25
ANALISIS KEMAMPUAN SOSIOLINGUISTIK DOSEN-DOSEN SPEAKING PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) CURUP Leffi Noviyenty Abstract: This is a descriptive analysis which tries to investigate the performance of Sociolinguistics Competence of English Speaking lecturers in STAIN Curup, particularly observing, analyzing and interpreting forms of the performance and how well the English speaking lecturers perform their sociolinguistic competence. The background of this research comes from the importance of having competence lecturers in order to help students in developing their English communicative competence. The purposive sampling is used in selecting the sample. The researcher is the key instrument of this research. The data is collected through Discourse Completion Test (DCT), observation by using a checklist and interviews by using guidance. The collected data is interpreted and analyzed to answer the research questions. The finding shows that the performance of sociolinguistics competence of English Speaking lecturers is highly influenced by their first language culture since they are also act as foreign language learners. However, from the understanding among the students that involved in their communication, particularly in the classroom, the performance of their sociolinguistics competence is accepted. It is suggested that the English lecturers always develop their sociolinguistic competence not only in order to teach the competence to their students but also in order to develop the English teaching to become more natural and contextual. Key words: Competence, Performance, Sociolinguistics Competence. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif banyak mendapatkan apresiasi dari para praktisi pendidikan, karena pendekatan ini dirasa sangat efektif sebagai sarana untuk melatih keterampilan berbicara siswa. Sejumlah perubahan terhadap pendekatan pengajaran tersebut seharusnya berdampak pada pengembangan kurikulum dan evaluasi belajar. Perubahan beranjak dari bahasa sebagai bentuk ke bahasa sesuai dengan konteks dan bahasa sebagai alat komunikasi. Perubahan dari pembelajar sebagai individual ke pembelajar sebagai anggota kelompok social yang secara aktif terlibat dalam pengelolaan bersama proses belajar. Perubahan dari pebelajar sebagai penerima pasif ke pembelajar sebagai pengguna 1

Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

ANALISIS KEMAMPUAN SOSIOLINGUISTIK DOSEN-DOSEN SPEAKING

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) CURUP

Leffi Noviyenty

Abstract: This is a descriptive analysis which tries to investigate theperformance of Sociolinguistics Competence of English Speaking lecturers inSTAIN Curup, particularly observing, analyzing and interpreting forms of theperformance and how well the English speaking lecturers perform theirsociolinguistic competence. The background of this research comes fromthe importance of having competence lecturers in order to help students indeveloping their English communicative competence. The purposivesampling is used in selecting the sample. The researcher is the keyinstrument of this research. The data is collected through DiscourseCompletion Test (DCT), observation by using a checklist and interviews byusing guidance. The collected data is interpreted and analyzed to answerthe research questions. The finding shows that the performance ofsociolinguistics competence of English Speaking lecturers is highlyinfluenced by their first language culture since they are also act as foreignlanguage learners. However, from the understanding among the studentsthat involved in their communication, particularly in the classroom, theperformance of their sociolinguistics competence is accepted. It issuggested that the English lecturers always develop their sociolinguisticcompetence not only in order to teach the competence to their students butalso in order to develop the English teaching to become more natural andcontextual.

Key words: Competence, Performance, Sociolinguistics Competence.

Latar Belakang Masalah

Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif banyak

mendapatkan apresiasi dari para praktisi pendidikan, karena pendekatan ini

dirasa sangat efektif sebagai sarana untuk melatih keterampilan berbicara

siswa. Sejumlah perubahan terhadap pendekatan pengajaran tersebut

seharusnya berdampak pada pengembangan kurikulum dan evaluasi belajar.

Perubahan beranjak dari bahasa sebagai bentuk ke bahasa sesuai dengan

konteks dan bahasa sebagai alat komunikasi. Perubahan dari pembelajar

sebagai individual ke pembelajar sebagai anggota kelompok social yang

secara aktif terlibat dalam pengelolaan bersama proses belajar. Perubahan

dari pebelajar sebagai penerima pasif ke pembelajar sebagai pengguna

1

Page 2: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

bahasa yang aktif dan kreatif. Perubahan dari konsep kurikulum sebagai

sesuatu yang harus terpenuhi atau terlaksana ke proses negosiasi dimana

guru dan pembelajar berpartisipasi

Sejalan dengan beberapa perubahan tersebut, dewasa ini, kompetensi

tenaga pendidik semakin mendapat perhatian pemerintah. Pemerintah telah

merancang uji kompetensi dalam bentuk sertifikasi guru dan dosen. Standar

kompetensi ini kemudian akan menjadi dasar utama penghargaan

pemerintah terhadap profesionalisme tenaga pendidik yang juga akan

berdampak pada peningkatan kesejahteraan mereka. Dari berbagai

seminar, pelatihan dan sosialisasi sertifikasi ini, kompetensi yang dibicarakan

pada umumnya adalah sepuluh kompetensi dasar profesional guru, dimana

kompetensi bahasa tidak begitu banyak disinggung. Sementara tujuan

kurikulum Bahasa Inggris berbasis kompetensi menghendaki guru sebagai

model yang dapat membantu mengembangkan kompetensi siswa dalam

menggunakan Bahasa Inggris secara komunikatif. Dengan kata lain, guru

yang dibutuhkan disini adalah mereka yang memiliki tidak hanya kompetensi

profesional akademis saja tetapi juga kompetensi komunikatif. Jika sertifikasi

guru telah diterapkan, idealnya dosenpun sudah harus mempersiapkan diri

meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya. Bagi dosen bahasa,

dalam hal ini dosen Bahasa Inggris, kompetensi bahasa sangatlah penting

untuk dimiliki. Kompetensi bahasa yang meliputi kompetensi linguistik dan

ekstralinguistik seperti yang dijelaskan Savignon1 terdiri dari kompetensi

fungsional dan kompetensi komunikatif. Lebih dari itu ia menjelaskan bahwa

seorang pengajar bahasa harus juga mampu mengaplikasikan kedua

kompetensi tersebut dalam pembelajaran bahasa.

Di Indonesia, kompetensi komunikatif dalam pembelajaran bahasa

nasional, yakni bahasa Indonesia tidak menemukan kendala yang berarti

Hal ini berbeda dengan pengajaran Bahasa Inggris yang berperan sebagai

bahasa asing. Model kompetensi yang mengilhami lahirnya pengajaran

bahasa asing, terutama English as a Foreign Language (EFL) atau Bahasa

Inggris sebagai bahasa asing adalah beberapa model yang mengunakan

prinsip-prinsip komunikasi yang dicetuskan oleh beberapa ahli bahasa

dantaranya, Celce Murcia, et al2 yang mengatakan bahwa bahasa adalah

2

Page 3: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

komunikasi, bukan seperangkat aturan. Model ini yang kemudian yang

dikenal sebagai communicative competence (kompetensi komunikatif)

menjadi salah satu model terkini yang ada di dalam literatur pendidikan

bahasa3. Model kompetensi komunikatif ini mencantumkan dengan jelas

bahwa tujuan pembelajaran Bahasa Inggris adalah untuk mengembangkan

kompetensi siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa

Inggris4. Kompetensi ini meliputi empat keahlian berbahasa yakni membaca,

mendengar, berbicara dan menulis. Jadi, pengajaran bahasa tidak lagi

terfokus pada tata bahasa atau formula-formula bahasa melainkan pada

tema-tema dan keterampilan fungsional. Singkatnya, kompetensi

komunikatif adalah kompetensi bahasa sebagai salah satu aspek kompetensi

seseorang yang memungkinkan ia menangkap dan menginterpretasikan

makna dan maksud komunikasi dalam konteks interaksi tertentu.

