131
ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT CABANG MEDAN BALAI KOTA TESIS Oleh SUCI KHARISMA SAABA 137011120 /M.Kn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 Universitas Sumatera Utara

ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

  • Upload
    others

  • View
    41

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGANPRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT CABANG

MEDAN BALAI KOTA

TESIS

Oleh

SUCI KHARISMA SAABA137011120 /M.Kn

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN2016

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGANPRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT CABANG

MEDAN BALAI KOTA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan PadaProgram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUCI KHARISMA SAABA137011120 /M.Kn

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN2016

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

Telah diuji pada :

Tanggal : 26 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, MHum

2. Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum

3. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum

4. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : SUCI KHARISMA SAABA

Nim : 137011120

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAANDENGAN PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANKMUAMALAT CABANG MEDAN BALAI KOTA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,Yang membuat Pernyataan

Nama : SUCI KHARISMA SAABANim : 137011120

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

i

ABSTRAK

Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusahapemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha, membiayai investasi usahabaru atau yang sudah berjalan. Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunandari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak ataulebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaanatau kelompok/kumpulan.

Penelitian ini memiliki 3 (tiga) permasalahan, yaitu; bagaimana pelaksanaanperjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah di Bank Muamalat CabangMedan Balai Kota, hambatan apa saja yang dihadapi Bank Muamalat Cabang MedanBalai Kota dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah,bagaimana penyelesaian sengketa di dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaandengan prinsip Al Musyarakah apabila timbul sengketa. Sifat dari metode penelitiantesis ini adalah deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian iniadalah data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik studi pustaka (libraryresearch).

Pelaksanaan pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah di Bank MuamalatCabang Medan Balai Kota sudah sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini dapat dilihatdari teknis dilaksanakannya perjanjian yaitu berdasarkan prinsip-prinsip Islam,digunakan pula dengan sistem bagi hasil terkait dengan isi perjanjian, tidak sepertipada bank konvensional yaitu bunga. Hambatan yang dihadapi Bank MuamalatCabang Medan Balai Kota dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsipAl Musyarakah terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu hambatan internal dan hambataneksternal. Penyelesaian sengketa di dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan denganprinsip Al Musyarakah apabila timbul sengketa adalah melalui jalur musyawarah.Jalur musyawarah ini dapat dilakukan dengan langkah penjadwalan ulang,persyaratan kembali dan penataan kembali. Apabila jalur musyawarah tersebut tidakberhasil, maka langkah yang diambil adalah BASYARNAS sebagai media dalampenyelesaian sengekta. Hal ini sesuai dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah Nomor01.

Kata kunci: Musyarakah, Musyarakah mutanaqishah, akad

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

ii

ABSTRACT

Musharaka is an agreement for the result when two or more employers fund /capital owner work together as business partners, investment finance a new businessor already running. Mutanaqishah Musharaka is a derivative product of Musharakacontract, which is a form of cooperation agreement between two or more parties. Thebasic words of Musharaka is derived from the word syirkah syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (shirkah), which means partnership, corporationor group / bundles.

This study has three (3) issues, namely; how the implementation of thefinancing agreement with the principle of Al Musharaka in Bank Muamalat MedanBranch City Hall, what obstacles faced by Bank Muamalat branch of Medan CityHall in the implementation of the financing agreement with the principle of AlMusharaka, how the settlement of disputes in the implementation of the financingagreement with the principle of Al Musharaka if signage dispute. The nature of thisthesis research method is descriptive. The data used in this research is secondarydata gathered by technical literature study (library research).

Implementation of the principle of Al Musharaka financing with BankMuamalat branch in Medan City Hall are in accordance with Islamic principles. Itcan be seen from the technical implementation of the agreement is based on theprinciples of Islam, is also used by the system for results related to the contents of theagreement, unlike in a conventional bank interest. Barriers faced by Bank Muamalatbranch of Medan City Hall in the implementation of the financing agreement with theprinciple of Al Musharaka is divided into two (2) types, namely internal resistanceand external barriers. Settlement of disputes in the implementation of the financingagreement with the principle of Al Musharaka when disputes arise is throughdeliberation. Hiking can be done with deliberation rescheduling step, back andreordering requirements. If the path is not successful deliberations, the steps takenare BASYARNAS as a medium in the completion sengekta. This is in accordance withthe Agreement Musharaka Mutanaqisah No. 01.

Keyword: Musyarakah, Musyarakah mutanaqishah, akad

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

iii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama disampaikan rasa syukur Kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih lagi Penyayang atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis ini

dapat diselesaikan. Tesis merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa

yang ingin menyelesaikan studinya di Program Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. Sehubungan dengan itu, disusun tesis yang

berjudulkan: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN

PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT CABANG MEDAN

BALAI KOTA

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah secara khusus dengan rasa

hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya diberikan terima kasih kepada

ayahanda dan ibunda: H. Achmad Syaaf Saabadan Hj. Mardiyah Siregaryang

telah mengasuh dan mendidik dengan curahan kasih sayang, juga bantuan materil dan

moril hingga selesainya tesis ini dan juga kepada ayahanda dan ibunda semoga Allah

selalu memberikan rahmat-Nya. Rasa terima kasih terutama diberikan juga kepada

suami tercinta Muhammad Taufik besertaputri tercinta Decita Celine

Marsyafayang telah memberikan banyak dukungan selama ini. Dan juga tidak lupa

rasa terima kasih kepada kakanda tersayang Uis Indah Sari Saaba, SE yang telah

banyak memberikan dukungan, perhatian dan motivasinya kepada penulis agar tesis

ini secepatnya dapat diselesaikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

iv

Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya

disampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Pembimbing I, Dr. Utary

Maharani Barus SH, MHUM selaku Pebimbing II dan Dr. T. Keizerina Devi,

SH, CN, MHUM selaku Pembimbing III yang penuh perhatian telah

memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehingga tesis ini selesai.

2. Kepada seluruh staf pengajar Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Kepada teman-teman tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

banyak berperan dalam membantu semasa perkuliahan

Begitupun disadari juga bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

saran dan kritikan yang membangun akan sangat membantu perbaikan tesis

ini.

Medan, Agustus 2016Peneliti,

Suci Kharisma Saaba

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Suci Kharisma Saaba

Tempat dan tanggal lahir : Medan, 13 Mei 1992

Agama : Islam

Alamat : Komplek Griya Wisata Indah Johor Blok C No. 135

Jenis kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama ayah : H. Achmad Syaaf Saaba

Nama ibu : Hj. Mardiyah Siregar

II. PENDIDIKAN

Sekolah dasar : SD Taman Siswa Medan

Sekolah menengah pertama : SMP Kesatria Medan

Sekolah menengah atas : SMA Harapan II Medan

Perguruan tinggi (S1) : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. v

DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi

DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Permasalahan................................................................................. 9

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9

E. Keaslian Penelitian........................................................................ 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi....................................................... 12

G. Metode Penelitian.......................................................................... 25

1. Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................... 25

2. Sumber Data........................................................................... 26

3. Teknik dan alat Pengumpulan Data ....................................... 27

4. Analisis Data .......................................................................... 28

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN

PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT

CABANG MEDAN BALAI KOTA .................................................. 28

A. Pembiayaan Al-Musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan

Balai Kota...................................................................................... 28

B. Bentuk Perjanjian Al-Musyarakah di Bank Muamalat Cabang

Medan Balai Kota ......................................................................... 47

BAB III HAMBATAN YANG DIHADAPI BANK MUAMALAT

CABANG MEDAN BALAI KOTA DALAM PELAKSANAAN

PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP AL-MUSYARAKAH ......... 60

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

vii

A. Hambatan dalam Pelaksanaan Pembiayaan Al-Musyarakah ........ 60

B. Tinjauan Syariah Tentang Pembiayaan Bermasalah yang

Mengakibatkan Hambatan dalam Pelaksanaan Pembiayaan Al-

Musyarakah ................................................................................... 67

C. Upaya yang Dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan Balai

Kota dalam Menghadapi Hambatan Pelaksanaan Al-Musyarakah 70

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DI DALAM PELAKSANAAN

PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP AL-

MUSYARAKAH APABILA TIMBUL SENGKETA..................... 82

A. Konsep Penyelesaian Sengketa Secara Syariah ............................ 82

B. Penyelesaian Sengketa Terhadap Pembiayaan Musyarakah

Bermasalah Yang Dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan

Balai Kota...................................................................................... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 112

A. Kesimpulan ................................................................................... 112

B. Saran.............................................................................................. 113

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 115

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

viii

DAFTAR ISTILAH

Al-musyarakah : akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuksuatu usaha tertentu dimana masing-masing pihakmemberikan kontribusi dana amal dengankesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akanditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan

Al-musyarakah mutanaqisah : Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset(barang) atau modal salah satu pihak (syarik)berkurang disebabkan pembelian secara bertahapoleh pihak lainnya

Syirkah : kerja sama

Ijarah : sewa

Syarik : modal salah satu pihak

DSN : dewan syariah nasional

Feasible : layak dibiayai atau mampu membayar kewajibanatas pembiayaan yang diterima

Bankable : memenuhi syarat teknis perbankan, yaitu hal-halteknis yang disyaratkan oleh bank seperti adanyalegalitas usaha, usaha yang ada telah berjalan baikminimal 2 (dua) tahun dan adanya aset yang bisadijadikan agunan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank Islam atau bank syariah, secara teknis mempunyai persamaan

pengertian. Para Pakar perbankan Islam memberikan beberapa defenisi. Menurut

Karnaen A. Perwaatmadja, bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai

dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya

mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi

dalam muama-lah Islam adalah praktik-praktik yang mengandung unsur riba.1

Warkum Sumitro mendefinisikan bahwa bank Islam berarti bank yang tata

cara operasinya didasarkan pada tata cara bermuama-lah secara islami, yakni

mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadist. Dalam

operasionalisasinya, bank Islam harus mengikuti berpedoman kepada praktik-

praktik usaha yang dilakukan pada zaman Rasulullah, bentuk-bentuk yang sudah

ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha

baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau cendikiawan Muslim yang tidak

menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan hadist.2

Pada tahun 1990 para ulama, cendikiawan muslim dan praktisi perbankan

menyusun suatu program untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan

prinsip syariah (BPR Syariah). Pada akhirnya didirikanlah Bank yang pertama

kali menggunakan prinsip syariah dalam bentuk BPR yakni BPR Dana

1Muhammad Firdaus, Sofiniha Ghufron, dkk, Konsep & Implementasi Bank Syariah,(Jakarta: Renaisan, 2005), hal. 18

2Ibid, hal. 19

1

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

2

Mardhatillah, BPR Berkah Amal Sejahtera dan BPR Amanah Rabaniah3. ketiga

BPR tersebut mendapat izin Menteri Keuangan pada tanggal 8 Oktober 1990

namun mulai beroprasi pada tahun 1991. Setahun kemudian tepatnya pada tanggal

2 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan bank umum mulai

beroprasi.4.

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H

atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan

Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412

H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan

Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank

Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen

pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta

pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian

tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa

Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.5

Keunggulan perbankan syariah telah terbukti, kemampuannya bertahan

dalam krisis global pada tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa sistem perbankan

syariah memang layak dan pantas dijadikan alternatif sebagai bank yang

membantu perekonomian bangsa. Terbukti penyaluran pembiayaan oleh

perbankan syariah per Februari 2009 secara konsisten terus mengalami

3Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah: di Pengadilan Agama &Mahkamah Syariah, (Jakarta: Prenada Media group, 2009), hal. 32

4Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, cetakan keempatbelas, (Jakarta: Tzkia Cendekia, 2009), hal. 25

5Anonim, “Profil Bank Muamalat”, dalamhttp://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat. diakses pada tanggal 1 November 2015

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

3

peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 33,3% pada Februari 2008 menjadi

47,3% pada Februari 2009. Sementara itu, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh

perbankan syariah mencapai Rp.40,2 triliun6.

Tujuan didirikannya bank syariah adalah:

a. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan

kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat banyak.

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat luas dalam proses pembangunan,

terutama dalam bidang ekonomi.

c. Menyediakan perbankan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam,

yang pada awalnya enggan berhubungan dengan bank. Karena mereka

menganggap bahwa bank konvensional adalah bank yang berdasarkan bunga

dan itu sama dengan riba yang dilarang.

d. Berkembangnya lembaga dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan

efisiensi dan keadilan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan partisipasi

masyarakat, sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi masyarakat.

e. Untuk mendidik masyarakat agar berpikir secara ekonomis dalam

meningkatkan kualitas hidup mereka.

Nasabah yang menabung di bank syariah tidak akan diberikan keuntungan

bunga melainkan berupa bagi hasil. Bagi hasil tentu saja berbeda dengan bunga.

Pada sistem bunga, nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti berupa

persentase tertentu dari saldo yang disimpannya di bank tersebut. Berapapun

6Anonim, “Perbankan Syariah: Lebih tahan krisis global”, dalamwww.bi.go.id/.../Perbankan_Syariah_Lebih_Tahan_Krisis_Global.pdf”. Diakses pada tanggal 1November 2015 .

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

4

keuntungan usaha pihak bank, nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti.

Sedangkan pada sistem bagi hasil, tidak seperti itu.7

Bagi hasil dihitung dari hasil usaha pihak bank dalam mengelola uang

nasabah. Bank nasabah membuat perjanjian bagi hasil berupa persentase tertentu

untuk nasabah dan untuk bank, perbandingan ini disebut nisbah. Misalnya, 60%

keuntungan untuk nasabah dan 40% keuntungan untuk bank. Dengan sistem ini,

nasabah dan bank memang tidak bisa mengetahui berapa hasil yang pasti akan

mereka terima. Karena bagi hasil baru akan dibagikan kalau hasil usahanya sudah

bisa ditentukan pada akhir periode. Tapi dengan sistem bagi hasil, nasabah dan

bank akan membagi keuntungan secara lebih adil daripada sistem bunga. Karena

dua belah pihak selalu membagi adil sesuai nisbah berapapun hasilnya.8

Terdapat beberapa bentuk pembiayaan yang ada di Bank dengan prinsip

syariah ini yaitu:

a. Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk suatu

usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana amal

dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama

sesuai dengan kesepakatan . Masing-masing pihak memberikan dana dengan

kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai

dengan kesepakatan.

b. AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak

pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola.

Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan rasio yang telah

7Muhammad Firdaus, Sofiniha Ghufron, dkk (ii), Sistem Keuangan & Investasi Syariah,(Jakarta: Renaisan, 2005), hal. 29

8Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

5

disepakati di awal akad9. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal

selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian

diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung

jawab.

c. AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan

dengan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si

penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari

hasil panen10. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk

pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.

d. AI-musaqah merupakan bentuk sederhana dari al-muzaara’ah dimana si

penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.11

Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam

konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan

penggarap.

Bank yang menjalankan pembiayaan dengan prinsip syariah seperti al-

musyarakah, Al-muzara’ah dan Al-musaqah telah menunjukkan keberhasilan

dengan bertahannya bank-bank syariah hingga saat ini, oleh karenanya dengan

beberapa pertimbangan yang ada pmbiayaan dengan prinsip syariah ini harus

diberikan payung hukum sehingga memiliki kejelasan. Di Indonesia, bank syariah

secara mendasar, terdapat 2(dua) aturan hukum yang digunakan di dalam

mengatur perbankan syariah ini, yaitu:

9Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Cetakan keii. (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2006, ) hal, 160.

10Muhammad Antonio Syafi’i. Op.Cit, hal. 9911Ibid, hal. 100.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

6

a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah

b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Selain dari undang-undang tersebut terdapat pula aturan lainnya yang

disebut dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pada tahun 2008

yang kemudian direvisi pada tahun 2010. Melalui Peraturan Mahkamah Agung

(PERMA) Nomor 2 Tahun 2008, KHES ini kemudian mendapatkan payung

hukum untuk dijadikan sebagai hukum terapan dan dinyatakan resmi sebagai

pedoman bagi para hakim di Peradilan Agama dalam memeriksa, mengadili dan

menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi syariah.

Terkait dengan itu, terhadap pembiayaan dalam perbankan syariah yang

telah dijelaskan sebelumnya adalah merupakan suatu kegiatan yang sangat banyak

dilakukan dikarenakan dapat membantu beberapa pihak dalam kegiatan usaha.

Pelaksanaan pembiayaan ini juga tidak lepas dari suatu perjanjian antara bank dan

nasabah sehingga memiliki dasar hukum, akan tetapi landasan hukum yang

digunakan dalam pembiayaan ini tidak lepas dari Al-Quran dan Sunnah.

Sejak dibentuknya Bank Muamalat Indonesa (BMI) hingga sekarang, BMI

terus menunjukkan keberhasilannya. Bank Muamalat membiayai berbagai sektor

usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah untuk segmen mikro, kecil,

menengah, dan korporasi. Bank Muamalat mendapatkan keuntungan dari berbagai

penyaluran dana yang dilakukannya antara lain berasal dari marjin pembiayaan

murabahah (jual beli) dan sewa-menyewa, bagi hasil pembiayaan mudharabah

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

7

(bank sebagai pemilik seluruh modal) dan musyarakah (bank berkongsi modal),

serta berbagai fee layanan (ujrah).12

Salah satu contoh lain dari pembiayaan yang dilakukan oleh Bank

Muamalat adalah Pembiayaan Modal Kerja Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

Syariah yang merupakan produk pembiayaan yang ditujukan untuk LKM Syariah

(BPRS/BMT/Koperasi) yang hendak meningkatkan pendapatan dengan

memperbesar portfolio pembiayaannya kepada Nasabah atau anggotanya (end-

user). Pembiayaan ini dilaksanakan dengan prinsip yang salah satunya

musyarakah.13

Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan bagi lebih dari 4,3 (empat

koma tiga) juta nasabah melalui 457 (empat ratus lima puluh tujuh) gerai yang

tersebar di 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula

oleh aliansi melalui lebih dari 4000 (empat ribu) Kantor Pos Online/SOPP di

seluruh Indonesia, 1996 (seribu sembilan ratus sembilan puluh enam) ATM, serta

95.000 (sembilan puluh lima ribu) merchant debet. BMI saat ini juga merupakan

satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala

Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia,

kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System

(MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 (dua ribu) ATM

di Malaysia. Selain itu Bank Muamalat memiliki produk shar-e gold dengan

teknologi chip pertama di Indonesia yang dapat digunakan di 170 (seratus tujuh

12Anonim, “FAQ (Pembiayaan)”, dalam http://www.bankmuamalat.co.id/produk/faq-pembiayaan. diakses pada tanggal 24 November 2015

13Anonim, “Pembiayaan Modal Kerja LKM Syariah (BPRS/BMT?Koperasi)”, dalamhttp://www.bankmuamalat.co.id/produk/pembiayaan-lkm-syariah#.Vlr6QdLhB0s. Diakses padatanggal 24 November 2015

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

8

puluh) negara dan bebas biaya diseluruh merchant berlogo visa. Walaupun

demikian, BMI tidak dapat lepas dari masalah terkait dengan pelaksanaan

fungsinya sebagai bank yang menjalankan perannya dalam pembiayaan kepada

masyarakat.14 Keberhasilan BMI yang memberikan sisi positif bank yang

menjalankan prinsip syariah, sangat dipandang perlu untuk melihat lebih jauh

permasalahan yang dialami oleh BMI terkait dengan pelaksanaan pembiayaan al-

musyarakah.

Di dalam penelitian ini yang menjadi salah satu objek yang dianalisis

adalah akad pembiayaan musyarakah mutanaqisah. Adapun akad pembiayaan

musyarakah mutanaqisah ini dilaksanakan oleh masing-masing pihak yang dalam

hal ini adalah bank dan nasabah. Akad yang bernomorkan 01 ini dibuat dengan

tujuan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atas 1 (satu) unit rumah. Bank

dan nasabah bersama-sama berkontribusi untuk pembelian rumah dan kemudian

nasabah berjanji untuk melakukan pembelian pengambilalihan barang yang

menjadi bagian dari kepemilikan bank. Bank juga berjanji untuk menjual bagian

kepemilikan bank secara bertahap sesuai jangka waktu yang telah disepakati.

Akad musyarakah mutanaqisah merupakan akad baru dalam pembiayaan

kredit pemilikan rumah yang didukung dengan adanya Peraturan Bank Indonesia

Nomor 10/ 17/ PBI/ 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Bank Muamalat Indonesia sebagai pelopor bank syariah di Indonesia yang

beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil dengan salah satu produk unggulannya

yaitu pembiayaan hunian syariah.

14Anonim, Op. Cit, “Profil Bank Muamalat”, dalamhttp://www.bankmuamalat.co.id/produk/faq-pembiayaan. diakses pada tanggal 24 November 2015

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

9

Pembiayaan hunian syariah Bank Muamalat memiliki kompetitif dengan

jangka waktu pengembalian yang panjang. Nilai angsuran yang tidak fluktuatif,

serta tidak adanya penalti bagi nasabah yang mengajukan muqashah (pelunasan

lebih awal). Selain itu, produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) iB Muamalat

tumbuh mencapai Rp 8,37 triliun atau naik 22,54 persen (year on year) dibanding

Agustus 2014 yang mencapai sekitar Rp 6,83 triliun. Pertumbuhan pembiayaan

rumah BSM juga meningkat sejak awal tahun hingga Agustus tahun 2015 (year to

date). Untuk periode Januari hingga Agustus 2015, pencairan pembiayaan rumah

BSM mencapai Rp 1,85 triliun. Sementara, pencairan pembiayaan pada Januari

sampai dengan Agustus 2014 sebesar Rp 1,32 triliun. “Year to date” pembiayaan

rumah BSM tumbuh 40 persen. Berdasarkan data publikasi yang ada di website

resmi Bank, Muamalat Bank Muamalat memberikan dua jenis akad untuk

pembiayaan hunian syariah, yaitu dengan akad murabahah dan akad musyarakah

mutanaqisah.15

Akad musyarakah mutanaqisah lebih menguntungkan dibandingkan

dengan akad lain dalam pembiayaan kepemilikan rumah karena margin yang

diberikan lebih rendah. Musyarakah mutanaqisah yang diterapkan oleh Bank

Muamalat Cabang Medan Balai Kota adalah musyarakah di mana bank bertindak

sebagai mitra pasif dan nasabah sebagai mitra aktif. Bank bermitra dengan

nasabah dalam memperoleh suatu properti berdasarkan suatu kesepakatan.

