46
ANALISIS KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL VISI INDONESIA 2025 A. TANTANGAN SOSIAL BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA Mengendalikan pertambahan penduduk yang masih relatif tinggi (tahun 2005: 220 juta jiwa, tahun 2025 akan menjadi 274 juta jiwa) untuk menciptakan penduduk tumbuh seimbang dan terjadinya bonus demografi, yaitu penduduk usia produktif lebih besar dari nonproduktif. Mengurangi kesenjangan persebaran penduduk Jawa dan luar Jawa. Mengurangi kesenjangan status kesehatan dan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Menyediakan pendidikan yang berkualitas agar proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar dan yg lebih tinggi meningkat. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah, antar jenis kelamin, antara penduduk kaya dan miskin. Meningkatkan kualitas dan peran perempuan di berbagai bidang. Menerapkan agama dalam hidup sehari-hari dan kerukunan intern dan antar umat beragama serta mengembangkan toleransi atas keberagaman budaya. B. TANTANGAN PEREKONOMIAN KEMISKINAN Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin dan adanya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap, yakni hak sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Sehingga tantangan yang dihadapi adalah: Meningkatkan pemahaman atas hak dasar masyarakat miskin. Keberpihakan dalam perencanaan dan penganggaran. Meningkatkan sinergi dan koordinasi kebijakan Pusat dan daerah. Meningkatkan akses msyarakat miskin ke dalam pengambilan keputusan. Meningkatkan pemahaman dalam mengembangkan potensi daerah. Kelompok Penduduk Rentan Jenis Kelompok Rentan Kelompok yang sudah menjadi tradisi Lansia miskin, penyandang cacat, anak yatim piatu, janda Korban perang/konflik : veteran perang, tahanan yang dibebaskan, penduduk tergusur/pengungsi Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga Perempuan dan anak-anak korban perdagangan manusia Penduduk dengan penyakit jiwa Penduduk miskin di perdesaan Rumah tangga dengan orang tua tunggal (perempuan) Korban bencana alam

Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

contoh Proposal LSM ASKESOS

Citation preview

Page 1: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

ANALISIS KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

VISI INDONESIA 2025

A. TANTANGAN SOSIAL BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA

Mengendalikan pertambahan penduduk yang masih relatif tinggi (tahun

2005: 220 juta jiwa, tahun 2025 akan menjadi 274 juta jiwa) untuk

menciptakan penduduk tumbuh seimbang dan terjadinya bonus demografi,

yaitu penduduk usia produktif lebih besar dari nonproduktif.

Mengurangi kesenjangan persebaran penduduk Jawa dan luar Jawa.

Mengurangi kesenjangan status kesehatan dan akses masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan.

Menyediakan pendidikan yang berkualitas agar proporsi penduduk yang

menyelesaikan pendidikan dasar dan yg lebih tinggi meningkat.

Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah, antar jenis kelamin,

antara penduduk kaya dan miskin.

Meningkatkan kualitas dan peran perempuan di berbagai bidang.

Menerapkan agama dalam hidup sehari-hari dan kerukunan intern dan antar

umat beragama serta mengembangkan toleransi atas keberagaman budaya.

B. TANTANGAN PEREKONOMIAN

KEMISKINAN

Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara

masyarakat miskin dan adanya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan

hak-hak dasar rakyat secara bertahap, yakni hak sosial, budaya, ekonomi, dan

politik. Sehingga tantangan yang dihadapi adalah:

Meningkatkan pemahaman atas hak dasar masyarakat miskin.

Keberpihakan dalam perencanaan dan penganggaran.

Meningkatkan sinergi dan koordinasi kebijakan Pusat dan daerah.

Meningkatkan akses msyarakat miskin ke dalam pengambilan keputusan.

Meningkatkan pemahaman dalam mengembangkan potensi daerah.

Kelompok Penduduk Rentan

Jenis Kelompok Rentan

Kelompok yang sudah menjadi tradisi Lansia miskin, penyandang cacat,

anak yatim piatu, janda

Korban perang/konflik : veteran perang, tahanan yang dibebaskan,

penduduk tergusur/pengungsi

Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga

Perempuan dan anak-anak korban perdagangan manusia

Penduduk dengan penyakit jiwa

Penduduk miskin di perdesaan

Rumah tangga dengan orang tua tunggal (perempuan)

Korban bencana alam

Jenis Kelompok Rentan

Kelompok yang belakangan muncul Penduduk migran (baik internal maupun

internasional)

Pengungsi (internal maupun internasioanal)

Page 2: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Pekerja miskin disektor formal dan penduduk miskin perkotaan

Pemuda penganggur; pekerja yang terkena dampak dari restrukturisasi dan

privatisasi BUMN

Suku etnis minoritas, kelompok adat terpencil

Penderita HIV/AIDS

Penyalah guna obat-obatan dan narkotika

Anak jalanan, anak-anak sebagai pengemis dan gelandangan

DASAR HUKUM.

Konvensi ILO No. 102 tentang perlindungan sosial.

Mengatur dan mendefinisikan kisaran manfaat (benefit) yang menjadi inti

program perlindungan sosial.

Konvensi ini juga mengatur lebih rinci tentang cakupan target sasaran

(coverage of the population) dan tingkat manfaat (level of benefit); hak

anggota program; dan administrasi program perlindungan sosial.

Perlindungan sosial

Program bantuan sosial

Berbeda antara negara satu dengan yang lain.

Tergantung kepada situasi sosial ekonomi masing-masing negara dan

penyebab dari kerentanan penduduknya.

sangat terkait dengan program pengentasan kemiskinan karena target

sasaran yang sering sama.

Kerap ditentukan oleh efektif atau tidaknya bentuk program perlindungan

sosial lain, misalnya asuransi sosial, program pasar kerja, asuransi pertanian

dan pengembangan perdesaan, dan perlindungan anak.

Memiliki peran dalam mengurangi ketimpangan, mengatasi social exclusion,

dan meningkatkan ketidak-tergantungan penduduk rentan.

Bantuan Sosial

Bantuan yang diberikan kepada pihak pihak yang rentan, berupa:

A. Bantuan Langsung:

1. Subsidi

2. Cash Transfer

3. Dana Sosial

B. Bantuan Tidak Langsung:

1. Pelayanan

2. Rehabilitasi/Pembinaan

3. Perlindungan

4. Pemberdayaan

Opsi-opsi Targeting

Means-testing, meskipun memerlukan data berkualitas tinggi yang jarang

tersedia di banyak negara dan membutuhkan biaya besar

Geographical targeting, pemberian bantuan disediakan bagi mereka yang

tinggal di wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi

Community-based targeting, memanfaatkan struktur komunitas untuk

mengidentifikasi anggota termiskin dalam suatu komunitas atau mereka yang

Page 3: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

memenuhi kriteria penerima bantuan

Menyediakan manfaat bagi mereka yang diketahui tergolong ke dalam salah

satu kategori “rentan” dalam populasi tertentu; dan

Self-targeting seperti program-program yang menyediakan pekerjaan

dengan besaran upah di bawah standar pasar (below-market wage), dengan

pertimbangan bahwa individu akan memilih untuk berpartisipasi

Penerima Manfaat Bantuan Sosial

Apakah cakupan bantuan dapat menyeluruh?

Merupakan hal yang sangat ideal apabila setiap anggota masyarakat dapat

dilindungi oleh program perlindungan sosial.

tidak mudah untuk diwujudkan. Di negara yang memiliki perlindungan sosial

yang bagus pun masih terdapat anggota masyarakat yang tidak tercakup

dalam program ini.

Mengapa?

Kebanyakan penduduk rentan terdapat di daerah pedesaan dan jauh dari

jangkauan sehingga meningkatkan biaya penyelenggaraan.

Merupakan tantangan dalam pelaksanaan

Penerima Manfaat Bantuan Sosial

Apakah cakupan bantuan dapat menyeluruh?

Merupakan hal yang sangat ideal apabila setiap anggota masyarakat dapat

dilindungi oleh program perlindungan sosial.

tidak mudah untuk diwujudkan. Di negara yang memiliki perlindungan sosial

yang bagus pun masih terdapat anggota masyarakat yang tidak tercakup

dalam program ini.

Mengapa?

Kebanyakan penduduk rentan terdapat di daerah pedesaan dan jauh dari

jangkauan sehingga meningkatkan biaya penyelenggaraan.

Merupakan tantangan dalam pelaksanaa

Program bantuan sosial harus dijalankan dengan simultan untuk mencapai

tujuan utama yaitu pengentasan kemiskinan dan menyediakan akses dan

kesempatan bagi orang miskin untuk mengikuti program tersebut.

Dapat digunakan untuk mencapai tujuan sosial yang lain, sebagai contoh

penyediaan makanan gratis di sekolah akan mendorong keluarga miskin untuk

menyekolahkan anaknya, terutama anak perempuan, dan juga menyediakan

kebutuhan vitamin dasar untuk kesehatan anak-anak tersebut.

Kebutuhan akan bantuan sosial tergantung pada ciri-ciri kelompok rentan,

pilihan program yang tersedia, dan kategori penerima manfaat yang dapat

mengakses program tersebut.

Program Bantuan sosial merupakan program bantuan yang didanai

anggaran pemerintah dimana ada kondisi tertentu yang disyaratkan sebelum

seseorang menerimanya.

Pentingnya sistem administrasi program

Faktor administrasi sangat mempengaruhi keberhasilan program bantuan

Page 4: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

sosial. Pemberian bantuan pada program mengsyaratkan adanya data-data

yang dapat diandalkan.

Program harus didukung dengan sistem administrasi yang mampu

menyediakan data-data karakteristik penerima bantuan dengan akurat.

Data-data tersebut misalnya rincian nama, alamat, pekerjaan (kalau ada),

besarnya bantuan yang dibayarkan (materi dan non materi)

Hanya dengan data yang akurat, pemberian bantuan bisa dilakukan.

Apalagi, jika pemberian bantuan dilakukan dalam jangka panjang maka

pengelolaan data yang akurat sangat diperlukan

Perlu juga dipastikan bahwa tidak terjadi keanggotaan ganda untuk

memastikan keakuratan penghitungan besarnya bantuan yang diberikan

kepada penerima manfaat

Program-Program Bantuan Sosial

yang diperlukan

1. Untuk anak-anak dan pemuda :

• Pelayanan kesehatan gratis: bayi, anak-anak, orang dewasa

• Layanan untuk peningkatan kecukupan gizi dan imunisasi

• Pelayanan dan bantuan untuk masuk ke jenjang sekolah tertentu: masuk ke

TK, masuk ke SD, masuk ke SMP dan Masuk ke SMA

• Pendidikan dasar gratis, layanan terhadap anak putus sekolah

• Layanan untuk kesejahteraan anak-anak, anak jalanan, prostitusi anak

• Layanan untuk anak-anak dan dewasa yang berada dalam panti- asuhan

• Layanan untuk anak-anak korban kekerasan

• Layanan untuk pemuda dan angkatan kerja muda

• Layanan terhadap korban penyalahgunaan Napza

2. Untuk penyandang cacat :

• Rehabilitasi kecacatan dan kecelakaan

• Layanan pemberian nutrisi tambahan untuk mencegah kecacatan

• Layanan khusus untuk lansia penyandang cacat

• Layanan penyediaan lapangan kerja untuk penyandang cacat

• Penyediaan fasilitas bagi penyandang cacat di tempat umum

3. Untuk Perempuan :

• Maternity benefit, sicknes benefit, berbagai fasilitas di tempat kerja

• Layanan untuk rehabilitasi prostitusi

• Layanan untuk penganggur perempuan

• Layanan untuk kepala rumah tangga yang rentan, terutama perempuan atau

perempuan yang menjadi tulang punggung rumah tangga

• Bantuan kepada perempuan dengan HIV/AIDs

• Layanan untuk keluarga, dan KB dll.

• Layanan untuk kelompok rentan yang disebabkan karena adanya gender

disparitas.

• Layanan untuk korban perdagangan perempuan, PSK, KDRT dan kekerasan

lain

Page 5: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

4. Untuk penduduk lansia :

• Layanan tempat tinggal atau perumahan untuk lansia

• Layanan kesehatan untuk lansia yang sakit dan cacat

• Layanan penyediaan lapangan pekerjaan untuk lansia

5. Untuk kelompok penduduk rentan lain :

• Layanan untuk migran dan gelandangan di daerah perkotaan

• Layanan perlindungan untuk TKI dan TKW

• Layanan untuk pengungsi karena tergusur, konflik horizontal, dll.

• Layanan untuk kelompok masyarakat terpencil (KAT)

• Bantuan untuk korban bencana alam

2. Program-Program Perlindungan Sosial

Bentuk Program Perlindungan Sosial Sasaran Penerima Manfaat

Program Pasar Kerja

Asuransi Sosial

Skim berbasis mikro dan wilayah

Perlindungan anak

Bantuan Sosial Angkatan kerja aktif (termasuk angkatan kerja baru), mereka

yang terkena PHK

Pekerja dan keluarganya yang terancam kehilangan pendapatan

Pekerja di sektor formal, komunitas masyarakat perdesaan dan perkotaan

Mereka yang akan memasuki pasar kerja

Kelompok penduduk paling rentan (lansia cacat), penduduk paling miskin,

penduduk yang tidak dapat berpartisipasi di pasar kerja, penduduk yang

tertimpa berbagai masalah, penduduk yang terkena dampak krisis, penduduk

yang terasing secara sosial

MENCERMATI PROGRAM ANTIKEMISKINAN

Kita sudah merdeka selama 65 tahun, artinya bahwa kemerdekaan kita sudah

lama dalam rentangan waktunya. Akan tetapi satu problem yang hingga

sekarang belum mampu dientaskan adalah mengenai kemiskinan. Problem ini

masih mendera bangsa Indonesia di tengah pergaulan dunia seperti sekarang.