Kompetensi ini meliputi empat komponen yakni, kompetensi gramatika,

kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana dan kompetensi strategi.

Kompetensi bahasa sangat penting dimiliki oleh seorang guru bahasa.

Pada beberapa budaya tertentu, seorang guru bahasa Inggris yang bagus

diterjemahkan sebagai seseorang yang mampu berbicara dalam bahasa

Inggris dengan baik. konsekuensinya adalah seorang penutur asli bahasa

Inggris akan bernilai tinggi pada lingkungan budaya seperti itu. Tetapi

sebagian penutur asli (native speaker) bahkan belum pernah belajar bahasa

mereka secara akademis dan sama sekali belum memiliki pengalaman

dalam mengajar. Akibatnya, pada realita tertentu kita sering menemukan

guru-guru bahasa Inggris yang memiliki kompetensi akademis yang cukup

tinggi dan secara teori berada pada level penguasaan bahasa yang cukup

baik karena mereka telah mempelajari bahasa tersebut secara akademis,

namun tidak mampu secara profesional menggunakan bahasa Inggris dalam

berkomunikasi. Di sisi lain, kita juga menemukan seorang yang cukup

mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris namun tidak memiliki

pengalaman mempelajari bahasa secara teori dan bahkan belum pernah

mengajar. Berdasarkan kedua realita ini, kompetensi komunikatif mencoba

menyempurnakan kemampuan kebahasaan seorang guru bahasa asing

3

Page 4: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

sehingga ia mampu membantu siswa untuk mengembangkan kompetensi

mereka.

Penelitian ini merupakan penelitian keempat atau lanjutan.

Sebelumnya peneliti telah melakukan penelitian dibidang kompetensi

komunikatif, baik secara umum (meliputi empat elemen kompetensi

komunikatif yang ada) maupun secara khusus dan lebih mendalam yakni

elemen kompetensi strategi dan kompetensi gramatika, serta telah

memperoleh data yang cukup signifikan tentang kemampuan komunikatif

para dosen STAIN Curup. Telah diketahui bahwa dosen STAIN Curup

khususnya dosen Bahasa Inggris telah memenuhi skala standar kompetensi

komunikatif Bahasa Inggris dalam ruang lingkup budaya Indonesia. Hasil

penelitian yang lalu menunjukkan bahwa secara personal mereka dapat

memperlihatkan kompetensi komunikatif mereka. Hal ini dibuktikan dengan

terpenuhinya 90% indikator setiap elemen kompetensi komunikatif yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti merasa perlu menyelidiki lebih

jauh bentuk performa para dosen, terutama dosen-dosen grammar, secara

teknis khususnya yang berkaitan dengan kompetensi gramatikal. Hasil yang

diperoleh cukup mengejutkan, bahwa dosen-dosen Grammar memiliki

kompetensi gramatikal yang cukup baik secara teori namun belum mampu

mempresentasikan kompetensi gramatikal mereka tersebut dengan baik.

Padahal seyogyanya, jika kompetensi merupakan kemampuan (competence)

yang dimiliki secara teori keilmuwan telah teruji, maka sebagai dosen,

merekapun dituntut mampu mempresentasikan kompetensi tersebut kepada

mahasiswa. Seperti halnya penjelasan Brown5 bahwa kompetensi harus

dimunculkan dalam performa. Ia menjelaskan, kompetensi komunikatif

adalah salah satu aspek kemampuan yang membuat seseorang mampu

menerima dan menginterpretasikan pesan-pesan yang diterima (dari lawan

bicara) serta menegosiasikan makna yang disampaikan dalam

konteks-konteks tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut, Savignon6

menyebutkan bahwa kompetensi komunikatif Bahasa Inggris seseorang

selain melalui tes juga dapat diukur dari performanya. Diasumsikan, jika

seseorang telah dinyatakan memiliki kompetensi komunikatif atau

berkompeten secara komunikatif dalam Bahasa Inggris maka ia akan mampu

4

Page 5: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

menampilkan Bahasa Inggrisnya dengan komunikatif pula. Bahkan

kurikulum pengajaran Bahasa Inggris juga menyebutkan bahwa siswa dapat

dilatih untuk terus memperbaiki performa Bahasa Inggris mereka dengan

cara mengembangkan kompetensi Bahasa Inggrisnya. Sependapat dengan

para ahli diatas, Tarigan7 menuliskan bahwa dalam belajar bahasa asing,

performa guru dalam bahasa tersebut boleh jadi mengindikasikan

kompetensinya. Bagaimanapun juga sering dijumpai adanya masalah di

awal komunikasi yang justru dipengaruhi oleh faktor-faktor performa itu

sendiri, seperti lelah, tidak bisa konsentrasi atau gugup. Kondisi-kondisi ini

tentu saja tidak mengindikasikan sebuah kompetensi. Dari beberapa

pendapat ini jelaslah bahwa kompetensi komunikatif hanya bisa dievaluasi

melalui performanya. Lebih khusus lagi, kompetensi sosiolinguistik hanya

dapat dievaluasi melalui performa para dosen dalam berbicara secara

langsung dalam berbagai konteks interaksi.

Di STAIN Curup, sebagai dosen-dosen Bahasa Inggris, yang dituntut

tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu Bahasa Inggris saja tetapi juga

menggunakan Bahasa Inggris tersebut dalam berkomunikasi, tentu sering

menghadapi kendala-kendala komunikasi, terlebih karena Bahasa Inggris

merupakan bahasa asing tidak hanya bagi para dosen tetapi juga

mahasiswanya. Sebagai salah satu elemen kompetensi komunikatif,

kompetensi sosiolinguistik secara langsung memfokuskan diri pada

pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memahami konteks

social dimana bahasa tersebut digunakan: peran partisipan, informasi yang

mereka bagi serta fungsi dari setiap interaksi. Hanya pada konteks yang

utuh, kita dapat memahami makna yang sesuai untuk sebuah ujaran.

Disamping itu, dari keempat elemen kompetensi komunikatif yang ada –

kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi strategi dan

kompetensi wacana – kompetensi sosiolinguistik agak sedikit diabaikan oleh

para pembelajar bahasa asing dan bahasa kedua, termasuk di STAIN Curup.

