Click here to load reader
Upload
usmanyasin
View
1.469
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KEBIJAKAN PELESTARIANCAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR BENGKULU
MATA KULIAHANALISIS KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN
(PSL 611)
Oleh:USMAN (P 062050111)ZAKIYAH (P062040151)
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGANINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2006
Danau
Zona III
Zona II
Zona I
Sawah
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami (UU No. 5 Tahun 1990). Kawasan Danau
Dusun Besar adalah salah satu Cagar Alam yang ditetapkan sejak tanggal 17 Juni 1936.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 602/Kpts-II/1992, ditetapkan sebagai
Cagar Alam dengan nama Cagar Alam Danau Dusun Besar (CADDB) seluas 577 ha,
register 61. (Usman, 2001 a).
Penetapan kawasan konservasi bertujuan melindungi ekosistem dan sumberdaya
alam, serta proses-proses ekologi di dalamnya (Hardjasoemantri, 1993). Upaya
memadukan pelestarian dan pengelolaan Sumber Daya Hayati dengan kebijakan
pembangunan yang bertumpu pada larangan bermukim disekitar atau di dalam kawasan,
terbukti tidak berhasil. Karena itu diperlukan sebuah upaya baru untuk memadukan
pelestarian kawasan dengan kebutuhan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat.
Sepintas upaya tersebut memberikan harapan, namun tidak demikian kenyataannya. Salah
satu penyebabnya, bahwa langkah-langkah ekonomi dalam pengelolaan sumber daya
alam, akhirnya malah menstimulasi penduduk untuk menguasai sumber daya alam dan
masuk ke dalam kawasan, contohnya adalah kasus perambahan dan penguasaan
Kawasan CADDB di Provinsi Bengkulu (Usman, 2001a)
Kebijakan Pemerintah Provinsi Bengkulu membangun jalan Ring road yang
membelah Kawasan CADDB tahun 1991, telah memicu perambahan dari 3 KK menjadi
159 KK. Hal ini terjadi karena meningkatnya aksesibilitas ke dalam Kawasan.
Pemerintahan Kota Bengkulu telah memperparah dengan mengizinkan pembangunan
perumahan di daerah yang secara ekologis adalah daerah genangan dari daerah
penyangga Kawasan CADDB (Usman, 2001).
Kualitas air danau dipengaruhi oleh musim, intensitas perambahan dan adanya TPA di
catchmen area, Dari Tahun 1997 sampai 2005, Kerusakan Kawasan Cagar Alam bahkan
telah menimbulkan kerugian dan dampak secara langsung kepada petani yang
memanfaatkan air danau sebagai irigasi persawahan di hilirnya.
1.2. Rumusan Masalah Upaya pengelolaan dan pelestarian yang berkelanjutan harus disertai peningkatan
kesadaran masyarakat dalam mengelola sumber daya alam. Pemberdayaan masyarakat
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
2
disekitar kawasan dapat memecahkan persoalan ekonomi dan sekaligus menanggulangi
konflik yang mungkin terjadi, terutama penduduk asli atau masyarakat adat lokal dengan
peramabah dan atau pengelolaan kawasan.
Peran stakeholder lebih banyak bertumpu pada pemerintah, yang mengeluarkan
kebijakan dan peraturan, yang pada implementasinya memiliki kelemahan. Dipihak lain
jika diserahkan kepada swasta masih banyak keserakahan daripada mengembangkan
pengelolaan berkelanjutan. Sementara itu dikalangan masyarakat masih banyak yang
bersikap tidak peduli terhadap kelestarian sumber daya alam.
Penguatan masyarakat merupakan bagian terpenting dalam upaya pelestarian
sumber daya alam yang lestari. Dengan kesadaran dan kepeduliannya masyarakat ikut
menjaga kawasan, karena sumber ekonominya tergantung dengan kawasan tersebut.
Selain itu masyarakat lebih kritis terhadap kebijakan atau tindakan pemerintah atau pihak-
pihak lain yang dapat mengancam sumber daya yang menjadi sumber ekonomi mereka.
