Upload
vocong
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA
SEKTOR AGRIKULTUR INDONESIA
(Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI, Periode 2006-2010)
Oleh
REGITA VAN EMPEL
H24080042
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
RINGKASAN
REGITA VAN EMPEL. H24080042. Analisis Kondisi Financial Distress Pada Sektor Agrikultur Indonesia (Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI, Periode 2006-2010). Di bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO dan NOER AZAM ACHSANI.
Sebagai negara agraris, hampir setengah dari total penduduk Indonesia yang berusia diatas 15 tahun bekerja di bidang agrikultur, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Pada tahun 2010, sebesar 39,87% penduduk dewasa Indonesia bekerja di bidang tersebut (Badan Pusat Statistik, 2011). Penting bagi Indonesia untuk menjaga keadaan sektor agrikultur agar tetap optimal, agar tidak terjadi masalah pada perusahaan yang bergerak pada sektor tersebut. Tiga masalah perusahaan yang sering terjadi mencakup kegagalan, insolvency, dan kebangkrutan (Altman, 1983). Analisis kondisi financial distress berguna bagi perusahaan agar tindakan pencegahan dan perbaikan dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi financial distress, yaitu kondisi dimana perusahaan tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak ketiga (Andrade dan Kaplan, 1998). Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan prilaku financial distress pada sektor agrikultur di Indonesia. (2) Menganalisis rasio net profit margin, current ratio, return on equity, return on investment, dan rasio EBITDA/TA sebagai alat prediksi kondisi financial distress. (3) Menganalisis pengaruh krisis subprime mortgage Amerika Serikat pada sektor agrikultur Indonesia. (4) Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan terjadinya emergence financial distress.
Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa laporan keuangandan laporan tahunan pada tahun 2006-2010 yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia. Analisis terhadap data menggunakan metode regresi panel data dan uji parametrik paired sample t-test. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hampir seluruh perusahaan agrikultur berada dalam kondisi financial distress. Berdasarkan hasil regresi panel data, prediksi terhadap kondisi financial distressdapat dilakukan dengan melihat nilai net profit margin, current ratio yang memiliki pengaruh positif, serta return on equity yang memiliki pengaruh negatif.Kondisi krisis Amerika Serikat tidak mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan sektor agrikultur di Indonesia. Kebijakan yang dapat dilakukan agar perusahaan keluar dari keadaan financial distress adalah investasi pada bidang R&D dan SDM, menggunakan sustainability standards seperti RSPO bagi perusahaan subsektor plantations, pengembangan infrastruktur, dan pelunasan hutang agar semakin menjauh dari kondisi financial distress.
ANALISIS KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA
SEKTOR AGRIKULTUR INDONESIA
(Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI, Periode 2006-2010)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Departemen Manajemen
Fakultas Eknomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
REGITA VAN EMPEL
H24080042
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Analisis Kondisi Financial Distress Pada Sektor
Agrikultur Indonesia (Pada Perusahaan yang Terdaftar di
BEI, Periode 2006-2010)
Nama : Regita Van Empel
NIM : H24080042
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc)
NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal lulus :
Pembimbing I
( Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc.CS. )
NIP. 19610618 198601 1 002
Pembimbing II
(Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS)
NIP. 19681229 199203 1 016
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Regita Van Empel, lahir di Jakarta pada tanggal 8 Juli
1990. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Tonny Van Empel
dan Ibu Jelena Van Empel. Penulis menempuh pendidikan formal dini pada TK
Bentara 4 Sunter Mas, Jakarta pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 1996.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Tunas Karya Jakarta
pada tahun 1996 dan lulus di Sekolah Dasar Negeri 04 Jakarta pada tahun 2002.
Pendidikan penulis dilanjutkan ke Pakistan Embassy School Jakarta untuk
menjalani pendidikan setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama pada tahun
2002 dan lulus pada tahun 2005. Penulis kemudian menamatkan pendidikan pada
Sekolah Menengah Atas Kesatuan Bogor pada tahun 2008. Pada tahun 2008,
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor), dan melanjutkan pendidikan formal di
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
kepanitiaan dan organisasi mahasiswa. Penulis tergabung dalam Paduan Suara
Mahasiswa Agria Swara sebagai Soprano 1 pada tahun 2009. Penulis aktif sebagai
anggota Departemen Budaya Dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM IPB) pada tahun 2010. Penulis juga
diberikan amanah sebagai Penanggung Jawab Komunitas Seni Teater COAST
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB pada tahun 2010 dan tetap aktif sebagai
anggota sampai tahun 2011. Penulis juga tergabung sebagai anggota Direktorat
Marketing pada Himpunan Profesi Manajemen, yaitu Center of Management
(COM@) pada tahun 2011. Penulis dipercaya memegang beberapa jabatan
sebagai Ketua Pelaksana pemilihan Duta Fakultas Ekonomi dan Manajemen
(FEM Ambassador) 2010, Ketua Pelaksana Marketing Debate Competition 2011,
dan Ketua Lomba Bogor Art Festival 2011. Penulis pernah menjadi finalis lomba
Indonesian Youth Ideas 2010, memenangkan juara Artikel Terbaik pertama di
Perbanas Marketing Debate Competition 2011, serta memenangkan juara pertama
Marketing Competition Atmajaya se-Jawa Bali Sumatera 2011.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam
menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Kondisi Financial Distress Pada Sektor
Agrikultur Indonesia (Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI, Periode 2006-
2010)”. Shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW beserta para
keluarga, sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Manajemen, Departemen Manajemen,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam penulisan
skripsi ini disadari masih banyaknya kekurangan karena keterbatasan kemampuan
dan pengetahuan penulis, maka penulis membutuhkan sara-saran yang bersifat
membangun agar menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
serta membalas kebaikan semua pihak yang telah memberikan doa, bantuan dan
dukungannya kepada penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Mei 2012
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat tersusun tanpa
bantuan berbagi pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, serta motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku dosen pembimbing kedua yang
selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, serta
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ali Mutasowifin, SE.M.Ak selaku dosen penguji yang telah bersedia
meluangkan waktunya menjadi penguji sidang dan memberikan bimbingan
serta saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Dr. Koes Pranowo, MSM yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bantuan berupa penjelasan disertasi beliau serta motivasi yang
sangat berarti bagi penulis.
5. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Kepala Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Manajemen, FEM IPB
yang telah membantu memfasilitasi segala keperluan kuliah dan birokrasi
yang harus diselesaikan oleh penulis.
7. Ayahanda Tonny Van Empel dan Ibunda Jelena Van Empel sebagai motivasi
utama penulis yang selalu setia memberikan doa, nasihat, dukungan baik
moril maupun material, serta kasih sayang yang tiada hentinya bagi penulis.
8. Keluarga besar Van Empel dan Kljajic, baik yang dekat maupun jauh, atas
segala support, kasih sayang, dan kebersamaan yang diberikan kepada
penulis selama masa hidup penulis.
9. Indra Yudhika Zulmi yang selalu membantu penulis dalam memberikan
semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini serta telah
mendampingi penulis di kala senang, sedih, panas, dan hujan selama proses
penyelesaian.
v
10. Sahabat GNBH tercinta, Risyayana Ersya, Fitriannisa, Ida Nurul Fitri, Dewi
Anugerah Permata Sary, Amelia Putri Saadiah, dan Raysah Yunita Rahma,
yang selalu berhasil memberikan canda tawa serta senyuman dikala susah
maupun senang.
11. Sahabat-sahabat penulis, Arni Novriana Sijabat, Dwi Antin Aprilianti, Linda
Dwi Roswitasari, dan seluruh keluarga besar Manajemen 45 yang luar biasa
dengan segala diversitas kelompok belajarnya, semoga bisa tetap menjalin tali
silaturahmi.
12. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Rizki Mila Amalia, Laeli Nur Hassanah,
Santia Riski Kurniawati yang telah menghiasi hari-hari penulis dari pertama
sampai akhir perkuliahan.
13. Teman satu pembimbing skripsi pertama, terutama teman seperjuangan Sella
Ervany, beserta Hada Syaairillah, kak Rico dan kak Azka atas segala bantuan
dan berbagi semangatnya selama proses penulisan.
14. Teman-teman BEM FEM IPB 2010 terutama Departemen Budaya dan Seni,
teman-teman Center Of Management 2011 terutama Direktorat Marketing,
serta teman-teman COAST Teater yang selalu ada bersama penulis untuk
berbagi kebahagiaan.
15. Seluruh pihak yang tak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah
membantu penulis selama menyelesaikan skripsi. Semoga Allah SWT
memberikan pahala atas kebaikannya.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP............................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ iv
DAFTAR ISI.......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... x
I. PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 11.2 Perumusan Masalah ................................................................... 41.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 41.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 51.5 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6
2.1 Laporan Keuangan..................................................................... 62.2 Tujuan Laporan Keuangan......................................................... 72.3 Jenis Laporan Keuangan............................................................ 8
2.3.1 Neraca (Balanced Sheet).................................................. 82.3.2 Laporan Laba Rugi (Income Statement) .......................... 82.3.3 Laporan Arus Kas (Cash Flow) ....................................... 92.3.4 Laporan Perubahan Modal............................................... 92.3.5 Laporan Catatan Atas Laporan Keuangan ....................... 10
2.4 Analisis Laporan Keuangan....................................................... 102.5 Analisis Rasio Keuangan ........................................................... 112.6 Financial Distress...................................................................... 122.7 Perhitungan Financial Distress ................................................. 132.8 Penelitian Terdahulu .................................................................. 13
III. METODE PENELITIAN .............................................................. 21
3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................. 213.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 233.3 Sumber dan Metode Pengumpulan Data ................................... 243.4 Variabel Penelitian..................................................................... 24
3.4.1 Variabel Dependen .......................................................... 243.4.2 Variabel Independen........................................................ 24
3.5 Hipotesis Penelitian ................................................................... 253.6 Teknik Analisis .......................................................................... 26
vii
3.6.1 Regresi Data Panel........................................................... 263.6.2 Hausman Test .................................................................. 273.6.3 Uji Asumsi Klasik Otokorelasi ........................................ 273.6.4 Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas................................ 283.6.5 Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas............................ 283.6.6 Analisis Faktor Pengaruh Kondisi Financial Distress .... 283.6.7 Analisis Emergence Financial Distress........................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 31
4.1 Kondisi Financial Distress Perusahaan Sektor Agrikultur di Indonesia .................................................................................... 324.2 Hasil Uji Hausman Test Data Panel .......................................... 364.3 Hasil Uji Asumsi Klasik Otokorelasi......................................... 364.4 Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas ................................ 374.5 Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas ............................ 374.6 Prediksi Financial Distress Sektor Agrikultur Indonesia.......... 374.7 Emergence Financial Distress................................................... 414.8 Implikasi Manajerial .................................................................. 44
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 47
1. Kesimpulan ......................................................................................... 472. Saran ................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 49
LAMPIRAN........................................................................................... 50
viii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Lapangan pekerjaan utama penduduk Indonesia ............................... 12. Ringkasan kajian penelitian terdahulu ............................................... 173. Perusahaan sektor agrikultur di Indonesia ......................................... 314. Kondisi financial distress sektor agrikultur di Indonesia .................. 325. Fluktuasi nilai DSCR perusahaan Indonesia 2007-2010 ................... 356. Perhitungan rasio keuangan ............................................................... 38
ix
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Indeks Tendensi Bisnis sektor pertanian Indonesia periode 2006-2010 22. Tingkat inflasi Indonesia periode 2006-2010 ..................................... 33. Kerangka pemikiran penelitian ........................................................... 234. Debt Service Coverage Ratio sektor agrikultur 2006-2010................ 33
x
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Hasil Hausman Test dengan Eviews 5.1 ............................................. 512. Hasil regresi data panel dengan Eviews 5.1........................................ 523. Hasil uji asumsi klasik Otokorelasi dengan SPSS 16 ......................... 534. Hasil uji asumsi klasik Multikolinieritas dengan SPSS 16 ................. 545. Hasil uji asumsi klasik Heteroskedastisitas dengan SPSS 16 ............. 55
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai negara agraris, hampir setengah dari total penduduk Indonesia
dengan usia 15 tahun keatas bekerja di bidang pertanian, kehutanan, perburuan,
dan perikanan. Pada tahun 2010, sebesar 39,87% penduduk dewasa Indonesia
bekerja di bidang tersebut (Badan Pusat Statistik, 2011). Oleh karenanya,
Indonesia harus menjaga keadaan sektor pertanian agar tetap optimal, baik di hulu
maupun di hilir, dari petani kecil sampai perusahaan yang bergerak di bidang
pertanian, agar tercipta stabilitas ekonomi dan kesejahteraan bagi penduduk
Indonesia
Tabel 1. Lapangan pekerjaan utama penduduk Indonesia
No.Lapangan Pekerjaan
Utama2005 (Feb) 2006 (Feb) 2007 (Feb) 2008 (Feb) 2009 (Feb) 2010 (Feb)
1.
Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
41 814 197 42 323 190 42 608 760 42 689 635 43 029 493 42 825 807
2.Pertambangan dan Penggalian
808 842 947 097 1 020 807 1 062 309 1 139 495 1 188 634
3.Industri Pengolahan
11 652 406 11 578 141 12 094 067 12 440 141 12 615 440 13 052 521
4.Listrik, Gas, dan Air
186 801 207 102 247 059 207 909 209 441 208 494
5. Bangunan 4 417 087 4 373 950 4 397 132 4 733 679 4 610 695 4 844 689
6.
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel
18 896 902 18 555 057 19 425 270 20 684 041 21 836 768 22 212 885
7.Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi
5 552 525 5 467 308 5 575 499 6 013 947 5 947 673 5 817 680
8.
Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan
1 042 786 1 153 292 1 252 195 1 440 042 1 484 598 1 639 748
9.
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
10 576 572 10 571 965 10 962 352 12 778 154 13 611 841 15 615 114
Total 94 948 118 95 177 102 97 583 141 102 049 857 104 485 444 107 405 572
Sumber: www.bps.go.id [3 Februari 2012]
Sektor pertanian, atau agrikultur, berperan dalam memenuhi kebutuhan
utama penduduk Indonesia. Hal ini menyebabkan banyaknya perusahaan yang
bergerak di sektor tersebut. Prospek pada usaha sektor agrikultur dapat dilihat
2
pada Indeks Tendensi Bisnis (ITB), yaitu sebuah indikator yang dapat
memberikan gambaran tentang kondisi dan perkembangan perekonomian di suatu
wilayah yang dilihat dari sisi perusahaan berdasarkan pendapatan usaha,
penggunaan kapasitas produksi serta jumlah, jam kerja, dan upah lembur tenaga
kerja. (Badan Pusat Statistik, 2006).
ITB sektor agrikultur mengalami fluktuasi selama tahun 2006 sampai
dengan tahun 2010. Hal ini menyebabkan rasa percaya pengusaha yang tidak tetap
terhadap sektor tersebut, sehingga dapat menjadi ancaman bagi sektor agrikultur
dan pada akhirnya menyebabkan permasalahan bagi suat perusahaan. Tiga
masalah perusahaan yang sering terjadi mencakup kegagalan, insolvency, dan
kebangkrutan (Altman, 1983).
Gambar 1. Indeks Tendensi Bisnis sektor pertanian Indonesia periode 2006-2010 (www.bps.go.id, 2012)
Mulai dari pertengahan tahun 2007 sampai dengan akhir tahun 2008,
terjadi perguncangan pada perekonomian dunia yang disebabkan oleh krisis
subprime mortgage pada bursa saham Amerika Serikat, yaitu krisis kredit
perumahan mewah yang berdampak pada kondisi resesi Amerika Serikat. Krisis
ini memberikan dampak berupa kepanikan pasar bagi seluruh dunia, termasuk
juga Indonesia. Selama periode ini harga minyak dunia juga terus mengalami
peningkatan. Di Indonesia, imbas krisis dan harga minyak ini dilihat dari
berfluktuasinya nilai tukar rupiah dan tingginya nilai inflasi selama periode
tersebut.
80
90
100
110
120
130
140
2006 2007 2008 2009 2010
Triwulan 1
Triwulan 2
Triwulan 3
Triwulan 4
3
Gambar 2. Tingkat inflasi Indonesia periode 2006-2010(www.bps.go.id, 2012)
Fluktuasi nilai ITB, nilai tukar rupiah, serta inflasi menjadi ancaman
eksternal bagi perekonomian Indonesia, termasuk di dalamnya sektor agrikultur.
Ancaman merupakan sebuah hambatan yang berdampak pada aktivitas
perusahaan yang pada akhirnya dapat menyebabkan masalah bagi suatu
perusahaan.
Selain faktor eksternal, faktor internal perusahaan juga dapat menjadi
penyebab masalah bagi perusahaan. Faktor internal berupa kelemahan perusahaan
dapat disebabkan oleh kebijakan manajerial yang tidak efektif dan efisien.
Masalah yang diciptakan oleh faktor eksternal maupun internal dapat memberikan
dampak negatif berupa kerugian kegiatan perusahaan.
Kerugian yang dialami oleh perusahaan dicerminkan pada laporan
keuangan perusahaan. Kondisi perusahaan dapat dilihat melalui laporan
keuangannya, baik melalui laporan laba rugi, neraca, maupun laporan arus kas.
Laporan keuangan merupakan suatu laporan yang menunjukkan kondisi keuangan
perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2008).
Analisis melalui laporan keuangan perlu dilakukan agar perusahaan dapat
mengetahui posisi keuangannya dalam suatu periode tertentu, serta untuk
mengetahui kelemahan dan kekuatan perusahaan tersebut.
Salah satu jenis analisis laporan keuangan adalah analisis terhadap rasio
keuangan untuk mengetahui keadaan keuangan perusahaan. Dalam menjalani
-1.00%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
2006
-I20
06-II
2006
-III
2006
-IV20
07-I
2007
-II20
07-II
I20
07-IV
2008
-I20
08-II
2008
-III
2008
-IV20
09-I
2009
-II20
09-II
I20
09-IV
2010
-I20
10-II
2010
-III
4
usahanya, perusahaan dapat mengalami keuntungan maupun kerugian. Ketika
perusahaan mengalami banyak hambatan dan mengalami kerugian yang tidak
dapat diatasi, maka lambat laun perusahaan tersebut akan berada pada kondisi
financial distress, yaitu kondisi dimana perusahaan tidak memiliki kapasitas untuk
memenuhi kewajibannya kepada pihak ketiga (Andrade dan Kaplan, 1998).
Dengan analisis rasio, suatu perusahaan dapat memprediksikan kondisi
financial distress dengan menggunakan perhitungan DSCR (DSCR). Prediksi
kondisi financial distress berguna bagi perusahaan agar perusahaan dapat
melakukan tindakan pencegahan serta dapat mengetahui cara keluar dari kondisi
financial distress. Keluarnya perusahaan dari kondisi financial distress menjadi
kondisi non-financial distress disebut dengan istilah emergence financial distress.
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana prilaku financial distress pada sektor agrikultur di
Indonesia?
2. Apakah rasio net profit margin, current ratio, return on equity, return on
asset, dan rasio EBITDA/TA dapat digunakan untuk memprediksi
kondisi financial distress?
3. Apakah krisis subprime mortgage Amerika Serikat berpengaruh pada
kondisi financial distress sektor agrikultur Indonesia?
4. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya emergence financial
distress?
1.3. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mendeskripsikan prilaku financial distress pada sektor agrikultur di
Indonesia.
2. Menganalisis rasio net profit margin, current ratio, return on equity,
return on asset, dan rasio EBITDA/TA sebagai alat prediksi kondisi
financial distress.
5
3. Menganalisis pengaruh krisis subprime mortgage Amerika Serikat pada
sektor agrikultur Indonesia.
4. Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan terjadinya emergence
financial distress.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan atau praktisi bisnis, hasil penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai tambahan referensi tentang rasio keuangan yang
signifikan dalam memprediksi financial distress.
2. Bagi pembaca, kiranya penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan
referensi untuk penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan
kondisi financial distress.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan analisis data laporan
keuangan periode lima tahun selama periode 2006-2010 pada perusahaan
agrikultur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Periode ini dipilih karena
adanya krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada pertengahan tahun
2007 sampai dengan akhir tahun 2008, sehingga dapat dilihat dampak yang
diberikan oleh krisis tersebut. Penelitian ini dilakukan terutama untuk
menganalisis faktor keuangan dan non-keuangan yang mempengaruhi kondisi
financial distress perusahaan sektor agrikultur di Indonesia.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan berkaitan erat pada bidang akuntansi, dimana laporan
keuangan sering dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak
yang berkepentingan dengan data keuangan perusahaan. Pihak-pihak
berkepentingan tersebut adalah manajemen, pemilik, kreditur, investor, penyalur,
karyawan, lembaga pemerintah, dan masyarakat umum. Informasi tentang kondisi
keuangan yang berguna bagi pihak berkepentingan misalnya tentang kemampuan
perusahaan untuk melunasi utang-utang jangka pendek, kemampuan perusahaan
dalam membayar bunga dan pokok pinjaman, serta keberhasilan perusahaan
dalam meningkatkan besarnya modal sendiri.
Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyajikan laporan
kemajuan perusahaan secara periodik. Manajemen perlu mengetahui bagaimana
perkembangan keadaan investasi dalam perusahaan dan hasil-hasil yang dicapai
selama jangka waktu yang diamati. Laporan kemajuan perusahaan tersebut pada
hakikatnya merupakan kombinasi dari fakta-fakta yang telah dicatat (recorded
facts), kesepakatan-kesepakatan akuntansi (accounting conventions), dan
pertimbangan-pertimbangan pribadi (personal judgements).
Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas
suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan dana atau
aktivitas perusahaan tersebut (Munawir, 2000).
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan
yang lengkap yang biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai
laporan arus kas atau laporan arus dana) catatan (notes) dan laporan lain serta
materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2002).
7
2.2. Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002), laporan keuangan sebagai
pertanggungan jawab kepada pihak ekstern (luar perusahaan) harus disusun
sedemikian rupa sehingga:
1. Memenuhi keperluan untuk:
a. Memberikan informasi keuangan secara kuantitatif mengenai
perusahaan tertentu, guna memenuhi keperluan para pemakai
dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi;
b. Menyajikan informasi yang dapat dipercaya mengenai posisi
keuangan dan perubahan kekayaan bersih perusahaan;
c. Menyajikan informasi keuangan yang dapat membantu para
pemakai dalam menaksir kemampuan memperoleh laba dari
perusahaan;
d. Menyajikan informasi lain yang diperlukan mengenai perubahan
harta dan kewajiban, serta mengungkapkan informasi lain yang
seusai dengan keperluan para pemakai.
2. Mencapai mutu sebagai berikut:
a. Relevan;
b. Jelas dan dapat dimengerti;
c. Dapat diuji kebenarannya;
d. Mencerminkan keadaan perusahaan menurut waktunya secara
tepat;
e. Dapat dibandingkan;
f. Lengkap; dan
g. Netral
Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi
keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun pada periode tertentu.
Laporan keuangan juga dapat disusun secara mendadak, sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Beberapa tujuan pembuatan laporan keuangan menurut Kasmir
(2008) adalah:
1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aset (harta) yang
dimiliki perusahaan pada saat ini;
8
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal
yang dimiliki perusahaan pada saat ini;
3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu;
4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu;
5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap aset, kewajiban, dan modal perusahaan;
6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam
suatu periode;
7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan;
8. Informasi keuangan lainnya.
2.3. Jenis Laporan Keuangan
2.3.1 Neraca (Balanced Sheet)
Neraca adalah suatu laporan yang sistematis tentang aset (assets), utang
(liabilities), dan modal sendiri (owners’ equity) dari suatu perusahaan pada
tanggal tertentu. Biasanya pada saat buku ditutup yakni akhir bulan, akhir
triwulan, atau akhir tahun (Jumingan, 2005).
Menurut IAI (2004), suatu neraca minimal mencakup aset berwujud, aset
tidak berwujud, aset keuangan, investasi yang diperlakukan menggunakan metode
ekuitas, persediaan, piutang usaha dan piutang lainnya, kas dan setara kas, hutang
usaha dan hutang lainnya, kewajiban yang diestimasi, kewajiban berbunga jangka
panjang, hak minoritas, modal saham dan pos ekuitas lainnya.
2.3.2 Laporan Laba Rugi (Income Statement)
Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan
hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini
tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh.
Kemudian, juga tergambar jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan
selama periode tertentu (Kasmir, 2008).
Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis mengenai
penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode
tertentu (Munawir, 2000). Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004), laporan laba
9
rugi minimal mencakup pendapatan, laba rugi usaha, beban pinjaman, bagian dari
laba atau rugi perusahaan afiliasi dan asosiasi yang diperlukan menggunakan
metode ekuitas, beban pajak, laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan, pos
luar biasa, hak minoritas, serta laba (rugi) bersih untuk periode berjalan.
2.3.3 Laporan Arus Kas (Cash Flow)
Laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para
pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aset bersih perusahaan, struktur
keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk
mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan
perubahan keadaan dan peluang (Ikatan Akutan Indonesia, 2004).
2.3.4 Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah dan jenis
modal yang dimiliki pada saat ini. Kemudian, laporan ini juga menjelaskan
perubahan modal dan sebab-sebab terjadinya perubahan modal di perusahaan.
