28
ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA DISUSUN OLEH Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Bekerja sama dengan: Burung Indonesia (BI), Conservation International-Indonesia (CI), Fauna and Flora International-Indonesia Program (FFI), Forest Watch Indonesia (FWI), The Nature Conservancy-Indonesia Program (TNC), Wetland International-Indonesia Program (WIIP), Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS) dan WWF- Indonesia Dan secara finansial didukung oleh: Kementerian Kehutanan, Asean Centre for Biodiversity (ACB) dan WWF-Indonesia dan The Nature Conservancy (TNC) MEI, 2010

ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI DI INDONESIA

DISUSUN OLEH

Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan

Bekerja sama dengan:

Burung Indonesia (BI), Conservation International-Indonesia (CI), Fauna and Flora International-Indonesia Program (FFI), Forest Watch Indonesia (FWI), The Nature Conservancy-Indonesia Program (TNC), Wetland International-Indonesia Program

(WIIP), Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS) dan WWF-Indonesia

Dan secara finansial didukung oleh:

Kementerian Kehutanan, Asean Centre for Biodiversity (ACB) dan WWF-Indonesia dan The Nature Conservancy (TNC)

MEI, 2010

Page 2: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

TIM PENYUSUN DAN KONTRIBUTOR

ARDI RISMAN, DINDA TRISNADI, IMRAN AMIN, DWI MULYAWATI, SAMEDI, IRAWAN ARSYAD, DONNY, BONIE DEWANTARA, DONI PRIHATNA, SULTHON, ELEANOR CARTER, STUART SHEPHERD, YERI

PERMATASARI, WEN WEN, NURMAN HAKIM, ERMAYANTI, INDRA EXPLOITASIA, MIRAWATI SOEDJONO, SRI LESTARI INDRIANI, ROFI ALHANIF, REZA, CHERRYTA YUNIA

TIM GIS ARDI RISMAN, DONI PRIHATNA, BONIE DEWANTARA, NURMAN HAKIM, STUART SHEPHERD, SULTHON,

WEN WEN

EDITOR IMRAN AMIN, INDRA EXPLOITASIA, SAMEDI

PENANGGUNG JAWAB

DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM, KEMENTERIAN KEHUTANAN

DIREKTUR JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL, KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

SUMBER DATA BURUNG INDONESIA, CONSERVATION INTERNATIONAL (CI), THE NATURE CONSERVANCY (TNC),

WETLAND INTERNATIONAL-INDONESIA PROGRAM (WI-IP), DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM, DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN, KEMENTERIAN PU,

BAKOSURTANAL, FWI, WWF-INDONESIA

Page 3: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 4

Bab I

Pendahuluan

Konferensi Para Pihak (Converence of the Parties) dari Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on

Biological Diversity - CBD) pada pertemuan ke-7 di Kuala Lumpur, Malaysia tahun 2004 menghasilkan

program kerja CBD mengenai kawasan yang dilindungi atau biasa disebut sebagai Program of Work on

Protected Areas (PoWPA). Program Kerja CBD tersebut memuat juga target-target waktu penyelesaian

target CBD untuk menurunkan secara substansial laju kehilangan keanekaragaman hayati. Salah satu

target yang harus dipenuhi segera oleh Negara pihak CBD adalah diselesaikannya analisis kesenjangan

(gap analysis) keterwakilan ekologis sistem kawasan yang dilindungi yang seharusnya telah selesai pada

tahun 2006. Target tersebut dikoreksi dalam konferensi para pihak ke-9 di Bonn, Jerman tahun 2008,

yang memperpanjang tenggat waktu penyelesaian gap analysis sampai akhir tahun 2009. Kepentingan

dilakukannya analisis kesenjangan di tingkat global maupun nasional adalah disain penetapan kawasan

konservasi yang pada masa lalu masih belum mencakup sebagian besar tipe-tipe ekosistem yang ada

sehingga kelangsungan dan kelestarian jangka panjang keanekaragaman hayati tidak terjamin akibat

tekanan yang terus meningkat diluar kawasan yang dilindungi (protected area system).

Saat ini, kawasan konservasi di seluruh dunia terus bertambah dalam jumlah dan luasan. Indonesia saat

ini telah memiliki 490 kawasan konservasi darat dengan jumlah luasan mencapai sekitar 22,5 juta hektar

dan 76 kawasan konservasi pesisir dan laut dengan jumlah luasan sekitar 13,5 juta hektar yang dikelola

baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun demikian ada 79 kawasan konservasi

darat yang memiliki wilayah perairan dengan total luas 3,7 juta ha, sehingga total luas wilayah perairan

Indonesia yang telah dikonservasi adalah 17,2 juta ha. Dengan luasan dan jumlah kawasan konservasi

yang besar tersebut, ternyata banyak keanekaragaman hayati yang masih berada di luar kawasan yang

dilindungi. Untuk satwa liar yang terancam punah, diperkirakan sekitar 80% yang ada masih berada di

luar sistem kawasan konservasi. Selain itu, penetapan kawasan konservasi pada masa lalu banyak yang

berada pada kawasan yang sulit dijangkau manusia, seperti dataran tinggi, pegunungan, gurun, padang

es, dan sebagainya. Sementara, dataran rendah dan daerah yang justru mempunyai keanekaragaman

hayati tinggi masih belum banyak yang terwakili dalam sistem kawasan yang dilindungi.

