109
ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI METODOLOGI KAJIAN TAFSIR ISLAH GUSMIAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Theologi Islam Oleh: Irwan NIM: 102034024814 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA

ACHMAD CHODJIM; APLIKASI METODOLOGI

KAJIAN TAFSIR ISLAH GUSMIAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Theologi Islam

Oleh:

Irwan NIM: 102034024814

JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2010 M

Page 2: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA

ACHMAD CHODJIM; APLIKASI METODOLOGI

KAJIAN TAFSIR ISLAH GUSMIAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Theologi Islam

Oleh:

Irwan NIM: 102034024814

Di bawah Bimbingan

Dr. M. Suryadinata, M.A. NIP: 19600908 198903 1 005

JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2010 M

ii

Page 3: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

A B S T R A K

Analisis Metodologi Tafsir Alfatihah Karya Achmad Chodjim; Aplikasi Metodologi Kajian Tafsir Islah Gusmian

Upaya menafsirkan al-Quran adalah tugas setiap generasi. Oleh sebab itu,

perlu disadari bahwa hasil interpretasi dari tiap-tiap generasi tidak pernah sampai pada level absolut tapi hanya pada derajat relatif. Karena, bagaimanapun penerimaan manusia terhadap wahyu verbal-tertulis, berbeda dari waktu-waktu bergantung pada tingkat nalar masing-masing penafsir dan faktor ekstrenal yang turut mempengaruhinya.

Dalam konteks Indonesia, penafsiran al-Quran terus berkembangan hingga saat ini. Tentu ini fenomena yang sangat membanggakan mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia. Tidak hanya banyak dari sisi kuantitas, karya tafsir al-Quran di Indonesia telah memperlihatkan keragaman dari sisi teknis penulisan tafsir dan metodologi yang digunakan.

Sayangnya, jumlah karya tafsir yang banyak itu tidak dibarengi dengan maraknya penelitian ilmiah, khususnya, oleh mahasiswa Tafsir-Hadis UIN Jakarta. Data yang penulis dapat, hanya ada sekitar 16 judul skripsi yang membahas metodologi sebuah karya tafsir. Dan hanya setengahnya yang membahas metodologi tafsir dari karya tafsir yang ditulis oleh penafsir dalam negeri.

Untuk memberikan semangat positif kepada mahasiswa Tafsir-Hadis yang lain, maka penulis melakukan penelitian ilmiah terhadap tafsir Alfatihah: Membuka Mata Batin dengan Surat Pembuka karya Achmad Chodjim. Yang penulis bidik dari Alfatihah, tentu saja aspek metodologi tafsirnya.

Sosok Achmad Chodjim memang masih asing bagi komunitas mahasiswa Tafsir-Hadis. Pendidikan formalnya bukan dari IAIN atau lebih spesifik lagi Tafsir-Hadis. Profesinya juga tidak bersentuhan langsung dengan teori-teori penafsiran al-Quran atau sebagai dosen studi agama. Ia sekarang adalah mantan karyawan di perusahaan asing dan seorang motivator. Kalaupun ada kegiataan yang berkaitan dengan isu-isu keagamaan, ia dikenal sebagai orang yang getol memasarkan pemikiran Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga.

Layaknya HB. Jassin dan Dawam Rahardjo, Chodjim juga mendapat gugatan ketika meluncurkan karyanya tersebut. Bagi Salman Harun, karyanya itu bukan karya tafsir, dan itu artinya dia bukan penafsir. Meski demikian, menurut Chodjim, Allah tidak pernah memberikan hak istimewa kepada siapapun untuk menafsirkan al-Quran. “Kitab Suci itu terbuka bagi siapa saja yang ingin memahaminya”, tegasnya.

Dalam meneliti metodologi tafsir Alfatihah, penulis mengikuti rumusan yang dibuat oleh Islah Gusmian, sarjana Tafsir-Hadis UIN Jogjakarta. Dengan rumusan Gusmian, metodologi kajian tafsir dilihat dari dua sisi, yakni sisi teknis penulisan dan sisi hermeneutiknya.

iii

Page 4: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul: "Analisis Metodologi Tafsir Alfatihah Karya Achmad Chodjim;

Aplikasi Metodologi Kajian Tafsir Islah Gusmian" diajukan dalam Sidang

Munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 14 Juni

2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Tafsir Hadis.

Jakarta, 17 Juli 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Pembimbing Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. M. Suryadinata, MA Muslim, S. Th. I NIP: 19600908 198903 1 005

Anggota,

Dr. Yusuf Rahman, MA Drs. Zainal Arifin Zamzami, MA NIP: 19670213 199203 1 002

iv

Page 5: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

PEDOMAN TRANSLITERASI 1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

Ç tidak dilambangkan Ø Th

È B Ù Zh

Ê T Ú '

Ë S Û Gh

Ì J Ý F

Í H Þ Q

Î Kh ß K

Ï D á L

Ð Dz ã M

Ñ R ä N

Ò Z æ W

Ó S å H

Ô Sy Á `

Õ Sh í Y

Ö Dh ÜÉ Ah 2. Syiddah Ditulis Rangkap

ãÝÓøÑæä ditulis mufassirûn

ÑÈø ditulis rabb

3. Vokal Panjang

Tanda Baca Keterangan Ditulis

ÜÇó Fathah + alif Â

v

Page 6: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Üöí Kasroh + ya mati Î

Üõæ Dhammah + waw Û 4. Vokal-vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan

Apostrof

ÃÃäÊã ditulis a`antum

ÃÚÏøÊ ditulis u'iddat 5. Kata Sandang

Bila diikuti huruf "Qamariyyah" ditulis al-

ÇáÚÈÏ ditulis al-'abd

Bila diikuti huruf "Syamsyiyyah" ditulis dengan menghilangkan huruf L

dan menggandakan huruf "Syamsyiyyah" yang mengikutinya

ÇáÑøÓæá ditulis ar-rasûl

vi

Page 7: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT. Tuhan yang selalu

mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya. Dialah ’Tangan

Gaib’ yang selalu ‘menyapa’ dan terus ‘menyemangati’ penulis kala kelelahan

mental dan finansial dalam perampungan tugas akhir skripsi ini. Atas pertolongan-

Nya pula, penulis berhasil meraih gelar sarjana strata satu di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Salawat serta salam seiring kerinduan, senantiasa tercurah-limpah kepada

baginda Nabi Muhammad saw. Beliaulah mata air kehidupan dan teladan

sempurna hingga akhir zaman. Motivasi-motivasinya yang selalu menganjurkan

pengikutnya untuk selalu menuntut ilmu, bagaimanapun telah menjadi bagian tak

terpisahkan dalam kehidupan penulis.

Penulis menyadari betul, bahwa skripsi yang berjudul "Analisis

Metodologi Tafsir Alfatihah Karya Achmad Chodjim: Aplikasi Metodologi

Kajian Tafsir Islah Gusmian" ini tidak akan rampung dengan daya yang penulis

miliki sendiri. Banyak sosok, kolega, orang-orang spesial baik langsung maupun

tidak langsung telah banyak membantu penulis. Maka dengan segala kerendahan

hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

Bapak Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F, M.A., selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Dr. Bustamin, M.S.i.,

selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis.

Bapak Dr. M. Suryadinata, M.A., selaku pembimbing yang telah

memberikan kontribusi bermakna dalam menyelesaikan skirpsi ini. Bersama

beliau, segala proses, perubahan, dan pencapaian adalah pelajaran yang sangat

vii

Page 8: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

berharga.

Seluruh dosen, staff, dan pegawai Fakultas Ushuluddin. Kebaikan dan

kemurahhatian mereka secara sadar telah mendorong penulis untuk tidak surut

sebelum menang serta menantang untuk giat membaca dan tidak pernah puas

berwacana.

Bapak Achmad Chodjim untuk wawancara dan diskusinya. Ambisi beliau

untuk terus menggali makna yang terdapat dalam al-Quran patut penulis apresiasi.

Tugas mulia itu sebenarnya secara formal bukanlah tanggung jawabnya,

melainkan tanggung jawab masyarakat Tafsir Hadis, termasuk penulis. Juga untuk

Islah Gusmian yang telah menunjukkan kepada penulis dan peminat kajian tafsir

sebuah buku tentang metodologi kajian tafsir yang inovatif.

Orangtua, Amrizal dan Nurhasni, yang selalu mengingatkan penulis untuk

mengakhiri masa kuliah dengan husn al-khatimah. Salut untuk keduanya karena

selalu menyampaikan hal itu dengan bahasa pertemanan, layaknya dari seseorang

kepada temannya. Kehangatan inilah yang membuat penulis dengan santai

merampungkan karya ini tanpa ada tekanan moril tapi menyiratkan tanggung

jawab penuh. Semoga karya ini menjadi bukti buat keduanya bahwa penulis selalu

mendengar apa yang keduanya nasihatkan.

Abang-abang dan adik perempuan penulis: Joni Amrizal, Andi Amrizal,

Ifan Amrizal, Aan Amrizal, serta Karisma Yuanita. Meski dunia ini kadang begitu

membosankan bersama kalian tapi ikatan darah yang mengalir dalam diri kita

abadi. Tidak sopan bila penulis melupankan kakak ipar: Ka’ Anim, Ka’ Nela, dan

Ka’ Dona serta dua keponakan penulis: Nazwa dan Zakwan.

Teman-teman yang sampai saat ini masih mewarnai kehidupan pribadi dan

viii

Page 9: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

intelektual penulis: Sahal Mubarok, Agus Rusli, Bagus Irawan, Abdul Majid, Tri

Iswahyudi, Hasiolan, Sahro, Syamsul Munir, dan lain-lain. Tanpa Arrisalah

mungkin kita tidak akan bertemu. Doakan agar presiden kalian ini bisa mendengar

aspirasi kalian.

Keluarga Madina: Pak Haidar Bagir, Mas Putut Widjanarko, Mas Farid

Gaban, Bang Ade Armando, Kang Hikmat Darmawan, Warsa Tarsono, Achmad

Rifki, M. Husnil, dan Rika Febriani. Bersama kalian, penulis bisa

menggambarkan dunia dalam aksara dan kata.

Teman-teman kelas TH-A/2002: Rifki, Asok, Yos, Umam, Away, Gonggo,

Husni, Iqbal, dan Tita atas buku-buku dan disket mininya. Teman-teman HMI

cabang Ciputat: Idris Madura, Opan, Asyari, Elban, Dodi, Azwar, Isnur, Su’udi,

Fikri, dan lain-lain.

Zya Fatimah Baraqbah, Gusti Sari Nadia Ulfah, M. Ja’far, Nanang

Sunandar, Tata Septayuda, dan Syofwatillah Mohzaib.

Sebelum mengakhiri, penulis ingin mengutip pantun kuno Minangkabau.

Kayu gadang di tangah padang. Bakeh bataduah hari hujan. Bakeh

balinduang hari paneh. Ureknyo buliah bakeh baselo. Batangnyo buliah bakeh

basanda.

Pohon besar di tengah padang. Untuk berteduh dari hujan. Untuk

berlindung hari panas. Akarnya boleh untuk bersila. Batangnya boleh untuk

bersandar.

Jakarta, 10 Mei 2010

Irwan

ix

Page 10: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

ABSTRAK ............................................................................................................ ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. .iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... . v

KATA PENGANTAR ..........................................................................................vii

DAFTAR ISI......................................................................................................... .x

DAFTAR TABEL.................................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................................12

C. Metodologi Penelitian ....................................................................13

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................................16

E. Sistematika Penulisan .....................................................................16

BAB II METODOLOGI TAFSIR AL-QURAN

A. Pengertian Metodologi Tafsir........................................................17

B. Sejarah Perkembangan Tafsir........................................................21

C. Pemetaan Metodologi Tafsir .........................................................24

BAB III MENGENAL ACHMAD CHODJIM DAN

x

Page 11: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

MENDALAMI ALFATIHAH

A. Achmad Chodjim: .........................................................................37

1.Biografi ......................................................................................37

2. Karya-karya Intelektual.............................................................38

B. Alfatihah ........................................................................................39

1. Konteks Sosial...........................................................................39

2. Masa Penulisan dan Penerbitan.................................................40

3. Modal Penafsiran ......................................................................41

BAB IV ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH

A. Aspek Teknis ............................................................................45

B. Aspek Hermeneutis...................................................................58

C. Catatan Kritis ...........................................................................81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................84

B. Saran................................................................................... … 86

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88

xi

Page 12: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakter Tafsir Menurut M. Yunan Yusuf .............................................32

Tabel 2 Konstruksi Ilmu Tafsir Nasruddin Baidan...............................................33

Tabel 3 Metodologi Kajian Tafsir Islah Gusmian ................................................34

Tabel 4 Sistematika Penyajian Alfatihah ..............................................................47

Tabel 5 Bentuk Penyajian Alfatihah .....................................................................49

Tabel 6 Gaya Penulisan Alfatihah.........................................................................51

Tabel 7 Bentuk Penulisan Alfatihah......................................................................52

Tabel 8 Sifat Mufasir Alfatihah ............................................................................53

Tabel 9 Asal-usul Keilmuan Mufasir Alfatihah ....................................................54

Tabel 10 Asal-usul Alfatihah ................................................................................55

Tabel 11 Sumber-sumber Rujukan Alfatihah........................................................57

Tabel 12 Metode Alfatihah ...................................................................................73

Tabel 13 Nuansa Alfatihah....................................................................................78

Tabel 14 Pendekatan Alfatihah .............................................................................81

Tabel 16 Metodologi Tafsir Alfatihah ..................................................................85

DAFTAR LAMPIRAN

Transkrip Wawancara ........................................................................................... I

Page 13: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bagi kalangan Muslim, al-Quran adalah Kitab Suci sekaligus petunjuk

(huda). Oleh sebab itu kajian-kajian yang dilakukan kalangan Muslim mengenai

al-Quran sebagian besar merupakan kajian dalam rangka mengungkap makna teks

al-Quran (baca: tafsir).1

Dengan kerangka al-Quran adalah petunjuk, para sarjana Muslim lalu

merumuskan kesepakatan bersama tentang al-Quran: bahwa al-Quran shảlih li kuli

zamản wa makản (al-Quran relevan di setiap zaman dan tempat). Artinya, al-

Quran dapat dipahami dengan baik jika penafsir kitab suci mampu

mendialogkannya secara kritis, dinamis, dan proporsional. Diktum ini setidaknya

memberi ruang bagi berbagai pemahaman al-Quran yang akan selalu berkembang

seiring perkembangan peradaban dan budaya manusia.2

Atas dasar proporsisi di atas, maka wajar Nasr Hamid Abu Zayd menyebut

peradaban Islam sebagai peradaban teks. Mengingat peradaban Islam berporos

pada ‘Narasi Besar’ bernama al-Quran.3 Dari ’Narasi’ ini lahir ribuan karya

intelektual yang ditulis para sarjana Muslim, baik klasik maupun mutakhir,

sebagai bentuk persembahan pemikiran dan solusi pada konteksnya serta sebagai

1 Ihsan Ali-Fauzi, “Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis atas Karya-

karya dalam Bahasa Arab” (Jurnal UQ, II. 1990), h. 12. 2 Very Verdiansyah, Islam Emansiaptoris: Menafsir Agama untuk Praksis Pembebasan

(Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat [P3M] dan Ford Foundation Jakarta, 2004), h. 3.

3 Nasr Hamid Abu Zayd, Tekstualitas al-Quran; Kritik Terhadap Ulumul Quran, penerjemah Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: LkiS, 2003), h. 1.

1

Page 14: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

rekapitulasi nilai-nilai agama dan untuk menegaskan kembali pemahaman Islam

standar bagi para pengikutnya.4

Semula usaha menafsirkan al-Quran diserahkan sepenuhnya kepada Nabi

sebagai penafsir tunggal. Tapi setelah kematian beliau, proses penafsiran al-Quran

jatuh ke tangan para sahabat. Setidaknya ada 10 sahabat yang mendapat anugerah

berat itu. Seperti Abu Bakar al-Shiddiq, Umar ibn al-Khattab, Usman ibn Affan,

Ali ibn Abu Talib, Abdullah ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ubay ibn Ka’ab, Zait ibn

Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, dan Abdullah ibn Zubair.5

Bila ditelisik dari sisi sejarah, keberhasilan Islam sebagai pandangan hidup

(world view) masyarakat Arab pada abad VII M yang melampaui agama-agama

pendahulunya, Yahudi dan Kristen serta kepercayaan lokal kaum pagan (pribumi)

tak bisa dipisahkan dari peran tafsir kontekstual-liberatif Nabi.6 Mengingat betapa

pentingnya posisi tafsir al-Quran dalam menentukan wajah Islam sebagai penebar

kasih bagi semesta, maka proses dan tradisi ini harus dipertahankan untuk selalu

terus-menerus, berkembang, dan kaji-ulang sampai semua metode keilmuan yang

dibangun manusia betul-betul bisa menjaring seluruh makna yang terkandung

dalam al-Quran. Sebab secara inheren, al-Quran selalu menebarkan sayap

maknanya pada setiap pembaca dan kondisi.7

4 Didin Syafruddin, “Karakter Literatur Indonesia tentang al-Qur’an.” Jurnal Studia

Islamika 2, No.2 (1995), h. 180. Review buku Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia; Dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab, penerjemah Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996).

5 Ahli tafsir di kalangan sahabat sebenarnya banyak jumlahnya tapi yang paling terkenal 10 sahabat di atas. Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, penerjemah Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 411.

6 Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1998), h. 298. 7 Lihat M. Quraisy Shihab, Mukjizat al-Quran Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 2001), h. 94. Schoun, seperti yang dikutip A’la, menambahkan bahwa keunikan al-Quran karena bahasa al-Quran tidak disusun dalam bentuk pernyataan doktrinal melainkan dalam bentuk narasi historis dan eskatologis. Abd A’la, al-Quran dan Hermeneutik; Memahami Bahasa Agama dalam Wacana Neo-Modernitas (Jakarta: Jurnal taswirul Afkar, Edisi VIII, 2000), h. 122.

2

Page 15: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Karena upaya pengakraban terhadap al-Quran dengan berbagai metode

dan pendekatannya adalah tugas setiap generasi, harus diingat bahwa hasil

interpretasi tidak pernah sampai pada level absolut dan benar secara mutlak.

Sebaliknya hasil pemahaman tersebut hanya sampai pada derajat relatif.

Bagaimanapun resepsi manusia terhadap wahyu verbal tertulis berbeda dari waktu

ke waktu, sesuai dengan tingkat nalar dan faktor-faktor ekstrenal yang turut

mempengaruhinya.8

Dalam konteks Indonesia, sarjana Muslim Indonesia cukup produktif

dalam mereproduksi makna al-Quran dan membukukannya dalam sebuah karya.9

Tapi sejauh ini penulis belum menemukan tulisan yang merekapitulasi berapa

persisnya jumlah karya tafsir yang ditulis sarjana Muslim Indonesia.10

Sejarah mencatat ada sebuah penggalan karya tafsir surat al-Kahfi (18)

dalam bahasa Melayu. Manuskrip itu tertanggal sebelum tahun 1620 yang dibawa

ke Belanda oleh sebuah armada Belanda. Bahasanya sangat fasih dan idiomatis.

Jelasnya, karya tersebut termasuk kajian al-Quran yang telah terbangun dengan

baik, dan yang–tidak kalah dari terjemahan Hamzah Fansuri—telah mencapai

standar yang tinggi. Meskipun tidak ada pengarang yang terindikasi, dapat

dipastikan bahwa karya tersebut adalah terjemahan Tafsir al-Khazin (w. 1340)

8 Pengantar Nur Kholis Setiawan,dalam Aksin Wijaya, Menggugat Otentisitas Wahyu

Tuhan: Kritik atas nalar Tafsir Gender (Jogjakarta: Safiria Insania Press, 2004), h. xiv. 9 Aktivitas penafsiran al-Quran di Indonesia, setidaknya, bisa dibagi menjadi tiga periode.

Periode pertama atau yang disebut periode klasik dimulai dari abad 17 sampai 19 M. Periode kedua dimulai dari awal abad 20 sampai dekade 80-an. Terakhir periode kontemporer yang dimulai dari dekade 80-an sampai sekarang. Bidik Lisma Dyawati Fuaida, “Kajian al-Quran Kontemporer: Gagasan tentang Metode dan Pendekatan Penafsiran al-Quran di Indonesia,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002).

10 Dalam sebuah makalah yang penulis temukan di internet, dikatakan bahwa Nasruddin Baidan mencatat ada sekitar 1000 karya tafsir yang ditulis sarjana Muslim Indonesia. Tapi penulis tidak menemukan informasi ini langsung dalam buku-buku yang ditulis Nasruddin Baidan.

3

Page 16: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

atas surat al-Kahfi. Karya ini merefleksikan perbedaan penafsiran atas surat itu

dam mazhab tasawuf yang berbeda dengan Hamzah Fansuri.11

Sejarah juga mencatat nama Abd al-Rauf al-Singkel (1024-1105 H/1615-

1693 M) sebagai sarjana Nusantara yang menyusun karya tafsir lengkap 30 juz

dan diberi judul Tarjuman al-Mustafid. Karya ini ditulis kala dirinya diangkat

sebagai mufti pada masa pemerintahan seorang sultanah dari kesultanan Aceh

bernama Kamalat al-Din (berkuasa 1098-1109 H/1688-1699 M). Karya ini lahir

sebagai tanggapan terhadap gerakan sufisme wujudiyyah yang dipimpin Hamzah

Fansuri (w.1607) dan muridnya Syamsuddin al-Sumatrani (w.1630) vis-a-vis

gerakan ortodoksi yang dipimpin Nur al-Din Muhammad ibn ‘Ali ibn Hasanji al-

Humaidi al-‘Aidarusi atau yang biasa dikenal dengan al-Raniri (w.1658).12

Pada masa itu tidak ada karya tafsir yang populer dari sarjana Muslim

Nusantara kecuali karya an-Nawawi al-Bantani (1813-1897). al-Bantani adalah

salah seorang ulama yang menonjol pada abad ke-19 dan telah menghasilkan lebih

dari 100 karya dalam pelbagai bidang ilmu keislaman. Seperti tafsir, fikih,

ushuluddin, ilmu tauhid, tasawuf, sejarah Nabi, tata bahasa Arab, hadis, dan

akhlak. Pada 1886, ia menyelesaikan karya monumentalnya mengenai tafsir

dengan judul Tafsir Marah Labid atau Tafsir al-Munir dalam bahasa Arab setebal

985 halaman yang terdiri dari dua jilid. Mazhab tafsir yang dirujuknya bercorak

11 Anthony H. Johns, “Tafsir al-Quran di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian

Awal.” Jurnal Studi Al-Qur’an I, No. 3 (2006), h. 464. Untuk melihat puisi dan prosa Hamzah Fansuri bidik Abdul Hadi WM, Tasawuf yang Tertindas; Kajian Hermeneutik Karya-karya Hamzah Fansuri (Jakarta: Paramadina, 2000); Syed M. Naguib al-Attas, The Mysticism of Hamzah Fansuri (Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1970); Didin Syafruddin, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, jilid IV), h. 53-57.

12 Oman Fathurahman, “Abdur Rauf Singkel Ulama Dari Serambi Mekkah,” Kompas, 01 Januari 2000, h. 12; Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung: Mizan, 2002), h. 110-133.

4

Page 17: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Suni sekalipun di beberapa bagian merujuk pada karya tafsir dari kalangan

Muktazilah, terutama karya az-Zamakhsyari.13

Belakangan muncul nama Howard M. Federspiel. Indonesianis yang

semula pemerhati dinamika politik Indonesia tapi kemudian tertarik mengamati

literatur-literatur terkait studi al-Quran. Ia mencatat beberapa literatur tentang

ulum al-Quran (55 buah), terjemahan al-Quran (69), kutipan al-Quran (29-30),

peranan al-Quran (27), bagaimana cara membaca al-Quran (91-92), dan indeks

al-Quran (74).14

Beberapa karya tafsir yang dicatat Federspiel antara lain: [1] Hamka,

Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982) 12 jilid. [2] H. Oemar Bakry,

Tafsir Rahmat (Jakarta: Mutiara, 1983). [3] Zainuddin Hamidy dan Fachruddin

Hs., Tafsir al-Quran (Jakarta: Widjaya, 1959). [4] Ahmad Hassan, Al-Furqan:

Tafsir Quran (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah, 1956). [5] A. Halim Hasan,

Zainal Arifin Abas, dan Abdur Rahim Haitami, Tafsir Al-Quranul Karim (Kuala

Lumpur: Pustaka Antara, 1969) 2 jilid. Pada 1955 diterbitkan lagi di Medan. [6]

T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Bayan (Bandung: Al-Ma’arif, 1966) 2 jilid.

[7] Bactiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al-Quran: Huruf Arab dan Latin

(Bandung: F.A. Sumatera, 1978). [8] Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/Penafsir Al-Quran,15 Al-Quran dan Terjemahannya (Jakarta, 1975)

13 Didin Syafruddin, Ilmu al-Quran Sebagai Sumber Pemikiran dalam Ensiklpodei

Tematis Dunia Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, t.,t.), jilid IV, h. 54. 14 Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia; Dari Mahmud Yunus hingga

Quraish Shihab, penerjemah Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996), h. 100-248. Lihat juga Didin Syafruddin, “Karakter Literatur Indonesia tentang al-Qur’an.” h. 180.