Laporan perubahan modal jarang dibuat bila tidak terjadi perubahan modal.
Artinya laporan ini baru dibuat bila memang ada perubahan modal (Kasmir,
2008).
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004), laporan perubahan modal
menunjukkan:
1. Laba atau rugi bersih perode yang bersangkutan,
2. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta
jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam
ekuitas,
3. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan
terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait,
4. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik,
5. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta
perubahan, dan
6. Rekonsiliasi antar nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham,
agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan
secara terpisah setiap perubahan.
10
2.3.5 Laporan Catatan Atas Laporan Keuangan
Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang
memberikan informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan
penjelasan tertentu (Kasmir, 2008). Artinya terkadang ada komponen atau nilai
dalam laporan keuangan yang perlu diberi penjelasan terlebih dulu sehingga jelas.
Hal ini perlu dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam
menafsirkannya.
2.4. Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan meliputi penelaahan tentang hubungan dan
kecenderungan atau tren untuk mengetahui apakah keadaan keuangan, hasil usaha,
dan kemajuan keuangan perusahaan memuaskan atau tidak memuaskan. Analisis
dilakukan dengan mengukur hubungan antara unsur-unsur laporan keuangan dan
bagaimana perubahan unsur-unsur itu dari tahun ke tahun untuk mengetahui arah
perkembangannya.
Terdapat beberapa metode dan teknik analisis laporan keuangan, di antara
lain:
1. Analisis perbandingan neraca, laporan laba rugi, dan laporan laba yang
ditahan dengan menunjukkan:
a. Data absolut (jumlah dalam rupiah);
b. Kenaikan dan penurunan dalam jumlah rupiah;
c. Kenaikan dan penurunan dalam persen;
d. Perbandingan yang dinyatakan dalam rasio;
e. Persentase dari total
2. Analisis perubahan modal kerja.
3. Analisis tren dari rasio unsur-unsur neraca dan data operasi yang ada
kaitannya.
4. Analisis persentase per komponen dari neraca dan laporan laba rugi.
5. Analisis rasio yang memperlihatkan hubungan beberapa unsur neraca.
6. Analisis perbandingan dengan rasio industri.
7. Analisis perubahan pendapatan netto atau analisis perubahan laba bruto.
8. Analisis titik impas atau analisis break-even point.
11
Terdapat beberapa jenis analisis yang dapat dilakukan, yaitu analisis
internal, analisis eksternal, analisis horizontal, dan analisis vertikal. Analisis
internal adalah analisis yang dilakukan oleh mereka yang bisa mendapatkan
informasi yang lengkap dan terperinci mengenai suatu perusahaan, seperti pihak
manajemen. Analisis eksternal adalah analisis yang dilakukan oleh mereka yang
tidak bisa mendapatkan informasi yang lengkap dan terperinci mengenai suatu
perusahaan, seperti bank, kreditur, pemegang saham, calon pemegang saham, dan
lainnya. Analisis horizontal adalah analisis perkembangan data keuangan dan data
operasi perusahaan dari tahun ke tahun guna mengetahui kekuatan atau kelemahan
keuangan perusahaan yang bersangkutan. Analisa vertikal adalah analisis laporan
keuangan yang terbatas hanya pada satu periode akuntansi saja, misalnya berupa
analisis rasio.
2.5. Analisis Rasio Keuangan
Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang
ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka
lainnya (Kasmir, 2008). Dalam praktiknya, analisis rasio keuangan suatu
perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Rasio neraca, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber
dari neraca.
2. Rasio laporan laba rugi, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya
bersumber dari laporan laba rugi.
3. Rasio antarlaporan, yaitu membandingkan angka-angka dari dua sumber
(data campuran), baik yang ada di neraca maupun di laporan laba rugi.
Pada umumnya, terdapat enam jenis rasio keuangan, yaitu:
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)
3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
4. Rasio Profitabilitas (Provitability Ratio)
5. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio), dan
6. Rasio Penilaian (Valuation Ratio)
12
2.6. Financial Distress
Financial distress merupakan suatu kondisi yang dialami oleh perusahaan
tepat sebelum kebangkrutan, dimana perusahaan berada dalam keadaan tidak
sehat. Pada kondisi financial distress, kondisi cashflow sangat minimum sehingga
menyebabkan terjadinya deadweight losses. Berarti, financial distress berada
antara keadaan solvent dan insolvent (Pranowo, 2010).
Dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini,
perusahaan dapat merancang tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah
kepada kebangkrutan. Menurut Purwanti (2005), prediksi financial distress
digunakan oleh beberapa pihak, seperti:
1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial
distress, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu
pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang
telah diberikan.
2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor
ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam
melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab
mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan
individu.
4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang
berguna bagi auditor dalam membuat penilaian suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka
perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan
pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian
paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model
prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari
kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan
tidak langsung dari kebangkrutan.
13
2.7. Perhitungan Financial Distress
Perhitungan financial distress dilakukan dengan menghitung nilai debt
service coverage. Rasio debt service coverage mencerminkan kondisi perusahaan
dengan melihat ketersediaan dana untuk melunasi hutang perusahaan. Suatu
perusahaan dinyatakan dalam kondisi financial distress apabila nilai DSCR ≤
1,20. Sebaliknya, perusahaan dinyatakan tidak berada dalam kondisi financial
distress (non-financial distress) apabila nilai DSCR > 1,20 (Ruster, 1996)
= + + + −+ Dimana,
EAT = Earning After Tax, yang terdapat pada bagian terbawah nilai profit pada
suatu laporan laba rugi
Depreciation = Alokasi biaya penggunaan manfaat aset tangible
Amortization = Alokasi biaya penggunaan manfaat aset intangible
Interest = Beban bunga hutang bank per tahun
Coupon = Beban bunga obligasi perusahaan per tahun
Tax = Pajak korporasi per tahun
2.8. Penelitian Terdahulu
Terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan
dengan financial distress. Penelitian awal yang mengkaji kondisi financial
distress suatu perusahaan dilakukan oleh Altman (1968). Penelitian ini mengkaji
pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi
kebangkrutan serta kondisi financial distress suatu perusahaan. Fungsi
diskriminan yang dikembangkan oleh Altman adalah sebagai berikut:
− = 1,2 + 1,4 + 3,3 + 1,0 + 0,6 Altman menyatakan bahwa jika perusahaan memiliki Z-score ≥ 2,99, maka
perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan sehat. Jika perusahaan memiliki
nilai Z-score diantara 1,81 dan 2,99, maka perusahaan dikategorikan dalam
kondisi financial distress. Dan perusahaan dengan Z-score < 1,81 termasuk dalam
kategori bangkrut.
Penelitian ini dilanjutkan oleh Altman sendiri pada tahun (2010), dimana
dilakukan prediksi financial distress perusahaan dan keunikan karakteristik
…….(4)
….(1)
14
kegagalan bisnis yang diuji dengan indikator yang effective dan prediksi corporate
distress serta mengkaji karakteristik perusahaan akan mengalami kebangkrutan
dan juga menunjukkan teknik analisa keuangan yang menunjukkan kemungkinan
akan mengalami financial distress.
Smith dan Liou (2007) melakukan penelitian korelasi antara rasio laporan
keuangan yang tradisional dengan performansi pada sektor industri untuk
perusahaan besar di United Kingdom. Penelitian ini menggunakan model prediksi
kegagalan dengan Z-score untuk mengevaluasi solvency 340 perusahaan
manufaktur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat berbagai variasi
yang menghubungkan antara variabel-variabel keuangan dengan terjadinya
kegagalan dalam aktivitas perusahaan.
Ketiga penelitian di atas menggunakan fungsi diskriminan Z-score yang
dikembangkan oleh Altman untuk mengidentifikasi kondisi financial distress.
Pada penelitian ini, fungsi tersebut tidak digunakan untuk mengidentifikasi
kondisi financial distress. Kondisi tersebut diidentifikasikan dengan
menggunakan rasio keuangan DSCR.
Meekaewkunchorn (2002), melakukan penelitian mengenai Interest Rate
Volatilities. Gejolak tingkat bunga yang terjadi pada tahun 1998, mengakibatkan
banyak perusahaan yang mengalami financial distress. Pada penelitian ini
dianalisa hubungan antara interest rate dari Certificate Deposit, Treasury Yields
dan tingkat bunga Libor sesudah terjadinya financial turmoil pada September
1998. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Multiple Regression
dengan dummy variable.
Fitzpatrick (2004), melakukan penelitian secara empiris terhadap dinamika
financial distress. Analisa empiris financial distress yang dialami oleh public
company di Amerika. Dengan membuat parsimonious model yang mengukur
kondisi keuangan perusahaan melalui financial condition score (FCS) yang
didasarkan tiga hal yaitu ukuran perusahaan, jumlah hutangnya dan standar
deviasi dari aset perusahaan.
Outecheva (2007) melakukan penelitian financial distress di tingkat
perusahaan dengan menganalisa kemungkinan adanya risiko financial distress di
perusahaan serta perilaku dalam menghadapi financial distress. Tiga hal yang
15
diamati pada perusahaan adalah perubahan penggunaan cost of capital,
pengetahuan mengenai risiko dan perbedaan antara risiko sistematis dan
asystematic, serta perilaku manajemen dalam menghadapi financial distress yang
telah mendekati kebangkrutan.
Perbedaan yang dilakukan oleh penelitian ini dengan kedua penelitian
sebelumnya terletak pada penggunaan rasio keuangan. Fitzpatrick menggunakan
ukuran perusahaan, jumlah hutang, dan standar deviasi aset perusahaan sebagai
variabel independennya dan Meekaewkunchorn menganalisis hubungan interest
rate dengan bunga Libor. Outecheva mengamati perubahan penggunaan cost of
capital, pengetahuan mengenai risiko, dan prilaku manajemen dalam menghadapi
kondisi financial distress. Penelitian ini menganalisis hubungan pengaruh antara
debt service coverage dengan lima rasio keuangan, yaitu net profit margin,
current ratio, return on equity, ebitda to total assets, dan return on asset.
Almilia (2003) melakukan analisis rasio keuangan untuk memprediksi
kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan
periode 1998-2001 yang dipublikasikan. Alat analisis yang digunakan adalah
regresi logit. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa rasio keuangan
dapat digunakan untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Salah
satu jenis analisis laporan keuangan adalah analisis rasio.Variabel rasio keuangan
yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan
adalah rasio profit margin, financial leverage, dan current ratio.
Almilia (2006) membuat analisa mengenai prediksi kondisi financial
distress pada perusahaan go-public dengan menggunakan analisis multinomial
logit. Pada penelitian ini diulas tanda-tanda perusahaan akan mengalami atau
bahkan sedang mengalami financial distress, dengan melihat laba bersih dan nilai
buku ekuitas yang secara berturut-turut bernilai negatif. Penelitian dilakukan
terhadap kondisi keuangan perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta pada tahun
1998-2001. Tahun tersebut dipilih karena pada kurun waktu tersebut perusahaan
di Indonesia dan Asia memiliki kesulitan likuiditas akibat pengaruh dampak
Economic Crisis in Asia.
16
Sukana (2008) melakukan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
financial distress. Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia periode 2001 – 2005. Dalam penelitiannya,
variabel profitabilitas, beban hutang, dan market risk digunakan sebagai variabel
independen. Dengan menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional
Weights), dinyatakan bahwa ketiga variabel tersebut signifikan dalam
mempengaruhi kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami financial distress.
Juga disimpulkan bahwa financial distress mempunyai hubungan yang signifikan
dengan rasio kebangkrutan perusahaan.
Pranowo (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan data
sekunder laporan keuangan perusahaan publik non financial company selama
periode lima tahun (2004-2008) dari Bursa Efek Indonesia. Penelitian mengkaji
analisis rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai prediksi kondisi financial
distress pada perusahaan di Indonesia, serta mengkaji faktor yang mempengaruhi
perubahaan status perusaahaan dari non-financial distress menjadi financial
distress. Penelitian ini menggunakan debt service coverage sebagai penentu
kondisi financial distress perusahaan. Metode yang digunakan adalah metode
regresi panel data dan metode regresi logistik.
Dibandingkan penelitian sebelumnya, penelitian ini memiliki perbedaan
dalam variabel yang digunakan dalam penelitian, baik variabel dependen maupun
variabel independen. Namun dalam kasus penelitian Pranowo, variabel dependen
yang menjadi penentu kondisi financial distress perusahaan sama, yaitu DSCR.
Perbedaan yang paling utama dari seluruh penelitian dengan penelitian ini adalah
sampel penelitian, yaitu penelitian ini berfokus pada perusahaan sektor agrikultur.
Penelitian emergence financial distress juga dilakukan oleh Pranowo, namun
Pranowo melakukannya dengan menggunakan metode regresi logit multinomial.