Sebenarnya program pengentasan kemiskinan sudah banyak dilakukan melalui

lintas sektoral. Masing-masing departemen memiliki program pengentasan

kemiskinan yang dianggarkan sesuai dengan kepentingan.

Namun demikian, hingga sekarang masih dirasakan betapa sulitnya

mengentas kemiskinan tersebut. Anggaran kemiskinan yang dibagi-bagi sesuai

dengan departemen atau kementerian, hakikatnya justru tidak

menguntungkan dari sisi penganggaran. Anggaran kemiskinan tersebut

kemudian dibagi-bagi sesuai dengan program pengentasan kemiskinan

berbasis departemental tersebut.

Program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah lebih

bercorak “karitatif” atau memberikan kasih sayang kepada warga miskin. Jadi

bukan sebagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan melalui kebijakan yang

strategik dan terukur. Mestinya yang dibutuhkan adalah kebijakan

penanggulangan kemiskinan dan bukannya program kemiskinan. Program

Page 6: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

kemiskinan yang dimaksud adalah program yang digulirkan secara instan

untuk mengurangi kemiskinan sesaat. Sedangkan program penanggulangan

kemiskinan lebih bercorak jangka menengah sesuai dengan sasaran untuk

mengentaskan kemiskinan secara sistematik dan menyeluruh.

Kebijakan tersebut tentu terkait dengan menempatkan kementerian sebagai

leading sector, penempatan anggaran yang yang bercorak menyatu dan

penyeluruh dan ditujukan sesuai dengan sasaran pengentasan kemiskinan.

Selama ini terkesan hanya sebagai program lipstick, yang kelihatan merah

akan tetapi tidak dirasakan dampaknya secara signifikan. Misalnya, program

Inpres Desa Tertinggal (IDT), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Pembagian Beras

untuk Kaum Miskin (Raskin), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) dan lainnya.

Disebabkan oleh banyaknya program kemiskinan tersebut, maka anggaran

untuk kemiskinan juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004,

jumlah anggaran untuk pengentasan kemiskinan sebesar Rp. 16,7 triliun,

tahun 2005 sebesar Rp. 23 triliun, tahun 2006 sebanyak Rp. 42 triliun, tahun

2007 menjadi Rp. 51 triliun, tahun 2008 sebesar Rp. 63 triliun, tahun 2009

sebesar Rp. 66 triliun dan tahun 2010 sebanyak Rp. 94 triliun. (Kompas,

10/03/2011).

Kenaikan anggaran dari tahun ke tahun, sesungguhnya harus berkorelasi

dengan pengurangan angka kemiskinan yang signifikan. Sayangnya bahwa

angka kemiskinan tersebut tidak berkurang secara memadai. Misalnya pada

tahun 2004, angka kemiskinan sebesar 16,7 persen, lalu turun menjadi 16

peresen tahun 2005. Lalu naik lagi sebesar 17,8 persen pada tahun 2006, lalu

turun menjadi 16,6 persen tahun 2007, kemudian turun lagi menjadi 15,4

persen tahun 2008, dan kemudian turun lagi menjadi 14,2 persen tahun 2009

dan turun menjadi 13,3 persen tahun 2010. (Kompas, 10/03/2011).

Penurunan angka kemiskinan ini tampaknya tidak berbanding lurus dengan

kenaikan anggaran pengentasan kemiskinan dari tahun ke tahun. Semestinya

dengan semakin tingginya tingkat anggaran yang disediakan untuk

pengentasan kemiskinan akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan

secara signifikan. Akan tetapi kenyataan empirisnya justru terjadi angka yang

fluktuatif tentang hal ini.

Memang harus diakui bahwa terdapat penurunan angka kemiskinan dari tahun

ke tahun, terkecuali tahun 2006. Akan tetapi dibandingkan dengan

peningkatan anggaran anti kemiskinan, maka saya kira harus ada evaluasi

yang menyeluruh tentang program pengentasan kemiskinan tersebut. Program

raskin, BLT dan bahkan juga PNPM juga saya kira memang akan baik jika dikaji

ulang sebagai resep pengentasan kemiskinan.

Sebagaimana program pengentasan kemiskinan di Jawa Timur, maka memang

juga harus diklasifikasi melalui by name and by address tentang kategorisasi

kaum miskin itu dan kemudian memberikan layanan yang sesuai dengan

kategori yang sudah ada.

Jadi program pengentasan kemiskinan tidak bisa hanya dilakukan sebagai

Page 7: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

program karitatif akan tetapi harus dilakukan dengan design yang sangat baik

dan memadai, sehingga program ini akan bisa sampai kepada sasarannya

sesuai dengan kenyataan empirisnya.

Tanpa melakukannya seperti itu, saya sungguh khawatir bahwa anggaran

yang diku

“Kerjasama Lintas Sektoral dalam Mengatasi Permasalahan Anak ”

Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri didampingi Sekretaris Jenderal Kementerian

Sosial, Toto Utomo Budi Santoso, Dirjen Rehabilitasi Sosial, Makmur Sunusi

serta beberapa pejabat eselon I dan II mengahadiri Rapat Kerja Nasional

Program Kesejahteeraan Sosial Anak (6/4/2011) di Hotel Sheraton Media,

Jakarta. Pada kesempatan itu Menteri Sosial mengatakan “Permasalahan anak

yang terjadi di Indonesia semakin beragam, ini bisa dicermati dengan semakin

meningkatnya pelanggaran-pelanggaran hak anak di Indonesia dari tahun ke

tahun. Mulai dari kekerasan terhadap anak, eksploitasi, diskriminasi,

perdagangan anak sampai pada perlakuan salah lainnya”. Anak jalanan kalau

tidak diatasi akan timbul masalah sosial yang akan lebih besar. Untuk itu

peran Pemerintah, Pemda maupun LSM peduli anak agar bersama – sama

saling membantu untuk mengurangi agar anak tidak kembali ke jalan, seperti

memberikan kesempatan dalam mengembangkan kreativitasnya”.

Salim menjelaskan tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah

“terwujudnya pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak

dari ketelantaran, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuh kembang,

kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud”.

Lebih lanjut Mensos menambahkan “keberhasilan PKSA juga turut didukung

oleh perangkat hukum yang ada. Ditahun 2010 paling tidak telah dibuat dua

kesepakatan bersama tingkat Nasional, Lima MoU dengan mitra kerja, tiga

Permensos, dua Perdirjen, draft RPP dan draft Permensos”, hal ini merupakan

upaya terarah yang terus menerus dilakukan Kementerian Sosial sesuai

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang

Berkeadilan, dimana salah satunya mengenai penanganan masalah anak”.

Salim menjelaskan tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah

“terwujudnya pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak

dari ketelantaran, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuh kembang,

kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud”.Lebih lanjut Mensos

menambahkan “keberhasilan PKSA juga turut didukung oleh perangkat hukum

yang ada. Ditahun 2010 paling tidak telah dibuat dua kesepakatan bersama

tingkat Nasional, Lima MoU dengan mitra kerja, tiga Permensos, dua Perdirjen,

draft RPP dan draft Permensos”, hal ini merupakan upaya terarah yang terus

menerus dilakukan Kementerian Sosial sesuai Instruksi Presiden Nomor 3

Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, dimana salah

satunya mengenai penanganan masalah anak”.

“Sasaran PKSA diprioritaskan kepada anak-anak yang memiliki kehidupan yang

tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial seperti

kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan

Page 8: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan,

eksploitasi dan diskriminasi”, lanjutnya.

Sementara itu Dirjen Rehabilitasi Sosial, Makmur Sunusi mengatakan “Jumlah

anak coverate yang dapat dijangkau dalam PKSA selama tahun 2010 mencapai

160.485 anak dengan nilai bantuan sebesar 287, 1 miliar dan didampingi oleh

319 Satuan Bahkti Peksos”.

Makmur menegaskan “Secara Nasional PKSA terbagi dalam enam cluster

terdiri dari Cluster , pertama PKSA-Anak Balita sebanyak 6275 anak balita

terlantar dengan anggaran 9,4 miliar melibatkan 53 TPA/TBS dan 54 Pekerja

Sosial”.

“Cluster kedua adalah PKS-Anak Terlantar dengan anggaran 153 miliar yang

melibatkan 5.800 PSAA dan 90 Pekerja Sosial. Ketiga PKS-Anak Jalanan yang

ditujukan bagi 4900 anak dengan anggaran 7,2 miliar yang melibatkan 36

rumah singgah dan 83 pekerja sosial”.

Cluster keempat adalah PKS Anak Berhadap Dengan Hukum yang ditujukan

bagi 480 anak dengan anggaran sebesar 720 juta yang melibatkan 5 KPRS-

ABH dan 37 Pekerja Sosial”.

“Cluster terakhir adalah PKS-Anak yang membutuhkan Perlindungan Khusus

yang ditujukan bagi 1150 anak dengan anggaran 172 miliar yang meilbatkan 8

RPSA dan 10 LPA serta 35 pekerja sosial” jelasnya.

Berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2010, Program Kesejahteraan Sosial Anak

mengalami peningkatan untuk Tahun 2011 Direktorat Kesejahteraan Sosial

Anak terus melakukan penjangkauan bagi kesejahteraan anak yang kurang

mampu sebanyak 142.530 Anak Terlantar akan mendapatkan bantuan

Program Kesejateraan Anak, 1750 Anak dengan Kecacatan, 930 Anak

Berhadapan dengan Hukum, Bantuan bagi anak yang membutuhkan

Perlindungan khusus sebanyak 120 anak, Anak Jalanan 4200, Bantuan bagi

Balita Terlantar sebanyak 6925 anak.

Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat kompleks yang menjadi

masalah kita bersama. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu pihak

saja melainkan harus ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak yang

perduli permasalahan ini juga dapat diatasi dengan suatu program yang

komprehensi dan tidak akan dapat tertangani secara efektif bila dilaksanakan

secara persial. Dengan demikian kerja sama antara berbagai pihak,

pemerintah, LSM, masa media mutlak diperlukan.

Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan “Rapat Kerja Nasional Program

Kesejahteraan Sosial Anak” yang akan menjadi base line dan fasilitas kegiatan

koordinasi program yang menajadi landasan keberhasilan program dan

kegiatan selanjutnya.

Pada kesempatan tersebut Menteri Sosial beserta para pejabat memberikan

aspresiasi terhadap musik anak jalanan, selain menyaksikan aksi panggung

mereka, Mensos juga berkesempatan membeli Album anak jalanan dengan

total penjualan malam ini sebanyak 200 copy CD dengan total jumlah yang

terkumpul sebanyak 4 juta rupiah***(Tira/C-9)

Page 9: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

CONTOH KEBIJAKAN PEMERINTAH

PROGRAM ASURANSI KESEJAHTERAAN SOSIAL (ASKESOS)

I. PROGRAM ASURANSI KESEJAHTERAAN SOSIAL

A. PROGRAM

Asuransi Kesejahteraan Sosial (ASKESOS) merupakan salah satu program guna

mewujudkan Jaminan Sosial, yang sasarannya adalah pekerja mandiri dan

pekerja di sektor informal. Program ASKESOS memiliki ciri khusus yang spesifik

dibandingkan dengan asuransi sosial lainnya.

ASKESOS dimaksudkan untuk memberikan perlindungan sosial dan jaminan

pertanggungan dalam bentuk pengganti pendapatan keluarga bagi pekerja

mandiri dan pekerja di sektor informal, terhadap risiko menurunnya tingkat

kesejahteraan sosial sebagai akibat pencari nafkah utama keluarga menderita

sakit, kecelakaan, dan/atau meninggal dunia.

B. TUJUAN

Memberikan perlindungan sosial bagi pekerja mandiri dan pekerja di sektor

informal dari kemungkinan risiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial

akibat pencari nafkah utama dalam keluarga mengalami gangguan, seperti

menderita sakit, kecelakaan, dan/atau meninggal dunia. Memperkuat

ketahanan keluarga rentan terhadap risiko menurunnya tingkat kesejahteraan

sosial melalui pemeliharaan pendapatan (income maintenance). Meningkatkan

partisipasi sosial masyarakat dalam menyediakan perlindungan sosial berbasis

masyarakat.

C. LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tetang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial.

2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional.

4. Keputusan Menteri Sosisal RI Nomor 51/HUK/2003 tentang Program Jaminan

Sosial bagi Masyarkat Rentan dan Tidak Mampu melalui Pola Asuransi

Kesejahteraan Sosial dan Bantuan Kesejahteraan Sosial dan bantuan

Kesejahteraan Sosial Permanen.

5. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 63/HUK/2003 tentang Pelaksanaan

Asuransi Kesejahteraan Sosial bagi Masyarakat Rentan.

6. Keputusan Direktur Jenderal bantuan dan Jaminan Sosial Nomor 23/BJS/2005

tentang Panduan Umum Jaminan Kesejahteraan Sosial.

7. Keputusan Direktur Jenderal bantuan dan Jaminan Sosial Nomor

25/BJS/V/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kesejahteraan

Sosial bagi Masyarakat rentan melalui Asuransi Kesejahteraan Sosial

(ASKESOS).

D. PENGERTIAN

1. Jaminan Sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan

kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselengarakan oleh Pemerintah

dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial.

Page 10: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

2. Jaminan Kesejahteraan Sosial adalah sistem perlindungan sosial dalam

bentuk bantuan dan Asuransi Kesejahteraan Sosial kepada individu, keluarga,

kelompok, dan komunitas yang dikategorikan sebagai Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial.

3. ASKESOS adalah sistem perlindungan sosial bagi masyarakat pekerja

mandiri dan pekera di sektor informal dalam bentuk jaminan pengganti

pendapatan keluarga, yang disebabkan peserta atau tertanggung mengalami

penurunan atau kehilangan pendapatan akibat sakit, kecelakaan, dan

meninggal dunia.

4. Pekerja mandiri dan pekerja di sektor informal adalah pekerja atau

pelaksana dalam kelompok usaha ekonomi yang tidak berbadan hukum dan

tidak mempunyai hubungan kerja formal, baik mempunyai majikan maupun

tidak, dan tidak terjangkau oleh sistem Jaminan Sosial lainnya (misalnya

pedagang bakso, tukang ojek, dll.).