15 Dua karya (nomor 8 dan 9) yang ditulis bersama-sama itu didanai oleh pemerintah dan menarik sekelompok ulama, yang dikenal akrab oleh para pejabat Departemen Agama. Sebagian besar dari mereka memiliki hubungan dengan IAIN-IAIN. Mereka adalah Bustami A. Gani (ketua), T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy (wakil ketua), Kamal Muhtar (seketaris), Ghazali Thaib, Syukri Ghazali, A. Mukti Ali, M. Toha Yahya Umar, Amin Nashir, Timur Jailani, Ibrahim Husien,

5

Page 18: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

11 jilid. [9] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Quran, Al-Quran

dan Terjemahannya (Jakarta, 1971). Sebelumnya pernah dicetak pada 1967. [10]

H. Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1973).

Selain menginventarisasi, Federspiel juga mengelaborasi masing-masing

karya tafsir dan menjelaskan perbedaan karya-karya tafsir generasi tertentu

dengan karya tafsir pada generasi setelahnya. Misalnya, karya tafsir nomor 2, 3, 4,

7, dan 10 adalah karya tafsir generasi kedua. Genarasi ini dimulai pada era 1960-

1970. Generasi ini merupakan penyempurnaan atas upaya generasi pertama

(1900-an sampai 1960-an). Generasi pertama oleh Federspiel ditandai dengan

adanya penerjemahan dan penafsiran yang masih terpisah-pisah. Karya tafsir pada

generasi kedua biasanya memiliki beberapa catatan, catatan kaki, terjemahan kata

per kata, dan kadang-kadang disertai indeks yang sederhana.16 Sedangkan karya

generasi ketiga diwakili oleh karya nomor 1, 5, dan 6. Karya pada generasi ketiga

bertujuan untuk memahami kandungan al-Quran secara komprehensif. Oleh

karena itu berisi materi tentang teks dan metodologi dalam menganalisa tafsir.17

M. Yunan Yusuf dalam artikelnya mencatat beberapa karya tafsir yang

beredar pada abad 20. Karya-karya tafsir yang disebutkannya sebagian besar telah

disebutkan oleh Federspiel. Seperti Tafsir Qur’an Karim-nya Mahmud Yunus, Al-

Furqon Tafsir Qur’an-nya A. Hassan, dan lain-lain. Dalam artikelnya tersebut,

A. Musaddad, Mukhyar Yahya, A. Soenaryo, Ali Maksum, Musyairi Majdi, Sanusi Latif, dan Abdur Rahim. Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia, h. 106.

16 Kategorisasi Federspiel memang bermanfaat dalam rangka melihat dinamika penulisan tafsir di Indonesia. Namun dari segi tahun pemilahannya itu tampak kacau. Ia memasukan tiga karya tafsir yang menurutnya representatif untuk mewakili generasi kedua. Padahal karya itu telah muncul pada pertengahan dan akhir tahun 1950-an, yang dalam kotegorisasinya masuk dalam generasi pertama. Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi (Teraju: Bandung, 2003), h. 65.

17 Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia, h. 129 dan 137. Untuk melihat literature-literatur yang diteliti Federspiel selain karya-karya di atas, bidik halaman 162-164, 224 dan 260.

6

Page 19: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Yusuf membedakan masing-masing karya tafsir dari sisi metode penafsiran,

tehnik penafsiran, dan aliran penafsirannya. Di akhir artikel Yusuf menyimpulkan

bahwa sebagian besar karya tafsir yang ia teliti ternyata masih beraliran

tradisional.18

Islah Gusmian, untuk penelitian tesisnya, mengumpulkan dan mencatat 24

karya tafsir dalam periode 1990-an. Karya-karya itu di antaranya: [1] Konsep

Kufur dalam al-Quran, Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematis

(Jakarta: Bulan Bintang, 1991) karya Harifuddin Cawidu, [2] Konsep Perbuatan

Manusia Menurut al-Quran, Suatu Kajian Tafsir Tematis (Jakarta: Bulan Bintang,

1992) karya Jalaluddin Rakhmat, [3] Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-

Quran (Yogyakarta: LESFI, 1992) karya Musa Asy’ari, dan lain-lain.19 Dalam

penelitiannya tersebut, Gusmian melihat ada keragaman dari sisi teknis penulisan

tafsir dan metodologi yang digunakan. Menurutnya, itu merupakan fenomena

yang memperlihatkan adanya tren baru dalam sejarah penulisan tafsir pada

dasawarsa 1990-an.

M. Affifuddin, untuk penelitian skrisinya, mencata sekitar 26 kitab tafsir

yang berkonsentrasi hanya pada surat al-Fatihah. Misalnya, [1] Kandungan Surat

al-Fatihah: Tinjauan dari Sudut Kebudayaan, Agama, Politik, dan Sastra karya

Bahrum Rangkuti, [2] Rahasia Ummul al-Quran atau Tafsir Surat al-Fatihah

karya A. Bahri, [3] Samudera al-Fatihah, Mahkota Tuntunan Ilahi: Pesona al-

Fatihah karya M. Quraish Shihab, [4] Tafsir Sufi al-Fatihah: Mukadimah karya

18 Selengkapnya bidik M. Yunan Yusuf, “Karakteristik Tafsir al-Quran di Indonesia Abad

Keduapuluh.” Jurnal Ulumul Quran 3, No. 4 (1992), h. 50. 19 Selengkapnya bidik Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 69.

7

Page 20: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Jalaluddin Rakhmat; [5] dan Alfatihah: Membuka Mata Batin dengan Surah

Pembuka karya Ahmad Chodjim.20

Karya-karya tafsir yang dicatat Howard. M. Federspiel, Yunan Yusuf,

Islah Gusmian, dan M. Affifuddin jangan lantas dikumulasikan dan segitulah

jumlahnya. Sebab, ada beberapa karya tafsir yang dicatat oleh lebih dari satu

orang. Seperti Tafsir Sufi Surat al-Fatihah karya Jalaluddin Rakhmat, yang tidak

hanya dicatat oleh Islah Gusmian tapi juga dicatat oleh M. Affifuddin.

Dari sekian banyak karya tafsir yang diproduksi sarjana Muslim Indonesia,

sayangnya masih sedikit yang dijadikan objek kajian penelitian ilmiah dalam

bentuk skripsi oleh mahasiswa Tafsir Hadis UIN Jakarta, khususnya pembahasan

tentang analisis metodologi karya tafsir. Data yang penulis peroleh dari katalog

digital skripsi di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Jakarta, ada

sekitar 231 judul skripsi21 yang membahas tentang tafsir.22 Dari 231 judul skripsi,

penulis mencatat hanya ada 16 judul skripsi yang membahas tentang metodologi

karya tafsir. Delapan judul skripsi membahas aspek metodologi tafsir karya dalam

negeri23 dan 8 judul skripsi membahas aspek metodologi tafsir karya non-

Indonesia.24

20 M. Affifuddin, “Apresiasi Spiritual Q.S al-Fatihah; Survei Profil Karya-karya

Jalaluddin Rakhmat, Anand Krishna, dan Ahmad Chodjim,” (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004), h. 40. Bidik juga Izza Rohman Nahrowi, “Karakter Kajian al-Quran di Indonesia” (Skripsi S1, fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002).

21 Penulis meragukan jumlah tersebut. Sebab ada beberapa judul skripsi yang tertulis lebih dari satu kali. Di samping itu, jumlah tersebut tidak melulu berasal dari skripsi mahasiswa Tafsir hadis.

22 Tema tafsir yang dibahas oleh mahasiswa Tafsir Hadis UIN Jakarta secara umum adalah: konsep tertentu yang ‘dicomot’ dari sebuah karya tafsir, komparasi suatu konsep tertentu dari dua karya tafsir yang berbeda, melihat suatu fenomena tertentu dengan merujuk kepada sebuah karya tafsir, elaborasi metodologi penafsiran seorang tokoh, dan studi tokoh dengan karya tafsirnya.

23 [1] Tita Rodhiyatan Mardhiyyah ”Metodologi Tafsir Yayasan Al-Mu’min; Telaah Metode Mawdhû’î dan Corak Isyârî dalam Buku ’Kabar Gemberi dan Peringatan tentang Penyembahan Kita kepada Allah SWT,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas

8

Page 21: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Untuk menyemarakan studi analisis metodologi karya tafsir, penulis ingin

berpartisipasi dalam pembahasan tersebut terutama karya tafsir yang ditulis

sarjana Muslim Indonesia. Karya tafsir yang akan penulis telaah dalam penelitian

ini adalah tafsir Alfatihah yang ditulis Achmad Chodjim.25

Karya tafsir yang diterbitkan Serambi pada Maret 2008 itu adalah karya

national bestseller dengan tebal 357 halaman.26 Dalam pembukaan karya

tafsirnya, Chodjim menulis27:

”Surah ini dibaca untuk membuka mata batin kita. Dengan memahami dan

menghayati surah ini diharapkan akan terbuka mata hati agar kita menyadari

kandungan Kitab Allah, baik Kitab-kitab-Nya yang tertulis maupun yang tidak Islam Negeri Jakarta, 2008). [2] Rifka Rahma Wardani ”Tafsir Tematik al-Quran tentang Hubungan Sosial Antar-umat Beragama karya Majlis Tarjih P.P. Muhammadiyah: Sebuah Telaah Analitis tentang Metodologi Penafsiran al-Quran”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006). [3] Abd. Gofur ”Metode dan Corak Tafsir al-Hijri: Kajian Analitis Karya Didin Hafiduddin”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006). [4] Hernizal Saidi Harahap ”Studi Kritis Metodologi Tafsir Rahmat”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004). [5] Mahnawil ”Tafsir al-Furqan karya Ahmad Hassan: Analisa Kritis”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006). [6] Ahmad Zaeni ”Mengenal Tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Abd al-Rauf Singkel: Analisis terhadap Sumber, Metode, dan Corak Tafsir”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008). [7] Cucu Surahman ”Pola Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah (Pola Penafsiran Surah al-Baqarah)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003). [8] Rena Yuniar, Analisa Metodologi Tafsir Pasé: Kajian Surah al-Fatihah dan Surah-surah dalam Juz 'Amma: Paradigma Baru (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin & Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005).

24 [1] Liza Khadijah “Metode dan Corak Penafsiran al-Quran dalam Tafsir Ad-Durr al-Mansur fi al-Tafsir al-Ma'tsur karya Jalaluddin Suyuti”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002). [2] Syahrullah Iskandar “Manhaj Fakhruddin Arozi fi Tafsir al-Fatihah: Dirasat Tahliliyah li Tafsir Mafatih al-Ghaib”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003). [3] Achmad Rizal “Pemikiran Ibn Taimiyah dalam Tafsir: Telaah Kritis terhadap Metode Tafsir al-Kabir”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005). [4] Yusuf Iskandar “Tafsir Ayat al-Ahkam: Studi Atas Metode Tafsir Ayat al-Ahkam karya al-Shabuni”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002). [5] Lalu M. Iqbal “Metodologi Penafsiran al-Quran Mutawalli Sya’rawi dalam Tafsir al-Sya’rawi”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006). [6] Ihat Malihatun ”Metode Penafsiran Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004). [8] M. Rizal “Metode Penafsiran Abdurrahman al-Sa’di dalam Kitab Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005).

25 Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin Dengan Surah Pembuka [edisi baru] (Jakarta: Serambi, 2008).

26 Buku ini pertama kali cetak pada Februari 2002. Saat itu, buku ini berjudul Jalan Pencerahan; Menyelami Kandungan Samudra al-Fatihah.

27 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 6.

9

Page 22: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

tertulis, yaitu kitab yang terbentang di semesta alam, termasuk kitab yang ada

dalam diri kita”.

Sebagai gambaran umum Alfatihah, Chodjim menafsirkan ayat per ayat

secara berurutan.28 Mulai dari Basmalah, Segala Puji Kepunyaan Allah, Dia Maha

Pemurah, Raja Hari al-Din, Ibadah dan Pertolongan, Jalan yang Lurus,

Kenikmatan Surgawi, Orang yang Dimurkai, dan terakhir Amin. Masing-masing

ayat tadi terpisah penafsirannya bab per bab.

Di kata pengantar karya ini Chodjim dengan bahasa diplomatis menulis

bahwa karyanya itu bukan karya tafsir. Menurutnya, secara kapasitas dia tidak

memiliki otoritas untuk menyatakan dirinya sebagai ahli tafsir.29 Tengok saja latar

belakang pendidikan formalnya. Pada 1987 ia meraih gelar sarjana pertanian

(agronomi) dari Institut Pertanian Bogor. Lalu pada 1996, ia meraih gelar magister

Manajemen di Sekolah Tinggi Prasetya Mulya, Jakarta.

Di Indonesia bila aktivitas penafsiran al-Quran dilakukan oleh seseorang

yang secara keilmuan dianggap tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan

penafsiran selalu dipersoalkan. Sebut saja usaha yang dilakukan HB. Jassin

dengan karyanya Bacaan Mulia30 dan Dawan Rahardjo dengan Ensiklopedi A-

Qur’an di jurnal Ulumul Qur’an.31 Begitupun yang dialami Achmad Chodjim.

Dalam sebuah forum diskusi di IAIN Jakarta pada 2000, Salman Harun, mantan

Dekan fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan UIN, Jakarta, dengan tegas berkata

28 Lihat daftar isi buku Alfatihah; Membuka Mata Batin, h. 7. 29 Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin, h. 11. 30 Untuk mengetahui sosok HB. Jasin bidik ‘suplemen’, Ulumul Quran 5, vol. IV (1993),

h. 62. Lalu untuk melihat ‘dosa kedua’ Jassin setelah Bacaan Mulia bidik D. Sirojuddin AR, “Al-Quran Berwajah Puisi: Dibenarkan Tapi Tidak Diakui.” Ulumul Quran 5, vol. IV (1993), h. 60.

31 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Quran: Tafsir Sosial Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramadina dan Jurnal Ulumul Qur’an, 2002), h. xx. Bidik juga Nasaruddin Umar, “Refleksi Sosial dalam Memahami Al-Qur’an: Menimbang Ensiklopedi Al-Qur’an Karya M. Dawam Rahardjo.” Jurnal Studi Al-Qur’an I, No. 3 (2006), h. 487.

10

Page 23: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

kepada Achmad Chodjim: ”Tafsir itu bukan wilayah Anda, sebaiknya Anda tidak

masuk ke ranah tersebut”.32

Meski begitu, menurutnya, tidak seorangpun berhak mengklaim dirinya

punya hak istimewa dalam menafsirkan al-Quran. Al-Quran akan membuka

dirinya bagi siapapun yang ingin membaca dan memahami kandungan dalam

dirinya.33

Singkat kata, ada beberapa alasan yang mendorong penulis memilih tema

penelitian ini. Pertama, sarjana Muslim Indonesia tidak kalah produktifnya dalam

menghasilkan karya tafsir. Terbukti telah hadir beragam karya tafsir dari generasi

awal hingga saat ini.34 Tapi ada kesenjangan antara banyaknya produk tafsir yang

ditulis para sarjana Muslim Indonesia dengan sedikitnya penelitian ilmiah

terhadap produk tafsir tersebut, khususnya penelitian yang dilakukan para

mahasiswa Tafsir-Hadis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Kedua, penulis Alfatihah adalah bukan orang dari lingkungan pelajar ilmu

agama dan lebih spesifik lagi Tafsir-Hadis. Tentu akan sangat menarik untuk

meneliti karya yang ditulis ’orang-luar’ dari sisi metode tafsir yang digunakan dan

sumber-sumber yang dirujuknya. Poin ini sekaligus menentukan apakah nantinya

penulis akan sepakat dengan Salman Harun yang menyangsikan bahwa karya

yang ditulis Achmad Chodjim itu adalah tafsir atau sebaliknya.

Ketiga, kebetulan Islah Gusmian, selain mencatat beberapa karya tafsir

seperti yang disebut di atas, juga membuat rumusan metodologi kajian atas karya

32 Wawancara pribadi dengan Achmad Chodjim, Senin 15 Februari 2010 di kediamannya,

Pamulang. 33 Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin, h. 11. 34 Untuk melihat kecenderungan umum kajian tafsir di Indonesia, bidik Kusmana,

“Rekontekstualisasi Tradisi Tafsir al-Quran di Indonesia; Mencari Kemungkinan Penggunaan Analisa Metodologi ‘Barat’.” Jurnal refleksi 4, No. 3 (2002), h. 63.

11

Page 24: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

tafsir. Rumusan ini akan sangat mubazir kalau tidak dimanfaatkan untuk

meneropong karya tafsir yang ditulis oleh sarjana Muslim, khususnya dari

Indonesia.

Akhirnya untuk mengisi kelangkaan tersebut, penulis memberanikan diri

melakukan penelitian tafsir Alfatihah yang ditulis Achmad Chodjim terutama dari

sisi metodologinya. Dengan mengucap bismillah sambil berharap kepada-Nya

agar selalu diberi kemudahan, penulis berniat mengajukan penelitian dalam

bingkai skripsi dengan judul: ”Analisis Metodologi Tafsir Alfatihah karya

Achmad Chodjim; Aplikasi Metodologi Kajian Tafsir Islah Gusmian”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa fokus penelitian ini

adalah pada metodologinya, yakni bagaimana melihat tafsir Alfatihah karya

Achmad Chodjim dari sisi metodologinya. Untuk menopang fokus penelitian

tersebut, penulis menggunakan rumusan metodologi kajian atas beberapa karya

tafsir yang dibuat Islah Gusmian.

Ada pertimbangan tersendiri mengapa penulis memilih rumusan Islah

Gusmian. Pertama, sependek pengetahuan penulis, rumusan Islah Gusmian

adalah rumusan mutakhir yang dibuat untuk menganalisa metodologi sebuh karya

tafsir, khususnya tafsir dalam negeri.35

Kedua, Rumusan yang disusun Islah Gusmian lebih detail dibanding

rumusan yang lain. Rumusan Farmawi, misalnya, (tahlîlî, ijmâlî, muqarân, dan

maudû’î)—yang sering dikutip mahasiswa Tafsir Hadis UIN Jakarta baik dalam

35 Bidik bab III halaman 31 untuk melihat perkembangan perumusan metodologi kajian

karya tafsir oleh para perumus dari dalam negeri.

12

Page 25: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

makalah maupun skripsi—tidak menjelaskan secara rinci hal-hal menarik yang

terdapat dalam sebuah karya tafsir. Seperti bentuk penulisan tafsir, gaya bahasa

yang digunakan, atau asal-usul tafsir.

Ketiga, Rumusan Farmawi harus diakui memang lebih maju dari rumusan

ulama abad ke-9 sampai abad 13 H yang membagi metodologi tafsir dalam tiga

kelompok al-Tafsir bi al-Ma’tsûr, al-Tafsir bi al-Ra’yî, dan al-Tafsir bi al-Isyârî.

Tapi rumusan yang dibuat Farmawi tidak memberikan pemetaan yang tegas antara

wilayah metode dan pendekatan tafsir serta teknis penulisan tafsir.36

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas,

maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: Bagaimana

metodologi tafsir Alfatihah Achmad Chodjim bila dilihat berdasarkan rumusan

metodologi kajian tafsir Islah Gusmian?

C. Metodologi Penelitian

1. Metode pengumpulan data

Dalam mengkaji metodologi tafsir Alfatihah, penulis menggunakan

metode pengumpulan data yaitu library research (penelitian kepustakaan) dan

field research (penelitian lapangan). Penelitian pertama digunakan untuk

melakukan studi terhadap buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini,

baik itu sumber-sumber primer atau skunder. Sedangkan penelitian kedua

digunakan untuk mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan studi ini.

a. Penelitian Kepustakaan

36 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 115.

13

Page 26: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Rujukan utama pembahasan ini ialah Alfatihah; Membuka Mata Batin

dengan Surah Pembuka (Jakarta, Serambi, 2008), [edisi baru] karya Achmad

Chodjim dan Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi

(Bandung: Teraju, 2003) karya Islah Gusmian.

Data sekunder dieksplorasi kala data-data mengenai persoalan tertentu

tidak tersedia dalam sumber-sumber primer. Sumber sekunder adalah buku-buku,

artikel jurnal dan koran, baik yang tercetak maupun yang elektronik yang tidak

secara langsung membahas tentang studi ini namun masih berkaitan.

b. Penelitian Lapangan

Untuk lebih mendalami lagi penelitian ini, penulis akan mewawancarai

penulis Alfatihah. Wawancara akan berguna untuk mengungkap hal-hal yang

tidak disebutkan secara eksplisit tapi masih relevan untuk penelitian ini.

2. Metode Pembahasan

Untuk mengkaji metodologi tafsir Alfatihah dalam penelitian ini, penulis

mengikuti rumusan yang disusun Islah Gusmian.37 Dalam hal ini, ada dua variabel

penting yang perlu didedah. Pertama, variabel teknis penulisan tafsir. Variabel

teknis ini menyangkut sistematika dan bentuk tekstual literatut tafsit ditulis dan

disajikan, gaya bahasa yang digunakan, sifat penafsir, serta buku-buku rujukan

yang digunakan.

Kedua, menyangkut aspek ’dalam’, yaitu konstruksi hermeneutik karya

tafsir. Aspek hermeneutik ini tidak hanya terbatas pada variabel linguistik dan

riwâyah, tapi juga mempertimbangkan unsur triadik: teks, penafsir, dan audiens

sebagai sasaran teks. Dalam aspek hermeneutik ini, arah kajian bergerak pada tiga

37 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 119-121.

14

Page 27: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

wilayah. (1) metode penafsiran, yakni tata kerja analisa yang digunakan dalam

penafsiran yang terdiri dari: metode riwayat, metode pemikiran, dan metode

interteks. (2) nuansa penafsiran, yaitu analisa yang menjadi nuansa atau

mainstrem yang terdapat dalam karya tafsir. Misalnya nuansa fikih, sufi, dan lain

sebagainya. (3) pendekatan tafsir, yaitu arah gerak yang dipakai dalam penafsiran.

Dalam bagian ini terdiri dari: (a) pendekatan tekstual bergerak dari proses

penafsiran cenderung berpusat pada teks. Sifatnya ke bawah: dari refleksi (teks)

ke praksis (konteks). (b) pendekatan kontekstual, yaitu arah gerak penafsiran yang

lebih berpusat pada konteks sosio-historis di mana penafsir hidup dan berada,

sifatnya cenderung ke atas: dari praksis (konteks) ke refleksi (teks).

3. Metode Penulisan

Untuk penulisan skripsi ini, penulis memakai buku “Pedoman Penulisan

Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” (Jakarta : CeQDA [Center for

Quality Development and Assurance] Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2007), Cet. II.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama penelitian ini ialah ingin melihat metode yang digunakan

Achmad Chodjim dalam tafsir Alfatihah. Penulis juga ingin mengekspolari dan

mengelaborasi ragam metodologi karya tafsir. Tujuan yang tak kalah penting ialah

memenuhi syarat lulus jenjang S1 jurusan Tafsir-Hadis, fakultas Ushuluddin, UIN

Jakarta.

Manfaat dari penulisan skripsi ini di antaranya: Dari sisi akademis, ingin

menambah khazanah intelektual mahasiswa dan masyarakat dalam kajian al-

15

Page 28: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

16

Quran, khususnya metodologi Alfatihah karya Achmad Chodjim. Dari sisi

praktis, ingin memberi masukan dan motivasi kepada mahasiswa Tafsir-Hadis

UIN Jakarta agar mau menggalakan kajian terhadap karya tafsir yang ditulis

sarjana Muslim Indonesia sendiri.

E. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 bab. BAB I adalah pendahuluan

yang berisi latar belakang masalah, rumusan dan pembatasan masalah, metodologi

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada BAB II, penulis akan menjelaskan pengertian metodologi tafsir. Lalu

menjelajahi sejarah tafsir dan memetakan ragam metodologi tafsir dalam karya-

karya tafsir dengan mengutip beberapa pengamat karya tafsir.

Pada BAB III, penulis berusaha menampilkan sosok Achmad Chodjim

lebih dekat, baik dari sisi riwayat hidup dan karya-karya intelektual yang pernah

ditulisnya. Selain itu, penulis juga memaparkan konteks sosial Alfatihah, masa

penulisan dan penerbitannya, serta modal penafsiran yang dipunyai Achmad

Chodjim.

Pada BAB IV, penulis akan fokus menyoroti metodologi tafsir Alfatihah.

Untuk itu penulis menggunakan rumusan Islah Gusmian, yaitu membidik

Alfatihah dari aspek luar (teknis penulisan) dan aspek dalamnya (hermeneutis).

Lalu beberapa catatan kritis terhadap Alfatihah.

BAB V adalah bab terakhir dan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

saran-saran.

Page 29: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

BAB II

METODOLOGI TAFSIR AL-QURAN

A. Pengertian Metodologi Tafsir

Untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan metodologi tafsir, perlu

kiranya dikemukakan terlebih dahulu pengertian semantik dari istilah yang

digunakan: metodologi dan tafsir.

Dalam kamus Random House Webster’s College Dictionary,1 metodologi

adalah (1) a set or system of methods, principles, and rules in a given discipline.

(2) a branch of pedagogics dealing with analysis of subject to be taught and of the

method of teaching them.

Menurut The New Lexicon Webster’s Dictionary of English Language2

metodologi adalah (1) a branch of philosophy dealing with the sciense of method

or procedure. (2) a system of method and rules applied in a sciense.

Lorens Bagus3 menulis bahwa metodologi berasal dari bahasa Yunani

methodos, yang diambil dari bahasa Latin: methodus yang terambil dari kata meta

(setelah, mengikuti) dan hodos (jalan). Sedangkan logos berarti kata, ujaran, rasio,

dan ilmu. Ada lima pengertian dari metodologi yang ditulis Lorens Bagus: (1)

Studi mengenai metode-metode [prosedur, prinsip] yang digunakan dalam dispilin

1 Random House Webster’s College Dictionary (New York: Random House, 1999), h.

776. Sedangkan metode adalah procedure, technique, or planned of way doing something; order or system in doing anything; dan orderly or systematic arrangement, sequence, or the like.