Penelitian ini meneliti emergence financial distress dengan menggunakan analisis
deskriptif.
Ringkasan mengenai kajian penelitian terdahulu yang telah disebutkan
sebelumnya, berupa relevansi dan perbedaan dengan penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 2.
17
Tabel 2. Ringkasan kajian penelitian terdahuluNo. Pengarang dan
Tahun PenelitianAlat Analisis Hasil Penelitian Relevansi Perbedaan
1. Altman (1968) Analisa keuangan
Hasil dari penelitian Altman menghasilkan model Z-Score yang menunjukkan bahwa kondisi financial distress dan kebangkrutan dipengaruhi oleh nilai total asset, retained earning, earning before interest and tax, sales, dan equity, sebagaimana ditunjukkan oleh model Z-Score
Mengkaji mengenai kondisi financial distress.
Kondisi financial distress ditentukan oleh nilai Z-Score, yang tidak relevan untuk digunakan pada perusahaan di Indonesia dan berupa accrual basis.
2. Altman (2010) Analisa keuangan dan korelasi
Penelitian ini ditujukan untuk memprediksikan kondisi financial distress perusahaan dan keunikan karakteristik kegagalan bisnis, serta menunjukkan teknik analisa keuangan yang menunjukkan kemungkinan akan mengalami financial distress dengan menggunakan regresi linear.
Mengkaji prediksi kondisi financial distress.
Menggunakan regresi linear yang berarti hanya menggunakan data time-series atau cross-section untuk dianalisis.
3. Smith dan Liou (2007)
Analisis Korelasi
Dengan menggunakan model Z-score, penelitian ini mengevaluasi solvency 340 perusahaan manufaktur dengan melihat korelasi antara rasio laporan keuangan dengan performansi sektor industri di United Kingdom. Terdapat berbagai variasi yang menghubungkan variabel keuangan dengan terjadinya kegagalan aktivitas perusahaan.
Sama-sama menganalisa kondisi financial distressdengan menggunakan rasio pada laporan keuangan.
Penggunaan model Z-Score yang dianggap tidak relevan dengan kondisi perusahaan di Indonesia dan berupa accrual basis.
18
Lanjutan Tabel 2.No. Pengarang dan
Tahun PenelitianAlat Analisis Hasil Penelitian Relevansi Perbedaan
4. Fitzpatrick (2004) Analisis deskriptif dengan financial condition score (FCS)
Penelitian menganalisa kasus empiris financial distress yang dialami oleh public company di Amerika Serikat melalui FCS yang didasarkan ukuran perusahaan, jumlah hutang, dan standar deviasi aset perusahaan.
Mengkaji financial distress
Perbedaan variabel penelitian, alat analisis penelitian, serta sampel penelitian yang lebih luas.
5. Meekaewkunchorn (2002)
Analisis korelasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejolak tingkat bunga yang terjadi pada tahun 1998 mengakibatkan banyak perusahaan yang mengalami financial distress.
Mengkaji financial distress
Variabel yang digunakan: tingkat bunga yang bukan rasio keuangan.
6. Outtecheva (2007) Analisis korelasi dan regresi
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat tiga hal penting yang harus diamati yang berkaitan dengan kemungkinan adanya risiko financial distress, yaitu perubahan dalam penggunaan cost of capital, pengetahuan mengenai risiko, dan prilaku manajemen.
Menganalisis kemungkinan terjadinya financial distress.
Sampel berupa perusahaan yang berada pada kondisi financial distress.
7. Almilia (2003) Analisa multinomial logit
Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Variabel rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah rasio profit margin, financial leverage, dan current ratio.
Mengkaji financial distress dengan menggunakan rasio keuangan.
Variabel dan alat analisis
19
Lanjutan Tabel 2.No. Pengarang dan
Tahun PenelitianAlat Analisis Hasil Penelitian Relevansi Perbedaan
8. Almilia (2006) Analisa multinomial logit
Pada penelitian ini diulas tanda-tanda perusahaan akan mengalami atau bahkan sedang mengalami financial distress, dengan melihat laba bersih yang negatif berturut-turut dan nilai buku ekuitas yang negatif berturut-turut.
Prediksi kondisifinancial distress
Kondisi financial distress hanya ditentukan dengan melihat laba bersih dan nilai buku ekuitas yang negatif selama tiga tahun berturut-turut.
9. Sukana (2008) Analisis korelasi dan regresi menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional Weights)
Dalam penelitian ini, variabel profitabilitas, beban hutang, dan market risk digunakan sebagai variabel independen. Dengan menggunakan metode Pooled EGLS (Cross Sectional Weights), dinyatakan bahwa ketiga variabel tersebut signifikan dalam mempengaruhi kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami financial distress. Juga disimpulkan bahwa financial distressmempunyai hubungan yang signifikan dengan rasio kebangkrutan perusahaan.
Mengkaji financial distress
Variabel yang digunakan lebih sedikit, alat analisis dan sampel juga berbeda.
20
Lanjutan Tabel 2.No. Pengarang dan
Tahun PenelitianAlat Analisis Hasil Penelitian Relevansi Perbedaan
10. Pranowo (2010 Analisis regresi panel data dan multinomial logit.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder laporan keuangan perusahaan publik non financial company selama periode lima tahun (2004-2008) dari Bursa Efek Indonesia. Penelitian mengkaji analisis rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai prediksi kondisi financial distress pada perusahaan di Indonesia, serta mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahaan status perusaahaan dari non-financial distress menjadi financial distress. Penelitian ini menggunakan debt service coverage sebagai penentu kondisi financial distress perusahaan. Metode yang digunakan adalah metode regresi panel data dan metode regresi logistik.
Menganalisis financial distress dengan DSCR sebagai indikator serta menganalisis emergence financial distress.
Variabel yang digunakan berbeda, dimana penelitian ini menggunakan variabel yang dirasa memiliki pengaruh besar pada sektor agrikultur. Sampel penelitian ini berfokus pada seluruh perusahaan di BEI dan tidak berfokus pada sektor agrikultur saja.
21
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Pentingnya sektor agrikultur di Indonesia menjadi alasan utama perlunya
dilakukan analisis keuangan dan non-keuangan terhadap perusahaan yang
termasuk pada sektor tersebut. Salah satu analisis yang penting untuk dilakukan
adalah analisis terhadap kondisi financial distress perusahaan. Financial distress
merupakan keadaan dimana perusahaan tidak mampu membayar hutangnya pada
pihak ke tiga. Ketika suatu perusahaan berada dalam kondisi financial distress,
besar kemungkinan bagi perusahaan tersebut untuk mengalami kebangkrutan.
Analisis kondisi financial distress dilakukan dengan menggunakan laporan
keuangan perusahaan sektor agrikultur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
Untuk melakukan analisis ini, diperlukan laporan keuangan yang lengkap selama
periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Laporan keuangan yang
digunakan adalah laporan laba rugi dan neraca.
Dari kedua laporan tersebut diperoleh data penerimaan bersih, penjualan,
beban bunga, dan beban pajak dari laporan laba rugi perusahaan, serta data total
aset, total aset lancar, total kewajiban lancar, total ekuitas, depresiasi, dan
amortisasi dari neraca perusahaan. Seluruh data tersebut digunakan untuk
menghitung rasio keuangan Net Profit Margin (NPM), Current Ratio (CR),
Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Before Interest, Tax,
Depretiation, and Assets to Total Assets (EBITDA/TA). Ke lima rasio ini
merupakan variabel independen yang diuji pengaruhnya terhadap variabel
dependen DSCR (DSCR). Rasio yang memiliki pengaruh pada nilai DSCR dapat
digunakan sebagai alat prediksi kondisi financial distress oleh perusahaan sektor
agrikultur di Indonesia.
Nilai DSCR tentunya berbeda-beda setiap perusahaan di sektor agrikultur
(cross section) dan juga berbeda setiap tahunnya (time series). Oleh karena itu,
metode yang tepat untuk meneliti kondisi financial distress perusahaan adalah
metode regresi data panel yang memperhatikan data cross section dan time series.
Penelitian tidak hanya menganalisis faktor internal perusahaan yang dapat
mempengaruhi nilai DSCR, tetapi juga menganalisis faktor eksternal perusahaan
22
yang memuncak pada tahun 2008, yaitu krisis subprime mortgage Amerika
Serikat. Pengaruh yang diberikan dilihat dengan menggunakan variabel dummy
untuk merepresentasikan kondisi krisis tersebut. Setelah seluruh data numerik
diperoleh, dilakukan uji Hausman Test untuk memilih metode yang akan
digunakan pada model penelitian, yaitu Fixed Effect Model (FEM) atau Random
Effect Model (REM) untuk menjadi landasan asumsi pada metode regresi data
panel.
Perbedaan nilai DSCR yang disebabkan oleh berbagai faktor internal dan
eksternal memungkinkan terjadinya perbedaan kondisi pada perusahaan sektor
agrikultur, yaitu kondisi status financial distress atau non-financial distress.
Kondisi perusahaan yang berbeda dijadikan sebagai landasan pemikiran
berikutnya, yaitu faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan kondisi
perusahaan. Terdapat empat jenis status (perubahan kondisi perusahaan) yang
mungkin terjadi pada perusahaan di sektor agrikultur Indonesia, yaitu:
Status 0 = perusahaan tetap pada kondisi financial distress
Status 1 = perusahaan keluar dari kondisi financial distress menjadi non-
financial distress
Status 2 = perusahaan tetap pada kondisi non-financial distress
Status 3 = perusahaan keluar dari kondisi non-financial distress menjadi
financial distress
Penelitian berfokus pada faktor apa saja yang menyebabkan perusahaan
keluar dari kondisi financial distress menjadi non-financial distress, yaitu pada
status 1. Status 1 ini disebut juga dengan emergence financial distress, yaitu
keluarnya perusahaan dari kondisi financial distress. Analisis ini dilakukan secara
deskriptif terhadap perusahan sektor agrikultur yang mengalami kondisi
emergence financial distress dengan meneliti kebijakan keuangan maupun non-
keuangan yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun yang bersangkutan.
23
Gambar 3. Kerangka pemikiran p enelitian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada perusahaan sektor agrikultur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2006-2010. Penelitian dilakukan pada
bulan Desember 2011 hingga Januari 2012.
Implikasi Manajerial
Analisis Deskriptif
Regresi Panel Data
Emergence Financial Distress
Dampak Krisis
Subprime Mortgage
Analisis financial distressdengan DSCR
EBITDA/TA
ROEROACRNPMDSCR
Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan Perusahaan
Sektor Agrikultur Periode 2006-2010
- Hausmann Test - Uji Asumsi Klasik -
Var.Dummy Krisis Subprime Mortgage
24
3.3. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang bersifat kuantitatif
dan kualitatif. Data tersebut diperoleh dari Bursa Efek Indonesia berupa laporan
keuangan serta laporan tahunan, dan literatur-literatur terkait yang mendukung
penelitian.
Objek penelitian ini adalah perusahaan sektor agrikultur pada periode
2006-2010. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara non
probability sampling, yaitu dengan pendekatan purposive sampling dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada atau sebelum
tahun 2006.
2. Perusahaan terdaftar pada sektor agrikultur.
3. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit pada periode
2006-2010.
4. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang lengkap pada periode
2006-2010, terutama data-data yang dibutuhkan untuk menghitung rasio
penelitian.
5. Perusahaan tidak delisting selama periode 2006-2010.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt
service coverage. Nilai DSCR kemudian digunakan untuk menentukan kondisi
perusahaan, apakah berada dalam kondisi financial distress atau tidak. Perusahaan
dikatakan mengalami financial distress apabila memiliki nilai DSCR ≤ 1,20
(Ruster, 1996).
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah rasio keuangan
perusahaan yang diperkirakan mempengaruhi nilai DSCR, yaitu rasio net profit
margin, current ratio, return on equity, return on asset, rasio EBITDA to total
assets serta variabel dummy untuk kondisi krisis Subprime Mortgage.
25
3.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Net profit margin yang diperoleh dari perbandingan laba bersih (net profit)
dengan total penjualan (total sales/total revenue) merupakan indikator
kemampuan usaha dalam menghimpun dana.
Hipotesis 1;
H10: Tidak ada hubungan antara NPM dengan DSCR
H11: Ada hubungan antara NPM dengan DSCR
2. Current ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban pembayaran jangka pendek dengan membandingkan besarnya aset
lancar dengan kewajiban lancar.
Hipotesis 2;
H20: Tidak ada hubungan antara CR dengan DSCR
H21: Ada hubungan antara CR dengan DSCR
3. Return on Equity mencerminkan keuntungan/ kerugian yang dihasilkan
oleh perusahaan dari ekuitas, dimana ekuitas berupa investasi dari para pemegang
saham biasa.