Kondisi tersebut menghawatirkan karena tekanan pembangunan atas kehati dan ekosistem terus

meningkat, terutama di luar kawasan konservasi yang dinilai memiliki prioritas yang lebih rendah

daripada kawasan konservasi. Kondisi ini sangat mengancam kelangsungan dan kelestarian jangka

panjang keanekaragaman hayati dan ekosistem dunia dengan perkiraan dari para ahli bahwa dengan

kondisi saat ini, laju kepunahan di abad 20 diperkirakan berkisar antara 40-400 kali laju normal

kepunahan (Dick-Peddie, 1999)i. Di daerah tropis, laju kepunahan saat ini diperkirakan berkisar antara

1.000 – 10.000 kali laju kepunahan yang terjadi pada evolusi secara alami (Edward O. Wilson dalam

Page 4: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 5

Collins, 2009ii). Sementara, laju kepunahan rata-rata secara alami adalah sekitar satu spesies per sejuta

spesies per tahun (Raup and Sepkoski, 1984 dalam Price, Sample dan Rana, 2005iii)

Melihat kondisi kawasan konservasi di seluruh dunia yang masih kurang mewakili ekosistem yang ada,

dalam Programme of Work on Protected Areas (PoWPA) dari Convention on Biological Diversity (CBD)

pada 2004 mengamanatkan agar masing-masing negara melaksanakan gap analisis sistem kawasan

konservasi di tingkat nasional dan regional untuk memenuhi kebutuhan keterwakilan sistem kawasan

konservasi atas kehati dan ekosistem di daratan, lautan, dan air di tengah daratan.

Sumber: Ditjen PHKA, Departemen Kehutanan, 2005

Gambar 1. Peta Kawasan Konservasi di Indonesia sampai dengan April 2005

Analisis kesenjangan adalah penilaian keterwakilan keanekaragaman hayati di dalam system kawasan

konservasi yang terdiri atas gap keterwakilan (representation gap) yang mengkaji tingkat keterwakilan

spesies atau ekosistem bagi kelangsungan hidup jangka panjangnya; gap ekologis mengkaji kondisi

ekologis yang diperlukan bagi kelangsungan jangka panjang kehati dan ekosistem yang ada di dalam

kawasan konservasi; dan gap manajemen yang mengkaji efektifitas pengelolaan dalam menyediakan

perlindungan bagi spesies atau ekosistem tertentu sesuai dengan kondisi dan karakteristik lokasi.

Page 5: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 6

Bab II

Metodologi

2.1.Langkah-langkah Analisis Kesenjangan

Analisis kesenjangan merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati (seperti

spesies, ekosistem dan proses-proses ekologis) yang masih belum cukup dilindungi dalam sebuah

jejaring kawasan konservasi atau suatu metode untuk mengukur pelestarian alam dalam jangka panjang

secara efektif (Scott et al, 2000). Langkah-langkah dalam pelaksanaan analisis kesenjangan

menggunakan enam (6) langkah kunci proses analisis kesenjangan ( Dudley & Parish, 2006) sebagai

panduan untuk mengadakan pengkajian kesenjangan keanekaragaman hayati laut dan pesisir menurut

standar yang ditetapkan Konvensi Keanekaragaman Hayati (lihat Gambar 2).

Gambar 2 Langkah-langkah dalam pelaksanaan analisis kesenjangan di darat dan laut Indonesia

Analisis kesenjangan diawali dengan identifikasi keanekaragaman hayati penting dan target yang akan

dianalisis kesenjangannya. Dilanjutkan dengan evaluasi dan pemetaan keberadaan dan status

keanekaragaman hayati dan analisa dan pemetaan keberadaan dan status kawasan yang dilindungi.

Data-data tersebut kemudian digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan yang ada diseluruh unit

analisis. Dari kesenjangan-kesenjangan yang ada, selanjutnya dilakukan prioritasi misalnya kesenjangan-

Page 6: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 7

kesenjangan yang bila tidak ditangani dalam waktu beberapa tahun akan mengakibatkan hilangnya

ekosistem atau keanekaragaman hayati dan target kunci yang telah ditetapkan diawal. Langkah terakhir

adalah menterjemahkan aspek ilmiah hasil analisis menjadi aspek pelaksanaan dalam bentuk

kesepakatan strategi dan aksi yang harus dilaksanakan untuk menangani kesenjangan prioritas yang

telah ditetapkan.

2.2.Tahapan Analisis Kesenjangan Darat

2.2.1. Identifikasi Keanekaragaman Hayati Penting dan Menetapkan Target Kunci di Darat

Dalam tahapan ini keanekaragaman hayati penting dan terget kunci didekati dengan menggunakan

keberadaan spesies, tutupan hutan dan kawasan ekosistem penting (savana, rawa, dan gambut).

Spesies yang diidentifikasi adalah spesies-spesies yang terancam dan endemik yang ada di masing-

masing wilayah pulau besar. Data tersebut tersedia dalam bentuk identifikasi keberadaan spesies per

taksa maupun spesifik spesies payung dari berbagai lembaga.

Identifikasi keberadaan spesies tersebut dilakukang mengikuti unit-unit pulau besar yang membagi

wilayah kajian menjadi 7 wilayah sebagai berikut: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa&BalI, NTB &

NTT, Maluku, dan Papua

Peta tutupan hutan yang digunakan adalah peta tutupan hutan terbaru yang tersedia yaitu tahun 2006

yang diterbitkan oleh Departemen Kehutanan (2008). Khusus untuk Sumatera dan Kalimantan,

digunakan peta tutupan hutan tahun 2008 dari WWF-Indonesia.