2 The New Lexicon Webster’s Dictionary of English Language, vol. I (Danbury, CT: Lexicon Publications, INC., 2004), h. 628. Sedangkan metode adalah a way of doing something; a procedure for doing something; orderliness in doing, planning, etc.

3 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta:Gramedi, 1996), h. 648-649. Sedangkan metode, Bagus mengartikannya sebagai jalan atau cara totalitas yang ingin dicapai atau dibangun; cara yang didefinisikan secara jelas dan sistematis untuk mencapai suatu tujuan. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, h. 644.

17

Page 30: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

tertentu. Atau studi tentang metode [prosedur, prinsip] yang digunakan untuk

menata ilmu yang teratur tersebut. (2) Prinsip-prinsip dari sistem teratur itu

sendiri. (3) Cabang logika yang merumuskan dan/atau menganalisa prinsip-

prinsip yang diperlukan dalam mengambil kesimpulan-kesimpulan logis dan

membentuk konsep-konsep. (4) Prosedur-prosedur yang digunakan dalam suatu

disiplin yang memungkinkan diperoleh pengetahuan. (5) kumpulan cara penelitian

yang digunakan dalam ilmu tertentu.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan metodologi sebagai ilmu

tentang metode atau uraian tentang metode. Sedangkan metode adalah cara yang

teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu

pengetahuan dan lain sebagainya) atau cara kerja yang bersistem untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.4

Dalam bahasa Arab5, metodologi diterjemahkan dengan manhaj atau minhâj yang

berarti jalan yang terang.6

Adapun kata tafsir atau al-tafsîr adalah bentuk masdar (kata benda

abstrak) dari kata fassara-yufassiru-tafsîran. Kata ini, dalam ilmu sorf berwazan

(timbangan) kata taf’il. Kata ini sudah dipakai sejak abad kelima H/kesebelas M.7

4 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 652-653. 5 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan

Fazlur Rahman (Jakarta dan Jambi: Gaung Persada Press dan Sulthan Taha Press, 2007), h. 39. 6 Seperti yang tertulis dalam surat al-Maidah (5) ayat 48:

“….Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang….”. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2008), h. 116.

7 Farid Esack, Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang Tertindas, terjemahan Watung A. Budiman (Bandung: Mizan, 2000), h. 94. Istilah paling awal untuk menunjukan usaha interpretasi tampaknya adalah ma’âni (harfiahnya, ‘pemaknaan’). Istilah ini sendiri signifikan dengan asumsi pluralisnya yang implisit. Istilah ini, juga tafsir, dipakai pula untuk penerjemahan Arab dan Yunani atas karya-karya Aristoles, termasuk penjelasan lirik-lirik puisi pra-Islam. Goldfield, seperti yang dikutip Farid Esack, memperlihatkan bagaimana tata nama

18

Page 31: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Secara etimologis, tafsir8 berarti memperlihatkan makna yang masuk akal

dan membuka (izhâr al-ma’na al-ma’qûl wa al-kasyf) atau menerangkan dan

menjelaskan (al-idah wa al-tabyin).9 Keterangan dan penjelasan itu pada lazimnya

dibutuhkan bilamana ada ungkapan atau penyataan yang dirasa belum atau tidak

jelas.10

Menurut al-Zarkasyi, kata tafsir berasal dari kata al-tafsirah yang berarti

sedikit air seni dari seorang pasien yang digunakan dokter untuk menganalisa

penyakitnya. Kalau tafsîrat adalah metode kedokteran yang dapat mengungkap

suatu penyakit dari diri seorang pasien, maka tafsîr dapat mengeluarkan makna

yang tersimpan dalam kandungan lafal-lafal atau ayat-ayat al-Quran. Dengan

demikian, tafsir adalah ilmu untuk mengetahui pemahaman Kitabullah yang

diturunkan kepada nabi Muhammad dengan menjelaskan makna-makna dan

mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-hikmah yang terkandung di

dalamnya.11

Dari tinjauan makna secara bahasa di atas, setiap ulama memunyai

rumusan tersendiri dalam mengartikan kata tafsir secara istilah. Al-Jurjani

menyatakan bahwa tafsir adalah menjelaskan makna ayat-ayat al-Quran, baik dari

konsep-konsep dalam interpreatsi ini menunjukan keakraban yang lebih besar daripada beberapa dekade sebelum wafatnya Nabi pada 632. Farid Esack, Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang Tertindas, h. 115.

8 Dalam al-Quran, kata tafsir disebutkan hanya sekali. Yaitu pada surat al-Furqon (25) ayat 33.

تفسيرا وأحسن بالحق جأنك إال بمثل يأتونك وال“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,

melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2008), h. 363.

9 Mannâ' Khalîl al-Qaththân, Mabâhis fî 'Ulûm al-Qur`ân (Beirut: Mu`assasah ar-Risâlah, 1405 H/1985 M), h. 323.

10 Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh; Kajian Masalah Akidah dan Ibadat (Jakarta: Paramadina, 2002), h. 85.

11 Al-Zarkasyi, al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qurân (Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, 1972), jilid II, h. 3.

19

Page 32: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

segi segala persoalan, kisahnya maupun dari segi asbab al-Nuzul-nya dengan lafal

(penjelasan) yang dapat menunjuk makna secara terang.12 Menurut Abd al-

’Azhim al-Zarqani, tafsir adalah ilmu yang membahas al-Quran dari segi

pengertian-pengertiannya sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan kesanggupan

manusia biasa.13

Menurut as-Suyuthi, tafsir adalah ilmu mengenai turunnya ayat-ayat dan

hal ihwalnya, cerita-cerita–sebab turunnya, tertib Makiyah–Madaniyah-nya,

muhkâm–mutasyâbihât-nya, nâsikh–mansûkh-nya, khusus–umumnya, muthlaq-

muqayyad-nya, mujmal-mufashshal-nya, halal–haramnya, janji-ancamannya,

perintah-larangannya, dan mengenai ungkapan-ungkapan dan perumpamaan-

perumpamaannya.14

Berdasarkan pengertian tafsir yang dibuat ulama di atas, dapat diartikan

sebuah kesimpulan bahwa tafsir sebagai suatu hasil pemahaman manusia terhadap

al-Quran yang dilakukan dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu

yang dipilih oleh seorang mufasir. Tujuannya untuk memperjelas suatu makna

teks ayat-ayat al-Quran. Bila seorang mufasir menggunakan metode dan

pendekatan filsafat, maka tafsir yang dihasilkan bercorak filosofis. Bila seorang

mufasir menggunakan metode atau pendekatan fikih, maka tafsirannya kental

dengan nuansa fikih. Begitu seterusnya.15

12 Al-Jurjani, Kitâb al-Ta’rifat (Beirut: Maktabah Lubnan, Sahatu Riyad al-Suhl, 1965),

h. 65. 13 Abd al-‘Azhim al-Zarqani, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qurân (Mesir: Isa al-Babi al-

Halabi, t.th.), jilid II, h. 3. 14 Jalâl ad-Dîn as-Suyûthî asy-Syâfi'î, Al-Itqân fî 'Ulûm al-Qur`ân (Beirut: Dâr al-Fikr,

1399 H/1979 M), Jilid II, h. 174. 15 Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir: dari Periode Klasik hingga Kontemporer

(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), h. 2.

20

Page 33: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Dus, metodologi tafsir16 adalah ilmu atau uraian tentang cara kerja

sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan menafsir. Atau kajian di

sekitar metode-metode tafsir yang berkembang.17 Atau pengetahuan mengenai

cara yang ditempuh dalam menelaah, membahas, dan merefleksikan kandungan

al-Qur`an secara apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga

menghasilkan suatu karya tafsir yang representatif.18

Nashruddin Baidan mengartikan metodologi tafsir sebagai pembahasan

ilmiah tentang metode-metode penafsiran al-Quran. Dia juga membedakan antara

metode tafsir: cara-cara menafsirkan al-Quran dan metodologi tafsir. Sebagai

contoh, pembahasan teoritis dan ilmiah mengenai metode muqârin (perbandingan)

disebut analisis metodologis. Sedangkan jika pembahasan itu berkaitan dengan

cara menerapkan metode itu terhadap ayat-ayat disebut pembahasan metodik.19

B. Sejarah Perkembangan Tafsir

Tafsir merupakan praktek alamiah, yakni praktek yang telah berjalan sejak

Nabi menerangkan dan mengajarkan makna teks Kitab Suci yang diterimanya

kepada para pengikutnya. Inilah yang disebut tafsỉr al-Nabiy (penafsiran Nabi).

Pada masa ini karya-karya tafsir yang tertulis belum hadir. Penafsiran Nabi sendiri

16 Dalam studi teks al-Quran, selain mengenal kata tafsir kalangan sarjana Muslim juga

mengenal kata ta’wil. Oleh para sarjana al-Quran, ta’wil diberi bobot lebih dari kata tafsir. Artinya, kalau tafsir hanya menjelaskan bagian luar dari al-Quran, maka ta’wil merujuk pada penjelasan makna-dalam dan tersembunyi dari al-Quran. Untuk melihat perbedaan di antara keduanya secara panjang lebar rujuk Nasr Hamid Abu-Zayd, Kritik Wacana Agama, penerjemah Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: LkiS, 2003), h. 116; al-Qaththân, Mabâhist, h. 324.

17 Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir: dari Periode Klasik, h. 41. 18 Samsul Bahri, Konsep-konsep Dasar Metodologi Tafsir dalam Abd. Mu'in Salim (ed.),

Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), h. 38. 19 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2000), h. 3.

21

Page 34: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

hanya dapat ditelusuri lewat karya-karya tentang hadis yang dikumpulkan para

pengumpul hadis atas dasar riwayat-riwayat yang sampai kepada mereka.20

Setelah Beliau wafat, para sahabat baru mulai menafsirkan al-Quran dan

mengajarkan pemahaman mereka atas al-Quran kepada Muslim yang lain. Sumber

utama penafsiran sahabat adalah pernyataan al-Quran yang memunyai relevansi

yang sama dengan pernyataan al-Quran lain yang sedang dibahas dan ditafsirkan

(tafsỉr al-Quran bi al-Quran). Sumber kedua adalah bacaan (qira’ah) al-Quran.

Misalnya, bacaan ibn Mas’ud yang berbunyi ”atau hingga kamu memunyai rumah

dari emas (dzahab)” memperjelas maksud dari bacaan yang resmi yang berbunyi

”sebuah rumah dari zukhruf.” Dan sumber yang terakhir adalah hadis.21 Dari

pernyataan al-Quran tersebut (lihat catatan kaki sebelumnya) jelas bahwa

menjelaskan dan menafsirkan al-Quran merupakan satu di antara sekian tugas

kenabian Muhammad. Tidak heran jika pada periode ini, karya tafsir masih

bercampur baur dengan karya-karya tentang hadis dan sirah.22

Dengan berlalunya waktu dan banyak mufasir dari kalangan sahabat yang

meninggal, sementara ayat-ayat al-Quran belum tuntas dijelaskan, maka para

pengikut sahabat mulai melanjutkan bidang ini. Ada tiga aliran tafsir yang utama

yang dikembangkan oleh para tabi’in. (1) Aliran Mekkah dengan ibn ’Abbas

sebagai pakarnya. Murid-murid dari aliran ini: Sa’id al-Jubayr [w. Sekitar 712

20 Ihsan Ali-Fauzi, Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis, h. 13. 21 Dalam al-Quran 16: 44 dikatakan:

⌧ “…. Dan telah Kami turunkan adz-dzikr (al-Quran) kepadamu agar engkau menerangkan

kepada manusia apa yang teah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.” Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2008), h. 272.

22 Ihsan Ali-Fauzi, Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis, h. 13.

22

Page 35: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

atau 713 M], Mujahid ibn Jabr al-Makki [w. 722], ’Ikrimah [w. 723], Thawus ibn

Kaysan al-Yamani [w. 722], dan ’Atha ibn Abi Rabbah [w.732].

(2) Aliran Irak mendaku ibn Mas’ud sebagai imamnya. Murid-muridnya

antara lain: ’Alqama ibn Qays [w. 720], al-Aswad ibn Yazid [w. 694], Masruq ibn

al-Ajda’ [w. 682], Mara al-Hamadani [w. 695], ’Amir al-Sya’bi [w. 723], al-

Hasan al-Bisri [w. 738], Qatada al-Sadusi [w. 735], dan Ibrahim al-Nakha’i [w.

713]. (3) Aliran Madinah yang juga sebagai pusat kekhalifan Islam. Yang paling

terkemuka di sini adalah Ubayy ibn Ka’b. Murid-muridnya antara lain: Abu al-

’Aliya [w. 708], Muhammad ibn Ka’b al-Qarzi [w. 735], Zayd ibn Aslam [w.

747], ’Abd al-Rahman ibn Zayd, dan Malik ibn Anas.23

Abdul Mustaqim mencatat ada dua faktor yang menyebabkan tafsir al-

Quran sebagai sebuah keniscayaan. Pertama, faktor internal yang terbagi menjadi

tiga variabel. (1) Kondisi objektif teks al-Quran itu sendiri yang memungkinkan

untuk dibaca secara beragam. (2) Kondisi objektif dari kata-kata dalam al-Quran

yang memang memungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam. (3) Adanya

ambiguitas makna dalam al-Quran dengan adanya kata-kata musytarak [bermakna

ganda] seperti kata al-qur’u [dapat bermakna suci dapat pula bermakna haid].24

Kedua, faktor eksternal berupa kondisi sosial yang melingkupi sang

penafsir. Bisa juga perspektif dan keahlian atau keilmuan yang ditekui sang

penafsir. Lalu adanya persinggungan dunia Islam dengan peradaban-peradaban di

luar Islam. Yang paling signifikan, menurut Abdul Mustaqim adalah yang

berkaitan dengan faktor politik dan teologis.25

23 Ihsan Ali-Fauzi, Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis, h. 14. 24 Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, h. 8-12. 25 Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, h. 12-13.

23

Page 36: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

C. Pemetaan Metodologi Tafsir

Dalam kata pengantar buku Islah Gusmian, Amin Abdullah mengutip

pendapat Alford T. Welc yang membagi studi al-Quran pada tiga bidang. (1)

exegesis atau studi teks al-Quran itu sendiri, (2) sejarah interpretasinya, dan (3)

peran al-Quran dalam kehidupan dan pemikiran umat Islam. Menurut Amin

Abdullah, studi pada permasalahan yang kedua dan ketiga tampaknya masih

begitu langka dalam tradisi keilmuan yang berkembang di kalangan Muslim

termasuk di Indonesia.26

Sedari awal penafsiran al-Quran hadir, metode-metode tertentu sudah

digunakan untuk mengungkap makna teks al-Quran. Hanya saja para sarjana

Muslim masa itu belum memelajari, memilah, dan memetakan metode tersebut.

Kesadaran untuk memelajari, memilah, dan memetakan baru dilakukan

belakangan setelah ilmu pengetahuan Islam berkembang. Itu artinya, studi tentang

metodologi tafsir masih terbilang baru dalam khazanah intelektual umat Islam.

Metodologi tafsir baru dijadikan sebagai objek kajian tersendiri jauh setelah tafsir

berkembang pesat. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika metodologi tafsir

tertinggal jauh dari kajian tafsir itu sendiri.27

Namun, menurut keterangan Abdul Mustaqim, kajian mengenai sejarah

tafsir di kalangan sarjana Muslim sesungguhnya sudah lama. Tepatnya sejak as-

Suyuti menulis karya Thabaqảt al-Mufassirỉn. Sayangnya tradisi ini tidak

berlangsung lama dan bahkan menurun. Sejak saat itulah kajian di bidang ini

diambil alih oleh sarjana Barat. Salah satu karya terbesar Barat yang bersentuhan

26 Pengantar Amin Abdullah dalam Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia (Jakarta:

Teraju, 2003), h. 21. 27 Samsul Bahri, Konsep-konsep Dasar Metodologi Tafsir dalam Abd. Mu'in Salim (ed.),

Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), h. 37.

24

Page 37: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

dengan khazanah tafsir ialah Die Rictungen der Islamichen Koranasulegung atau

Madzảhibut Tafsỉr al-Islảmiyyah karya Ignaz Goldziher.28

Para sarjana, baik sarjana Muslim maupun Islamolog, berbeda-beda dalam

memetakan metode dan corak penafsiran yang berkembang. Pemetaan yang akan

penulis paparkan nanti bukanlah paparan secara kronologis, yakni dimulai dari

yang pertama kali melakukannya dan kemudian disusul oleh sarjana berikutnya

yang melakukan hal yang sama.

John Wansbrough membagi karya-karya tafsir klasik (abad 2 H) ke dalam

lima jenis. (1) Tafsir haggadic.29 Contohnya tafsir karya Muqatil ibn Sulayman

[w. 767] yang belakangan diberi judul Tafsỉr al-Qurản. Tentang Q.S 2: 18930,

misalnya Muqatil dalam tafsirnya mencoba memberi keterangan sedetail mungkin

tentang siapa yang bertanya, mengapa ia atau mereka bertanya, apa yang ia atau

mereka tanyakan, dan seterusnya.

(2) Tafsir halakich.31 Contohnya Tafsỉr Khams Mi’ah min al-Qurản karya

ibn Sulayman. Tafsir ini berisi materi-materi tentang ayat legal al-Quran. Contoh

yang lain Ahkam al-Quran karya Abu Bakr al-Jashshash [w. 981] dan al-Jami li

Ahkam al-Quran karya Abu ’Abd Allah al-Qurthubi [w. 1272]. (3) Tafsir

masoretic.32 Aktivitas dalam tafsir jenis ini terpusat pada penjelasan tentang

28 Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, h. 19. 29 Hagaddic berasal dari kata haggadah. Dalam kamus Random House Webster’s College

Dictionary, haggadic adalah a book containing the story of exodus, used at the seder service on passover. Random House Webster’s College Dictionary (New York: Random House, 1999), h. 552. Bidik juga Ihsan Ali-Fauzi, Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis, h. 15.

30 “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji”. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, h. 29.

31 halakihic berasal dari kata halakhah. Dalam kamus Random House Webster’s College Dictionary, halakhic adalah the body of Jewish law, comprising the oral law as transcribed in the Talmud and subsequet legal codes and rabbanical decisions. Random House Webster’s College Dictionary (New York: Random House, 1999), h. 553.

32 Masoretic berasal dari kata masorah. Dalam kamus Random House Webster’s College Dictionary, masoretic adalah a body of scribal note form textual guide to hebrew Old Testement,

25

Page 38: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

aspek-aspek leksikon dalam ragam bacaan ayat-ayat al-Quran. Contohnya Ma’ảni

al-Qurản karya al-Farra’ [w. 882], atau Fadâil al-Qurản karya Abu ‘Ubayd [w.

838]. Contoh lainnya adalah Kitab al-Wujûh wa al-Nazâir karya ibn Sulayman

yang lain dan Musyâbihat al-Qurản karya Kisa’I [w. 804].

(4) Tafsir retorik. Di sini perhatian dipusatkan pada nilai sastra al-Quran.

Contohnya, Majâs al-Qurản karya Abu ‘Ubaydah [w. 824] dan Ta’wîl Musykîl

al-Qurản karya ibn Qutaybah [w. 889]. (5) Tafsir alegoris, yakni tafsir yang

mengungkap makna simbolik al-Quran atas dukungan terdapatnya perbedaan

antara makna zahir dan makna batin al-Quran. Contohnya, tafsir sufistik karya

Sahl al-Tustari [w. 896].33

Daud Rahbar, seperti yang dikutip Ilham B. Saenong, mencatat sedikitnya

ada empat belas macam metode dan pendekatan yang diterapkan untuk

memahami ayat-ayat al-Quran sampai lima dasawarsa yang lalu. (1) Penafsiran

yang didasarkan pada laporan tentang peristiwa yang menyebabkan turunnya

suatu ayat. (2) Penafsiran yang bertujuan mempertanyakan otentisitas ayat-ayat

tertentu dan mempermasalahkan penambahan dan keragaman teks. (3) Penafsiran

melalui frase dari ayat tertentu secara parsial dan lepas kontek. (4) Penafsiran atas

ayat atau frase yang disesuaikan dengan pandangan seseorang tentang semangat

umum al-Quran. (5) Penafsiran yang menganggap bahasa dari ayat tertentu

berbahasa alegoris. (6) Penafsiran esoterik dengan memercayai keseluruhan teks

al-Quran bercorak metaforis.

compiled form the 7 th to 10th centuries AD . Random House Webster’s College Dictionary (New York: Random House, 1999), h. 552.

33 John Wansbrough, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretastion (London: Oxford University, 1977), h. 119.

26

Page 39: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

(7) Penafsiran atas dasar pemiliahan antara ayat-ayat yang pasti maknanya

(muhkam) dan yang ambigu (mutasyâbih). (8) Penjelasan dengan menghubungkan

struktur gramatikal dengan makna yang dimaksud. (9) Penjelasan dengan

mempersoalkan segi etimologis. (10) Uraian dengan mengemukakan persoalan

nâsikh-mansûkh. (11) Penjelasan melalui hubungan semantis dan keterputusan

antara satu ayat dengan yang lain yang berdampingan (taqâthu’-tanâsub). (12)

Mempersoalkan gaya bahasa al-Quran. (13) Memilih-milih ayat-ayat tertentu

secara arbitrer dalam penafsiran. (14) Dan penafsiran yang menggunakan frase-

frase teks sebagai titik tolak pemikiran bebas.34

Muhammad Husein al-Dzahabi, seperti yang dikutip Very Verdiansyah,

membagi kategori tafsir berdasarkan kronologi waktunya. (1) Tafsir pada masa

Nabi dan sahabat. Ciri umum tafsir model ini: tidak menafsirkan seluruh al-

Quran; tidak banyak perbedaan pendapat dalam penafsiran; penafsirannya bersifat

ijmali; cenderung hanya menafsirkan dari aspek bahasa; jarang melakukan istinbat

hukum secara ilmiah terhadap ayat-ayat yang ditafsirkan; tidak bersifat sektarian;

belum terkodifikasi secara utuh; banyak menggunakan riwayat yang disampaikan

secara lisan; cenderung bersifat mitis, penafsiran cenderung diterima begitu saja

tanpa kritik.

(2) Tafsir masa tabi’in. Ciri umumnya: tafsir pada masa tabi’in belum

dikodifikasikan secara tersendiri; tradisi tafsir masih bersifat hapalan dan

periwayatan; tafsir sudah dimasuki riwayat-riwayat Israiliyyat; sudah muncul

benih-benih perbedaan mazhab dalam penafsirannya; sudah banyak perbedaan

pendapat antara penafsiran para tabi’in dan para sahabat. (3) Tafsir pada masa

34 Ilham B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan: Metodologi Tafsir Al-Quran Menurut

Hasan Hanafi (Jakarta: Teraju, 2002), h. 49.

27

Page 40: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

kodifikasi. Tafsir model ini diperkirakan muncul pada pemerintahan Bani

Umayyah, awal pemerintahan Abbasiyah. Pada masa ini tafsir sudah dibukukan

dan berkembang pula tafsir dengan berbagai corak dan mazhabnya.35

Amina Wadud Muhsin membagi tafsir al-Quran dari perspektif gerakan

feminisme dalam beberapa kelompok. (1) Tafsir tradisional, tafsir yang

menggunakan pokok bahasan tertentu sesuai dengan minat dan kemampuan

penafsirnya, seperti hukum, nahwu dan lain-lain. (2) Tafsir reaktif, tafsir yang

berisi reaksi para pemikir modern terhadap sejumlah hambatan yang dialami

perempuan yang dianggap berasal dari al-Quran. (3) Tafsir holistik, tafsir yang

menggunakan seluruh metode penafsiran dan mengaitkan dengan berbagai

persoalan sosial, moral ekonomi, politik, isu perempuan yang muncul di era

modern.36

Al-Farmawi membagi empat bentuk tafsir berdasarkan metode yang

digunakan. (1) al-Tafsir al-Tahlîlî. Tafsir metode tahlîlî adalah tafsir yang

menyoroti ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala makna dan aspek yang

terkandung di dalamnya sesuai dengan urutan bacaan yang terdapat dalam al-

Quran Mushaf ’Ustmani. Ketika menggunakan metode ini, seorang mufasir

biasanya melakukan langkah-langkah sebagai berikut. (a) Menerangkan hubungan

[munâsabah] baik antara satu ayat dengan ayat yang lain atau satu surat dengan

surat yang lain. (b) Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat. (c) Menganalisa

kosakata dan lafal dari sudut pandang bahasa Arab. (d) Memaparkan kandungan

ayat secara umum dan maksudnya. (e) Menerangkan unsur-unsur fashâhah,

35 Very Verdiansyah, Islam Emansipasoris: Menafsir Agama, h. 57. 36 Amina Wadud Muhsin, Al-Qur’an dan Perempuan dalam Charles Kurzman (ed),

Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global (Jakarta: Paramadina, 2003), h. 186-188.

28

Page 41: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

bayân, dan i’jâz-nya bila dianggap perlu. (f) Menjelaskan hukum yang dapat

ditarik dari ayat yang dibahas. (g) Menerangkan makna dan maksud syara’ yang

terkandung dalam ayat bersangkutan.37

Metode ini bisa dipecah lagi menjadi beberapa metode. Seperti al-Tafsỉr bi

al-Ma’tsûr, al-Tafsỉr bi al-Ra’yî, al-Tafsỉr al-Fiqhi, al-Tafsỉr al-Shûfî, al-Tafsỉr

al-Falsafi, al-Tafsỉr al-’Ilmi, al-Tafsỉr al-Adâbi al-Ijtimâ’i.