Hipotesis 3;
H30: Tidak ada hubungan antara ROE dengan DSCR
H31: Ada hubungan antara ROE dengan DSCR
4. EBITDA/TA memperlihatkan efisiensi pengelolaan aset operasional
perusahaan, yaitu earning before interest, tax, depreciation, and amortization
dibandingkan dengan total assets. Rasio ini emperlihatkan produktivitas aset
perusahan dalam menghasilkan laba bersih dengan tidak mengurangi dana
depresiasi maupun amortisasi.
Hipotesis 4;
H40: Tidak ada hubungan antara EBITDA/TA dengan DSCR
H41: Ada hubungan antara EBITDA/TA dengan DSCR
5. Return on Assets mencerminkan keuntungan/kerugian yang dihasilkan dari
jumlah aset. Rasio ini mengindikasikan arus kas dari total aset dalam periode
waktu satu tahun.
Hipotesis 5;
26
H50: Tidak ada hubungan antara ROA dengan DSCR
H51: Ada hubungan antara ROA dengan DSCR
6. Krisis Subprime Mortgage yang terjadi di Amerika pada pertengahan
tahun 2007 sampai dengan akhir tahun 2008 memberikan gejolak pada kondisi
perekonomian seluruh dunia. Pada penelitian ini akan dilihat apakah krisis
tersebut memberikan dampak pada kondisi financial distress sektor agrikultur
Indonesia dengan menggunakan variabel dummy.
Hipotesis 6:
H60: Tidak ada hubungan antara krisis subprime mortgage dengan
DSCR
H61: Ada hubungan antara krisis subprime mortgage dengan DSCR
3.6 Teknik Analisis
3.6.1 Regresi Data Panel
Pada analisis statistik, data dapat dikumpulkan dari waktu ke waktu pada
satu obyek yang sering disebut dengan runtut waktu (time series). Namun
demikian data juga dapat dikumpulkan dari beberapa objek pada satu waktu,
disebut juga sebagai data silang (cross section). Jika data time series dan data
cross section digabungkan maka disebut dengan data panel (Suliyanto, 2011).
Data panel merupakan data dua dimensi, berbeda dengan time series dan cross
section yang hanya satu dimensi. Ketika data panel memiliki jumlah observasi
time series yang sama pada tiap unit cross-section, maka data disebut dengan
balanced panel data. Sebaliknya, ketika data panel memiliki jumlah observasi
time series yang berbeda pada tiap unit cross-section, maka data disebut dengan
unbalanced panel data. Model data panel adalah:
= + + ……………………………………………………(2)
Dimana,
y = variabel dependen,
x = variabel independen,
a = intercept,
b = slope,
i = indeks individu,
27
t = indeks waktu,
ε = error.
3.6.2 Hausman Test
Pada analisis regresi data panel terdapat dua jenis model, yaitu Fixed
Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Penentuan model yang
terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan Hausman Test, yaitu:
= ( − ) ( − ) ( − )………………………………………………(3)Dimana, b merupakan koefisien REM dan β merupakan koefisien FEM.
Kesimpulan yang dapat diambil dengan menggunakan Hausman Test adalah
untuk menggunakan asumsi FEM apabila > ( , )dan untuk menggunakan
asumsi REM apabila ≤ ( , )(Sanjoyo, 2007).
FEM memasukkan unsur dummy variable yang memungkinkan intersep
bervariasi antar cross section maupun antar time series. Analisis dengan FEM
menghasilkan hasil estimasi yang lebih baik (robust) dan cocok untuk digunakan
pada data yang terdiri dari tingkat individu. REM memecahkan masing-masing
komponen error menjadi cross section error, time series error, dan combination
error. REM lebih cocok untuk digunakan padaa sampel acak dari suatu populasi
yang diteliti.
3.6.3 Uji Asumsi Klasik Otokorelasi
Masalah otokorelasi dapat terjadi pada data observasi yang diuraikan
menurut waktu (time series) atau ruang (cross section), yang berarti data panel
juga dapat mengalami masalah ini. Uji otokorelasi bertujuan untuk mengetahui
apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data observasi (Suliyanto, 2011).
Uji otokorelasi dapat dilakukan dengan metode Breusch Godfrey dengan
perangkat lunak SPSS 16.
Metode ini mengasumsikan disturbance factor (Ut) diturunkan dengan
mengikuti path order otoregressive scheme. Skema ini dilakukan dengan
menghitung nilai Lag residual persamaan regresi, dimana regresi dilakukan
dengan menggunakan nilai residual (μi) sebagai variabel dependen dan nilai lag
residual (μt-1 sampai dengan μt-p) sebagai variabel independen. Lalu akan
dihasilkan nilai chi-square yang diperoleh dari hasil perkalian R2 dengan hasil
pengurangan total sampel dengan total lag residual. Apabila chi-square yang
28
dihasilkan kurang dari chi-square tabel, maka dapat disimpulkan data tidak
mengalami masalah otokorelasi.
3.6.4 Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas
Multikolinieritas memiliki arti terjadinya korelasi linier yang mendekati
sempurna antar lebih dari dua variabel bebas. Uji multikolinieritas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang
tinggi atau sempurna di antara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi
yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel
bebas maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolinier.
Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation
Factor (VIF) dengan menggunakan alat analisis SPSS 16. Model dinyatakan tidak
memiliki gejala multikolinier ketika nilai VIF seluruh variabel independen tidak
lebih besar dari 10.
3.6.5 Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas
Masalah heteroskedastisits mengindikasikan bahwa terdapat varian
variabel pada model regresi yang tidak konstan. Harapannya, suatu model regresi
memiliki varian variabel yang konstan, yang disebut dengan homoskedastisitas.
Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada penelitian data cross-section,
sehingga harus dilakukan pada penelitian ini.
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan metode Glejser dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS 16, dimana dilakukan regresi terhadap
seluruh variabel independen terhadap nilai mutlak residualnya. Masalah
heteroskedastisitas akan diidentifikasi apabila terdapat pengaruh variabel
independen terhadap nilai mutlak residualnya. Persamaan pada uji Glejser adalah
sebagai berikut:
| | = + + ...........................(8)
Dimana,
| | = Nilai residual mutlak
Xi = Variabel bebas
3.6.6 Analisis Faktor Pengaruh Kondisi Financial Distress
Penelitian menggunakan data time series dan cross section, sehinga
metode yang digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi kondisi
29
financial ditress adalah metode regresi data panel. Hasil dari metode ini akan
menjawab Hipotesis 1 sampai dengan Hipotesis 5. Regresi data panel dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 5.1. dengan model regresi data
panel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
= + + + + + + + ……………………………………(5)
Dimana,
DSCRit = Debt Service Coverage pada perusahaan i pada tahun t,
NPMit = Net Profit Margin pada perusahaan i pada tahun t,
CRit = Current Ratio pada perusahaan i pada tahun t,
ROEit = Return On Equity pada perusahaan i pada tahun t,
ETit = EBITDA/TA = Earning Before Interest, Tax, Depretiation,
Amortization to Total Assets
ROAit = Return On Asset
= Variabel Dummy Krisis Subprime Mortgage
= intercept perusahaan i
= Slope variabel NPM pada perusahaan i
= Slope variabel CR pada perusahaan i
= Slope variabel ROE pada perusahaan i
= Slope variabel EBITDA/TA pada perusahaan i
= Slope variabel ROA pada perusahaan i
= Slope variabel dummy krisis subprime mortgage pada perusahaan
i
= Error pada perusahaan i pada tahun t,
= Perusahaan pada sektor agrikultur di Indonesia, yaitu AALI,
BISI, CPRO, DSFI, LSIP, MBAI, SMAR, SGRO, TBLA, UNSP
= Periode waktu tahun 2006 - 2010
3.6.7 Analisis Emergence Financial Distress
Analisis emergence financial distress dilakukan untuk melihat faktor apa
saja yang dapat membantu perusahaan keluar dari kondisi financial distress.
Analisis ini dapat dilakukan secara statistik apabila penelitian memiliki sampel
yang mencukupi untuk dilakukannya analisis statistik. Namun pada penelitian ini,
30
jumlah kasus emergence financial distress di sektor agrikultur hanya ada tiga,
yang tidak cukup untuk menjadi dasar dilakukannya analisis emergence financial
distress dengan menggunakan metode statistik. Sehingga penelitian ini melakukan
analisis secara deskriptif, yaitu dengan mengkaji laporan keuangan dan laporan
tahunan perusahaan untuk melihat kebijakan keuangan dan non-keuangan yang
dilakukan oleh perusahaan pada tahun dimana perusahaan tersebut keluar dari
kondisi financial distress.
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, terdapat 16
perusahaan yang terdaftar pada sektor agrikultur di Bursa Efek Indonesia. Dari
seluruh 16 perusahaan tersebut, terdapat 2 perusahaan yang delisting pada tahun
2009, 1 perusahaan yang go public pada tahun 2007, dan 1 perusahaan yang go
public pada tahun 2009. Keempat perusahaan ini tidak digunakan dalam
penelitian karena penelitian melakukan analisis terhadap balanced panel data,
sehingga kurangnya data perusahaan tidak dapat digunakan. Dari 12 perusahaan
yang tersisa, hanya digunakan data dari 10 perusahaan karena adanya nilai ekstrim
dari rasio keuangan kedua perusahaan tersebut.
Tabel 3. Perusahaan sektor agrikultur di Indonesia
No. Kode
Perusahaan Nama Perusahaan Sub Sektor
1. AALI PT Astra Agro Lestari Tbk Plantations
2. BISI PT BISI Internasional Tbk Crops
3. CPRO PT Central Proteina Prima Tbk Fishery
4. DSFI PT Dharma Samudera Fishing
Industries Tbk
Fishery
5. LSIP PT Perusahaan Perkebunan
London Sumatera Indonesia Tbk
(LSIP)
Plantations
6. MBAI PT Multibreeder Adirama
Indonesia Tbk
Husbandry
7. SGRO PT Sampoerna Agro Tbk Plantations
8. SMAR PT Sinar Mas Agro Resources
And Technology
Plantations
9. TBLA PT Tunas Baru Lampung Tbk Plantations
10. UNSP PT Bakrie Sumatera Plantations Plantations
32
4.1. Kondisi Financial Distress Perusahaan Sektor Agrikultur di Indonesia
Kondisi keuangan perusahaan sektor agrikultur dapat dilihat melalui
perhitungan DSCR yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya kepada pihak ke tiga. DSCR, secara lebih lanjut, menunjukkan
kondisi financial distress perusahaan. Suatu perusahaan dinyatakan berada dalam
kondisi financial distress ketika perusahaan tersebut memiliki nilai DSCR ≤ 1,20.
Sebaliknya, perusahaan dinyatakan berada dalam kondisi non-financial distress
ketika perusahaan tersebut memiliki nilai DSCR > 1,20 (Ruster, 1996). DSCR
dihitung menggunakan persamaan (1).
Tabel 4. Kondisi financial distress sektor agrikultur di IndonesiaNo. Kode
Perusahaan
Tahun DSCR Kondisi
Perusahaan
No. Kode
Perusahaan
Tahun DSCR Kondisi
Perusahaan
1. AALI 2006 1,069 FD 6. MBAI 2006 1,0077 FD
2007 1,2213 NFD 2007 0,6618 FD
2008 1,4529 NFD 2008 0,1016 FD
2009 1,1851 FD 2009 0,7435 FD
2010 1,2445 NFD 2010 1,0757 FD
2. BISI 2006 0,0988 FD 7. SGRO 2006 0,4072 FD
2007 0,3883 FD 2007 0,6008 FD
2008 0,4223 FD 2008 0,9432 FD
2009 0,2887 FD 2009 0,9404 FD
2010 1,1377 FD 2010 0,8177 FD
3. CPRO 2006 0,1909 FD 8. SMAR 2006 0,7185 FD
2007 0,1494 FD 2007 0,2554 FD
2008 0,1993 FD 2008 0,5072 FD
2009 0,2915 FD 2009 0,3225 FD
2010 0,2305 FD 2010 0,3119 FD
4. DSFI 2006 0,0724 FD 9. TBLA 2006 0,2952 FD
2007 0,1890 FD 2007 0,2526 FD
2008 0,5341 FD 2008 0,2201 FD
2009 0,1787 FD 2009 0,3567 FD
2010 0,0934 FD 2010 0,2434 FD
5. LSIP 2006 0,3257 FD 10. UNSP 2006 0,3737 FD
2007 0,4582 FD 2007 0,3858 FD
2008 0,7057 FD 2008 0,3989 FD
2009 0,8834 FD 2009 0,5488 FD
2010 1,2789 NFD 2010 0,2568 FD
Berdasarkan perhitungan DSCR, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh
perusahaan sektor agrikultur yang terdaftar di Indonesia mengalami masalah
financial distress. PT. Astra Agro Lestari Tbk merupakan satu-satunya
33
perusahaan di sektor agrikultur di Indonesia yang mengalami fluktuasi kondisi
financial distress. Sedangkan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera
Indonesia Tbk memasuki status emergence financial distress pada tahun 2010,
dimana perusahaan tersebut berhasil keluar dari keadaan financial distress
menjadi non-financial distress. Selain kedua perusahaan tersebut, yaitu sebanyak
delapan perusahaan agrikultur mengalami masalah financial distress selama
periode waktu 2006 sampai dengan 2010.
