Upload
duongtu
View
223
Download
6
Embed Size (px)
i
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN
ASI EKSKLUSIF PADA IBU TIDAK BEKERJA
DAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN
SORAYA QATRUNNADA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Tidak Bekerja dan Status Gizi
Bayi Usia 6-12 Bulan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Soraya Qatrunnada
NIM I14110091
iv
v
ABSTRAK
SORAYA QATRUNNADA. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Eksklusif pada Ibu Tidak Bekerja dan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan. Dibimbing
oleh M RIZAL MARTUA DAMANIK dan SRI ANNA MARLIYATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi usia 6-12 bulan. Desain penelitian
yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah subjek 55 orang. Subjek
adalah bayi serta ibu menyusui dan tidak bekerja yang memiliki bayi usia 6-12
bulan dengan kelahiran normal serta bersedia untuk menjadi responden penelitian.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret–April 2015. Pengambilan data dilakukan
melalui kunjungan langsung kepada para subjek di rumah masing-masing. Kota
Bogor dijadikan sebagai lokasi penelitian dikarenakan kota ini diduga mendapat
pengaruh pola hidup modern ibukota serta menerima arus informasi yang tinggi
terkait susu formula atau makanan pendamping ASI lainnya. Berdasarkan uji
korelasi Spearman terdapat hubungan signifikan antara praktik ibu dalam
pemberian ASI (r=0.359, p=0.007), kondisi kesehatan ibu (r=0.282, p=0.037),
peran suami (r=0.542, p=0.000), dan tindakan bidan (r=-0.352, p=0.008) dengan
pemberian ASI eksklusif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur ibu
(r=-0.047, p=0.735), pendidikan formal ibu (r=0.166, p=0.225),
pendapatan/kapita/bulan (r=0.264, p=0.052), jumlah persalinan (r=0.007, p=0.958),
jumlah balita (r=-0.012, p=0.933), besar keluarga (r=-0.179, p=0.192), pengetahuan
ibu tentang ASI (r=0.033, p=0.809), sikap ibu terhadap ASI (r=0.135, p=0.326),
pengalaman menyusui (r=0.124, p=0.368), frekuensi ANC (r=0.252, p=0.064), dan
lingkungan sosial keluarga (r=-0.021, p=0.877) dengan pemberian ASI eksklusif.
Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan status gizi bayi
antara yang diberikan ASI eksklusif dan non-eksklusif, baik BB/U (p=0.445), PB/U
(p=0.285), maupun BB/PB (p=0.752). Berdasarkan analisis multivariat yang
menggunakan Multiple Logistic Regression menunjukkan bahwa variabel praktik
ibu dalam pemberian ASI dan peran suami merupakan variabel dominan yang
berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.
Kata Kunci : ASI eksklusif, ibu menyusui, ibu tidak bekerja, status gizi bayi
ABSTRACT
SORAYA QATRUNNADA. Analyze of Factors Influencing Exclusive
Breastfeeding on Housewife and Infant Nutritional Status at Age 6-12 Months.
Supervised by M RIZAL MARTUA DAMANIK and SRI ANNA MARLIYATI.
This research was aimed to analyze factors influencing exclusive
breastfeeding and infant nutritional status at age 6-12 months. The study design
was cross sectional with 55 subjects. The subjects were infant and lactating mother
and housewife who had an infant at age 6-12 months with normal birth and willing
to be respondent. The research was conducted on March-April 2015. The data were
gotten by visiting the subjects in their houses directly. Bogor City was chosen to be
the location of the research because this city getting the influence of modern life
from capital city and the high current of information about formula milk or other
vi
complementary foods. Spearman correlation test showed significant correlation
between maternal practice of breastfeeding (r=0.359, p=0.007), maternal health
(r=0.282, p=0.037), the role of husband (r=0.542, p=0.000), and the role of
midwife (r=-0.352, p=0.008) with exclusive breastfeeding. There were no
significant correlation between maternal age (r=-0.047, p=0.735), maternal
education (r=0.166, p=0.225), income/capita/month (r=0.264, p=0.052), amount
of parity (r=0.007, p=0.958), amount of children under five (r=-0.012, p=0.933),
family size (r=-0.179, p=0.192), maternal knowledge of breast milk (r=0.033,
p=0.809), maternal attitude of breast milk (r=0.135, p=0.326), breastfeeding
experience (r=0.124, p=0.368), ANC visits (r=0.252, p=0.064), and family social
environment (r=-0.021, p=0.877) with exclusive breastfeeding. Mann Whitney
different test showed no difference of infant nutritional status between exclusive
breastfed and non exclusive breastfed, as well as W/A (p=0.445), L/A (p=0.285),
or W/L (p=0.752). Multivariate analysis result which used Multiple Logistic
Regression showed variable of maternal practice of breastfeeding and the role of
husband were dominant variables that influence exclusive breastfeeding.