Dengan demikian masyarakat adalah salah satu aktor kunci dari pengelolaan sumber daya
hayati termasuk pengelolaan Cagar Alam Danau Dusun Besar.
Sebagai upaya mencapai tujuan, salah satu cara dengan menginisiasi pengelolaan
kawasan dengan mengikut sertakan masyarakat di sekitar kawasan. Peranan pemerintah
dan Lembaga Swadaya Masyarakat dapat mengupayakan dan memberikan dukungan
sinergi dalam masyarakat.
Jika sebelumnya, pelaksanaan upaya pemberdayaan masyarakat lebih banyak
dilakukan melalui proyek-proyek terpisah, maka selanjutnya lebih diupayakan melalui
pendekatan yang dikenal dengan Co-Management.
1.3. TUJUAN Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengkaji sistem pengelolaan kawasan
koservasi bertujuan untuk menjaga kelestariannya, dengan studi kasus Kawasan Cagar
Alam Danau Dusun Besar Provinsi Bengkulu.
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
3
II. ANALISIS KEBIJAKAN
2.1. Kebijakan
Analisis Kebijakan dilakukan dengan menciptakan, menilai, dan mengkomunikasikan
pengetahuan dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan kebijakan. Tahap-tahap
tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung sepanjang waktu.
Menurut Dunn (1998), analisis kebijakan yang baik (berkualitas) belum tentu
dimanfaatkan oleh pemakainya, dan jikapun analisis kebijakan digunakan, belum menjamin
kebijakan yang lebih baik. Pada kenyataannya, ada jarak yang amat lebar antara
pembuatan analisis kebijakan dan pemanfaatannya dalam proses pembuatan kebijakan.
Analis kebijakan, dengan demikian, adalah salah satu diantara sejumlah banyak
aktor lain di dalam sistem kebijakan. Suatu sistem kebijakan (policy system), atau seluruh
institusional di mana di dalamnya kebijakan dibuat, mencakup hubungan timbal balik
diantara tiga unsur, yaitu; kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan.
Kebijakan publik (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang saling berhubungan
(termasuk keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat
pemerintah, yang diformulasikan di dalam berbagai bidang (isyu), misalnya pertahanan,
energi, kesehatan, lingkungan, kesejahteraan dan lain-lain (Anharudin, 2004)
Menurut Dunn (1998) Prosedur analisis kebijakan paralel dengan tahap-tahap
pembuatan kebijakan, kesamaannya dapat dilihat sebagaimana matrik di bawah ini.
Dalam Analisis Kebijakan, perumusan masalah merupakan prioritas sebelum
pemecahan masalah. Masalah yang terumuskan dengan baik adalah masalah yang
setengah terpecahkan. Perumusan masalah merupakan proses kognitif yang terdiri atas
empat fase yang saling tergantung, yaitu pencarian (problem search), pendefinisian
(problem definition), penspesifikasian (problem spesification), dan pengenalan (problem
sensing). Tiap-tiap fase tersebut menghasilkan informasi mengenai situasi masalah, meta-
masalah, masalah substantif, dan masalah formal.
Prosedur Analisis Kebijakan Tahap Pembuatan Kebijakan
Definisi (Perumusan Masalah) Penyusunan Agenda Prediksi (Peramalan) Formulasi Kebijakan Preskripsi (Rekomendasi) Adopsi Kebijakan Deskripsi (Pemantauan) Implementasi Kebijakan Penilaian Penilai Kebijakan
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
4
Hubungan antara strategi, kebijakan dan program digambarkan secara sistematis
pada Gambar 1. Tujuan merupakan benang merah yang menyelaraskan strategi, kebijakan
dan program. Seringkali strategi, kebijakan dan program dianggap sama dan disebut
sebagai kebijakan.
TUJUAN
STRATEGI
KEBIJAKAN INSTRUMEN KEBIJAKAN
PROGRAM
Gambar 1. Hubungan tujuan, strategi, kebijakan dan program
Perlu disadari, lingkup tujuan yang ditetapkan pemerintahan tergantung dengan
tugas pokoknya. Terlihat bahwa apa yang menjadi strategi pada instansi yang lebih tinggi
hirarkinya, merupakan tujuan dari instansi dibawahnya.