Hal ini dapat dilihat dari tidak munculnya mata kuliah sosiolinguistik dalam

agihan mata kuliah Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Sementara

sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa tanpa kemampuan

memahami sosiolinguistik suatu bahasa, tidak mungkin suatu ujaran dapat

5

Page 6: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

dimaknai secara utuh. Lebih jauh lagi, sebagai tenaga pengajar bahasa

asing, sudah seharusnya para dosen juga memiliki kompetensi sosilinguistik

ini, karena mereka diharapkan dapat membantu mengembangkan

kemampuan berbahasa Inggris mahasiswa agar sesuai dengan konteks

interaksi yang sesungguhnya. Para dosen, khususnya dosen-dosen

speaking selayaknya juga mengajarkan kompetensi sosiolinguistik ini di

dalam kelas, agar mahasiswa terbiasa dengan konteks natural saat suatu

ujaran itu digunakan sehingga Bahasa Inggris merekapun berterima. Oleh

karena itu, sangalah perlu mengetahui bagaimana kompetensi sosiolinguistik

para dosen Bahasa Inggris STAIN Curup serta apakah kompetensi tersebut

telah diaplikasikan untuk mengatasi keterbatasan mahasiswa dalam

mengekspresikan secara tepat makna kontekstual ucapan-ucapan mereka

dalam membantu siswa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris.

Adapun yang menjadi cakupan kompetensi sosiolinguistik dapat dilihat dalam

diagram berikut8:

Selain untuk tujuan-tujuan diatas, penguasaan kompetensi

sosiolinguistik juga dimaksudkan untuk memperjelas fungsi bahasa di setiap

konteks penggunaannya. Misalnya didalam konteks kelas, makna dari

sebuah ungkapan bisa jadi lebih dari sekedar yang terucap saja. Makna

tersebut sangat tergantung pada kemampuan para dosen dalam

mengekspresikan secara tepat makna kontekstual atau makna pragmatis

ucapan-ucapan dan penguasaan sandi-sandi bahasa itu sendiri, baik secara

6

Informasi yang dibagi

Peran Partisipan

Cakupan kompetensi Sosiolinguistik

Fungsi Interaksi

Page 7: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

verbal maupun secara non verbal serta bagaimana aplikasi kompetensi atau

kemampuan para dosen tersebut untuk membuat mahasiswanya mengerti

akan makna ucapan-ucapan tersebut. Dosen-dosen yang telah diteliti

memiliki kompetensi sosiolinguistik diasumsikan juga mampu menampilkan

kompetensi tersebut dalam performa yang baik.

Penelitian kuantitatif tentang kompetensi komunikatif khususnya

kompetensi sosiolinguistik masih jarang ditemui. Hal ini dikarenakan

kesulitan menentukan standar penilaian secara kuantitatif, tidak mudah

mencari bentuk standar kompetensi sebagai tolak ukur penilaian, belum

banyaknya penggunaan Bahasa Inggris dalam berkomunikasi di berbagai

konteks interaksi dan pengaruh budaya setempat. Pada kesempatan ini,

peneliti mencoba menguraikan secara deskriptif performa kompetensi

sosiolinguistik tersebut dilengkapi dengan analisis secara kualitatif sesuai

dengan teori pembelajaran bahasa itu sendiri.

Disamping itu, untuk kelemahan-kelemahan berbicara dalam Bahasa

Inggris, mahasiswa hampir selalu menjadi objek penelitian. Anggapan

bahwa kekurangmampuan berbicara dalam Bahasa Inggris ada pada

mahasiswa sering kali menjadi titik awal fenomena penelitian. Ironisnya,

masih banyak mahasiswa yang belum juga mampu berkomunikasi dalam

Bahasa Inggris, sekalipun dalam berkomunikasi tersebut, aturan-aturan tata

bahasa setengah diabaikan dan pengetahuan budaya dimana bahasa

Inggris tersebut digunakan tidak menjadi penekanan. Bagaimanapun

pengaruh budaya, konteks interaksi dan perlakuan terhadap Bahasa Inggris

itu sendiri juga sangat menentukan keberhasilan seseorang mencapai tujuan

berkomunikasi. Ide penelitian ini muncul karena faktanya, di STAIN Curup,

tidak hanya mahasiswa tetapi dosen Bahasa Inggrisnyapun adalah mereka

yang mempelajari Bahasa Inggris sebagai Bahasa asing (Foreign Language

Learner), yang keduanya bisa jadi memiliki kendala komunikasi yang tidak

jauh berbeda, baik keterbatasan konteks interaksi maupun budaya.

Disamping itu, masih sering penulis temukan, mahasiswa berbahasa Inggris

dengan mempedomani kamus, sehingga ungkapan-ungkapan yang

dilahirkan sangat kaku dan bahkan tidak digunakan pada interaksi yang

sesungguhnya oleh penutur asli (native speaker)

7

Page 8: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

Masih dominannya pendapat yang mengatakan bahwa berbicara

Bahasa Inggris boleh mengabaikan aturan tata bahasa atau grammar, belum

juga mampu meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa maupun para dosen

untuk menggunakan Bahasa Inggris. Melihat fenomena di STAIN Curup,

bisa jadi, Kebiasaan mengabaikan aturan tata Bahasa Inggris justru

menciptakan kebiasaan berbicara yang salah pula. Tak jarang pembicaraan

dalam Bahasa Inggris malah tidak memiliki ‘sense of language’ atau ‘rasa

berbahasa’ itu sendiri.

Uraian-uraian diatas mendorong peneliti untuk menggali lebih jauh

kemampuan sosiolinguistik dosen-dosen Speaking Program Studi

Pendidikan Bahasa Inggris STAIN Curup baik secara kompetensi (usage)

maupun performanya (use).

Mempertimbangkan pentingnya kompetensi komunikatif-khususnya

kompetensi sosiolinguistik sebagai salah satu elemennya-sebagai salah

satu kompetensi bahasa yang harus dimiliki dan untuk selalu dikembangkan

oleh dosen bahasa khususnya dosen Bahasa Inggris serta begitu luasnya

cakupan bidang kajian kompetensi sosiolinguistik, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengamati dan menganalisa bentuk-bentuk performa

kompetensi sosiolinguistik dosen-dosen Speaking Program Studi Pendidikan

Bahasa Inggris STAIN Curup di kelas dan mengevaluasi secara deskriptif

seberapa baik kompetensi sosiolinguistik dosen-dosen Speaking tersebut.

Kajian Pustaka

Kompetensi Komunikatif

“Dalam mempelajari bahasa kedua dan bahasa asing, performansi

seorang guru dalam berbahasa bisa jadi melambangkan kompetensinya9.

Bagaimanapun juga, dalam menggunakan bahasa yang bukan bahasa

pertamanya, orang cenderung melakukan kesalahan yang disebabkan oleh

faktor letih, tidak konsentrasi ataupun gugup. Kondisi-kondisi ini tentu saja

tidak melambangkan kompetensi seseorang.