Sementara yang dimaksud sebagai kawasan ekosistem esensial dalam kajian ini adalah ekosistem

gambut, savana dan rawa. Kawasan ini perlu untuk dipisahkan dalam ketegori tersendiri mengingat nilai

penting fungsi ekologis kawasan ini yang unik, seperti kawasan gambut yang penting secara global

karena kandungan karbon yang ada di kawasan ini dapat mempengaruhi iklim global, savana yang

menyediakan kawasan penggembalaan bagi banteng dan rawa yang merupakan kawasan lahan basah

yang penting sebagai kawasan tangkapan air dan juga tempat singgah burung migran.

2.2.2. Evaluasi dan Pemetaan Keberadaan dan Status Keanekaragaman Hayati di Darat

Pada tahapan ini, status keanekaragaman hayati didekati dengan menggunakan tiga kelas yaitu jaringan

ekosistem, penyangga ekosistem dan kawasan pembangunan.

Jaringan ekosistem adalah kawasan yang masih dapat mendukung kelangsungan jangka panjang

keanekaragaman hayati yang ada. Sementara kawasan penyangga ekosistem adalah kawasan yang

memiliki potensi untuk mendukung kelangsungan jangka panjang keanekaragaman hayati tetapi

memiliki tingkat tekanan dan ancaman yang tinggi dari pembangunan. Sementara kawasan

pembangunan adalah kawasan yang sudah ada kegiatan pembangunan yang intensif.

Data yang digunakan pada tahapan ini masih ada yang berupa data non-spasial sehingga terhadap data

tersebut dilakukan pengolahan menjadi data spasial. Beberapa data spesies payung yang berupa data

Page 7: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 8

titik perjumpaan juga dirubah menjadi poligon mengikuti wilayah jangkauan dari spesies tersebut.

Selanjutnya, data-data dari beragam sumber tersebut disamakan proyeksinya mengikuti WGS 1984.

Data berbagai spesies tersebut kemudian dijadikan satu layer spesies untuk memudahkan skoring dan

analisis.

2.2.3. Analisa dan Pemetaan Keberadaan dan Status Kawasan yang Dilindungi di Darat

Kawasan yang dilindungi (Protected Areas) di Indonesiaadalah kawasan yang ditunjuk dan ditetapkan

oleh Pemerintah Pusat kawasan atau wilayah yang dilindungi karena nilai-nilai lingkungan alaminya,

lingkungan sosial budayanya, atau karena hal-hal lain yang serupa dengan itu dengan pengelolaannya

diserahkan pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kawasan yang dilindungi yang dimasukkan

dalam kajian ini adalah kawasan yang telah ada penunjukkannya secara formal hingga tahun 2009 dan

tidak memasukkan kawasan yang masih dalam pengusulan untuk pembentukan dan perluasan.

Untuk analisa wilayah daratan, kawasan yang dilindungi yang juga terdapat wilayah laut, hanya

diperhitungkan wilayah daratannya untuk mengindarkan perhitungan ganda dengan kawasan yang

dilindungi di wilayah lautan.

Gambar 3. Diagram Alir Analisa Jaringan Ekosistem

Page 8: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 9

2.2.4.Identifikasi Kesenjangan di Darat

Pada tahapan ini, kesenjangan ekologis dilakukan mengikuti diagram alir yang disajikan pada Gambar 2.

Langkah awal dari identifikasi ini adalah dengan menghasilkan peta Kawasan Ekosistem hasil dari analisa

peta tutupan hutan, peta ekosistem esensial dan peta spesies.

Data-data tersebut kemudian diberikan nilai masing-masing sebagai berikut:

Tabel 3. Skoring untuk data yang digunakan dalam analisa gap

PARAMETER SCORING

Kelas Skor Kelas Skor

Tutupan Hutan Hutan 2 Bukan hutan 0

Spesies Ada 1 Tidak ada 0

Lahan Gambut Gambut 1 Bukan gambut 0

Dari ketiga data tersebut, selain tutupan hutan, semuanya mendapatkan nilai satu (1). Tutupan hutan

mendapatkan nilai dua (2) karena pertimbangan nilai penting hutan yang memiliki nilai-nilai ekologis

bagi wilayah sekitarnya, selain juga nilai-nilai penting bagi keanekaragaman hayati.

Data-data tersebut kemudian ditumpangsusunkan (overlay) dan hasilnya dihitung skornya dan

diklasifikasikan menjadi tiga kelas sebagai berikut:

1. Kawasan Jaringan Ekosistem, yaitu kawasan dengan nilai analisa sebesar 3-4

2. Kawasan Ekosistem Penyangga, yaitu kawasan dengan nilai analisa sebesar 1-2

3. Kawasan Pembangunan, yaitu kawasan dengan nilai analisa sebesar 0

Kawasan Jaringan Ekosistem didefinisikan sebagai kawasan ekosistem yang penting karena memiliki

tutupan hutan, area yang diidentifikasi penting bagi spesies yang dilindungi sebagai habitat maupun

wilayah jelajah, serta penting karena mengandung ekosistem esensial seperti gambut, savanna, dan

rawa. Kawasan Penyangga Ekosistem merupakan kawasan yang masih memiliki hutan atau tidak

berhutan tetapi penting bagi spesies sebagai habitat dan/atau wilayah jelajah atau berupa ekosistem

esensial. Sementara Kawasan Pembangunan adalah kawasan yang tidak memiliki hutan, bukan

ekosistem esensial dan tidak digunakan oleh spesies sebagai habitat dan/atau wilayah jelajah.