Agar suatu kebijakan dapat dilaksanakan, maka perlu disiapkan pendukung
kebijakan (policy measures) sebagai berikut:
1. Perlu dibentuk, dirumuskan serta dikeluarkan instrumen kebijakan yang dapat
berbentuk hukum, peraturan maupun petunjuk-petunjuk;
2. Perlu dibentuk institusi sebagai lembaga administrasi dan prosedur-prosedur
untuk mencatat kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan
3. Adanya alokasikan sumberdaya (dana, manusia, fasilitas) untuk mendukung
badan administratif di atas.
2.2. Analytical Hiearchy Process
AHP (Analytical Hiearchy Process), atau proses Hierarki Analitik (PHA), merupakan
suatu metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel yang menampung
kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Metode ini dapat menjelaskan
suatu keadaan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan cara: 1) membagi-bagi
Bentuk Instrumen Kebijakan agar kebijakan dapat dilaksanakn
Rumusan Kebijakan agar strategi dapat dilaksanakan
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
5
kedalam bagian-bagiannya, 2) mengatur kembali bagian-bagian (atau peubah) tersebut
kedalam bentuk hierarki, kemudian 3) menetapkan suatu nilai numerik untuk setiap
peubah tersebut melalui justifikasi penentuan tingkat kepentingannya, dan terakhir 4)
melakukan sintesa untuk menentukan peubah mana yang mempunyai prioritas paling
tinggi yang harus dikerjakan untuk memperoleh keluaran (outcome) yang diharapkan.
Metode AHP pertama sekali dikemabngkan oleh Prof. Thomas L. Saaty dari
Wharton School of Business, Universitity of Pennsylvania pada tahun 1970. Saat ini, AHP
banyak diterapkan pada berbagai bidang yang menghendaki adanya pengambilan
keputusan multi-kriteria, perencanaan dan produksi, alokasi sumberdaya, penyusunan
matrik input koefisien, penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam situasi
konflik, pengukuran performance, dan lain sebagainya.
Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) beberapa keuntungan metode AHP sebagai
alat bantu pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
Kesatuan: AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes
untuk persoalan-persoalan yang tak terstruktur. Kpmpleksitas: AHP memadukan pendekatan dedukstif dan induktif dalam
pemecahan persoalan yang kompleks. Saling ketergantungan: AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran manusia
untuk memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
Pengukuran: AHP memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal yang kuantitatif dan kaulitatif untuk menetapkan suatu prioritas.
Konsistensi: AHP mampu melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan berbagai prioritas.
Sintesis: AHP menuntun kepada suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan suatu alternatif.
Tawar menawar: AHP dapat mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor yang memungkinkan terpilihnya alternatif terbaik.
Penilaian dan konsensus: AHP tidak memaksakan konsensus melainkan mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.
Pengulangan proses: AHP memungkinkan pengabilan keputusan memperbaiki definisi dan pertimbangan suatu persoalan melalui pengulangan.
Namun demikian, beberapa kelebihan dari metode AHP tersebut tidaklah
menunjukkan bahwa AHP merupakan suatu “magic formula” atau model yang dapat
memberikan jawaban “paling benar (the right answer)”, melainkan merupakan suatu
proses yang dapat membantu pengambil keputusan untuk menemukan jawaban “terbaik
(the best answer)”, yakni jawaban (pilihan) yang paling memenuhi tujuan/sasaran
(objective) dari permasalahan yang dihadapi.
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
6
III. ANALISIS UPAYA PELESTARIAN CAGARA ALAM DANAU DUSUN BESAR
3.1. Metode
Makalah ini disusun berdasarkan literatur dan data-data sekunder, untuk membuat
kebijakan Generik dalam upaya pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu
Untuk membuat keputusan dalam pengelolaan dalam pelestaran Kawasan
Konservasi CADDB di analisis dengan menggunakan AHP, dan tools Criterium Decision Plus.