Key words : Exclusive breastfeeding, lactating mother, housewife, infant nutritional
status
vii
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN
ASI EKSKLUSIF PADA IBU TIDAK BEKERJA
DAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN
SORAYA QATRUNNADA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Imu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
viii
x
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 sampai April 2015 ini ialah
ASI eksklusif, dengan judul Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Eksklusif pada Ibu Tidak Bekerja dan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Muhammad Pribadi Romard dan Ibunda Herlina selaku orang tua
penulis atas segala dukungan yang tak ternilai baik moral maupun material
serta perhatian dan curahan kasih sayang yang telah diberikan;
2. Prof drh M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD dan Dr Ir Sri Anna Marliyati,
MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikiran serta memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya kecil ini dengan baik;
3. Adik tersayang Ericaltov Rabbany, terima kasih atas dukungannya dan
perhatiannya. Kak Mila dan keluarga, bibi Emy dan keluarga, serta keluarga
besar lainnya yang tak henti mendoakan, mendukung, dan memberikan
bantuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas kecil ini;
4. Dr Ir Ikeu Ekayanti, MS, Mbak Ryan, dan Bu Nurmala selaku dosen yang
telah membantu penulis dalam mencari rumus terbaik dan memahami
beberapa variabel penelitian yang masih kurang dipahami peneliti;
5. Para teman tersayang, kak Nining, Elvi, Ricamon, Laeli, Pipeh, Nur, Echa,
Tika, Mr Kecap, dan Putra yang senantiasa bersedia menemani dan
membantu penulis dalam menyelami perjalanan pembuatan karya ini yang
berliku-liku;
6. Para pembahas seminar, Mimin, Ricamon, Dyas, dan Asmi, yang telah
memberi masukan dan segala pertanyaan yang semakin memperkaya isi
karya kecil ini;
7. Mineral 48, para sahabat, wisma pinkiers, juga para praktikan yang selalu
mendoakan dan mendukungku;
8. Para bidan serta para ibu di Kota Bogor selaku responden penulis yang telah
bersedia sepenuh hati membantu penulis;
9. Seluruh pihak terkait yang belum disebutkan namanya yang telah
memberikan kontribusinya dari penulisan proposal penelitian sampai karya
kecil ini selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya kecil ini masih terdapat
beberapa kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya kecil ini
bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Soraya Qatrunnada
xii
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis 3
Manfaat Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE PENELITIAN 5
Desain, Lokasi, dan Waktu 5
Jumlah dan Cara Penarikan Responden 6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7
Pengolahan dan Analisis Data 8
Definisi Operasional 15
HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Karakteristik Ibu 16
Perilaku Ibu terhadap ASI 17
Pengetahuan Ibu tentang ASI 17
Sikap Ibu terhadap ASI 17
Praktik Ibu dalam Pemberian ASI 18
Pengalaman Menyusui 18
Kesehatan Ibu 19
Antenatal Care (ANC) 19
Dukungan Keluarga 20
Peran Suami 20
Lingkungan Sosial Keluarga 21
Tindakan Bidan 21
Status Gizi Bayi 22
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif 24
Faktor Dominan yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif 30
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 34
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 39
vi
DAFTAR TABEL
1 Variabel dan jenis data yang dikumpulkan 7
2 Kategori variabel 9
3 Sebaran ibu berdasarkan usia dan karakteristik lainnya 16
4 Sebaran ibu berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI 17
5 Sebaran ibu berdasarkan sikap ibu terhadap ASI 18
6 Sebaran ibu berdasarkan praktik ibu dalam pemberian ASI 18
7 Sebaran ibu berdasarkan pengalaman menyusui 19
8 Sebaran ibu berdasarkan kondisi kesehatan selama menyusui 19
9 Sebaran ibu berdasarkan frekuensi ANC 20
10 Sebaran ibu berdasarkan peranan suami 21
11 Sebaran ibu berdasarkan peranan lingkungan sosial keluarga 21
12 Sebaran ibu berdasarkan tindakan bidan 22
13 Sebaran ibu berdasarkan status gizi bayi 22
14 Sebaran bayi menurut status gizi saat pengamatan 23
15 Sebaran ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif
berdasarkan praktik ibu dalam pemberian ASI 27
16 Sebaran ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif
berdasarkan kesehatan ibu 28
17 Sebaran ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif
berdasarkan peran suami 29
18 Sebaran ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif
berdasarkan tindakan bidan 30
19 Variabel kandidat yang masuk dalam analisis multivariat 30
20 Hasil analisis multivariat terhadap pemberian ASI eksklusif 31
DAFTAR GAMBAR
1 Skema kerangka pemikiran penelitian 5
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji beda status gizi bayi 38
2 Hasil uji korelasi antara semua variabel yang diteliti dengan pemberian ASI
eksklusif 38
3 Pengukuran BB ibu dan bayi (a) serta proses wawancara (b) 38
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingginya kualitas sumber daya manusia (SDM), yang dapat dilihat menurut
indeks pembangunan manusia (IPM), menggambarkan tingginya umur harapan
hidup yang dapat menunjukkan derajat kesehatan masyarakat. Peningkatan kualitas
SDM secara langsung dipengaruhi oleh adanya upaya dalam peningkatan derajat
kesehatan SDM tersebut. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, kualitas sumber daya manusia, taraf
hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Peningkatan SDM
perlu dilaksanakan sejak anak masih dalam kandungan yang diarahkan pada
pembinaan kualitas kesehatan ibu dan anak. Salah satu yang berperan penting
dalam peningkatan kesehatan anak adalah pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif.