Peta Kawasan Ekosistem kemudian ditumpangsusunkan dengan peta kawasan yang dilindungi, peta

status kawasan, dan ekoregion.

Peta status kawasan adalah data penunjukan kawasan yang diterbitkan oleh Departemen Kehutanan

2001. Data penunjukan kawasan merupakan data yang menunjukkan status kawasan di seluruh

indonesia yang telah ditentukan fungsi peruntukannya menurut departemen kehutanan.

Page 9: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 10

Peta ekoregion digunakan untuk memberikan pendekatan yang baik mengenai keanekaragaman hayati

ditingkat ekosistem. Ekoregion adalah suatu unit lahan yang relatif besar yang berisi kumpulan

komunitas alam (natural communities) dan spesies yang berbeda dengan batas-batas yang dapat

digunakan untuk menduga sebaran asli komunitas alam (natural communities) sebelum terjadinya

perubahan landuse yang besar. Peta ekoregion menawarkan fitur untuk kepentingan perencanaan

konservasi di tingkat global dan regional, seperti: cakupan yang komprehensif, kerangka klasifikasi yang

didasarkan pada pengetahuan biogeografik yang ada, dan tingkat rinci resolusi biogeografikiv.

Tumpang susun data-data tersebut akan menghasilkan informasi :

1. Kawasan Ekosistem yang sudah dan masih belum termasuk dalam kawasan konservasi.

2. Kawasan Ekosistem pada berbagai status kawasan

3. Kawasan ekoregion yang masuk dalam Kawasan Jaringan Ekosistem

2.2.5. Prioritasi Kesenjangan yang Perlu diatasi di Darat

Pada tahapan ini, analisis dilakukan untuk menentukan kesenjangan-kesenjangan yang memerlukan

penanganan segera, antara lain:

a) Kawasan Jaringan Ekosistem yang masih belum masuk dalam kawasan yang dilindungi yang

berada pada status kawasan Area Penggunaan Lain dan Hutan Produksi Konversi

b) Kawasan Jaringan Ekosistem yang masih berada diluar kawasan yang dilindungi yang berada

pada status kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas

c) Kawasan Jaringan Ekosistem yang bertetangga dengan kawasan yang dilindungi yang belum

masuk dalam kawasan yang dilindungi

Page 10: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 11

2.3. Tahapan Analisis Kesenjangan Pesisir dan Laut

2.3.1. Identifikasi Keanekaragaman Hayati Penting dan Menetapkan Target Kunci di Pesisir dan Laut

Dalam tahapan ini dilakukan proses untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut sebagai target kunci. Berdasarkan ketersedian sumber data yang ada, maka ditetapkan 5 target kunci (habitat dan species) untuk mewakili keanekaragaman hayati di pesisir dan laut :

a) Terumbu Karang (Coral Reefs)

b) Hutan Bakau (Mangroves)

c) Padang Lamun (Seagrass)

d) Lokasi Peneluran Penyu (Turtle Nesting) & Jalur Migrasi Penyu

e) Dugong

2.3.2.Evaluasi dan Pemetaan Keberadaan dan Status keanekaragaman Hayati di Laut

Berdasarkan dari 5 target kunci (habitat dan species) yang telah di tentukan selanjutnya dilakukan pengumpulan data spatial tersebut dari berbagai sumber (Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan Perikanan, The Nature Conservancy, WWF, Birdlife Indonesia, Conservation International, World Conservation Society, Forest Watch) untuk seluruh wilayah di Indonesia.

Tabel 4 Sumber Data Habitat dan Spesies yang Dipergunakan

Nama Data Thematik Sumber Data Tahun Diterbitkan

Hutan Mangrove Badan Planologi Kehutanan 2006

Padang Lamun UNEP-WCMC 2002

Terumbu Karang Kementerian Lingkungan Hidup 2000

Rute Migrasi- Penyu Hijau Dikompilasikan oleh PIKA (Pusat Informasi Konservasi Alam – Departement Kehutanan ) 2009

Rute Migrasi- Penyu Sisik Dikompilasikan oleh PIKA (Pusat Informasi Konservasi Alam – Departement Kehutanan ) 2009

Rute Migrasi – Penyu Belimbing Dikompilasikan oleh PIKA (Pusat Informasi Konservasi Alam – Departement Kehutanan ) 2009

Rute Migrasi – Penyu Lekang Dikompilasikan oleh PIKA (Pusat Informasi Konservasi Alam – Departement Kehutanan ) 2009

Lokasi Peneluran Penyu Dikompilasikan oleh PIKA (Pusat Informasi Konservasi Alam – Departement Kehutanan ) 2009

Dugong

Institute of Environmental Sciences - Leiden The Netherlands and Research Centre for Oceanographic - Jakarta Indonesia April 2009

Karena sulitnya dan sangat kurang data yang tersedia, sumber data tahun yang diperoleh pun bervariasi dari tahun 2000 sampai 2009. Selain dari pada itu, skala ketelitian masing – masing data habitat /

Page 11: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 12

species pun sangat minim. Setelah data spatial habitat / species terkumpul, proses spatial data edit dilakukan dengan pendekatan topologi checking untuk setiap data poligon (mangrove, terumbu karang dan padang lamun). Sehingga hasil akhir yang diperoleh merupakan data spatial poligon yang sudah tidak memiliki error (overlap / poligon gaps).