Gambar 4. DSCR sektor agrikultur 2006-2010
Pada tahun 2006, AALI memiliki nilai DSCR yang tertinggi, diikuti
dengan MBAI, SMAR, SGRO, UNSP, LSIP, TBLA, CPRO, BISI, dan DSFI
dengan nilai DSCR yang paling rendah. Meskipun seluruh perusahaan sektor
agrikultur berada pada kondisi financial distress, subsektor plantations memiliki
nilai teratas. Baik AALI, SMAR, SGRO, UNSP, LSIP, dan TBLA terdaftar dalam
subsektor plantations. Subsektor husbandry juga menunjukkan angka DSCR yang
relatif baik pada tahun tersebut. Dimana, MBAI memiliki nilai tertinggi kedua,
meskipun masih dalam kondisi financial distress sebagaimana perusahaan
agrikultur lainnya. Dua subsektor yang tersisa, yaitu crops dan fishery, memiliki
nilai DSCR yang sangat rendah. Subsektor crops, yaitu BISI, memiliki nilai
DSCR sebesar 0,0988 yang masih sangat jauh dari kondisi non-financial distress
dengan nilai DSCR minimal sebesar 1,2. Subsektor fishery terdiri atas CPRO dan
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
2006 2007 2008 2009 2010
AALI
BISI
CPRO
DSFI
LSIP
MBAI
SGRO
SMAR
TBLA
UNSP
34
DSFI yang juga memiliki nilai DSCR terendah pada tahun 2006, dengan masing-
masing bernilai sebesar 0,1909 dan 0,0724.
Tahun 2007 tetap diungguli oleh AALI yang mengalami peningkatan nilai
DSCR hingga mencapai 1,2213 sehingga AALI mengalami emergence financial
distress. Lain halnya dengan AALI, nilai DSCR MBAI menurun drastis dari
1,0077 menjadi 0,6618. Hal ini mencerminkan terjadinya penurunan kemampuan
pelunasan hutang pada subsektor husbandry pada tahun 2007. Subsektor
plantations tidak terlalu berbeda jauh dari tahun sebelumnya. Selain AALI,
peningkatan terjadi pada LSIP, SGRO, dan UNSP. Penurunan terjadi pada SMAR
dan TBLA, dimana TBLA tidak mengalami penurunan drastis sebagaimana
dialami oleh SMAR, yang menurun dari 0,7185 menjadi 0,2554. Subsektor crops
mengalami peningkatan dimana nilai DSCR BISI meningkat dari 0,0988 menjadi
0,3883. Kondisi subsektor fishery tidak mengalami perbedaan yang terlalu
signifikan, meskipun CPRO mengalami penurunan dan DSFI mengalami
peningkatan kemampuan membayar hutang, perbedaan tersebut tidak terlalu
besar.
Pada tahun 2008, yaitu tahun dimana krisis Subprime Mortgage
memuncak dan dirasakan oleh seluruh dunia, hampir seluruh perusahaan sektor
agrikultur mengalami peningkatan nilai DSCR. Peningkatan nilai DSCR yang
tajam terjadi pada AALI, dimana perusahaan tersebut masuk pada kondisi non-
financial distress. Peningkatan tajam ini terjadi karena adanya peningkatan net
income sebesar 75%.
Penurunan yang sangat tajam dirasakan oleh MBAI pada tahun 2008. Hal
ini terjadi karena terjunnya nilai net income yang hanya mencapai 35,53% dari
tahun sebelumnya serta besarnya jumlah pinjaman pokok jangka panjang yang
dilunasi pada tahun 2008, sehingga meningkatkan pengeluaran MBAI berupa
pembayaran pokok hutang dan beban bunga hutang jangka panjang. Kinerja
MBAI pada tahun 2008 sebenarnya lebih baik dari tahun sebelumnya, yaitu tahun
2007. Hal ini dinyatakan demikian karena adanya peningkatan jumlah produksi
dan volume penjualan perusahaan. Namun, net income MBAI menurun drastis
akibat adanya kerugian selisih kurs yang terjadi akibat penurunan nilai Rupiah
yang signifikan terhadap US$ yang mencapai 16% pada akhir tahun 2008.
35
Selain MBAI, hanya TBLA yang mengalami penurunan nilai DSCR dari
0,2526 menjadi 0,2201. Selain itu, seluruh perusahaan agrikultur mengalami
peningkatan nilai DSCR. Secara keseluruhan, dapat dinyatakan bahwa kondisi
sektor agrikultur membaik. Seluruh subsektor, kecuali subsektor husbandry
didominasi dengan peningkatan kemampuan untuk membayar hutang pada tahun
2008. Dapat dilihat bahwa pada tahun terjadinya krisis Subprime Mortgage, sektor
agrikultur tidak mengalami penurunan.
Tabel 5. Fluktuasi nilai DSCR perusahaan Indonesia 2007-2009
Perusahaan 2007 2008 2009
AALI Meningkat Meningkat Menurun
BISI Meningkat Meningkat Menurun
CPRO Menurun Meningkat Meningkat
DSFI Meningkat Meningkat Menurun
LSIP Meningkat Meningkat Meningkat
MBAI Menurun Menurun Meningkat
SGRO Meningkat Meningkat Meningkat
SMAR Menurun Meningkat Menurun
TBLA Menurun Menurun Menurun
UNSP Meningkat Meningkat Meningkat
Pada pasca krisis Subprime Mortgage, AALI, SGRO, SMAR, BISI, dan
DSFI mengalami penurunan nilai DSCR. Sedangkan TBLA, LSIP, MBAI, TBLA,
dan CPRO mengalami peningkatan nilai DSCR. Pada tahun 2010, terdapat gap
yang sangat besar antara AALI, LSIP, BISI, MBAI, dan SGRO, dengan SMAR,
UNSP, TBLA, CPRO, dan DSFI. Kelima perusahaan pertama memiliki nilai
DSCR yang sangat tinggi, sedangkan yang lainnya memiliki DSCR yang sangat
rendah, berkisar antara 0,1 dan 0,3. Kelima perusahaan yang mengalami
peningkatan tersebut berasal dari subsektor plantations, crops, dan husbandry.
Penurunan terjadi pada subsektor plantations dan fishery. Dapat disimpulkan pada
tahun 2009, subsektor plantations berfluktuatif, subsektor crops dan husbandry
mengalami peningkatan, dan subsektor fishery mengalami penurunan kemampuan
pelunasan kewajiban. Fluktuasi nilai DSCR perusahaan pada sektor Agrikultur
Indonesia, pada pra krisis Subprime Mortgage (2007) sampai pasca krisis
Subprime Mortgage (2009) secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.
36
Tahun 2010 diisi dengan peningkatan nilai DSCR secara drastis oleh
LSIP, MBAI, dan BISI. Peningkatan juga terjadi pada AALI, dimana AALI dan
LSIP berhasil keluar dari kondisi emergence financial distress. SGRO mengalami
penurunan, namun masih memiliki nilai DSCR yang cukup tinggi bila
dibandingkan dengan perusahaan lainnya. SMAR, UNSP, TBLA, CPRO, dan
DSFI mengalami penurunan DSCR dan berada sangat jauh dari kelima
perusahaan lainnya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa subsektor crops dan
husbandry mengalami peningkatan, subsektor plantations berfluktuatif, dan
subsektor fishery mengalami penurunan kemampuan pelunasan hutang.
4.2. Hasil Uji Hausman Test Data Panel
Uji Hausman Test dilakukan dengan menggunakan alat analisis Eviews
5.1. sebagaimana dilihat pada Lampiran 1. Nilai p-value adalah 0,0046 yang
lebih kecil dari nilai α, serta nilai lebih besar dari nilai ( , ), sehingga dapat
disimpulkan bahwa model yang digunakan adalah fixed effect model (FEM). Pada
model ini, diasumsikan bahwa koefisien slope konstan antar waktu dan anggota
panel dengan intersep bervariasi antar anggota panel (time invariant). Penggunaan
model FEM harus menggunakan penaksiran model OLS (Ordinary Least Square),
dimana variabel penelitian yang digunakan bersifat BLUE (Best Linear Unbiased
Estimator). Asumsi yang harus dipenuhi dalam penaksiran metode OLS adalah
sampel penelitian terdistribusi normal, tidak terjadi masalah autokorelasi, syarat
homoskedastisitas, dan tidak terjadi masalah multikolinieritas.
4.3. Hasil Uji Asumsi Klasik Otokorelasi
Pada Lampiran 3 dapat dilihat hasil uji otokolerasi dengan metode
Breusch Godfrey. Nilai R2 yang diperoleh sebesar 0,064, sehingga nilai chi-square
dapat diperoleh dengan mengalikan nilai R2 dengan hasil pengurangan jumlah
sampel, yaitu 50, dengan banyaknya lag residual yang digunakan, yaitu 2.
Diperoleh nilai chi-square sebesar 3,072 yang lebih kecil dari nilai chi-square
tabel yaitu 5,991. Maka dapat disimpulkan model persamaan regresi tidak
memiliki masalah otokorelasi.
37
4.4. Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas
Pada Lampiran 4 terdapat hasil uji asumsi klasik multikolinieritas yang
dilakukan dengan menggunakan SPSS 16. Penggunaan alat analisis yang berbeda
ditujukan untuk mempermudah penelitian dalam melakukan uji asumsi klasik
multikolinieritas dengan menggunakan data panel yang sama. Hasil uji klasik
menunjukkan nilai VIF seluruh variabel kurang dari 10, maka dapat disimpulkan
bahwa model tidak memiliki masalah multikolinieritas.
4.5. Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas
Dapat dilihat hasil uji heteroskedastisitas pada Lampiran 5 membuktikan
bahwa model tidak mengandung masalah heteroskedastisitas. Dengan
menggunakan metode Glejser, diperoleh p-value seluruh variabel independen
terhadap nilai absolut residualnya lebih besar dari nilai α 0,05. Maka dapat
dinyatakan bahwa model bebas dari gejala heteroskedastisitas, atau mengalami
homoskedastisitas.
4.6. Prediksi Financial Distress Sektor Agrikultur Indonesia
Setelah diketahui kondisi financial distress dari masing-masing perusahaan
pada sektor agrikultur di Indonesia, maka perhitungan rasio keuangan dilakukan
dengan menggunakan data-data keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan
berupa laporan laba rugi dan neraca yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.
Rasio keuangan yang digunakan adalah NPM, CR, ROE, EBITDA/TA, dan ROA.
Rasio dihitung dengan rumus keuangan sederhana. NPM diperoleh dengan
membandingkan pendapatan bersih (net income) dengan penjualan (total sales).
CR diperoleh dengan membandingkan aset lancar (current assets) dengan
kewajiban lancar (current liabilities). ROE diperoleh dengan membandingkan
pendapatan bersih (net income) dengan total ekuitas (total equity). EBITDA/TA
membandingkan pendapatan sebelum dikurangi beban bunga, pajak, depresiasi,
dan amortisasi dengan total aset. ROA diperoleh dengan membandingkan net
income dengan total aset.
38
Tabel 6. Perhitungan rasio keuangan
Net Profit Margin Current Ratio
Return on Equity EBITDA to Total Assets + ++ +
Return on Asset Sumber: Warren (2006), Ruster (1996)
Penelitian menggunakan data time-series dan data cross-section, sehingga
metode yang digunakan untuk menganalisis data ini tidak bisa menggunakan
metode regresi biasa, tetapi harus menggunakan metode regresi panel data.
Bentuk model regresi penelitian “Analisis Kondisi Financial Distress Pada
Sektor Agrikultur Indonesia” adalah sebagai berikut:
= + + + + + + + ……………………………… (9)
Dari hasil analisis regresi panel data pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa
nilai F-statistik sebesar 11,0195 dengan p-value sebesar 0,000. Karena nilai F-
statistik lebih besar dari F-tabel 2,422 dan nilai p-value lebih kecil dari nilai α
sebesar 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa model sesuai (fit). Model penelitian
memiliki nilai Adjusted R2, yaitu koefisien determinasi yang telah dikoreksi
dengan jumlah variabel dan ukuran sampel, sebesar 75,41%. Hal ini berarti nilai
DSCR dapat dijelaskan oleh ke lima variabel independen tersebut sebesar 75,41%.