5. Lembaga Pelaksana ASKESOS adalah Organisasi Sosial yang telah ditunjuk

dan ditetapkan oleh Departemen Sosial atau Dinas/Instansi Sosial Provinsi,

bedasarkan usulan dari Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota.

6. Tim Pengelola ASKESOS adalah unit organisasi yang ditunjuk dan ditetapkan

oleh Lembaga pelaksana ASKESOS.

7. Premi adalah iuran wajib peserta yang dibayarkan setiap bulan kepada Tim

Pengelola ASKESOS sesuai ketentuan yang berlaku.

8. Polis ASKESOS adalah surat pengikat kedua belah pihak, antara peserta

dengan Pengelola ASKESOS.

9. Risiko adalah hilangnya pendapatan keluarga yang mengakibatkan

menurunnya tingkat kesejahteraan keluarga peserta ASKESOS oleh karena

peserta pencari nafkah menderita sakit, mengalami kecelakaan, dan/atau

meninggal dunia.

10. Cadangan Dana Klaim adalah sejumlah uang subsidi Pemerintah dengan

nilai tertentu sebagai aset untuk penegelolaan ASKESOS yang disimpan di

bank Pemerintah.

II. KEBIJAKAN DAN STATEGI PEMERINTAH

Kebijakan

a. Perlindungan sosial terhadap hak-hak dasar warga masyarakat yang rentan

dan tidak mampu untuk mendapatkan akses pelayanan sistem Jaminan Sosial.

b. Penetapan legislasi berupa perundang-undangan bagi penyelenggaraan

Program Jaminan Kesejahteraan Sosial.

c. Membentuk dan mengembangkan kelembagaan di bidang pengembangan

sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial.

d. Peningkatan prakarsa dan peran aktif warga masyarakat secara terarah,

terencana, terorganisir, dan melembaga atas dasar solidaritas,

kegotongroyongan, serta swadaya dalam melaksanakan sistem Jaminan

Kesejahteraan Sosial.

e. Melestarikan dan meningkatkan kemanfaatan kearifan lokal sebagai salah

satu bentuk perlindungan sosial yang berakar dari budaya bangsa.

Page 11: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

f. Peningkatan kualitas manajemen pelayanan sistem Jaminan Kesejahteraan

Sosial dalam mengelola Asuransi kesejahteraan Sosial (ASKESOS).

Strategi

a. Perlindungan Sosial, yaitu memberikan perlindungan terhadap para peserta

ASKESOS (pekerja mandiri dan pekerja di sektor informal) dan keluarganya

dari keadaan-keadaan yang tidak diinginkan.

b. Inisiasi Undang-Undang, yaitu penyiapan Undang-Undang yang didukung

konsep yang mantap dan dapat diterapkan (feasible), sehingga Undang-

Undang Jaminan Kesejahteraan Sosial sebagai payung bagi penyelenggaraan

Program Jaminan Kesejateraan Sosial dapat diterapkan secara nasional.

c. Kemitraan Sosial, yaitu adanya kerja sama, kepedulian, kesetaraan,

kebersamaan, dan jaringan kerja yang menumbuhkembangkan antara pihak-

pihak yang bermitra dalam penyelengaraan Program Jaminan Kesejahteraan

Sosial yang meliputi Lembaga-lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial,

Pemerintah Daerah, Departemen Sosial, Instansi sosial/Dinas Sosial,

Departemen atau Dinas yang terkait, Organisasi Sosial/ Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat/tokoh adat, dan masyarakat pada

umumnya.

d. Advokasi Sosial, yaitu adanya upaya memeberikan pendampingan,

perlindungan, dan pembelaan terhadap hak-hak dasar warga masyarakat yang

rentan dan tidak mampu untuk mendapatkan akses pelayanan Sistem Jaminan

Sosial. Dengan menyiapkan dan membuat bahan rancangan dalam rangka

penyusunan peraturan perundang-undangan tentang Sistem Jaminan sosial,

sehingga hak-hak mereka tidak dilanggar oleh pihak lain.

e. Memfasilitasi, melindungi, meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta

mengembangkan bentuk-bentuk kearifan lokal yang melaksanakan Sistem

Jaminan Sosial/Perlindungan Sosial untuk pengembangan masyarakat dalam

komunitas lokal.

f. Penguatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan, yaitu

mengandung makna peningkatan profesionalisme dan kinerja pelaku Program

jaminan kesejahteraan sosial, termasuk aparatur Pemerintah di tingkat pusat

dan daerah, masyarakat/Organisai Sosial/dunia usaha, serta penerima

pelayanan, untuk mencegah dan mengatasi masalah yang ada serta

merealisasikan aspirasi dan harapan dalam peningkatan kualitas hidupnya.

III. SASARAN

Sasaran kegiatan ASKESOS adalah pekerja mandiri marginal dan pekerja di

sektor informal, Lembaga-lembaga Sosial, Pemerintah Daerah, Instansi/Dinas

Sosial, instansi terkait, tokoh masyarakat, dan dunia usaha.

IV. PELAKSANA

Lembaga Pelaksana ASKESOS adalah organisasi sosial yang telah ditunjuk dan

ditetapkan oleh Departemen Sosial atau Dinas/Instansi Sosial Provinsi.

V. TAHAPAN

Observasi

Merupakan kegiatan awal untuk melaksanakan pengamatan dalam rangka

Page 12: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

memperoleh gambaran secara umum mengenai lingkungan penduduk

(sumber alam dan sumber daya manusia) yang mungkin dapat mendukung

pelaksanaan kegiatan Program Jamkesos.

- Sosialisasi

Sosialisasi merupakan pendekatan awal yang dilaksanakan dalam rangka

memperkenalkan dan menginformasikan program rintisan uji coba ASKESOS.

Kegiatan ini dilaksanakan melalui media konvensional, seperti temu konsultasi,

forum komunikasi, kampanye sosial, maupun media kontemporer seperti

media cetak dan elektronik.

- Identifikasi dan Seleksi

Merupakan suatu kegiatan mencatat, menginventarisasi, dan menyeleksi

lokasi, calon Lembaga Pelaksana, dan calon peserta ASKESOS melalui kegiatan

observasi data mikro yang dilaksanakan oleh petugas Provinsi dan

Kabupaten/Kota serta Orsos calon pelaksana.

- Pembentukan Perangkat Program di Lapangan

Perangkat program terdiri dari:

a. Tim Pengendali; dapat diwakili oleh Instansi Sosial Provinsi, Kabupaten/Kota,

Kecamatan, Desa/Kelurahan, dan tokoh masyarakat, yang diangkat dan

ditetapkan oleh Instansi Sosial Provinsi, dan bertugas untuk mengendalikan

proses penyelenggaraan ASKESOS.

b. Tim Pendamping; dapat direkrut dari unsur tokoh masyarakat, PSM,

kalangan profesional, yang diangkat dan ditetapkan oleh Instansi Sosial

Provinsi atas usulan Instansi Sosial Kabupaten/Kota, dan bertugas

mendampingi peserta ASKESOS.

- Penetapan Kesepakatan Bersama

Kesepakatan ini untuk mengikatkan diri kedua belah pihak, antara Instansi

Sosial Provinsi dengan lembaga Pelaksana ASKESOS, dengan disaksikan oleh

Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota dan petugas dari Kecamatan, untuk

menunjang keberhasilan Program Jaminan Kesejahteraan Sosial.

- Pemantapan Petugas

Merupakan pemberian pengetahuan dan keahlian teknis bagi petugas Provinsi

dan Kabupaten/Kota melalui Balai Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), Forum

Pemantapan Petugas, studi banding, dan forum konsultasi.

- Pembekalan Manajemen bagi Orsos Pelaksana

Adalah pemberian pengetahuan dan keahlian manajerial bagi para pimpinan

Lembaga pelaksana melalui Balai Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), Forum

Komunikasi Lembaga Pelaksana, studi banding, dan forum konsultasi.

- Bimbingan Motivasi bagi Calon Peserta

Merupakan pemberian pemahaman yang lebih mendalam tentang ASKESOS

bagi para calon peserta ASKESOS, sehingga meraka mau mengambil bagian

menejadi peserta. Kegiatan ini dilakukan melalui Forum Bimbingan Motivasi

yang diselenggarakan oleh Instansi Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota.

- Operasionalisasi ASKESOS oleh Orsos

Adalah pelaksanaan ASKESOS dengan kegiatan merekrut peserta,

Page 13: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

mengumpulkan premi, dan membayar klaim sesusai ketentuan yang telah

ditetapkan.

Pengawasan

Merupakan proses menjaga kegiatan Program ASKESOS agar tetap sesuai

dengan mekanisme pelaksanaannya. Pengawasan ini dilakukan oleh instansi

pengawasan pemerintah pusat (Depsos), daerah, dan/atau instansi

pengawasan lainnya yang ditunjuk.

- Pelaporan

Merupakan hasil evaluasi penyelanggaraan ASKESOS oleh Lembaga Pelaksana

secara bulanan. triwulan, semester, dan tahunan, yang dilaporkan kepada

Dinas Sosial Kabupaten/Kota, dengan tembusan Depsos pusat dan Instansi

Sosial Provinsi

VI. MEKANISME PENDANAAN ASKESOS

MEKANISME ASKESOS MELALUI DANA DEKONSENTRASI

Keterangan:

- : Koordinasi

1. Sumber dana klaim dari APBN Depsos/Dit. Jamkesos ke Pemerintah Provinsi

c.q.

2. Transfer cadangan dana klaim dari Pemerintah Provinsi c.q. KPPN Provinsi ke

rekening Orsos Pengelola melalui Bank Pemerintah.

3. Pengambilan dana klaim pada rekening Orsos Pengelola ASKESOS.

- : Pengajuan dana klaim

- : Pencairan dana klaim.

- : Pengambilan tabungan setelah masa Pertanggungan.

- : Pelaporan.

MEKANISME ASKESOS MELALUI DANA APBN

Keterangan:

- : Koordinasi

1. Sumber dana klaim dari APBN Depsos/Dit. Jamkesos ke Pemerintah Provinsi

c.q.

2. Transfer cadangan dana klaim dari Pemerintah Provinsi c.q. KPPN Provinsi ke

rekening Orsos Pengelola melalui Bank Pemrintah.

3. Pengambilan dana klaim pada rekening Orsos Pengelola ASKESOS.

- : Pengajuan dana klaim

- : Pencairan dana klaim.

- : Pengambilan tabungan setelah masa Pertanggungan.

- : Pelaporan.

VII. STANDAR PELAKSANAAN ASURANSI KESEJAHTERAAN SOSIAL

A. STANDAR KELEMBAGAAN

1. Kriteria dan Legalitas Lembaga Pelaksana

Lembaga Pelaksana ASKESOS dimaksud adalah Organisasi Sosial (Orsos),

Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM), atau Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM), atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

Page 14: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

a. Telah berdiri minimal 3 (tiga) tahun dan melaksanakan pelayanan

kesejahteraan sosial, kecuali apabila Orsos tersebut baru berdiri 1 (satu) tahun

dengan memenuhi kriteria:

1) Sumber daya manusia terbentuk secara profesional.

2) Sumber dana tetap, yang dibuktikan dengan rekomendasi dari donatur yang

bersangkutan.

b. Memiliki reputasi baik di bidang pelayanan sosial dan Usaha Ekonomi

Produktif (UEP).

c. Memiliki struktur kepengurusan.

d. Memiliki kantor sekretariat.

e. Memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

f. Memiliki Akta Notaris dan/atau memiliki legalitas dari Pemerintah Daerah

setempat.

g. Memiliki izin operasional dari departemen Sosial RI atau Instansi Sosial

Provinsi dan/atau Instansoi Sosial Kebupaten/Kota.

h. Memiliki Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) yang masih berlaku.

2. Tugas dan fungsi Lembaga Pelaksana

Lembaga Pelaksana mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Membentuk Tim Pengelola ASKESOS.

b. Menyeleksi calon peserta ASKESOS.

c. Melaksanakan bimbingan dan motivasi pada calon peserta ASKESOS.

d. Memperluas jangkauan pelayanan.

e. Melakukan supevisi, pemantauan, dan evaluasi terhadap Tim Pengelola

ASKESOS.

f. Melaksanakan komunikasi, informasi, dan koordinasi kepada Instansi Sosial.

g. Menyampaikan laporan perkembangan kegiatan ASKESOS pada Instansi

Sosial Kabupaten/Kota.

3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Tim Pengelola ASKESOS terdiri dari :

a. Ketua,

b. Sekretaris,

c. Bendahara,

d. Urusan Pemasaran dan Pembinaan Peserta,

e. Urusan Premi/Iuran dan Keuangan,

f. Urusan Klaim/Pertanggungan,

g. Petugas Lapangan.

4. Sumber Daya Manusia

a. Ketua

1) Berpendidikan minimal SLTA.

2) Memeiliki pengalaman kerja di lembaga/organisasi kesejahteraan sosial

minimal 3 (tiga) tahun.

3) Mempunyai visi dalam mengembangkan ASKESOS.

4) Mampu berkomunikasi dengan baik untuk memajukan lembaga yang

dipimpin.

Page 15: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

5) Mempunyai jaringan kerja yang cukup luas, baik di bidang kewiraushaan

maupun di bidang pelayanan sosial.

b. Sekretaris

1) Berpendidikan minimal SLTA.

2) Memiliki pengalaman kerja di bidang pengadministrasian.

3) Mampu berkomunikasi dengan baik.

4) Terampil mengoperasikan komputer atau mesin ketik.

c. Bendahara

1) Berpendidikan minimal SLTA.

2) Memiliki pengalaman kerja di bidang keuangan.

3) Mampu berkomunikasi dengan baik.