2.3.3.Analisa dan Pemetaan Keberadaan dan Status Kawasan yang Dilindungi di Laut

Untuk kawasan konservasi laut di Indonesia, dilakukan beberapa proses guna untuk mendapatkan informasi spatial yang akurat dan tepat sehingga mampu untuk menggambarkan keberadaan kawasan konservasi laut dari berbagai sumber yang telah melakukan pengelolaan kawasan konservasi laut. Gambar dibawah merupakan metodologi yang telah dilakukan untuk mendapatkan data spatial kawasan konservasi laut.

Gambar 7 Diagram alir proses pengumpulan data Kawasan Konservasi Laut di Indonesia

Page 12: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

Halaman| 13

Langkah pertama yang dilakukan untuk memperoleh data spatial kawasan konservasi laut adalah dengan melalui 2 (dua) badan instansi pemerintahan yang saat ini mengelola KKL :

1. Departemen Kehutanan ;

2. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah.

Dari masing – masing instantasi didapatkan beberapa data yang melingkupi data shapefile (polygon ,

garis , dan titik ), peta yang di telah di scan maupun digital ( .jpeg & .pdf) , serta dokumen database KKL

di Indonesia dengan update tahun terakhir bulan mei 2009. Berdasarkan dari data tersebut, kemudian

dilakukan beberapa proses spatial meliputi data input ( input koordinat per masing – masing KKL, digitasi

ulang untuk peta digital yang lama maupun terbaru dengan menggunakan cara digitasi layar (screen

digitation)), data editing , query ( pemilihan beberapa kawasan konservasi yang secara resmi tercatat

dalam kawasan konservasi terestrial namun memiliki kawasan laut ( i.e. Taman National Ujung Kulon,

Taman National Komodo, Taman National Bali Barat dll.) Selain dari itu, untuk kawasan konservasi

terrestrial yang memiliki area hutan mangrove dalam radius 5 km akan dimasukkan sebagai kawasan

konservasi laut yang melindungi habitat mangrove.

Penggabungan keseluruhan data spatial KKL baik dari Inisiasi Departemen Kehutanan ataupun Departemen Kelautan dan Perikanan & Pemerintah Daerah dilakukan dengan proses merge dan pemasukkan data attribute untuk hasil merge yang dilakukan untuk data KKL dengan kolom – kolom sebagai berikut :

1. Nama KKL

2. Provinsi

3. Kabupaten

4. Fungsi (Indonesia)

5. Kategori (Indonesia)

6. Urutan rangking (IUCN)

7. Kategori (IUCN)

8. Dikelola oleh badan

Hasil akhir dari proses ini didapatkan data spatial KKL di Indonesia yang tepat dan akurat berdasarkan dari update database KKL terakhir yang didapatkan. Untuk secara lebih baik dalam mendokumentasikan data spatial KKL ini, proses pemberian data yang menjelaskan data atau biasa disebut Metadata melalui style FDGC ( Federal Geographic Data Committee) juga dilakukan sehingga pada akhirnya data ini untuk ke depannya dapat tercatat secara lebih baik jika di perlukan untuk mengupdatenya.

Unit analisis merupakan bagian terkecil dalam sebuah proses analisa spatial. Untuk mempermudah dalam proses analisis kesenjangan ini maka ditentukan 2 buah unit analisis yang dipergunakan :

Page 13: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 14

1. Menggunakan batas administrasi secara per provinsi & batas laut territorial

Gambar 8 Batas Administrasi dan Teritorial Laut

Page 14: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 15

2. Menggunakan batas laut ekoregion

Page 15: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 16

Sumber data batas administrasi dan territorial laut diperoleh dari Bakosurtanak dan flanders marine

institute, sementara ekoregion laut diperoleh dari MEOW Working Group. Untuk batas provinsi 12 nm

ke laut lepas dilakukan dengan proses buffer dari garis pantai.

Tabel 5 Sumber data unit analisis (batas administrasi dan ekoregion laut)

Nama Data Thematik Sumber Data Tahun Diterbitkan

Ekoregion Laut MEOW Working Group (Spalding et al.) 2007

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Flanders Marine Institute 2 Juni 2009

Batas Administrasi (Provinsi) Bakosurtanal 1.

2.3.4.Identifikasi Kesenjangan di Laut

Untuk mengidentifikasi kesenjangan (gap) dapat dilakukan dengan cukup mudah. Kawasan konservasi di

tumpang tindih kan (overlay) dengan tiga (3) habitat penting (hutan mangrove, terumbu karang, padang

lamun) dan dua (2) keberadaan species penting (lokasi peneluran penyu dan dugong) selain itu juga

ditambahkan jalur migrasi penyu. Selanjutnya, dihasilkan persentase nilai dari luasan area berdasarkan

unit analysis (batas administrasi & ekoregion laut), persentase habitat di seluruh Indonesia dan

persentase habitat untuk masing – masing provinsi. Keseluruhan luasan dihitung dalam hektar (ha),

sementara untuk lokasi peneluran penyu dan dugong diwakilkan berdasarkan dari jumlah keterdapatan

munculnya dan untuk jalur migrasi penyu hanya diwakilkan dengan presence / absence.

Berdasarkan dari proses analisa yang telah dilakukan terdapat beberapa catatan penting yang harus

diperhatikan sebagai berikut :

1. Hutan Mangrove hanya dimasukkan dalam analisa kelautan (marine), untuk menghindarkan

terjadinya double counting (perhitungan ganda) maka hutan mangrove tidak hitung luasan

hektarnya dalam proses analisa terrestrial / darat.