Variabel independen NPM memiliki nilai t-statistik sebesar 2,056209 dan
p-value sebesar 0,0475. Karena p-value lebih besar dari nilai α (0,05) dan t-
statistik lebih kecil dari nilai t-tabel (2,009), maka dapat dinyatakan bahwa NPM
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DSCR. Koefisien variabel ini sebesar
1,228274, yang berarti bahwa variabel ini memiliki pengaruh positif terhadap nilai
debt service coverage dan apabila variabel independen lainnya diasumsikan tetap,
39
maka peningkatan satu satuan variabel NPM akan meningkatkan DSCR sebesar
1,228274.
CR memiliki nilai t-statistik sebesar 4,097702 dengan nilai p-value sebesar
0,00002. Karena nilai t-statistik lebih besar dari nilai t-tabel dan nilai p-value
lebih kecil dari nilai α, maka dapat dinyatakan bahwa CR memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap DSCR. Koefisien CR sebesar 0,114502 menunjukkan bahwa
apabila variabel independen lain dianggap tetap dan CR bertambah satu satuan,
maka nilai DSCR akan meningkat sebesar 0,114502. Dengan kata lain, CR
memiliki pengaruh positif terhadap DSCR, meskipun nilai pengaruhnya kecil.
Sehingga dengan meningkatnya nilai CR, maka perusahaan cenderung mendekati
kondisi non-financial distress.
Variabel independen ketiga, yaitu ROE, memiliki nilai t-hitung sebesar -
2,563921 yang lebih kecil dari nilai t-tabel (-2,009), dan nilai p-value sebesar
0,0149 yang lebih kecil dari nilai α. ROE juga memiliki koefisien sebesar -
0,184734. P-value yang lebih kecil dari α dan t-hitung yang lebih besar dari t-tabel
menunjukkan bahwa ROE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DSCR.
Namun pengaruh yang dimiliki adalah pengaruh negatif, yaitu semakin besar nilai
ROE maka semakin kecil nilai DSCR. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
nilai ROE menyebabkan perusahaan lebih mendekat kepada kondisi financial
distress.
Rasio perbandingan antara EBITDA (earning before interest, tax,
depretiation, and amortization) dengan TA (total assets) memiliki nilai t-hitung
sebesar 0,475212 dan nilai p-value sebesar 0,6393. Nilai t-hitung yang lebih kecil
dari nilai t-tabel dan nilai p-value yang lebih besar dari α menyimpulkan bahwa
rasio perbandingan EBITDA dengan TA tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap nilai DSCR, sehingga rasio ini tidak mempengaruhi kondisi financial
distress perusahaan.
ROA juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai DSCR.
Hal ini dapat dilihat dari nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, yaitu sebesar
0,505816, serta dilihat dari nilai p-value yang lebih besar dari nilai α, yaitu
sebesar 0,6162. Sehingga ROA tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi
financial distress suatu perusahaan.
40
Variabel dummy SM mewakili kondisi krisis subprime mortgage yang
terjadi pada tahun 2007 dan 2008. Variabel ini memiliki nilai t-statistik sebesar -
1,544092 dan memiliki nilai p-value sebesar 0,1318. Nilai t-statistik yang lebih
kecil dari t-tabel dan p-value yang lebih besar dari nilai α, membuktikan bahwa
krisis global subprime mortgage tidak berpengaruh terhadap kondisi financial
distress perusahaan sektor agrikultur di Indonesia.
Hasil analisis model panel data di atas dapat memberikan kesimpulan
terhadap hipotesis dari penelitian ini. Hipotesis 1 melihat ada atau tidaknya
hubungan yang signifikan antara NPM dengan DSCR. Dari hasil analisis dapat
dinyatakan bahwa NPM memberikan pengaruh positif terhadap DSCR sehingga
hipotesis 1 tidak terbukti, tolak H10 (terima H11).
Hipotesis 2 menguji hubungan yang signifikan antara CR dengan DSCR.
Telah terbukti bahwa CR memiliki pengaruh positif terhadap DSCR, sehingga
hipotesis 2 terbukti, tolak H20 (terima H21). Sama halnya dengan Hipotesis 3
yang melihat hubungan antara ROE dengan DSCR, juga terbukti ada hubungan
pengaruh, namun pengaruh yang diberikan ROE berupa pengaruh negatif, tolak
H30 (terima H31).
Hipotesis 4 menguji hubungan yang signifikan antara rasio EBITDA/TA
dengan DSCR dan terbukti rasio EBITDA/TA tidak memiliki pengaruh
terhadap DSCR, sehingga hipotesis 4 tidak terbukti, tolak H41 (terima H40).
Hipotesis 5 melihat hubungan antara ROA dengan DSCR. Telah dibuktikan
bahwa tidak ada pengaruh yang diberikan oleh ROA terhadap DSCR. Sehingga
dapat disimpulkan, tolak H51 (terima H50).
Hipotesis yang terakhir, yaitu Hipotesis 6 menguji hubungan antara krisis
global subprime mortgage yang berdampak pada kondisi perekonomian dunia,
terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sektor agrikultur di Indonesia.
Telah dibuktikan bahwa krisis tersebut tidak berdampak pada kondisi financial
distress perusahaan sektor agrikultur Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan,
tolak H61 (terima H60).
Dari analisis yang dilakukan dengan metode regresi panel data diperoleh
persamaan penelitian sebagai berikut:
41
=, + , + , −
, + 0,298679 + 0,114222 − 0,091838 + ................................................................(10)
Persamaan tersebut memberikan arti bahwa DSCR dapat dipengaruhi oleh
rasio NPM, CR, dan ROE, dimana NPM dan CR berpengaruh secara positif dan
ROE berpengaruh secara negatif. Apabila NPM, CR, dan ROE dianggap sama
dengan 0, yang terjadi ketika net income dan current assets bernilai 0, maka
DSCR bernilai sebesar 0,144532. Ketika NPM meningkat sebesar satu satuan, dan
variabel lain dianggap konstan, maka DSCR akan mengalami peningkatan sebesar
1,228274. Ketika CR meningkat sebesar satu satuan, dan variabel lain dianggap
konstan, maka DSCR akan mengalami peningkatan sebesar 0,184734. Ketika
ROE meningkat sebesar satu satuan, dan variabel lain dianggap konstan, maka
DSCR akan mengalami penurunan sebesar 0,184734.
Dari ketiga variabel pengaruh, terlihat bahwa NPM memiliki pengaruh
yang paling besar karena nilai koefisien yang besar yaitu 1,228274. Berarti
dengan peningkatan NPM sebesar satu satuan, atau sebesar 100%, maka suatu
perusahaan di sektor agrikultur secara pasti akan berada pada posisi non-financial
distress, tanpa dipengaruhi kondisi sebelumnya. NPM yang dihitung dengan
menggunakan cash basis, bukan accrued basis, memperlihatkan kas yang tersedia
di perusahaan pada saat tertentu. Kas tersebut tentunya sangat berguna untuk
membayar kewajiban kepada pihak ketiga, yaitu semakin tinggi nilai kas yang
tersedia maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melunasi hutangnya.
4.7. Emergence Financial Distress
Analisis emergence financial distress dimaksudkan untuk mengetahui
faktor apa saja yang dapat membantu perusahaan untuk keluar dari kondisi
financial distress sehingga perusahaan berada pada kondisi non financial distress.
Status perusahaan berupa financial distress atau non-financial distress ditentukan
oleh nilai DSCR. Ketika nilai DSCR ≤ 1,2 maka perusahaan berada dalam kondisi
financial distress. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki nilai DSCR > 1,2
maka perusahaan berada dalam kondisi non-financial distress.
42
Selama periode waktu lima tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun
2010, hanya terjadi tiga kasus emergence financial distress. Dua dari tiga kasus
emergence financial distress tersebut terjadi pada PT Astra Agro Lestari Tbk
(AALI) pada tahun 2007 dan tahun 2010, dan satu di antaranya terjadi pada PT
Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) pada tahun 2010.
Penelitian ini akan membahas terjadinya emergence financial distress pada tahun
2010 di AALI dan LSIP dan tidak membahas terjadinya emergence financial
distress pada tahun 2007 di AALI. Hal ini dilakukan agar hasil analisis yang
terjadi murni disebabkan oleh faktor internal perusahaan tanpa mempedulikan
perbedaan kondisi perekonomian pada tahun 2007 dan 2010.
AALI melakukan program intensifikasi untuk memperoleh kuantitas dan
produksi tandan buah segar (TBS) yang maksimal dengan menggunakan kompos
dan pupuk yang lebih efektif. Sistem kompos dilakukan dengan menggunakan
bahan organik dan limbah dari pabrik pengolahan kelapa sawit. Program
intensifikasi merupakan bagian dari arahan strategis yang meliputi mekanisasi,
composing, tata kelola air, pengelolaan tanah, dan penyerbukan untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas TBS. Penerapan program intensifikasi
tersebut merupakan alasan utama keberhasilan AALI dalam meningkatkan
produksi minyak sawit.
Program intensifikasi yang dilakukan oleh AALI ini merupakan bagian
daripada pengembangan arahan strategis (strategic directions) dengan
memperkuat peranan R&D guna meningkatkan kualitas produk, dalam kasus
AALI yaitu kelapa sawit. AALI melakukan investasi yang besar pada R&D di
tahun 2010 karena R&D dianggap sebagai faktor kunci program intensifikasi.
R&D telah berhasil melaksanakan program peremajaan tanaman dalam jangka
panjang, memperluas areal perkebunan dan melanjutkan pengembangan
infrastruktur logistik.
Selain melakukan penelitian dan pengembangan secara internal, AALI
juga melakukan kerjasama dengan pihak eksternal untuk mengembangkan
produknya. Kerjasama dilakukan oleh AALI dengan Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (PPks) di Medan, Sumut untuk mengembangkan kebun bibit milik sendiri
di Kumai, Kalteng. Selain itu, sejak 2008 AALI juga sudah bekerjasama dengan
43
Institute of Agricultural Research for Development (IRAD) di Kamerun dalam
bentuk program pemuliaan benih.
Pada tahun 2010, AALI memberikan pelatihan pada karyawan yang
berada di level manajerial senior untuk Coaching for Corporate Performance
untuk meningkatkan produktivitas perseroan. Di tahun yang sama, perseroan
tersebut menerapkan sistem penghargaan yang diwujudkan dalam Excellence
Award dan Incentives to Outstanding Performers yang diberikan kepada
karyawan berprestasi sehingga karyawan dapat termotivasi untuk meningkatkan
kinerjanya.
Dilihat dari segi finansial, AALI berhasil menghasilkan peningkatan laba
sebesar 21,4% pada tahun 2010 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Laba bersih per saham pada tahun juga meningkat dari Rp. 1.055 per saham pada
tahun 2009 menjadi Rp. 1.281 per saham pada tahun 2010. Peningkatan laba yang
diperoleh AALI ini terutama didasari oleh peningkatan harga minyak sawit dan
peningkatan produksi minyak sebesar 2,8%, yaitu dari 1.082,95 ribu ton pada
tahun 2009 menjadi 1.113,28 ribu ton pada tahun 2010.
Perseroan LSIP pada tahun 2010 telah menyelesaikan proses audit tahunan
Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO merupakan standar
kelestarian pertama di dunia untuk tanaman pangan dengan delapan prinsip, 39
kriteria dan 139 indikator, yang mencakup berbagai aspek operasional perseroan
yang langsung terkait dengan tata kelola perusahaan, termasuk transparansi,
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, pemeliharaan lingkungan,
serta tanggung jawab pada karyawan dan masyarakat.
Secara besar-besaran, LSIP melakukan pengembangan infrastruktur yang
terbukti menjadikan perusahaan lebih efektif dan efisien dalam menjalankan
operasinya. Pengembangan infrastruktur ini berhasil membuat LSIP berhasil
meskipun banyak masalah cuaca buruk yang terjadi pada tahun 2010.
Sebelumnya, pada tahun 2009, LSIP membangun kemampuan transportasi
internal, sehingga pada tahun 2010 peningkatan produktivitas dan kontrol
manajemen logistik yang lebih baik berhasil diterapkan. Selain itu, di bidang
Sumber Daya Manusia, LSIP memberikan pendidikan berupa beasiswa S3 kepada
bagian R&D sehingga dapat memperkuat kemampuannya di bidang penelitian.
44
Dilihat dari segi finansial, pada tahun 2010 LSIP mengalami peningkatan
laba bersih sebesar 46,1% dan mencapai Rp. 1,03 triliun, meskipun volume
penjualan CPO dan karet turun masing-masing sebesar 5,8% dan 17,2%. Pada
bulan november di tahun yang sama, LSIP melunasi hutang sebesar US$32,7
juta, sehingga LSIP dapat mengalami peningkatan kondisi keuangan pada tahun
2011.