Terjadi kemitraan karena nasabah tidak mempunyai modal yang cukup untuk

memiliki suatu properti. Masing-masing pihak, yaitu bank dan nasabah

15Bank Muamalat, “Produk dan Layanan” dalamhttp://www.bankmuamalat.co.id/pembiayaan-consumer/kpr-ib-muamalat. diakses pada tanggal 13Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 23: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

10

mengeluarkan dana sebagai porsi pembiayaan. Porsi yang dikeluarkan oleh Bank

Muamalat Cabang Medan Balai Kota lebih besar dibandingkan dengan porsi

yang dikeluarkan oleh nasabah. Oleh karena itu, kepemilikan bank atas properti

lebih besar daripada kepemilikan nasabah.16

Dilihat dari perkembangan yang ada apalagi musyarakah mutanaqisah

merupakan produk baru, maka sangat penting apakah akad yang dilaksanakan

dalam musyarakah mutanaqisah sudah sesuai dengan prinsip syariah atau tidak.

Selain itu pula, hambatan-hambatan yang ada dalam pelaksanaan akad

musyarakah mutanaqisah apakah sama dengan akad lainnya sehingga sangat

perlu ditinjau lebih jauh.

Berdasarkan uraian singkat di atas dan bermacamnya jenis dari akad

pembiayaan di perbankan syariah ini menjadikan variatifnya manfaat dari bank

syariah dibentuk dalam memberikan manfaat kepada masyarakat banyak.

Kemudian terhadap akad pembiayaan musyarakah mutanaqisah menjadi suatu hal

yang menarik untuk dianalisis dalam hal pelaksanaan akadnya, hambatan yang

dihadapi dan pelaksanaan penyelesaian sengketa atas akad yang bermasalah.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dapat

dirumuskan 3 permasalahan yang akan di teliti, yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah

di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota?

16Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 24: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

11

2. Hambatan apa saja yang dihadapi Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota

dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa di dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan

dengan prinsip Al Musyarakah apabila timbul sengketa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan permasalahan di atas, maka yang menjadi

tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al

Musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota

2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Bank Muamalat Cabang Medan

Balai Kota dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al

Musyarakah

3. Untuk mengetahui penyelesaian masalah di dalam pelaksanaan perjanjian

pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah apabila timbul sengketa

D. Manfaat Penelitian

Adapun dilakukan penelitian untuk memberikan manfaat kepada semua,

berikut manfaatnya:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat terhadap para akademisi maupun

masyarakat umumnya serta dapat menambah khasanah ilmu hukum dalam segi

perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah di Indonesia yang

pengaturannya di atur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 25: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

12

2. Manfaat praktis

Penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan kepada lembaga

perbankan, Otoritas Jasa Keuangan, mahasiswa, dosen maupun praktisi hukum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan data yang ada dan melalui penelusuran yang telah dilakukan

di kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan kepustakaan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara maka penelitian yang berkenaan dengan judul

Analisis Hukum Perjanjian Pembiayaan Dengan Prinsip Al Musyarakah Di Bank

Muamalat Cabang Medan Balai Kota. Namun data yang ditemukan berkaitan

dengan penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Muhammad Nuh (067011057) dengan judul tesis; Pelaksanaan Pemberian

Pembiayaan Mudharabah Kepada Koperasi Studi Bank Muamalaat Cabang

Medan. Adapun permasalahan yang diangkat adalah bagaimana tata cara

pemberian pembiayaan mudharabah kepada koperasi pada Bank Muamalat

Cabang Medan? Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam

pelaksanaan pemberiaan pembiayaan secara mudharabah kepada koperasi?

Bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi dalam pemberian

pembiayaan secara mudharabah kepada koperasi pada bank Muamalat Cabang

Medan?

2. Netti Sumiati (097011126) dengan judul tesis Analisis Yuridis Terhadap

Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Perbankan Syariah (Mudharabah,

Musyrarakah dan Mudharabah. Adapun permasalahan yang diangkat adalah

bagaimana aspek hukum perjanjian pembiayaan dalam Hukum Islam untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 26: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

13

menjalankan kegiatan perbankan syariah? Apakah pelaksanaan perjanjian

pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah sudah sesuai dengan

prinsip syariah? Bagaimana prosedur akad pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah dalam sistem perbankan syariah?

3. Imelda (077011029) dengan judul tesis Analisis Yuridis kekuatan Pembuktian

Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris (Studi Bank Sumut Syariah

Medan) Adapun permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kekuatan

pembuktian perjanjian pembiayaan msuyarakah yang dibuat notaris?

Bagaimana perbedaan antara perjanjian musyarakah yang ada di bank syariah

dengan perjanjian perkongsian di bank konvensional? Bagaimana bentuk

jaminan dalam perjanjian musyarakah?

4. Fachruddin (067005030) dengan judul tesis Analisis Pelaksanaan Perjanjian

Pembiayaan Dengan Prinsip Mudharabah pada PT. Bank Syariah Mandiri

Cabang Medan. Adapun permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah

pelaksanaan perjanjian pembiayaan mudharabah yang bermasalah pada Bank

Syariah Mandiri Cabang Medan? Bagaimanakah pihak Bank menyelesaikan

pembiayaan mudharabh yang bermasalah pada Bank Syariah Mandiri Cabang

Medan? Sanksi apakah yang diberlakukan kepada mudharib bila melanggar

perjanjian dalam akad pembiayaan mudharabah?

Berdasarkan beberapa tulisan yang pernah ditulis tersebut diatas, secara

umum pembahasan yang akan ditulis dalam penelitian ini tidaklah memiliki

kesamaan baik itu judul maupun permasalahan yang diangkat. Namun kesamaan

bisa saja timbul akibat sumber kutipan atau buku-buku yang menjadi sumber

Universitas Sumatera Utara

Page 27: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

14

metode penulisan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang

membangun dan apabila dikemudian hari ternyata penelitian ini melanggar asas-

asas keilmuan tersebut maka peneliti bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan

yang berlaku

F. Kerangka Teori & Konsep

1. Kerangka Teori

Teori sangat penting dalam proses penelitian karena teori digunakan

sebagai dasar penelitian dalam pencarian kebenaran suatu hukum. Teori yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori perjanjian dan dalam hal ini

teori perjanjian yang digunakan adalah perjanjian yang istilahnya digunakan

dalam Syariah Islam yang disebut dengan akad. Secara etimologi, aqad berarti:17

1. Ikatan, yaitu: ikatan antara ujung sesuatu (dua perkara), baik ikatan secara

nyata maupun ikatan secara abstrak, dari satu sisi atau dari dua sisi. Sedangkan

menurut M. Hasbi Ash-Shiddieqy dan Hendi Suhendi, aqad secara bahasa

adalah mengikat, yaitu mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah

satunya dengan yang lain, sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi

satu benda.

2. Sambungan, yaitu sambungan yang memegang kedua tepi itu dan

mengikatnya.

3. Janji sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Maidah [5]:1: “Hai orang-orang

yang beriman, penuhilah janji-janjimu.”

17Muhammad Firdaus, Sofiniha Ghufron, dkk (iii), Cara Mudah Memahami Akad-AkadSyariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), hal. 14

Universitas Sumatera Utara

Page 28: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

15

Di dalam akad juga dikenal dengan rukun akad. Terdapat perbedaan

pendapat dikalangan ulama terhadap rukun akad. Ulama Hanafiyah berpendapat

bahwa rukun aqad adalah ijab dan qabul. Sedangkan ulama lainnya berpendapat

bahwa aqad memiliki tiga rukun, yaitu:18

1. Aqid (orang yang berakad) terkadang masing-masing pihak terdiri dari seorang

saja, dan kadang kala dari beberapa orang.

2. Ma’qud Alaih (sesuatu yang diaqadkan) ma’qud’alaih atau mahallul aqdi

adalah benda yang menjadi objek akad, seperti benda-benda yang dijual dalam

akad bai’ (jual beli) yang dihibahkan dalam akad hibah, yang digadai dalam

akad rahn, dan lain-lain.

3. Shighat al-aqd, yaitu ijab dan qabul ucapan yang menunjukkan kehendak

kedua belah pihak.

Selain itu pula, terdapat pula unsur-unsur akad. Unsur-unsur akad adalah

sesuatu yang merupakan pembentukan adanya akad, yaitu:19

1. Shighat al-aqd, yaitu sesuatu yang disandarkan dari dua belah pihak yang

berakad yang menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya tentang

terjadinya suatu akad. Hal ini dapat diketahui dengan ucapan, perbuatan,

isyarat dan tulisan. Shighat tersebut disebut ijab dan qabul. Metode shighat

atau ijab qabul dalam akad dapat dilakukan dengan beberapa cara:

a. Akad dengan lafad (ucapan): akad dengan lafad yang dipakai untuk ijab dan

qabul harus jelas pengertiannya, harus bersesuaian antara ijab dan qabul,

dan shighat ijab dan qabul harus sungguh-sungguh atau tidak diucapkan

18Ibid, hal. 1519Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 29: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

16

secara ragu-ragu. Karenanya, apabila shighat al-‘aqad tidak menunjukkan

kesungguhan akad, maka menjadi tidak sah. Atas dasar inilah para fuqaha

berpendapat bahwa berjanji menjual belum merupakan akad penjualan, dan

orang yang berjanji itu tidak dapat dipaksa menjualnya.

b. Akad dengan tulisan; dibolehkan akad dengan tulisan, baik bagi mereka

yang mampu berbicara maupun tidak, dengan syarat tulisan tersebut harus

jelas, tampak dan dapat dipahami oleh kedua belah pihak. Sebab tulisan

sebagaimana dalam qaidah fiqhiyah, “tulisan bagai ucapan”. Ulama

Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa akad dengan tulisan adalah

sah jika kedua belah pihak yang berakad tidak hadir, namun jika yang akad

hadir, diperkenankan menggunakan tulisan, sebab tulisan tidak dibutuhkan.

c. Akad dengan perbuatan. Dalam akad terkadang tidak digunakan ucapan,

tetapi cukup dengan perbuatan yang menunjukkan saling meridhai. Hal ini

sangat umum terjadi pada zaman sekarang. Dalam menanggapi persoalan

ini, para ulama berbeda pendapat.

1) Ulama Hanafiyah dan Hanabillah membolehkan akad dengan perbuatan

terhadap barang-barang yang sudah sangat diketahui secara umum oleh

manusia. Jika belum diketahui secara umum, akad seprti itu dianggap

batal.

2) Mazhab Maliki membolehkan akad dengan perbuatan jika jelas

menunjukkan kerelaan, baik barang tersebut diketahui secara umum

maupun tidak, kecuali dalam pernikahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

17

3) Ulama Syafi’iyah, Syiah, dan Dzahiriyah berpendapat bahwa akad

dengan perbuatan tidak dibenarkan karena tidak ada petunjuk yang kuat

terhadap akad tersebut. Selain itu, keridhaan adalah sesuatu yang samar,

yang tidak dapat diketahui kecuali dengan ucapan.

Namun para ulama sepakat bahwa akad dalam pernikahan hanya dibolehkan

menggunakan ucapan. Begitu pula dalam talak dan ruju diutamakan dengan

tulisan dibandingkan dengan isyarat apabila tidak mampu berbicara.

d. Akad dengan isyarat. Bagi orang yang mampu berbicara tidak dibenarkan

akad dengan isyarat, melainkan harus dengan menggunakan lisan, tulisan

atau perbuatan. Adapun bagi mereka yang tidak dapat berbicara, boleh

menggunakan isyarat, tetapi jika mampu menulis dan bagus maka

dianjurkan atau lebih baik dengan tulisan.

2. Al-‘Aqid (pelaku), yaitu orang yang melakukan akad. Keberadaannya adalah

sangat penting sebab tidak dapat dikatakan akad jika tidak ada ‘aqid. Begitu

pula tidak akan terjadi ijab dan qabul tanpa adanya ‘aqid. Secara umum ‘aqid

disyaratkan harus ahli dan memiliki kemampuan untuk melakukan akad atau

mampu menjadi pengganti orang lain jika ia menjadi wakil. Ulama malikiyah

dan Hanafiyah mensyaratkan ‘aqid harus berakal, yakni sudah mumayyiz, anak

yang agak besar yang membicarakannya dan jawaban yang dilontarkan dapat

dipahami, serta berumur minimal 7 tahun. Oleh karena itu, dipandang tidak sah

suatu akad yang dilakukan oleh anak kecil yang belum mumayyiz, orang gila,

dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

18

3. Al-ma’qud alaih (mahal al-aqad) yaitu objek akad atau benda-benda yang

dijadikan akad, bentuknya tampak dan membekas. Barang tersebut dapat

berbentuk harta benda, seperti barang dagangan, benda bukan harta seperti

akad pernikahan dan dapat pula dalam bentuk suatu kemanfaatan seperti dalam

masalah upah mengupah dan lain-lain

Selain itu, terdapat beberapa syarat-syarat akad di dalam Islam, yaitu

syarat terjadinya akad (syuruth al-in`iqad), syarat sah akad (syuruth al-shihhah),

syarat pelaksanaan akad (syuruth an-nafidz), dan syarat kepastian hukum (syuruth

al-iltizam):20

1. Syarat terjadinya akad

Syarat terjadinya akad (kontrak), yaitu terbagi kepada syarat umum dan syarat

khusus. Yang termasuk syarat umum yaitu rukun-rukun yang harus ada pada

setiap akad, seperti orang yang berakad, objek akad, objek tersebut bermanfaat,

dan tidak dilarang oleh syara`. Yang dimaksud syarat khusus ialah syarat-

syarat yang harus ada pada sebagian akad dan tidak disyaratkan pada bagian

lainnya, seperti syarat harus adanya saksi pada akad nikah (`aqd al-jawaz) dan

keharusan penyerahan barang/objek akad pada al-`uqud al-`ainiyyah.21

2. Syarat sahnya akad

Al-Jahalah (Ketidakjelasan tentang harga, jenis dan spesifikasinya, waktu

pembayaran, atau lamanya opsi, dan penanggung atau penanggung jawab); Al-

Ikrah (Keterpaksaan); Attauqit (Pembatasan Waktu); Al-Gharar (Ada unsur

kemudharatan); dan Al-Syartu al-fasid (Syarat-syaratnya rusak, seperti

20Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012),hal. 40

21Ibid, hal. 41

Universitas Sumatera Utara

Page 32: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

19

pemberian syarat terhadap pembeli untuk menjual kembali barang yang

dibelinya tersebut kepada penjual dengan harga yang lebih murah).22

3. Syarat pelaksanaan akad

Syarat ini bermaksud berlangsungnya akad tidak tergantung pada izin orang

lain. Syarat berlakunya sebuah akad yaitu (1) adanya kepemilikan terhadap

barang atau adanya otoritas (al-wilayah) untuk mengadakan akad, baik secara

langsung ataupun perwakilan. (2) Pada barang atau jasa tersebut tidak terdapat

hak orang lain.23

4. Syarat kepastian hukum atau kekuatan hukum

Suatu akad baru mempunyai kekuatan mengikat apabila ia terbebas dari segala

macam hak khiyar. Khiyar adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk

melanjutkan atau membetalkan akad jual beli yang dilakukan.24

Teori lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kemaslahatan.

Teori kemaslahatan atau al-mashlahah dibagi tiga jenis; pertama, mashlahah

dharuriyah, yaitu kemaslahatan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini berkaitan dengan lima

kebutuhan pokok, yang disebut dengan al-mashalih al-khamsah, yaitu (1)

memelihara agama, (2) memelihara jiwa, (3) memelihara akal, (4) memelihara

keturunan, dan (5) memelihara harta.25

22Ibid23Hirsanuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Press, 2008),

hal. 9.24Ibid25Abu Ishaq al-Syathibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,

1973),hal. . 8-12

Universitas Sumatera Utara

Page 33: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

20

Kedua yaitu; mashlahah hajiyah merupakan segala sesuatu yang sangat

dihajatkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan menolak segala

halangan. Artinya, ketiadaan ancam eksis aspek hajiyat ini tidak akan sampai

menjadikan kehidupan manusia rusak melainkan hanya sekedar menimbulkan

kesulitan dan kesukaran saja. Prinsip utama aspek hajiyat ini adalah untuk

menghilangkan kesulitan, meringankan beban taklif dan memudahkan urusan

mereka. Maksudnya Islam menetapkan sejumlah ketentuan dalam beberapa

bidang mu’amalat dan uqubat (pidana).26

Ketiga, mashlahah hajiyah, yaitu kemaslahatan yang keberadaannya

dibutuhkan dalam menyempurnakan lima kemaslahatan pokok tersebut yang

berupa keringanan demi untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan dasar

(basic need) manusia. Misalnya, rukhshah berupa kebolehan berbuka puasa bagi

orang yang sedang musafir, kebutuhan terhadap makan untuk mempertahankan

kelangsungan hidup, menuntut ilmu untuk mengasah otak dan akal, berniaga

untuk mendapatkan harta. Semua ini disyari’atkan untuk mendukung pelaksanaan

kebutuhan lima pokok tersebut.27

Menurut Muhammad as-Said Ali Abd Rabuh, jika terjadi benturan dua

kemaslahatan seperti, antara mashlahah dharuriyah dengan hajiyah maka

daruriyah harus didahulukan. Sebab mashlahah dharuriyah menyangkut sektor

penting yang paling asasi dalam kehidupan yang tidak bisa ditawar-tawar.

Sangatlah memang penting dan dibutuhkan dan harus dipelihara tetapi jika tidak

dapat mewujudkan dalam kehidupan maka hanya menimbulkan kesulitan bagi

26Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal.123

27Ibid, hal. 164

Universitas Sumatera Utara

Page 34: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

21

manusia dan sampai pada rusaknya kehidupan, demikian juga halnya antara

mashlahah hajiyah dan tahsiniyah maka yang didahulukan adalah mashlahah

hajiyah. Sebab, mashlahah hajiyah menempati posisi yang paling tinggi dari pada

tahsiniyah, mashlahah tahsiniyah sifatnya untuk kesempurnaan dan pelengkap

saja serta tidak sampai merusak kehidupan jika ia tidak dapat diwujudkan,

menurut Ali al-Said Rabuh, dasar pertimbangan seperti ini tidak terdapat

perbedaan dikalangan ulama usut.28

Apabila teori kemaslahatan dihubungkan dengan tujuan penulisan maka

yang dapat dipahami adalah bagaiaman akad pembiayaan yang dilakukan antara

calon nasabah dengan pihak Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dapat

memberikan suatu kemanfaatan baik secara dunia dan akhirat bagi para

pelaksananya.

Terpeliharanya prinsip agama dalam pelaksanaan akad pembiayaan adalah

salah satu tujuan setiap muslim dan tidak dapat ditinggalkan oleh siapa pun. Oleh

karenanya kemudahan dalam setiap pelaksanaan akad pembiayaan juga dapat

dilakukan tanpa memberatkan-beratkan calon nasabah khususnya di Bank

Muamalat Cabang Medan Balai Kota.

2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep berfungsi menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan

konsep yang digunakan dalam penelitian ini agar secara operasional diperoleh

hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan berdasarkan

judul penelitian Analisis Hukum Perjanjian Pembiayaan Dengan Prinsip Al

28 Romli,SA,Muqaranah Mazahib Fil Usul (Jakarta:Gaya Media Pratama, 1999), hal. 161

Universitas Sumatera Utara

Page 35: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

22

Musyarakah Di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota, berikut penjelasan

konsepsional tersebut:

a. Akad atau perjanjian adalah kontrak yang mengikat antara dua belah pihak

dimana masing-masing pihak sepakat untuk melaksanakan kewajibannya

sesuai syariah Islam.29 Akad dibagi menjadi dua, yaitu akad tabarru’ dan akad

tijarah. Akad tabarru’ adalah akad yang semata-mata dilakukan untuk tolong-

menolong dan tidak memiliki orientasi keuntungan finansial (non-profit

oriented) sedangkan akat tijarah adalah transaksi murni yang berorientasi pada

keuntungan finansial (profit oriented)30

b. Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal

dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan

sendangkan kerugian berdasarkan kontribusi modal.31

c. Al-musyarakah mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang

kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang

disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya

d. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan

berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan

dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

29Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Transmedia, 2011) , hal.37

30Ibid31Siti Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013, hal.

158

Universitas Sumatera Utara

Page 36: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

23

e. Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah

Islam, yaitu mengedepankan keadilan, kemitraan, keterbukaan, dan

universalitas bagi seluruh kalangan.

f. Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi

kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit

g. Bank Muamalat Indonesia adalah bank umum pertama di Indonesia yang

menerapkan prinsip Syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya.

Didirikan pada tahun 1991, yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia

(MUI) dan Pemerintah Indonesia.