3.2. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan para pihak (Stake holder) yang terlibat dalam pengelolaan daerah penyangga dan kawasan CADDB Provinsi Bengkulu, yaitu:
1. Masyarakat, yaitu penghasilannya punya ketergantungan dengan kelestarian kawasan CADBB dalam yaitu usaha pertanian, dan perikanan (petani dan nelayan tradisonil)
2. Pemeritah daeran dan instansi terkait, yaitu yang terkait dengan pengelolaan kawasan CADBB baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu Pemda Propinsi Bengkulu dan BKSDA (Unit Pelaksana Teknis Depertemen Kehutanan RI).
3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pengelolaan kawasan CADBB yaitu Yayasan Lembak Bengkulu
Tabel 1. Analisis kebutuhan kepentingan para pihak dalam pengelolaan kawasan CADBB berkelanjutan
No Aktor Kebutuhan Pelaku Sistem
1 Petani • Peningkatan pendapatan • Kelestarian Cagar Alam • Terjaganya Debit Air untuk air irigasi
2 Pedagang • Peningkatan pendapatan • Kelestarian Cagar Alam • Terjaga Debit Air Danau
3 Pemerintah Daerah • Kelestarian Kawasan • Peningkatan pendapat asli daerah (PAD) • Pengembangan Perkotaan dengan Akses yang mudah
antar Kabupaten tanpa melewati Kota (adanya jalur transfortasi alternatif)
• Perubahan status kawasan untuk Hutan Wisata Alam 4 BKSDA • Kelestarian Kawasan
• Jalan di Tutup karena melewati kawasan tanpa izin resmi pemerintah pusat
• Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan • Penegakan hukum terhadap perambahan kawasan
5 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
• Kelestarian Kawasan • Peningkatan pendapatan masyarakat disekitar kawasan • Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian kawasan • Konsep manajemen koloberasi (Co-Management)
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
7
3.3. Identifikasi Permasalah Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi jika rekomendasi kebijakan
berdasarkan persoalan yang muncul, dilakukan analisis prioritas alternative kebijakan
Pengelolaan Pelestarian Cagar Alam Dusun Besar dengan factor (1) perubahan catchman
area, (2) adanya jalan Ring road yang membelah kawasan, dan (3) adanya TPA yang
dibangun oleh pemerintah daerah. Dari analisis kebutuhan dapat disintesisi beberapa
tujuan untuk menjaga kelestarian CADDB yaitu (1) peningkatan pendapatan, (2)
Pelestarian kawasan, dan (3) adanya kemudahan akses antar Kabupaten.
Berkaitan penetapan kebijakan, pandangan para aktor berperan menentukan
kebijakan yang akan diambil. Untuk itu diperlukan aturan institusi yang dapat membantu
para actor untuk bargaining position dengan aturan baru untuk meningkatkan
kesejahteraan. Oleh karena itu dalam analisis alternative kebijakan sangat penting untuk
mempertimbangkan para actor terlibat, yaitu Petani, Nelayan, LSM, PEMDA, dan BKSDA.
Adapun alternative kebijakannya sebagai berikut : (1) penutupan Jalan yang membelah
kawasan Cagar Alam, (2) Co-management, dan (3) perubahan status kawasan.
Untuk analisis dan upaya memecahkan masalah yang dihadapi digunakan metode
AHP. AHP merupakan teori umum pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala
rasio baik dari perbandingan berpasangan yang sirkuit maupun kontinu. Perbandingan
perbandingan ini dapat diambil dari ukuran atau dari suatu skla dasar yang mencerminkan
kekuatan perasaan dan preferensi relative. AHP memiliki perhatian khusus tentang
penyimpangan dari konsistensi pengukuran dan pada ketergantungan di dalam dan
diantara kelompok elemen strukturnya.
Gambar 2 mempertimbangkan struktur hirarki untuk AHP bagi penetapan prioritas
alternative kebijakan Pengelolaan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar.
Gambar 2. Struktur Hirarki Penetapan Prioritas Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Analisis
Dari data wawancara dengan responden yang quisnernya menggunakan skala dasar
Saaty (1980), kemudian diuji tingkat rasio konsistensinya (CR < 10%), setelah itu dibuat
matrik pendapat gabungan untuk menganalisis prioritas alternatif kebijakan pelestarian
Cagar Alam Danau Dusun Besar Provinsi Bengkulu. Adapun hasil ringkasan analisisnya
dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4, dan Tabel 1 berikut ini.