2. Karena batas per masing – masing provinsi ditetapkan sepanjang 12 nm sampai ke lautan dari

proses buffer / penyangga yang telah dilakukan, maka setiap keberadaan habitat penting

ataupun species penting diluar dari 12 nm akan dimasukkan dalam perairan national.

3. Karna kawasan konservasi yang dihasilkan dari berbagai pihak maka banyak terjadi tumpang

tindih antara masing – masing kawasan konservasi. Untuk menghindari terjadinya perhitungan

ganda maka dalam analisa ini perlu untuk dilakukan pengkoreksian / menghilangkan kawasan

konservasi yang hanya memiliki nilai konservasi yang rendah. (i.e. jika sebuah kawasan

konservasi laut daerah (KKLD) saling tumpang tindih dengan sebuah taman national maka KKLD

tersebut akan dihilangkan).

Page 16: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 17

Gambar : Diagram metodologi proses spatial untuk analisis kesenjangan

2.3.5.Prioritasi Gap yang Perlu diatasi di Laut

Prioritasi gap yang akan dilakukan di Laut / Wilayah Pesisir dibagi dalam beberapa langkah pengkajian :

1. Peluang (opportunities) untuk kawasan konservasi baru menurut provinsi ataupun ekoregion

laut yang belum memiliki kawasan konservasi ataupun masih minimnya kawasan konservasi

pada provinsi tersebut. (kesenjangan ekologis (ecological gap)

2. Kemampuan untuk memperluas kawasan konservasi baru dalam jejaring konservasi laut untuk

ekoregion laut sehingga dapat memperkuat ketahanan habitat dan species.

3. Mengkaji habitat / species menurut provinsi ataupun ekoregion laut yang belum mencapai

keterwakilan ekosistem 30 % berdasarkan kompleksnya keanekaragaman hayati laut.

(kesenjangan keterwakilan (representations gaps)

Page 17: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 18

Langkah – langkah tersebut dianggap cukup untuk prioritasi gap ini, mengingat kurang lengkapnya data

yang tersedia untuk kawasan laut dan pesisir sehingga sulitnya untuk menentukan keberadaan lokasi

habitat penting ataupun species yang perlu untuk dilindungi. Data ancaman terhadap habitat atau

species juga merupakan bagian penting dalam prioritasi kawasan konservasi yang perlu untuk bentuk

namun karna kurangnya data sehingga tahapan ini tidak dapat dilakukan.

III. Identifikasi Kesenjangan Ekologis

A. Daratan

a. Sumatera

Di dunia, Sumatera dikenal sebagai

megadiversiti untuk fauna. Pulau ini

memiliki keanekaragaman yang paling

tinggi dibandingkan pulau lain di

Indonesia dengan 194 jenis mamalia,

465 jenis burung, 217 jenis reptil, dan

820 jenis tumbuhan. Dari

keanekaragaman tersebut, dapat

dikatakan yang paling terkenal dan

kharismatik adalah gajah sumatera,

badak sumatera, harimau sumatera dan

orangutan sumatera. Diperkirakan

jumlah jenis tumbuhan yang sudah

Page 18: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 19

dikenali di Sumatera hanya 15% saja dari keseluruhan jenis yang ada di Sumatera.

Keanekaragaman hayati Sumatera terbagi kedalam enam ekoregion yang rata-rata 90% masih

belum terwakili dalam kawasan konservasi. Tingkat keterwakilan terendah adalah ekoregion

Hutan Rawa Air Tawar Sumatera dengan tingkat keterwakilan dalam kawasan konservasi

sebesar 3,46%, diikuti Hutan Hujan Dataran Rendah Sumatera (5,66%), Hutan Hujan Rawa

Gambut Sumatera (7,23%) dan Mangrove Sunda Shelf (8,37%). Sedangkat tingkat keterwakilan

tertinggi adalah ekoregion Hutan Hujan Pegunungan Sumatera sebesar 25,82%.

Sementara itu, dari enam ekoregion yang ada di Sumatera, sebagian ekoregion masih dalam

kondisi yang baik berdasarkan besarannya yang masuk dalam kategori ekosistem penting. Hutan

Pinus Tropika Sumatera dan Hutan Hujan Pegunungan Sumatera memiliki luasan yang paling

besar dalam ekosistem penting, yaitu sebesar 76,52% dan 60,51%. Sementara ekoregion yang

paling kecil luasannya dalam ekosistem penting adalah Hutan Rawa Air Tawar Sumatera yang

hanya sebesar 8,80%.

Ekosistem penting yang ada di Sumatera mencapai sekitar 12,8 juta hektar atau 30,37% dari total

luasan Sumatera. Dari luasan tersebut, baru 26,18% yang sudah terwakili dalam kawasan

konservasi, sementara sisanya terbagi dalam kawasan hutan lindung (25.32%), hutan produksi

(19,11%), dan hutan produksi terbatas (16,47%).

b. Kalimantan

Pulau terbesar ketiga di dunia ini

dikaruniai keanekaragaman hayati yang

tinggi. Dalam kurun

Page 19: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 20

Pulau Kalimantan kerap mendapatkan tempat penting bagi dunia. Dengan luasnya, Pulau ini

menjadi pulau terbesar ketiga diseluruh dunia, serta keanekaragaman hayatinya yang tinggi

menjadi tempat kesukaan para peneliti diseluruh dunia. Keanekaragaman hayati Kalimantan

meliputi 201 jenis mamalia, 420 jenis burung, 24 jenis reptil, dan 900 jenis tumbuhan. Pada

kurun waktu 1994-2004 ditemukan sedikitnya 361 spesies flora dan fauna baru di pulau ini.