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisisnya kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam

terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan

atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.32

Suatu penelitian tidak dapat dikatakan penelitian apabila tidak memiliki

metode penelitian karena tujuan dari penelitian adalah untuk mengungkapkan

suatu kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten33 sebagaimana

penelitian hukum yang merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

32Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, cetakan ketigabelas, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 39

33Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum cetakan ke-3, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,2011), hal. 17

Universitas Sumatera Utara

Page 37: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

24

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang berguna untuk

menjawab isu hukum.34

1. Jenis dan Sifat Metode Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah

penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif atau disebut juga

penelitian kepustakaan adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.35 Sedangkan menurut Mukti

Fajar ND dan Yulianto Ahmad, penelitian hukum normatif memiliki arti sebagai

penelitian yang meletakkan hukum sebagai norma. Sistem norma yang dimaksud

adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari perundang-undangan, putusan

pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).36

Berdasarkan kegunaannya, jenis metode penelitian yuridis normatif berguna

untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya

mengenai suatu masalah tertentu dan juga dapat menjelaskan atau menerangkan

kepada orang lain apakah dan bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau

masalah yang tertentu.37

Sifat dari metode penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu

penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu

34Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum cetakan ke-2, (Jakarta: Kencana, 2006), hal.35

35Seorjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 13-14

36Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif danHukum Empiris, (Yogyakarta: Pusta Pelajar, 2010), hal. 34

37C. F. G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20,(Bandung: Penerbit Alumni, 1994), hal.140

Universitas Sumatera Utara

Page 38: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

25

peraturan hukum38 terkait dengan Analisis Hukum Perjanjian Pembiayaan

Dengan Prinsip Al Musyarakah Di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder

(secondary data). Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari

penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan

pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau

dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi.39

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi

atau risalah dalam pembuatan perudang-undangan dan putusan-putusan

hakim.40 Dalam penelitian ini yang menjadi data primer tersebut adalah Al-

Quran, Sunnah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2008 tentang Transaksi Syariah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, KUH

Perdata

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti; buku, skripsi, tesis, disertasi, hasil penelitian

lain yang relevan dengan penelitian, naskah akademik, pidato pengukuhan guru

besar

38Soerjono Seokanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press, 1986), hal 63.39Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,

(Bandung: Mandar Maju, 1995), hal. 6540Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit, hal. 141

Universitas Sumatera Utara

Page 39: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

26

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti; kamus hukum,

encyclopedia dan lain-lain.41

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian tesis ini menggunakan

studi lapangan yang memiliki arti bahwa data yang diperoleh melalui wawancara

ke beberapa informan yaitu staff legal Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota.

Keseluruhan data ini kemudian digunakan untuk mendapatkan landasan teoritis

berupa bahan hukum positif, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak

lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi.

4. Analisis Data

Pengolahan sumber bahan hukum hakikatnya kegiatan untuk mengadakan

sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat

klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan

pekerjaan penafsiran dan konstruksi.42

Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi,

sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami

dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan

kegiatan penelitian. Dengan demikian, teknik analisis data dapat diartikan sebagai

cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut

41Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jawa Timur:Bayumedia Publishing, 2008), hal.296.

42Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2003), hal. 195.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

27

menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan

mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang

berkaitan dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan deskripsi data

maupun untuk membuat induksi, atau menarik kesimpulan berdasarkan data yang

diperoleh.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

28

BAB II

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN

PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT

CABANG MEDAN BALAI KOTA

A. Pembiayaan Al-Musyarakah dan bentuknya di Bank Muamalat Cabang

Medan Balai Kota

1. Al-musyarakah mutanaqisah

Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha

pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha

baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam

manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat

membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat

meminta gaji/upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha

tersebut.43

Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad

musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih.

Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-

yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan

atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama

antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata

yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara

bertahap.44

43Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), hal.51

44M. Nadratuzzaman Hosen, “al-musyarakah mutanaqishah“ dalamhttp://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqishah_Nadratuzzaman.pdf. Diakses pada tanggal 25 Februari 2016

28

Universitas Sumatera Utara

Page 42: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

29

Di dalam musyarakah mutanaqishah terdapat unsur kerjasama (syirkah)

dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau

dana dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang

diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat

dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur

tersebut.45

Musyarakah mutanaqisah merupakan produk baru bank syariah dalam

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan ketentuan masing-masing pihak (nasabah

dan bank) mengeluarkan dana sebagai modal untuk membeli aset, kemudian

bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya

sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain

tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut. Musyarakah mutanaqisah

diatur di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 73/ DSN-MUI/ XI/ 2008

tentang Musyarakah Mutanaqisah.

Di dalam musyarakah mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana diatur

dalam Fatwa DSN Nomor 08/ DSN-MUI/ IV/ 2000 tentang pembiayaan

musyarakah yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, yaitu masing-

masing mitra memberikan modal berdasarkan kesepakatan Apabila memperoleh

keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati

pada saat akad. Apabila mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung

oleh masing-masing pihak sesuai proporsi modal.

45M. Nadratuzzaman Hosen, “al-musyarakah mutanaqishah“ dalamhttp://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqishah_Nadratuzzaman.pdf. Diakses pada tanggal 25 Februari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 43: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

30

Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk

kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset.

Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak

sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan

kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain.

Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada

pihak lain.

Adapun jenis dari Al-musyarakah ini dapat berbagai jenis dan salah

satunya adalah Al-musyarakah mutanaqisah. Secara khusus objek penelitian

dalam tesis ini adalah akad pembiayaan Al-musyarakah mutanaqisah, oleh karena

itu sebelum membahas lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembiayaan Al-

musyarakah mutanaqhisah ada baiknya untuk mengetahui Al-musyarakah

mutanaqisah terlebih dahulu.

Al-musyaraka/musyarakah mutanaqhisah adalah musyarakah atau syirkah

yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang

disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.46 Secara pelaksanaan

perjanjian atau akad, musyarakah mutanaqishah memiliki arti akad antara 2 (dua)

pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana

salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap. Akad

musyarakah mutanaqishah diterapkan pada pembiayaan proyek yang dibiayai

oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan lainnya dimana

46Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/200 tentang MusyarakahMutanaqisah

Universitas Sumatera Utara

Page 44: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

31

bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli oleh pihak lainnya dengan cara

mencicil. 47

Rukun dari akad musyarakah mutanaqishah yang harus dipenuhi dalam

transaksi ada beberapa, yaitu:48

a. Pelaku akad, yaitu para mitra usaha

b. Ojek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh)

c. Shighah, yaitu ijab dan qabul

Beberapa syarat pokok musyarakah mutanaqishah menurut M. Taqi

Usmani antara lain:49

a. Syarat akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk olehpara mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, maka otomatis 4(empat) syarat akad yaitu:1) Syarat berlakunya akad (in’qod)2) Syarat sahnya akad (shihah)3) Syarat terealisasikannya akad (nafadz)4) Syarat lazim juga harus dipenuhi. Misalnya para mitra usaha harus

memenuhi syarat pelaku akad (ahliyah dan wilayah), akad harusdilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya tekanan, penipuan,atau penggambaran yang keliru da sebagainya

b. Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan harusdipenuhi hal-hal sebagai berikut:1) Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus disepakati di

awal kontrak/akad. Jika proporsi belum ditetapkan, akad tidak sah menurutsyariah

2) Rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkansesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha dan tidakditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperolehkan untukmenetapkan lumsum untuk mitra tertentu atau tingkat keuntungan tertentuyang dikaitkan dengan modal investasinya.

c. Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntunganterdapat beberapa pendapat dari para ahli hukum Islam sebagai berikut:

47Bank Indonesia, Direktori SKIM Kredit Perbankan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun2013, (Kalimantan Tengah: Unit Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM-KpwBI Prov. Kalteng,2013) , hal. 203

48Ibid, hal. 5249M. Taqi Usmani, An Introduction to Islamic Finance, (Karachi: Idaratul Ma’arif, 1999),

hal. 34-37

Universitas Sumatera Utara

Page 45: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

32

1) Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungandibagi antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnyadalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan

2) Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbedadari proporsi modal yang mereka sertakan

3) Imam Abu Hanifah yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah,berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modalpada kondisi normal. Namun demikian, mitra yang memutuskan menjadisleeping partner, proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsimodalnya.

d. Pembagian kerugian. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa setiap mitramenanggung kerugian sesuai dengan porsi investasinya. Oleh karena itu, jikaseseorang mitra menyertakan 40 (empat puluh) persen kerugian , tidak lebih,tidak kurang. Apabila tidak demikian, akad musyarakah tidak sah

e. Sifat modal. Sebagian besar ahli hukum Islam berpendapat bahwa modal yangdiinvestasikann oleh setiap mitra harus dalam bentuk likuid. Hal ini berartibahwa setiap akad musyarakah hanya dapat dengan uang dan tidak dapatdengan komoditas. Dengan kata lain , bagian modal dari suatu perusahaanpatungan harus dalam bentuk moneter (uang). Tidak ada bagian modal yangberbentuk natura.

f. Manajemen musyarakah. Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitramempunyai hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk usahapatungan ini. Namun demikian, para mitra dapat pula sepakat bahwamanajemen perusahaan akan dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan mitralain tidak akan dilakukan oleh salah satu dari mereka dan mitra lain tidak akanmenjadi bagian manajemen dari musyarakah. Dalam kasus seperti ini sleepingpartners akan memperoleh bagian keuntungan sebatas investasinya, danproporsi keuntungannya hanya sebatas proporsi penyertaan modalnya.

g. Penghentian musyarakah. Musyarakah akan berakhir jika salah satu dariperistiwa berikut terjadi:1) Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah

menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini2) Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih berjalan,

kontrak dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan. Ahli warisnyamemiliki pilihan untuk menarik bagian modalnya atau meneruskan kontrakmusyarakah

3) Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak mampumelakukan transaksi komersial, maka kontrak musyarakah berakhir

h. Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha. Jika salah seorang mitra inginmengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain ingin tetap meneruskan usaha,maka hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama.

2. Bentuk perjanjian pembiayaan Al-Musyarakah mutanaqisah

Perjanjian merupakan dokumen penting dalam suatu pembiayaan. Dalam

perjanjian tersebut diatur segala hak dan kewajiban dari masing-masing pihak,

Universitas Sumatera Utara

Page 46: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

33

baik pihak penyedia dana maupun penerima dana. Apabila terjadi perbedaan

pendapat atau sengketa di antara para pihak di kemudian hari, maka perjanjian

akan dijadikan dasar dan rujukan bagi para pihak untuk menyelesaikan perbedaan

pendapat atau sengketa di antara mereka.

Akad musyarakah mutanaqisah merupakan akad baru dalam pembiayaan

kredit pemilikan rumah yang didukung dengan adanya Peraturan Bank Indonesia

Nomor 10/ 17/ PBI/ 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Bank Muamalat Indonesia sebagai pelopor bank syariah di Indonesia yang

beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil dengan salah satu produk unggulannya

yaitu pembiayaan hunian syariah.

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah penyediaan uang

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang setelah jangka waktu

tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang

Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran

Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah dalam penjelasan Pasal 3, musyarakah

adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan atau untuk

menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara

kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian

kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

34

PSAK 106 tentang musyarakah menyebutkan bahwa modal yang

ditanamkan tidak boleh ada jaminan. Namun, untuk mencegah mitra melakukan

kelalaian, maka diperbolehkan meminta jaminan dari mitra lain atau pihak ketiga.

Jaminan ini baru dapat dicairkan apabila terbukti salah satu mitra yang

bersangkutan melakukan suatu kesalahan. PSAK 106 paragraf 7 memberikan

beberapa contoh kesalahan yang disengaja yaitu: (a) pelanggaran terhadap akad;

antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan

operasional, atau (b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

Di dalam musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerjasama ( syirkah)

dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau

dana yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Berkaitan dengan syirkah,

keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad

syirkah, dan shighat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan

yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari pelaksanaan akad syirkah: (1) masing-

masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling

bekerjasama, (2) antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang

lain, dan (3) dalam pencampuran pokok modal merupakan pencampuran hak

masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut. Sementara sewa

merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain yang

berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi: penyewa (musta’jir)

dan yang menyewakan (mu’jir), shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee), dan

barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa

harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak. Ketentuan pokok yang terdapat

Universitas Sumatera Utara

Page 48: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

35

dalam musyarakah mutanaqisah merupakan ketentuan pokok kedua unsur

tersebut.50

Di dalam praktik perbankan di Indonesia, perjanjian pembiayaan yang

dibuat baik dengan akta notaris maupun akta di bawah tangan, pada umumnya

dibuat dengan bentuk perjanjian baku yaitu dengan cara kedua belah pihak (pihak

bank dan pihak nasabah) menandatangani suatu perjanjian yang sebelumnya telah

dipersiapkan isi atau klausula-klausulanya oleh bank dalam suatu formulir

tercetak. Perjanjian pembiayaan Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang

Medan Balai Kota pada prinsipnya adalah perjanjian baku yang sudah

dipersiapkan untuk nasabah. Perjanjian baku yang sudah dipersiapkan tersebut

adalah berbentuk akta karena melalui legalisasi dari seorang notaris atau sering

disebut dengan akta otentik. Tidak semua perjanjian pembiayaan Al-Musyarakah

di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota berbentuk akta karena bisa saja

perjanjian di bawah tangan tanpa harus ada legaisasi seorang notaris apabila

perjanjian tersebut tidak melebih nilai objek perjanjian sebesar Rp. 50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah).51

Perjanjian baku yang melalui legalisasi seorang notaris ataupun perjanjian

baku di bawah tangan terkait dengan perjanjian pembiayaan Al-musyarakah di

Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota adalah sama dengan melaksanakan

konsep perjanjian yang disusun tanpa membicarakan isinya kepada nasabah.

Perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk

50Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

51Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 49: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

36

memenuhi permintaan nasabah dengan tujuan mempersingkat waktu sehingga

perjanjian dapat terjadi dalam waktu yang singkat tanpa harus ada negosiasi

terlalu panjang antara pihak nasabah dengan bank.52

Selanjutnya, perjanjian pembiayaan Al-musyarakah Mutanaqisah di Bank

Muamalat Cabang Medan Balai Kota sudah sesuai dengan prinsip Islam.

Perjanjian merupakan kerjasama kongsi antara dua pihak dengan ketentuan bagian

dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya

sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain

tersebut akan menjadi pemilik penuh akad tersebut merupakan kerjasama kongsi

antara dua pihak dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan

secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan

pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh akad

tersebut. Kebenaran ini sesuai dengan pendapat ulama yang tertuang di dalam

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang

Musyarakah Mutanaqisah yang menyebutkan bahwa “Apabila salah satu dari dua

yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka

hukumnya boleh, karena sebenarnya ia membeli milik pihak lain”.

Selain itu akad pembiayaan hunia syariah (Musyarakah Mutanaqisah)

Nomor 01 tersebut juga sudah sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional

Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah dimana

terdapat:

52Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 50: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

37

1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/Syirkah dan Bai’

(jual-beli).

2. Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur

dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:

a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.

b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat

akad.

c. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal

3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji

untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik)

wajib membelinya.

4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai

kesepakatan.

5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada

syarik lainnya (nasabah).

Secara normatif dalam hukum Islam, perjanjian dibuat dengan secara

tertulis didasarkan pada Al-quran dan Hadist Nabi SAW. Hal ini sebagaimana

dijelaskan dalam Al-quran surah Al-baqarah Ayat 282 dan 283.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secaratunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Danhendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Danjanganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itumengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepadaAllah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau

Universitas Sumatera Utara

Page 51: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

38

dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkandengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan duaorang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupamaka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberiketerangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutangitu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikianitu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekatkepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecualijika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, makatidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlahapabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulitmenyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), maka Sesungguhnya hal ituadalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allahmengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”(QS Al-baqarah Ayat282).

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu`amalah tidak secara tunai)sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barangtanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagiankamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itumenunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada AllahTuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Danbarangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yangberdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” ”(QS Al-baqarah Ayat 283).

Sedangkan hadist Rasulullah SAW antara lain sebagai berikut:

Dari Ubadah Ibnu Shamit ra, bahwasannya Nabi Muhammad SAWbersabda: “sesungguhnya pertama kali yang diciptakan oleh Allah adalah al-Kalam dan atau pena. Allah memerintahkan kepada pena “tulislah”. Pena itubertanya: Ya Tuhan, apakah yang harus saya tuliskan? Allah menjawab:“tulislah segala sesuatu yang ada sampai datang hari kiamat” (H.R. Al-Baihaqi,Turmudzi dan Abu Dawud).

Berdasarkan ayat dan hadist di atas dapat dipahami bahwa setiap transaksi

yang dilakukan (tidak secara tunai) dianjurkan untuk ditulis. Anjuran penulisan

tersebut dimaksudkan untuk dijadikan sebagai alat buki pada suatu ketika terjadi

perselisihan yang diakibatkan oleh sifat lupa manusia akan isi perjanjian atau

karena kesengajaan satu pihak untuk berbuat curang kepada pihak lain. Perjanjian

pembiayaan Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota

Universitas Sumatera Utara

Page 52: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

39

diharuskan dibuat secara tertulis dan dilarang dengan tidak tertulis. Tujuan

dibuatnya perjanjian pembiayaan Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang

Medan Balai Kota adalah agar tidak tidak terjadinya kesalah pahaman atas jumlah

pinjaman yang dilakukan dan juga memberikan kepastian hukum bahwa memang

ada dilakukannya perjanjian pembiayaan.53

Selain dibuat secara tertulis, hal lain yang membuat perjanjian pembiayaan

Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota sudah sesuai

dengan prinsip Islam adalah sudah sesuai dengan rukun aqad selain dari ijab

qabul. Selain dari teknis yan sudah sesuai dengan prinsip Islam, mengenai isi

perjanjiannya juga tetap menjunjung tinggi atas adanya bagi hasil. Hal inilah salah

satu prinsip pembiayaan yang ada dengan menggunakan konsep Islam dengan

mengenyampingkan sistem bunga.54

Telah disebutkan sebelumnya bahwa tidak semua perjanjian pembiayaan

Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dilakukan dengan

menggunakan akta notaris tergantung dari nilai objek perjanjian. Namun apabila

perjanjian tersebut menggunakan akta notaris maka notaris atau melalui

perwakilan dari notaris mendatangi Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota

untuk melakukan pembacaan isi akta kepada kedua belah pihak (bank dan

nasabah). Apabila kedua belah pihak sepakat dengan isi perjanjian, maka kedua

53Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

54Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 53: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

40

belah pihak langsung menandatangani perjanjian sesuai kolom yang telah

dipersiapkan.55

Berikut susunan akta perjanjian yang ada di Bank Muamalat Cabang

Medan Balai Kota dengan Nomor Akta 1 yang dibuat pada tanggal 2 Desember

2015, antara lain sebagai berikut:

a. Judul (heading)

Judul suatu akta diberi nama sesuai dengan isinya. Dalam judul dapat

ditambahkan nomor perjanjian. Beberapa pihak berpendapat bahwa judul

tidaklah penting, hanya menunjukkan mengenai apa akta perjanjian tersebut

dibuat. Judul harus mencerminkan jenis fasilitas pembiayaan yang diberikan

oleh bank ke nasabahnya secara singkat dan jelas, misalnya perjanjian

pembiayaan bagi hasil, perjanjian jual beli dan sebagainya. Di dalam bagian

ini, judul atau heading dimulai dengan tulisan basmallah

“BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM” kemudian disambung di bawahnya

arti dari basmallah tersebut “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan

Penyayang”. Setelah itu dilanjutkan dengan tulisan di bawahnya “AKAD

PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH” dan selanjutnya di bawahnya lagi

dengan tulisan “(MUSYARAKAH MUTANAQISAH)” setelah itu nomor akta

“Nomor: 01”.

b. Pembukaan (opening)

Setelah judul, kemudian diawali dengan pembukaan yang merupakan kalimat

permulaan dari suatu akta atau disebut juga dengan istilah kepala akta. Dalam

55Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 54: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

41

hal suatu perjanjian pembiayaan dibuat secara notaril, kepala akta ini biasanya

berbumyi “pada hari ini...hadir dihadapan saya...”. Di dalam bagian ini,

diawali dengan arti ayat suci Al-quran, Surat Al-maidah: 27 “Hai orang-orang

yang beriman, janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang

dipercayakan kepada kamu sedang kamu mengetahui”. Selanjutnya dijelaskan

mengenai hari beserta tanggal bahkan jam dibuatnya akad tersebut. Setelah itu

di bawahnya dituliskan dengan “Berhadapan dengan saya..”.Bunyi tersebut

menjelaskan kedudukan si notaris sendiri.

c. Komparisi para pihak

Komparisi merupakan bagian dari suatu akta yang menyebutkan identitas,yaitu

nama lengkap, pekerjaan atau jabatan dan tempat tinggal para pihak yang

membuat perjanjian. Di dalam ini disebutkan dasar kewenangan para pihak

sehingga yang bersangkutan berhak melakukan perbuatan hukum sebagaimana

dinyatakan dalam akta. Di dalam bagian ini, komparisi para pihak diletakkan

untuk mejelasakan para pihak yang akan membuat akad pembiayaan tersebut.