Brown10 menyatakan bahwa kompetensi komunikatif adalah

“Kompetensi yang memungkinkan kita untuk mentransfer dan

mengintepretasi pesan serta memberikan makna dalam interaksi antar

8

Page 9: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

individu pada konteks tertentu”. Hymes11 mendukung ide tersebut dengan

mengatakan bahwa kompetensi komunikatif adalah suatu aspek

kompetensi yang memungkinkan kita untuk menerima dan mengintepretasi

pesan serta memahami makna secara interpersonal di dalam konteks

tertentu. Lebih lanjut ia membagi kompetensi komunikatif menjadi dua

aspek: aspek Linguistik dan aspek pragmatik. Kompetensi linguistik adalah

kemampuan yang berhubungan dengan elemen-elemen pengetahuan

fungsional bahasa dan struktur bahasa, sedangkan kompetensi pragmatik

meliputi kemampuan bagaimana pengetahuan tadi dapat digunakan pada

situasi tertentu sesuai dengan maksud dan tujuan si pembicara.

Kompetensi komunikatif juga meliputi kondisi-kondisi yang mempengaruhi

ataupun memfasilitasi jalannya komunikasi. Senada dengan dua definisi

ini, Bachman12 menjelaskan bahwa kemampuan komunikatif melibatkan

dua hal penting yakni pengetahuan dan kompetensi akan bahasa tersebut,

serta kapasitas untuk mengimplementasi atau menggunakan kompetensi

tersebut. Tarigan13 menggambarkan bahwa untuk mencapai tujuan

pengajaran bahasa secara efektif, adalah sangat penting bagi guru bahasa

untuk selalu mengevaluasi dan mengembangkan kompetensi bahasa

mereka. Tarigan membagi kompetensi bahasa menjadi tiga kategori:

kompetensi fungsional, kompetensi komunikatif, dan kompetensi untuk

mengaplikasikan kedua kompetensi tersebut ke dalam pengajaran bahasa.

Scarcella dalam Krashen14 menyebutkan kompetensi komunikatif

sebagai kompetensi percakapan. Ia menjelaskan bahwa sebagian

aturan-aturan wacana dan strategi sangatlah kompleks. Ditandai dengan

penguasaan kosakata, pelafasan, dan aspek komunikasi non-verbal, dan

bahkan tingkat penguasaan sintaktik suatu bahasa. Lebih jauh lagi semua

aspek ini bervariasi tergantung dari konteks sosialnya, misalnya, beberapa

ungkapan salam akan sesuai pada situasi tertentu tetapi bisa jadi tidak

cocok pada situasi yang lain.

Most discourse rules and strategies are very complex,characterized by vocabulary, pronunciation, and prosodicfeatures of non-verbal communication, and, perhaps to aleser degree, syntactic features. Moreover, all of these

9

Page 10: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

features may vary according to the social context. Forinstance, some greetings are appropriate in some situations,but not in others. They are sometimes shouted, andsometimes spoken quite stiffly. In any given situation, anappropriate greeting depends on a variety of factors. Theseinclude: the person being greeted, the time of day, thelocation and the interaction, other people present, and thesort of interaction which is expected.15

Kompetensi percakapan menurut Scarcella adalah sebuah kompetensi

yang lebih menitikberatkan pada penguasaan penggunaan bahasa

daripada pengetahuan bahasa.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kompetensi komunikatif di

atas, peneliti menyimpulkan bahwa kompetensi komunikatif adalah

kemampuan seseorang, dalam hal ini guru bahasa Inggris, dalam

menerima dan mengintepretasikan pesan serta memahami makna secara

interpersonal pada konteks tertentu serta mengimplementasikannya

kedalam pengajaran. Kompetensi ini tidak hanya terbatas pada kompetensi

linguistik saja tetapi juga aspek ekstralinguistik seperti bahasa non-verbal.

Kompetensi komunikatif terdiri dari empat komponen yakni kompetensi

gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana dan kompetensi

strategi.

Dalam Savignon16 kompetensi gramatikal adalah penguasaan

unsur-unsur linguistik bahasa, kemampuan mengenali bentuk morfologi,

leksikal, struktur sintaktik dan fonologi, serta bagaiman menggunakan

bentuk-bentuk ini untuk membentuk kata-kata dan kalimat-kalimat.

Kompetensi gramatika juga merupakan kemampuan untuk menampilkan

aturan-aturan bahasa secara eksplisit. Seseorang yang memiliki

kompetensi gramatikal akan menggunakan aturan-aturan bahasa dengan

baik dalam berkomunikasi bukan dengan menyatakannya. Tarigan17

memfokuskan kompetensi gramatikal pada tekanan, intonasi, kombinasai

kata, penggunaan tanda baca, pelafasan dan penguasaan kosakata.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kompetensi

gramatikal adalah penguasaan aturan-aturan tata bahasa Inggris dalam

bentuk penggunaannya dalam berkomunikasi sesuai dengan situasi dan

konteks.

10

Page 11: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

Canale18 menyatakan bahwa kompetensi sosiolinguistik

berhubungan dengan sosial-budaya dan aturan wacana. Komperensi

sosiolinguistik berkaitan dengan kesesuaian sebuah ujaran yang diutarakan

dan dimengerti secara benar pada lingkungan sosial yang berbeda, yang

sangat dipengaruhi oleh status pembicara dan pendengar, tujuan interaksi,

aturan dan norma yang berlaku dalam interaksi tersebut. Savignon19

menggambarkan kompetensi sosiolinguistik sebagai kemampuan

memahami aturan-aturan sosial dalam penggunaan bahasa. Brown20

menyebutkan kompetensi sosiolinguistik sebagai pengetahuan tentang

sosial budaya dalam memahami ujaran-ujaran pada konteks dan

lingkungan sosial dimana bahasa digunakan. Peneliti menyimpulkan

kompetensi sosiolinguistik adalah kemampuan untuk memahami konteks

sosial dimana bahasa Inggris tersebut digunakan, yang meliputi: peran

pendengar dan pembicara, informasi yang mereka bagi, serta fungsi dan

tujuan interaksi.

Canale21 menjelaskan ada dua aspek pada kompetensi wacana yang

menjadi poin utama yakni kesatuan dan kesinambungan. Kesatuan berarti

hubungan atar ujaran dan struktur tata bahasa yang digunakan yang

memungkinkan seseorang memahami makna wacana secara keseluruhan.

Sementara kesinambungan adalah hubungan antar mana dalam sebuah

ujaran. Savignon menyebutkan bahwa kompetensi wacana adalah

kemampuan seseorang untuk memahami hubungan kalimat atau ujaran

yang satu dengan yang lain sebagai suatu kesatuan yang utuh bukan

sebagai kalimat atau ujaran tunggal. Tarigan memasukkan unsur gaya

bahasa dan topik yang dibicarakan menjadi ukuran kesatuan dan

kesinambungan makna antar kalimat dalam suatu wacana. Sementara

Brown22 mendefinisikan kompetensi wacana sebagai kemampuan untu

membentuk dan menghubungkan kalimat atau ujaran menjadi suatu makna

secara keseluruhan secara terpadu dalam suatu wacana. Sebagai

kesimpulan, peneliti mendefinisikan kompetensi wacana sebagai suatu

kemampuan untuk membentuk, menggabungkan dan menghubungkan

kalimat atau ujaran sehingga mencapai makna yang utuh dan terpadu

dalam sebuah wacana. Kompetensi wacana tidak hanya terbatas pada

11

Page 12: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

wacana tertulis aau teks saja tetapi juga wacana percakapan atau dialog,

seperti: pengambil-alihan giliran bicara, pengembangan topik, serta

keterampilan membuka dan menutup pembicaraan.