(2) al-Tafsîr al-Ijmâli. Metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran

dengan cara mengemukakan makna global. Dengan metode ini mufasir

menjelaskan makna ayat-ayat al-Quran secara garis besar. Sistematikanya

mengikuti urutan surat dalam al-Quran, sehingga makna-maknanya dapat saling

berhubungan. Dalam menyajikan makna-makna ini mufasir menggunakan

ungkapan yang diambil dari al-Quran sendiri dengan menambahkan kata-kata atau

kalimat-kalimat penghubung. (3) al-Tafsîr al-Muqârin. Metode tafsir yang

menggunakan cara perbandingan. Objek kajian tafsir dengan metode ini dapat

dikelompokkan menjadi: (a) Perbandingan ayat al-Quran dengan ayat yang lain.

(b) Perbandingan ayat al-Quran dengan hadis. (c) Perbandingan penafsiran satu

mufasir dengan mufasir yang lain.

(4) al-Tafsîr al-Mawdhû’i. Metode ini memunyai dua bentuk. (a) Tafsir

yang membahas satu surat al-Quran secara menyeluruh, memperkenalkan, dan

menjelaskan maksud-maksud umum dan khususnya secara garis besar dengan

menghubungkan ayat yang satu dengan ayat yang lain, atau antara satu satu pokok

masalah dengan pokok masalah lain. Dengan metode ini suart tersebut tampak

dalam bentuknya yang utuh, teratur, betul-betul cermat, teliti, dan sempurna. (b)

37 Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, penerjemah Rosihan Anwar

(Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), h. 23-29.

29

Page 42: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Tafsir yang menghimpun dan menyusun ayat-ayat al-Quran yang memiliki

kesamaan arah dan tema, kemudian memberikan penjelasan dan mengambil

kesimpulan, di bawah satu bahasa tema tertentu.

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menyusun satu karya

tafsir berdasarkan metode ini. (a) Menentukkan topik bahasan setelah menemukan

batas-batasnya dan mengetahui jangkauannya dalam ayat-ayat al-Quran. (b)

Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang menyangkut masalah tersebut. (c)

Merangkai urutan ayat sesuai dengan masa turunnya. (d) Kajian tafsir ini

merupakan kajian yang memerlukan kitab-kitab tafsir tahlîlî. (e) Menyusun

pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna. (f) Melengkapi pembahasan

dengan hadis yang menyangkut masalah yang dibahas. (g) Memelajari semua ayat

yang terpilih dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang sama pengertiannya. (h)

Pembahasan dibagi dalam beberapa bab yang meliputi beberapa pasal, dan setiap

pasal itu dibahas, kemudian ditetapkan unsur pokok yang meliputi macam-macam

pembahasan yang terdapat pada bab.

Metodologi yang dirumuskan Farmawi banyak dianut oleh sarjana Muslim

Indonesia dalam memetakan sebuah karya tafsir. Seperti Quraish Shihab,

Komaruddin Hidayat, Harifuddin Cawidu, dan Tim Penulisan38 buku Sejarah dan

Ulum al-Qur’an yang dieditori Azyumardi Azra.39 Sebenarnya ada dua nama

tokoh yang mencoba merumuskan metodologi tafsir baru, yaitu Yunan Yusuf dan

Nashruddin Baidan.

Yunan Yusuf, seperti yang dikutip Islah Gusmian, melihat literatur tafsir

dengan ranah yang ia sebut ’karakter tafsir’, yakni sifat khas yang ada dalam

38 M. Quraish Shihab (ketua), Ahmad Sukardja, Badri Yatim, Dede Rosyada, dan Nasaruddin Umar.

39 M. Quraish Shihab et al., Sejarah & ‘Ulûm al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008).

30

Page 43: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

literatur tafsir. Dalam konteks ini, ia memetakan dari tiga arah: (1) metode

[misalnya: metode antar-ayat, ayat dengan hadis, ayat dengan kisah israiliyyat, (2)

tehnik penyajian [misalnya: tehnik runut dan topikal], dan (3) pendekatan

[misalnya: fiqhi, falsafi, shufi, dan lain-lain].

Tabel I

Karakter Tafsir Pemetaan M. Yunan Yusuf

Metode Tafsir Tehnik Penyajian

Tafsir

Pendekatan tafsir

Antar-ayat Runut Fiqhi

Ayat dengan hadis Falsafi

Ayat dengan kisah

Israiliyyat

Topikal

Shufi, dan lain-lain

Adapun Nasruddin Baidan, membagi metodologi tafsirnya dalam dua

bagian. Pertama, komponen eksternal yang terdiri dari dua bagian: (1) jati diri al-

Quran [sejarah al-Quran, asbảb al-nuzủl, qirả’at, nasỉkh-mansủkh, munasabah,

dan lain-lain], dan (2) kepribadian mufasir [akidah yang benar, ikhlas, netral,

sadar, dan lain-lain]. Kedua, komponen internal, yaitu unsur-unsur yang terlibat

langsung dalam proses penafsiran. Dalam hal ini, ada tiga unsur pembentuk: (1)

metode penafsiran [global, analitis, komparatif, dan tematik], (2) corak penafsiran

[shủfỉ, fiqhi, falsafi, dan lain-lain], dan (3) bentuk penafsiran [ma’tsủr dan ra’yu].

31

Page 44: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Dalam konteks kategorisasi yang dibangun Yunan, komponen internal versi

Baidan menemukan relasinya, meskipun tidak sama.40

Tabel II

Konstruksi Ilmu Tafsir Nasruddin Baidan

Komponen Ekstrenal Komponen Internal

Jati Diri al-

Quran

Kepribadian

Mufasir

Bentuk Tafsir Metode Tafsir Corak Tafsir

Sejarah al-

Quran

Akidah yang

benar

Ma’tsủr Global Tasawuf

Qirả’at Ikhlas Analitis Fiqhi

Nasỉkh Netral Komparatif Falsafi

Mansủkh Sadar Kombinasi

Munasabah Sosial

Mukjizat al-

Quran

Dan lain-lain

Ilmu Muahibah

Ra’yu

Tematik

Kemasyarakatan

dan lain-lain

Oleh Islah Gusmian beberapa pemetaan yang disusun para pemerhati

kajian tafsir sebagian merupakan perkembangan baru. Namun menurutnya secara

paradigmatik belum mampu memberikan pendasaran tentang suatu metode kajian

atas tafsir. Itu sebabnya, menurutnya, perlu rumusan baru yang mampu menelisik

unsur-unsur fundamental dari karya tafsir.41

40 Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.

5. 41 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 119.

32

Page 45: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Ada dua variabel yang penting ketika kita ingin memetakan sebuah karya

tafsir menurut Islah Gusmian. (1) Aspek teknis. Aspek ini terdiri dari sistematika

penyajian tafsir, bentuk penyajian tafsir, gaya bahasa yang dipakai dalam

penulisan tafsir, sifat mufasir, sumber-sumber yang dijadikan rujukan dalam

penulisan tafsir, dan keilmuan mufasir. (2) Aspek ’dalam’ atau hermeneutik.

Aspek ini terdiri dari metode penafsiran, nuansa penafsiran, dan pendekatan tafsir.

Untuk lebih jelas, amati tabel di bawah ini.

Tabel III

Peta Metodologi Kajian atas Tafsir al-Quran Konstruksi Islah Gusmian

ASPEK TEKNIS PENULISAN TAFSIR

AL-QURAN

ASPEK HERMENUTIK TAFSIR

AL-QURAN

Sistematika Penyajian Tafsir Metode Tafsir

1. Berdasarkan urutan

mushaf

1. Runtut

2. Berdasarkan urutan

turunnya wahyu

1. Metode Riwayat: Penafsiran Nabi

Muhammad Sebagai Sumber Acuan

1. Tematik modern:

a. Tematik plural

Analisis sosio-

Kultural

b. Tematik singular Analisis Semiotik

2. Tematik klasik: Metode Semantik

a. Ayat-ayat dan surat-

surat tertentu

Metode Sains-

Ilmiah

2. Tematik

b. Surat tertentu

c. Juz tertentu

2. Metode

Pemikiran:

Intelektualitas

Sebagai Dasar Tafsir

Dan seterusnya

Bentuk Penyajian Tafsir 3. Metode Interteks

33

Page 46: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

34

1. Bentuk Penyajian Global Nuansa Tafsir

2. Bentuk Penyajian Rinci 1. Nuansa Kebahasaan

Gaya Bahasa Penulisan Tafsir 2. Nuansa Sosial Kemasyarakatan

1. Gaya Bahasa Kolom 3. Nuansa Teologis

2. Gaya Bahasa Reportase 4. Nuansa Sufistik

3. Gaya Bahasa Ilmiah 5. Nuansa Psikologis, dan lain-lain

4. Gaya Bahasa Populer, dan lain-lain Pendekatan Tafsir

Bentuk Penulisan Tafsir 1. Pendekatan Tekstual

1. Ilmiah

2. Non Ilmiah

Sifat Mufasir

1. Individual

2. Kolektif/Tim

Keilmuan Mufasir

1. Disiplin ilmu tafsir al-Quran

2. Disiplin non-ilmu tafsir al-Quran

Asal-usul Literatur Tafsir

1. Akademik

2. Non-Akademik

Sumber-sumber Rujukan

1. Buku-buku tafsir klasik dan/ modern

2. Buku non-tafsir

2. Pendekatan Kontekstual

Page 47: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

BAB III

MENGENAL ACHMAD CHODJIM DAN MENYELAMI

ALFATIHAH

Pengantar

Farid Esack, seperti yang dikutip A. Sihabulmilah1, membagi pembaca

teks al-Quran, yang kemudian dia sebut pencinta, menjadi tiga kelompok: (1)

Pencinta tak kritis (the uncritical lover). (2) Pencinta ilmiah (the scholarly lover).

(3) Pencinta kritis (the critical lover).

Pertama, pencinta tak kritis (the uncritical lover). Orang yang menduduki

level ini biasanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Kecantikan seorang

kekasih telah “membutakan” mata hatinya, seakan tak ada perempuan lain yang

lebih cantik daripada kekasihnya. Pencinta menilai, sekujur tubuh dan apa saja

yang melekat pada tubuh sang kekasih itu indah, mempesona, dan sempurna.

Dalam konteks pembaca al-Quran, pencinta tak kritis selalu memuja-muja

al-Quran. al-Quran adalah segala-segalanya. Ia memperlakukukannya seperti

permata berlian, tanpa pernah tahu apa manfaatnya. Bagi dia, al-Quran adalah

jawaban dari segala persoalan, tapi tidak tahu bagaimana proses memperoleh atau

membuat jawaban-jawaban tersebut. Ia hanya mengkonsumsi atau mendaur-ulang

jawaban-jawaban mengenai al-Quran dari orang lain. Posisi pencinta ini ditempati

oleh kaum muslim kebanyakan; mereka memperlakukan al-Quran hanya sebatas

bahan bacaan yang dilafalkan di ujung lidah.

1 A. Sihabulmilah, “Stratifikasi Pembaca Teks Alquran.” Artikel diakses pada 19 Ferbuari

2010 dari http://islamlib.com/id/artikel/stratifikasi-pembaca-teks-alquran/. Lihat juga Farid Esack, Menghidupkan Al-Qur’an dalam Wacana & Prilaku, terjemahan Norma Arbi’a Juli Setiawan (Depok: Inisiasi Press, 2006), h. vii-xii. Sayangnya dalam buku ini terjemahannya buruk sekali.

35

Page 48: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Kedua, pencinta ilmiah (the scholarly lover). Pencinta tipe ini mengagumi

segala keindahan yang dimiliki sang kekasih. Hal yang membedakan dia dengan

pencinta pertama adalah keberanian dan kecerdasannya untuk memaknai seluruh

keindahan yang melekat pada tubuh sang kekasih. Rasa tergila-gila pada pujaan

hati tidak membuat dia mabuk kepayang, apalagi sampai lupa daratan.

Pencinta ilmiah selalu merenungkan dan mempertanyakan, semisal,

mengapa ayat-ayat al-Quran begitu indah dan mempesona dan apa makna di balik

keindahannya. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian ia jawab dengan segenap ilmu

pengetahuan al-Quran yang ia miliki dan kemudian dituangkan dalam bentuk

karya tafsir. Dengan ungkapan lain, di samping ia selau merindukan kehadiran al-

Quran, ia juga membaca, memahami, dan menafsirkan ayat-ayatnya.

Para pencinta yang masuk dalam kategori ini adalah Abul ‘Ala al-

Maududi, Husain Tabatabai, Muhammad Asad, Bint al-Shatti, Muhamad Husayn

al-Dhahabi, Jalal al-Din al-Suyuti, Badr al-Din Zarkashi, dan lain-lainnya.

Pencinta-pencinta ini telah menghasilkan karya tafsir yang sungguh menakjubkan

dan patut dihargai jerih payahnya.

Ketiga, pencinta kritis (the critical lover). Ia terpikat pada sang kekasih,

tapi tidak menjadikan ia gelap mata. Meskipun ia gemar membaca, memahami,

dan menafsirkan beberapa organ tubuhnya, ia juga bersikap kritis terhadap segala

sesuatu yang menempel pada tubuh sang kekasih. Ia pun tak segan-segan

mempertanyakan sifat dan asal-usulnya, bahasanya, warna “rambutnya”, faktor

apa yang melingkupi keindahannya, sesuatu yang janggal dalam dirinya, dan lain-

lain. Untuk mengetahui itu semua, para pencinta pada level ini rela “menikahi”

sang kekasih (baca: al-Quran) dan memanfaatkan berbagai macam ilmu sosial

36

Page 49: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

mutakhir, semisal linguistik, sosiologi, antropologi, hermeneutika, dan filsafat

sebagai pisau analisisnya.

Dengan metode seperti itu, para pencinta ini bisa berdialog dengan al-

Quran dan mampu menyingkap segala misteri yang melingkupinya. Hasil dialog

itu kemudian dibakukan dalam bentuk karya tulis studi pemikiran Islam

kontemporer yang benar-benar baru dan menyegarkan serta bisa menjawab

persoalan zaman. Para intelektual Muslim yang masuk dalam tipe ini adalah

Nashr Hamid Abu Zaid, Muhammad Arkoun, Fazlur Rahman, dan lain-lain.

A. Achmad Chodjim

1. Biografi

Achmad Chodjim lahir di Surabaya pada 7 Februari 1953. Ia dibesarkan

dalam tradisi masyarakat agraris, tradisional-islami. Dalam memelajari ilmu-ilmu

pengetahuan agama, ia diasuh oleh paman dan sepupu dari pihak ibu. Ketika SMP

dan SMA, ia pernah nyantri di pondok pesantren Darul Ulum, Jombang, dan

pondok modern Darussalam, Gontor. Hal ini yang menyulut semangatnya untuk

menggeluti ilmu-ilmu agama. Setelah itu ia melanjutkan studinya ke Sekolah

Pertanian Menengah Atas di Malang pada 1974.2

Ketika di Malang, Chodjim menyempatkan waktu untuk belajar ilmu-ilmu

agama kepada tokoh agama yang ada di sana saat itu. Kepada K.H. Achmad

Chair, ketua rohani Islam di Korem Angkatan Darat di Malang, ia belajar tafsir

seminggu sekali. Sedangkan untuk hadis, ia belajar kepada Muhammad Bejo,

mubalig nasional Muhammadiyah.

2 M. Affifuddin, “Apresiasi Spiritual Q.S al-Fatihah; Survei Profil Karya-karya Jalaluddin Rakhmat, Anand Krishna, dan Ahmad Chodjim,” (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004), h. 46.

37

Page 50: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Dari belajar kedua tokoh agama tersebut, ia mendapat pemahaman lebih

tentang agama khususnya tentang tafsir dan hadis. Kedua guru tersebut juga

memperkenalkan kepada Chodjim dan teman-teman pengajiannya macam-macam

kitab klasik Islam, baik yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia,

bahasa Inggris, dan bahasa Arab untuk dipelajari. Itu mendorongnya untuk

mendalami bahasa Arab sebagai ilmu alat dalam memelajari kitab klasik Islam

tapi bukan bahasa Arab sebagai percakapan. Dalam bahasa Arab, ia juga belajar

nahwu, sorf, mantiq, dan sastra.3

Pada 1987 ia meraih gelar sarjana pertanian (agronomi) dari Institut

Pertanian Bogor. Pada 1996, ia meraih gelar magister Manajemen di Sekolah

Tinggi Parsetya Mulya, Jakarta. Saat ini dia bekerja di salah satu perusahaan asing

di Jakarta. Selain itu, dia juga memberikan bimbingan kepada kelompok-

kelompok pengajian rohani karyawan di tempatnya bekerja dan juga di berbagai

majlis taklim.

2. Karya-karya Intelektual

Ada beberapa karya intelektual Achmad Chodjim selain Alfatihah yang

pernah diterbitkan. Antara lain: [1]. Islam Esoteris: Kemulian dan Keindahannya

(Jakarta: Gramedia, 2000). Buku ini ditulis bersama Anand Krishna. [2]. Syekh

Siti Jenar: Makna Kematian (Jakarta: Serambi, 2002). [3]. Annas: Segarkan Jiwa

dengan Surah Manusia (Jakarta: Serambi, 2005). [4]. Al-Alaq: Sembuh Penyakit

Batin dengan Surah Subuh (Jakarta: Serambi, 2002).

[5]. Al-Ikhlash: Bersihkan Iman dengan Surah Kemurniaan (Jakarta:

Serambi, 2005). [6]. Membangun Surga: Bagaimana Hidup Damai di Bumi Agar

3 Wawancara pribadi dengan Achmad Chodjim. Pamulang, 15 Februari 2010.

38

Page 51: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Damai Pula di Akhirat (Jakarta: Serambi, 2004). [7]. Rahasia Sepuluh Malam

(Jakarta: Serambi, 2007). [8]. Meaningful Life (Jakarta: Hikmah, 2005). [9].

Menerapkan Keajaiban Surah Yasin dalam Kehidupan Sehari-hari [1] (Jakarta:

Serambi, 2008).

B. Alfatihah

1. Konteks Sosial

Al-Fatihah adalah satu-satunya surat dalam al-Quran yang paling sering

dibaca dan dihapal umat Islam.4 Bagi yang aktif salat, al-Fatihah dibaca sebanyak

17 kali dalam sehari. Al-Fatihah juga dibaca pada momen-momen tertentu seperti

dalam doa, pembuka pertemuan, dan tahlilan. Fenomena inilah yang mendorong

Chodjim untuk menulis tafsir Alfatihah agar mereka yang sering membaca al-

Fatihah tahu makna al-Fatihah.5

Chodjim menyadari bahwa memang sudah banyak yang menafsirkan al-

Fatihah. Tapi menurutnya al-Fatihah sering ditafsirkan secara ortodoks,

penafsirannya tidak terkait dengan realitas kekinian padahal al-Fatihah sering

dibaca. Oleh sebab itu, al-Fatihah menurutnya mesti diberi penafsiran yang

mengena dalam alam pikiran umat.

Menurut Chodjim bila ditelisik lebih dalam, ketika seorang Muslim

membaca al-Fatihah selalu terselip di dalam pikirannya sebuah harapan. Ada yang

berharap kesembuhan dan ada yang berharap keterbukan hati serta pikiran. Meski

kadang-kadang tidak termanifestasikan namun harapan itu selalu ada. Sayangnya,

hampir setiap Muslim yang menafsirkan al-Fatihah dari ayat dan kalimatnya tidak

4 Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin dengan surah Pembuka (Jakarta: Serambi, 2008), h. 19.

5 Wawancara Pribadi dengan Achmad Chodjim, 15 Februari 2010.

39

Page 52: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

mengalami perubahan. Yang berubah sama sekali yang ditulis oleh Amin Aziz

yang berjudul Paradigma Al-Fatihah. Tapi yang ditulis Amin Aziz terlalu luas

cakupannya. Singkat kata, Chodjim ingin menafsirkan al-Fatihah secara sederhana

tapi poin-poinnya memberikan motivasi orang untuk melangkah dengan benar.6

2. Masa Penulisan dan Penerbitan

Alfatihah diterbitkan pada Maret 2002 oleh Serambi. Tapi Alfatihah sudah

ditulis Chodjim pada 1999 akhir dan selesai pada 2000 awal. Saat penulisan karya

itu, Chodjim adalah seorang staff di sebuah perusahan dan bukan seorang penulis.

Makanya tidak gampang baginya untuk meyakinkan penerbit untuk menerbitkan

karya tulisnya itu. Ditambah Chodjim tidak memiliki reputasi sebagai penafsir

dari lingkungan IAIN seperti Quraish Shihab. Faktor-faktor itulah yang jadi bahan

pertimbangan penerbit dan tentunya menyebabkan proses penerbitan karyanya

agak lama. Malah sebelumnya, menurut cerita Chodjim, ada kekhawatiran di

penerbit kalau tulisannya itu tidak bernilai komersial.7

Sebelum diterbitkan, Alfatihah sempat tertahan selama tiga bulan di

Serambi. Kebetulan saat itu ada pergantian staff redaksi. Mulanya judul karya

Chodjim tersebut adalah Jalan Pencerahan. Baru pada 2003 judulnya diganti

seperti sekarang. Setelah berganti judul, penerbit kewalahan memenuhi

permintaan pasar dan terus mencetak ulang.

Sebenarnya pada 2000, Gramedia adalah penerbit karya Chodjim itu.

Kepindahan hak penerbitan ke Serambi karena pada Juli 2000 Gramedia

didemonstrasi FPI (Front Pembela Islam). Menurut FPI, Gramedia bukan bagian

dari Islam dan oleh karena itu Gramedia dilarang menerbitkan buku-buku

6 Wawancara Pribadi dengan Achmad Chodjim, 15 Februari 2010. 7 Wawancara Pribadi dengan Achmad Chodjim, 15 Februari 2010.

40

Page 53: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

keislaman. Selain itu, buku-buku keislaman yang diterbitkan Gramedia tentulah

buku-buku keislaman yang mendukung misi Gramedia dan mendukung pemikiran

Islam liberal dan sejenisnya.8

Tidak berapa lama setelah kejadian itu, Gramedia menghubungi Chodjim

untuk mengatakan bahwa Gramedia tidak mungkin lagi menerbitkan buku-buku

keislaman termasuk Alfatihah. Kecuali buku-buku keislaman dari kumpulan

artikel atau opini yang pernah dimuat di Kompas. Seperti bukunya Komaruddin

Hidayat yang pernah diterbitkan Gramedia.

Gramedia memberi saran kepada Chodjim untuk menerbitkan bukunya itu

melalui penerbit yang jelas-jelas punya kalangan Muslim. Mendengar keputusan

Gramedia itu, Chodjim terpaksa mendaftar beberapa nama penerbit buku-buku

keislaman yang akan dijajakinya untuk mau bekerjasama dalam menerbitkan

Alfatihah. Akhirnya Chodjim memilih Serambi dengan pertimbangan buku-buku

yang pernah diterbitkan Serambi.9

3. Modal Penafsiran

Seperti pengakuannya sendiri, pendidikan formal Chodjim memang bukan

di jalur pendidikan agama. Tapi waktu SMU, dia pernah belajar kepada guru tafsir

dan hadis yang ada di Malang pada saat itu selama seminggu sekali. Guru-guru

tersebut menurutnya bukanlah guru-guru yang masih level kampung, melainkan

sudah pada level nasional. Dia belajar tafsir kepada K.H. Achmad Chair, ketua

rohani Islam di Korem Angkatan Darat di Malang. Untuk hadis, dia belajar

kepada Muhammad Bejo, mubalig nasional Muhammadiyah.10

8 Wawancara Pribadi dengan Achmad Chodjim, 15 Februari 2010. 9 Wawancara Pribadi dengan Achmad Chodjim, 15 Februari 2010. 10 Wawancara Pribadi dengan Achmad Chodjim, 15 Februari 2010.

41

Page 54: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Ketika K.H. Achmad Chair mengajarkan tafsir, dia dan teman-teman

sepengajiannya diperintahkan untuk membuka al-Quran masing-masing. Lalu

K.H. Achmad Chair menerjemahkan dan menjelaskan ayat yang sedang dibahas.

Kala menjelaskan, biasanya K.H. Achmad Chair merujuk kepada kitab tafsir

tertentu. Misalnya, “Kata ini akan bermakna ini kalau kita mengikuti as-Suyuti”.

Dari belajar dengan K.H. Achmad Chair, Chodjim mendapat pemahaman

lebih dibanding sekedar membaca terjemahan al-Quran saja. Guru-guru tersebut

juga menginformasikan kepadanya beberapa kitab tafsir- baik yang sudah

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Arab- untuk

dipelajari. Ini yang mendorongnya di kemudian hari untuk mendalami bahasa

Arab sebagai landasan penafsiran dan bukan sebagai percakapan. Dalam bahasa

Arab, dia belajar nahwu, sorf, mantiq, dan sastra.

Dari pembelajaran itu timbul permenungan tersendiri. Misalnya, kenapa

ibn Katsir bobot penafsirannya hanya pada titik tertentu. Kenapa as-Suyuti lebih

menitikberatkan di satu tempat. Artinya, menurut Chodjim, banyak pilihan-pilihan

yang disediakan ketika seorang penafsir ingin menafsirkan al-Quran. Maka dia

lebih memilih agar terjemahan al-Quran diberi penjelasan yang lebih kontemporer

yang bisa dipahami oleh pembaca zaman sekarang.11

As-Suyuti, seperti yang dikutip Islah Gusmian, mendaftar beberapa

keilmuan yang mesti dikuasai seorang yang akan melakukan aktivitas penafsiran.