4) Terampil mengoperasikan komputer atau mesin ketik.

d. Urusan Pemasaran dan Pembinaan Peserta

1) Berpendidikan minimal SLTA.

2) Memiliki pengetahuan tentang ASKESOS.

3) Memiliki pengalaman kerja di bidang pemasaran.

4) Mampu berkomunikasi dengan baik.

e. Urusan Premi/Iuran dan Keuangan

1) Berpendidikan minimal SLTA.

2) Memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan Jaminan Sosial.

3) Mampu berkomunikasi dengan baik.

4) Mampu dalam pembukuan

f. Urusan Klaim/Pertanggungan

1) Berpendidikan minimal SLTA.

2) Memiliki pengetahuan di bidang pelayanan administrasi, khususnya di

bidang klaim/pertanggungan.

3) Mampu berkomunikasi dengan baik.

4) Mampu mengoperasikan komputer atau mesin ketik.

g. Petugas Lapangan

1) Berpendidikan minimal SLTA.

2) Memiliki pengetahuan tentang ASKESOS.

3) Mempunyai jaringan kerja yang cukup luas di masyarakat sekitar.

4) Mampu berkomunikasi dengan baik.

5. Manajemen

a. Perencanaan

Unit Pengelola ASKESOS dalam melaksanakan pelayanan kepada peserta

ASKESOS harus memiliki perencanaan yang jelas, baik rencana jangka

panjang, menengah, maupun pendek.

b. Pengorganisasian ASKESOS

Pengorganisasian ASKESOS meliputi:

1) Departemen Sosial RI

Departemen Sosial dalam pelaksanaan kegiatan ASKESOS mempunyai tugas

merumuskan kebijakan dan program ASKESOS, menetapkan legislasi,

menetapkan standara teknis, dan pengendalian.

Page 16: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

2) Instansi Sosial Provinsi

Instansi Sosial Provinsi dalam pelaksnaan kegiatan ASKESOS mempunyai tugas

membentuk Tim Pengendali dan merumuskan kebijakan teknis operasional,

melaksanakan kegiatan yang bersifat dekonsentrasi, melakukan konsultasi

dengan Departemen Sosial sebagai lembaga penanggungjawab fungsional

program ASKESOS, melakukan koordinasi dengan Instansi Sosial

kabupaten/Kota, melakukan supervisi, pemantapan dan evaluasi lingkup

Provinsi, Kabupaten/Kota, serta menyampaikan laporan perkembangan

kegiatan pada Departemen Sosial RI c.q. Direktorat Jaminan Kesejahteraan

Sosial.

3) Instansi Sosial Kabupaten/Kota

Instansi Sosial Kabupaten/Kota mempunyai tugas merumuskan kebijakan

teknis operasional, melaksanakan kegiatan yang bersifat dekonsentrasi,

melakukan koordinasi dengan Instansi Sosial Tingkat Provinsi, melakukan

pembinaan pada Lembaga Pelaksana, melakukan supervisi, pemantapan, dan

evaluasi lingkup Kabupaten/Kota, serta menyampaikan laporan perkembangan

kegiatan pada Instansi Sosial Provinsi.

6. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dalam penunjang pelaksanaan kegiatan ASKESOS

antara lain:

a. Sarana

Lembaga/Tim Pengelola kegiatan ASKESOS minimal berbagai sarana yang

berfungsi sebagai instrumen pelaksanaan kegiatan, yang meliputi

perlengkapan kantor, kelengkapan administrasi, dan sarana transportasi.

b. Prasarana

Lembaga/Tim Pengelola kegiatan ASKESOS menimal memiliki berbagai

prasarana bagi pelaksanaan kegiatan, yang meliputi ruang kantor, ruang

rapat, dan ruang pelayanan/konsultasi.

B. STANDAR PELAYANAN

1. Proses dan Administrasi Pelayanan

Pelayanan ASKESOS perlu memperhatikan beberapa hal yang dapat

mempengaruhi kelancaran pelaksanaan, yaitu:

a. Jaminan Kesejahteraan Sosial yang dikemas dalam wujud Perjanjian dan

Kontrak antara Peserta dengan Pelaksana, yang berbentuk Polis.

b. Potensi sumber dana dari masyarakat berupa iuran sebagai sumber utama.

c. Mengupayakan pemberdayaan masyarakat dengan menumbuhkembangkan

peran serta masyarakat atau stakeholders(pemangku kepentingan) secara

berkelanjutan.

d. Mengembangkan keswadayaan masyarakat sebagai dasar pendayagunaan

potensi dan kemampuan lokal untuk memenuhi kebutuhan lokal, melestarikan

dan menumbuhkan rasa memiliki, serta rasa tanggung jawab sosial.

e. Melaksanakan prinsip-prinsip manajemen secara profesional, sederhana,

mudah dilaksanakan, mudah dipahami, serta dapat dipertanggung-jawabkan

kepada masyarakat.

Page 17: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

f. Melaksanakan keseimbangan antara aspek sosial dengan aspek ekonomi.

g. Meningkatkan kemampuan swakelola dan swadana secara sinergis.

h. Menumbuhkan jaringan dan mebuat keterpaduan dengan program-program

lain, antara unit di Departemen Sosial dan antar Departemen atau instansi

terkait

Pada prosesnya, pelayanan ASKESOS harus direalisasikan melalui tata cara

pengadministrasian yang bertujuan untuk mengatur dan mengukur kelayan

penerimaan pelayanan tersebut, melalui tahapan berikut ini:

a. Pendaftaran Peserta

Tahap awal pemberian pelayanan kepada masyarakat adalah dengan

memperkenalkan dan menginformasikan program ASKESOS yang mudah

dipahami, kemudian melakukan selesksi sesuai dengan persyaratan yang telah

ditetapkan.

b. Penarikan Iuran atau Premi

Setelah diadkan pendaftaran peserta, maka petugas Urusan Iuran atau Premi

melakukan beberapa kegiatan, antara lain:

1) Menerima setoran dari peserta yang dicatat dalam Buku setoran Premi oleh

petugas Urusan Iuran atau Premi.

2) Melaporkan dan mnyetorkan iuran atau premi yang telah diterima kepada

Bendahara Pengelola ASKESOS untuk dicatat dalam Buku Kas Harian dan

disimpan atau disetorkan ke dalam rekening bank atas nama Tim Pelaksana

ASKESOS.

3) Setelah menerima dan menyetorkan dana iuran atau premi, Bendahara

Pengelola ASKESOS diharuskan membuat laporan kepada Ketua Pengelola

ASKESOS untuk ditindaklanjuti dengan pembuatan laporan oleh Ketua

Pengelola ASKESOS kepada Pengendali, yaitu Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota, dengan tembusan kepada Direktorat Jaminan Kesejahteraan

Sosial – Departemen Sosial RI.

c. Pengajuan Dana Klaim/Pertanggungan

Peserta yang mengalami risiko sakit, kecelakaan, atau meninggal dunia yang

dapat mengakibatkan terhentinya pekerjaan/usahanya, dapat mengajukan

pembayaran dana klaim atau pertanggungan sebagai pengganti pendapatan

kepada Pengelola ASKESOS, dengan menunjukkan/memperlihatkan Polis dan

Kartu Anggota serta mengisi dan menandatangani formulir yang telah

disediakan.

d. Pembayaran Dana Klaim/Pertanggungan

Permohonan dana Klaim/Pertanggungan diseleksi oleh Tim Pengelola, layak

dan memnuhi persyaratan atau tidak (pemohon benar-benar sebagai peserta

Polis serta tanda pembayaran iuran/premi). Jika layak dan memenuhi syarat,

pembayaran dana klaim/pertanggungan dapat dilakukan sesuai risiko yang

dialami.

2. Kepesertaan

a. Syarat menjadi Peserta

1) Pencari nafkah utama (laki-laki atau perempuan) dalam keluarga (seperti

Page 18: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

pedagang kecil, penjual jasa, dan buruh) yang berpenghasilan minimal Rp

300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) per bulan.

2) Usia 20 s/d 59 tahun dan/atau belum menikah.

3) Memiliki KTP/keterangan domisili dari pemerintah setempat.

b. Status Peserta

1) Peserta harus memiliki Polis ASKESOS.

2) Peserta yang tidak membayar premi selam 3 (tiga) bulan berturut-turut,

akan hilang status kepesertaannya.

3) Peserta yang masa kepesertaannya selesai, dapat melanjutkan kembali

kepesertaannya dengan mengikuti ketentuan yang berlaku (daftar ulang).

4) Peserta yang meninggal dunia, status kepesertaannya berakhir, kecuali bila

dilanjutkan oleh ahli warisnya.

5) Peserta yang mengundurkan diri, status kepesertaannya berakhir, dengan

menyampaikan surat permohonan mengundurkan diri.

c. Kewajiban Peserta

1) Mambayar premi/iuran Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) per bulan kepada

petugas, dengan tanda bukti pembayaran.

2) Mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku.

d. Hak Peserta

1) Mendapat Polis ASKESOS.

2) Mendapat klaim/dana pertanggungan sebagai berikut :

sakit (minimal 10 hari berturut-turut atau 3 hari rawat inap): Rp 100.000,-

(seratus ribu rupiah) per tahun hanya 1 kali.Tertanggung

mengalami kecelakaan (dengan memberikan atau melampirkan surat

keterangan): Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) per tahun, hanya 1

kali.Tertanggung

Tertanggung meninggal dunia, mendapatkan pertanggungan sebesar :

Meninggal dunia di tahun I: Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).

Meninggal dunia di tahun II: Rp 400.000,- (empat ratus ribu rupiah).

Meninggal dunia di tahun III: Rp 600.000,- (enam ratus ribu rupiah).

Bila terjadi risiko atau tidak terjadi risiko selama pertanggungan 3 (tiga)

tahun, akan mendapat dana tabungan dan uang premi/iuran akan

dikembalikan sebesar: 36 bulan x Rp 5.000,- = Rp 180.000,- (seratus delapan

puluh ribu rupiah).

untuk mengundurkan diri, maka premi dibayarkan sebesar jumlah premi yang

telah disetorkan.Bila peserta mengajukan permohonan

g. Cara Peserta Mengajukan Klaim

1) Peserta menyiapkan persyaratan pengajuan klaim kepada petugas urusan

klaim melalui Petugas Lapangan (Tim Pengelola).

2) Bagian Urusan Klaim menyeleksi dengan memperhatikan persyaratan yang

telah ditentukan.

3) Bagina Urusan Klaim membukukan pada Buku Klaim dan membuat

rekapitulasi usulan klaim serta mengajukan pembayaran dana klaim kepada

Bendahara.

Page 19: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

4) Bagian Urusan Klaim menginformasikan kepada peserta melalui Petugas

Lapangan tentang pembayaran klaim.

5) Bagian Urusan Klaim membuat laporan kepada Ketua melalui Sekretaris Tim

Pengelola ASKESOS.

6) Bendahara membayarkan dana klaim dengan tunai kepada peserta melalui

bagian Urusan Klaim.

3. Pendanaan

a. Sumber Pembiayaan

Pembiayaan pengelolaan ASKESOS pada tahap rintisan bersumber dari :

1) Dana premi yang dibayarkan oleh peserta.

2) Dana klaim/pertanggungan Pengganti Pendapatan dari subsidi Pemerintah

c.q. Departemen Sosial RI.

3) Dana hasil perputaran untuk menunjang kegiatan operasional.

4) Dana hibah dari donatur.

b. Penggunaan Dana (Klaim/Pertanggungan, Tabungan Jangka Pendek,

Operasional, dan Perputaran)

Pengelolaan dana ASKESOS oleh Orsos/Lembaga yang ditunjuk oleh

Pemerintah Provinsi berdasarkan usulan dari Pemerintah Kabupaten/Kota,

ditujukan untuk membiayai kegiatan pelaksanaan ASKESOS, sebagai berikut :

1) Subsidi Pemerintah c.q. Departemen Sosial RI melalui Direktorat Jaminan

Kesejahteraan Sosial, untuk pembiayaan pembayaran klaim/pertanggungan

Pengganti Pendapatan.

2) Pembayaran premi/iuran dari peserta untuk pembiayaan pembayaran

tabungan jangka pendek (masa pertanggungan minimal 3 tahun).

3) Menanggulangi permasalahan usaha/pekerjaannya (misalnya, pengemudi

ojek yang mengalami kerusakan pada ban sepeda motornya, yang

mengakibatkan tidak mengojek, dapat diberikan dana talangan untuk membeli

ban).

4) Hasil usaha (sebagai penggalian pendanaan) dapat digunakan untuk

pembiayaan operasional penunjang kegiatan.

5) Dana hibah dari donatur diperuntukkan sesuai kesepakatan dengan pihak

donatur.

c. Pembukuan

1) Subsidi pemerintah c.q. departemen Sosial RI disimpan di rekening bank

Pemerintah, atas nama Orsos pengelola ASKESOS, terpisah dari rekening Orsos

atau rekening pengurus Orsos, dan dicatat dalam Buku Bank. Setiap

pengambilan harus ditandatangani oleh Ketua dan Bendahara.

2) Dana premi/iuran dicatat dalam Buku Besar Premi yang terdiri dari Buku

Pemasukan dan Buku Pengeluaran. Setiap bulan buku tersebut ditutup,

ditandatangani oleh Ketua Tim Pengelola ASKESOS.

3) Dana perputaran dicatat dalam Buku Besar Pinjaman dan Buku Besar

Keuntungan. Setiap bulan buku tersebut ditutup, ditandatangani oleh Ketua

Pengelola ASKESOS.

4) Dana hibah dicatat dalam Buku Hibah. Setiap bulan buku tersebut ditutup,

Page 20: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

ditandatangani oleh Ketua Pengelola ASKESOS.

5) Pemasukan dan pengeluaran dicatat dalam Buku Neraca dan dilaporkan

kepada Instansi Sosial Kabupaten/Kota dengan tembusan disampaikan kepada

Instansi Sosial Provinsi dan Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial Provinsi

dan Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial RI.