Canale mendefinisikan kompetensi strategi sebagai suatu

kompetensi untuk memelihara keberhasilan berkomunikasi baik secara

verbal maupun non-verbal yang digunakan pembicara dalam rangka:

a. menutupi kelemahan berkomunikasi karena keterbatasan ruang

lingkup

b. memperkuat efektifitas komunikasi, misalnya apabila pembicara

lupa akan aturan tata bahasa tertentu.

Savignon23 menggambarkan kompetensi strategi sebagai suatu kompetensi

untuk mengatasi ketidaksempurnaan penguasaan aturan tata bahasa.

Brown24 menambahkan penjelasan bahwa kompetensi strategi sebagai

verbal dan no-verbal strategi berkomunikasi yang diperlihatkan dalam

bentuk tindakan atau ujaran untuk menutupi kelemahan berbahasa.

Berpedomaan paa stratgei berkomunikasi ini, peneliti mencoba

mengamati kompetensi gramatikal melalui performa dosen-dosen

grammar/structure dalam menggunakan aturan-aturan tata Bahasa Inggirs

saat mereka berkomunikasi. Performa ini bisa ditampilkan dalam bentuk

pengulangan, parafrase, menebak atau tindakan non-verbal seperti

menggeleng, mengangguk dan sebagainya.

Sebagai kesimpulan, Brown juga menjelaskan bahwa kompetensi

komunikatif merupakan tujuan terbaik sebuah kelas bahasa.

Given that communicative competence is the goal of alanugae classroom, then instruction needs to point toward allof its components: organizational, pragmatics, strategic, andpsychomotor. Communicative goals are best achieved bygiving due attention to language use and not just usage, tofluency and not just accuracy, to authentic language andcontexts, and to students’ eventual need to apply classroomlearning to heretofore unhearsed contexts n teh real world25.

Kompetensi Sosiolinguistik

Seperti yang diungkapkan Douglas Brown berikut,

12

Page 13: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

The native language of learners will be a highly significantsystem on which learners will rely to predict the targetlanguage system. While that native system will exercise bothfacilitating and interfering effects on the production andcomprehension of the new language, the interfering effectsare likely to be the most salient26.

Savignon27 menjelaskan bahwa apabila seseorang mempunyai

kompetensi bahasa yang baik maka dia diharapkan dapat berkomunikasi

dengan orang lain dengan baik dan lancar, baik secara lisan maupun

secara tertulis. Dia diharapkan dapat menjadi penyimak dan pembicara

yang baik, menjadi pembaca yang komprehensif serta penulis yang

terampil dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan ini maka

para guru bahasa selayaknya berupaya sekuat daya mengajar dan

mendidik diri sendiri terlebih dulu untuk menggunakan bahasa dengan baik

dan benar agar mereka dapat menjadi contoh teladan bagi para siswa

asuhan mereka. Dengan bahasa yang baik dan benar, para guru dapat

diharapkan mengajar anak didiknya berbahasa baik dan benar pula.

Lebih jauh lagi Savignon mendefinisikan kompetensi sosiolinguistik

sebagai berikut:

“Sociolinguistic Competence requires an understanding ofthe social context in which the language is used: the rolesof participants, the information they share and the functionof the interaction. Only in a full context of this kind canjudgments be made on the appropriateness of a particularutterance” 28

Bahwa kompetensi sosiolinguistik adalah kemampuan untuk

memahami konteks social dimana bahasa tersebut digunakan. Kompetensi

sosiolinguistik ini meliputi peran para partisipan yang terlibat dalam

komunikasi, informasi yang sedang dibicarakan serta fungsi interaksi itu

sendiri.

Leech menjabarkan kompetensi sosiolinguistik menjadi dua bagian

sebagai berikut:

13

Page 14: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

“Specifically, sociolinguistic competence can be generallydivided into two areas. One is appropriateness of form, thatis, pragmalinguistics, which signals "the particularresources that a given language provides for conveyingparticular illocutions"; the other is appropriateness ofmeaning, that is, sociopragmatics, which defines the waysin which pragmatic performance is subject to specificsociocultural conventions and values. For nonnativespeakers, the misunderstandings they are often faced within the cross-cultural realization of communicative actsusually arise from their failure in appropriate use ofpragmalinguistic and sociopragmatic competence.29

Pragmalinguistik adalah kemampuan sosiolinguistik yang berupa

bentuk-bentuk tuturan yang disediakan oleh suatu bahasa dalam

menghasikan satu tindak tutur (Ilokusi). Kategori kompetensi sosiolinguistik

yang kedua adalah sosiopragmatis, yakni cara-cara tampilan pragmatis yang

sesuai dengan aturan dan nilai, yang muncul berdasarkan kondisi social

budaya tertentu.

Budaya adalah sebuah cara hidup, ia adalah konteks yang di

dalamnya kita ada, berfikir, merasa, dan berhubungan dengan yang lain.

Larson dan Smalley30 menggambarkan budaya sebagai suatu “cetak biru”

yang menuntun perilaku orang-orang dalam sebuah komunitas dan terbina

dalam kehidupan keluarga. Ia mengataur perilaku kita dalam kelompok,

menjadi kita peka terhadap persoalan status, dan membantu kita engetahui

apa yang orang lain harapkan dari kita dan apa yang akan terjadi sekiranya

kita tidak memenuhi harapan mereka. Budaya membantu kita mengetahui

seberapa jauh kita bias berjalan selaku pribadi dan tanggung jawab kita

kepada kelompok. Bagi setiap orang, budaya meneguhkan sebuah konteks

perilaku kognitif dan afektif, sebuah model untuk eksistesi personal dan

social. Tampak jelas bahwa budaya, sebagai himpunan perilaku dan mode

persepsi yang berurat akar, menjadi sangat penting dalam pembelajaran

sebuah bahasa kedua ataupun bahasa asing. Bahasa adalah bagian dari

budaya, dan budaya bagian dari bahasa. Keduanya saling bertalian erat

sehingga tak ada seorangpun yang dapat memisahkan keduanya tanpa

menghilangkan arti penting masing-masing. Mungkin saja seseorang

mampu berhasil secara baik berakulturasi dalam usahanya mempelajari

bahasa asing, tetapi proses akulturasi tersebut bias lebih menyiksa dengan

14

Page 15: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

hadirnya bahasa baru, Pasti, budaya adalah bagian yang tertanam sangat

dalam dari keberadaan kita sebagai manusia, tetapi bahasa khususnya

cara-cara berkomunikasi di antara anggota-anggota sebuah budaya, adalah

ekspresi yang paling terlihat dan tersedia dari budaya itu. Maka cara

pandang, identitas diri, dan system berfikir, bertindak, merasa dan

berkomunikasi bias terusik oleh kontak dengan budaya lain.