Data terbaru menyatakan bahwa pada 2007-2010, temuan spesies baru di pulau ini mencapai 123

spesies flora dan fauna atau sekitar tiga spesies per bulan.

Secara keseluruhan, Pulau Kalimantan masih memiliki kawasan-kawasan luas yang mendukung

kelangsungan jangka panjang keanekaragaman hayati. Hal ini terlihat dari kondisi ekoregion

yang ada yang sebagian besar masih masuk dalam ekosistem penting yang kesemuanya diatas

30%. Namun demikian, ternyata sekitar 85% luasannya masih berada diluar kawasan

konservasi.

Ekoregion yang keterwakilannya dalam kawasan konservasi terkecil adalah Hutan Hujan

Dataran Rendah Borneo sebesar 2,91%. Hal ini sesuai dengan perkembangan pembangunan

yang selalu pertama kali menggunakan sumberdaya yang ada di dataran rendah yang relatif

mudah untuk dimanfaatkan. Keterwakilan terendah berikutnya adalah Hutan Rawa Gambut

Borneo dengan persentase 9,27%. Keterwakilan Hutan Rawa Gambut Borneo tersebut perlu

mendapat perhatian karena peran dan pengaruhnya yang besar dalam pemanasan iklim global.

Sedangkan ekoregion dengan keterwakilan terbesar dalam kawasan konservasi.adalah Hutan

Hujan Pegunungan Borneo dengan persentase sekitar 27%.

Sementara dari sisi keterhubungan ekosistem, kawasan ekosistem penting yang ada di

Kalimantan mencapai 26,7 juta hektar (49,58%) dari total luas Kalimantan. Area yang luas

tersebut menyatakan bahwa keanekaragaman hayati di Kalimantan masih terjaga. Tetapi

berdasarkan analisis kesenjangan ekologis, ternyata dari luasan tersebut hanya sekitar 16,26%

yang sudah masuk dalam kawasan konservasi sementara yang masih diluar tersebar dalam

berbagai status fungsi kawasan, terutama hutan produksi terbatas (24,28%) diikuti oleh hutan

lindung (18,19%), hutan produksi (17,27%) dan area penggunaan lain (17,25%).

c. Jawa dan Bali

Page 20: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 21

Tingkat keanekaragaman

hayati Pulau Jawa dan Bali

cukup tinggi, terdapat sekitar

133 jenis mamalia, 562 jenis

burung, 173 jenis reptil, dan

630 jenis tumbuhan. Satwa

paling berkarisma yang ada di

Pulau ini adalah badak jawa

yang saat ini populasinya

hanya tersisa sekitar 50-60

ekor di Ujung Kulon dan 2

ekor saja di Vietnam. Kedua

pulau ini telah mengalami

pertumbuhan lebih dahulu

dibandingkan pulau lain di

Indonesia, namun demikian,

tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya hutan/lahan masih relatif tinggi. Hal ini terkait

dengan sektor pertanian yang masih memegang peranan penting dalam menyerap angkatan kerja.

Penggunaan lahan yang masif selama 150 tahun terakhir telah menyebabkan ekosistem alami di

kedua pulau ini, terutama pada daerah dataran rendah menjadi terputus-putus dan sempit.

Sehingga area yang tersisa menjadi semacam benteng terakhir ekosistem dan memiliki nilai

konservasi tinggi. Hutan jati di Jawa saat ini memegang peranan penting sebagai tempat

perlindungan bagi berbagai spesies, termasuk spesies endemik.

Dengan kondisi tersebut, terlihat dari hasil analisis kesenjangan bahwa dari empat ekoregion

yang ada di Pulau Jawa dan Bali, hanya kurang dari 2,5% yang masih berada dalam kategori

ekosistem penting. Sedangkan rata-rata kurang dari 3% yang berada pada ekosistem

penyangga/penghubung yang akan menghubungkan ekosistem penting yang satu dengan yang

lain.

Sementara dari analisis kesenjangan ekologis terhadap status fungsi kawasan, ekosistem penting

yang tersisa sudah terwakili dalam kawasan konservasi sebesar 37,09% dan berada dalam

kawasan hutan lindung sebesar 34,43%. Sisanya masih berada di hutan produksi (12,27%), area

penggunaan lain (11,98%) dan hutan produksi terbatas (4,23%).

Page 21: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 22

d. Nusa Tenggara

Nusa Tenggara terdiri atas pulau-

pulau kecil yang memanjang dari

barat ke timur dengan bagian

selatan berbatasan langsung

dengan lautan bebas. Kondisi

ekologis Nusa Tenggara tidak

umum dijumpai di Indonesia

karena iklimnya lebih

dipengaruhi oleh kondisi

maritime yang akhirnya

melahirkan banyak spesies khas,

antara lain yang paling terkenal

adalah komodo. Secara

keseluruhan, Nusa Tenggara

memiliki 41 jenis mamalia, 242

jenis burung, 77 jenis reptile, dan

150 jenis tumbuhan.

Keterwakilan masing-masing ekoregion dalam kawasan konservasi termasuk kecil.

Keterwakilan terbesar ada pada ekoregion Hutan Gugur Daun Sumba sebesar 10,25% diikuti

Hutan Gugur Daun Sunda Kecil sebesar 7,67% dan Hutan Gugur Daun Timor dan Wetar sebesar

3,04%. Hal ini dapat dikatakan terkait dengan wilayah Nusa Tenggara yang berupa pulau-pulau

kecil dengan kondisi iklim maritim yang menyebabkan cuaca hujan tidak merata.