ASI merupakan makanan yang paling sempurna dan terbaik bagi bayi karena
mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangannya secara optimal. Pemberian ASI sebagai makanan utama bagi
bayi, terutama bayi berusia kurang dari 6 bulan, mendapat perhatian khusus dari
pemerintah. Melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
450/MENKES/SK/IV/2004, pemerintah mewajibkan pemberian ASI secara
eksklusif bagi bayi sejak lahir sampai dengan berumur enam bulan dan dianjurkan
untuk dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun dengan pemberian makanan
tambahan yang sesuai.
Kenyataannya di lapangan, khususnya di Indonesia, pemberian ASI eksklusif
kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan masih belum sesuai target yang
diharapkan. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa cakupan pemberian
ASI eksklusif meningkat dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2010, yaitu dari
15.3% menjadi 38% (Kemenkes RI 2013). Tetapi data tersebut belum memenuhi
target pemberian ASI eksklusif, yaitu sebesar ≥67%. Secara nasional, hanya
terdapat 73 kabupaten atau kota dari 497 kabupaten atau kota di Indonesia, sekitar
14.7%, yang telah mencapai target pemberian ASI eksklusif (Kemenkes RI 2012).
Rendahnya pemberian ASI, terutama ASI eksklusif, menjadi salah satu
pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi buruk berdasarkan
BB/U pada balita di Indonesia mengalami peningkatan antara tahun 2010 dan 2013.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, prevalensi gizi buruk pada balita
berdasarkan BB/U sebesar 4.9% dan mengalami peningkatan pada tahun 2013
menjadi 5.3% (Kemenkes RI 2013). Gizi buruk pada balita dapat terjadi karena
beberapa faktor, salah satunya yaitu balita tidak mendapatkan makanan yang cukup
dan sesuai dengan usianya. Gizi buruk pada balita dapat juga merupakan
manifestasi jangka panjang yang dialami sejak bayi.
Banyak alasan yang mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI eksklusif.
Alasan paling umum untuk tidak memberikan ASI eksklusif yaitu ibu harus bekerja,
ibu tidak memiliki cukup ASI atau berpikir tidak dapat memberikan ASI yang
cukup, serta dukungan keluarga yang minim. Selain itu, adanya pengaruh media
massa mengenai susu formula bagi bayi mempengaruhi ibu untuk tidak
memberikan ASI (Juherman 2008). Menurut Abdullah (2002), pada kelompok ibu
yang memberikan ASI eksklusif di Kota Bogor sebanyak 73.4% mendapatkan
2
informasi tentang susu formula dari media massa (TV), 13.3% dari keluarga, 6.7%
dari tenaga medis, dan sisanya dari tempat pelayanan kesehatan. Hal ini
menunjukkan bahwa media massa memegang kedudukan terbesar dalam
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, selain itu tenaga medis dan tempat
pelayanan kesehatan turut andil dalam memberikan informasi terkait susu formula.
Keberadaan bidan yang merupakan bagian dari tenaga medis sangat erat
kaitannya dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Terlebih lagi sasaran
bidan dalam kinerjanya yaitu para ibu rumah tangga. Provinsi Jawa Barat
merupakan provinsi di pulau Jawa yang mempunyai cakupan ASI eksklusif di
bawah angka cakupan nasional, yaitu 25.4%. Kota Bogor merupakan salah satu
kota yang memiliki cakupan ASI eksklusif di bawah rata-rata cakupan ASI
eksklusif Provinsi Jawa Barat (Dinkes Jabar 2013). Wilayah tersebut merupakan
wilayah yang dekat dengan Provinsi DKI Jakarta sehingga diduga mendapat
pengaruh pola hidup modern ibukota serta menerima arus informasi yang tinggi
terkait susu formula atau makanan pengganti ASI lainnya.