Banyak studi penelitian terbaru memperlihatkan efek positif

penyertaan kesadaran aspek sosiolinguistik di kelas-kelas pembelajaran

bahasa asing. Sebagai contoh, teknik role-play dikelas ESL (English as a

second Language) membantu siswa mengatasi keterbatasan studi budaya,

teknik ini justru sangat mendukung proses dialog lintas budaya sembari

menyediakan kesempatan untuk komunikasi lisan. Juga teknik lain seperti

film, drama, juga membantu guru memaksimalkan proses akulturasi di kelas.

Bachman31 menggambarkan kompetensi sosiolinguistik sebagai

bagian dari kompetensi pragmatis dalam kompetensi bahasa. Kompetensi

sosiolingistik menurut Bachman merupakan: kepekaan terhadap dialek atau

varietas, kepekaan terhadap register, kepekaan terhadap kealamiahan, serta

merupakan referensi budaya dan gaya bahasa.

Dari berbagai teori tentang kompetensi sosiolinguistik di atas,

semakin kuatlah alasan mengapa kompetensi ini sangat penting dalam

pembelajaran bahasa asing.

Analisa dan Pembahasan

Para dosen speaking lebih banyak menggunakan kalimat-kalimat

bentuk aktif, sederhana untuk mengundang mahasiswa berbicara, kosakata

yang terbatas pada konteks dan topic yang sedang dibicarakan, namun

memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para mahasiswa untuk

menggunakan kalimat-kalimat mereka sendiri dengan kosa kata yang

independent. Pesan yang disampaikan juga dalam kecepatan berbicara

yang relative lebih lambat, sehingga penggunaan Bahasa Inggrispun dirasa

kurang natural.

Contoh:

15

Page 16: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

1. Would you clean the whiteboard, please!

2. Do you have any question?

3. Do you understand?

Sementara pada kajian sosiolinguistik, mereka dapat menggunakan kalimat

atau ujaran Bahasa Inggris yang lebih natural walaupun tidak gramatikal

secata tata bahasa, contoh:

1. Andi, the whiteboard, please!

2. Questions? / Well? /by using non-verbal: raise hand, etc.

3. Clear? Silence means understand?

Dosen-dosen speaking tersebut juga menggunakan bentuk kalimat

yang sesuai dengan maksud dan fungsi yang ingin mereka sampaikan.

Misalnya jika mereka ingin memberikan perintah, maka bentuk kalimat yang

dibuat selalu didahului dengan kata pembentuk perintah dalam Bahasa

Inggris dan disampaikan dengan intonasi perintah. Seperti contoh 1 di atas

misalnya. Mahasiswa berbicara jika dosen meminta mereka berbicara

dengan bentuk kalimat permintaan. Sebagian besar pembicaraan di kelas

dibangun berdasarkan inisiatif dosen, kecuali pada waktu-waktu diskusi.

Saat seorang mahasiswa berbicara, dosen memperhatikan dengan selalu

menatap mahasiswa tersebut, pandangan mata dosen akan serta merta

beralih kepada mahasiswa lain jika tiba-tiba mahasiswa tersebut tidak

memperhatikan temannya yang sedang berbicara. Tidak jarang dosen

hanya menunjuk mahasiswa yang dimaksud untuk berbicara tanpa

memintanya dengan ungkapan verbal. Berbagai bahasa-bahasa non-verbal

juga muncul, seperti untuk menunjukkan persetujuan, dosen mengangguk,

ketidaksetujuan, dosen menggeleng. Namun ada beberapa dosen justru

memverbalkannnya dengan: I don’t think so/ Ok/ right. Mahasiswa mengerti

makna bahasa non-verbal tersebut.

Norma sosial dan kesopanan juga diterapkan dosen di kelas, peneliti

tidak pernah melihat dosen laki-laki menyentuh pundak mahasiswa

perempuan untuk menyatakan apresiasi atau intensi lainnya.

Disetiap pertemuan, dosen memulai kelas dengan menerima ucapan

salam (greeting) dalam Bahasa Inggris dari para mahasiswa. Hal ini sudah

sangat membudaya bahkan sejak peneliti masih menjadi mahasiswa.

16

Page 17: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

Membuka dan mengakhiri jam pelajaran selalu dilakukan dengan cara

formal. Hampir seluruh dosen mengatasi gangguan tata bahasa dengan

cara menterjemahkannya ke Bahasa Indonesia. Dari tujuh poin yang dapat

diamati sebagai indikator kompetensi sosiolinguistik, walaupun dosen-dosen

speaking tersebut telah menampilkan seluruh indikator dalam performa

komunikasi mereka, kompetensi sosiolinguistik mereka sangat dipengaruhi

oleh sosiolinguitik budaya bahasa pertama yakni Bahasa Indonesia. Karena

penelitian kompetensi sosiolingistik ini dilakukan di Indonesia, dan objek

penelitian bukanlah penutur asli Bahasa Inggris, kompetensi sosiolinguistik

yang mereka tampilkan dapat diterima. Dilain sisi, Savignon menegaskan:

Communicative competence can be interpreted as ananalysis of language in terms of the situations or settings inwhich it is used and the meanings or functions it serves inthese settings provides the basis for establishing acommunicative syllabus. The inclusion of specific structuresdepends on the specification of context within which thelearner will use the L2.32

Paulston dalam Savignon mendukung ide tersebut::

It is valid to ask how much communicative competence oneneeds to teach in foreign language teaching, while thesuccessful interaction in an L2 culture is the goal, however,care must be taken to provide an authentic L2 culturalcontext for the interpretation of meaning.33

Kedua ahli Bahasa Inggris secara linguistik dan komunikatif di atas

menjelaskan bahwa kompetensi komunikatif Bahasa Inggris seseorang

sangatlah dipengaruhi oleh budaya dimana Bahasa Inggris tersbut

digunakan. Paulston bahkan menegaskan bahwa sangatlah perlu

dipertanyakan mengenai standardisasi kompetensi komunikatif bagi mereka

yang bukan penutur asli yang harus mengajarkan Bahasa Inggris, karena

bagaimanapun, materi kompetensi bahasa sangatlah tergantung dari budaya

autentik konteks interaksi dimana Bahasa Inggris tersebut digunakan.

Paulston juga menerangkan bahwa kompetensi sosial yang berasal dari

lingkungan autentik penutur asli juga penting bahkan kunci yang menentukan

sampai tidaknya tujuan komunikasi.