Dengan menguasai beberapa keilmuan tersebut diharapkan penafsiran yang

dilakukan lebih akurat.12 (1) Ilmu bahasa. (2) Ilmu nahwu. (3) Ilmu tashrîf. (4)

Ilmu isytiqâq. (5) Ilmu ma’âni. (6) Ilmu badî’. (7) Ilmu qirâ’at. (8) Ilmu ushûl al-

11 Wawancara Pribadi dengan Achmad Chodjim, 15 Februari 2010. 12 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia; dari Hermeneutika hingga Ideologi

(Bandung: Teraju, 2003), h. 282.

42

Page 55: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

dîn. (9) Ilmu ushûl al-fîqh. (10) Ilmu asbâb al-nuzûl. (11) Ilmu naskh mansûkh.

(12) Ilmu fiqh. (13) Ilmu hadîst. (14) Ilmu al-muhabah [ilmu yang diberikan

Allah kepada mereka yang mengamalkan apa yang diketahui].

M. Abduh, seperti yang dikutip Rif’at Syauqi Nawawi, menetepkan

beberapa syarat bagi seorang mufasir.13 (1) Memahami hakikat lapal-lapal tunggal

yang dipergunakan al-Quran dengan memperhatikan bagaimana ahli bahasa lapal-

lapal itu tanpa harus terpaku pada satu pendapat tertentu. (2) Menguasai ’ilm al-

asâlib, yaitu ilmu yang mengkaji tentang gaya bahasa Arab. (3) Mengetahui

sosiologi (hal-ihwal manusia). (4) mengetahui secara cermat bagaimana al-Quran

memberikan petunjuk kepada manusia; dan mengenal dengan baik sejarah

perikehidupan Nabi dan para sahabat.

Atau Fazlur Rahman yang masyhur dengan pendekatan sejarah dalam

menafsirkan al-Quran, seperti yang dikutip Taufik Adnan Amal, juga menetapkan

beberapa modal untuk seorang penafsir.14 (1) Memahami kondisi aktual

masyarakat Arab pra-Islam dan masa Nabi dalam rangka menafsirkan pernyataan-

pernyataan legal dan sosio-ekonomi al-Quran. (2) Menekankan ’ideal moral’ al-

Quran ketimbang ketentuan legal spesifiknya.

Lalu apa modal Achmad Chodjim? Dari hasil wawancara penulis

dengannya tergambar beberapa modal yang dimilikinya untuk menafsirkan al-

Quran. Sebagai landasan standar, Chodjim mengumpulkan dan membaca

beberapa karya yang membahas Ulûm al-Qurản dari berbagai penulis. Setelah itu

13 Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh; Kajian Masalah

Akidah dan Ibadat (Jakarta: Paramadina, 2002), h. 10-109. 14 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum

Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1989), h. 189-190.

43

Page 56: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

44

dia juga memahami hadis-hadis Nabi dan khitah-khitah yang ada dalam agama

Islam. Tidak lupa membaca sirah Nabi dan para sahabat.15

Menurut Chodjim, dengan memelajari ilmu-ilmu tadi dan sudah

mengidentifikasi karya-karya tafsir yang sudah dibaca sebelumnya, seorang

mufasir sudah tahu tafsir yang akan dirumuskannya seperti apa dan tahu akan ke

mana lingkup tafsirnya sebelum menuliskannya. Setelah itu seorang bisa

menambahkan keilmuan non-agama mutakhir. Seperti fisika, kimia, geologi,

sosiologi, dan lain-lain.

Dalam wawancara lain, Chodjim menyebut beberapa syarat atau modal

yang diperlukan seorang mufasir. (1) Bahasa Arab. Untuk menafsirkan al-Quran

kita harus paham bahasa Arab, termasuk sastranya meskipun secara pasif. (2)

Seorang mufasir juga harus punya modal sejarah (sîrah) Nabi. Sebab seperti yang

kita tahu bahwa ayat-ayat al-Quran itu diturunkan tidak lepas dari ruang dan

waktu. (3) Seorang mufasir juga harus memiliki kamus bahasa Arab. Tentu saja

makin banyak kamus bahasa Arab yang dimiliki akan sangat membantu calon

penafsir dalam memahami ayat-ayat al-Quran. Karena kenyataannya banyak ayat-

ayat al-Quran yang satu kata digunakan oleh satu suku, misalnya suku Quraisy,

tapi tidak digunakan suku lain. Padahal dalam al-Quran dinyatakan bahwa al-

Quran itu diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas. Tentu pengertian yang jelas

harus diselidiki dan ditinjau lebih jauh. Kalau sesuatu dikatakan jelas berarti

seseorang pasti akan menemukan rujukannya tidak mungkin tidak.16

15 Wawancara Pribadi dengan Achmad Chodjim, 15 Februari 2010. 16 Wawancara Achmad Chodjim dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Diakses pada 19

Februari 2010 dari http://islamlib.com/id/artikel/kita-selalu-butuh-tafsir-yang-sesuai-zaman/.

Page 57: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

BAB IV

ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH

Pengantar

Ada dua aspek yang dibidik ketika ingin menganalisis sebuah karya tafsir

dengan menggunakan rumusan Islah Gusmian.1 (1) Aspek teknis. Aspek ini

terdiri dari sistematika penyajian tafsir, bentuk penyajian tafsir, gaya bahasa yang

dipakai dalam penulisan tafsir, sifat mufasir, sumber-sumber yang dijadikan

rujukan dalam penulisan tafsir, dan keilmuan mufasir. (2) Aspek ’dalam’ atau

hermeneutik. Aspek ini terdiri dari metode penafsiran, nuansa penafsiran, dan

pendekatan tafsir.

Dalam pembahasan nanti, penulis akan menguraikan terlebih dahulu apa

yang sudah dirumuskan oleh Islah Gusmian, seperti definisi dan penjabaran dari

variabel teknis dan hermenenutis beserta sub-sub bagiannya. Setelah itu, penulis

akan menentukan di mana posisi Alfatihah berdasarkan formulasi Islah Gusmian

tersebut, baik aspek teknis dan hermeneutisnya.

A. Aspek Teknis Penulisan

Pengertian aspek teknis penulisan tafsir adalah suatu kerangka teknis yang

digunakan penulis tafsir dalam menampilkan sebuah karya tafsir. Jadi, aspek ini

terkait lebih pada penulisan karya tafsir yang bersifat teknis, bukan pada proses

penafsiran yang bersifat metodologis.

1 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi

(Bandung: Teraju, 2003), h. 119-121.

45

Page 58: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

1. Sistematika Penyajian Tafsir

Sistematika penyajian tafsir adalah rangkaian yang dipakai dalam

penyajian tafsir. Dalam sub-bab ini, Islah Gusmian membagi menjadi dua

kelompok. Sistematika penyajian runut dan sistem penyajian tematik. (a)

Sistematika runut adalah model sistematika penyajian penulisan tafsir yang

rangkaian penyajiannya mengacu pada: (1) Urutan surat yang ada dalam model

mushaf Ustmani standar (2) mengacu pada urutan turunnya wahyu.2

(b) Sistematika penyajian tematik adalah suatu bentuk rangkain penulisan

karya tafsir yang struktur paparannya diacukan pada tema tertentu atau pada ayat,

surat, dan juz tertentu. Tema atau ayat, surat dan juz tertentu, ditentukan sendiri

oleh penulis tafsir. Dari tema-tema ini, mufasir menggali visi al-Quran tentang

tema yang ditentukan itu.

Kesimpulan: Berdasarkan rumusan yang dibuat Gusmian di atas, penulis

melihat bahwa tafsir Alfatihah lebih condong kepada tematik klasik, yakni

menafsirkan surat tertentu (bisa juga juz atau ayat tertentu) yang dalam hal ini

surat al-Fatihah. Disebut tematik klasik karena model penyajian tematik seperti ini

umum dipakai dalam karya tafsir klasik.3

Dalam Alfatihah, setiap ayat ditafsirkan satu per satu secara berurutan.

Masing-masing ayat menjadi tema tersendiri di dalam sebuah bab. Seperti

Basmalah, Segala Puji Kepunyaan Allah, Dia Maha Pemurah, Raja Hari al-Din,

Ibadah dan Pertolongan, Jalan yang Lurus, Kenikmatan Surgawi, Orang yang

Dimurkai, dan terakhir Amin. Tiap-tiap bab tadi memiliki sub-bab sendiri-sendiri.4

2 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 122-128. 3 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 129. 4 Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin Dengan Surah Pembuka [edisi baru]

(Jakarta: Serambi, 2008) h. 6.

46

Page 59: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Tabel IV

Sistematika Penyajian Alfatihah

Sistematika Penyajian Tafsir

Tafsir Alfatihah Tematik Klasik

2. Bentuk Penyajian Tafsir

Bentuk penyajian tafsir adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian tafsir

yang ditempuh mufasir dalam menafsirkan al-Quran. Dalam bentuk penyajian ini,

ada dua bagian: (a) bentuk penyajian global dan (b) bentuk penyajian rinci yang

masing-masingnya memunyai ciri-ciri tersendiri.

(a) Bentuk penyajian global adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian

karya tafsir yang penjelasannya dilakukan cukup singkat dan global. Biasanya

bentuk ini lebih menitikberatkan pada inti dan maksud dari ayat-ayat al-Quran

yang dikaji. Bentuk penyajian global ini bisa diidentifikasi melalui model analisa

tafsir yang digunakan, yang hanya menampilkan bagian terjemahan, sesekali

asbảb al-nuzủl, dan perumusan pokok-pokok kandungan dari ayat-ayat yang

dikaji.

(b) Bentuk penyajian rinci menitikberatkan pada uraian-uraian penafsiran

secara detail, mendalam, dan komprehensif. Terma-terma kunci di setiap ayat

dianalisis untuk menemukan makna yang tepat dan sesuai dalam suatu konteks

ayat. Setelah itu, penafsir menarik kesimpulan dari ayat yang ditafsirkan, yang

sebelumnya ditelisik aspek asbảb al-nuzủl dengan kerangka analisis yang

beragam, seperti analisis sosiologis, antropologis, dan yang lain.5

5 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 148-152.

47

Page 60: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Kesimpulan: Dalam menafsirkan ayat per ayat, Chodjim tidak

mencantumkan ayat dalam teks Arab tapi dalam tulisan Latin lalu terjemahannya.

Seperti yang ia tulis, ”Alhamdu li Allahi rabbi al-Alamin’, begitulah bunyi ayat

kedua dari surat al-Fatihah seperti yang dicetak dalam Alquran yang ada di

Indonesia”.6 Namun pada beberapa ayat yang lain, Chodjim langsung memulai

penafsirannya tanpa menulis terlebih dulu ayat yang akan dibahas.7

Sebagai bacaan populer, Alfatihah cukup bermanfaat bagi orang ingin

cepat memahami surat al-Fatihah tapi harus dijejali dengan pelbagai analisis yang

rumit. Tidak seperti Tafsir al-Mishbảh karya Quraish Shihab yang panjang lebar

dalam menganalisa penggalan ayat dari sisi kebahasaan, dalam tafsir Alfatihah

proses ini dirampingkan. Sebagai contoh, ketika menafsirkan ayat basmalah,

sebagai permulaan Chodjim mengartikan secara literal ayat tersebut. Setelah itu,

ia langsung menjelaskan pentingnya mengucapkan lapal bismillah dalam segala

aktivitas. Menurutnya, bismillảh adalah cara Tuhan untuk mengingatkan manusia

bahwa apa yang dikerjakannya menjadi mungkin karena kekuatan yang ada pada

dirinya adalah anugerah Tuhan. Tidak ada analisis kebahasaan di sini padahal ia

merujuk Shihab dalam menafsirkan ayat itu.8

Bandingkan dengan Shihab ketika menafsirkan ayat yang sama. Dalam

permulaan penafsiran ia mengelaborasi makna huruf ba yang dibaca bi pada

bismillảh. Huruf tersebut, menurutnya, yang diterjemahkan dengan mengandung

satu kata atau kalimat yang tidak terucapkan tapi harus terlintas di dalam benak

ketika mengucapkan basmalah, yaitu kata ’memulai’, sehingga Bismillảh berarti

6 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 64. 7 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 90 dan 213. 8 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 26.

48

Page 61: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

”Saya atau Kami memulai apa yang kami kerjakan ini –dalam konteks surah ini

adalah membaca al-Quran—dengan nama Allah.9

Tabel V

Bentuk Penyajian Alfatihah

Bentuk Penyajian Tafsir

Tafsir Alfatihah Bentuk Penyajian Global

3. Gaya Bahasa Penulisan Tafsir

Analisis bentuk gaya bahasa penulisan diorientasikan untuk melihat

bentuk-bentuk bahasa yang dipakai dalam karya tafsir. Kategorisasi yang dipakai

dalam konteks ini mirip yang ada dalam dunia jurnalistik. Setidaknya ada empat

gaya bahasa penulisan yang dapat dibedakan dari literatur tafsir yang ada. Yakni

gaya bahasa kolom, reportase, ilmiah, dan populer.

Gaya bahasa kolom adalah gaya penulisan tafsir dengan memakai kalimat

yang pendek, lugas, dan tegas. Dalam bentuk ini, biasanya diksi-diksi yang

dipakai dipilih melalui proses serius dan akurat. Diksi-diksi yang dipilih itu

menyimpan kekuatan yang mampu menghentakkan imajinasi dan batin pembaca.

Gaya bahasa penulisan reportase ditandai dengan menggunakan kalimat

yang sederhana, elegan, komunikatif, dan lebih menekankan pada hal yang

bersifat pelaporan dan bersifat human interest. Gaya bahasa macam ini, seperti

reportase yang sering digunakan dalam majalah atau koran yang menyajikan

laporan dari pelbagai peristiwa penting. Biasanya model ini memikat emosi

pembaca sekaligus mengajaknya masuk dalam tema yang ditulis.

9 M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbảh (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 11.

49

Page 62: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Gaya bahasa ilmiah ialah suatu gaya bahasa penulisan yang dalam proses

komunikasinya terasa formal dan kering. Biasanya dalam model ini kalimatnya

cenderung menunjuk pada sistem komunikasi oral dihindari, seperti pemakaian

kata Anda, kita, saya, dan seterusnya. Karena karakternya yang semacam itu,

maka gaya bahasa ilmiah ini cenderung melibatkan otak ketimbang emosi

pembaca. Dengan demikian pembaca kurang dilibatkan dalam wacana peristiwa

yang dipaparkan.

Gaya bahasa populer adalah model gaya bahasa penulisan karya tafsir

yang menempatkan bahasa sebagai medium komunikasi dengan karakter

kebersahajaan. Kata maupun kalimat yang digunakan, dipilih yang sederhana dan

mudah. Bedanya dengan gaya reportase, gaya bahasa populer ini kurang kuat

dalam proses pelibatan pembaca.10

Kesimpulan: Sebagai bacaan populer tentu saja Alfatihah menggunakan

bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh semua lapisan sosial calon

pembacanya. Apalagi karya ini tidak hanya ditujukan bagi kalangan Muslim saja

tapi juga untuk kalangan agama lain, seperti Kristen, Khatolik, Hindu, Budha atau

kepercayaan apapun yang diyakini.11

Selain menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami,

Chodjim dalam menuliskan tafsirnya juga menggunakan kata-kata lho, nah, dan

aha yang lazim digunakan dalam pembicaraan face to face. Sepertinya yang

terbayang dalam benak Chodjim ketika menulis Alfatihah dia tidak sedang

menulis melainkan berbicara langsung dengan pembacanya. Di beberapa

10 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 165-170. 11 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 13.

50

Page 63: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

kesempatan, Chodjim menjelaskan kaitan ayat dengan cara bercerita dan

percakapan antara satu tokoh dengan sahabatnya.12

Tabel VI

Gaya Penulisan Alfatihah

Gaya Penulisan Tafsir

Tafsir Alfatihah Gaya Bahasa Populer

4. Bentuk Penulisan Tafsir

Bentuk penulisan tafsir adalah mekanisme penulisan yang menyangkut

aturan teknis dalam penyusunan keredaksian sebuah literatur tafsir. Aturan yang

dimaksud adalah tata cara mengutip sumber, penulisan catatan kaki, penyebutan

buku-buku yang dijadikan rujukan, serta hal-hal lain yang menyangkut konstruksi

keredeksionalan. Dalam kaitan ini, ada dua hal pokok yang dianalisis: (a) bentuk

penulisan ilmiah dan (b) bentuk penulisan non-ilmiah.

(a) Bentuk penulisan ilmiah adalah suatu penulisan tafsir yang sangat ketat

dalam memperlakukan mekanisme penyusunan redaksionalnya. Dalam bentuk ini,

kalimat maupun pengertian yang didapat dari beberapa literatur lain diberi catatan

kaki ataupun catatan perut untuk menunjukkan pada pembaca sumber asli

pengertian yang dirujuk tersebut. Judul, buku, tempat, tahun, penerbit, serta

nomor halaman buku menjadi penting untuk dituturkan dalam bentuk penulisan

ilmiah ini.

(b) Bentuk penulisan non-ilmiah adalah bentuk penulisan tafsir yang tidak

menggunakan kaidah penulisan ilmiah yang mensyaratkan adanya: footnote,

12 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 214 dan 90.

51

Page 64: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

endnote, maupun catatan perut, dalam memberikan penjelasan atas literatur yang

dirujuk. Meskipun tidak menggunakan bentuk penulisan ilmiah, bukan berarti

sebuah karya tafsir lalu diklaim, dari segi isi, tidak ilmiah. Kategori ilmiah dalam

pengertian ini tidak ada kaitannya dengan isi.13

Kesimpulan: Meski dalam Alfatihah ada catatan kaki, tapi tidak seketat

karya ilmiah. Seperti saat mengutip sebuah hadis, Chodjim dalam catatan kakinya

hanya menyebut hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi tertentu tanpa menyebut

nama kitab perawi tersebut, jilid berapa, nama penerbit, tahun penerbitan, dan

halamannya.14

Begitu juga ketika dia merujuk kepada suatu karya tafsir. Dia hanya

menulis ”Thabataba’i dalam Mengungkap Rahasia Alquran menyebutkan bahwa

kata menyentuh bisa diartikan memahami”.15 Dalam footnote tersebut, jelas ia

tidak mencantumkan di halaman berapa kalimat itu berada.

Tabel VII

Bentuk Penulisan Alfatihah

Bentuk Penulisan Tafsir

Tafsir Alfatihah Bentuk Penulisan Non-Ilmiah

5. Sifat Mufasir

Dalam penyusunan sebuah karya tasfir, seseorang bisa melakukannya

secara individual, kolektif-dua orang atau lebih- atau bahkan dengan membentuk

tim atau panitia khusus secara resmi. Dalam konteks sifat mufasir ini, terbagi

menjadi dua bagian: (a) Individual, dan (b) Kolektif atau tim.

13 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 172-174. 14 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 62 dan 63. 15 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 227.

52

Page 65: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

(a) Istilah mufasir individual digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu

karya tafsir lahir dan ditulis oleh satu orang. (b) Pengertian mufasir kolektif untuk

menunjukkan bahwa karya tafsir disusun oleh lebih dari satu orang. Sifat kolektif

ini terbagi menjadi dua bagian: (1) kolektif resmi dan (2) kolektif tidak resmi. (1)

Kolektif yang resmi adalah kolektivitas yang dibentuk secara resmi oleh lembaga

tertentu dalam bentuk tim atau panitia khusus dalam rangka menulis tafsir. (2)

Kolektif yang tidak resmi adalah bentuk kolektif yang tidak bersifat formal dan

dalam kolektivitas itu hanya terdiri dua orang penyusun.16

Kesimpulan: Alfatihah ditulis Achmad Chodjim sendiri.17 Tidak ada

pihak-pihak lain yang membantunya dalam hal penulisan.

Tabel VIII

Sifat Mufasir Alfatihah

Sifat Mufasir

Tafsir Alfatihah Individual

6. Asal-usul dan Keilmuan Mufasir

Asal-usul dan keilmuan mufasir adalah latar belakang seorang mufasir

dalam pendidikan formalnya. Setelah itu, dibedakan apakah ia berangkat dari

disiplin ilmu tafsir al-Quran atau disiplin ilmu non-tafsir al-Quran.18

Kesimpulan: Seperti yang diakuinya sendiri, secara formal studi yang

yang ditempuh Achmad Chodjim bukanlah dari disiplin tafsir al-Quran.

Pendidikan strata 1 ditempuh di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada jurusan

Agronomi dan lulus pada 1987. Lalu ia melanjutkan pendidikan strata 2 ditempuh

16 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 1176-177. 17 Untuk lebih lengkapnya lihat sub-bab III, Masa Penulisan Dan Penerbitan. 18 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 179.

53

Page 66: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

di Sekolah Tinggi Prasetya Mulya, Jakarta, dengan konsentrasi studi manajemen

dan lulus pada 1996.

Meski demikian, sebelumnya Achmad Chodjim pernah nyantri di pondok

pesantren Darul Ulum, Jombang, dan pondok modern Darussalam, Gontor. Saat di

Malang, ia pernah mengaji tafsir dan hadis pada dua guru yang mumpuni dalam

bidangnya masing-masing. Dari keduanya, Chodjim mendapatkan pengetahuan

yang lebih luas dan mendalam tentang al-Quran dan hadis.19

Tabel IX

Asal-usul Keilmuan Mufasir Alfatihah

Asal-usul dan Keilmuan Mufasir

Tafsir Alfatihah Disiplin ilmu Non-Tafsir al-Quran

7. Asal-usul Literatur Tafsir

Asal-usul literatur tafsir di sini ingin menelusuri apakah literatur tafsir itu

ditulis untuk kepentingan akademis di perguruan tinggi,-seperti skripsi, tesis, dan

disertasi- atau hanya sebagai bentuk apresiasi umat Islam atas kitab sucinya.

Asal-usul literatur tafsir al-Quran yang pada mula ditulis untuk

kepentingan akademik adalah untuk memperoleh gelar akademik. Karya tafsir

yang mulanya lahir dari tugas akademik secara umum cukup komprehensif: dari

segi isi, model penulisan, dan bahasa yang digunakan. Ini terjadi karena dalam

dunia akademik, beberapa persyaratan, baik dari segi bentuk penulisan, bahasa,

serta analisa yang digunakan, menjadi persyaratan utama yang harus dipenuhi

seorang penulis. Itu sebabnya, literatur tafsir di Indonesia yang berasal dari tugas

19 Untuk lebih lengkapnya lihat bab III, khususnya sub-bab masa penulisan dan

penerbitan.

54

Page 67: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

akademik memunyai beberapa kelebihan, setidaknya dari segi bentuk penulisan

dan analisis yang digunakan.

Bentuk kedua asal-usul buku tafsir adalah yang ditulis berasal dari

kepentingan akademik. Meskipun bukan dalam konteks kepentingan akademik,

buku tafsir yang termasuk dalam kategori ini bukan berarti tidak ilmiah, baik dari

segi bentuk penulisan, bahasa, maupun analisis yang digunakan. Sebab literatur

tafsir dalam bagian ini, secara substansial juga merupakan karya ilmiah.20

Kesimpulan: Alfatihah bukanlah karya akademis. Alfatihah ditulis

Chodjim sebagai bentuk apresiasinya terhadap surat al-Fatihah dan sebagai

upayanya untuk menyelami makna dan kandungannya. Menurutnya, al-Fatihah

adalah surat yang paling sering dibaca kalangan Muslim. Bagi yang aktif salat, al-

Fatihah dibaca sebanyak 17 kali dalam sehari. Belum lagi pada acara-acara atau

ritus-ritus tertentu seperti tahlilan.

Selain dalam rangka mengapresiasi al-Fatihah, Chodjim juga ingin

menawarkan sebuah tafsir al-Fatihah kepada khalayak yang sesuai dengan konteks

kekinian tapi diulas dengan bahasa yang sederhana. Cocok untuk mereka yang

tidak paham bahasa Arab tapi ingin mengetahui maknanya.21

Tabel X

Asal-usul Alfatihah

Asal-usul Literatur Tafsir

Tafsir Alfatihah Non-Akademik

20 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 182-184. 21 Untuk lebih lengkapnya lihat bab III, khususnya sub-bab masa penulisan dan

penerbitan.

55

Page 68: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

8. Sumber-sumber Rujukan

Sumber-sumber rujukan adalah buku atau tafsir yang dijadikan referensi

oleh seorang mufasir dalam penulisan tafsirnya. Referensinya bisa dari bahasa

tertentu atau terjemahan, generasi tertentu, dan aliran tafsir tertentu. Untuk

menguatkan tafsirnya, seorang mufasir bisa juga merujuk ke buku-buku di luar

tafsir.22

Kesimpulan: Ada sekitar 19 buku yang dijadikan referensi dalam

penulisan Alfatihah oleh Chodjim.23 Di antaranya: [1] Alquran Alkarim. [2] Studi

Ilmu-ilmu Quran, terjemahan Muzakir AS (Bogor dan Jakarta, 2000) karya

Manna Khalil Al-Qatthan. [3] Islamologi (Dinul Islam), terjemahan R, Kaelan dan

H.M. Bachrun (Jakarta, 1996) karya Maulana Muhammad Ali. [4] Qur’an Suci:

Teks Arab, Terjemahan dan Tafsir Bahasa Indonesia, terjemahan H.M. Bachrun

(Jakarta, 1996) karya Maulana Muhammad Ali. [5] Fatwa Alquran tentang Alam

Semesta, terjemahan Mahnun Husein (Jakarta, 2000) karya Aneesuddin.

[6] Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, terjemahan Syihabuddin (Jakarta, 1999)

karya Muhammad Nasib Ar-Rifai. [7] Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta,

1994) karya J.S. Badudu dan Zain S.M. [8] Hans Wehr: A Dictinary of Modern

Written Arabic (3rd ed. New York, 1976) karya J. Milton Cowan. [9] Alquran dan

Terjemahannya (Ed. Revisi, Semarang 1989) karya Departemen Agama RI. [10]

Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow, terjemahan A.