Indetitas badan hukum, Bank Mumalat Cabang Medan Balai Kota dalam hal

ini sebagai pihak Bank, dan selanjutnya pengguna dana yang dalam hal ini

disebut sebagai nasabah.

d. Prameisse (recitals)

Prameisse adalah keterangan atau pernyataan pendahuluan yang merupakan

dasar atau pokok masalah yang akan diatur dalam suatu perjanjian guna

memudahkan pengertian apa yang dimaksud dengan dibuatnya akta perjanjian

Universitas Sumatera Utara

Page 55: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

42

tersebut. Disebut juga sebagai suatu pernyataan yang merupakan pertimbangan,

latar belakang, dasar-dasar mengapa sampai lahir suatu perikatan.

e. Isi perjanjian berupa ketentuan dan persyaratan (terms and conditions)

Pada bagian ini, para pihak mencantumkan segala hal atau isi pokok-pokok

klausul yang dianggap perlu yang merupakan kehendak mereka. Dalam

klausul-klausul ini dicantumkan secara detail mengenai objek perjanjian, hak

dan kewajiban para pihak, serta uraian secara lengkap mengenai prestasi

f. Penutup

Bagian penutup ini merupakan bagian dari perjanjian pembiayaan yang

memuat hal-hal di luar perjanjian, antara lain mengenai pilihan domisili;

tempat dan tanggal perjanjian ditandatangani tanggal mulai berlakunya

perjanjian, jumlah atau rangkap yang diperlukan dan bermeterai cukup

g. Penandatanganan

Pada bagian ini dibubuhkan tanda tangan para pihak atau yang mewakili serta

tanda tangan para saksi. Biasanya terdiri dari 2 (dua) orang.

Di dalam menuangkan materi atau substansi yang dikehendaki oleh para

pihak dalam akta perjanjian, ada beberapa hal yang lazimnya ditambahkan dalam

bagian isi perjanjian, demi kepentingan hukum dan mencegah timbulnya keragu-

raguan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Berikut akan dijelaskan mengenai

beberapa klausul penting yang dimuat dalam suatu perjanjian pembiayaan.

Berikut isi akad pembiayaan hunian syariah (musyarakah mutanaqisah) Nomor 1

tertanggal 2 Desember 2015:

a. Jumlah pembiayaan dan self financing

Universitas Sumatera Utara

Page 56: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

43

Jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada penerima pembiayaan

pada dasarnya tidak terbatas. Berapa jumlah yang akan diberikan oleh bank

tergantung pada kebutuhan dan kelayakan dari usaha yang akan dibiayai serta

kemampun bank itu sendiri. Di samping itu, penentuan jumlah pembiayaan

juga biasanya didasarkan pada jumlah dana yang disediakan sendiri (self

financing) oleh penerima pembiayaan.

b. Jangka waktu pembiayaan

Sebagaimana lazimnya setiap perjanjian pembiayaan selalu ditentukan batas

waktu bagi yang berutang atau penerima pembiayaan kapan harus

mengembalikan pembiayaan/modal yang diterima tersebut. Di dalam

perjanjian pembiayaan selalu ada klausul yang membatasi jangka waktu

pembiayaan yang harus dilunasi. Apabila sampai waktu tersebut, ternyata

penerima pembiayaan tidak dapat melunasi pembiayaannya maka menerima

pembiayaan berada dalan kategori khianat atau wanprestasi/ingkar janji (in

default).

c. Tujuan penggunaan pembiayaan

Suatu lazim untuk mencantumkan suatu klausul di dalam perjanjian

pembiayaan yang menentukan untuk tujuan apa pembiayaan itu diberikan. Di

dalam fiqh ditegaskan bahwa pembiayaan dapat dianggap tidak sah apabila

tujuan penggunaan pembiayaan berbeda. Sebab hal ini berkaitan dengan

maksud diadakannya suatu akad. Bahkan tujuan akad merupakan satu bagian

yang harus dipenuhi menurut sebagian ulama.

d. Mata uang pembiayaan dan angsurannya

Universitas Sumatera Utara

Page 57: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

44

Penyediaan dana ditentukan dalam suatu mata uang atau sejumlah mata

uang. Apabila dana tersebut harus disediakan dalam lebih dari satu mata

uang, maka mata uang tersebut harus ditentukan secara spesifik. Harus dibuat

klausul yang jelas untuk memastikan bahwa mata uang pelunasan atau

pembiayaan itu sama dengan mata uang yang diberikan/disalurkan.

e. Keuntungan (margin) dan bagi hasil

Sesuai dengan karakteristik produknya, transaksi yang didasarkan kepada jual

beli dan sewa, bank melakukan penetapan margin/keuntungan dari harga jual

sejumlah tertentu dengan mempertimbangkan keuntungan yang akan diambil,

biaya-biaya yang ditanggung termasuk antisipasi timbulnya kemacetan dan

jangka waktu pengembalian. Pada penentuan margin pada dasarnya bersifat

pasti sesuai dengan jangka waktu pembayaran. Hal ini harus dapat diprediksi

oleh analisis perbankan syariah.

f. Asuransi barang agunan dengan syarat banking clause

Klausul ini memuat pernyataan bahwa barang agunan yang insurable wajib

ditutup asuransi dengan syarat banker’s clause oleh nasabah debitur pada

asuransi yang disetujui oleh bank dan biaya premi asuransi atas beban

nasabah debitur. Dengan adanya syarat banker’s clause, maka apabila terjadi

resiko maka bank berhak menerima hasil klaim untuk diperhitungkan dengan

saldo pembiayaan nasabah debitur.

g. Event of default atau trigger clause

Klausul ini menentukan suatu peristiwa yang apabila terjadi memberikan hak

kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian pembiayaan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 58: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

45

untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh outstanding pembiayaan.

Klausul ini juga disebut sebagai klausul percepatan (acceleration clause).

Walaupun demikian, penerapan klausul ini agar diperhatikan jangan sampai

terjadi ketidakadilan bagi nasabah.

h. Pemberian kuasa kepada bank

Klausul ini memberikan hak kepada bank untuk mendebet rekening giro dan

atau rekening pembiayaan nasabah debitur berkenaan dengan kewajiban

nasabah debitur , misalnya menyangkut tentang margin, imbalan atau bagi

hasil, denda, biaya asuransi dan ongkos-ongkos lainnya berkenaan dengan

pembiayaan yang diberikan.

i. Conditions precedent atau predisbursment

Conditions precedent adalah syarat-syarat tangguh yaitu syarat yang harus

dipenuhi terlebih dahulu oleh penerima pembiayaan sebelum penerima

pembiayaan dapat mencairkan/menarik atau menggunakan dana dari bank

tersebut. Conditions precedent ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa

perjanjian pembiayaan adalah suatu perjanjian hukum yang sah dan dapat

dipastikan bila terjadi sengketa dan penerima pembiayaan mempunyai

kekuasaan dan otoritas untuk mengadakan pembiayaan dimaksud.

j. Representation and warranties

Representation and warranties adalah merupakan klausul yang berisi

pernyataan-pernyataan nasabah debitur mengenai fakta-fakta yang

menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah

debitur pada waktu pembiayaan diberikan yang akan menjadi asumsi-asumsi

Universitas Sumatera Utara

Page 59: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

46

bagi bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan pembiayaan

tersebut.

k. Convenant

Convenant adalah suatu persetujuan atau janji oleh penerima pembiayaan

dalam suatu pembiayaan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-

tindakan tertentu. Suatu convenant yang menentukan tindakan-tindakan yang

harus dilakukan disebut positive atau affirmative convenant, sedangkan

convenant yang menentukan tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan

disebut negative convenant.

l. Penyelesaian perselisihan

Klausul ini lazimnya dinyatakan bahwa apabila terdapat perselisihan dalam

pelaksanaan perjanjian akan diselesaikan terlebih dahulu secara musyawarah

dan mufakat. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah tersebut

maka sengketa diselesaikan elalui arbitrase atau badan peradilan.

m. Pilihan hukum dan kewenangan

Untuk memperoleh kepastian bagi para pihak dari perjanjian yang dibuat,

para pihak dapat menentukan pilihan sistem hukum yang akan digunakan.

Apabila tidak dicantumkan sistem hukum terutama ketika perjanjian dibuat

dengan orang atau pihak luar negeri, maka bila terjadi sengketa yang

berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian pembiayaan tersebut, ada

kemungkinan dapat diterapkan sejumlah sistem hukum.

Bentuk perjanjian yang dibentuk dalam suatu akta notaris merupakan salah

satu cara dalam memberikan keabsahan suatu perikatan yang dibuat antara

Universitas Sumatera Utara

Page 60: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

47

kreditur dan debitur. Contoh perjanjian di atas merupakan bentuk formal yang

dibuat oleh beberapa notaris terhadap perikatan antara debitur dengan kreditur

secara umum dalam perbankan syariah.

Tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh apabila dibandingkan dengan

akta notaris yang dilakukan perbankan konvensional dimana perjanjian tetap

meletakkan para pihak yang melakukan perjanjian, jumlah biaya yang dipinjam,

jangka waktu pengembalian pinjaman, penyelesaian perselisihan dan pilihan

hukum dalam menyelesaikan perselisihan.

B. Pelaksanaan Pembiayaan dengan Prinsip Al Musyarakah di Bank

Muamalat Cabang Medan Balai Kota

Setiap bank tentu saja tidak akan gegabah untuk memberikan fasilitas

pembiayaan, karena dana yang digunakan untuk pembiayaan adalah dana

masyarakat juga. Ada beberapa persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi

oleh pemohon. Belum lagi hal-hal teknis lainnya terkait persetujuan pembiayaan,

seperti analisis kelayakan usaha yang bisa dibuktikan melalui laporan keuangan,

dan adanya jaminan aset yang nilainya bisa menutup nilai pembiayaan yang

diberikan. Kondisi demikian bagi kebanyakan masyarakat awam dirasakan cukup

menyulitkan.56

Pada dasarnya ketentuan dan syarat yang berlaku di bank adalah sama,

baik bank syariah maupun bank konvensional. Ketentuan umum yang berlaku di

bank untuk dapat diberikan pembiayaan adalah feasible dan bankable. Feasible

artinya layak dibiayai atau mampu membayar kewajiban atas pembiayaan yang

56Yusak Laksaman, Tanya Jawab: Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan di BankSyariah, (Jakarta: PT. Elex Media Kompurindo, 2009), hal. 5

Universitas Sumatera Utara

Page 61: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

48

diterima. Bankable artiya memenuhi syarat teknis perbankan, yaitu hal-hal teknis

yang disyaratkan oleh bank seperti adanya legalitas usaha, usaha yang ada telah

berjalan baik minimal 2 (dua) tahun dan adanya aset yang bisa dijadikan agunan.

Oleh karenanya ketentuan feasible dan bankable menjadi penting untuk

dipahami.57

Tahap pertama yang dapat dilakukan oleh calon nasabah adalah dengan

mengajukan permohonan pembiayaan ke marketing financing Bank Muamalat

Cabang Medan Balai Kota. Pegawai Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota

akan menanyakan kembali pilihan produk yang diinginkan calon nasabah tersebut

dan dalam hal ini salah satu contoh produk yang dipilih adalah pembiayaan

dengan prinsip Al-musyarakah mutanaqishah. Adapun bentuk permohonan

tersebut adalah:58

a. Surat permohonan pembiayaan dari manajemen/pengurus

b. NPWP institusi yang masih berlaku

c. Legalitas pendirian dan perubahannya (jika ada) dan pengesahannya

d. Izin-izin usaha : SIUP, TDP, SKD, SITU, dan lainnya (jika dibutuhkan) yang

masih berlaku

e. Fotocopy pengurus/manajemen

f. Fotocopy dokumen bangunan yang akan dibeli: SHM/SHGB, IMB dan denah

bangunan

g. Fotocopy dokumen-dokumen perizinan properti atau pembangunan properti

57Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

58Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 62: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

49

Permohonan tersebut di atas juga harus disertai dengan syarat administratif

lainnya yang secara detail akan dijelaskan di bawah ini:59

a. Dokumen keuangan

1) Perorangan karyawan: slip gaji dan kopi rekening bank. Dokumen ini juga

dapat berbentuk dokumen standing instruction yaitu surat kuasa karyawan

kepada perusahaan untuk melakukan pembayaran gaji

2) Badan usaha dan perorangan swasta: laporan keuangan 2 (dua) tahun

terakhir atau bukti pembukuan pendapatan usaha dan kopi rekening bank

b. Dokumen agunan

1) Agunan berupa rumah: copy sertifikat, IMB (Izin Mendirikan Bangunan)

dan PBB (Pajak Bumi & Bangunan) terbaru.

2) Agunan berupa kendaraan bermotor: copy BPKB, STNK, faktur kendaraan,

gesekan nomor mesin dan rangka dan kuitansi kosong 3 (tiga) lembar (1

bermeterai) yang ditandatangani oleh nama yang tercantum dalam BPKB.

Pegawai Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota juga akan

menjelaskan status subjek hukum di dalam perikatan kepada nasabah, karena

status subjek hukum akan menentukan aspek legal yang harus dipenuhi ketika

mengajukan pembiayaan di bank. Status subjek hukum pembiayaan tersebut

dibagi 2 (dua), yaitu:60

a. Perorangan

59Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

60Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 63: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

50

Yakni individu/pribadi yang mampu dan cakap untuk melakukan tindakan

hukum yang telah ditentukan undang-undang dan/atau peraturan yang berlaku.

Umumnya bank mensyaratkan pemohon berusia 21-55

b. Badan usaha

Yakni badan-badan, perkumpulan atau persekutuan di dalam hukum yang

dapat memiliki hak dan kewajiban. Badan usaha tersebut dapat berbentuk suatu

badan hukum atau bukan badan hukum. Untuk dapat dikatakan berbadan

hukum maka suatu lembaga terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan yang

telah ditentukan undang-undang seperti PT (Perseroan Terbatas), Koperasi,

Yayasan, dan Perusahaan Daerah.

Setelah permohonan diajukan, pegawai di marketing financing tersebut

akan menyesuaikan dengan prinsip 5 C terhadap calon nasabah tersebut, yaitu:61

a. Character, yakni karakter atau watak pemohon. Merupakan penilaian terhadap

individu-individu sejauh mana dapat mengemban amanah pembiayaan dari

bank

b. Capacity, yakni penilaian mengenai kemampuan pemohon dalam menjalankan

usaha dan menghasilkan keuntungan dan pada akhirnya mampu membayar

kewajiban kepada bank

c. Capital, yakni penilaian terhadap permodalan usaha yang dijalankan, termasuk

juga penilaian atas aspek keuangan pemohon

61Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 64: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

51

d. Condition, yakni penilaian terhadap kondisi umum yang mempengaruhi

kegiatan usaha seperti kondisi pasar, persaingan dagang, peraturan pemerintah,

peraturan negara lain terkait eskpor-impor dan sebagainya

e. Collateral, yakni penilaian atas aspek jaminan yang diperlukan untuk meng-

cover pembiayaan yang diberikan bank

Bank Muamalat tidak membatasi pemohon pembiayaan, siapa saja dapat

mengajukan permohonan pembiayaan sepanjang memenuhi persyaratan dan

ketentuan yang ada. Bank Muamalat beroperasi berdasarkan prinsip keadilan,

keterbukaan dan universalitas untuk semua kalangan, tanpa membeda-bedakan

latar belakang pribadi seseorang dan keyakinan. Akan tetapi terkait dengan

plafond yang dapat diberikan kepada calon nasabah, Bank Muamalat Cabang

Medan Balai Kota memberikan batasa plafond sebesar Rp. 50 Miliar (lima puluh

miliar rupiah).62

Adapun pembiayaan Al-musyarakah mutanaqishah ini dapat dilakukan

dengan jangka waktu 10 (sepuluh tahun). Terdapat pula pilihan angsuran tetap

hingga lunas atau kesempatan angsuran yang lebih ringan. Pembiayaan Al-

musyarakah mutanaqishah juga dapat digunakan untuk:63

a. Pembelian dan pembangunan properti untuk bisnis seperti rumah, ruko, rukan,

kios, gedung baru maupun bekas

b. Take over KPR, pembiayaan sejenis dari bank lain

62Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

63Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 65: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

52

Di saat yang bersamaan pula, pegawai tersebut juga akan melakukan

verfikasi nasabah dan jaminan. Verfikasi tersebut dilakukan dalam bentuk BI

checking yang mana bagian dari karakteristik calon nasabah. Verifikasi juga

dilakukan terhadap jaminan yang diajukan oleh calon nasabah, hal ini bertujuan

untuk melihat apakah jaminan dapat meng-cover plafond pembiayaan yang

diajukan oleh si calon nasabah.

Berikut ini adalah tabel ikhtisar dokumen umum dipersyaratkan oleh Bank

Muamalat Cabang Medan Balai Kota:64

Legalitas Usaha

1 KTP (Perorangan: KTP suamu dan Istri, Badan Usaha: KTP Pengurus)

2 Surat nikah (perorangan)

3 Kartu keluarga (perorangan)

4 Curricuum vitae pengurus perusahaan (badan usaha)

5 Berita acara susunan pengurus (badan usaha)

6 Surat keterangan bekerja (perorangan)

7 Surat izin praktik (perorangan profesional, sperti dokter, notaris,

pengacara)

8 Akta pendirian dan perubahan (badan usaha)

9 Pengesahan akta pendirian ( PT: pengesahan oleh Depkumahm, CV:

pengesahan oleh pengadilan negeri setempat, koperasi: pengesahan oleh

dinas koperasi setempat

10 NPWP-Nomor Pokok Waji Pajak (perorangan dan Badan Usaha)

64Hasil wawancara dengan Legal Staf, Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Tabel IPersyaratan Dokumen

Universitas Sumatera Utara

Page 66: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

53

11 SIUP – Surat Izin Usaha Perdagangan (Perorangan dan Badan Usaha)

12 TDP – Tanda Daftar Perusahaan (Perorangan dan Badan Usaha)

13 SITU – (Surat Izin Tempat Usaha) (Perorangan dan Badan Usaha)

14 SIUI (surat izin usaha industri ) (perorangan dan Badan Usaha)

15 TDI (Tanda Daftar Industri) (Perorangan dan Badan Usaha)

16 Surat Izin Gangguan – HO (Perorangan dan Badan Usaha)

17 RAT (Rapat Anggota Tahunan) (Badan Hukum Koperasi)

18 Penilaian Kesehatan Koperasi (Badan Hukum Koperasi)

19 Surat Keterangan Domisili (Perorangan dan Badan Usaha)

20 Izin Prinsip (Perorangan dan Badan Usaha)

Persyaratan dokumen di atas merupakan dasar utama dari Bank Muamalat

Cabang Medan Balai Kota untuk melihat kelengkapan identitas calon nasabah

yang akan mengajukan pembiayaan. Baik perorangan maupun badan usaha

sangatlah penting untuk mengetahui identitas lebih jauh dan detail identitas calon

nasabah seperti dimana calon nasabah bertempat tinggal, tanggal berapa

dilahirkan, kartu keluarga sebagai pengetahuan silsilah calon nasabah ataupun

buku nikah apabila si calon nasabah sudah menikah. Atau bagi badan usaha untuk

melihat apakah badan usaha tersebut memiliki izin pendirian, izin usaha dan

lainnya terkait dengan legalitas pendirian badan usaha. Bank Muamalat Cabang

Medan Balai Kota tidaklah mungkin memberikan pembiayaan kepada badan

usaha yang tidak memiliki izin usaha atau memang sama sekali tidak pernah

Sumber: Bank Muamalat

Universitas Sumatera Utara

Page 67: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

54

didirikan, oleh karena itu sangatlah penting untuk melihat dokumen sesuai dengan

tabel di atas.

Data Keuangan Pemohon

1 Slip gaji (perorangan karyawan)

2 Copy rekening bank 3 (tiga) bulan terkahir

3 Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir

4 SSP/SPPT

5 Nota/kuitansi/faktur lainnya

Setelah melengkapi dokumen seperti tabel II, maka selanjutnya calon

nasabah diharuskan melengkapi dokumen data keuangan. Pembiayaan tidaklah

mungkin mengindahkan mengenai keterangan data keuangan pemohon. Data ini

bertujuan untuk melihat kesanggupan pemohon dalam mengembalikan pinjaman

dari bank, hal ini berkaitan dengan besar kecilnya pinjaman yang akan diberikan

kepada pemohon

Dokumen Pendukung Lainnya

1 Company profile

2 Daftar nama, alamat, telepon supplier

3 Daftar nama, alamat, telepon pelanggan

4 Hak paten cap/merek dagang

5 Pola usaha/produksi

6 Spesifikasi barang dan jasa yang dihasilkan

Sumber: Bank Muamalat

Tabel IIData Keuangan Pemohon

Sumber: Bank Muamalat

Tabel IIIDokumen Pendukung

Sumber: Bank Muamalat

Universitas Sumatera Utara

Page 68: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

55

Pada tabel III di atas adalah data pendukung yang diberikan pemohon

kepada bank. Walaupun data pendukung, namun data ini tetap harus dilengkapi

dan tidak dapat diindahkan. Data ini hanya dilakukan oleh pemohon dalam bentuk

badan usaha bukan untuk perseorangan.

Dokumen-dokumen di atas merupakan bagian kelengkapan yang harus

dilakukan calon nasabah demi mendapatkan kemudahan dalam pembiayaan dari

bank. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai salah satu dari bentuk syarat

utama yang tidak dapat ditinggalkan karena salah satu dari kehati-hatian bank

dalam melihat data profil calon nasabah dalam melakukan peminjaman.