C. STANDAR PENGENDALIAN

1. Akuntabilitas

a. Lembga Pelaksana ASKESOS harus membuat laporan hasil kegiatan sebagai

bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan ASKESOS.

b. Pertanggungjawaban pelaksanaan ASKESOS tersebut bersifat terbuka untuk

diketahui, baik oleh Pemerintah maupun publik.

c. Pertanggungjawaban tersebut didasarkan atas data yang benar dari hasil

kegiatan ASKESOS.

d. Pertanggungjawaban ditujukan kepada pemangku kepentingan

(stakeholders) pelaksanaan ASKESOS, yaitu departemen Sosial, Pemerintah

Provinsi/Kabupaten/ Kota, dan warga peserta ASKESOS.

2. Audit

Kegiatan audit adalah menelaah aspek yang saling mempengaruhi antara

komponen program dengan aspek-aspek kelembagaan, yang antara lain dapat

dilihat dari bagaimana program diapresiasi oleh lembaga setempat; hasil,

manfaat, dan dampak program terhadap kelembagaan setempat; dan

bagaimana lingkungan kelembagaan mempengaruhi keberlangsungan dan

keberhasilan program ASKESOS.

3. Monitoring

a. Monitoring dimasksudkan untuk memantau perkembangan peserta

ASKESOS, kinerja pelaksanaan ASKESOS, prosedur kegiatan ASKESOS, dan

kondisi lapangan peserta ASKESOS.

b. Monitoring dilaksanakan secara terus-menerus terhadap pelaksanaan

ASKESOS, secara bulanan, triwulan, semester, dan tahunan.

c. Monitoring dilakukan oleh petugas yang berasal dari unsur Pemerintah,

Lembaga Swadaya Masyarakat, dan pendamping sosial.

d. Monitoring dilaksanakan pada seluruh tahapan kegiatan, mulai dari awal,

proses, hingga akhir kegiatan ASKESOS.

e. Monitoring internal dilakukan oleh pihak departemen Sosial terhadap

Instansi Sosial Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Orsos Pelaksana.

f. Monitoring tim Pemngendali dilakukan oelh pihak Instansi Sosial Provinsi,

Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan, dan Orsos Pelaksana ASKESOS.

g. Monitoring Eksternal dilakukan oleh Lembaga pemerintah dan/atau lembaga

independen.

4. Supervisi

a. Supervisi bertujuan untuk mengontrol berbagai aspek kegiatan, baik sejak

kondisi persiapan awal maupun proses berlangsungnya kegiatan ASKESOS.

b. Supervisi dimaksudkan untuk mengontrol proses pelaksanaan kegiatan

ASKESOS.

Page 21: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

c. Supervisi dilakukan oleh petugas yang berasal dari unsur Pemerintah,

Lembaga Swadaya Masyarakat, pendamping sosial, dan pihak lain yang terkait

dengan ASKESOS.

5. Evaluasi

a. Evaluasi ditujukan untuk memantau secara terus-menerus terhadap

pelaksanaan ASKESOS.

b. Evaluasi dilakukan oelh petugas yang berasal dari unsur Pemerintah,

Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Pendamping sosial.

c. Evaluasi dilaksanakan pada tahap akhir kegiatan ASKESOS.

6. Pelaporan

a. Pelaporan ditujukan untuk menginformasikan proses dan pencapaian tujuan

serta kendala kegiatan ASKESOS.

b. Laporan rangkaian kegiatan ASKESOS (perancanaan, pelaksanaan, dan

hasil) harus lengkap.

c. Laporan ASKESOS disusun secara berkala, yaitu per triwulan, semester, dan

tahunan.

d. Laporan disusun pihak Pengelola dan disampaikan secara berjenjang

kepada Instansi Sosial Kabupaten /Kota, Instansi Sosial Provinsi, dan

Departemen Sosial RI.

7. Indikator Kinerja

a. Meningkatnya pemahaman Lembaga Pelaksana dalam mekanisme

penyelengaraan ASKESOS.

b. Meningkatnya jumlah lembaga yang berpastispasi dalam penyelenggaraan

ASKESOS.

c. Meningkatnya jumlah peserta ASKESOS.

d. Adanya ketelibatan Pemerintah Daerah dalam penyelengaraan ASKESOS.

VIII. PENUTUP

Informasi Standar Pelaksanaan ASKESOS (Asuransi Kesejahteraan Sosial) ini

merupakan salah satu acuan dalam implementasi pelaksanaan dan

kewenangan Pemerintah untuk memberikan standar bagi pelaksana dan/atau

Pengelola ASKESOS.Oleh karena itu, standar pelaksanaan ASKESOS ini dapat

dimanfaatkan secara optimal sebagai acuan dan pedoman di lapangan, sesuai

dengan situasi dan kondisi yang ada.Informasi Standar Pelaksanaan ASKESOS

ini perlu disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait dan Tim Pengelola sebagai

upaya mewujudkan pemahaman dan pengertian yang sama dalam

penyelengaraan pelaksanaan dan/atau pengelolaan ASKESOS serta bagi

masyarakat pekerja mandiri di sektor informal.

Akhirnya, Informasi ini diharapkan dapat mewujudkan terciptanya pelaksanaan

ASKESOS yang efektif, serta mampu memberikan Jaminan Sosial terhadap

pekerja mandiri di sektor informal.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.pksa-kemensos.com/2011/04/10/rapat-kerja-nasional-program-

kesejahteraan-sosial-anak-tahun-2011/

http://www.pksa-kemensos.com/2011/04/29/kemensos-tandatangani-mou-

Page 22: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

bantuan-bagi-anak-jalanan-dengan-pt-medco-ep/

http://ungang.blogspot.com/2010/09/program-asuransi-kesejahteraan-

sosial.html?zx=61cdd2d4dc92eeafComment

Model Implementasi kebijakan George

Edward   III

Filed under: Tak Berkategori — Leave a comment

6 February 2011

Model Implementasi kebijakan George Edward III

Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi kebijakan

tentang konservasi energi adalah teori yang dikemukakan oleh George C.

Edwards III. Dimana implementasi dapat dimulai dari kondisi abstrak dan

sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat

berhasil, menurut George C. Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan

publik yaitu Komunikasi (Communications), Sumber Daya (resources), sikap

(dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure)

Ke empat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu

dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan kita adalah

meningkatkan pemahaman tentang implementasi kebijakan. Penyederhanaan

pengertian dengan cara membreakdown (diturunkan) melalui eksplanasi

implementasi kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah

suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori

dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui

pengaruhnya terhadap implementasi.

Faktor –faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut George C.

Edwards III sebagai berikut :

a. Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan

kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam

pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan

demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.

Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu

dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran

maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu

proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya

untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber

informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula.

Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab

melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat

melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh

Page 23: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi

maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat

ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa

sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung

dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan

mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para

implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

b. Sumber daya

Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program

dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim. Jika personel yang

bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumberdaya

dalam melakukan tugasnya. Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf,

keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk

mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait

dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa

program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta

adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan

kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.

Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan)

berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena

mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf

pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan

skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu

adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program.

Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan

konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam

melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling

tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.

Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada

dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara

menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui

tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung

kepetuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan

dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para

pelaksana dilapangan. Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana

melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana

tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga

menimbulkan inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan

organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.

Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan

bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur

keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan

supervisor.

Page 24: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus

terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa

fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.

c. Disposisi atau Sikap

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan

adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi

dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi

jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses

implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran

pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah

penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para

pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun

seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat

karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara

sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu

dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran

program.

Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat

mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini

adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan

pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan

keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi

yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan

insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja

secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.

d. Struktur Birokrasi

Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari

struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan

pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif

yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang

mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Van Horn dan Van Meter

menunjukkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu

organisasi dalam implementasi kebijakan, yaitu:

1. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;

2. Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan

proses-proses dalam badan pelaksana;

3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara

anggota legislatif dan eksekutif);

4. Vitalitas suatu organisasi;

5. Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal

maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif

tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;

6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan

Page 25: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

atau pelaksana keputusan.

Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para

implementor mengetahui apa yang harus dilakukan , implementasi masih

gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang

diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek

membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan

mempengaruhi hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan

mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi sistem dalam

birokrasi.

CONTOH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SESUAI MODEL EDWARD III

kebijakan:

Jaminan Kesehatan Masyarakat ( JAMKESMAS )

A. KOMUNIKASI

Dalam teori Edward III ini,komunikasi yang dijalankan dalam kebijakan

JAMKESMAS diawali dengan jalan menampung aspirasi masyarakat yaitu

menuntut adanya jaminan kesehatan khususnya kepada masyarakat miskin.

Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat miskin yang tidak bisa berobat

dirumah sakit.

Setelah melakukan pengambilan kebijakan selanjutnya JAMKESMAS

disosialisasikan kepada manyarakat. Selain kepada mansyarakat juga kepada

instansi kesehatan.

namun dalam kenyataannya dimasyarakat, rakyat miskin banyak yang kurang

mengetehui bagaimana memperoleh kartu JAMKESMAS dan bagaimana

prosedur penggunaannya. Selain itu, mereka beranggapan bahwa apa bila

menggunakan JAMKESMAS maka pelayanan yang diberikan tidak memadai dan

kurang dipedulikan.

B. SUMBER DAYA

setelah melakukan pengambilan kebijakan, maka pelaksanaannya diserahkan

kepada instansi kesehatan. Mulai dari rumah sakit pusat, rumah sakit daerah,

puskesmas, dll.selain itu pula, orang-orang yang bekerja di pemerintahan

harus diberi pelatihan dan frofesionalisme. Selain itu pegawai dituntut untuk

lebih sopan dan membantu masyarakat dalam penggunaan kartu JAMKESMAS.

Sumber daya yang dimiliki dinas kesehatan saat ini sangat kurang memadai,

kebanyakan hanya ingin bekerja dikota-kota dan tidak mau ditempatkan

didaerah terpencil. Selain itu orang-orang kesehatan yang lolos seleksi harus

menjadi pegawai harus yang frofesional.

C. DISPOSISI ATAU SIKAP

Setelah melakukan penyerahan wewenang kepada instansi kesehatan,

selanjutnnya yang paling menentukan adalah sikap pegawai kesehatan dalam

melayani pemilik kartu JAMKESMAS dan bagaimana antusias masyarakat

dalam menggunakan JAMKESMAS tersebut.

Namun disposisi atau sikap pegawai kesehatanyang kurang sopan dan kurang

meperhatikan pengguna JAMKESMAS ini jusru membuat manyarakat miskin

takut menggunakan JAMKESMASnya.

Page 26: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Oleh karenanya pemerintah perlu memperhatian aspek moral pegawai

kesehatan, bukan hanya pada potensi akademiknya.

D. STRUKTUR BIROKRASI

Selain dari ketiga hal sebelumnya, maka struktur birokrasi juga sangat

menentukan efektifnya pelaksanaan kebijakan KAMKESMAS tersebut. Hal ini

karena dalam pelaksanaannya sangat membutuhkan dukungan penuh dari

pemerintah (BIROKRAT terkait).

Selain itu sangat perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap instansi yang

di amanahkan untuk menjalankan kebijakan tersebut. Salah satu yang harus

dilakukan adalah membuat peraturan yang jelas tentang pelaksanaan

kebijakan KAMKESMAS.

Pengawasan yang ada saat ini masih perlu ditingkatkan karena masih ada

rumah sakit yna kurang melayani JAMKESMAS. Selain itu masih banyak oknum

dikesehatan yang tidak mau melayani JAMKESMAS.Comment

PENGANTAR LOGIKA DAN TEKNIK

BERPIKIR   KREATIF

Filed under: Tak Berkategori — Leave a comment

PENGANTAR LOGIKA DAN TEKNIK BERPIKIR KREATIF

Pengertian Logika

Logika berasal dari bahasa Yunani, dari kata sifat “logike” yang berhubungan

dengan kata benda “logos” yang berarti perkatan atau kata sebagai

manisfestasi dari pikiran manusia. Dengan demikian terdapatlah suatu jalinan

yang kuat antara pikiran dan kata yang dimanisfestasikan dalam bahasa.

Secara etimologis dapatlah diartikan bahwa logika itu adalah ilmu yang

mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa. Dengan berpikir/bernalar,

merupakan suatu bentuk kegiatan akal/ratio manusia dengan mana

pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditujukan untuk

mencapai suatu kebenaran. Aktivitas berpikir adalah berdialog dengan diri

sendiri dalam batin dengan manisfestasinya ialah mempertimbangkan,

merenungkan, menganalisis, menunjukkan alasan-alasan, membuktikan

sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik

kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari kausalitasnya, membahas

secara realitas dan lain-lain. Didalam aktivitas berpikir itulah ditunjukkan

dalam logika wawasan berpikir yang tepat atau ketepatan

pemikiran/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan logika yang

disebut berpikir logis.

Ragam Logika

Dalam pembahasan tentang logika terdapat beberapa istilah, yaitu :

1. Logika Naturalis.

Page 27: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Logika Naturalis artinya manusia itu berpikir menurut kodrat atau fitrahnya

secara alamiah . Dapat dikatakan bahwa umur logika itu setua dengan umur

manusia, karena sejak kelahirannya manusia itu sudah dapat berpikir,

dilengkapi dengan ratio, berarti sejak itu logika telah ada dalam bentuknya

yang sederhana, alamiah, belum dikembangkan secara ilmiah. Misalnya,

manusia dapat berpikir secara praktis bahwa si A berbeda dengan si B, makan

tidak sama dengan tidur, dan lain-lain.

2. Logika Ilmiah(scientific).

Logika ilmiah adalah kelanjutan dari logika alamiah (Natural), yaitu apabila

manusia diberikan bimbingan secara sistematis untuk dapat menguasai pola-

pola berpikir secara teratur sesuai dengan hukum-hukum ketetapan atau

kebenaran berpikir.