Secara garis besar, kebijakan yang dilakukan oleh AALI dan LSIP yang
mengakibatkan kedua perusahaan tersebut tidak lagi berada dalam kondisi
financial distress adalah:
1. Investasi pada bidang R&D sebagaimana dilakukan oleh Astra, yaitu
berupa pengembangan arahan strategis dalam bentuk program
intensifikasi yang selama beberapa tahun telah diterapkan oleh Astra
dan memperlihatkan hasil pada tahun 2010.
2. Penggunaan suatu sustainability development standard untuk
menjalankan usahanya, sebagaimana dilakukan oleh Lonsum (LSIP)
yang berhasil menerapkan audit standar RSPO pada tahun 2010.
Terbukti bahwa standar tersebut memberikan peningkatan yang sangat
signifikan pada kinerja Lonsum.
3. Pengembangan infrastruktur. Lonsum membangun transportasi internal
pada tahun 2009, dan dampaknya dirasakan pada tahun 2010, dimana
perusahaan berhasil mengurangi biaya transportasi, dan meningkatkan
produktivitas serta kontrol manajemen logistik.
4.8. Implikasi Manajerial
Sektor agrikultur Indonesia tidak memiliki kondisi yang baik, karena
hampir seluruhnya berada dalam kondisi financial distress. Pada tahun 2010,
delapan dari sepuluh perusahaan berada dalam kondisi financial distress, sehingga
delapan perusahaan tersebut harus melakukan tindakan perbaikan dengan
mempertimbangkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh dua perusahaan
lainnya. Sedangkan kedua perusahaan yang tidak berada dalam kondisi ini harus
tetap menjaga kondisinya dengan melakukan tindakan pencegahan, yaitu dengan
memprediksikan bagaimana kondisi perusahaannya di masa yang akan datang.
45
Fokus utama yang dilakukan oleh kedua perusahaan yang berhasil keluar
dari kondisi financial distress, yaitu AALI dan LSIP, terletak pada bidang R&D
dan SDM. Penelitian yang dilakukan oleh perseroan terbuka tersebut berguna
untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk
memperbaiki keadaannya, sehingga dapat diterapkan oleh perusahaan agar dapat
berkembang. Penelitian dan pengembangan ini sebaiknya tidak hanya dilakukan
oleh internal perusahaan melainkan juga dengan melakukan kerjasama dengan
badan-badan penelitian di luar perusahaan atau dengan perguruan tinggi yang
melakukan penelitian yang berhubungan dengan perseroan. Selain itu, bidang
SDM dapat meningkatkan kinerja karyawan dengan memberikan edukasi pada
karyawan melalui pelatihan dan beasiswa untuk mendapat pendidikan non-formal
dan formal. Program intensif juga perlu dilakukan agar perusahaan termotivasi
untuk bersaing meningkatkan kinerjanya.
Secara umum, penggunaan sustainability development standards dapat
membawa perusahaan menjauh dari kondisi financial distress, sebagaimana
dilakukan oleh LSIP yang berhasil menerapkan standar RSPO. RSPO merupakan
standar kelestarian tanaman pangan yang meliputi aspek operasional perusahaan.
Standar ini membahas tata kelola perusahaan yang termasuk di dalamnya
transparansi, kepatuhan perundang-undangan, pemeliharaan lingkungan, serta
tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat. Perusahaan
selain sub-sektor plantation dapat juga menerapkan standar prosedur operasional
serupa.
Beban biaya merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh
perusahaan untuk bisa segera keluar dari kondisi financial distress. Seluruh biaya
harus dikelola secara efektif dan efisien agar tidak menghasilkan kerugian bagi
perusahaan. Salah satu beban biaya utama bagi perusahaan agrikultur adalah biaya
yang menyangkut aspek infrastruktur, yaitu seperti transportasi, logistik,
pergudangan, kondisi lapangan, kondisi mesin, dan sebagainya yang secara
langsung sangat mempengaruhi aspek penjualan dan produktivitas perusahaan.
Bagi kedua perusahaan yang tidak berada dalam kondisi financial distress
harus tetap berhati-hati dengan meramalkan kemungkinan terjadinya kondisi
tersebut. Prediksi dapat dilakukan dengan melihat nilai CR, NPM dan ROE tahun
46
berjalan lalu membandingkannya dengan tahun sebelumnya. Dengan
meningkatnya NPM dan CR, serta menurunnya ROE, maka perusahaan akan
terhindar dari kondisi financial distress. Namun sebaliknya, apabila NPM dan CR
menurun, serta ROE meningkat, alangkah baiknya perusahaan segera melakukan
kebijakan yang dapat menghindari perusahaan tersebut dari kondisi financial
distress. Perlu bagi AALI untuk mengikuti jejak LSIP, dengan membayar
hutangnya secara besar-besaran sehingga akan memiliki kedudukan keuangan
yang lebih kuat di masa mendatang.
47
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Hampir seluruh perusahaan pada sektor agrikultur yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia berada pada kondisi financial distress. Kondisi
perusahaan tersebut dilihat melalui nilai DSCR, dimana ketika nilai DSCR >
1,2 maka perusahaan berada dalam kondisi financial distress, begitu pula
sebaliknya.
b. Prediksi terhadap kondisi ini dapat dilakukan dengan melihat nilai NPM,
CR, dan ROE. NPM dan CR memiliki pengaruh positif, sedangkan ROE
memiliki pengaruh negatif terhadap nilai DSCR. Berarti, ketika nilai NPM
dan CR meningkat, maka dapat diprediksikan perusahaan akan menjauhi
kondisi non-financial distress. Sedangkan ketika nilai ROE meningkat, maka
dapat diprediksikan bahwa perusahaan akan mendekati kondisi financial
distress.
c. Kondisi financial distress perusahaan sektor agrikultur Indonesia tidak
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Krisis Amerika Serikat yang
memporakporandakan kondisi perekonomian dunia pada masanya, terbukti
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi financial distress
sektor ini. Maka dapat dikatakan bahwa sektor agrikultur Indonesia memiliki
kedudukan yang kuat.
d. Analisis emergence financial distress menghasilkan bahwa terdapat
beberapa kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan sektor agrikultur yang
berhasil keluar dari kondisi financial distress yang juga dapat diterapkan
pada perusahaan lainnya pada sektor yang sama, yaitu investasi pada bidang
R&D dan SDM, penggunaan sustainability development standard, seperti
RSPO bagi perusahaan subsektor plantations, pengembangan infrastruktur,
dan pelunasan hutang agar semakin menjauh dari kondisi financial distress di
depannya.
48
2. Saran
a. Praktisi bisnis baiknya meninjau ulang laporan keuangannya sehingga
dapat melihat apakah perusahaannya berada dalam kondisi financial distress
atau tidak. Apabila berada dalam kondisi financial distress, dapat dilakukan
perbaikan untuk mengubah kondisi perusahaan. Apabila tidak berada dalam
kondisi financial distress maka dapat diprediksikan bagaimana kondisi
perusahaan kedepannya dan apa saja yang harus dilakukan untuk
menghindari kondisi tersebut.
b. Peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti kejadian-kejadian eksternal dan
faktor makroekonomi (inflasi, PDB, nilai tukar rupiah) apa saja yang perlu
diperhatikan untuk menjaga kondisi perusahaan agar tidak berada pada
kondisi financial distress. Sebaiknya hal ini dilakukan secara sistematis dan
terpisah, serta menggunakan metode statistika agar dapat diuji signifikansi
serta besarnya pengaruh yang diberikan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Almilia. 2003. Financial Ratios Analysis to Predict Financial Distress Condition in Manufacture Companies which are listed on Jakarta Stock Exchange. Journal of STIE Perbanas.
Almilia. 2006. Prediction of Financial Distress Condition in Public Companies by using Multinominal Analysis Logit. STIE Perbanas, Surabaya.
Altman. 1983. Corporate Financial Distress: A Complete Guide To Predicting, Avoiding, and Dealing With Bankruptcy. John Wiley & Sons, New York.
Andrade dan Kaplan. 1998. “How Costly is Financial (Not Economic) Distress? Evidence from Highly Leveraged Transactions that Became Distressed”.Journal of Finance 53, 1442-1493.
Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik No. 54/08/Th. XIV. (http://www.bps.go.id/brs_file/itb-itk-05ags11.pdf), [ 3 Februari 2012]
Fitzpatrick. 2004. Identifying Financial Distress Codition in Indonesia Manufacture Industry. Graduate School of the State University of New York at Bufallo, USA.
Helfert. 1991. Analisis Laporan Keuangan Edisi Ke Tujuh. Erlangga, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan Edisi Ke Tiga. Salemba Empat, Jakarta.
Jumingan. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.
Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi 2008. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Meekaewkunchorn. 2002. Interest Rate Volatilities, the Treasury Buyback and Bank Funding Costs. University of Texas, USA.
Munawir. 2000. Analisa Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta.
Outecheva. 2007. Corporate Financial Distress: An Empirical Analysis of Distress Risks. Graduate School of Business Administration, Economics, Law and Social Science. The University of St. Gallen, Switzerland.
Pranowo. 2010. “The Dynamics of Corporate Financial Distress in Emerging Market Economy: Empirical Evidence from the Indonesian Stock Exchange 2004-2008”. European Journal of Social Sciences Vol 16 Number I, 138-149.
Purwanti. 2005. Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Keuangan Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek.Universitas Islam Indonesia, Jakarta.
Ruster. 1996. “Mitigating Commercial Risks in Project Finance: Public Policy for Private Sector”. The World Bank Note No. 69.
50
Sanjoyo. 2007. Struktur Model Panel. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukana. 2008. Factors Influencing Financial Distress and Bankruptcy Risks.Universitas Padjajaran, Bandung.
Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS. ANDI Offset, Yogyakarta.
Warren. 2006. Pengantar Akuntansi Edisi Dua Puluh Satu. Salemba Empat, Jakarta.
Weetman. 2003. Financial and Management Accounting: An Introduction, Third Edition. Financial Times/Prentice Hall, London.
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. Hasil Hausman Test dengan Eviews 5.1
52
Lampiran 2. Hasil regresi data panel dengan Eviews 5.1
Dependent Variable: DSC?Method: Pooled Least SquaresDate: 04/02/12 Time: 10:10Sample: 2006 2010Included observations: 5Cross-sections included: 10Total pool (balanced) observations: 50
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.144532 0.111663 1.294360 0.2043NPM? 1.228274 0.597349 2.056209 0.0475CR? 0.114502 0.027943 4.097702 0.0002
ROE? -0.184734 0.072052 -2.563921 0.0149EBITDA_TA? 0.298679 0.632108 0.472512 0.6396
ROA? 0.114222 0.225818 0.505816 0.6162SM? -0.091838 0.059477 -1.544092 0.1318
Fixed Effects (Cross)_AALI--C 0.440541_BISI--C -0.282812
_CPRO--C -0.203474_DSFI--C -0.091295_LSIP--C 0.084584_MBAI--C 0.203218_SGRO--C 0.096863_SMAR--C -0.021987_TBLA--C -0.061337_UNSP--C -0.164302
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.829397 Mean dependent var 0.540795Adjusted R-squared 0.754131 S.D. dependent var 0.378306S.E. of regression 0.187584 Akaike info criterion -0.254846Sum squared resid 1.196379 Schwarz criterion 0.357001Log likelihood 22.37116 F-statistic 11.01954Durbin-Watson stat 1.696793 Prob(F-statistic) 0.000000
53
Lampiran 3. Hasil asumsi klasik otokorelasi dengan SPSS 16
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .254a .064 .023 .19837861
a. Predictors: (Constant), Ut_2, Ut_1
54
Lampiran 4. Hasil asumsi klasik multikolinieritas dengan SPSS 16
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -.012 .084 -.140 .889
NPM .441 .509 .168 .866 .391 .169 5.905
CR .102 .027 .327 3.794 .000 .855 1.169
ROI .492 .151 .615 3.249 .002 .177 5.661
ROE -.274 .054 -.665 -5.075 .000 .369 2.711
EBITDA_TA 1.000 .523 .433 1.911 .063 .123 8.112
KRISIS -.088 .066 -.116 -1.351 .184 .863 1.159
a. Dependent Variable: DSC
55
Lampiran 5. Hasil asumsi klasik heteroskedastisitas dengan SPSS 16
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) .194 .049 3.980 .000
NPM .036 .294 .042 .122 .904
CR -8.433E-5 .016 .000 -.005 .996
ROI .059 .088 .230 .677 .502
ROE .032 .031 .237 1.010 .318
EBITDA_TA -.205 .302 -.276 -.679 .501
KRISIS -.060 .038 -.245 -1.597 .118
a. Dependent Variable: abresid