Upload
taufik-musafir-indonesia
View
50
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pancasila dalam negara
Citation preview
Analisis “Negara Pancasila” (Yonky Karman)Oleh Taufik
Negara pancasila adalah gagasan yang dimiliki founding father bangsa ini.
Dan kemudian hingga hari ini menjadi bentuk negara kita. Pemahaman terhadap
bentuk negara inipun masih belum jelas. Lihat saja bagaimana para Presiden
Indonesia memaknainya. Jika Sukarno lebih Pancasila yang diwarnai dengan sosialis,
Suharto lebih pada Pancasila yang liberalis dan kapitalis. Dalam sudut pandang yang
lain Yongki K menyebutkan bahwa negara pancasila tidak sekuler juga tidak agamis.
Menurut saya harus ditambah dua kutub ekstrim yang mewarnai Pancasila yaitu kutub
Kapitalis-Liberal dan kutub Sosialis. Maka akan kita lihat bagaimana kemudian
Suharto dengan mengatasnamakan Pancasila menekan gerakan keagamaan di
Indonesia pada saat dia berkuasa.
Memang unik sih negara pancasila ini, dengan ekspetasi yang tinggi terhadap
Pancasila sebagai bentuk negara ini. Kita juga bisa melihat konsep yang sangat baik
digagas oleh pancasila untuk negara Indonesia, bahkan masyarakat dunia sedang
mengamati ideologi alternatif ini. Namun, bukan memenuhi ekspetasi yang ada,
Pancasila justru terkesan gagal sebagai ideologi bangsa ini. Hari ini kita melihat
bangsa ini masih menjadi negara berkembang belum sejajar dengan negara maju.
Bahkan cenderung stagnan dalam bidang perekeonoman dan kesejahteraan
masyarakat. Untuk melihat gagalnya pancasila kita akan bagi dalam berbagai
penyebab yaitu :
1. Implementasi pancasila hanya di atas kertas.
Pancasila hanya ada di kertas-kertas, disebut dimedia-media dan diabaikan
dalam penyusunan agenda politik dan kebijakan Indonesia. Ketika sudah
memakan korban yang parah dalam negeri ini malah hanya diperkuat dengan
sosialisai-sosialisasi yang kurang tepat dalam kurikulum pendidikan kita.
2. Lepasnya tanggung jawab negara dalam mengideologikan Pancasila terhadap
bangsa
Ketika sudah Pancasila menjadi Ideologi bangsa ini, seharusnya negara
mempunyai peran agar memastikan bangsa ini benar-benar menjadi bangsa
yang Pancasilaia. Tetapi anehnya aparatur negara yang seharusnya menjadi
teladan, memberi contoh, tidak melakukannya. Negara yang seharusnya
menjadi ujung tombak penerapan pancasila dalam bernegara ternyata malah
tumpul. Negara memaksa warga untuk menjadi Pancasilais, sedang mereka
sendiri jauh dari Pancasilais.
3. Tidak pemimpin teladan bangsa ini yang pancasilais
Keteladanan bagi saya perlu ditambahkan, jika diatas tadi disebutkan negara
dalam memberikancontoh dan ujung tombak. Saya disini menekankan contoh
orang atau pemimpin yang benar-benar Pancasilais hingga hari ini belum
muncul. Mulai dari Sukarno yang lebih sosialis, suharto yang korup dan
menggadaikan negara kepada kapitalis asing, Habibie yang menjual timor-
timur, Gusdur yang ga jelas programnya dan diturunkan oleh MPR, megawati
yang menjual BUMN kepada asing dan SBY yang ga tegas serta lamban
dalam mengambil keputusan.
Harus diakui, sejak awal reformasi sampai sekarang ini masih terdapat sinisme
yang kuat dalam masyarakat kita tentang Pancasila, apalagi ketika Pancasila dikatakan
”sakti” oleh sebagian orang. Sakti itu bisa berarti banyak, tetapi umumnya sakti
berarti memiliki kekuatan dan keampuhan yang tidak tertandingi sehingga tidak bisa
dikalahkan. Sakti juga bisa berarti mempunyai kemampuan mengatasi berbagai
masalah dan kesulitan, bahkan secara instan sekalipun. Begitu banyak masalah yang
dihadapi negara-bangsa ini yang tidak terselesaikan sampai sekarang. Terdapat
banyak kesenjangan di antara cita ideal Pancasila sebagai suatu kesatuan dan juga
tiap-tiap silanya dengan realitas yang ada dalam kehidupan sehari-hari warga bangsa.
Untuk membenahi itu semua pertama-tama adalah pemulihan kembali
kesadaran kolektif bangsa tentang posisi vital dan urgensi Pancasila dalam kehidupan
negara-bangsa Indonesia. Tanpa atau samarnya kesadaran kolektif, jelas Pancasila
tidak hadir dalam kiprah dan langkah warga bangsa; Pancasila sebaliknya tenggelam
dalam arus besar perubahan yang berlangsung cepat dan berdampak panjang atas
nama reformasi. Dengan peningkatan kesadaran kolektif, Pancasila harus kembali
menjadi rujukan dan panduan dalam pengambilan berbagai kebijakan dan langkah,
mulai dari kehidupan keagamaan, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, hingga
keadilan. Dan itu semua menjadi tanggung jawab kita bersama.
Referensi
Yongki Karman. “Negara Pancasila” dimuat di Kompas edisi 1 Oktober 2012.