Supratinya (Yogyakarta, 1987) karya Frank. G. Globe.

[11] Mutiara Surat Al-Fatihah (Ciputat, 2000) karya Salman Harun. [12]

Surat al-fatihah, terjemahan Muhammad Ja’far (Surabaya, 1983) karya Syekh

22 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 187-188. 23 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 353-355.

56

Page 69: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Thanthawi Jauhary. [13] Tafsir Surat-surat Pilihan: Mengungkap Hikmah

Alquran, terjemahan M.S. Nasrullah (Jakarta, 1992) karya Murthada Muthahari.

[14] Mahkota Pokok-pokok Hadis Rasulullah Saw, terjemahan Bahrun Abu Bakar

(Bandung, 1996) karya Syekh Manshur Ali Nashif. [15] Sebuah Ijtihad (Jakarta,

1984) karya H.E. Semedi.

[16] Tafsir Al-Qur’an Al-Karim: Tafsir atas Surah-surah Pendek

Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Bandung, 1997) karya M. Quraish Shihab.

[17] The Holy Qur’an: English Translation of the Meaning and Commentary

(Madinah, 1410 H) karya The Presidency of Islamic Researches. [18]

Mengungkap Rahasia Alquran, terjemahan A. Malik Madaniy dan Hamim Ilyas

(Bandung, 1997) karya M. H. Thabathaba’i. [19] Alquran Terjemahan Indonesia

(Jakarta, 1994) karya Tim Disbintalad.

Tabel XI

Sumber-sumber Rujukan Alfatihah

Sumber-sumber Rujukan

1. Buku Tafsir Buku nomor 1, 2, 3, 4, 5,

6, 9, 11, 12, 13, 16, 17,

18, 19.

Tafsir Alfatihah

2. Buku non-Tafsir Buku nomor 7, 8, 10, 14,

15.

57

Page 70: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

B. Aspek Hermeneutik

Dalam sejarah hermeneutik tafsir al-Quran, setidaknya terbagi menjadi

dua: (1) hermeneutika al-Quran tradisional dan (2) hermenenutika al-Quran

kontemporer. Dalam hermeneutika al-Quran tradisional, perangkat metodologi

yang digunakan sebatas pada linguistik dan riwayah. Jadi, belum ada rajutan

sistemik antara teks, penafsir, dan audiens sasaran teks, meskipun unsur triadik ini

telah hidup di dalamnya waktu itu. Sedangkan hermeneutika al-Quran

kontemporer telah melakukan perumusan sistematis unsur triadik tersebut. Di

dalamnya, suatu proses penafsiran tidak lagi berpusat pada teks, tapi penafsir di

satu sisi dan audiens di sisi lain, secara metodologis merupakan bagian yang

mandiri.24 Dalam konteks penggalian dimensi-dalam karya ini, yang bersifat

paradigmatik, di sini diacukan pada tiga variabel pokok: (1) metode penafsiran,

(2) nuansa penafsiran, dan (3) pendekatan tafsir. Dari tiga variabel ini, analisis

Alfatihah dilakukan.

1. Metode Tafsir

Metode tafsir adalah suatu perangkat dan tata kerja yang digunakan dalam

proses penafsiran al-Quran. Perangkat kerja ini, secara teoritik menyangkut dua

aspek penting. Pertama, aspek teks dengan problem semiotik dan semantiknya.

Kedua, aspek konteks di dalam teks yang merepresentasikan ruang-ruang sosial-

budaya yang beragam di mana teks itu muncul. Selain dua aspek ini, seperti yang

terjadi dalam hermeneutika al-Quran tradisional, riwayah juga merupakan satu

variabel yang digunakan untuk menjelaskan makna teks.25

24 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 196. 25 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 196.

58

Page 71: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Dalam kecenderungan umum penafsiran al-Quran, ada dua arah penting

dalam melihat kerangka metodologi yang dipakai, yaitu tafsir riwayat dan tafsir

pemikiran. Selanjutnya akan penulis rinci kedua metode tafsir tersebut.

a. Metode Tafsir Riwayat: Pemahaman Nabi Muhammad Sebagai

Acuan Tunggal

Dalam tradisi studi al-Quran klasik, riwayat merupakan sumber penting

dalam pemahaman teks al-Quran. Sebab, Nabi diyakini sebagai penafsir pertama

terhadap al-Quran. Dalam konteks ini, muncul istilah ’metode tafsir riwayat’.

Pengertian metode riwayat dalam sejarah hermeneutik al-Quran klasik,

merupakan proses penafsiran al-Quran yang menggunakan data riwayat dari Nabi

dan atau sahabat sebagai variabel penting dalam proses penafsiran al-Quran.

Model tafsir ini adalah menjelaskan suatu ayat sebagaimana dijelaskan Nabi dan

atau para sahabat. Ini ditemukan dalam beberapa literatur tafsir klasik, misalnya

Tafsỉr al-Thabảri karya al-Thabari, Tafsỉr al-Qurản al-Azhỉm karya ibn Katsir dan

yang lain.26

Para ulama sendiri tidak ada kesepahaman tentang batasan metode tafsir

riwayat. Al-Zarqani, seperti yang dikutip Gusmian, membatasinya dengan

mendefiniskan sebagai tafsir yang diberikan ayat al-Quran, sunah Nabi, dan para

sahabat. Dalam batasan ini ia jelas tidak memasukan tafsir yang dilakukan para

tabi’in. al-Zhahabi, seperti yang dikutip Gusmian, memasukan tafsir tabi’in dalam

kerangka tafsir riwayat meskipun mereka tidak menerima tafsir secara langsung

dari nabi Muhammad. Tapi nyatanya kitab-kitab tafsir yang selama ini diklaim

sebagai tafsir yang menggunakan metode riwayat, memuat penafsiran mereka,

26 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 197.

59

Page 72: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

seperti Tafsỉr al-Thabảri. Al-Shabuni, seperti yang dikutip Gusmian, memberikan

pengertian lain tentang tafsir riwayat. Menurutnya, tafsir riwayat adalah model

tafsir yang bersumber dari al-Quran, sunah, dan perkataan sahabat. Definisi al-

Shabuni ini tampaknya lebih terfokus pada material tafsir bukan pada metodenya.

Berbeda dengan al-Shabuni, ulama Syiah, seperti yang dikutip Gusmian,

berpendapat bahwa tafsir riwayat adalah tafsir yang dinukil dari Nabi dan para

Imam ahl al-bayt. Hal-hal yang dikutip dari para sahabat dan tabi’in menurut

mereka tidak dianggap sebagai hujjah.

Dari segi material, menafsirkan al-Quran memang bisa dilakukan dengan

menafsirkan antar-ayat, ayat dengan hadis Nabi, dan atau perkataan sahabat.

Namun secara metodologis, bila kita menafsirkan ayat al-Quran dengan ayat yang

lain dan atau dengan hadis tapi proses metodologisnya itu bukan bersumber dari

penafsiran yang dilakukan Nabi, tentu itu semua sepenuhnya merupakan hasil

intelektualisasi penafsir. Oleh karena itu, meskipun data materialnya dari ayat atau

hadis Nabi dalam menafsirkan al-Quran, tentu ini secara metodologis tidak

sepenuhnya disebut sebagai metode tafsir riwayat.27

Lepas dari keragaman definisi yang selama ini diberikan para ulama ilmu

tafsir tentang tafsir riwayat di atas, metode tafsir riwayat bisa didefinisikan

sebagai metode penafsiran yang data materialnya mengacu pada hasil penafsiran

Nabi yang ditarik dari riwayat pernyataan Nabi dan/atau dalam bentuk asbảb al-

nuzủl sebagai satu-satunya sumber data otoritatif’. Sebagai salah satu metode,

model riwayat dalam pengertian yang terakhir ini tentu statis, karena hanya

27 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 198.

60

Page 73: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

bergantung pada data riwayat penafsiran Nabi. Juga harus diketahui bahwa tidak

setiap ayat mempunyai asbảb al-nuzủl.

b. Metode Tafsir Pemikiran: Intelektualitas Sebagai Dasar Tafsir

Al-Qaththan, seperti yang dikutip Gusmian, mencatat bahwa sejak

berakhirnya masa salaf, sekitar abad ke-3 H, peradaban Islam semakin

berkembang dengan dibarengi lahirnya pelbagai mazhab di kalangan umat Islam.

Masing-masing mazhab berusaha meyakinkan pengikutnya dengan memberikan

penjelasan dari ayat-ayat al-Quran. Teks al-Quran, kemudian ditafsirkan dalam

kerangka corak kepentingan dan ideologinya tersebut. Dalam konteks ini, sejarah

tafsir mencatat adanya perkembangan pelbagai corak tafsir. Misalnya muncul

Tafsỉr al-Rảzi dengan corak filsafatnya yang ditulis Fakhr al-Razi, al-Kasysyảf

dengan corak teologi Muktazilahnya yang ditulis al-Zamakhsyari, Tafsỉr al-

Manảr dengan corak sosiologisnya yang ditulis Muhammad Rasyid Ridla dan

seterusnya.28

Namun, dalam konteks pengertian metode tafsir pemikiran yang dimaksud

bukan seperti yang diuraikan oleh al-Qhathan di atas. Metode tafsir pemikiran

didefinisikan sebagai suatu penafsiran al-Quran yang didasarkan pada kesadaran

bahwa al-Quran, dalam konteks bahasa, sepenuhnya tidak bisa lepas dari wilayah

budaya dan sejarah—di samping bahasa itu sendiri memang sebagai bagian dari

budaya manusia. Dalam metode tafsir pemikiran, penafsir berusaha menjelaskan

pengertian dan maksud suatu ayat berdasarkan hasil dari proses intelektualisasi

dengan langkah epistemologis yang mempunyai dasar-pijak pada teks dengan

konteks-konteksnya.

28 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 202.

61

Page 74: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Proses yang bersifat ijtihadi ini, bisa berupa penafsiran teks al-Quran

dalam konteks internalnya dan atau meletakan teks al-Quran dalam konteks sosio-

kulturalnya. Untuk kepentingan ini diperlukan suatu kajian atas medan bahasa

dalam konteks semiotik dan semantiknya yang membawa ide-ide dalam

historisitas masyarakatnya sebagai audiens. Teks al-Quran dengan wacana yang

dikembangkan di dalamnya, juga dikaji sebagai bagian penting dalam proses

perumusan dan penarikan kesimpulan dari gagasan-gagasan yang disampaikan al-

Quran. Teks al-Quran dengan historisitasnya mengharuskan adanya analisis

terhadap bangunan budaya yang ada pada saat teks itu muncul.

Artinya, yang dibangun dalam metode tafsir pemikiran ini adalah aspek

teoritis penafsiran, bahwa memahami teks al-Quran, sejatinya tidak lepas dari

kesadaran pengetahuan ilmiah untuk meletakkannya pada strukturnya sebagai

bahasa yang mempunyai struktur historis dengan wacana-wacana yang dipakai

dan budaya masyarakat yang menjadi audiensnya. Sebab teks al-Quran, dalam

konteks bahasa, merupakan bentuk representasi dan kerterwakilan budaya

masyarakat saat teks diproduksi. Proses pergeseran makna dari satu terma dalam

bahasa (Arab) juga harus dipahami dalam konteks budaya masyarakat ketika

terma itu dipakai. Dengan demikian, untuk memahami al-Quran harus juga

memahami persoalan budaya, wilayah geografi, dan psikologi masyarakat di mana

al-Quran diturunkan dan berdialog dengannya.29

Dengan kerangka teori yang demikian, bukan hanya bahasa dengan

strukturnya yang menentukan sebuah pemahaman atas gagasan yang ada dalam

teks al-Quran. Struktur wacana dan budaya yang melingkupi kemunculan teks

29 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 202.

62

Page 75: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

juga menjadi medan analisis yang sangat penting. Dari sini, kita akan mampu

mengungkap hal-hal implisit dan yang tak terkatakan (maskủt ’anhu) dari teks al-

Quran. Dari situ pula gagasan yang disampaikan al-Quran dapat ditemukan secara

utuh. Jadi, pokok dasar dari metode ini terletak pada bangunan epistemologi tafsir

yang didasarkan bukan semata-mata pada riwayat tapi pada proses intelektualisasi

yang secara epistemologis bisa dipertanggungjawabkan.

Pada metode tafsir pemikiran ini, ada dua variabel pokok yang akan

dijadikan titik tolak. Pertama, variabel sosio-kultural di mana teks al-Quran

muncul dan diarahkan pertama kali. Dalam bagian ini meliputi persoalan

geografis, psikologis, budaya, dan tradisi masyarakat yang menjadi audiens

pertama teks al-Quran. Kedua, adalah struktur linguistik teks. Bagian ini, meliputi

analisis semantik dan semiotik lalu dipaparkan juga metode tafsir ilmiah, sebuah

penafsiran yang didasarkan pada data-data yang secara material diperoleh dari

penemuan sains-ilmiah yang fungsinya untuk mengukuhkan bangunan logika

ilmiah yang dinarasikan al-Quran.

I. Analisis Sosio-Kultural: Melihat al-Quran dari Medan Sosial dan

Budaya

Mesti dipahami bahwa teks al-Quran lahir dan diturunkan Tuhan bukan

dalam ruang hampa tapi dalam sejarah umat manusia (masyarakat Arab). Itu

sebabnya, Fazlur Rahman, seperti yang dikutip Gusmian, menyebutnya sebagai

’respon Ilahi’ melalui pikiran Nabi terhadap situasi sosio-moral dan historis

masyarakat Arab abad ke-7 M.30 Dalam pengertian ini, budaya dan sejarah

30 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 204.

63

Page 76: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

masyarakat Arab sebagai audiens al-Quran menjadi suatu wilayah yang harus

dikaji untuk menemukan gagasan-gagasan pokok al-Quran.

Analisis yang dilakukan itu, tentu tidak hanya bergantung pada asbảb al-

nuzủl. Sebab, asbảb al-nuzủl sendiri tidak sepenuhnya mampu menggambarkan

secara sempurna bangunan sosio-historis masyarakat (Arab) sebagai audiens di

samping memang tidak semua ayat mempunyai asbảb al-nuzủl. Langkah yang

demikian menjadi penting karena dengan pelbagai unsur tersebut teks al-Quran

terbentuk dan dalam konteks itu pula mestinya konsepsi-konsepsi yang

dibangunnya harus dipahami.

Seperti yang terlihat pada rumusan Abu Zayd, yang dikutip Gusmian,

tentang level-level teks al-Quran, konteks sosio-kultural ini—yang terdiri dari

aturan sosial dan kultural dengan semua konvensi, adat istiadat, dan tradisi yang

terekspresikan dalam bahasa teks—merupakan otoritas epistemologis

(marja’iyyah ma’rifiyyah). Sebab, bahasa pada hakekatnya mengandung aturan-

aturan konvensional kolektif yang bersandar pada kerangka kultural. Teks sebagai

sebuah pesan ditujukan kepada masyarakat yang mempunyai kebudayaan sendiri,

konsepsi-konsepsi mental dan kepercayaan kulturalnya sendiri pula.

Analisis sosio-kultural terhadap teks Kitab Suci menjadi penting dalam

rangka memberikan pemahaman yang lebih sesuai. Konsepsi yang dibangun

dalam teks al-Quran dengan demikian menjadi bangunan yang sangat historis dan

kultural sifatnya. Usaha untuk menemukan konsepsi-konsepsi itu, mesti diletakan

dalam medan kesejarahannya. Ada banyak hal yang mesti dilibatkan dalam

analisis sosio-historis ini: masalah wilayah geografis di mana suatu masyarakat

yang menjadi audiens pertama al-Quran itu berada, psikologi dan tradisi yang

64

Page 77: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

berkembang di dalamnya. Dalam hermeneutik al-Quran kontemporer, keterkaitan

antara struktur triadik: teks, penafsir, dan audiens sasaran teks, kemudian menjadi

wilayah penting yang harus dipertimbangkan. Yang terakhir ini, bisa menemukan

signifikansinya bila variabel kultural dan sejarah dalam makna yang luas,

dianalisis secara komprehensif.

II. Analisis Semiotik: Lewat Bahasa Menangkap Makna

Menurut Abu Zayd, seperti yang dikutip Gusmian, bahasa mengandung

aturan-aturan konvensional kolektif yang bersandar pada kerangka kultural. Teks

sebagai sebuah pesan ditujukan kepada masyarakat yang mempunyai kebudayaan

sendiri, konsepsi-konsepsi mental, dan kepercayaan kultural. Konteks percakapan

(siyâq al-takhâtub) yang diekspresikan dalam struktur bahasa (bunyah

lughawiyyah) berkaitan dengan hubungan antara pembicara dan partner bicara

yang didefinisikan karakteristik teks pada satu sisi, dan otoritas tafsir pada sisi

lain.31

Dalam konteks ini, makna-makna dari suatu bahasa yang telah

terkontekstualisasi mengarahkan kita tentang perlunya menganalisis makna dari

kata. Dalam perspektif semiotik, bahasa adalah penanda (signifier) yang terkait

dengan yang ditandai (signified). Bagi Ferdinand de Saussure, seorang ahli

linguistik, seperti yang dikutip Gusmian, bahasa sebagai sistem tanda (sign) hanya

dapat dikatakan sebagai bahasa atau berfungsi sebagai bahasa bila

mengekspresikan atau menyampaikan ide-ide atau pengertian-pengertian

tertentu.32

31 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 211. 32 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 212.

65

Page 78: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Oleh karena itu, bahasa bagi Saussure, seperti yang dikutip Gusmian,

bukanlah sekedar nomenklatur. Tinanda-tinandanya bukanlah konsep yang sudah

ada lebih dulu, tapi konsep-konsep yang dapat berubah-ubah mengikuti perubahan

kondisi yang lain. Tinanda dengan demikian tidaklah mandiri dan otonom yang

masing-masing memiliki esensi atau inti yang menentukannya. Ketinandaan dan

kepenandaan ditentukan oleh ’hubungan-hubungannya’. Dalam hubungan-

hubungan ini, Saussure lalu membaginya menjadi dua. Pertama, hubungan

associattive, atau yang biasa dikenal dengan istilah paradigmatik, dan kedua,

hubungan syntagmatic. Hubungan ini terdapat dalam kata sebagai rangkaian bunyi

maupun sebagai konsep.

Hubungan sintagmatik sebuah kata adalah hubungan yang dimilikinya

dengan kata-kata yang dapat berada di depannya atau di belakangnya dalam

sebuah kalimat, atau juga antar-dua kata, di mana kata pertama muncul sebagai

subjek bagi kata yang kedua. Selanjutnya saat menuturkan sesuatu, kita pada

dasarnya juga memilih suatu kata dari perbendaharaan kata yang kita ketahui dan

kita simpan dalam ingatan. Sebagian kata yang tidak kita pilih dalam ingatan itu

memiliki hubungan asosiatif dengan kata yang kita ucapkan. Hubungan inilah

yang disebut sebagai rangkaian paradigmatik.

Teks al-Quran dalam konteks linguistik juga merupakan sistem tanda yang

merepresentasikan ide-ide sebagai tinandanya. Unsur-unsur kalimat yang ada di

dalamnya juga mengharuskan dipahami dalam konteks hubungan sintagmatik dan

asosiatif tadi. Sebab, dengan cara demikian, makna dari sebuah kata akan

ditemukan yang sesuai dengan konteks kalimat. Sehingga kata yang sama, dalam

hubungan sitagmatik yang berbeda, bisa jadi akan mengungkap makna yang

66

Page 79: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

berbeda dan makna yang berbeda mengantarkan suatu gagasan yang berbeda.

Bahkan bila kita mengacu pada pendapat Jakobson yang menganggap bahwa

’kata’ tidak lagi dianggap satuan linguistik yang paling elementer tapi unsur yang

paling dasar adalah bunyi (fonem), maka kita juga akan menemukan analisis

mendasar dari kata sebagai penanda yang memberikan makna berbeda.33

III. Metode Semantik: Menangkap Pandangan Dunia al-Quran

Gagasan tentang analisis semantik dalam konteks al-Quran mulanya

dipopulerkan Toshihiko Izutsu. Dalam pengertian etimologisnya, semantik adalah

ilmu yang berhubungan dengan fenomena makna dalam pergertian yang lebih luas

dari kata. Begitu luas, sehingga apa saja yang mungkin dianggap memiliki makna

merupakan objek semantik. ’Makna’ dalam pengertian dewasa ini dilengkapi

persoalan-persoalan penting para pemikir yang bekerja dalam pelbagai bidang

kajian, khususnya linguistik itu sendiri, sosiologi, antropologi, psikologi, dan

seterusnya.34

Bagi Izutsu, seperti yang dikutip Gusmian, kajian semantik merupakan

kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan pandangan yang

akhirnya sampai pada pengertian konseptual weltanschauung atau pandangan

dunia masyarakat yang menggunakan bahasa itu. Tidak hanya sebagai alat bicara

dan berpikir tapi lebih penting lagi adalah pengonsepsian dan penafsiran dunia

yang melingkupinya. Semantik dalam pengertian ini, bagi Izutsu merupakan

kajian tentang sifat dan struktur pandangan dunia sebuah bangsa saat sekarang

atau pada periode sejarahnya yang signifikan dengan menggunakan alat analisis

33 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 212. 34 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, penerjemah Agus Fahri Husein,

Supriyanto Abdullah, dan Aminuddin, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2003), h. 2

67

Page 80: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

metodologis terhadap konsep pokok yang telah dihasilkan untuk dirinya sendiri

dan telah mengkristal ke dalam kata kunci bahasa itu.35

Analisis semantik tidak saja berkaitan dengan elemen-elemen suatu

kalimat, atau korelasi antar-kalimat, atau berkaitan dengan perluasan figuratif

dalam arti bentuk gramatikal dan style, seperti yang terjadi dalam analisis

semiotik tapi menyangkut weltanschauung al-Quran, yaitu gagasan dan

pandangan dunia al-Quran yang bisa diperoleh dengan membongkar signifikansi

yang implisit atau yang Abu Zayd sebut sebagai maskût ’anhu di dalam struktur

wacana. Dan analisis teks melalui tanda linguistik haruslah mengungkap yang tak

terkatakan tadi.36

Analisis semantik semacam ini juga merepresentasikan kepentingan dalam

merangkum gagasan al-Quran yang terpecah-pecah. Artinya, konteks internal al-

Quran, juga berkaitan dengan ’ketakintegralan’ struktur teks al-Quran dan

pluralitas wacananya. Ketakintegralan ini terjadi karena adanya perbedaan antara

urutan teks (tartỉb al-ajzả) dan urutan pewahyuan (tartỉb al-nuzủl), di samping

memang teks al-Quran pada hakikatnya bersifat plural dan tidak mungkin

memahaminya kecuali dengan mempertimbangkan level spesifiknya. Level

spesifik ini berkaitan dengan konteks pewahyuan yang didasarkan pada fakta-

fakta yang masing-masing bagian mempunyai konteks dan bahasanya sendiri

karena audiensnya berbeda-beda.

IV. Metode Sains Ilmiah: Relevansi al-Quran dengan Perkembangan

Teknologi Sains Ilmiah

35 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 220. 36 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 220.

68

Page 81: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Metode tafsir ilmiah adalah pemahaman atas teks al-Quran dengan

menggunakan data hasil observasi ilmiah sebagai variabel penjelas. Dalam tradisi

tafsir, model ini bukanlah hal baru. Thantawi Jawhari, dalam al-Jawảhir-nya,

misalnya, adalah penafsir yang dikenal kuat dalam menggunakan metode tafsir

ilmiah ini. Dalam tafsirnya itu, ia menggunakan pelbagai data ilmiah sebagai

variabel dalam menjelaskan ayat al-Quran.37

Usaha menjelaskan ayat al-Quran dengan metode ilmiah ini bisa dipahami,

mengingat dalam al-Quran sendiri terdapat banyak isyarat ilmiah. Yang menjadi

persoalan adalah manakah yang lebih dulu: pemahaman ilmiah baru dicarikan

justifikasi pada al-Quran ataukah pemahaman al-Quran yang kemudian

mendorong riset keilmuan? Tampaknya yang pertama yang banyak terjadi selama

ini. Dalam konteks ini muncul problem krusial: bagiamana bila teori ilmiah yang

dijadikan penjelas, tadinya diyakini final berkesesuaian dengan al-Quran ternyata

mengalami anomali dan tidak valid, sebab penemuan ilmiah tidak saja terus

berkembang tapi juga berubah.

C. Metode Interteks

Dalam sebuah teks selalu ada teks-teks lain. Oleh karena itu, setiap teks

secara niscaya merupakan sebuah interteks. Proses interteks bisa tampil dalam dua

bentuk. Pertama, teks-teks lain yang ada di dalam tersebut diposisikan sebagai

anutan dalam proses tafsir, sehingga fungsinya sebagai penguat. Kedua, teks-teks

di dalam teks tersebut diposisikan sebagai teks pembanding atau bahkan sebagai

objek kritik untuk memberikan suatu pembicaraan baru yang menurutnya lebih

37 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 226.

69

Page 82: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

sesuai dengan dasar dan prinsip epistemologis yang bisa dipertanggung-

jawabkan.38

Kesimpulan: Chodjim jelas tidak menggunakan metode yang

memanfaatkan data riwayat sebagai variabel utamanya, apalagi satu-satunya

dalam menafsirkan al-Fatihah. Data riwayat digunakannya di bab I, Penduhuluan,

ketika ia menjelaskan di mana surat ini diturunkan, nama-nama lain al-Fatihah—

seperti Umm al-Kitảb, Umm al-Qurản, dan Surah al-Syifả--, serta pentingnya al-

Fatihah dalam salat.39 Di bab III, Segala Puji Kepunyaan Allah, ia mengutip data

riwayat tentang musyarawah yang dilakukan Nabi dan para sahabat terkait isu

tawanan pasca perang Badr, riwayat yang terakhir tidak ada kaitan langsung

dengan surat al-Fatihah.40 Selebihnya, Chodjim mengutip hadis-hadis dari

Bukhari dan Muslim.