Setelah permohonan calon nasabah disetujui, maka tahap selanjutnya

adalah penandatanganan akad. Adapun akad tersebut adalah berbentuk notaril dan

ini merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh Bank Muamalat. Setiap

pembiayaan Al-musyarakah selalu dilakukan di depan pejabat notaris. Akad yang

dibuat dengan akta notaris tersebut sebelumnya dilakukan dengan beberapa

langkah tertentu, yaitu:65

a. Notaris membacakan akta tersebut di depan para pihak-pihak dan para saksi

b. Notaris menjelaskan hal-hal yang mana para pihak tidak mengerti mengenai isi

substansi minuta

c. Setelah kedua langkah tersebut di atas dilakukan, maka para pihak

menandatangani akta tersebut

Terkait dengan tahapan-tahapan di atas, hal tersebut sesuai dengan apa

yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

65Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 69: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

56

Notaris, yaitu yang salah satunya menyebutkan bahwa membacakan Akta di

hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pelaksanaan

perjanjian pembiyaan Al-Musyarakah Mutanaqishah di Bank Muamalat Cabang

Medan Balai Kota sudah sesuai dengan prinsip syariah Islam. Hal ini juga sejalan

dengan penjelasan dari M. Nadratuzzaman Hosen berdasarkan ilustrasi

pelaksanaan pembiayaan al-musyarakah mutanaqishah di perbankan syari’ah:

a. Negosiasi Angsuran dan Sewa

b. Akad/kontrak Kerjasama

c. Beli barang (Bank/nasabah)

d. Mendapat Berkas dan Dokumen

e. Nasabah Membayar Angsuran dan Sewa

f. Bank Syariah Menyerahkan Hak Kepemilikannya

Skema I

Alur Pembiayaan Al-

Musyarakah Mutanaqishah

Sumber: www.ekonomisyariah.org

Universitas Sumatera Utara

Page 70: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

57

Tahapan dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah untuk pengadaan

suatu barang, adalah:66

a. Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk menjadi mitra dalampembiayaan/pembelian suatu barang yang dibutuhkan nasabah denganmenjelaskan data nasabah, diantaranya berkaitan dengan pendapatan per bulannasabah, sumber pengembalian dana untuk pelunasan kewajiban nasabah, sertamanfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang tersebut. Pengajuanpermohonan dilengkapi dengan persyaratan administratif pengajuanpembiayaan yang berlaku pada masing-masing bank dan yang telah ditentukandalam pembiayaan syariah.

b. Petugas bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan barangtersebut secara kualitatif maupun kuantitatif.

c. Apabila permohonan nasabah layak disetujui oleh komite pembiayaan, makabank menerbitkan surat persetujuan pembiayaan (offering letter) yangdidalamnya antara lain:1) Spesifikasi barang yang disepakati;2) Harga barang;3) Jumlah dana bank dan dana nasabah yang disertakan;4) Jangka waktu pelunasan pembiayaan;5) Cara pelunasan (model angsuran);6) Besarnya angsuran dan biaya sewa yang dibebankan nasabah.

d. Apabila nasabah menyetujui persyaratan yang dicantumkan dalam offeringletter tersebut, maka pihak bank dan/atau nasabah dapat menghubungidistributor/agen untuk ketersediaan barang tersebut sesuai denganspesifikasinya.

e. Dilakukan akad musyarakah mutanaqishah antara bank dan nasabah yangmemuat persyaratan penyertaan modal (kemitraan), persyaratan sewa menyewadan sekaligus pengikatan jaminan berupa barang yang diperjualbelikan tersebutserta jaminan tambahan lainnya.

Pelaksanaan al-musyarakah mutanaqishah ini dapat dilihat pada hubungan

antara bank dengan nasabahnya. Hubungan antara bank syariah dengan

nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan

kemitraan antara penyandang dana (shahib al-mal) dengan pengelola dana

(mudharib). Sedangkan pada bank konvensional, para pemilik dana tertarik untuk

menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian

66M. Nadratuzzaman Hosen, “al-musyarakah mutanaqishah“ dalamhttp://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqishah_Nadratuzzaman.pdf. Diakses pada tanggal 25 Februari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 71: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

58

pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang memerlukan dana

berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa:

1. Bank syariah melakukan investasi-investasi yang halal saja (sesuai syariat

agama)

2. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran dan

kebahagiaan dunia akhirat

3. Berdasarkan prinsip bagi hasil yang telah disepakati kedua belah pihak,

dimana:

a. Besarnya disepakati pada waktu akad dengan berpedoman kepada

kemungkinan untung rugi

b. Besar rasio didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

c. Rasio tidak berubah selama akad masih berlaku

d. Kerugian ditanggung bersama

e. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan

4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.

5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan

Pengawas Syariah

Sedangkan di dalam bank konvensional:

1. Investasi ke semua bidang usaha sesuai dengan persyaratan yang sudah

ditetapkan

2. Profit oriented (berorientasi pada keuntungan)

3. Memakai prosedur bunga pinjaman, sesuai kesepakatan yang diantaranya:

Universitas Sumatera Utara

Page 72: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

59

a. Besarnya disepakati pada waktu akad dengan asumsi akan selalu untung

b. Besarnya persentase didasarkan pada jumlah modal yang dipinjamkan

c. Bunga dapat mengambang dan besarnya naik turun

d. Pembayaran bunga besarnya tetap tanpa pertimbangan untung rugi

e. Jumlah bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan meningkat

f. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur.

g. Tidak terdapat dewan sejenis Dewan Pengawas Syariah

Selain itu ada beberapa perbedaan dasar seperti; dalam bank syariah, bisnis

dan usaha yang dibiayai tidak terlepas dari saringan syariah agama, yakni usaha

yang di dalam menajalankan usahanya sesuai dengan syariah agama dan

perbedaan lainnya secara organisasi, bank syariah dan bank konvensional secara

umum itu sama. Perbedaannya hanya satu, bank syariah memiliki Dewan

Pengawas Syariah, sedangkan bank konvensional tidak.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

60

BAB III

HAMBATAN YANG DIHADAPI BANK MUAMALAT

CABANG MEDAN BALAI KOTA DALAM PELAKSANAAN

PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP AL-MUSYARAKAH

A. Hambatan dalam Pelaksanaan Pembiayaan Al-musyarakah

1. Hambatan internal

a. Bank melakukan analisis pembiayaan yang tidak lengkap

Rendahnya kecermatan serta analisis perbankan saat pengajuan

permohonan pembiayaan, mengakibatkan rendahnya mutu analisis. Analisis

pembiayaan dilakukan berdasarkan laporan keuangan yang meliputi neraca rugi

laba, sumber dan pengguanaan dana. Laporan keuangan biasanya diminta oleh

bank dalam beberapa periode terakhir untuk melihat perkembangan dan kemajuan

usaha nasabah. Berdasarkan laporan keuangan tersebut akan dianalisis

pembiayaan dapat menentukan rasio-rasio yang sangat prinsip harus dihitung

demi perhitungan kemampuan nasabah. Rasio-rasio yang telah disebutkan di atas

antara lain:67

1) Liquidity ratio, untuk mengukur kemampuan memenuhi kewajiban jangka

pendek yang terdiri dari:

a) Current ratio, untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajiban atau hutang jangka pendeknya. Semakin tinggi, maka semakin

likid perusahaan tersebut

67Hasil wawancara dengan Legal Staf, Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

60

Universitas Sumatera Utara

Page 74: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

61

b) Quick ratio, untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajiban jangka pendek dari quick asset-nya dan untuk melihat kualitas

dari aktiva lancarnya. Semakin tinggi persentasenya semakin likid

c) Net working capital ratio, untuk mengukur peranan sumber jangka panjang

yang terikat pada aktiva. Semakin tinggi prosentasenya semakin banyak

sumber jangka panjang yang tertanam pada aktiva lancar dan perusahaan

tersebut semakin likid.

2) Leverage ratio, untuk mengukur peranan dan pengaruh modal luar yang terdiri

dari:

a) Debt to total asset ratio, untuk mengetahui berapa besarnya peranan modal

luar dalam membiayai total pinjaman dengan aktiva. Semakin tinggi hasil

prosentasenya semakin besar financial risk bagi kreditur atau pemegang

saham

b) Time interest earned ratio, untuk mengukur pengaruh adanya modal luar

bagi perusahaan, menunjukkan kemampuan dalam menanggung beban

bunga

c) Fixed changed coverage ratio, untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam menanggung beban tetap. Semakin tinggi semakin baik

d) Cash flow covered, untuk mengukur kemampuan kas yang dihasilkan dalam

menanggung seluruh beban tetap. Semakin tinggi semakin mampu

menanggung beban tetap

3) Activity ratio, untuk mengukur efisiensi penggunaan dana yang tertanam pada

aktiva yang terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

Page 75: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

62

a) Inventory turn over, untuk mengukur effektivitas penggunaan dana yang

tertanam dalam persediaan. Semakin tinggi perputarannya semakin efisien

penggunaan dana pada persediaan

b) Average collection periode, untuk mengukur rata-rata penerimaan dari

tagihan. Semakin lama waktu penerimaannya, semakin tidak efisien

penggunaan dana pada tagihan

c) Fixed assets turn over, untuk mengukur efektivitas penggunaan dana pada

aktiva dalam rangka mencapai omzet. Kalau perputaran lambat

menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan

kemampuan untuk menjual. Perlu diteliti pemasaran dan jenis aktiva

d) Total assets turn over, untuk mengukur efektivitas penggunaan dana pada

aktiva dalam rangka mencapai target omzet

e) Sales tocurrent assets, untuk menunjukkan efisiensi dan efektivitas

penggunaan dana pada aktiva lancar. Semakin tinggi perputaran semakin

efektif penggunaan dana yang tertanam pada aktiva lancar dalam menunjang

penjualan

f) Sales to net wokring capital, untuk melihat apakah perusahaan over trading

atau tidak. Perputaran terlalu cepat menunjukkan over trading

4) Profitability ratio, untuk mengukur kemampuan dalam menghasilkan laba,

yang terdiri dari

a) Profit margin, untuk mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan

omzet. Semakin tinggi semakin baik. Kalau profit margin turun, dianalisis

dengan menggunakan vertikal atau horizontal atas rugi/laba.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

63

b) Return on investment untuk mengukur laba yang dicapai dibandingkan

sedangkan omzet, semakin tinggi semakin baik

c) Return on equity untuk mengukur return atas modal sendiri. Semakin tinggi

semakin baik.

5) Growth ratio, untuk mengukur tingkat pertumbuhan usaha yang terdiri dari:

a) Sales of growth, untuk mengukur tingkat perkembangan penjualan.

Bandingkan dengan perkembangan penjualan pada industri yang

bersangkutan (lebih rendah atau lebih tinggi)

b) Sustaining rate of growth, untuk mengukur perkembangan dari sumber

intern dalam membiayai pertumbuhan usaha. Bandingkan dengan rate of

growth penjualan

c) Net income, untuk mengukur perkembangan net income

d) Earning per share, untuk mengukur perkembangan earning per share

e) Devidend/share, untuk mengukur perkembangan dividen

Semua rasio tersebut di atas diperoleh jika laporan keuangan nasabah

lengkap dan benar, sehingga dapat diketahui secara lebih mendekati kepastian

kebutuhan akan pembiayaan bagi nasabah.

b. Bank lemah dalam melakukan pengawasan

Selesainya pemberian pembiayaan kepada nasabah bukanlah berarti

selesainya sebuah masalah. Bank seharusnya melakukan pengawasan yang

intensif terhadap pelaksanaan pembiayaan yang diterima oleh nasabah. Bank

seharusnya menerima laporan keuangan nasabah secara rutin tiap bulan atau tiap

periode tertentu yang harus dilanjutkan dengan pemeriksaan on the spot secara

Universitas Sumatera Utara

Page 77: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

64

mendadak untuk memastikan kebenaran laporan tertulisnya. Namun dikarenakan

lemahnya pengawasan yang tersebut diatas, bahkan untuk meneliti kebenaran

angka-angka dalam laporan keuangan, maka terjadilah hambatan dalam

pelaksanaan pembiayaan Al-musyarakah tersebut dan pada akhirnya terjadilah

hambatan dalam pengembalian modal bank.68

c. Bank kurang lengkap dalam memperoleh informasi

Pembuatan suatu analisis akan menjadi sempurna jika masukkan atau

informasi yang diperoleh lengkap. Informasi yang setengah-setengah akan

membuat hasil analisis tidak baik dan benar. Jika pembiayaan sudah dicairkan,

baru diketahui nasabah terlibat dalam beberapa masalah dan pihak bank pun akan

menghadapi persoalan yang serius terkait nasabahnya.

Permasalahan yang dimiliki nasabah seperti terlibat hutang dengan pihak

lain secara otomatis akan memberikan efek buruk dalam pelaksanaan pembiayaan

Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota. Dengan kata lain,

keterlambatan ataupun macetnya dalam mengembalikan modal bank akan

terlambat karena nasabah harus membayarkan hutangnya pada pihak lain terlebih

dahulu.

2. Hambatan eksternal

a. Nasabah menjalankan bisnis baru

Bukan merupakan suatu kesalahan apabila nasabah menajalankan suatu

kegiatan usaha baru disamping dari kegiatan bisnis sebelumnya, akan tetapi di

saat menerima pembiayaan dari bank, nasabah menajalankan kegiatan bisnis baru

68Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 78: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

65

yang mana tidak diinformasikan sebelumnya kepada pihak bank. Di dalam

pelaksanaan kegiatan baru tersebut ternyata nasabah mengalami kerugian

sehingga berdampak pada kualitas pengembalian modal bank dan pada akhirnya

nasabah sulit untuk melakukan pembayaran kepada bank.69

b. Nasabah menyimpangkan dana pembiayaan ke konsumsi

Nasabah melakukan kesalahan dalam penggunaan dana pembiayaan Al-

musyarakah dari Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota. Nasabah

menggunakan dana pembiayaan Al-musyarakah tersebut untuk kepentingan

konsumtif seperti memperbaiki rumah atau membeli mobil. Hal ini dilakukan oleh

nasabah dikarenakan telah memperoleh sejumlah dana yang cukup menarik,

sehingga tergiur untuk membeli barang-barang tertentu di luar dari tujuan

penggunaan dana seharusnya.70

Tidaklah salah apabila memang penggunaan dana tersebut ditujukan untuk

keperluan konsumtif nasabah asalkan tidak mengganggu modal kerjanya akan

tetapi kebanyakan ini pasti mengganggu modal kerja si nasabah. Pada akhirnya ini

akan berdampak pada kualitas pengembalian modal milik bank.

c. Nasabah memiliki perencanaan yang lemah

Planning salah satu unsur utama dalam manajemen. Jika sebuah

perusahaan nasabah secara rutin berjalan dan secara rutin menghasilkan produk

yang diperlukan oleh pelanggan yang selalu tersedia secara rutin, maka

perusahaan tersebut tetap berjalan normal. Tetapi bagi perusahaan yang

69Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

70Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 79: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

66

membutuhkan pengembangan, sedangkan di pihak lain para pelanggan harus

dicari dan direbut, maka perusahaan tersebut membutuhkan perencanaan diatur

dan dirancang dengan baik. Baik rencana jangka panjang, maupun rencana jangka

pendek.71

d. Nasabah mengalami gagal usaha

Gagal usaha merupakan resiko bisnis, dan secara umum gagal usaha dapat

terjadi pada sektor apa saja, seperti:72

1) Gagal usaha perdagangan, karena jatuhnya harga barang dan sepinya pembeli

2) Gagal usaha konstruksi, karena salah perhitungan biaya

e. Perusahaan memiliki aktiva tetap yang berlebihan

Pemilikan aktiva tetap memiliki arti bahwa barang yang sama sekali tidak

berproduksi seperti kepemilikan tanah, kepemilikan rumah yang dimiliki nasabah

dengan berbagai tujuan seperti spekulasi, prestige atau dengan tujuan menabung.

Tetapi hal ini sangat menggangu modal kerja. Banyaknya aktiva tetap yang

berlebihan sehingga tidak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya akan

mengakibatkan lambannya keuntungan bagi nasabah sehingga akan menggangu

terhadap pengembalian modal bank.73

71Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

72Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

73Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 80: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

67

B. Tinjauan Syariah Tentang Pembiayaan Bermasalah yang Mengakibatkan

Hambatan dalam Pelaksaanaan Pembiayaan Al-musyarakah

Ajaran Islam yang bersandarkan kepada Al-quran dan Hadist Nabi

Muhammad SAW mengakui adanya hutang-piutang dalam berusaha (mu’amalah)

atau karena kebutuhan mendesak memenuhi kebutuhannya. Hal ini sebagaimana

dijelaskan di dalam Al-quran surah Al-baqarah Ayat 282-283. Ajaran Islam juga

mengajarkan beberapa etika ketika melakukan hutang-piutang di antara sesama

manusia. Beberapa pinsip etika berutang-piutang tersebut antara lain:

1. Menepati janji

Apabila telah diikat perjanjian hutang/pembiayaan untuk jangka waktu

tertentu, maka wajib ditepati janji tersebut dan pihak yang berutang/penerima

pembiayaan membayar hutang/kewajibannya sesuai perjanjian yang dibuatnya.

Menepati janji adalah wajib dan setiap orang bertanggung jawab terhadap janji-

janjinya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-quran dalam surat Al-maidah

Ayat 1 dan Surah Al-isra Ayat 34. Bunyi dari masing-masing ayat tersebut adalah,

“Wahai orang-orang beriman! Penuhilah akad-akad itu...” (QS Al-maidah Ayat

1). Dan selanjutnya “....penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta

pertanggungjawabannya” (QS Al-isra Ayat 34).

2. Menyegerakan pembayaran hutang

Orang yang memikul beban hutang wajib terus berusaha membereskan

sangkutan-sangkutan hutangnya hingga tuntas. Apabila dia mengalami

kesempitan sehingga merasa lemah membayar hutangnya, maka adalah suatu

keutamaan untuk terus bersungguh-sungguh membayar hutangya. Rasulullah

bersabda “Barang siapa menerima harta orang lain (sebagai hutang) dengan niat

Universitas Sumatera Utara

Page 81: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

68

akan membayarnya, maka Allah membayarkan hutangnya. Dan barang siapa

menerima harta orang lain (sebagai hutangnya) dengan maksud hendak

meniadakannya (tidak mau membayarnya), maka Allah pun akan

membinasakannya” (HR. Bukhari).74

Pemberesan hutang itu tentunya dengan berusaha sekuat tenaga. Di

samping itu, jika merasa ditimpa hutang yang sulit untuk dibayar, hendaknya

memohon pertolongan Allah SWT sebagaimana bimbingan dari Rasulullah SAW,

“Ya Allah, saya mohon perlindungan-Mu dari pada duka dan kesedihan, saya

mohon perlindungan-Mu dari pada kelemahan dan kemalasan, saya mohon

perlindungan-Mu dari pada kekikiran dan sikap pengecut, saya mohon

perlindungan-Mu dari pada tumpukan hutang dan tekanan orang” (HR. Abu

Dawud).75

3. Dilarang menunda-nunda pembayaran hutang

Perbuatan menunda-nunda pembayaran hutang padahal dia mampu

termasuk perbuatan tidak terpuji, dianggap perbuatan zalim, dan bahkan bisa

dianggap sikap orang yang mengingkari janji. Hal ini sebagaimana dijelaskan

Rasulullah SAW, bahwa:

“Menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu adalah

suatu kezaliman..’ (HR. Jamaah). “Menunda-nunda pembayaran yang dilakukan

oleh orang yang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi

74Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012), hal. 76,

75Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 82: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

69

kepadanya” (HR Nasa’i, Abu Dawud, Ibn Majah, dan Ahmad). “Tanda-tanda

orang munafiq adalah...bila berjanji mengingkari janji..” (HR Bukhari Muslim).76

4. Lapang dada ketika membayar hutang

Salah satu akhlak yang mulia adalah berlaku tasamuh (toleransi) atau

lapang dada dalam pembayarang hutang. Sikap ini merupakan kebalikan dari pada

sikap menunda-nunda, mempersulit dan menahan hak orang. Rasulullah bersabda

bahwa semulia-mulia mu’min adalah orang yang mudah dalam penjualan, mudah

dalam pembelian, mudah dalam pembayaran (hutang ), dan dalam penagihan

(piutang) (HR. Thabrani). Sabda lain menyebutkan bahwa Allah mengasihi orang

yang bermurah hati sewaktu menjual, sewaktu membeli dan sewaktu menagih

(piutang) (HR Bukhari).

5. Tolong-menolong dan memberi kemudahan

Sikap tolong-menolong dan membantu melepaskan kesusahan dan

kesulitannya yang diterima oleh orang lain, Islam menilai termasuk akhlak

mulia/terpuji. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melepaskan

kesusahan seorang Mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan

melepaskan kesusahannya di hari kiamat...” (HR. Muslim).77

Berdasarkan keterangan di atas, Islam mengakui dan membolehkan

hutang-piutang, walaupun kebolehan tersebut ditekankan karena kebutuhan yang

mendesak dan berupaya sesegera mungkin untuk membayarnya. Menunda-nunda

76Ibid, hal. 7777Ibid, hal. 78

Universitas Sumatera Utara

Page 83: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

70

pembayaran hutang-piutang sebagai suatu perbuatan tercela, apalagi dalam

keadaan mampu.78

C. Upaya yang Dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dalam

Menghadapi Hambatan Pelaksanaan Pembiayaan Al-musyarakah

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hambatan dalam pelaksanaan

pembiayaan Al-musyarakah akan mengakibatkan pembiayaan bermasalah atau

macet, oleh karena itu dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai upaya ataupun

langkah yang diambil Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dalam

menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut.

Permasalahan pembiayaan yang bermasalah atau macet dapat diatasi

sesuai dengan aturan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Bank

Muamalat Cabang Medan Balai Kota tidak dapat melakukan tindakan lain sesuai

dengan aturan yang telah dibuat oleh Bank Indonesia tersebut. Di dalam aturan

tersebut, Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dapat melakukan langkah-

langkah tertentu untuk menuntaskan segala permasalahan walaupun kesulitan

tetap akan dihadapi.79 Ketentuan Bank Indonesia tersebut diatur di dalam

Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi

Pembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah. Adapun beberapa hal yang

diatur di dalam peraturan tersebut, yaitu:

1. Salah satu upaya untuk menjaga kualitas pembiayaan, Bank Syariah dan Unit

Usaha Syariah dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang

memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar;

78Ibid79Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota pada

tanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 84: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

71

2. Dalam melaksanakan restrukturisasi pembiayaan, Bank Syariah dan Unit

Usaha Syariah harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah;

3. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka

membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain

melalui penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali

(reconditioning) dan penataan kembali (restructuring).

4. Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan dengan tujuan untuk

menghindari:

a. Penurunan penggolongan kualitas Pembiayaan;

b. Pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar; atau

c. Penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual.

5. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan

secara tertulis dari nasabah.

6. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk Pembiayaan dengan

kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet yang wajib didukung dengan

analisis dan bukti-bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik.

7. Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dalam

jangka waktu akad Pembiayaan awal. Restrukturisasi Pembiayaan kedua dan

ketiga dapat dilakukan paling cepat 6 (enam) bulan setelah Restrukturisasi

Pembiayaan sebelumnya.

8. Pembiayaan yang direstrukturisasi lebih dari 3 (tiga) kali digolongkan Macet

sampai dengan Pembiayaan lunas.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

72

9. Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure tertulis

mengenai Restrukturisasi Pembiayaan.

10.Bank wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank Indonesia.

Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam

rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain

melalui:80

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayarankewajiban nasabah atau jangka waktunya

2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruhpersyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlahangsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidakmenambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank;

3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaantidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi:a. penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;b. konversi akad Pembiayaan;c. konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariahd. berjangka waktu menengahe. konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan

nasabah

Pasal 2 Ayat 4 huruf g Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006

tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum dijelaskan bahwa

restrukturisasi pembiayaan adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam

kegiatan pembiayaan, piutang dan atau ijarah terhadap debitur yang mengalami

kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.

Pasal 1 butir 31 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5

Oktober 2006 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan

Usaha berdasarkan Prinsip Syariah disebutkan bahwa restrukturisasi pembiayaan

80Pasal 1angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentangRestrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

73

adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan penyediaan dana

terhadap nasabah yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya

dengan mengikuti ketentuan yang berlaku yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional

dan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku baik bank syariah.

Pelaksanaan restrukturisasi tentu saja harus berdasarkan ketentuan yang

tidak dapat diindahkan oleh bank, karena pelaksanaan restrukturisasi oleh bank

dilarang untuk penurunan penggolongan kualitas pembiayaan, pembentukan

penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar; atau, penghentian

pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual.81 Restrukturisasi

Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari

nasabah.82

Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang

memenuhi kriteria sebagai berikut:83

1. Nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran; dan

2. Nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban

setelah restrukturisasi.

Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk Pembiayaan

dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Restrukturisasi

81Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah

82Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah

83Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 87: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

74

Pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan bukti-bukti yang memadai serta

terdokumentasi dengan baik.84

Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali

dalam jangka waktu akad Pembiayaan awal. Restrukturisasi Pembiayaan kedua

dan ketiga dapat dilakukan paling cepat 6 (enam) bulan setelah Restrukturisasi

Pembiayaan sebelumnya.85 Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang

memiliki beberapa fasilitas Pembiayaan dari Bank, dapat dilakukan terhadap

masing-masing Pembiayaan.86

Selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 2008, Bank Indonesia mengeluarkan

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbs 2008 tentang Restrukturisasi

Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Adapun secara

umum yang diatur di dalam surat edaran tersebut adalah:

1. Restrukturisasi Pembiayaan oleh Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling)

b. Persyaratan kembali (reconditioning)

c. Penataan kembali (restructuring), antara lain meliputi:

1) Penambahan dana

2) Konversi akad pembiayaan

84Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah

85 Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah

86 Pasal 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 88: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

75

3) Konversi pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu

Menengah

4) Konversi Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara

2. Dalam rangka melaksanakan restrukturisasi pembiayaan, BUS dan UUS wajib

memiliki kebijakan dan prosedur, yang sekurangnya meliputi:

a. Penetapan satuan kerja khusus untuk menangani Restrukturisasi

Pembiayaan;

b. Penetapan limit wewenang memutus pembiayaan yang direstrukturisasi;

c. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi;

d. Sistem dam Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan;

e. Sistem informasi manajemen Pembiayaan yang direstrukturisasi.

3. BUS dan UUS wajib membentuk satuan kerja khusus untuk menangani

Restrukturisasi Pembiayaan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-

masing BUS dan UUS.

4. BUS dan UUS dapat mengenakan ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah dalam

rangka Restrukturisasi Pembiayaan sebesar biaya riil yang dikeluarkan dalam

rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah dan bukan

potensi kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya

peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah).

5. Perubahan-perubahan yang disepakati antara BUS atau UUS dengan nasabah

dalam Restrukturisasi Pembiayaan harus dituangkan dalam addendum akad

Pembiayaan atau akad pembiayaan baru.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

76

6. Cara restrukturisasi yang dapat dilakukan untuk masing-masing bentuk

Pembiayaan adalah sebagai berikut:

a. Piutang Murabahah dan Piutang Istishna’

1) Penjadwalan kembali (rescheduling)

2) Persyaratan kembali (reconditioning)

3) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad

pembiayaan menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau

musyarakah

4) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi

Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah

5) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi

Penyertaan Modal Sementara

b. Piutang Salam

1) Penjadwalan kembali (rescheduling)

2) Persyaratan kembali (reconditioning)

3) Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana

c. Piutang Qardh

1) Penjadwalan kembali (rescheduling)

2) Persyaratan kembali (reconditioning)

d. Mudharabah dan Musyarakah

1) Penjadwalan kembali (rescheduling)

2) Persyaratan kembali (reconditioning)

3) Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana

Universitas Sumatera Utara

Page 90: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

77

4) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi

Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah

5) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi

Penyertaan Modal Sementara

e. Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik

1) Penjadwalan kembali (rescheduling)

2) Persyaratan kembali (reconditioning)

3) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad

pembiayaan menjadi mudharabah atau musyarakah

4) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi

Penyertaan Modal Sementara

f. Ijarah Multijasa

1) Penjadwalan kembali (rescheduling)

2) Persyaratan kembali (reconditioning)

7. Kewajiban pelaporan Restrukturisasi Pembiayaan mengacu pada ketentuan

Laporan Berkala Bank Umum Syariah.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbs 2008

tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha

Syariah tersebut di atas, restrukturisasi pada pembiayaan Al-musyarakah dapat

dilakukan sebagai berikut:87

1. Penjadwalan ulang (rescheduling)

87Poin IV angka 4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbs tentangRestrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 91: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

78

Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuhtempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harusdibayarkan kepada BankUmum Syariah atau Unit Usaha Syariah

2. Persyaratan kembali (reconditioning)Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syaratpembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran, jangka waktudan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajibannasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS

3. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana. Restrukturisasiyang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS atau UUS kepada nasabahagar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik.

4. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi SuratBerharga Syariah Berjangka Waktu Menengah. Penempatan dalam bentukSurat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah dalam rangkarestrukturisasi dilakukan sebagai berikut:a. BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk mudharabah

atau musyarakah.b. BUS atau UUS membuat akad mudharabah atau musyarakah dengan

nasabah untuk Surat Berharga Berjangka Waktu Menengah yang diterbitkanoleh nasabah atas dasar proyek yang dibiayai.

c. BUS atau UUS memiliki Surat Berharga Syariah Berjangka WaktuMenengah paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah.

5. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadiPenyertaan Modal Sementara. Penyertaan Modal Sementara dalam rangkarestrukturisasi dilakukan sebagai berikut:a. Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada nasabah yang

merupakan badan usaha berbentuk hukum Perseroan Terbatas.b. BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk mudharabah

atau musyarakah.c. BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah untuk

Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan nasabah atas usahayang dilakukan.

d. BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara sebesar sisakewajiban nasabah.

Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi akad Pembiayaan dalam bentukmudharabah atau musyarakah sebagaimana dimaksud dalam butir 1-5 merupakanjumlah pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukanrestrukturisasi.

Pada tanggal 8 Februari 2011, Bank Indonesia kembali mengeluarkan

peraturan tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor

10/18/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit

Usaha Syariah. Adapun secara umum yang diatur di dalam peraturan ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 92: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

79

1. Dalam rangka menjaga kelangsungan usaha dan kualitas pembiayaan serta

meminimalisasi risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah

berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya, dimana salah satu upayanya

dapat dengan melakukan Restrukturisasi Pembiayaan atas nasabah yang

memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar.

2. Ketentuan ini mengatur hal-hal berupa:

a. Kualitas pembiayaan yang dapat dilakukan restrukturisasi.

b. Intensitas berapa kali restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan dan

penetapan kualitas pembiayaan apabila melebih jumlah maksimal

pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan sesuai ketentuan.

c. Bank wajib menetapkan jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi

pembiayaan untuk pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar,

Diragukan, dan Macet.

d. Laporan restrukturisasi pembiayaan bagi BPRS.

3. Pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan, hendaknya menganut prinsip

universal yang berlaku di perbankan dengan tetap memperhatikan prinsip

kehati-hatian dan prinsip syariah.

4. Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan untuk Pembiayaan dengan

kualitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan

Macet.

5. Restrukturisasi Pembiayaan dengan kualitas Lancar dan Dalam Perhatian

Khusus dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali, dan apabila dilakukan

lebih dari 1 (satu) kali digolongkan paling tinggi Kurang Lancar.

Universitas Sumatera Utara

Page 93: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

80

6. Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure tertulis

mengenai Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk didalamnya penetapan jumlah

maksimal pelaksanaan restrukturisasi untuk Pembiayaan dengan kualitas

Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.

7. Restrukturisasi Pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan

Macet, dapat dilakukan paling banyak sesuai ketentuan bank yang mengatur

mengenai jumlah maksimal Restrukturisasi Pembiayaan, dan apabila dilakukan

lebih dari jumlah maksimal tersebut digolongkan Macet sampai dengan

Pembiayaan lunas.

8. Bank Indonesia berwenang menetapkan kualitas Pembiayaan yang berbeda

dengan Bank, apabila Bank melakukan Restrukturisasi Pembiayaan tidak

sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai Restrukturisasi

Pembiayaan.

9. BPRS wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line kepada

Bank Indonesia, sejak pelaporan bulan Mei 2011 yang disampaikan bulan Juni

2011 dan pada masa transisi menyampaikan laporan Restrukturisasi

Pembiayaan secara off-line dan on-line.

Berdasarkan penjelasan di atas, Bank Muamalat Cabang Medan Balai

Kota pada prinsipnya memberikan keleluasaan kepada nasabah untuk mengambil

langkah dalam menghadapi hambatan pembiayaan bermasalah tersebut. Upaya

tersebut dapat melalui penjadwalan ulang (rescheduling), persyaratan kembali

(reconditioning) ataupun penataan kembali (restructuring). Di dalam memilih

langkah-langkah tersebut tetap harus melalui persetujuan Bank Muamalat Cabang

Universitas Sumatera Utara

Page 94: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

81

Medan Balai Kota yang mengacu kepada profil kemampuan nasabah khususnya

dalam segi ekonomi.88

Tidak ada paksaan atau keharusan dalam mengambil langkah untuk upaya

penyelamatan atas pembiayaan bermasalah. Karena seperti yang telah disebutkan

di atas bahwa, semua tetap mengacu kepada kondisi kemampuan si nasabah

walaupun pada awalnya nasabah dapat memilih langkah apa yang dapat diambil.

Namun yang pasti, Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota tidak dapat

langsung melakukan eksekusi atas agunan milik nasabah karena pembiayaan

macet. Karena telah dijelaskan sebelumnya bahwa bank harus melakukan

penyelamatan dalam bentuk penjadwalan ulang (rescheduling), persyaratan

kembali (reconditioning) ataupun penataan kembali (restructuring).89

88Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

89Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 95: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

82

BAB IV

PENYELESAIAN SENGKETA DI DALAMPELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN

DENGAN PRINSIP AL-MUSYARAKAHAPABILA TIMBUL SENGKETA

A. Konsep Penyelesaian Sengketa

Pembiayaan menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang

terbesar. Disamping itu pembiayaan juga merupakan jenis kegiatan menanamkan

dana yang sering menjadi penyebab utama bank mengahadapi masalah besar.

Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa stabilitas usaha bank

sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam mengelola dana yang diterima. Usaha

bank yang berhasil mengelola dana pembiayaannya akan berkembang, sedangkan

usaha bank yang selalu dirongrong pembiayaan bermasalah akan mundur.90

Kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank dalam menanamkan dana

adalah pemberian pembiayaan, baik untuk perdagangan internasional, penempatan

dana pada bank lain dan penyertaan modal saham. Semua kegiatan di atas tidak

terlepas dari resiko tidak terbayar kembali, baik sebagian maupun seluruhnya.91

Proses penyelesaian pembiayaan yang bermasalah, tentunya harus dimiliki

oleh setiap bank dan mungkin saja proses penyelesaiannya sama atau berbeda

tergantung dari kebijakan masing-masing bank. Namun demikian, untuk

menyelamatkan visi dan misi bank syari’ah, maka sangat perlu adanya

penyeragaman pandangan tentang bersifat global. Penyamaan visi yang sama

90Bank Muamalat, Bank Syariah: Teori dan Praktek, (Jakarta: Muamalat Institute, 2010),hal. 140

91Ibid, hal. 140-141

82

Universitas Sumatera Utara

Page 96: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

83

salah satu di antaranya adalah setiap bank syari’ah harus dalam kondisi sehat

diukur dari segi hukum atau peraturan intern maupun dari pemerintah maupun

dikur dari syari’ah.92

Selama ini teknik penyelesaian pembiayaan yang bermasalah tersebut

dikaitkan dengan pembayaran kewajiban yang tertunda, dan dapat dilihat dari

kacamata usaha dan keinginan atau itikad baik dari nasabah itu sendiri. Apabila

dilihat dari segi usaha dan ini sesuai dengan ayat Al-quran bahwa seseorang itu

bisa fluktuasi pendapatannya “......dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui

dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok” (QS.. Luqman (31):34.

Bahkan perkembangan usahanya menjadi rugi secara keseluruhan atau karena

dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah atau aturan baru ditetapkan sehingga

usaha tersebut bisa saja bertambah maju atau sebaliknya.

Di dalam perbankan syari’ah terdapat beberapa teknik untuk mengatasi

permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan, yang diataranya yaitu:

1. Shulh

Secara bahasa, kata al- shulhu berarti memutus pertengkaran/perselisihan.

Secara istilah (Syara’) ulama mendefinisikan shulhu sebagai berikut:

a. Menurut Taqiy al- Din Abu Bakar Ibnu Muhammad al- Husaini shulhu adalah

akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang bertengkar (berselisih).93

b. Hasby Ash- Siddiqie berpendapat bahwa yang dimaksud al- Shulh adalah

suatu akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk

melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang perselisihan.94

92Ibid, hal. 14193Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad al- Husaini, Kifayah al- Akhyar,

(Bandung: PT al- Marif, 2007), hal. 271.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

84

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat di simpulkan bahwa

shulhu adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak yang berselisihan,

bertengkar, saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan

usaha tersebut dapat di harapkan akan berakhir perselisihan. Dengan kata lain,

sebagai mana yang diungkapkan oleh Wahbah Zulhaily shulhu adalah akad untuk

mengakhiri semua bentuk pertengkaran atau perselisihan.95

Adapun dasar hukum perdamaian (al- shulh) disyari’atkan oleh Allah

SWT yang tertuang dalam Al- Qur’an “Sesungguhnya orang mukmin itu

bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah

kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs. Al Hujurat : 10).

Selanjutnya, shulh memiliki beberapa rukun yang harus dilakukan dalam

pelaksanaannya, yaitu:96

a. Mhusalih yaitu dua belah pihak yang melakukan akad sulhu untuk mengakhiri

pertengkaran atau perselisihan.

b. Mushalih ‘anhu yaitu persoalan yang diperselisihkan

c. Mushalih bih yaitu sesuatu yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap

lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut dengan istilah badal

al-Shulh

d. Shigat ijab kabul yang masing-masing dilakukan oleh dua pihak yang

berdamai. Seperti ucapan “aku bayar utangku kepadamu yang berjumlah lima

94Hasbi Ash Siddiqi, Pengantar Fiqih Muamalat,(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 9295Wahbah Zuhaily, al- Fiqih al – Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al- Fikr al- Muashir,

2005), hal. 43096Ghazaly Abdul Rahman, Ihsan Ghufron, dkk, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Grup. 2010), hal. 197

Universitas Sumatera Utara

Page 98: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

85

puluh ribu dengan seratus ribu (ucapan pihak pertama)”. Kemudian, pihak

kedua menjawab “saya terima”.

Jika telah di ikrarkan maka konsekuensinya kedua belah pihak harus

melaksanakannya. Masing – masing pihak tidak dibenarkan untuk mengundurkan

diri dengan jalan memfasaknya kecuali di sepakati oleh kedua belah pihak.

Selain rukun, terdapat pula syarat- syarat shulhu, yaitu:97

a. Syarat yang berhubungan dengan Musahlih (orang yang berdamai) yaitu

disyaratkan mereka adalah orang yang tindakannya di nyatakan sah secara

hukum. Jika tidak seperti anak kecil dan orang gila maka tidak sah.

b. Syarat yang berhubungan dengan Musahlih bih.

1) Berbentuk harta yang dapat di nilai, diserah- terimakan, dan berguna.

2) Di ketahui secara jelas sehingga tidak ada kesamaran yang dapat

menimbulkan perselisihan.

c. Syarat yang berhubungan dengan Mushalih anhu yaitu sesuatu yang di

perkirakan termasuk hak manusia yang boleh diiwadkan (diganti). Jika

berkaitan dengan hak- hak Allah maka tidak dapat ber-shulhu.

Di dalam prakteknya, shulhu memiliki ketentuan sebagai berikut:98

a. Jika akad perdamaian dibuat dengan materi yang berupa pengakuan atas harta

yang di sengketakan, perdamain itu diakui sebagai kepemilikan.

b. Jika seluruh atau sebagian dari penggantian objek perdamaian diambil dari

seseorang yang berhak atas penggantian itu, penggantian objek perdamaian

97Ibid98Ifham Sholihin Ahmad, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2010), hal.408.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

86

berupa barang yang di gugat dari perdamaian itu, yakni bisa seluruhnya atau

sebagiannya, dinyatakan sah.

c. Jika akad perdamaian dibuat dengan pengakuan tentang mamfaat suatu harta,

hukum akad perdamaian itu adalah sama dengan hukum akad ijarah.

d. Suatu perdamaian dengan cara penolakan atau bersikap diam saja, dengan

demikian penggugat berhak atas harta penggantinya, sedangkan tergugat

berhak untuk tidak melakukan sumpah dan selesainya sengketa.

e. Hak syuf’ah (hak untuk didahulukan/preference) yang melekat pada suatu

benda tidak bergerak berlaku sebagai pengganti objek perdamaian.

f. Jika seseorang yang berhak atas harta itu lalu mengambil sebagian atau seluruh

benda tidak bergerak itu, penggugat harus mengembalikan sejumlah pengganti

perdamaian itu kepada tergugat seluruhnya atau sebagian, dan penggugat itu

berhak mengajukan gugatan itu kepada orang yang menuntut dan yang punya

hak tersebut.

g. Jika seluruah atau sebagian dari pengganti kerugian itu di ambil oleh

penggugat, penggugat berhak mengajukan gugatan atas penggantian

perdamaian.

h. Jika pihak penggugat berkeinginan memperoleh kembali hartanya, dan

menyetujui suatu perdamaian untuk mendapat sebagian daripadanya, serta

membebaskan tergugat dari sisa perkara yang diajukan, penggugat dianggap

telah menerima pembayaran sebagian dari tuntutannya dan membebaskan

sisanya.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

87

i. Jika seseorang melaksanakan suatu perdamaian dengan orang lain tentang

sebagian dari tuntutannya kepada orang itu, orang yang melaksanakan

perdamaian itu dianggap telah menerima pembayaran sebagian dari

tuntutannya dan telah melepaskan haknya terhadap sisanya.

j. Jika seseorang melakukan suatu perdamaian dengan suatu utang yang segera

harus dibayar, diubah menjadi utang yang dapat dibayarkan kembali pada

kemudian hari, ia dianggap telah melepaskan hak nya pembayaran segera.

2. Ibra’

Ibra’ adalah salah satu cara dalam menyelesaikan pembayaran bermasalah,

sebab ahli waris nasabah bisa saja meminta dihapuskan utang nya (write off).

Dengan adanya penghapusan piutang itu, maka tanggung jawab ahli waris juga

hilang. Proses penghapusan piutang ini dalam syari’ah dinamakan ibra’. Ibra’

adalah melepaskan atau mengikhlaskan atau menghapuskan utang seseorang oleh

pemberi utang. Menurut jumhur ulama, ibra’ diterima dalam keadaan sebagai

berikut:99

a. Apabila ibra’ tersebut diberlakukan dalam keadaan masalah pengalihan utang

b. Apabila orang yang berutang meminta utangnya digugurkan, lalu dikabulkan

oleh pemberi utang

c. Apabila sebelumnya orang yang berutang telah menerima pernyataan ibra’ dari

pemberi utang.

99Muamalat Institute, Perbankan Syariah: Perspektif Praktisi, (Jakarta: MuamalatInstitute, 1999), hal. 143

Universitas Sumatera Utara

Page 101: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

88

3. Hajr

Ada cara lain untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dalam

syari’ah, yaitu dengan menggunakan prinsip hajr. Hajr adalah menunda seseorang

untuk menggunakan dan memanfaatkan sendiri hartanya. Rasulullah telah

menahan harta Muadz ketika ia dibebani utang. Lalu beliau menjualkannya dan

membereskan utang-utangnya sehingga tidak sedikitpun untuk Mudaz tersebut.100

Di dalam penjelasan terhadap Pasal 49 Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Peradilan Agama ditegaskan bahwa penyelesaian sengketa tidak hanya di

bidang perbankan syaria’ah, melainkan juga di bidang ekonomi syaria’ah lainnya.

Yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam adalah

termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri

dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi

kewenangan peradilan agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.

Setiap orang atau badan hukum yang melakukan transaksi dengan

menggunakan akad syariah, berarti dia menundukkan diri secara sukarela. Dengan

sebutan “perbuatan atau kegiatan usaha” maka yang menjadi kewenangan

pengadilan agama adalah transaksi yang menggunakan akad syari’ah, walau

pelakunya bukan muslim. Ukuran Personalitas ke Islaman dalam sengketa

ekonomi syari’ah adalah akad yang mendasari sebuah transaksi, apabila

menggunakan akad syari’ah, maka menjadi kewenangan peradilan agama. Dalam

konteks ini pelaku non muslim yang menggunakan akad syari’ah berarti

menundukkan diri kepada hukum Islam, sehingga oleh karenanya Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama menentukan bahwa

100Ibid, hal. 144

Universitas Sumatera Utara

Page 102: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

89

sengketanya harus diselesaikan di pangadilan agama. Sejalan dengan itu maka

yang disebutkan pada penjelasan pasal demi pasal Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Peradilan Agama pasal 49 huruf i Yang dimaksud dengan

”ekonomi syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan

menurut prinsip syari’ah, harus dimaknai bahwa kewenangan Pengadilan Agama

menjangkau kalangan non muslim yang bertransaksi (menggunakan akad)

syari’ah. Tindakan non muslim yang melibatkan dirinya dalam kegiatan ekonomi

syari’ah dipandangang sebuah penundukan diri secara terbatas terhadap hukum

Islam.

Penerapan shulh, ibra’ dan hajr di lembaga keuangan sebenarnya sudah

diatur di dalam beberapa peraturan Bank Indonesia. Setiap terjadinya adanya

masalah dalam pelaksanaan pengembalian dana bank, tahapan musyawarah adalah

jalan pertama yang harus diambil dan dilaksanakan walaupun pada kenyataannya

tergantung para pihak dalam perjanjian yang dibuat.

B. Penyelesaian Sengketa Terhadap Pembiayaan Musyarakah Bermasalah

Yang Dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota

Berdasarkan Pasal 19 dalam Akad Musyarakah Mutanaqisah Nomor 01,

penyelesaian sengketa atau perselisihan dilakukan dengan cara musyawarah atau

mufakat. Berikut isi klausula Pasal 19 di dalam akad tersebut:

1. Apabila dikemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketadalam pelaksanaan akad ini, para pihak sepakat untuk menyelesaikan secaramusyawarah untuk mufakat

2. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu)pasal ini tidak tercapai, maka para pihak bersepakat dan dengan ini tercapaimaka para pihak bersepakat dan dengan ini berjaji serta mengikatkan diri atauterhadap yang lain untuk menyelesaikannya melalui Badan Abitrase Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 103: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

90

Nasional (BASYARNAS) menurut peraturan dan prosedur arbitrase yangberlaku di dalam arbitrase tersebut

3. Para pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lainbahwa putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut merupakankeputusan tingkat pertama dan terakhir serta mengikat para pihak

4. Mengenai pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS sesuai denganketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase danAlternatif Penyelesaian Sengketa, para pihak sepakat bahwa para pihak dapatmeminta pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS tersebut padaPengadilan Agama Medan

Berikut penjelasan terhadap langkah-langkah yang dapat diambil dalam

penyelesaian sengketa ekonomi syariah:

1. Musyawarah

Musyawarah merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa

di luar peradilan. Secara bahasa, musyawarah memiliki arti rapat yang sifatnya

mencari mufakat atau kata sepakat. Yang lebih ditekankan dalam musyawarah

adalah unsur perundingan untuk menghasilkan putusan dengan suara bulat.101

Kata musyawarah dapat disamakan dengan proses negosiasi. Kata “negotiatiaon”

dalam bahasa inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia yaitu

memiliki arti “berunding” atau “bermusyawarah”.102 Menurut Joni Emiron, secara

umum negosiasi dapat diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para

pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan

bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif103.

Garry Goodpaster berpendapat negosiasi adalah proses bekerja untuk

mencapai suatu perjanjian dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan

101Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa: Pengorganisasian Karangan Pragmatik dalamBahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Putaka Utama,2003) , hal. 39

102Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,cetakan keempat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 171.

103Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 104: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

91

komunikasi yang dinamis dan bervariasi serta bernuansa sebagaimana keadaan

atau yang dapat dicapai orang. Maka dapat dipahami bahwa musyawarah

merupakan negosiasi yang mana lebih dikenal oleh banyak pihak104.

Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk

mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai

kepentingan yang sama maupun yang berbeda.105 Negosiasi merupakan sarana

bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa

keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang

mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan.

Di dalam melakukan musyawarah atau negosiasi, Bank Muamalat Medan

Cabang Balai Kota memiliki teknik dalam menghadapi nasabah yang memiliki

permasalahan dalam pelaksanaan pembiayaan musyarakah. Teknik yang

dilakukan oleh Bank Muamalat Medan Cabang Balai Kota memposisikan dirinya

sebagai mitra kerja dengan nasabah yang bermasalah tersebut, sehingga dengan

kedudukan tersebut, nasabah akan lebih merasa nyaman bukannya merasa

diintimidasi. Sesuai dengan keterangan di atas, tindakan negosiasi yang diambil

oleh Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota tidak jauh berbeda dengan

pendapat Jimmy Sihombing yang disebut dengan negosiasi interest based.

Adapun yang dimaksud dengan negosiasi interest based tersebut adalah:106

104Ibid105Sayud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase: Proses

Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. Hal. 49106Jimmy Joses Sembiring., Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan:

Negosiasi, Mediasi,Kkonsiliasi & Arbitrase, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2011), hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

Page 105: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

92

1) Sebagai jalan tengah atas pertentangan teknik keras dan lunak, karena teknikkeras berpotensi menemui kebuntuan (dead lock), sedangkan teknik lunakberpotensi citra pecundang bagi pihak yang minor

2) Mempunyai empat komponen dasar yaitu people, interest, option/solution dancriteria (pioc)(a)Komponen people dibagi menjadi tiga landasan

(1)Pisahkan antara orang dan masalah(2)Konsentrasi serangan pada masalah bukan orangya(3)Para pihak menempatkan diri sebagai mitra kerja

(b)Komponen interest memfokuskan pada kepentingan mempertahankan posisi(c)Komponen option, bermaksud:

(1)Memperbesar bagian sebelum dibagi dengan memperbanyak pilihan-pilihan kesepakatan

(2)Jangan terpaku pada satu jawaban(3)Menghindari pola pikir bahwa pemecahan masalah mereka adalah urusan

mereka(d)Komponen kriteria mencakup:

(1)Kesepakatan kriteria, standar objektif, indepedensi(2)Bernilai pasar(3)Preseden(4)Scientific judgement atau penilaian ilmiah(5)Standar profesi(6)Bersandar pada hukum(7)Kebiasaan dalam masyarakat

2. Mediasi

Mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui jalur

perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh

mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses

perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa

menggunakan cara memutus suatu putusan. Unsur-unsur esensial yang dapat

dipahami didalam mediasi, yaitu107:

a. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan

berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak

107Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hal 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 106: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

93

b. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang

disebut mediator

c. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para

pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para

pihak.

Terkait dengan penyelesaian sengketa perbankan syariah, Bank Indonesia

pada tahun 2006 mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006

tentang Mediasi Perbankan yang kemudian diubah dengan Peraturan Bank

Indonesia No. 10/1/PBI/2008. Proses penyelesaian mediasi perbankan ini berlaku

bagi bank umum konvensional dan bank umum syariah. Menurut Pasal 1 angka 5

PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan yang kemudian diubah dengan

Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008, Mediasi adalah proses penyelesaian

sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa

guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap

sebahagian ataupun seluruh permasalah yang disengketakan.

Melalui mediasi perbankan, Bank Indonesia, yang berfungsi sebagai

mediator, mencoba untuk memediasi penyelesaian sengketa antara nasabah dan

bank secara cepat, sederhana, dan murah. Penyelesaian sengketa melalui mediasi

perbankan tidak dipungut biaya, dilakukan secara informal dan dijangkakan

selesai dalam waktu 60 hari hari kerja. Adapun nilai sengketa yang bisa

diselesaikan melalui mediasi perbankan maksimal Rp.500 juta. Dalam prosesnya,

Bank Indonesia bersifat netral dan memotivasi para pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan sengketanya. Bank Indonesia tidak memberi rekomendasi atau

Universitas Sumatera Utara

Page 107: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

94

putusan, jadi putusan mediasi memang murni dari kesepakatan pihak yang

bersengketa. Apabila disepakati, maka pihak yang bersengketa menandatangani

akta kesepakatan yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak.108

Peran Bank Indonesia dalam menjalankan mediasi perbankan cukup

efektif, terlihat dari banyak sengketa yang dilaporkan diselesaikan secara damai.

Namun, dikarenakan minimnya informasi, banyak nasabah yang tidak mengetahui

keberadaan mediasi perbankan, akibatnya sebagian nasabah berhenti pada

pengaduan saja, tanpa melanjutkan ke proses mediasi, meskipun mereka merasa

tidak puas dengan proses penyelesaian konfliknya. Di samping itu,

tersentralisasinya pelaksanaan mediasi di BI Jakarta menyebabkan nasabah

enggan menyelesaikan sengketanya melalui mediasi. Kemudian, pembentukan

Lembaga Mediasi Perbankan oleh Asosiasi Perbankan mesti segera

diwujudkan.109

Perjanjian mediasi memuat pernyataan kesepakatan nasabah dan bank

untuk menggunakan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan

persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi. Aturan mediasi memuat

kondisi-kondisi yang terkait dengan proses mediasi, yang paling kurang dari hal-

hal sebagai berikut110:

1) Nasabah dan bank wajib menyampaikan dan mengungkapkan seluruhinformasi penitng yang terkait dengan pokok-pokok sengketa dalampelaksanaan mediasi.

108Khotibul Imam, Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan, (Yogyakarta: PT. PustakaYustisia., 2010), hal. 101.

109Herliana, “Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi Dalam PenyelesaianSengketa Perbankan”, dalam Jurnal Mimbar Hukum, Vol.22, No.1, Februari 2010 140-156.

110Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta: PenerbitPustaka Yustisia, 2010), hal.132.

Universitas Sumatera Utara

Page 108: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

95

2) Seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan dengan proses mediasimerupakan informasi yang bersifat rahasia dan tidak dapat disebarluaskanuntuk kepentingan pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam prosesmediasi yaitu pihak-pihak selain nasabah, bank, dan meditor

3) Mediator bersikap netral, tidak memihak dan berupaya membantu para pihakuntuk menghasilkan kesepakatan

4) Kesepakatan yang dihasilkan dari proses mediasi adalah kesepakatan secarasukarela antara nasabah dengan bank dan bukan merupakan rekomendasi danatau keputusan mediator

5) Nasabah dan bank tidak dapat meminta pendapat hukum maupun jasakonsultasi hukum kepada mediator

6) Nasabah dan bank dengan alasan apa pun tidak akan mengajukan tuntutanhukum terhadap mediator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai pelaksanafungsi mediasi perbankan, baik atas kerugian yang mungkin timbul karenapelaksanaan atau eksekusi akta kesepakatan, maupun oleh sebab-sebab lainyang terkait dengan pelaksanaan mediasi

7) Nasabah dan bank yang mengikuti proses mediasi berkehendak untukmenyelesaikan sengketa. Dengan demikian, nasabah dan bank bersedia:a) Melakukan proses mediasi dengan itikad baikb) Bersikap koperatif kepada mediator selama proses mediasi berlangsungc) Menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan tempat yang telah

disepakati8) Dalam hal proses mediasi mengalami kebuntuan dalam upaya mencapai

kesepakatan, baik untuk sebagian maupun keseluruhan pokok kesepakatan,maka nasabah dan bank menyetujui tindakan-tindakan yang dilakukanmediator, antara lain:a) Menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai tenaga ahli untuk

mendukung kelancaran mediasi ataub) Menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampaui batas

waktu proses mediasi atauc) Menghentikan proses mediasi

9) Dalam hal nasabah dan atau bank melakukan upaya lanjutan penyelesaiansengketa melalui proses arbitrase atau peradilan, nasabah dan bank sepakatuntuk:a) Tidak melibatkan mediator maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana

fungsi mediasi perbankan untuk memberi kesaksian dalam pelaksanaanarbitrase ataupun peradilan dimaksud

b) Tidak meminta mediator maupun Bank Indonesia menyerahkan sebagiandan keseluruhan dokumen mediasi yang ditatausahakan Bank Indonesia,baik berupa catatan, laporan, risalah, laporan proses mediasi dan atau berkaslainnya yang terkait dengan proses mediasi.

Dalam hal nasabah dan bank berinisiatif untuk menghadirkan narasumber atautenaga ahli tertentu, maka nasabah dan bank sepakat untuk menanggung biayanarasumber atau tenaga ahli dimaksud

10) Proses mediasi berakhir dalam hal:a) tercapainya kesepakatan

Universitas Sumatera Utara

Page 109: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

96

b) berakhirnya jangka waktu mediasic) terjadi kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasid) nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasie) salah saru pihak tidak mentaati perjanjian mediasi

Beralihnya fungsi, tugas dan wewenang pengawasan perbankan dari Bank

Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berdasarkan UU No. 21 Tahun

2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka fungsi mediasi perbankan oleh Bank

Indonesia dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan. Berkaitan dengan hal ini, OJK

mengeluarkan Peraturan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa di Sektor Keuangan. POJK ini mengatur mekanisme

penyelesaian sengketa antara lembaga jasa keuangan, termasuk perbankan dengan

konsumen, baik oleh internal lembaga jasa keuangan (internal dispute resolution),

maupun lembaga alternatif penyelesaian sengketa di luar lembaga jasa keuangan

(external dispute resolution). Dengan ini, diharapkan terciptanya lembaga jasa

keuangan yang tumbuh secara mantap dan berkesinambungan, serta tercapainya

perlindungan konsumen.

Pelaksanaan mediasi perbankan yang dilakukan Bank Indonesia adalah

berdasarkan:

1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian

Pengaduan Konsumen sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia

Nomor 10/10/PBI/2008

2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan

sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008

Universitas Sumatera Utara

Page 110: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

97

3) Surat Edaran bank Indonesia Nomor 7/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 tentang

Penyelesaian Pengaduan Konsumen sebagaimana diubah dengan Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2008, dan

4) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006 tentang

Mediasi Perbankan

Namun dengan berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan efektif sejak

Januari 2014, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan

mediasi perbankan dialihkan ke OJK. Dimana OJK lalu menerbitkan

1) Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen

Sektor Jasa Keuangan

2) Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa, dan

3) Surat Edaran OJK Nomor 2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Februari 2014 tentang

Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa

Keuangan

Berdasarkan SEBI No. 8/2006 jo. POJK No.1/POJK.7/2013 sengketa yang

dapat diajukan penyelesaiannya melalui OJK adalah sengketa keperdataan dengan

nilai sengketa yang diajukan maksimum sebesar Rp.500.000.000. Jumlah

maksimum nilai sengketa sebagaimana dimaksud sebelumnya dapat berupa nilai

kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada Konsumen, potensi

kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan

Konsumen dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan

Konsumen untuk mendapatkan penyelesaian permasalahan terkait.

Universitas Sumatera Utara

Page 111: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

98

Selain itu, sengketa yang diajukan untuk penyelesaian melalui OJK juga

harus (i) tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga

arbitrase atau peradilan atau lembaga mediasi; (ii) belum pernah difasilitasi oleh

OJK; dan (iii) diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal

surat hasil penyelesaian pengaduan disampaikan oleh Bank kepada Konsumen.111

Di dalam melaksanakan fasilitas penyelesaian sengketa, OJK menunjuk

fasilitator yang merupakan petugas OJK di bidang Edukasi dan Perlindungan

Konsumen, Direktorat Pelayanan Konsumen OJK. Setelah itu Konsumen dan

Bank wajib menandatangani perjanjian fasilitasi yang pada pokoknya menyatakan

Konsumen dan Bank telah sepakat untuk memilih penyelesaian sengketa

difasilitasi oleh OJK dan akan tunduk dan patuh pada aturan fasilitasi yang

ditetapkan oleh OJK.112

Proses pelaksanaan fasilitasi oleh OJK paling lama 30 hari kerja sejak

penandatanganan perjanjian fasilitasi, dan dapat diperpanjang sampai dengan 30

hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan Konsumen dan Bank. Kesepakatan

hasil dari proses fasilitasi oleh OJK dituangkan dalam akta kesepakatan yang

ditandatangani Konsumen dan Bank. Menurut SEBI No. 8/2006 akta kesepakatan

bersifat final dan mengikat, artinya sengketa yang telah diselesaikan tidak dapat

diajukan untuk proses fasilitasi ulang di OJK dan berlaku sebagai undang-undang

bagi Konsumen dan Bank. Pelanggaran atas pelaksanaan ketentuan dalam akta

kesepakatan merupakan wanprestasi dan dapat dituntut melalui gugatan perdata.

111Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang PerlindunganKonsumen Sektor Jasa Keuangan

112Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang PerlindunganKonsumen Sektor Jasa Keuangan

Universitas Sumatera Utara

Page 112: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

99

Jika tidak ada kesepakatan maka Konsumen dan Bank menandatangani berita

acara hasil fasilitasi OJK dan Konsumen dapat mengajukan gugatan perdata ke

pengadilan.113

3. Arbitrase

Apabila usaha perdamaian tidak dapat dicapai, maka para pihak

berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaian

melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc. Secara teori, pelaksanaan sistem

arbitrase dapat dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu:

a. Arbitrase dalam bentuk ad hoc yang tugasnya hanya untuk menyelesaikan

perkara yang dipercayakan kepadanya saja. Apabila tugasnya dalam

memeriksa, mendamaikan, dan memutus sengketa telah selesai, maka selesai

dan bubarlah lembaga arbitrase tersebut.

b. Arbitrase dalam bentuk permanent yaitu berbentuk suatu lembaga atau badan

yang keberadaannya tidak tergantung pada ada atau tidak adanya perkara yang

harus diselesaikan.

Di Indonesia terdapat 2 (dua) badan arbitrase nasional yang permanen

yaitu:

a. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan oleh Kadin pada

tahun 1977;

b. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berdiri tanggal 24

desember 2003, yang semula bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia

113Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang PerlindunganKonsumen Sektor Jasa Keuangan

Universitas Sumatera Utara

Page 113: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

100

(BAMUI) didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 21 Oktober

1993.

Dasar hukum pemberlakuan arbitrase dalam penyelesaian sengketa di

bidang bisnis atau perdagangan dan keuangan adalah Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian

sengketa dengan sistem arbitrase atau melalui suatu badan arbitrase harus menjadi

kesepakatan tertulis oleh para pihak dan umumnya terdapat dalam klausul ketika

membuat perjanjian, namun dapat juga dibuat tertulis setelah terjadi sengketa dan

tidak bisa diselesaikan secara damai. Dengan adanya perjanjian tertulis tersebut

berarti para pihak telah secara sadar meniadakan haknya untuk mengajukan

penyelesaian perkaranya melalui Pengadilan. Atas dasar klausul arbitrase itu,

maka Pengadilan menjadi tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang

telah terikat dengan perjanjian arbitrase.114

Kaitannya dengan perbankan syariah, maka Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS), adalah lembaga hukum (arbitrase syariah) satu-satunya

di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang

timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain,

khususnya yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.115

Putusan yang dijatuhkan oleh badan arbitrase termasuk didalamnya

BASYARNAS bersifat final, berkekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.

114Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 1, 3 dan 11115Dalam semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

perihal hubungan muamalah (perdata) selalu diakhiri dengan ketentuan : jika salah satu pihak tidakmenunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, makapenyelesaiannya dilakukan melalui BASYARNAS setelah tidak tercapai kesepakatan melaluimusyawarah. Perhatikan Ps.20 ayat (2) PBI No.7/46/PBI/2005

Universitas Sumatera Utara

Page 114: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

101

Artinya bahwa putusan badan arbitrase mulai berlaku pada saat dijatuhkan

putusan oleh arbiter dan tidak ada upaya hukum seperti banding, kasasi, ataupun

peninjauan kembali sebagaimana yang berlaku di lembaga peradilan. Dengan

demikian putusan arbitrase bersifat final dan binding.116

Arbitrase syariah memiliki kewenangan untuk memberikan suatu

rekomendasi atau pendapat hukum, yaitu pendapat hukum yang mengikat tanpa

adanya suatu persoalan tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian

yang sudah barang tentu atas permintaan para pihak yang mengadakan perjanjian

untuk diselesaikan117.

Proses beracara dalam proses pemeriksaan sengketa di BASYARNAS ini

telah ditetapkan oleh institusi tersebut yang pada hakikatnya tidak jauh berbeda

dengan mekanisme beracara di Pengadilan Umum ataupun di Pengadilan Agama.

Sebagaimana diatur dalam HIR/RBg atau dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006. Prosedur beracara BASYARNAS juga hampir sama

dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Terdapat beberapa hal penting yang telah diatur dalam BASYARNAS

sebagai prosedur beracara, diantaranya tentang yuridiksi atau kewenangan,

yaitu:118

116Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 60.117Rachmad Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, (Bandung: PT.

Citra Aditya, 2002.), hal. 105.118Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Jakarta: PT. Suka Buku,

2010), hal. 82

Universitas Sumatera Utara

Page 115: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

102

a. Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri,

keuangan, jasa dan lain-lain. Para pihak sepakat secara tertulis untuk

menyerahkan penyelesaian sengketa kepada BASYARNAS sesuai peraturan

prosesur yang berlaku

b. Memberikan perndapat yang mengikat tanpa adanya suatu sengketa mengenai

suatu persoalan yang berkenaan dengan perjanjian permintaan para pihak.