Mengakibatkan tingginya tekanan terhadap lahan untuk pembangunan.

Page 22: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 23

Kondisi ekosistem yang masih baik yang terwakili dalam ekosistem di Nusa Tenggara masih

cukup luas, yaitu sekitar 2,3 juta hektar (34,05%). Namun demikian, berdasarkan analisis

kesenjangan, kawasan ekosistem penting yang masih tersisa tersebut ternyata sebagian besar

dialokasikan sebagai area penggunaan lain (45,07%) dengan kawasan konservasi sebesaar 9,46%

dan hutan lindung 24,52%.

e. Sulawesi

Page 23: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 24

f. Maluku

Kepulauan Maluku

memiliki kondisi yang

sama dengan

tetangganya, Nusa

Tenggara. Maluku

merupakan daerah

dengan pulau-pulau

kecil yang iklimnya

terpengaruh oleh

kondisi maritim di

sekitarnya.

Keanekaragaman

hayati Maluku dan

penyebarannya

dipengaruhi oleh

kondisi vulkanis

sebagian pulaunya. Imigrasi antar pulau flora dan fauna di Maluku terbatas yang pada akhirnya

Page 24: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 25

melahirkan kekayaan biota endemic. Keanekaragaman hayati dan persentase endemiknya adalah

sebagai berikut: 69 jenis mamalia (17% endemik), 210 jenis burung (33% endemik), 98 jenis

reptil (18% endemik), dan 368 jenis tumbuhan (6% endemik).

Meskipun keterwakilan masing-masing ekoregion didalam kawasan konservasi sebagian besar

ekoregion dibawah 10%, sebagian besar kawasan Maluku masih masuk dalam ekosistem penting

(51,09%). Dengan masing-masing ekoregion, diatas 30% masih berada dalam kawasan

ekosistem penting.

Ekoregion yang paling tinggi tingkat keterwakilannya dalam kawasan konservasi adalah Hutan

Gugur Daun Timor dan Wetar sebesar 17,13% diikuti oleh Hutan Gugur Daun Lembab

Kepulauan Laut Banda sebesar 11,89%. Sementara keterwakilan terendah adalah Hutan Hujan

Buru sebesar 0,69% dan Hutan Hunan Dataran Rendah Sulawesi sebesar 2,28%.

Dari sisi status fungsi kawasan, ekosistem penting yang masih luas di Maluku ternyata baru

terwakili dalam kawasan konservasi sebesar 10,85% dan hutan lindung sebesar 18,47%.

Sementara sisanya hampir merata terbagi atas hutan produksi konversi (26,09%), hutan produksi

terbatas (24,5%), hutan produksi (16,03%), sementara area penggunaan lain hanya sekitar

4,06%.

g. Papua

Page 25: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 26

Papua yang berada di ujung Timur Indonesia merupakan berkah keanekaragaman hayati yang

berharga. Berbagai satwa eksotis berada dalam pulau yang kondisi lingkungannya masih

mendukung keberlangsungan jangka panjang keanekaragaman hayati yang terdiri atas 125 jenis

mamalia (58% endemik), 602 jenis burung (32% endemik), 223 jenis reptil (35% endemik) dan

1.030 jenis tumbuhan (55% endemik).

Page 26: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 27

Sebagian besar kawasan Papua masih berada pada ekosistem penting sebesar 50,63% dan

ekosistem penyangga/penghubung sebesar 41,77% dari total luasan Papua. Sedangkan luasan

yang masuk dalam ekosistem terganggu hanya sebesar 7,60%. Bila dibandingkan dengan 12

ekoregion yang ada, sebagian besar juga berada pada ekosistem penting dan ekosistem

penyangga/penghubung. Luasan terkecil ekosistem penting berada pada ekoregion Mangrove

Nugini yang hanya sebesar 24,15% .

Dari luasan ekosistem penting yang masih luas tersebut, yang sudah terwakili dalam kawasan

konservasi adalah 27,01% sedangkan porsi besar diluar kawasan konservasi ada di Hutan

Produksi sebesar 26,12%, Hutan Lindung sebesar 18,97%, Hutan Produksi Konversi sebesar

18,40% dan luasan kecil Areal Penggunaan Lain sebesar 1,14%.

Dari sisi keterwakilan dalam kawasan konservasi, keterwakilan terkecil adalah pada Hutan Hujan

Dataran Rendah Nugini Selatan sebesar 7,32% dan Hutan Hujan Dataran Rendah Vogelkop-Aru

sebesar 8,33%. Sedangkan keterwakilan terbesar adalah Padang Rumput Sub-Alpin Central

Range sebesar 58,54%, Hutan Hujan Pegunungan Vogelkop sebesar 54,12%, Savana dan Padang

Rumput TransFly sebesar 51,16% dan Hutan Hujan Yapen 50,61%.

A. Lautan

a. Berapa ekosistem yang sudah masuk dalam KK dan yang belum

b. Berapa ekosistem penting, buffer dan budidaya yang ada di APL, HP, HPL, HPK,

Bab 4

Rekomendasi

Page 27: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 28

Page 28: ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN …gis.wwf.or.id/wwf/?dl_name=Mei_2012_Kemenhut_dan_KKP_Analisis... · ANALISIS KESENJANGAN KETERWAKILAN EKOLOGIS DAN KESENJANGAN PENGELOLAAN

laman| 29