Lalu apakah Alfatihah dari sisi metodenya termasuk kategori metode

pemikiran? Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, dalam metode

pemikiran ada beberapa sub, yakni analisis sosio-kultural, analisis semiotik,

metode semantik, metode sains-ilmiah, dan lain-lain. Mari telusuri satu per satu.

Dalam analisis sosio-kultural, konsepsi yang terbangun dalam teks al-Quran

menjadi bangunan yang sangat historis dan kultural sifatnya. Dengan kerangka

itu, maka Alfatihah tidak masuk dalam sub-kategori ini. Mengapa? Sebab dalam

analisisnya Chodjim tidak menggambarkan bagaimana kondisi masyarakat Arab

ketika menerima surat al-Fatihah dari sisi psikologi dan tradisi yang berkembang

di dalamnya ketika itu. Dalam konteks ini, asbảb al-nuzủl tentu tidak berbicara

banyak tentang hal-hal tadi. Bahkan dalam kasus asbảb al-nuzủl al-Fatihah, ada

38 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 228. 39 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 20-23. 40 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 64-65.

70

Page 83: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

ketidakpastian di mana dan kapan persisnya al-Fatihah diturunkan. Untuk

mengatasi permasalahan ini, Dawan Rahardjo, misalnya, merekomendasikan

buku-buku sejarah seperti Kitảb Sirảh Rasủl Allah karya ibn Hisyam dan

Muhammad at Mecca dan Muhammad at Madina karya Montgomery Watt.41

Analisis semiotik yang menitikberatkan pada bahasa untuk menangkap

makna dan metode sains-ilmiah tampaknya juga tidak dominan dalam tafsir

Alfatihah. Yang paling memungkinkan menurut penulis adalah metode semantik.

Meski demikian, sebenarnya metode semantik tidak akan bisa berdiri utuh tanpa

ditopang dengan analisis-analisis lainnya, seperti linguistik, sosiologis, psikologis,

dan lain-lain. Dengan kerangka di atas, mari perhatikan bagaimana Chodjim

menafsirkan terma shirâth al-mustaqîm.

Ia mencatat terma shirâth terulang dalam al-Quran sebanyak 44 kali. Dari

44 kali, hanya 32 kali yang terulang dalam al-Quran dengan lengkap. Kemudian,

Chodjim menyajikan beberapa ayat yang di dalamnya terdapat terma tadi. (1)

Allah memberi petunjuk Musa dan Harun untuk menyelamatkan Bani Israil

seperti yang tertulis pada Q.S. 37:118, ”Dan Kami tunjuki keduanya jalan yang

lurus”. (2) Petunjuk Tuhan mengantarkan manusia kepada jalan yang lurus. Hal

ini diungkapkan pada Q.S. 2:213. 42

(3) Barang siapa yang berpegang teguh kepada Allah, bukan mengikuti

dorongan hawa nafsu, berarti ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Perhatikan firman-Nya Q.S. Perhatikan firman-Nya Q.S. 3:101 dan 19:36. (4) al-

Quran adalah kitab yang memberi petunjuk manusia ke jalan yang lurus, yang

mengeluarkan orang-orang dari kegelapan kepada cahaya yang terang, sehingga

41 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Quran: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramadina dan Jurnal Ulumul Qur’an, 2002), h. 650.

42 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 226.

71

Page 84: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

sampai kepada kesalamatan hidup. Lihat Q.S. 5:16 dan 42:52. (5) Kehendak

Tuhan itu selalu berada di atas jalan yang lurus. Itu artinya, Allah tidak pernah

merugikan hamba-Nya sedikitpun. Orang yang mengingkari ayat-ayat-Nya akan

dibiar sesat dalam hidupnya. Sebaliknya, mereka yang berusaha memamahi ayat-

ayat-Nya akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus. Artinya, kehendak

Tuhan bergantung pada pilihan manusia. Perhatikan Q.S. 6:39, 10:25, dan 24:46.

(6) Jalan lurus berarti agama yang benar, seperti yang dipraktekan nabi

Ibrahim. Dengan kebijakan yang dimilikinya, Ibrahim mampu mencari Tuhan

melalui pemahaman alam yang pada ujungnya bahwa Tuhanlah yang berada di

balik alam ini. Jalan hidup yang dilaluinya disebut jalan lurus, doktrin (millah)

yang lurus atau agama yang lurus. (7) Para rasul, para utusan Tuhan adalah

mereka yang berada di jalan yang lurus, seperti yang diungkapkan pada Q.S. 36:4.

(8) Tuhan adalah Dia yang senantiasa ada di jalan yang lurus, seperti yang

dinyatakan-Nya sendiri Q.S. 11:56.

Analisis semantik mengandaikan adanya keharusan kajian kebahasaan

secara umum, baik dalam konteks bagaimana sebuah kata dipakai menjadi terma

kuci dalam al-Quran atau proses perkembangan dan perluasan medan semantiknya

yang menjadi bangunan dasar dalam perumusan pandangan dunia al-Quran.

Dalam Alfatihah, ayat-ayat yang terkait dengan shirâth al-mustaqîm tidak

diperlihatkan perkembangan dan perluasan medan semantiknya. Walhasil,

paparan ayat-ayat tadi kurang menjadi menjadi bangunan utuh yang memberikan

pengertian tertentu dari pandangan dunia al-Quran. Sebagai bukti, Chodjim

akhirnya berkesimpulan bahwa jalan lurus adalah jalan keselamatan bersama.

Jalan lurus adalah jalan yang penuh keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.

72

Page 85: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Metode konflik yang diterapkan dalam kepemimpinan adalah bertentangan

dengan jalan lurus. Artinya, manusia tidak boleh menghalalkan segala cara untuk

mencapai tujuannya. 43

Layaknya karya tafsir lainnya, Alfatihah juga mengutip beberapa karya

tafsir yang representatif sebagai sumber rujukan.44 Ini dalam rumusan Gusmian

disebut dengan interteks. Kebanyakan karya-karya tafsir yang dirujuk Chodjim

untuk menguatkan pendapatnya dan bukan untuk dijadikan objek kritik sehingga

memberikan pembacaan baru. Sebagai contoh, tulisan Chodjim yang dirujuk dari

Shihab: ”Menguncapkan basmalah berarti kita menyatakan ’saya berbuat dengan

nama Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang’. Atau, saya bertindak

atau bekerja dengan nama Tuhan Yang Rahman dan Rahim”.45

Tabel XII

Metode Alfatihah

Metode Tafsir

Tafsir Alfatihah Metode Interteks

2. Nuansa Tafsir

Yang dimaksud dengan nuansa tafsir adalah ruang dominan sebagai sudut

pandang dari suatu karya tafsir. Misalnya, nuansa kebahasaan, teologi, sosial-

kemasyarakatan, psikologis, dan seterusnya. Uraian berikut akan memandu

penulis untuk meletakan posisi tafsir Afatihah. Proses analisis dengan pemetaan

nuansa tafsir ini lebih didasarkan pada variabel dominan di dalam karya tafsir.

43 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 232. 44 Untuk melihat karya-karya tafsir yang dijadikan rujukan oleh Chodjim bidik halaman

64 di bab ini. 45 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 25.

73

Page 86: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

a. Nuansa Kebahasaan

Ketika teks al-Quran diwahyukan dan dibaca Nabi, ia sesungguhnya telah

tertransformasi dari sebuah tek ilahi (nash ilâhi) menjadi sebuah konsep (mafhûm)

atau teks manusia (nash insâni). Sebab, secara langsung berubah dari wahyu

(tanzîl) menjadi interpretasi (ta’wîl). Dari sini makna-makna yang dikonsepsikan

harus dilihat dari konteks bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Arab. Dalam

konteks ini, analisis bahasa menjadi signifikan.

Dalam hermeneutik al-Quran kontemporer langkah semacam ini adalah

bagian pokok dari kerja interpretasi. Dalam satu kasus, bisa jadi satu karya tafsir

memilih langkah analisis kebahasaan ini sebagai variabel utama. Dalam konteks

inilah nuansa kebahasaan itu dimaksud, yakni proses interpretasi dalam karya

tafsir yang dominan digunakan adalah analisis kebahasaan.

b. Nuansa Sosial-Kemasyarakatan

Muhammad Abduh, seperti yang dikutip Gusmian, pernah mengatakan

bahwa pada hari akhir nanti Allah akan menanyai manusia mengenai pendapat

para mufasir dan tentang bagaimana mereka memahami al-Quran. Tapi Ia akan

menanyakan kepada kita tentang kitab-Nya yang Ia wahyukan untuk membimbing

dan mengatur manusia. Terhadap pernyataan Abduh ini, J.J.G. Jansen

menyimpulkan bahwa dengan maknanya yang praktis bukan hanya untuk ulama

profesional. Abduh menginginkan pembacanya, masyarakat awam maupun ulama,

menyadari relevansi terbatas yang dimiliki tafsir-tafsir tradisional tidak akan

memberikan pemecahan terhadap masalah-masalah penting yang mereka hadapi

sehari-hari. Ia ingin meyakinkan pada para ulama bahwa mereka seharusnya

74

Page 87: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

membiarkan al-Quran berbicara atas namanya sendiri bukan malah diperumit

dengan penjelasan-penjelasan dan keterangan-keterangan yang subtil.46

Nuansa sosial kemasyarakatan adalah tafsir yang menitikberatkan

penjelasan ayat al-Quran dari: (1) segi ketelitian redaksinya, (2) kemudian

menyusun kandungan ayat-ayat tersebut dalam suatu redaksi dengan tujuan utama

memaparkan tujuan-tujuan al-Quran, aksentuasi yang menonjol pada tujuan utama

yang diuraikan al-Quran, dan (3) penafsiran ayat dikaitkan dengan sunatullah

yang berlaku dalam masyarakat.

Seperti yang dilakukan Abduh, yang dikutip Gusmian, nuansa tafsir sosial

kemasyarakatan ingin menghindari adanya kesan cara penafsiran yang seolah-olah

menjadikan al-Quran terlepas dari akar sejarah kehidupan manusia, baik secara

individu ataupun sebagai kelompok. Akibatnya, tujuan al-Quran sebagai petunjuk

dalam kehidupan manusia terlantar.

c. Nuansa Teologi

Nuansa teologis yang dimaksud di sini berbeda pengertiannya dengan apa

yang terjadi sebagaimana dalam sejarah teologi klasik yang meletakan pelbagai

paham teologi menjadi variabel dalam menafsirkan al-Quran. Dalam konteks ini,

konsep teologi yang secara harfiah berarti studi tentang Tuhan dimaksudkan

sebagai nuansa atau corak yang menempatkan sitem keyakinan ketuhanan dalam

Islam sebagai variabel tema penting dalam bangunan tafsir. Pengertian teologi di

sini jauh lebih sekedar keyakinan ketuhanan tapi lebih dipandang sebagai suatu

disiplin kajian yang membicarakan tentang persoalan hubungan manusia dengan

Tuhannya.

46 J.J.G. Jansen, Diskursus Tafsir al-Quran Modern, penerjemah Hairussalim dan Syarif

Hidayatullah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), h. 28.

75

Page 88: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Ranah nuansa teologis ini mengungkap pandangan al-Quran secara

komprehensif tentang keyakinan dan sistem teologi. Namun dalam proses yang

dilakukan bukan dalam rangka pemihakan terhadap kelompok tertentu, yang

sudah terbangun mapan dalam sejarah, tapi lebih pada upaya menggali secara

serius bagaimana al-Quran berbicara dalam soal-soal teologis itu dengan melacak

terma-terma pokok, serta konteks-konteks dari penggunaa terma itu dalam al-

Quran.

d. Nuansa Sufistik

Dalam tradisi ilmu tafsir al-Quran klasik, tafsir yang bernuansa sufistik

sering didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat-

ayat al-Quran dari sudut esoterik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang

tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. Tafsir yang menggunakan corak

pembacaan jenis ini ada dua macam: (1) yang didasarkan pada tasawuf nazhâri

(teoritis) yang cenderung menafsirkan al-Quran berdasarkan teori atau paham

tasawuf yang umumnya bertentangan dengan makna lahir ayat dan menyimpang

dari pengertian bahasa, (2) didasarkan pada tasawuf amâli (praktis), yaitu

menakwilkan ayat-ayat al-Quran berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak

oleh sufi dalam suluknya.

Jenis tafsir sufi yang kedua ini oleh para ahli tafsir disebut tafsỉr isyảrỉ.

Menurut para ahli, jenis tafsir ini dapat diterima dengan syarat: (1) tidak

bertentangan dengan lahir ayat, (2) mempunyai dasar rujukan dari ajaran agama

yang sekaligus berfungsi sebagai penguatnya, (3) tidak bertentangan dengan

ajaran agama dan akal, (4) tidak menganggap bahwa penafsiran model ini yang

paling benar sesuai yang dikehendaki Tuhan.

76

Page 89: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Tokoh dalam corak tafsir ini menurut ’Ali al-Awsi, seperti yang dikutip

Gusmian, adalah Muhyiddin Ibn ’Arabi (w. 638 H). Hal ini bisa dilihat ketika Ibn

’Arabi menafsirkan firman Allah Q.S. al-Rahman [55]:19, ”Dia membiarkan dua

lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu”. Ibn ’Arabi mengatakan

bahwa yang dimaksud dengan dua lautan oleh ayat tersebut lautan subtasnsi raga

yang asin dan pahit serta lautan ruh yang murni, yang tawar dan segar, yang

keduanya saling bertemu di dalam wujud manusia.47

Tafsir sufi ini sebetulnya sangat terkait dengan ta’wỉl. Seperti

dikonsepsikan Abu Zayd, ta’wîl berkaitan dengan proses penguakan dan

penemuan yang tdak dicapai melalui jalan tafsîr. Sebab, ta’wîl melakukan

penjelasan makna-dalam dan yang tersembunyi dari al-Quran, sedangkan tafsîr

menjelaskan ’yang luar’ dari al-Quran.

e. Nuansa Psikologis

Al-Quran memang bicara banyak hal meskipun bukan semua hal. Masalah

psikologi manusia juga tidak luput dari pembahasan al-Quran. Dalam konteks ini,

pengertian nuansa psikologis yang dimaksud adalah suatu nuansa tafsir yang

analisisnya menekankan pada dimensi psikologis manusia.

Kesimpulan: Dari beberapa macam nuansa yang dicirikan oleh Gusmian,

penulis menilai bahwa Alfatihah lebih dekat dengan nuansa sosial-

kemasyarakatan. Ini bisa dilihat dari motivasi awal sang pengarang.48

Karena Alfatihah lebih dekat dengan nuansa sosial-kemasyarakatan, maka

tafsir ini penuh dengan himbauan-himbauan moral yang terdapat dalam surat al-

Fatihah. Sebagai contoh, saat memulai menafsirkan ayat ihdinả al-shirâth al-

47 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 245. 48 Wawancara pribadi dengan Achmad Chodjim. Pamulang, 15 Februari 2010.

77

Page 90: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

mustaqîm, Chodjim menulis: ”Bila kita mohon diberi petunjuk, maka pikiran kita

harus dalam suasana yang jernih. Pikiran yang kusut, hati yang gundah, sulit

menerima petunjuk.” Masih dalam ayat tersebut Chodjim menulis: ”Pada ayat ke-

5, pernyataan beribadah dan minta pertolongan ternyata tidak bersifat singular

(tunggal). Tetapi berbentuk plural (jamak). Kita tidak menyatakan, ’Hanya

kepada Engkau aku beribadah dan hanya kepada Engaku aku meminta

pertolongan’. Juga kita mengatakan, ’Tunjukilah kami jalan yang lurus’ dan

bukan ’Tunjukilah aku jalan yang lurus’. Apa artinya ini? Ini artinya manusia

hidup di dunia tidak bisa sendirian. Manusia adalah zoon politikon, mahluk

bermasyarakat”.49

Tabel XIII

Nuansa Alfatihah

Nuansa Tafsir

Tafsir Alfatihah Nuansa Sosial-Kemasyarakatan

3. Pendekatan Tafsir

Pengertian pendekatan tafsir dimaknai sebagai titik pijak keberangkatan

dari proses tafsir. Itu sebabnya, dengan pendekatan tafsir yang sama bisa saja

melahirkan corak tafsir yang berbeda-beda.50 Ada dua pendekatan: (1)

berorientasi pada teks dalam dirinya yang kemudian disebut pendekatan tekstual

dan (2) berorientasi pada konteks pembaca (penafsir) yang kemudian disebut

pendekatan kontekstual.

a. Pendekatan Tekstual: Teks al-Quran sebagai Pusat

49 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 213 dan 223. 50 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 248.

78

Page 91: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Dalam pendekatan tekstual, praktik tafsir lebih berorientasi pada teks

dalam dirinya. Kontekstualitas suatu teks lebih dilihat sebagai posisi suatu wacana

dalam konteks internalnya atau intra-teks. Pandangan yang lebih maju dalam

konteks ini adalah bahwa dalam memahami suatu wacana/teks, seseorang harus

melacak konteks penggunaan pada masa teks itu muncul. Ahsin Muhammad

misalnya, sebagaimana yang dikutip Gusmian, menegaskan bahwa

kontekstualisasi pemahaman al-Quran merupakan upaya penafsir dalam

memahami bukan melalui harfiah teks tapi dari konteks (siyảq) dalam melihat

faktor-faktor lain, seperti situasi dan kondisi ayat al-Quran itu diturunkan. Dengan

demikian, penafsir harus mempunyai cakrawala pemikiran yang luas, seperti

mengetahui sejarah hukum Islam secara detail, mengetahui situasi dan kondisi

pada waktu hukum itu ditetapkan, mengetahui ’illah dari suatu hukum, dan

seterusnya.

Jadi, pengertian kontekstualitas dalam pendekatan tekstual cenderung

bersifat kearaban karena teks al-Quran turun pada masyarakat Arab. Ini artinya,

masyarakat Arab sebagai audiesnya. Dengan demikian, suatu tafsir yang

menggunakan pendekatan tekstual ini biasanya analisisnya cenderung bergerak

dari refleksi (teks) ke praksis (konteks). Itupun, praksis yang menjadi muaranya

adalah lebih bersifat kearaban tadi sehingga pengalaman lokal (sejarah dan

budaya) di mana penafsir dengan audiensnya berada tidak menempati posisi yang

signifkan atau bahkan sama sekali tidak punya peran.

b. Pendekatan Kontekstual: Realitas Kehidupan sebagai Medan

Keberangkatan Penafsiran

79

Page 92: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Pendekatan kedua adalah pendekatan yang berorientasi pada konteks

pembaca (penafsir) teks al-Quran. Model pendekatan ini disebut pendekatan

kontekstual. Dalam pendekatan ini, kontekstualitas dalam pendekatan tekstual,

yaitu latar belakang sosial historis teks muncul dan diproduksi menjadi variabel

penting. Namun semuanya itu, dan ini yang penting, harus ditarik ke dalam

konteks pembaca (penafsir) itu hidup dan berada dengan pengalaman budaya,

sejarah, dan sosialnya sendiri. Oleh karena itu, sifat gerakannya adalah dari bawah

ke atas: dari praksis (konteks) menuju refleksi (teks).

Dalam tradisi hermeneutik al-Quran kontemporer, Farid Esack, seperti

yang dikutip Gusmian, adalah salah satu contoh yang baik dalam pendekatan ini.

Hermeneutik al-Quran, oleh Esack ditempatkan dalam ruang sosial di mana dia

berada sehingga sifatnya bukan lagi kearaban yang bersifat umum. Ia adalah di

antara Muslim Afrika yang merumuskan hermeneutik al-Quran yang berporos

pada pembebasan dan persamaan dengan mempertimbangkan aspek kontekstual

(sosial sejarah) di mana ia hidup dan berada. Bagi Esack, tidak ada tafsir dan

takwil yang ’bebas nilai’. Penafsiran mengenai al-Quran, bagaimanapun, adalah

eisegsis—memasukan wacana asing ke dalam al-Quran (reading into)—sebelum

exegesis—mengeluarkan wacana dari al-Quran (reading out).51

Kesimpulan: Chodjim dalam menafsirkan Alfatihah lebih berorientasi

pada teks dalam dirinya. Makanya suatu teks dilihat sebagai posisi wacana dalam

konteks internalnya atau intra teks. Hal-hal di luar teks seperti konteks sosial yang

meliputi dirinya tidak menjadi perhatiannya atau tidak mempengaruhinya dalam

proses menafsirkan al-Fatihah.

51 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 250.

80

Page 93: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Kalaupun ada komentarnya tentang kondisi sosial politik dalam

penafsirannya pada satu ayat dalam surat al-Fatihah hanyalah komentar umum

dan tidak untuk kasus yang spesifik. Seperti ”Banyak orang dengan dalih

membela Allah, melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji. Banyak orang

yang ingin memberantas kemaksiatan tanpa memperdulikan tata tertib dan etika

dalam masyarakat. Banyak orang yang ingin memberantas kemungkaran dengan

main hakim sendiri. Manusia harus memuliakan Tuhan dengan budi luhur atau

ahlak karimah.”52

Atau komentarnya tentang kehidupan politik yang kotor saat ini di mana

banyak para politisi yang mengedepankan perebutuan kekuasaan. Menurutnya,

para politisi itu secara tidak sadar telah terjebak dalam permainan yang penuh

dosa dan pelanggaran.53

Tabel XIV

Pendekatan Alfatihah

Pendekatan Tafsir

Tafsir Alfatihah Pendekatan Tekstual

C. Catatan Kritis

Sebelum memasuki bab kesimpulan dan saran, ada beberapa kritik yang

patut penulis sampaikan di sini terhadap Alfatihah. Pertama, Achmad Chodjim

cukup ‘pelit’ untuk menyebut sumber-sumber yang dirujuknya dalam footnote.

Agak sulit bagi penulis untuk melihat sejauh mana pengaruh rujukan-rujukan tadi

dalam Alfatihah. Dari 160 footnote, kebanyakan Chodjim merujuk kepada teks al-

52 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 173. 53 Ahmad Chodjim, Alfatihah, h. 176.

81

Page 94: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Quran, kitab hadis tertentu, buku keilmuan tertentu, kamus bahasa asing, dan

sebuah majalah.

Penulis mencatat ada 12 footnote yang merujuk langsung pada penafsir

lain. Seperti M. Quraish Shihab, Tafsir al-Quran Karim sebanyak 4 kali. Maulana

Muhammad Ali, Quran Suci sebanyak 4 kali. Tafsir ibn Katsir 1 kali. Mir

Aneesudin, Fatwa al-Quran tentang Alam Semesta 1 kali. Terakhir, Thabathaba’i,

Mengungkap Rahasia Alquran54 1 kali.

Saat penulis tanya, dalam sebuah wawancara, mana di antara karya-karya

tafsir tadi yang menjadi sumber dominan dalam proses penafsiran, Chodjim

menjawab tidak ada. Baginya seorang penulis/penafsir tidak harus terpaku pada

satu sumber, malah kalau bisa seorang penulis/penafsir harus merujuk ke

sebanyak mungkin sumber. Pertanyaannya, apakah salah jika ada salah satu

sumber yang dominan sebagai rujukan dalam menafsir? Yang salah menurut

penulis adalah jika seorang penulis/penafsir merujuk ke sebuah sumber tanpa

mempertimbangkan apakah hasil penafsiran dalam sebuah sumber tadi masih

relevan dengan zamannya atau tidak.

Kedua, dilihat dari sejarah penulisannya, Alfatihah ditulis Chodjim pada

akhir 1999 sampai awal 2000. Lalu pada 2000 juga, Alfatihah diterbitkan pertama

kali oleh Gramedia dan beralih ke Serambi pada Maret 2003.

Kalau kita coba mengingat kembali, fase 1999-2000 adalah fase yang

sangat rawan bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada 1997 akhir, ekonomi

Indonesia bangkrut. Lalu timbul kepanikan massal—harga-harga yang terus naik,

pengangguran meluas, nilai tukar Rupiah atas Dollar AS yang terus melemah, dan

54 Dalam footnote nomor 133 yang tercantum dalam kitab itu tidak dituliskan nama buku yang dimaksud. Buku Menungkap Rahasia Alquran, penulis ambil dari daftar sumber rujukan yang tertulis. Ahmad Chodjim, Alfatihah; Membuka Mata Batin, h. 277 dan 355.

82

Page 95: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

83

kerusuhan di kota-kota besar serta kekerasan yang dialami etnis Tionghoa—yang

berujung pada penjatuhan Soeharto di pertengahan 1998.

Pada 1999 kekerasan dan konflik terus berlanjut di Indonesia. Di lokasi-

lokasi tertentu terjadi peristiwa yang mengerikan: Muslim membunuh orang

Kristen dan sebaliknya. Desas-desus kekerasan dan konflik tadi membangkitkan

tindakan pembalasan oleh warga sesama agama di lokasi yang lain, seperti yang

terjadi di Maluku.55

Kenyataan-kenyataan yang terjadi di Indonesia secara umum pada periode

penulisan Alfatihah, 1999-2000, tidak masuk dalam fokus penafsiran Chodjim.

Pertanyaannya, bukankah seorang penulis/penafsir memiliki tanggung jawab

moral untuk mengubah kenyataan-kenyataan yang dianggapnya tidak ideal pada

zamannya?