Gambar 3. Hasil akhir analisis peran masing-masing faktor, aktor, tujuan dan prioritas alternatif Strategi
Kebijakan Generik pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar
Gambar 4. Hasil akhir penentuan prioritas kebijakan generik untuk pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Bengkulu
Fokus Faktor Tujuan Alternatif
Aktor
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
9
Tabel 2. Resume hasil matrik masing-masing faktor, aktor, tujuan, dan alternatif kebijakan Generik upaya pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar
Fokus Priorities Rating Set Faktor Priorities Rating Set Aktor Priorities Rating Set Lowest Criteria
Jalan di Tutup
Priority
Co Management
Priority Perubahan CA
Priority PEL
CADDB 0,699 Catc Area Catc Area 0,112 NGO NGO 0,243 Kel Kwsn Kel Kwsn 0,300 0,648 0,052
0,237 Ring Road 0,342 BKSDA 0,701 Pen. Pendapatan Pen. Pendapatan 0,188 0,731 0,081
0,064 TPA 0,391 Petani 0,056 Akses Antar Kab Akses Antar Kab 0,093 0,773 0,134 0,124 Nelayan BKSDA 0,300 Kel Kwsn
0,031 Pemda 0,648 Pen. Pendapatan
RING ROAD 0,062 NGO 0,052 Akses Antar Kab
0,260 BKSDA Petani 0,297 Kel Kwsn
0,389 Petani 0,645 Pen. Pendapatan
0,154 Nelayan 0,058 Akses Antar Kab
0,135 Pemda Nelayan 0,285 Kel Kwsn
TPA 0,041 NGO 0,653 Pen. Pendapatan
0,152 BKSDA 0,062 Akses Antar Kab
0,452 Petani Pemda 0,293 Kel Kwsn
0,238 Nelayan 0,641 Pen. Pendapatan
0,117 Pemda 0,067 Akses Antar Kab
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
10
Dari Tabel 2, Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi
upaya pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar adalah catchment area, ring road (jalan
lingkar), dan TPA dengan bobot masing-masing sebesar 0,699, 0,237, 0,064. Sedangkan
aktor yang paling berpengaruhi adalah petani (dengan bobot sebesar 0,395), diikuti oleh
BKSDA (0,310), Nelayan (0,138), NGO (0,096) dan yang paling kecil adalah pemerintah
daerah (0,062). Sementara itu tujuan yang paling dinginkan oleh aktor adalah
peningkatan pendapatan dengan bobot sebesar 0,652, diikuti oleh kelestarian (0,291) dan
akses antar kabupaten sebagai alternatif jalan lingkar hanya sebesar 0,057.
4.2. Pembahasan
Dari hasil analisis AHP (Gambar 4, Tabel 2) menunjukkan bahwa manajemen
kolobarasi adalah alternatif yang paling diinginkan. Manajemen Koloborasi (Co-
Management; Tabel 1) adalah alternatif untuk mencegah konflik berkepanjangan antara
dua kutub kepentingan keinginan pemerintah untuk melakukan perubahan status Cagar
Alam menjadi Hutan Wisata supaya pengelolaannya bepindah dari wewenang pemerintah
pusat ke propinsi dengan keinginan Petani, BKSDA dan Nelayan pada sisi lain, yang tetap
mempertahankan Status Kawasan sebagai Cagar Alam, maka manajemen yang ditawarkan
oleh LSM adalah suatu bentuk penyelesaian konflik alternatif terbaik (bobotnya 0,699).
Keinginan pemerintah daerah untuk mengusulkan perubahan status kawasan ini di
dorong oleh keinginan untuk tetap menggunakan jalan (ring road) yang telah dibangun
pada tahun 1991 yang lalu. Penentangan terhadap pembukaan jalan oleh BKSDA, Petani
dan Nelayan disebabkan oleh adanya keinginan untuk mempertahankan catchment area
agar tidak dirambah lagi seperti kejadi pada saat awal pembukaan jalan (1991) hingga
tahun 1997, dimana hampir tidak ada lagi vegetasi yang tersisa.