3. Logika Artificialis.

Meskipun secara potensial semua manusia sudah memiliki kemampuan

menggunakan logika, namun terkadang juga sesat, bila memikirkan masalah-

masalah yang agak rumit. Untuk menolong manusia dalam berpikir agar tidak

sesat, maka manusia membuat logika buatan (artificialis). Jadi lahirnya logika

artificialis sekurang-kurangnya ada dua penyebab, yaitu :

a. Kemampuan berlogika secara alami yang sangat terbatas.

b. Permasalahan yang dihadapi manusia yang semakin kompleks.

Logika artificialis terbagi 2, yaitu :

1. Logika Formal (logic) atau logika Minor.

Mempelajari asas-asas, kaidah-kaidah, aturan-aturan atau hukum-hukum

berpikir yang harus ditaati, agar supaya kita berpikir dengan tepat/benar dan

mencapai kebenaran.

2. Logika Material atau logika Mayor.

Mempersoalkan isi materi pengetahuan dan bagaimana caranya

mempertanggungjawabkan isi pengetahuan itu. Dengan demikian mempelajari

tentang:

a. Sumber-sumber dan asalnya pengetahuan.

b. Alat-alat pengetahuan.

c. Proses terjadinya pengetahuan

d. Kemungkinan-kemungkinan dan batas-batas penjelajahan pengetahuan

e. Metode ilmu pengetahuan

f. Kebenaran dan kekeliruan dan lain-lain.

Penalaran

Penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan

pengetahuan. Dalam mengadakan penalaran atau mengambil kesimpulan,

manusia dapat menempuh 2 cara, yaitu :

a. Induktif

Berpikir induktif adalah penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual

nyata (khusus) menjadi kesimpulan yang bersifat umum. “Saya bertemu

dengan Asep, mahasiswa FIKOM, Ia pandai bicara. Saya berjumpa dengan Heli,

Yeni, Hamdan, semuanya mahasiswa FIKOM dan pandai bicara. Saya

Page 28: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

menyimpulkan mahasiswa FIKOM pandai bicara “ Ketepatan berpikir induktif

tergantung pada memadainya kasus yang dijadikan dasar. Misalnya, apakah

lima orang mahasiswa FIKOM cukup untuk dijadikan sampel yang

representatif.

b. Deduktif

Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan-

pernyataan yang bersifat umum, menarik kesimpulan yang bersifat khusus.

Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya memakai pola berpikir

syllogisme.

Syllogisme dan Bentuknya

Syllogisme adalah suatu bentuk penarikan kesimpulan/konklusi secara deduktif

dan tak langsung yang kesimpulan/konklusinya ditarik dari 2 buah premis yang

disediakan sekaligus. Yang penting kita ketahui dari syllogisme adalah bahwa

syllogisme hanya mempersoalkan kebenaran formal (kebenaran bentuk) tanpa

mempersoalkan kebenaran material (kebenaran isi). Oleh karena itu premis-

premis yang selalu diambil adalah yang benar, sehingga konklusi memang

sudah didasari oleh kondisi kebenaran. Sebuah syllogisme terdiri atas 3 buah

proposisi, yaitu dua buah proposisi yang diberikan/disajikan yang disebut

dengan premis mayor dan premis minor, dan sebuah proposisi yang ditarik

dari kedua proposisi yang disajikan disebut konklusi (kesimpulan). Dalam

bentuk syllogisme perlu diperhatikan : Premis mayor disajikan terlebih dahulu

daripada premis minor Harus ada penghubung antara premis mayor dan

premis minor, yang disebut dengan term penengah delambangkan dengan M

Predikat konklusi disebut term mayor dilambangkan dengan P Subyek konklusi

disebut term minor dilambangkan dengan S

Aristoteles mengemukakan tiga bentuk syllogisme dan ditambah satu bentuk

oleh Galen. Bentuk syllogisme itu ditentukan oleh kedudukan term penengah

dalam hubungannya dengan term-term yang terdapat pada premis. Bentuk

syllogisme tersebut adalah : I. Term penengah adalah subjek premis mayor

dan predikat premis minor. Bentuknya : MP SM SP

II. Term penengah adalah predikat dari kedua premisnya.

Bentuknya : PM SM SP

III. Term penengah adalah subjek dari kedua premisnya.

Bentuknya : MP MS SP IV. Term penengah adalah predikat dari premis mayor

dan subyek dari premis minor. Bentuknya : PM MS SP

Prinsip-prinsip Dasar (Hukum) dalam Logika

Prinsip dasar adalah suatu pernyataan kebenaran yang universal yang

kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya, tanpa membutuhkan lagi hal-

hal lain guna membuktikan kebenaran itu. Prinsip dasar ini berfungsi sebagai

dasar bagi semua pembuktian. Aristoteles mengemukakan 3 buah prinsip atau

hukum dalam logika ;

a. Hukum Identitas

Setiap benda/barang adalah benda itu sendiri.

b. Hukum Kontradiksi

Page 29: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Sesuatu benda/barang tidak dapat merupakan benda/barang itu sendiri dan

sekaligus merupakan benda yang lain dalam waktu yang sama.

c. Hukum Penyisihan Jalan tengah

Segala sesuatu itu haruslah bersifat positif dan negatif. Tokoh filsof modern

“Wilhelm Leibnitz” menambahkan sebuah hukum lagi, yakni :

d. Hukum Cukup Alasan

Di alam ini tidak ada sesuatu keadaaan yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa

alasan atau sesuatu sebab.

Kesalahan-kesalahan Logika

Kesalahan logis ini bukanlah kesalahan dalam faktanya tetapi suatu bentuk

kesimpulan yang diperoleh atas dasar logika/penalaran yang tidak sehat.

Dalam kenyataannya, kesalahan logis ini dapat terjadi pada siapapun juga

meskipun betapa tinggi intelligensinya dan betapa lengkap informasi atau data

yang dimilikinya. Berbagai kesalahan logis antara lain :

1. Generalisasi tergesa-gesa

Garis kesalahan logis ini sebagai akibat logika atau penalaran induksi yang

salah, dan sifat kecerobohan manusia. “ Semua orang kaya kikir bersedekah.

Karena banyaknya orang kaya kikir bersedekah kepada fakir miskin,

kebanyakan orang mempunyai kesan bahwa orang kaya kikir bersedekah.

Tetapi bila diteliti dengan seksama maka akan ditemukan fakta yang jauh

berbeda”.

2. Non Sequitur (Belum Tentu)

Non sequitur adalah terjadinya loncatan keputusan yang tidak mempunyai

kaitan logis antara premis dengan kesimpulan/konklusi. Jadi tidak ada

hubungan yang rasional antara premis dan kesimpulan atau hubungan itu

hanyalah semu belaka. “ Alam Indonesia kaya raya, maka orang Indonesia itu

kaya”.

3. Analogi Palsu

Analogi adalah suatu perbandingan yang dipakai seseorang didalam

menjelaskan sesuatu idea atau pengertian atau dengan analogi itu dapat lebih

memperjelas sesuatu idea atau konsep yang sulit. Dalam melaksanakan

analogi ini, sering orang memakai perbandingan antara idea atau

konsep/gagasan dengan idea yang lain yang tidak ada hubungannya sama

sekali diantara kedua idea tersebut, inilah yang disebut analogi palsu. “Hidup

dan kehidupan manusia didunia ini bagaikan orang yang singgah di rumah

makan saja, begitu kebutuhannya terpenuhi, maka manusia itu pergi

meninggalkan rumah makan itu “.

4. Deduksi yang Salah/Cacat

Deduksi yang salah terjadi apabila premis-premisnya salah sehingga

konklusinya juga salah. “Harimau itu adalah hewan. Singa itu bukanlah

harimau. Jadi singa itu bukanlah hewan”

5. Pemikiran Sederhana

Si penalar cenderung untuk mengambil kesimpulan yang berdasarkan

pemikiran sederhana saja, lalu merumuskannya kedalam dua buah pola

Page 30: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

pemikiran saja. “Saudara dapat menyusun taktik dan strategi belajar sendiri

atau mengikuti taktik dan strategi belajar kelompok A “

6. Penalaran Melingkar

Si penalar meletakkan kesimpulannya ke dalam premisnya lalu memakai

premis tersebut untuk membuktikan kesimpulannya. “ Seseorang itu merdeka

karena ia bertanggung jawab dan ia bertanggung jawab karena ia merdeka “

7. Sesudahnya Maka Karenanya

Hal ini sering terjadi dalam kehidupan manusia oleh karena manusia sering

ceroboh dalam mengidentifikasi penyebab yang sebenarnya dari sesuatu hal,

sesuatu yang mendahului sesuatu yang lain tidak harus menjadi penyebab dari

sesuatu yang terjadi kemudian. “Coto makasar yang saya makan di waktu

makan sore kemarin benar-benar membuat saya tidur, maka kini setiap akan

tidur malam saya akan mencoba makan coto makasar “

Defenisi Teknik Berpikir Kreatif

Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta/berkreasi. Kreativitas sering

dianggap terdiri dari 2 unsur yaitu kefasihan dan keluwesan. Kefasihan

ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan

pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Keluwesan pada umumnya

mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda dan

luar biasa untuk memecahkan suatu masalah. Kreativitas dianggap segelintir

orang sebagai suatu kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru atau

wawasan segar. Dalam sebuah kamus, kreativitas dikemukakan sebagai

proses yang menghasilkan sesuatu yang tidak berkembang secara alamiah

atau tidak dibuat dengan cara yang biasa, akan tetapi siapakah yang

menentukan apakah itu baru, segar, biasa, atau alamiah ? Dalam hal ini

berpikir kreatif digunakan untuk mengacukan pada kemampuan individu yang

mengandalkan keunikan dan kemahirannya untuk menghasilkan gagasan baru

dan wawasan yang segar yang sangat bernilai bagi indivudu tersebut.

Seseorang mungkin saja sudah lebih dahulu memikirkan gagasan tersebut

atau mungkin tidak menganggapnya bernilai, akan tetapi manusia masih tetap

kreatif jika mereka menemukannya untuk diri sendiri dan hal tersebut dapat

memuaskan salah satu kebutuhan atau keinginan mereka. Manusia berkreasi

adalah karena adanya kebutuhan dasar, seperti : keamanan, cinta dan

penghargaan. Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungan dan

manfaat dari berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan

diri yang besar, kegembiraan hidup dan kemungkinan untuk menunjukkan

kemampuan terbaik mereka. Hambatan yang dihadapi dalam rangka berpikir

kreatif adalah : kebiasaan, waktu dan energi yang terbatas, lingkungan,

perlunya penanganan segera, kritik yang dilancarkan orang lain, takut gagal,

ketidakmampuan mengenal masalah, pendirian yang tidak tetap, puas diri,

dan kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan yang memerlukan konsentrasi

mental.

Proses Berpikir Kreatif.

Para psikologi menyebutkan 5 tahap berpikir kreatif :

Page 31: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

1. Orientasi, masalah dirumuskan dan masalah-masalah diidentifikasi

2. Preparasi, pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi

yang relevan dengan masalah .

3. Inkubasi, pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan

berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah

berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita.

4. Iluminasi, masa inkubasi berakhir ketika pemikiran memperoleh semacam

ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah.Ini menimbulkan Aha

Erlebnis (pengalaman Aha).

5. Verifikasi, tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai

pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat.

Proses ini dapat dilukiskan dengan kisah Archimeder, Peristiwa ini terjadi

ketika Raja Hiero (Sicilia) curiga bahwa tukang emasnya telah menggunakan

campuran perak sebagai pengganti emas dalam pembuatan mahkotanya. Ia

menyuruh Archimeder menyelidikinya. Archimeder mulai berpikir “bagaimana

cara menentukan logam yang dijadikan bahan mahkota itu tanpa

merusaknya ? (orientasi). Lalu ia meneliti semua cara untuk menganalisa

logam (preparasi). Semuanya memerlukan pemotongan , ini tidak mungkin

dilakukan. Arcimedes menyingkirka soal ini sementara (inkubasi).Suatu hari

ketika ia sedang mandi, ia dengan tiba-tiba melihat bahwa badannya

menyebabkan air tumpah ke kiri dan ke kanan serta merta ia menyadari

bahwa ia telah menemukan cara pemecahan masalah tersebut (iluminasi). Ia

melonjak gembira dan dalam keadaan telanjang lari kejalan, seraya berteriak

“Eureka,Eureka !”(saya menemukannya, saya menemukannya). Setelah itu ia

mengujinya untuk meneliti berapa jumlah air yang dipindahkan oleh emas

murni seberat emas dalam mahkota tersebut (verifikasi).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kreatif

Ada beberapa faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif :

1. kemampuan kognitif

2. Sikap yang terbuka

3. Sikap yang bebas, otonom dan percaya diri sendiri.

Menarik untuk mencatat ucapan Morton Hunt : “ Orang mengagumi,

membesarkan dan menghargai inovator macam apapun, tetapi juga

mengabaikan, memasung atau menghukum mereka yang terlalu inovatif dan

pendapat yang diterima banyak orang “Comment

Filed under: Tak Berkategori — Leave a comment

16 January 2011

TUGAS TEORI ORGANISASI

VISI, MISI, TUJUAN, SRUKTUR, DAN PEMBAGIAN KERJA DALAM ORGANISASI

OLEH

NAMA : RIZAL PAUZI

NIM : E211 09 273

Page 32: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

I. Latar belakang

Akhir-akhir ini Indonesia dilanda banyak musibah,mulai dari tsunami, gempa

bumi, banjir dan sebagainya. Dengan keadaan ini, hati kami tersentuh dan

berusaha membantu meringankan beban saudara kami khususnya di

indonesia. Kami pun berusaha untuk mendirikan sebuah organisasi yang

bergerak dibidang kemanusiaan yang kami beri nama “yayasan nurani dunia”

yang berpusat dimakassar

II. Visi dan Misi

VISI

Yayasan Nurani Dunia merupakan lembaga nonprofit yang menyelenggarakan

bantuan kemanusiaan kepada korban bencana alam dan sosial secara cepat,

tepat dan terencana dengan berlandaskan prinsip non partisan, jujur,

transparan, independen dan profesional agar kehidupan korban bencana dapat

pulih kembali.