Terkait dengan surat al-Fatihah, Chodjim mestinya bisa memberikan

penafsiran terhadap ayat al-Rahmản al-Rahỉm yang sesuai dengan kenyataan pahit

pada fase itu. Bukankah kekerasan terjadi ketika cinta kasih sudah lenyap dalam

diri kita? Berangkat dari proposisi ini, pengertian al-Rahmản al-Rahỉm seharusnya

bisa dielaborasi untuk memininalisir potensi dan endemi kekerasan pada saat itu.

Sebagai bacaan populer, Alfatihah selayaknya bisa turut membantu menyemai

kembali cinta kasih yang mulai layu.

55 Donald K. Emmerson, Pemilu dan Kekerasan: Tantangan Tahun 1999-2000 dalam

Donald K. Emmerson (ed) Indonesia Beyond Soeharto, terjemahan Perikles Kattopo dan Ketut Arya Mahardika (Jakarta: Gramedia dan The Asian Foundation Indonesia, 2001), h. 65.

Page 96: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan terkait analisis metodologi tafsir

Alfatihah karya Achmad Chodjim dengan menggunakan rumusan Islah Gusmian,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, dari sisi teknis penulisan, Alfatihah masuk dalam kategori

tematik klasik untuk sistematika penulisannya. Sedangkan dalam bentuk

penyajiaan, Alfatihah masuk dalam kategori global. Gaya bahasa populer adalah

gaya bahasa yang digunakan dalam penulisan Alfatihah. Karena asal-usul

Alfatihah bukan berasal dari ruang akademik, maka bentuk penulisannya yang

digunakan adalah bentuk penulisan non-ilmiah. Achmad Chodjim adalah satu-

satunya penulis Alfatihah dan latar belakangan pendidikannya bukan berangkat

dari disiplin ilmu tafsir al-Quran. Untuk sumber rujukan, Alfatihah mengambil

dari karya tafsir modern dan buku-buku non-tafsir.

Dari sisi hermeneutis, Alfatihah menggunakan metode interteks. Nuansa

sosial-kemasyarakatan adalah ruang dominan yang dijadikan sudut pandang

dalam menafsirkan al-Fatihah. Lalu, pendekatan yang digunakan Alfatihah adalah

pendekatan tekstual.

Kedua, pada dekade 1990-an, kajian al-Quran tidak lagi menjadi ‘ruang

privat’ sarjana-sarjana Muslim yang berasal dari lingkungan perguruan tinggi

agama dan lebih spesifik lagi yang berkonsentrasi di ilmu tafsir al-Quran. Sebut

84

Page 97: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

saja nama Jalaluddin Rakhmat, Dawam Rahardjo, Syu’bah Asa, atau yang lebih

awal H.B. Jassin. Tapi itu sebenarnya bukan fenomena khas Indonesia. Sayyid

Qutb yang konsentrasi studinya bukan studi ilmu al-Quran, melainkan studi sastra,

telah menulis tafsir Fî Dzilâl al-Qurân yang sampai sekarang tetap dijadikan

pegangan bagi sebagian kelompok Islam di Indonesia. Begitupun Abu al-A’la al-

Maududi. Dia semula tidak tertarik untuk mempelajari studi agama. Dia lebih

tertarik dengan dunia politik dan jurnalistik. Baru setelah dia merasa ingin

kembali di bawah panduan agama, ia lantas menulis Tafhîm al-Qurân.

Sejauh yang penulis ketahui, dalam sejarah ulûm al-Qurân tidak ada lagi

entitas selain tafsir dan takwil sebagai usaha untuk menggali makna yang terdapat

dalam al-Quran. Oleh sebab itu, sampai sekarang penulis tidak pernah mendengar,

misalnya, kata tafhîm di awal karya yang ingin mendalami al-Quran. Kalaupun

Alfatihah dinilai bukan seperti karya-karya tafsir lain yang mendalam dan penuh

dengan pelbagai analisis, biarkan itu menjadi proses intelektual dari pergumulan

Achmad Chodjim dengan al-Quran. Lagi pula, pembaca bisa menjadi wasit bagi

dirinya sendiri untuk menentukan mana karya yang bermanfaat dan mana yang

tidak.

Tabel XVI

Metodologi Tafsir Alfatihah

ASPEK TEKNIS PENULISAN ASPEK HERMENEUTIK

Sistematika Penyajian Tafsir Metode tafsir

Tematik Klasik Metode Interteks

Bentuk Penyajian Tafsir Nuansa Tafsir

85

Page 98: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Bentuk Penyajian Global Nuansa Sosial Kemasyarakatan

Gaya Bahasa Penulisan Tafsir Pendekatan Tafsir

Gaya Bahasa Populer

Bentuk Penulisan Tafsir

Non-Ilmiah

Sifat Mufasir

Individual

Keilmuan Mufasir

Disiplin non-Ilmu Tafsir al-Quran

Asal Usul Literatur Tafsir

Non-Akademik

Sumber-sumber Rujukan

Buku-buku Tafsir Klasik dan Modern

serta Buku-buku Non-Tafsir

Tekstual

B. Saran

Dengan segala keterbatasan dan kendala dalam penelitian ini, maka

kiranya di sini ada beberapa hal yang perlu dijadikan bahan pertimbangan bagi

pihak-pihak lain yang berkaitan. Berikut beberapa pertimbangan tersebut:

Pertama, maraknya karya tafsir yang ditulis oleh sarjana Muslim

Indonesia seharusnya menjadi kesempatan bagi mereka yang berkepentingan

untuk lebih mengembangkan lagi studi al-Quran di dalam negeri. Tentu akan

sangat disayangkan jika mahasiswa dari studi Tafsir-Hadis tidak ikut

86

Page 99: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

berpartisipasi dalam proses intelektual ini, khususnya, untuk melakukan penelitian

ilmiah terhadap karya tafsir dari sisi metodologi. Penelitian dari sisi metodologi

sebuah karya tafsir setidaknya bisa menjadi pintu masuk pertama untuk melihat

adakah perkembangan terbaru dalam studi al-Quran.

Kedua, Allah memang tidak pernah menyerahkan ‘tulisan-Nya’ itu bagi

satu kelompok masyarakat saja. Al-Quran sengaja ‘diterbitkan’ agar bisa dibaca

dan dipelajari semua orang. Tapi tentu saja perlu keahlian tersendiri untuk

mempelajarinya. Artinya, tidak bisa sembarang orang bisa menjadi ‘juru bicara’

al-Quran. Harus ada mekanisme ‘fit and proper test’ terlebih dahulu dengan cara

melihat rekam jejak intelektual sang penafsir.

Ketiga, satu Islah Gusmian memang sudah membantu. Tapi kalau bisa ada

seribu Islah Gusmian tentu sangat membantu memetakan karya-karya tafsir dalam

negeri dari sisi metodologi yang digunakannya. Apalagi untuk para peneliti

pemula yang ingin mencoba hal yang sama.

87

Page 100: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, kata pengantar dalam Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia

(Jakarta: Teraju, 2003).

Abu-Zayd, Nasr Hamid, Tekstualitas al-Quran; Kritik Terhadap Ulumul Quran,

penerjemah Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: LkiS, 2003).

____________________, Kritik Wacana Agama, penerjemah Khoiron Nahdliyyin

(Yogyakarta: LkiS, 2003).

Affifuddin, M., “Apresiasi Spiritual Q.S. al-Fatihah; Survei Profil Karya-karya

Jalaluddin Rakhmat, Anand Krishna, dan Ahmad Chodjim,” (Skripsi S1,

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta,

2004).

Ali-Fauzi, Ihsan, “Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibliografis atas

Karya-karya dalam Bahasa Arab.” Ulumul Quran 2, No. 2 (1990).

Qaththân, al, Mannâ' Khalîl, Mabâhis fî 'Ulûm al-Qur`ân (Beirut: Mu`assasah ar-

Risâlah, 1405 H/1985 M).

Attas, al, Syed M. Naguib, The Mysticism of Hamzah Fansuri (Kuala Lumpur:

University of Malaya Press, 1970).

Amal, Taufik Adnan, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran

Hukum Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1989).

Azra, Azyumardi, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara (Bandung: Mizan,

2002).

88

Page 101: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

A’la, Abd, al-Quran dan Hermeneutik; Memahami Bahasa Agama dalam

Wacana Neo-Modernitas (Jakarta: Jurnal taswirul Afkar, Edisi VIII,

2000).

Bahri, Samsul, Konsep-konsep Dasar Metodologi Tafsir dalam Abd. Mu'in Salim

(ed.), Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005).

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996).

Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2000).

______________, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2005).

Chodjim, Ahmad, Alfatihah; Membuka Mata Batin Dengan Surah Pembuka [edisi

baru] (Jakarta: Serambi, 2008).

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan (Bandung: CV. Penerbit

Diponegoro, 2008).

Esack, Farid, Menghidupkan Al-Qur’an dalam Wacana & Prilaku, terjemahan

Norma Arbi’a Juli Setiawan (Depok: Inisiasi Press, 2006).

Esack, Farid, Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang Tertindas,

terjemahan Watung A. Budiman (Bandung: Mizan, 2000).

Emmerson, Donald K., Pemilu dan Kekerasan: Tantangan Tahun 1999-2000

dalam Donald K. Emmerson (ed) Indonesia Beyond Soeharto,

penerjemah Perikles Kattopo dan Ketut Arya Mahardika (Jakarta:

Gramedia dan The Asian Foundation Indonesia, 2001).

89

Page 102: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Fathurahman, Oman, “Abdur Rauf Singkel Ulama Dari Serambi Mekkah,”

Kompas, 01 Januari 2000.

Farmawi, al, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, penerjemah Rosihan Anwar

(Bandung: CV Pustaka Setia, 2002).

Federspiel, Howard M., Kajian al-Quran di Indonesia; Dari Mahmud Yunus

hingga Quraish Shihab, penerjemah Tajul Arifin, (Bandung: Mizan,

1996).

Fuaida, Lisma Dyawati, “Kajian al-Quran Kontemporer: Gagasan tentang Metode

dan Pendekatan Penafsiran al-Quran di Indonesia,” (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002).

Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi

(Teraju: Bandung, 2003).

Hadi WM, Abdul, Tasawuf yang Tertindas; Kajian Hermeneutik Karya-karya

Hamzah Fansuri (Jakarta: Paramadina, 2000).

Izutsu, Toshihiko, Relasi Tuhan dan Manusia, penerjemah Agus Fahri Husein,

Supriyanto Abdullah, dan Aminuddin, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Yogya, 2003).

Johns, Anthony H., “Tafsir al-Quran di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah

Penelitian Awal.” Jurnal Studi Al-Qur’an 1, No. 3, (2006).

Jurjani, al, Kitâb al-Ta’rifat (Beirut: Maktabah Lubnan, Sahatu Riyad al-Suhl,

1965).

90

Page 103: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Kusmana, “Rekontekstualisasi Tradisi Tafsir al-Quran di Indonesia; Mencari

Kemungkinan Penggunaan Analisa Metodologi ‘Barat.” Jurnal refleksi 4,

No. 3, (2002).

Muhsin, Amina Wadud, Al-Qur’an dan Perempuan dalam Charles Kurzman (ed),

Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu

Global (Jakarta: Paramadina, 2003).

Mustaqim, Abdul, Aliran-aliran Tafsir: dari Periode Klasik hingga Kontemporer

(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005).

Nahrowi, Izza Rohman, “Karakter Kajian al-Quran di Indonesia” (Skripsi S1,

fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta,

2002).

Nasution, Harun, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1998).

Nawawi, Rif’at Syauqi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh; Kajian Masalah

Akidah dan Ibadat (Jakarta: Paramadina, 2002).

Rahardjo, M. Dawam, Ensiklopedi al-Quran: Tafsir Sosial Sosial Berdasarkan

Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramadina dan Jurnal Ulumul Qur’an,

2002).

Random House Webster’s College Dictionary (New York: Random House, 1999).

Saenong, Ilham B., Hermeneutika Pembebasan: Metodologi Tafsir Al-Quran

Menurut Hassan Hanafi (Jakarta: Teraju, 2002).

Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, penerjemah Tim Pustaka Firdaus,

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008).

91

Page 104: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer dalam

Pandangan Fazlur Rahman (Jakarta dan Jambi: Gaung Persada Press dan

Sulthan Taha Press, 2007).

Setiawan, Nur Kholis, dalam kata pengantar Aksin Wijaya, Menggugat

Otentisitas Wahyu Tuhan: Kritik atas nalar Tafsir Gender (Jogjakarta:

Safiria Insania Press, 2004).

Shihab, M. Quraisy, Mukjizat al-Quran Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 2001).

__________et al., Sejarah & ‘Ulûm al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008).

_____________, Tafsir al-Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002).

Sihabulmilah, A., “Stratifikasi Pembaca Teks Alquran.” Artikel diakses pada 19

Ferbuari 2010 dari http://islamlib.com/id/artikel/stratifikasi-pembaca-

teks-alquran/

Sirojuddin AR, D., “al-Quran Berwajah Puisi: Dibenarkan Tapi Tidak Diakui.”

Ulumul Qur’an 5, vol. IV (1993).

Suplemen, Ulumul Qur’an 5, vol. IV (1993).

Suyûthî, Jalâl ad-Dîn, Al-Itqân fî 'Ulûm al-Qur`ân (Beirut: Dâr al-Fikr, 1399

H/1979 M), Jilid II.

Syafruddin, Didin, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban

(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, jilid IV).

_______________, Ilmu al-Quran Sebagai Sumber Pemikiran dalam Ensiklpodei

Tematis Dunia Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, t.,t.), jilid IV.

92

Page 105: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

93

____________, “Karakter Literatur Indonesia tentang al-Qur’an”, Studia Islamika

2, No. 2 (1995). Review buku Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di

Indonesia; Dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab, penerjemah

Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996).

The New Lexicon Webster’s Dictionary of English Language, vol. I (Danbury,

CT: Lexicon Publications, INC., 2004).

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997).

Umar, Nasaruddin, “Refleksi Sosial dalam Memahami Al-Qur’an: Menimbang

Ensiklopedi Al-Qur’an Karya M. Dawam Rahardjo.” Jurnal Studi Al-

Qur’an 1, No. 3 (2006).

Verdiansyah, Very, Islam Emansiaptoris: Menafsir Agama untuk Praksis

Pembebasan (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan

Masyarakat [P3M] dan Ford Foundation Jakarta, 2004).

Wansbrough, John, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural

Interpretastion (London: Oxford University, 1977).

Wawancara pribadi dengan Achmad Chodjim. Pamulang, Senin 15 Februari 2010.

Yusuf, M. Yunan, “Karakteristik Tafsir al-Quran di Indonesia Abad Keduapuluh.”

Ulumul Quran 3, No. 4 (1992).

Zarqani, al, Abd al-‘Azhim, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qurân (Mesir: Isa al-

Babi al-Halabi, t.th.), jilid II.

Page 106: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Hasil Transkrip Wawancara Pribadi Dengan Achmad Chodjim. Pamulang, Senin, 15 Februari 2010. Buku Alfatihah diterbitkan pertama kali pada 2002. Adakah konteks tertentu yang mendorong Anda untuk menulisnya? Saya memahami bahwa al-Fatihah adalah surat yang paling sering dibaca umat Islam. Bagi yang aktif salat, al-Fatihah dibaca sebanyak 17 kali dalam sehari. Al-Fatihah juga dibaca pada momen-momen tertentu seperti dalam doa, pembuka pertemuan, dan tahlilan. Inilah yang mendorong saya untuk menulis tafsir al-Fatihah agar mereka yang sering membaca al-Fatihah tahu makna al-Fatihah. Memang sudah banyak yang menafsirkan al-Fatihah. Tapi karena ditafsirkan secara ortodoks, penafsirannya tidak terkait dengan realitas kekinian. Padahal al-Fatihah sering dibaca. Kalau begitu, mesti diberi sebuah penafsiran yang mengena alam pikiran yang sekarang sedang berjalan. Apa yang Anda maksud dengan ‘alam pikiran yang sedang berjalan’? Ketika membaca al-Fatihah itu kan ada harapan. Ada yang berharap kesembuhan, ada yang berharap keterbukan hati dan pikiran. Harapan-harapan itu kan adanya di alam pikiran. Tapi kadang-kadang tidak termanifestasikan. Jadi hampir setiap orang yang menafsirkan al-Fatihah dari ayat dan kalimatnya tidak mengalami perubahan. Yang berubah sama sekali yang ditulis oleh Amin Aziz yang berjudul Paradigma Al-Fatihah. Tapi yang ditulis Amin Aziz terlalu luas cakupannya. Singkat kata, saya ingin menafsirkan al-Fatihah secara simpel tapi poin-poinnya memberikan motivasi orang untuk melangkah dengan benar. Berapa lama waktu yang Anda habiskan untuk menulis tafsir Alfatihah? Buku itu sudah saya tulis pada 1999 akhir dan selesai pada 2000. Cuma baru bisa diterbitkan pada Maret 2002. Saat itu saya adalah seorang staff di sebuah perusahan dan bukan seorang penulis. Makanya tidak gampang untuk menyakinkan penerbit apalagi saya bukan dari lingkungan IAIN. Inilah yang jadi bahan pertimbangan penerbit dan membuat prosesnya agak lama. Malah sebelumnya ada kekhawatiran di penerbit kalau tulisan saya itu tidak bernilai komersial. Judul awal buku saya adalah Jalan Pencerahan. Baru pada 2003 judulnya diganti seperti yang sekarang. Dan setelah diganti, penerbit kewalahan terus mencetak ulang. Tulisan saya sempat tertahan tiga bulan di penerbit karena saat itu ada pergantian staff redaksi di tingkatan penerbit. Dan alhamdulillah tidak ada draft kedua atau ketiga. Pada 2001 tulisan saya masuk ke Serambi lalu diterbitkan pada Maret 2002. Tapi pada 2000 tulisan saya ini sudah diterbitkan oleh Gramedia. Kepindahan ke Serambi karena pada Juli 2000, Gramedia didemo oleh FPI (Front Pembela Islam) dengan alasan Gramedia menerbitkan buku-buku agama Islam. Oleh FPI, Gramedia dianggap bukan bagian dari Islam. Kalaupun ada buku-buku agama Islam yang diterbitkan Gramedia tentu buku-buku agama Islam yang mendukung misi Gramedia yang mendukung liberalisme dan sejenisnya.

I

Page 107: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Akhirnya pihak Gramedia menghubungi saya untuk mengatakan bahwa saat itu mereka tidak bisa lagi menerbitkan buku-buku ajaran Islam. Kecuali buku-buku ajaran Islam yang digabungkan dari koran-koran Kompas. Seperti bukunya Komaruddin Hidayat. Oleh pihak Gramedia, saya disarankan untuk menerbitkan buku saya itu ke penerbit-penerbit yang jelas-jelas punya Muslim. Lalu saya pilih Serambi dengan pertimbangan buku-buku yang pernah diterbitkan Serambi dan mendapat sambutan di awal 2001. Waktu itu Anda menulis buku itu hanya ‘iseng-iseng’? Saya menulis buku itu sudah menggunakan sistematika penulisan tertentu. Kebetulan saya adalah seorang staff di sebuah perusahaan yang tentunya sudah terbiasa membuat laporan. Tapi tentu saja mesti ada titik temu dengan penerbit terkait tulisan tersebut. Setelah al-Fatihah selesai, maka tulisa saya yang selanjutnya seperti Annas dan al-Falaq bisa lolos dengan mudah. Berapa eksemplar buku Anda yang sudah terjual dari hasil laporan penerbit? Laporan dari penerbit rutin per semester. Kebetulan saya memang tidak pernah menghitung kumulatif dari buku saya itu. Normatifnya, Alfatihah sudah cetakan berapa lalu dikali 5000. Kalau sembilan berarti dikalikan limu ribu saja. Dilihat dari latar belakang pendidikan formal, Anda tidak memelajari studi keagamaan khususnya studi tafsir. Apa yang membuat Anda berani menafsirkan al-Quran? Meski pendidikan formal saya bukan di jalur pendidikan agama tapi waktu SMU, saya pernah belajar kepada guru tafsir dan hadis yang ada di Malang pada saat itu seminggu sekali. Dan guru-guru tersebut, bagi saya levelnya sudah level nasional. Saya belajar tafsir kepada K.H. Achmad Chair, ketua rohani Islam di Korem Angkatan Darat di Malang. Dan untuk hadis, saya belajar kepada Muhammad Bejo adalah mubalig nasional Muhammadiyah. Dari belajar itulah saya mendapat pemahaman lebih dibanding hanya membaca terjemahan al-Quran saja. Guru tersebut juga menginformasikan kepada kami macam-macam kitab tafsir, baik yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Arab untuk kami pelajari. Ini tentu saja mendorong saya untuk mendalami bahasa Arab sebagai landasan penafsiran tapi bukan sebagai percakapan. Dalam bahasa Arab, saya juga belajar nahwu, sorf, mantiq, dan sastra. Dari pembelajaran itu timbul permenungan tersendiri. Misalnya, kenapa ibn Katsir bobot penafsirannya hanya pada titik tertentu. Kenapa as-Suyuti lebih menitikberatkan di satu tempat. Artinya, banyak pilihan-pilihan yang disediakan ketika kita ingin menafsirkan al-Quran. Maka pilihan saya agar terjemahan al-Quran diberi penjelasan yang lebih kontemporer yang bisa dipahami oleh pembaca zaman sekarang.

II

Page 108: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

Lalu modal apa yang Anda miliki untuk menafsirkan al-Quran, selain bahasa Arab tadi? Saya tentu saja membaca ‘Ulûm al-Quran dari berbagai macam penulis. Lalu memahami hadis-hadis Nabi dan khitah-khitah yang ada dalam agama Islam. Saya juga membaca sirah Nabi dan para sahabat. Dengan memelajari ilmu-ilmu tadi, ketika akan menulis saya tahu tafsir ini lingkupnya akan ke mana arah penulisannya, karena saya sudah mengidentifikasi tafsir yang sudah kita baca sebelumnya. Pertanyaannya, kenapa kita tidak menulis setelah membaca banyak literatur? Adakah ilmu lain yang Anda masukan dalam tafsir Anda tersebut? Tentu saja. Sebab ketika kita membaca al-Quran tentu kita tidak bisa lepas dari pemahaman fisika, kimia, geologi, sosiologi, dan lain-lain. Apa metode yang Anda gunakan untuk menafsirkan al-Quran? Semua metode. Ketika kita ingin menafsirkan al-Quran hendaknya kita merujuk kepada ayat-ayat yang lain yang sama temanya. Lalu dalam menafsirkan al-Quran kita juga harus merujuk kepada hadis-hadis dan riwayat-riwayat sahabat yang ada yang relevan dalam pembahasan ayat tersebut. Kita juga bisa menggunakan asbab al-nuzul, meskipun tidak semua ayat ada asbab al-nuzul dan asbab al-nuzul bukan informasi yang eksak. Artinya, semua sumber bisa kita eksplor untuk menafsirkan ayat. Tafsir saya bukan tafsir berdasarkan topik tertentu, tapi berdasarkan surat. Oleh sebab itu, dalam tafsir saya ada model tafsir berdasarkan urutan ayat dan karena di dalam surat ada berbagai tema, maka tema-tema yang ada saya bahas juga. Kenapa Anda tidak menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang sesuai dengan latar belakang pendidikan formal Anda. Seperti ayat-ayat tentang pertanian atau tentang alam? Kalau kita ingin menafsirkan al-Quran kita tidak boleh hanya terpaku pada latar belakang semata. Sebab nanti al-Quran tidak bisa lagi diakses oleh banyak orang. Kalau membahas tentang pertanian, berarti menafsirkan ayat-ayat yang secara maudu’i berbicara tentang pertanian. Dengan begitu kita tidak bisa lagi membahas al-Quran yang maknanya lebih luas baik ditinjau dari segi riwayat, dirayat, atau kaitan ayatnya. Lagipula, Wahyu yang diterima Nabi kan tidak spesifik. Setidaknya bila ditopang dengan latar belakang pendidikan Anda, tafsir Anda tentang pertanian akan lebih mendalam? Lebih mendalam tidak berarti lebih fungsional. Katakanlah, misalnya saya menulis karya tafsir yang sesuai dengan latar pendidikan formal saya atau tafsir yang fokus pada pertanian, maka pembacanya hanya terbatas pada orang yang mengerti pertanian. Padahal orang pertanian yang jenius tidak butuh tafsir al-Quran tentang pertanian. Buat apa kita mendalami pertanian dengan membaca karya tafsir. Malah yang ada nanti kita dianggap orang melakukan justifikasi ayat terhadap ilmu pengetahuan yang ada. Contoh, ilmu pertanian yang sudah ada lalu kita konfirmasi dengan ayat

III

Page 109: ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4201/1/IRWAN... · ANALISIS METODOLOGI TAFSIR ALFATIHAH KARYA ACHMAD CHODJIM; APLIKASI

IV

al-Quran. Bukankah itu hal yang buruk. Ini sama dengan kasus penemuan ilmiah mutakhir oleh Barat lalu sebagian dari umat mengklaim bahwa al-Quran sudah mengatakan itu sebelumnya. Kecuali setelah kita membaca al-Quran kita mampu merumuskan sebuah ilmu baru, ini yang lebih baik. Apa motivasi Anda menulis Alfatihah? Agar kehidupan pembaca lebih baik lagi sebelumnya. Sehingga kualitas hidup mereka juga lebih baik lagi. Adakah yang menggugat terhadap karya Anda tersebut? Pada 2000 saya pernah diundang dalam sebuah forum di IAIN Jakarta. Saat itu Pak Salman Harun keberatan dengan apa yang saya tulis itu sebagai tafsir. Dia berkata kepada saya, “Tafsir bukan wilayah saya dan oleh sebab itu sebaiknya Anda tidak memasuki ranah itu.”

Mengetahui

Achmad Chodjim