17

Page 18: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

Hal menarik peneliti temukan dari hasil wawancara dengan para dosen

speaking tersebut. Bahwa ternyata mereka tidak mengetahui secara teori

kompetensi sosiolinguistik baik Bahasa Indonesia apalagi dalam

penggunaan Bahasa inggris. Fenomena ini juga diperkuat dengan hasil uji

melengkapi wacana (Discourse Completion Test). Contoh, saat mereka

diminta menuliskan respon apabila mereka pada situasi menggunakan

budaya pembicara asli (native speaker) dalam berbicara Bahasa Inggris

dengan mahasiswa, kolom ini tidak diisi. Sebaliknya juga saat respon untuk

penggunaan budaya Indonesia dalam berbicara Bahasa Inggris, kolom ini

bahkan diisi dengan respon yang tidak berhubungan samasekali dengan

aspek sosiolinguistik berbahasa. Bagaimanapun dari item uji tes wacana

yang lain, sebagai contoh saat penggunaan gesture serta membuka dan

menutup kelas pembelajaran, dosen-dosen speaking tersebut menuliskan

respon yang sangat kental dengan budaya Islam mendahului salam mereka

dalam Bahasa Inggris. Dengan kata lain, aspek kompetensi sosiolinguistik

memang mereka akui tidak dipelajari secara khusus, sementara apa yang

telah mereka terapkan adalah apa yang sudah biasa mereka lakukan dalam

berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia. Hal ini mengakibatkan

penggunaan Bahasa Inggris merekapun menjadi kurang natural karena

kemunculan aspek alami berbahasa Inggris tidak muncul sama sekali.

Dari hasil observasi dengan berpedoman pada indikator kompetensi

sosiolinguistik, peneliti menemukan fenomena lain. Walaupun mata kuliah

speaking, dimana seharusnya 80% komunikasi di kelas dilakukan dalam

Bahasa Inggris, para dosen justru sedikit sekali menggunakan Bahasa

Inggris, melainkan menggunakan Bahasa Indonesia. Tidak terlihat mereka

menyediakan kesempatan bagi para mahasiswa untuk menggunakan

Bahasa Inggris. Temuan hasil observasi ini berbeda dengan respon yang

mereka tuliskan pada hasil uji tes melengkapi wacana pada tema, respon

apa yang anda berikan jika: mahasiswa menggunakan Bahasa pertama

mereka di kelas speaking, sebagai berikut:

18

Page 19: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

1. Two

languages, will

u?

2. Try hard first in

English, will

you?

3. In English,

please!

1. Again,

please!

2. I can’t hear

you?

3. In English,

OK!

4. Try in

English!

1. You may speak

by gado-gado

language.

2. Speak in English

and Indonesian!

3. English?

Peneliti tidak menemukan respon ini muncul pada observasi langsung.

Bagaimanapun, karena penelitian kompetensi sosiolinguistik ini dilakukan di

Indonesia, dan objek penelitian bukanlah penutur asli Bahasa Inggris,

kompetensi sosiolinguistik yang mereka tampilkan dapat diterima.

Beberapa hal diatas sekaligus juga merupakan keterbatasasn

penelitian kompetensi sosiolinguistik ini. Dengan kata lain, karena penelitian

ini menggambarkan kompetensi sosiolinguistik dosen-dosen speaking yang

bukan penutur asli Bahasa Inggris, performa kompetensi sosiolinguistik

mereka didasarkan pada budaya Orang Indonesia. Ini dapat dilihat dari

performa kompetensi sosilinguistik para dosen tersebut sangat dipengaruhi

oleh budaya masyarakat Indonesia dalam berbahasa Inggris. Isamping itu,

karena masih menjadi kontroversi tentang standardisasi kompetensi

sosiolinguistik bagi tenaga pengajar yang bukan penutur asli Bahasa Inggris,

evaluasi dan gambaran penilaian kompetensi sosiolinguistik dosen-dosen

speaking tersebut ditentukan dari tercapai tidaknya tujuan komunikasi

mereka. Lebih jauh lagi, karena dosen-dosen speaking yang menjadi objek

penelitian ini bukan penutur asli Bahasa Inggris, dan merekapun

menggunakan Bahasa Inggris bukan sebagai bahasa pertama mereka,

melainkan sebagai bahasa asing, mereka tidak terbiasa bersosialisasi pada

lingkungan natural para penutur asli Bahasa Inggris (native speaker), maka

sangatlah sulit untuk menemukan konteks interaksi yang mewakili

munculnya kompetensi sosiolinguistik yang betul-betul mewakili konteks

interaksi sesungguhnya.

19

Page 20: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

Kesimpulan dan Saran

1. Performa kompetensi sosiolinguistik dosen-dosen speaking

ProgramStudi Pendidikan Bahasa Inggris STAIN Curup

sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat Indonesia

dalam berbahasa Inggris, karenanya, evaluasi dan

gambaran penilaian kompetensi sosiolinguistik guru-guru

Bahasa Inggris tersebut ditentukan dari tercapai tidaknya

tujuan komunikasi mereka.

2. Dosen-dosen speaking yang menjadi objek penelitian ini

bukan penutur asli Bahasa Inggris, dan merekapun

menggunakan Bahasa Inggris bukan sebagai bahasa

pertama mereka, melainkan sebagai bahasa asing, mereka

tidak terbiasa bersosialisasi pada lingkungan natural para

penutur asli Bahasa Inggris (native speaker), maka

sangatlah sulit untuk menemukan konteks interaksi yang

mewakili munculnya kompetensi sosiolinguistik dan

kompetensi wacana yang betul-betul mewakili konteks

interaksi sesungguhnya. Bagaimanapun kompetensi dan

performa sosiolinguistik mereka dalam berbahasa inggris

dapat diterima.

Sebagai dosen-dosen speaking dan dosen Bahasa Inggris, sangatlah

penting untuk mengetahui dan menguasai teori kompetensi sosiolinguistik

yang dimiliki oleh penutur asli (native speaker) Bahasa Inggris. Hal ini akan

sangat membantu pengajaran penggunaan bahasa Inggris yang lebih dari

sekedar tata bahasa dan aturan gramatika saja. Mengingat tujuan

pengajaran Bahasa Inggris adalah membantu para mahasiswa

mengembangkan kompetensi mereka dalam menggunakan Bahasa Inggris

untuk berkomunikasi, pengajaran Bahasa Inggris yang natural sangatlah

20

Page 21: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

penting. Apalagi berbahasa tidak hanya menyampaikan maksud agar tujuan

komunikasi tercapai baik tetapi juga mempertimbangkan ‘sense of language’

atau rasa berbahasa itu sendiri.

Dengan memberikan sebanyak mungkin kesempatan mahasiswa

mengenali dan memahami Bahasa Inggris yang autentik dan natural dalam

berbagai variasi konteks interaksi, Bahasa Inggris mahasiswa akan lebih

terdengar layaknya penutur asli Bahasa Inggris.

Kelas adalah wadah yang sangat terbatas dan tidak akan dapat

mewakili pengenalan berbagai konteks interaksi penggunaan Bahasa Inggris

seperti pada lingkungan sebenarnya, jadi sangatlah penting dosen dan

mahasiswa mengupayakan kondisi interaksi tersebut di luar kelas agar

kompetensi sosiolinguistik menjadi lebih berstandar penutur asli.