Dari Gambar 3 dan Tabel 2 menunjukkan semua aktor sepakat bahwa tujuan utama
dalam pelestarian cagar alam ini adalah untuk meningkatan pendapatan. Peningkatan
pendapatan pada petani dan nelayan yang sumber ekonominya sangat tergantung dengan
kelestarian catchment area dan konservasi debit air danau, akan mempunyai multiplier
effect terhadap peningkatan pendapat daerah. Dari lahan persawahan seluas lebih kurang
1000 ha ini akan dihasilkan paling itdak 2 000 ton padi kering giling setiap musim
tanamnya (dengan asumsi produksi 2 ton/ha). Hal ini secara nyata akan mampu
mempengaruhi penggunaan APBD untuk mendatangkan beras dari daerah lain.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa petani adalah aktor yang paling besar bobot
peranannya dalam pelestarian cagar alam (0,395), hal ini disebabkan bahwa sumber
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
11
ekonomi petani sangat tergantung dengan kelestarian cagar alam, sebab air irigasi
persawahan mereka, sangat tergantung dan hanya berasal dari debit air danau yang
ditampung. Jika catchmen areanya rusak maka debit air danau tidak akan terkonservasi
dengan baik.
Dari Gambar 3 dan 4, serta Tabel 2 peran NGO (LSM) secara bobot tidak lebih
besar dibadingkan dengan Petani dan BKSDA akan tetapi LSM mempunyai peranan penting
dalam mengadvokasi petani dan nelayan untuk mempertanhankan kelestarian Cagar Alam
Danau Dusun Besar. Di hadapkan dengan kemampuan birokrasi mempunyai SDM, dana,
dan jaringan maka petani dan nelayan tidak akan mampu melakukan pengkajian secara
akademis jika tidak mendapat pendamping dari LSM atau pihak lainnya. Peran LSM
terlihat ketikan usulan untuk menggunakan alternatfi Co-Management menjadi alternatif
yang disepakati semua aktor termasuk pemerintah dan BKSDA.
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
12
V. KESIMPULAN
Dari uraian dan analisis di atas menunjukkan bahwa mempertahankan catchment
area adalah hal yang paling penting untuk mempertahankan kelestarian Cagar Alam Danau
Dusun Besar. Upaya pelestarian bertujuan untuk meningkatakan pendapatan, hal ini
didukung oleh semua aktor yang berpengaruh terhadap kelestarian kawasan. Dari
alternatif dua kutub yang bertentangan, maka manajemen koloberasi adalah jalan yang
terbaik, dengan tetap mempertahankan catchment area, dan menkonservasi dan menjaga
kelestarian kawasan ini.
Usman P 062050111, Zakiyah P062040151
Analisis Kebijakan Pelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar Bengkulu (Usman dan Zakiyah)
13
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anharudin. 2004. Memahami Proses Pengambilan Kebijakan Publik. http://www.nakertrans.go.id ©2004 Depnakertrans - All Rights Reserved
Bapedalda Provinsi Bengkulu. 2001. Pengkajian Dampak dan Daya Dukung Lingkungan Daerah Tangkapan Air Danau Dusun Besar. Bengkulu
Hardjasoemantri, K. 1993. Hukum Perlindungan Lingkungan: Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya. Gadja Mada Univ. Press. Yogyakarta Ma’arif, M.S., dan H. Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. Grasindo,
Jakarta. Saaty L. Thomas, 1991, Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin Proses Hirarki Analitik
untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks, Jakarta : Dharma Aksara Perkasa
Usman, 2001. Renungan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. J. Rafflesia 3(2):89-94 Usman, 2001a. Kawasan Danau Dusun Besar Harus Tetap Sebagai Cagar Alam. J.
Agroekologi. 1(3): 126-131. William N Dunn. 1998 Public Policy Analysis: An Introduction Winarno, Budi., 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta :Media Pressiondo