MISI

1. Melakukan identifikasi korban bencana alam dan sosial, khususnya di

Indonesia.

2. Menggalang partisipasi masyarakat di tingkat nasional dan internasional,

baik individu, kelompok maupun lembaga, untuk ikut membantu korban

bencana alam dan sosial.

3. Menggalang aksi bantuan cepat untuk korban bencana alam dan sosial,

khususnya korban di daerah pengungsian.

4. Melaksanakan program bantuan darurat kemanusiaan dan pemulihan

komunitas dalam upaya menumbuhkan kembali kepercayaan, kebersamaan

dan perdamaian di wilayah konflik. .

5. Mengupayakan pencegahan terjadinya bencana alam dan sosial.

6. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap bantuan-bantuan

kemanusiaan yang dilaksanakan oleh Yayasan Nurani Dunia.

7. Ikut berperan aktif melakukan pengawasan terhadap bantuan-bantuan

kemanusiaan yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga.

III. TUJUAN

1. Berkurangnya penderitaan, tumbuhnya kepercayaan dan harapan serta

pulihnya kehidupan korban bencana alam dan sosial.

2. Tumbuhnya kepedulian antar sesama dari berbagai elemen masyarakat di

tingkat nasional maupun internasional untuk melakukan aksi kemanusiaan

bersama.

3. Terciptanya komunitas responsif yang mampu memberikan bantuan

kemanusiaan kepada korban bencana alam dan sosial secara terpadu.

4. Terbentuknya Yayasan Nurani Dunia sebagai lembaga yang memiliki sistem

administrasi yang transparan, efektif, efisien, dan memenuhi standar kerja

profesional.

Page 33: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

5. Terwujudnya jaringan informasi, komunikasi dan koordinasi antar lembaga

pemerintah dan nonpemerintah dalam menyelenggarakan aktivitas

kemanusiaan

IV. Struktur Organisasi

V. Pembagian kerja

1) Ketua umum

Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan serta merumuskan

seluruh kebijakan yayasan nurani dunia

Memimpin rapat pengurus dan menyampaikan laporan pertanggung jawaban

pada rapat anggota

Berfungsi sebagai pengendali dan bertanggung jawab terhadap jalannnya

roda organisasi baik kedalam maupun keluar.

2) Pengawas

Mengontrol kinerja pengurus

Sebagai penegak AD/ART organisasi

3) Sekretaris

Mengurusi persuratan

Bembantu tugas-tugas ketua umum

Mendampingi ketua umum dalam setiap kegiatan

Mewakili jika ketua umum berhalangan

4) divisi kaderisasi dan PA

merekrut anggota

mengadakan kegiatan pengkaderan

mengadakan pelatihan anggota

5) ADMINISTRASI UMUM

Menciptakan sistem kearsipan data organisasi yang mantap.

Menyempurnakan manajemen persuratan

Merumuskan sistem informasi data yang dapat menata administrasi

organisasi secara profesional

Mengoptimalkan fungsi kesekretariatan dalam kegiatan Kopma Unhas.

Mengupayakan database keanggotaan yang valid dan komprehensif.

Mengoptimalkan fungsi perpustakaan sebagai sumber informasi.

Mengoptimalkan database barang inventaris Kopma Unhas yang lengkap dan

valid

6) KEUANGAN

Merumuskan kebijakan keuangan yang efektif dan efisien..

Menciptakan manajemen administrasi keuangan yang profesional..

Mengupayakan sumber-sumber dana baru

Menghimpun dana dari masyarakat

7) Divisi hubunganan luar

Mewakili organisasi secara eksteren baik dengan organisasi lain,

pemerintah,maupun masyarakat

Membangun relasi

8) Divisi aksi cepat

Page 34: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Mengkoordinir anggota dilapangan

Menyalurkan bantuan langsung kepada korban

9) Divisi data dan informasi

Mengumpulkan data dan informasi mengenai lapangan

Pusat informasi

Mempublikasikan keadaan yang ada dilapanganComment

SUDUT PANDANG OTONOMI   DAERAH

Filed under: Tak Berkategori — Leave a comment

TUGAS KELOMPOK

SUDUT PANDANG OTONOMI DAERAH

OLEH

KELOMPOK III

• MUH YUNUS (E21109254)

• SADDAM HUSAIN (E21109265)

• ERI BONGGASAU (E21109007)

• SADDAM (E22109991)

• RIZAL PAUZI (E21109273)

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2010

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

PEMBAHASAN

SUDUT PANDANG OTODA DARI SEGI POLITIK

SUDUT PANDANG OTODA DARI SEGI SOSIAL BUDAYA

SUDUT PANDANG OTODA DARI SEGI EKONOMI

SUDUT PANDANG OTODA DARI SEGI HUKUM

HASIL DARI OTONOMI DAERAH

BAB III

KESIMPULAN

BAB I

Pendahuluan

Sejak beberapa dekade yang lalu beberapa negara telah dan sedang

melakukan desentralisasi, motivasi fenomena ini terutama disebabkan oleh

alasan politik. Desentralisasi merupakan bagian yang teramat penting didalam

proses demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan pusat

atau terpusat yang cenderung otokratis berubah menjadi pemerintahan lokal

Page 35: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

yang dipilih langsung oleh masyarakat. Alasan lainnya atas maraknya proses

desentralisasi adalah untuk memperbaiki mutu pelayanan kepada masyarakat

oleh penyelenggara pemerintahan. Didalam konteks ini titik berat

desentralisasi adalah pelayanan bukan kekuasaan. Dengan kata lain

desentralisasi adalah suatu upaya mendekatkan pemerintahan kepada

rakyatnya

(bringing the State closer to the people).

Seiring dengan telah terselesaikannya kendala kehidupan politik di Indonesia

yang ditandai dengan telah terbentuknya penyelenggara pemerintahan yang

baru hasil suatu proses yang cukup demokratis, maka harapan akan

membaiknya perekonomian dan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan

bernegara lainnya di Indonesia menjadi terbuka, dan semoga dalam tempo

yang tidak terlalu lama harapan tersebut akan menjadi kenyataan. Selain itu

juga semangat reformasi dan perubahan diberbagai bidang serta dorongan

dan dampak dari proses demokratisasi telah menggugah pemerintah bersama

dengan parlemen untuk melahirkan dua undang-undang yaitu UU No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU

tersebut merupakan dasar bagi proses desentralisasi dan otonomi daerah yang

luas dan bertanggung jawab.

Tujuan utama dari desentralisasi dan otonomi daerah ini adalah mendekatkan

pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga pelayanan kepada

masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah

menjadi lebih kuat dan nyata. Desentralisasi dan otonomi daerah dapat

dikatakan berhasil apabila pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi

lebih baik dan masyarakat menjadi lebih berperan dalam meningkatkan

kesejahteraan bersama. Desentralisasi kewenangan tersebut akan berakhir

dengan semakin meningkatnya peranserta masyarakat dan berubahnya peran

pemerintah dari provider menjadi fasilitato

• Pengertian Otonomi Daerah

Menurut UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa otonomi

daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(Alexander Abe, PERENCANAAN DAERAH PARTISIPATIF, 2002: 2)

Otonomi Daerah, sebagaimana dikandung dalarn UU No. 22/1999, adalah

usaha member kesempatan kepada daerah untuk memberdayakan potensi

ekonomi, sosial-budaya dan politik di wilayahnya.

(Andrik Purwasito, IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DI

ARAS LOKAL, 2001:2)

• Pengertian Desentralisasi

Dalam UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa desentralisasi adalah

penyerahan wewenag pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik.

Page 36: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

(Alexander Abe, PERENCANAAN DAERAH PARTISIPATIF, 2002: 2)

• Tujuan Utama Otonomi Daerah

Otonomi daerah menurut UU No. 22/1999 dari sudut pandang disentralisasi

fiscal. Tujuan utama otonomi daerah adalah untuk mendorong

terselenggaranya pelayanan publik sesuai tuntutan masyarakat daerah,

mendorong efisiensi alokatif penggunana dana pemerintah melalui

desentralisasi kewenangan dan pemberdayaan daerah.

(Kamal Alamsyah, Desentralisasi dalam Perspektif Otonomi Daerah, 2002: 8)

Kelebihan otonomi daerah :

Dapat lebih memberdayakan dan meningkatkan kemampuan pemerintah

daerah.

• Dengan adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah, daerah

mempunyai keleluasaan dalam melakukan pengelolaan pembangunan sesuai

dengan sumber daya yang tersedia.

• Kewenangan yang diberikan kepada daerah juga memungkinkan bagi daerah

untuk mengambil keputusan secara cepat.

• Struktur organisasi dan personil dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan,

sehingga tidak terjadi penggemukan.

• Dapat meningkatkan kreativitas aparatur pemerintah baik dalam

pengelolaan pembangunan maupun dalam penggalian sumber-sumber dana

pembangunan.

• Dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan publik.

• Dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan,

baik dalam perencanaan, pengawasan, pendanaan, maupun dalam

pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.

• Mempercepat terwujudnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di

daerah.

• Meningkatkan sosial budaya masyarakat yang selama ini kurang mendapat

perhatian karena terfokus pada pertumbuhan ekonomi.

Kelemahan otonomi daerah :

• Terbatasnya jumlah dan kualitas aparat pemerintah di daerah.

• Penyerahan urusan sebagian belum diikuti dengan penyerahan pembiayaan,

personil danperalatan.

• Rendahnya tingkat pendapatan asli di beberapa daerah.

• Bias ekonomi, bias luar jawa dan bias sumber daya alam.

• Anggapan keseragaman kesiapan daerah, sehingga pelaksanaannya

dilakukan secara serempak di seluruh wilayah Indonesia.

• Aspirasi masyarakat yang berlebihan dapat menyebabkan tidak terjadi

integrasi antara kepentingan daerah dengan kepentingan nasional.

• Tidak ada hirarkhi antara kabupaten/kota dengan propinsi yang dapat

menyebabkan timbulnya kesulitan dalam koordinasi kegiatan lintas

kabupaten/kota.

• Terdapat ambivalensi dan inkonsistensi khususnya di tingkat propinsi. UU

menyebutkan otonomi luas berada di kabupaten, tetapi banyak hal diambil

Page 37: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

propinsi. Posisi Gubernur tidak jelas. Pada satu sisi adalah wakil pemerintah

dan oleh karena itu pejabatnya ditunjuk presiden; pada sisi lain propinsi adalah

daerah otonom yang seharusnya Gubernur menjadi jabatan politis yang dipilih

DPRD.

BAB II

PEMBAHASAN

TABLE SUDUT PANDANG OTONOMI DAERAH

ASPEK PROSES MENGHASILKAN

POLITIK PENDEMOKRASIAN KEMANDIRIAN LOKAL YANG LUAS

SOSIAL BUDAYA KEBEBASAN

EKONOMI KEMAMPUAN MENGURUSI RT NYA SENDIRI

HUKUM PENINGKATAN PERAN DAERAH (bukan sebagai objek tapi subjek

1. SUDUT PANDANG OTODA DARI SEGI POLITIK

pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah merupakan suatu wujud

dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah. Pengakuan Pusat

terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan memberikan

kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan yang

harmonis antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong

tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat

memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah

sebagai upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap

peningkatan kehidupan politik di Daerah.

Ada beberapa pertimbangan tentang perlunya memberikan otonomi kepada

daerah dalam rangka desentralisasi menurut sudut pandangan yang berbeda.

Pertama, ditinjau dari segi politik sebagai permainan kekuasaan, pemberian

otonomi daerah dipandang perlu untuk daerah untuk mencegah bertumpuknya

kekuasaan di satu tangan yang akhirnya dapat menimbulkan pemerintahan

tirani. Kedua, dari segi demokrasi, pemberian otonomi kepada daerah

dipandang perlu, dengan maksud diikutsertakan rakyat dalam kegiatan

pemerintahan dan sekaligus mendidik rakyat mempergunakan hak dan

kewajiban dalam penyelenggaraan pemeritahan. Ketiga, dari segi teknis

organisatoris pemerintahan, pemberian otonomi kepada daerah dipandang

sebagai cara untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang

dianggap lebih doelmatig untuk diurus oleh pemerintahan setempat

diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tempat berada di tangan pusat

tetap diurus oleh pemerintahan pusat. Dengan demikian, soal desentralisasi

dan otonomi daerah adalah soal teknis pemerintahan yang ditujukan untuk

mencapai hasil sebaik-baiknya (Liang Gie, 1998:35-39). Keempat, dari segi

manajemen sebagai salah satu unsur administrasi, suatu pelimpahan

wewenang dan kewajiban memberikan pertanggungjawaban dari penunaian

suatu tugas merupakan hal yang wajar. Dalam beberapa hal, pemberian

otonomi kepada daerah dipandang dapat mendorong pengambilan keputusan

yang lebih cepat dan luwes. Ia dapat memberikan dukungan lebih konstruktif

dalam proses pengambilan keputusan.Dari aspek ideologi , sudah jelas

Page 38: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup dan

sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain

pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional,

pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan

sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat

diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui

Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan

dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia .

2. SUDUT PANDANG OTODA DARI SEGI EKONOMI

kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas

daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan

dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan

perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang

dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah

akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi,

kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah

diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku

ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global.

Pembangunan daerah merupakan salah satu tujuan dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi daerah yang berbasis kewilayahan dan lingkungan

serta berkelanjutan. Tjahya Supriatna (2002) bahwa pembangunan ekonomi

daerah didasarkan pada pengembangan potensi daerah (manusia, alam, dan

lingkungan hidup) dalam koridor ekonomi kerakyatan dengan prinsip

(productivity, effciency, redistribution income, realocate economic, economic

advantage and errvironmental sustainable).