Akhirnya, belajar bahasa tidaklah akan bermakna tanpa juga

mengenali dan menguasai ‘rasa berbahasa’ itu sendiri. Penelitian lebih

dalam mengenai kompetensi sosiolignuistik ini masih sangat diperlukan

untuk evaluasi berkesinambungan terhadap kualitas pembelajaran Bahasa

Inggris.

Catatan Akhir

1 Savignon, Sandra J., Comunicative Competence: Theory and ClassromPractice, Menlo Park, California: Addison-Wesley Publishing Company,Inc., 1983, h. 79.

2 Celce-Murcia, M., Discourse and Context in Language Teaching: A guidefor Language Teachers. UK: Cambridge University Press. 1995. h. 5-35

3 Ibid., h. 364 Ansyar, M., Competency-Based Education: Some Implications to

Language Curriculum. Padang: Forum Pendidikan, 28 (03). 2003, h.327.

5 Brown, D. H., Principles of Language Learning and Teaching, NewJersey: Prentice Hall, 1987, h. 199.

6 Savignon, op. cit., h. 36.7 Tarigan, H. G., Pengajaran Kompetensi Bahasa, Bandung: Angkasa,

1990, h. 31.8 Tarigan, op. cit., h. 359 Savignon, op. cit., h. 90.

21

Page 22: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

10 Brown, D. H., Principles of Language Learning and Teaching, New York:Wesley Longman Inc, 2000, h. 248.

11 Hymes. …………… 2000. h. 24612 Bachman, Lyle F., Fundamental Consideration n LanguageTesting,

Oxford: Oxford University Press, 1990, h. 87.13 Tarigan, op. cit., h. 25.14 Krashen, S. D.. Principles and Practice in Second Language Acquisition.

New York: Pergamon Press Inc. 1982. h. 7915 Ibid., 8516 Savignon, op. cit., h. 24.17 ibid., h. 3618 Canale, M., From Communicative Competence to Comunicative

Language Pedagogy, London: Longman, 1983, h. 37.19 Savignon, op.cit., h. 25.20 Brown, op. cit., h. 24921 Canale, op. cit., h. 4522 Brown, op. cit., h. 25623 Savignon, op. cit., h.2824 Brown., loc., cit25 Ibid., h. 25826 Ibid., h. 30027 Savignon, op. cit., h.3028 Ibid., h. 3529 Brown, Gillian and George Yule. 1983a. Teaching the spoken

Language: An Approach based on the analysis of ConversationalEnglish. Cambridge: Cambridge University Press

30 .---------1983b. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge UniversityPress.

31 Bachman, op. cit., h. 8932 Savignon, op. cit., h.33 Ibid., h.

22

Page 23: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

DAFTAR PUSTAKA

Ansyar, M. 2003. “Competency-Based Education: Some Implications toLanguage Curriculum”. Forum Pendidikan. 28 (03). 327-338.

Ary, Donald. 1985. Introduction to Research Education. New York: CBSCollege Publishing.

Ary, D., Jacobs, L.C., dan Razavieh, A. Tanpa tahun. Pengantar PenelitianPendidikan. Terjemahan ole Arief Fuchan. 1982. Surabaya: UsahaNasional.

Bloomfield, Leonard. 1995. Language. Jakarta: PT Gramedia.

Brown, D. H. 1987. Principles of Language Learning and Teaching. 2nd

Edition. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall, Inc.

---------2000. Principles of Language Learning and Teaching. New York:Wesley Longman, Inch.

Brown, Gillian and George Yule. 1983a. Teaching the spoken Language: AnApproach based on the analysis of Conversational English.Cambridge: Cambridge University Press.

---------1983b. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Brown, G., Malmkjar, K., and Williams, J. 1996. Performance andCompetence in Second Language Acquisition. Cambridge:Cambridge University.

Canale, M. 1983. From Communicative Competence to CommunicativeLanguage Pedagogy. In Richards, J.C. and R.W. Schmidt, Languageand Communication. London: Longman.

23

Page 24: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi: Mata PelajaranBahasa Inggris sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah.Jakarta.

Douglas A. 2001. Center for Applied Linguistic. Digest,

(http://www.cal.org/resorces/digest/0107demo .html, taken on 2 August 2010)

Gay, L.R. and Peter Airasian. 2000. Educational Research: Competenciesfor Analysis and Application. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Harley, Trevor. 1995. The Psychology of Language. Great Britain: ErlbaumTaylor & Francis.

http://www.sil.org//lingulinks/LANGUAGELEARNING/OtherResources/Gu,taken on 2 August 2010.

http://www.ryerson.ca/~mjoppe/Research/DescriptiveResearch.htm, taken on14 August 2010.

Janice, C (Ed). Tanpa tahun. Comunicative Competence for Individuals whoUse Augmentative and Alternative Communication (AAC): fromResearch to Effective Practice, (online),

(http://www.brookespublishing.com/store/books/reichle-529x/index.htm, taken on 14 August 2010)

Krashen, S. D. 1982. Principles and Practice in Second LanguageAcquisition. New York: Pergamon Press Inc.

Leech, 1983. Principles of Pragmatics. New York. Longman.

Nunan, D. and Clarice Lamb. 1996. The Self-directed Teacher: Managingthe learning process. New York: Cambridge University Press.

Osborne, D. 1999. Teacher-Talk: A Sociolinguistic Variable. EnglishTeaching Forum, (on line), Vol. 37, No, 2,

(http://exchanges.stat.gov/forum/vols/vol37/no2/p10.htm, taken on 14August 2010

Purwanto, Dr. 2002. “Profesionalisme Guru”. Jurnal Teknodik. VI (10):93-100.

Qi, Yichu. 2003. A Practical and Effective Way to Enhance the ESLStudents’ Oral Competence, The Internet TESL Journal, (online), Vol.

24

Page 25: Analisis Kemampuan Sosiolinguistik Dosen-Dosen Speaking

IX, No. 3, (http://iteslj.org/Techniques/Qi-oralCompetence.html, takenon 14 August 2010).

Swann, J, Pugh and Lee (Ed). 1980. Language and Language Use.London: Heineman Educational Books Ltd.

Sadtono, E. 2003. The Teachers’ Problems in Teaching Cross CultureUnderstanding to EFL Students in Mandala Surabaya ChatolicUniversity. TEFLIN, (on line), Vol. 14, No. 1,

(http://www.malang.ac.id/jurnal/fs/teflin/2003a.htm#1-12, taken on 16August 2010).

Samana, A. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: PenerbitKanisius.

Savignon, Sandra J. 1983. Communicative Competence: Theory andClassroom Practice. Menlo Park, California: Addison-WesleyPublishing Company, Inc.

Tarigan, H. G. 1990. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa

Wibowo, Alexander. J dan Fandy Tjiptono. 2002. Pendidikan BerbasisKompetensi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.

Widdowson, H. G. 1978. Teaching Language as Communication. Oxford:Oxford University

Zainil. 2003. Language Teaching Methods. Padang: Universitas NegeriPadang Press.

---------2005. Good Language Learner Strategies and CommunicativeLanguage Teaching. Padang: Universitas Negeri Padang Press.

25