Kesepakatan klausula seperti itu dicantumkan dalam perjanjian atau dalam

suatu akta tersendiri setelah sengketa timbul.

Prosedur pemeriksaan yang berlaku di BASYARNAS juga berlaku

demikian. Arbiter akan mengusahakan perdamaian di antara kedua belah pihak

yang bersengketa. Apabila upaya itu berhasil maka akan dibuat akta perdamaian.

Namun jika tidak berhasil, arbiter akan melanjutkan proses pemeriksaan atas

sengketa tersebut.

Pencabutan permohonan dan gugat balik (rekovensi) juga diatur dalam

proses pemeriksaan sengketa di BASYARNAS. Demikian juga proses

pembuktian, baik saksi-saksi maupun ahli. Namun perbedaan yang ada dalam

BASYARNAS adalah pembuktiannya bersifat tertutup berbeda dengan di

pengadilan yang bersifat terbuka. Proses pemeriksaan dalam hal pembuktian, di

BASYARNAS lebih ditekankan pada saksi dan ahli saja. Hira-hira dalam

BASYARNAS juga berbeda dengan pengadilan umum atau abiter, yaitu dengan

menggunakan kalimat “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”.119

Berikut prosedur beracara dalam BASYARNAS:120

119Ibid, hal. 83120Ibid, hal. 85

Universitas Sumatera Utara

Page 116: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

103

a. Pendaftaran1) Sebelum sengketa, dengan mencantumkan “Arbitrase Clause” atau

perjanjian arbitrase yang terpisah dari perjanjian pokok2) Setelah sengketa

b. Prosedur penyelesaian1) Pendaftaran surat permohonan arbitrase yang memuat nama lengkap dan

tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak, uraian singkat tentangsengketa dan tuntutan

2) Dengan melampirkan perjanjian khusus yang menyerahkan penyelesaiansengketa kepada basyarnas atau perjanjian pokok yang memuat arbitrationclause

3) Penetapa/penunjukan arbiter (tunggal/majelis)4) Penawaran perdamaian yang apabila diterima maka arbiter membuat akta

perdamaian dan apabila tidak diterima maka dilanjutkan denganpemeriksaan

5) Pemeriksaan sengketa6) Putusan arbitrase

c. Eksekusi putusan arbitrase1) Putusan yang sudah ditandatangani arbiter bersifat final2) Salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepaniteraan

pengadilan tingkat pertama3) Bilamana putusan tidak dilaksanakan secara sukarela maka dilaksanakan

berdasarkan perintah ketua pengadilan tingkat pertama

4. Pengadilan

Di dalam sistem penegakan hukum melalui pengadilan di Indonesia, pada

mulanya sengketa yang menyangkut keperdataan pada umumnya diselesaikan

melalui lembaga peradilan umum (Pengadilan Negeri), akan tetapi sejak

berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1

Tahun 1998 dan kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1998 dan telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka sengketa

niaga mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU)

serta sengketa mengenai Hak-Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) seperti hak merk,

hak cipta, desain industri, tata letak sirkuit terpadu, untuk penyelesaian sengketa

Universitas Sumatera Utara

Page 117: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

104

keperdataannya menjadi kompetensi absolut (kewenangan mutlak) Pengadilan

Niaga (peradilan khusus di Peradilan Umum). Sengketa perbankan dan asuransi

sekarang ini masih menjadi kompetensi absolut Pengadilan Negeri, namun untuk

jangka panjang akan menjadi kewenangan Pengadilan Niaga.121

Di dalam konteks perbankan syariah, lembaga Peradilan Agama melalui

Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang merupakan amandemen

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, telah

menetapkan antara lain bahwa Pengadilan Agama berwenang menyelesaikan

sengketa ekonomi syariah, diantaranya adalah perbankan syariah.

Proses penyelesaian sengketa perdata melalui lembaga peradilan dikenal

dengan litigasi artinya proses berperkara dengan cara mengajukan gugatan kepada

Pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan

sengketa yang terjadi diantara para pihak. Pengadilan dalam menyelenggarakan

proses persidangan sesuai dengan ketentuan hukum acara, sehingga tata cara

pemaksaan penegakan hukum yang dilakukan Pengadilan mesti sesuai dengan tata

cara beracara (due to process).

Penggunaan sistem litigasi mempunyai keuntungan dan kelebihan jika

dibanding dengan sistem arbitrase ataupun alternatif penyelesaian sengketa

lainnya seperti perdamaian, mediasi, dan sebagainya. Adapun kelebihan sistem

litigasi antara lain:122

121Yusuf Bachri, “Titik Singgung Wewenang Mengadili”, dalam http://www.pa-kendal.go.id/beranda-mainmenu-1-1/artikel/artikel/titik-singgung-kewenangan-mengadili. diaksespada tanggal 18 Januari 2016.

122Salim HS, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: SinarGrafika, 2003), hal.141.

Universitas Sumatera Utara

Page 118: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

105

a. Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang-kurangnya

dalam batas tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi

hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial

b. Litigasi sangat baik sekali untuk menemukan berbagai kesalahan dan masalah

dalam posisi pihak lawan

c. Litigasi memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan

peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum

mengambilkeputusan

d. Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi;

e. Dalam sistem litigasi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang

terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa

Berlandaskan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Peradilan

Agama telah memiliki suatu kompetensi baru khususnya dalam menangani

sengketa ekonomi syariah. Pasal 49 huruf (i) Revisi UUPA menyatakan bahwa

Pengadilan Agama berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara

dalam bidang ekonomi syariah. Penjelasan huruf (i) pasal ini menyatakan bahwa

yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha

yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi:

a. Bank syariah

b. Lembaga keuangan makro syariah

c. Asuransi syariah

d. Reasuransi syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 119: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

106

e. Obligasi syariah dan surat berharga berjangkka menengah syariah

f. Sekuritas syariah

g. Pembiayaan syariah

h. Pegadaian syariah

i. Dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan

j. Bisnis syariah

Peradilan Agama sesuai dengan peraturan yang baru, memiliki

kewenangan absolut di lingkungan peradilan di bidang hukum perdata saja.

Cakupan kewenangan absolut lingkungan peradilan agama juga mampu

menjangkau dengan pihak yang non-Islam. Transaksi yang menjadi mitra usaha di

perbankan syariah tidak hanya pihak yang beragama Islam saja, melainkan juga

yang non-Islam. Salah satu kelebihan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama adalah adanya satu asas penting yang baru diberlakukan. Asas

ini terdapat dalam Pasal 49 undang-undang tersebut yang dalam penjelasannya

yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam adalah termasuk

orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan

sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan

peradilan agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.

Ada 3 (tiga) bentuk kewenangan peradilan agama, pertama; perkara-

perkara perdata di luar dibidang ekonomi syariah, yang tunduk pada ketentuan-

ketentuan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan

umum, kedua; perkara-perkara di bidang perkawinan yang tunduk pada ketentuan-

Universitas Sumatera Utara

Page 120: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

107

ketentuan hukum acara khusus sebagaimana dalam Undang-Undang Peradilan

Agama itu sendiri, dan ketiga; perkara-perkara dalam bidang jinayah (pidana),

yang tunduk pada ketentuan hukum acara pidana yang tidak lain adalah Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).123

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Pengadilan Agama

berwenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Kewenangan tersebut

tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syariah saja, tapi juga di bidang

ekonomi syariah lainnya. Kemudian, kewenangan Pengadilan Agama diperkuat

kembali dalam Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perbankan

syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Namun,

Pasal 55 Ayat 2 Undang-Undang Nomor memberi peluang kepada para pihak

yang bersengketa untuk menyelesaikan perkara mereka di luar Pengadilan Agama

apabila disepakati bersama dalam isi akad. Sengketa tersebut bisa diselesaikan

melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain dan/atau melalui pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Negeri yang diberikan kewenangan

yang sama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah memberikan

dualisme penyelesaian sengketa dan ketidakpastian hukum serta tumpang tindih

kewenangan dalam menyelesaikan suatu perkara yang sama oleh dua lembaga

peradilan yang berbeda. Padahal, kewenangan ini jelas merupakan kewenangan

123Cik Basir, Op,Cit, hal.89

Universitas Sumatera Utara

Page 121: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

108

Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 49 huruf i Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Ketidakpastian hukum atas terkait adanya dualisme lembaga peradilan

dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah, maka dilakukanlah judicial review

ke Mahkamah Konstitusi dengan memohon pembatalan Pasal 55 Ayat 2 dan 3

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan syariah dengan alasan

bertentangan dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Pada tanggal 29

Agustus 2013, Majelis Mahkamah Konstitusi membuat putusan atas perkara

Nomor 93/PUU-X/2012, mengabulkan sebagian permohonan pemohon dengan

menyatakan bahwa penjelasan Pasal 55 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota pada faktanya lebih sering

mengambil langkah musyawarah dalam menyelesaikan sengketa dengan nasabah

sebelum mengambil langkah penyelesaian di lembaga BASYARNAS. Langkah

musyawarah adalah sebagai langkah yang lebih cepat dan mudah untuk

mengembalikan modal bank yang telah dipinjamkan ke nasabah.124 Adapun

langkah musyawarah ini tidak jauh berbeda dengan langkah dalam mengatasi

hambatan yang dihadapi oleh bank seperti yang dijelaskan dalam BAB III.

Langkah musyawarah ini dilakukan dalam bentuk:

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayarankewajiban nasabah atau jangka waktunya

124 Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 122: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

109

2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruhpersyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlahangsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidakmenambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank;

3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaantidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi:a. penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;b. konversi akad Pembiayaan;c. konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariahd. berjangka waktu menengahe. konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan

nasabah

Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota memberikan kebebasan kepada

nasabah untuk memilih langkah apa yang diambil, apakah penjadwalan kembali,

persyaratan kembali atau penataan kembali. Namun apabila nasabah tidak dapat

memilih dan menyerahkan pilihan tersebut maka Bank Muamalat Cabang Medan

Balai Kota yang memilih langkah apa yang lebih sesuai untuk nasabah.125

Terdapat beberapa perbedaan dalam penyelesaian sengketa antara bank

syariah dengan bank konvensional. Di dalam penyelesaian melalui arbitrase, bank

syariah tidaklah melalui badan arbitrase pada umumnya dan juga yang telah

dijelaskan sebelumnya bahwa BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)

adalah media yang dipilih apabila jalur arbitrase yang akan diambil.

Lembaga ini didirikan atas kerjasama antara Kejaksaan Agung Republik

Indonesia dan Majlis Ulama Indonesia (MUI). Karena itu, BASYARNAS dalam

menyelesaikan sengketa yang menyangkut perbankan syariah mengacu kepada

hukum materi syari’ah. Penyelesaian sengeketa melalui BASYARNAS sesuai

dengan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

125Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 123: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

110

Perbankan syariah yang berbunyi: “Dalam hal para pihak telah memperjanjikan

penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesain

sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”. Maka jika dalam akad dituangkan

bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase, hal ini dimungkinkan terjadi

sesuai dengan kesepakatan para pihak yaitu bank dan nasabah.

Selain itu dengan amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, maka

penyelesaian sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini

dimungkinkan karena undang-undang tersebut secara eksplisit dalam Pasal 49

menyebutkan bahwa Pengadilan Agama dapat menyelesaikan sengketa ekonomi

Islam. Hal ini juga dituangkan dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 tentang Perbankan syariah yang berbunyi: “Penyelesaian sengketa

Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama”.

Sedangkan dalam bank konvensional, badan arbitrase yang biasa ditunjuk

dan diberikan wewenang untuk menyelesaikan sengketa dikenal dengan sebutan

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Dimana tugas dari BANI ialah

untuk memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa

perdata yang timbul mengenai soal-soal perdagangan, industri, dan keuangan,

baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Dalam melakukan

tugasnya tersebut BANI adalah bebas (otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh

sesuatu kekuasaan lain.126

126Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2003), hal.11-14.

Universitas Sumatera Utara

Page 124: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

111

Perbedaan lainnya adalah penyelesaian melalui lembaga peradilan. Tidak

sama dengan bank syariah yang mana penyelesaiannya melalui Pengadilan

Agama, penyelesaian sengketa yang ada bank konvensional akan mengambil jalur

di Pengadilan Negeri. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Nomor 49 Tahun

2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986

Tentang Peradilan Umum yang mengatur kewenangan Pengadilan Umum atas

penyelesaian sengketa antara orang yang berpekara.

Universitas Sumatera Utara

Page 125: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

112

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah di Bank Muamalat

Cabang Medan Balai Kota sudah sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini dapat

dilihat dari teknis dilaksanakannya perjanjian yaitu berdasarkan prinsip-prinsip

Islam, digunakan pula dengan sistem bagi hasil, menempatkan pihak pertama

wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak

kedua (syarik) wajib membelinya, jual beli tersebut dilaksanakan sesuai

kesepakatan terkait dengan isi perjanjian, setelah selesai pelunasan penjualan,

seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah). Hal ini sesuai

yang diatur di dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 73/DSN-

MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah. Di dalam pembiayaan Al

Musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota juga menempatkan

nasabah sebagai mitra sebagai penyandang dana dalam pengelolaan dana.

2. Hambatan yang dihadapi Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dalam

pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah terbagi atas

2 (dua) jenis, yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Adapun

hambatan internal disebabkan oleh Bank melakukan analisis pembiayaan yang

tidak lengkap, Bank lemah dalam melakukan pengawasan, Bank kurang

lengkap dalam memperoleh informasi. Sedangkan hambatan eksternal

112

Universitas Sumatera Utara

Page 126: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

113

disebabkan oleh Nasabah menjalankan bisnis baru, Nasabah menyimpangkan

dana pembiayaan ke konsumsi, Nasabah memiliki perencanaan yang lemah,

Nasabah mengalami gagal usaha perusahaan memiliki aktiva tetap yang

berlebihan. Dengan kata lain bank lemah dalam melaksanakan prinsip kehati-

hatian

3. Penyelesaian sengketa di dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan

prinsip Al Musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota

dilaksanakan melalui jalur musyawarah. Jalur musyawarah ini dapat dilakukan

dengan langkah penjadwalan ulang, persyaratan kembali dan penataan kembali.

Apabila jalur musyawarah tersebut tidak berhasil, maka langkah yang diambil

adalah BASYARNAS sebagai media dalam penyelesaian sengekta. Hal ini

sesuai dengan Pasal 19 Akad Musyarakah Mutanaqisah Nomor 01.

B. Saran

1. Pelaksanaan perjanjian pembiayaan di perbankan syariah merupakan salah satu

bentuk dari kebebasan yang dapat dilakukan siapa saja dalam melakukan

kontrak termasuk yang ada di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota.

Namun ada sebaiknya setiap permohonan yang diajukan oleh nasabah adalah

permohonan yang formulirnya berasal dari bank sendiri sebagai panduan yang

benar dan bertujuan menghindari nasabah berulang kali untuk membuat surat

permohonan apabila salah dalam pembuatan permohonan

2. Hambatan dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah mutanaqisah

adalah merupakan hal biasa dan memang sering terjadi di beberapa lembaga

keuangan lainnya akan tetapi apabila ini terus dibiarkan akan mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara

Page 127: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

114

kerugian bagi pihak bank sendiri. Oleh karena itu sebaiknya kesalahan internal

dan eksternal diperketat dengan aturan seperti; apabila kesalahan pada

karyawan bank maka karyawan dapat dihukum sesuai dengan kesalahannya.

Apabila terbukti nasabah yang melakukan kesalahan karena mempergunakan

dana yang tidak semestinya maka bank dapat memberikan peringatan keras

3. Penyelesaian sengketa perbankan syariah memang seharusnya dilakukan

dengan cara musyawarah apalagi perdamaian akan tetapi ada kalanya

musyawarah atau negosiasi tidak dapat berlaku ketika nasabah tidak mengikuti

aturan dari bank. Oleh karena itu penggunaan lembaga di luar litigasi memang

sudah seharusnya dipilih ketika jalur musyawarah tidak mencapai kata sepakat.

Apabila jalur litigasi diambil, maka akan memakan biaya dan waktu yang lebih

lama dibanding dengan penyelesaian secara arbitrase.

Universitas Sumatera Utara

Page 128: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

115

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ahmad, Ifham Sholihin . Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: GramediaPustaka

Utama. 2010

al- Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad. Kifayah al- Akhyar.Bandung: PT al- Marif. 2007

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum cetakan ke-3. Jakarta: Penerbit SinarGrafika. 2011

Alif, M. Rizal. Analisis Kepemilikan Hak atas Tanah Satuan Rumah Susun diDalam Kerangka Hukum Benda. Bandung:Nuansa Aulia. 2009

Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, cetakankeempat belas, Jakarta: Tzkia Cendekia, 2009.

Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2012

Bank Indonesia. Direktori SKIM Kredit Perbankan Provinsi Kalimantan TengahTahun 2013. Kalimantan Tengah: Unit Pemberdayaan Sektor Riil danUMKM-KpwBI Prov. Kalteng. 2013

Firdaus, Muhammad, Sofiniha Ghufron, dkk, Konsep & Implementasi BankSyariah, Jakarta: Renaisan, 2005

Hadikusuma, Hilman. Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum.Bandung: Mandar Maju. 1995

Harahap, M. Yahya. Pembahasan. Permasalahan. dan Penerapan KUHAP.Jakarta: Sinar Grafika. 2006

____________________. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana PranadaMedia Group. 2008

Hariyani, Iswi. R. Serfianto Dibyo. dkk. Kitab Hukum Bisnis Properti: PanduanLengkap Bisnis Properti Ditinjau dari Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: BukuSeru. 2011

Hartono, C. F. G. Sunaryati. Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir AbadKe-20. Bandung: Penerbit Alumni. 1994

Universitas Sumatera Utara

Page 129: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

116

Harun, Badriyah. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah. Yogyakarta:Penerbit

Pustaka Yustisia. 2010

Khadduri, Majid. alih bahasa H. Mochtar Zoeni dan Joko. S Khahar. TeologiKeadilan Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti. 1999Laksaman, Yusak. Tanya Jawab: Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan

di

Bank Syariah. Jakarta: PT. Elex Media Kompurindo. 2009

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan PeradilanAgama.

cetakan keempat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006

Margono, Sayud. ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase: ProsesPelembagaan dan Aspek Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia. 2004

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum cetakan ke-2. Jakarta: Kencana. 2006

Moelino, Anton M.. dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.2008

Muh. Erwin. Filsafat Hukum ; Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Jakarta : Rajawali

ND, Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatifdan Hukum Empiris. Yogyakarta: Pusta Pelajar. 2010

Prawirohamidjodo, R. Soetojo dan Marthalena Poha. Hukum Orang dan Keluarga(Perseroan en Familie-Recht). Surabaya: Airlangga University Press.1991

Rahmadi, Takdir. Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2010

Rahman, Ghazaly Abdul. Ihsan Ghufron. dkk. Fiqih Muamalat. Jakarta: KencanaPrenada Media Grup. 2010

Rasyidi, Lilik. Filsafat Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. 2010

Rhiti, Hyronimus. Filsafat Hukum ; Edisi lengkap (Dari Klasik sampaiPostmoderenisme). Jogyakarta : Penerbit Universitas Atma JayaYogyakarta. 2011

Salim HS. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: SinarGrafika. 2003.

Universitas Sumatera Utara

Page 130: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

117

Santoso, Urip. Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah. cetakan kedua.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011

Seokanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 1986

Siahaan, Marihot Pahala. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan: Teoridan Praktek. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2003

Siddiqi, Hasbi Ash. Pengantar Fiqih Muamalat.Jakarta: Bulan Bintang. 1984

Siregar, Tampil Anshari. Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria.Medan:Pustaka Bangsa Press. 2008

Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty. 1998

Soekanto, Seorjono dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif Suatu TinjauanSingkat. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2010

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.1999

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. 2003.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. cetakan ketigabelas. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. 2013

Syahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang SeimbangBagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta:Institut Bankir Indonesia. 1993

Usman, Rachmad.. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Bandung:PT. Citra Aditya.

Usmani M. Taqi. An Introduction to Islamic Finance. Karachi: Idaratul Ma’arif.1999

Wibowo, Wahyu. Manajemen Bahasa: Pengorganisasian Karangan Pragmatikdalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis. Jakarta:

PT.Gramedia Putaka Utama. 2003

Zuhaily, Wahbah. al- Fiqih al – Islami wa Adillatuhu. Beirut: Dar al- Fikr al-Muashir. 2005

Internet:

Universitas Sumatera Utara

Page 131: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP …

118

Mahfud MD. “Penegakkan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan Yang baik.”dalamhttp://www.mahfudmd.com/public/makalah/PENEGAKAN%20HUKUM%20DAN%20TATA%20KELOLA%20PEMERINTAHAN%20HANURA.rtf. hal. 3. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015

Yusuf Bachri. “Titik Singgung Wewenang Mengadili”. dalam http://www.pa-kendal.go.id/beranda-mainmenu-1-1/artikel/artikel/titik-singgung-kewenangan-mengadili. diakses pada tanggal 18 Januari 2016.

Jurnal:

Herliana. “Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi DalamPenyelesaian

Sengketa Perbankan”. dalam Jurnal Mimbar Hukum. Vol.22. No.1.Februari

2010

Peraturan:

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Transaksi Syariah

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 28 tentang Perbankan Syariah

KUHPerdata

Fatwa Dewan Syari;ah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/200 tentangMusyarakah

Mutanaqisah

Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah.

Universitas Sumatera Utara