Arah kebijakan pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi daerah melalui

• Kebijakan daerah untuk menumbuhkan pelaku ekonomi (sektor pemerintah,

swasta dan masyarakat), arus perdagangan dan investasi daerah.• Menciptakan dan memperluas kerjasama antardaerah, daerah dengan pusat,

dan daerah dengan LN di bidang ekonomi, yang didukung denganperangkat

hukum.

• Menggali dan memanfaatkan potensi dan keunggulan ekonomi daerah.• Meningkatkan kegiatan ekonomi dan industrialiasi perdesaaan dengan

agrobisnis berbasis agraris dan maritim.

• Pengembangan kawasan ekonomi dan daerah perbatasan berdasarkan

pengelolaaan potensi sumber daya ekonomi dan lingkungan hidupnya3. SUDUT PANDANG OTODA DARI SEGI SOSIAL BUDAYA

kebijakan Otonomi Daerah merupakan pengakuan terhadap keanekaragaman

Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta

potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat terhadap

keberagaman Daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi Daerah.

Page 39: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan

suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya

mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai

budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya

lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional. Pernyataan Griffin

tersebut menunjukkan bahwa persoalan desentralisasi dan otonomi daerah

berkaitan dengan persoalan pemberdayaan (enpowerment). dalam arti

memberikan keleluasaan dan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk

berprakarsa dan mengambil keputusan.

3. Empowerment akan menjamin hak dan kewajiban serta wewenang dan

tanggung jawab organisasi pemerintahan di daerah untuk dapat menyusun

program, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam mengurus

kepentingan daerahnya sendiri. Dengan empowerment, institusi pemerintah

daerah dan masyarakat akan mampu memberikan akses bukan hanya

terhadap pengambilan keputusan di tingkat daerah, maupun di tingkat pusat.

4. SUDUT PANDANG OTODA DARI SEGI HUKUM

Kebijakan otonomi daerah diharapkan mampu memelihara integrasi nasional

dan keutuhan bangsa Indonesia. Dengan otonomi daerah dapat mewujudkan

hubungan kekuasaan menjadi lebih adil, proses demokrasi di daerah berjalan

baik dan adanya peningkatan kesejahteraan di daerah. Daerah memiliki

kepercayaan lepada pemerintah pusat yang akhirnya dapat memperlancar

pembangunan bangsa melalui keutuhan nasional

Pernyataan Griffin tersebut menunjukkan bahwa persoalan desentralisasi dan

otonomi daerah berkaitan dengan persoalan pemberdayaan (enpowerment).

dalam arti memberikan keleluasaan dan kewenangan kepada pemerintah

daerah untuk berprakarsa dan mengambil keputusan.

Empowerment akan menjamin hak dan kewajiban serta wewenang dan

tanggung jawab organisasi pemerintahan di daerah untuk dapat menyusun

program, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam mengurus

kepentingan daerahnya sendiri. Dengan empowerment, institusi pemerintah

daerah dan masyarakat akan mampu memberikan akses bukan hanya

terhadap pengambilan keputusan di tingkat daerah, maupun di tingkat pusat.

Otonomi Rakyat dalam Otonomi Daerah.

Pembahasan otonomi yang telah disampaikan di atas mengasumsikan adanya

aktor sifatnya generik. Dalam pembahasan tersebut tidak diungkapkan secara

eksplisit aktor yang memiliki dan menggunakan otonomi. Sejauh ini tidak

banyak fihak yang mempersoalkan ketika

diasumsikan bahwa yang memiliki dan menggunakan otonomi adalah

‘pemerintah daerah’. Berhubung agenda

otonomi daerah berkaitan dengan agenda demokratisasi, maka pemaknaan

otonomi daerah harus terintegrasi dalam pemaknaan demokrasi di tingkat

lokal.

HASIL DARI OTONOMI DAERAH

Namun demikian prospek yang bagus tersebut tidak akan dapat terlaksana jika

Page 40: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi tidak dapat diatasi dengan

baik. Untuk dapat mewujudkan prospek Otonomi Daerah di masa mendatang

tersebut diperlukan suatu kondisi yang kondusif diantaranya yaitu :

• Adanya komitmen politik dari seluruh komponen bangsa terutama

pemerintah dan lembaga perwakilan untuk mendukung dan memperjuangkan

implementasi kebijakan Otonomi Daerah.

• Adanya konsistensi kebijakan penyelenggara negara terhadap implementasi

kebijakan Otonomi Daerah.

• Kepercayaan dan dukungan masyarakat serta pelaku ekonomi dalam

pemerintah dalam mewujudkan cita-cita Otonomi Daerah.

Dengan kondisi tersebut bukan merupakan suatu hal yang mustahil Otonomi

Daerah mempunyai prospek yang sanat cerah di masa mendatang. Kita

berharap melalui dukungan dan kerjasama seluruh komponen bangsa

kebijakan Otonomi Daerah dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan

pemerintahan di daerah.

Implementasi kebijakan otonomi daerah berimplikasi pada pembangunan

daerah. Pembangunan daerah diharapkan “terwujudnya kemandirian daerah

dalam pengelolaan pembangunan secara serasi, profesional, dan

berkelanjutan”. Dalam konteks tersebut pembangunan daerah yang dilakukan

pemerintah pada daerah dalam rangka reposisi paradigma baru pembangunan

daerah yang berbasis kewilayahan, kemitraan pembangunan, lingkungan

hidup, serta penerapan good goverrurnce dengan

strategi sebagai berikut :

• Mendorong dan memfasilitasi koordinasi perencanaan pembangunan daerah.

• Mengembangkan kapasitas kelembagaan pembangunan daerah.

• Mendorong terciptanya keselara.5an dan keserasian pembangunan daerah.

• Mendorong dan memfasilitasi pengembangan/pendayagunaan potensi

daerah.

• Mengembangkan fasilitasi penataan dan pengelolaan lingkungan hidup.

• Mengembangkan iklim yang kondusif bagi penembangan investasi dan usaha

daerah.

• Mengembangkan SDM aparatur pengelola pembangunan daerah yang

profesional dalam pelayanan pembangunan di daerah.

KESIMPULAN

a) otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

b) Tujuan utama otonomi daerah adalah untuk mendorong terselenggaranya

pelayanan publik sesuai tuntutan masyarakat daerah, mendorong efisiensi

alokatif penggunana dana pemerintah melalui desentralisasi kewenangan dan

pemberdayaan daerah.

c) Sudut pandang dari otonomi daerah segi politik, Ada beberapa

pertimbangan tentang perlunya memberikan otonomi kepada daerah dalam

Page 41: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

rangka desentralisasi menurut sudut pandangan yang berbeda. Pertama,

ditinjau dari segi politik sebagai permainan kekuasaan, pemberian otonomi

daerah dipandang perlu untuk daerah untuk mencegah bertumpuknya

kekuasaan di satu tangan yang akhirnya dapat menimbulkan pemerintahan

tirani. Kedua, dari segi demokrasi, pemberian otonomi kepada daerah

dipandang perlu, dengan maksud diikutsertakan rakyat dalam kegiatan

pemerintahan dan sekaligus mendidik rakyat mempergunakan hak dan

kewajiban dalam penyelenggaraan pemeritahan. Ketiga, dari segi teknis

organisatoris pemerintahan, pemberian otonomi kepada daerah dipandang

sebagai cara untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Keempat, dari

segi manajemen sebagai salah satu unsur administrasi, suatu pelimpahan

wewenang dan kewajiban memberikan pertanggungjawaban dari penunaian

suatu tugas merupakan hal yang wajar

d) Sudut pandang otonomi daerah dari segi ekonomi, kebijakan Otonomi

Daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah akan

memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan dan

meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan

perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah.

e) Sudut pandang otonomi daerah dari segi sosial budaya,Kebijakan otonomi

daerah diharapkan mampu memelihara integrasi nasional dan keutuhan

bangsa Indonesia. Dengan otonomi daerah dapat mewujudkan hubungan

kekuasaan menjadi lebih adil, proses demokrasi di daerah berjalan baik dan

adanya peningkatan kesejahteraan di daerah

f) Sudut pandang otonomi daerah dari segi hukum, menunjukkan bahwa

persoalan desentralisasi dan otonomi daerah berkaitan dengan persoalan

pemberdayaan (enpowerment). dalam arti memberikan keleluasaan dan

kewenangan kepada pemerintah daerah untuk berprakarsa dan mengambil

keputusan.Empowerment akan menjamin hak dan kewajiban serta wewenang

dan tanggung jawab organisasi pemerintahan di daerah untuk dapat

menyusun program, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam

mengurus kepentingan daerahnya sendiri.

g) Implementasi kebijakan otonomi daerah berimplikasi pada pembangunan

daerah. Pembangunan daerah diharapkan “terwujudnya kemandirian daerah

dalam pengelolaan pembangunan secara serasi, profesional, dan

berkelanjutan”.Comment

different

Filed under: Tak Berkategori — Leave a comment

14 January 2011

different isn’t always better,but the better is always differentComment

Page 42: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Sejarah Pajak Penghasilan

Filed under: Tak Berkategori — Leave a comment

16 December 2010

Sejarah Pajak Penghasilan

Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah

terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan

yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum

Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam

suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris

pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali

dikenal di New Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak

adalah ” a person’s faculty, personal faculties and abilitites”, Pada tahun 1646

di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada “returns and gain”.

“Tersonal faculty and abilities” secara implisit adalah pengenaan pajak

pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan “Returns and gain” berkonotasi

pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak

di Amerika Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang

selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan Tax

Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return)

yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal

tersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962.

Pajak Penghasilan di Indonesia

Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya

tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan

sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat

berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908

terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan

orang Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat

banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan

Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa

seperti “patent duty”. sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk

orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya

Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan

tanah.

Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk

orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa

memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya

penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak,

penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan

pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas

dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun

Page 43: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan

diperkenalkannya General Income Tax yakni Ordonansi Pajak Pendapatan Yang

Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920,

Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi,

orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah

diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas

sumber.

Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang

didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing), pada

tahun 1925 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordonantie

op de Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba

perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini

telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain

dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Psnibahan dan Penyempurnaan Tatacara

Pcmungiitan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak

Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan

MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana

fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925.,

khususnya tentang ketentuan “tax holiday”.

Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni

pada saat diadakannya tax reform, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan

mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan

pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi

Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi

Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932,

Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal

Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk

Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas

penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah

mengenal asas sumber dan asas domisili.

Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan

akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul.

Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah

(loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong

Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai

dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting

(Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti

dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21

tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan

tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri

disingkat dengan PPd. Saja.

Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan

perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang

Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan

Page 44: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal

dengan “UU MPO dan MPS”. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun

1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan

diadakannya tax reform di Indonesia.

Subyek pajak penghasilan

Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek

pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di

Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang

pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai

niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang

sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka

pendapatan itu dikenakan pajak.

3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di

Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi

kriteria:

1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah; dan

4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

5. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi

yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih

dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak

didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di

Indonesia.

Bukan subyek pajak penghasilan

Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak

termasuk obyek pajak sebagai berikut:

1. Badan perwakilan negara asing.

2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat – pejabat lain dari

negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan

warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik.

3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan

dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi

tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO,

UNICEF.

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan

menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak

Page 45: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Obyek Pajak Penghasilan

Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap Tambahan

Kemampuan Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan

atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan

atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang Diterima atau Diperoleh

Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi

atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan

adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan

kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib

Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan

pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan

dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka

semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun

pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan

demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan

menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan

penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di

luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak

dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka

penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang

dikenakan tarif umum.

Kronologi Perubahan Undang-undang yang mengatur Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut

peraturan ini diamandemen oleh

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991,

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem pajak

yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

47 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga

beberapa kali dalam:

Page 46: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun

pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun

pajak 2006.

Tarif Pajak Penghasilan

, Tarif Pajak Penghasilan secara umum (disebut juga tarif Pasal 17) diterapkan

atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT untuk

menghitung Pajak Penghasilan terutang dalam satu tahun pajak atau dalam

bagian tahun pajak. Tarif umum ini dibedakan untuk Wajib Pajak badan dalam

negeri/BUT dan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Untuk keperluan penerapan tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak, maka

jumlah Penghasilan Kena Pajak tersebut dibulatkan dahulu ke bawah ribuan

rupiah penuh.

Misalnya Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp120.324.900,00 untuk penerapan

tarif dibulatkan ke bawah menjadi Rp120.324.000,00.Dengan Peraturan

Pemerintah dapat diterapkan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final

atas Penghasilan Tertentu yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan

Pasal 4 Ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan. Besarnya tarif khusus ini

tidak boleh melebihi tarif umum pajak tertinggi berdasarkan Pasal 17 Ayat (1).

Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan

kesederhanaan, keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajak.

Berdasarkan Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga

Undang-undang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku untuk tahun pajak

2001, tarif pajak dibedakan menjadi dua yaitu untuk Wajib Pajak Badan & BUT

dan Wajib Pajak Orang Pribadi. Selengkapnya tarif tersebut disajikan dalam

bagian di bawah ini.

Tarif Pajak Badan Dalam Negeri Dan BUT

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak badan

dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp50.000.000,00 10%

Di atas

Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00

15%

Di atas

Rp100.000.000,00 30%

Tarif Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang

pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp25.000.000,00 5%

Di atas

Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp50.000.000,00

10%

Page 47: Analisis Kebijakan Anti Kemiskinan Dan Kesejahteraan Sosial

Di atas

Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00

15%

Di atas

Rp100.000.000,00 sampai dengan Rp200.000.000,00 25%

Di atas

Rp200.000.000,00 35%

DAFTAR PUSTAKA

• aus, Arie; Muh Syaifullahi Pengembalian SPT 5,9 Juta. Koran Tempo

• PPh Pasal 25/29

• Undang Undang No. 17 tahun 2000