesia Puisi
Lama, Puisi Baru, Puisi
Modren). Jakarta: As Agency.
Santosa, Puji. 2015. Metedologi
Penelitian Sasstra Paradigma,
Proposal, Pelaporandan
Penerapan. Yogyakarta:
Azzagrafika.
Sedyawati, Edi. 2004. Sastra Melayu
Lintas Daerah. JaKarta: PusatBahasa.
Semi, M. Atar. 2000. Anatomi Sastra
(cetakan ke-2). Padang: Angkasa Raya.
Supratman, Abdul Rani. 2006. Intisari
Sastra Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia.
Surana. 2001. Pengantar Sastra
Indonesia. Sollo: PT Tiga
Serangkai PustakaMandiri.
Waluyo, Herman..J. 1991. Teori dan
Apresiasi Puisi. Jakarta:Penerbit
Erlangga.