Permasalahan tersebut melatarbelakangi penelitian ini untuk menganalisis
lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ibu untuk memberikan
ASI eksklusif, terutama pada ibu tidak bekerja yang mendapatkan pertolongan
persalinan dan pendampingan terkait ASI dari bidan, serta gambaran status gizi bayi
usia 6-12 bulan di Kota Bogor.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
yang akan menjadi fokus penelitian yang akan diteliti oleh penulis sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan status gizi bayi usia 6-12 bulan antara yang
mendapatkan ASI eksklusif dengan yang ASI non-eksklusif?
2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik ibu (usia, tingkat pendidikan,
jumlah persalinan, jumlah balita, besar keluarga, pengalaman menyusui, dan
jumlah ANC) dengan pemberian ASI eksklusif?
3. Bagaimana hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik ibu
dalam pemberian ASI dengan pemberian ASI eksklusif?
4. Apakah terdapat hubungan antara kondisi kesehatan ibu dengan pemberian
ASI eksklusif?
5. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan
pemberian ASI eksklusif?
6. Apakah terdapat hubungan antara lingkungan sosial keluarga dan peran suami
dengan pemberian ASI eksklusif?
7. Apakah terdapat hubungan antara peranan bidan dalam memberikan ASI
eksklusif?
8. Apa faktor dominan yang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif
pada bayi usia 6-12 bulan?
3
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi usia 6-
12 bulan.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi karakteristik responden; 2. Menganalisis status gizi bayi usia 6-12 bulan antara yang mendapatkan ASI
eksklusif dan ASI non-eksklusif; 3. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik ibu
dalam pemberian ASI dengan pemberian ASI eksklusif; 4. Menganalisis hubungan antara kondisi kesehatan ibu dengan pemberian ASI
eksklusif;
5. Menganalisis hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan
pemberian ASI eksklusif;
6. Menganalisis hubungan antara lingkungan sosial keluarga dan peran suami
dengan pemberian ASI eksklusif;
7. Menganalisis hubungan antara peranan bidan dengan pemberian ASI
eksklusif; 8. Menganalisis faktor dominan yang berpengaruh terhadap pemberian ASI
eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan status gizi bayi usia 6-12 bulan antara yang mendapatkan
ASI eksklusif dengan yang ASI non-eksklusif;
2. Karakteristik ibu, kondisi kesehatan ibu, kondisi sosial ekonomi keluarga,
peran suami, dan peran bidan berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi
kepada para ibu menyusui dan keluarga sehingga dapat meningkatkan peran serta
semua anggota keluarga untuk lebih terlibat dalam pengambilan keputusan
pemberian ASI. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan informasi
dan pertimbangan bagi petugas kesehatan dan pembuat kebijakan, dalam hal ini
Dinas Kesehatan Kota Bogor, dalam upaya peningkatan keberhasilan dan
keberlanjutan program ASI eksklusif. Besarnya dukungan yang diberikan dari
semua sektor dalam peningkatan cakupan ASI eksklusif sangat dibutuhkan bagi ibu
dan bayinya guna menciptakan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal
sehingga akan terwujud sumber daya manusia yang berkualitas di masa mendatang.
4
KERANGKA PEMIKIRAN
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2012
tentang Pemberian ASI Eksklusif, ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada
bayi sejak dilahirkan selama enam bulan tanpa menambahkan dan atau mengganti
dengan makanan atau minuman lain. Hal ini dikarenakan ASI eksklusif merupakan
makanan terbaik pada anak usia tersebut dengan komposisi yang tepat dan mutu
gizi yang baik. Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah bayi dari berbagai
penyakit infeksi dan risiko penyakit lainnya karena ASI mengandung zat kekebalan
tubuh. Mendapatkan ASI merupakan hak seorang anak sedangkan memberikan ASI
merupakan kewajiban seorang ibu. Keputusan ibu untuk menyusui bayinya atau
tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor intrinsik dari dalam diri ibu
(seperti pengetahuan, sikap, kesehatan, serta karakteristik dari ibu yang mencakup
usia, tingkat pendidikan, jumlah persalinan, jumlah balita, besar keluarga,
pengalaman menyusui, dan jumlah kunjungan antenatal) maupun faktor ekstrinsik
yang berasal dari luar diri ibu (seperti pendapatan keluarga, dukungan keluarga
yang mencakup lingkungan sosial keluarga dan peran suami, serta peran bidan).
Keputusan ibu untuk menyusui ASI diduga secara langsung dipengaruhi oleh
pengetahuan dan sikap ibu terhadap ASI. Di sisi lain, pengetahuan dan sikap
merupakan dua faktor yang secara sinergis mempengaruhi praktik pemberian ASI.
Pengetahuan dan sikap dapat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri
mempengaruhi praktik pemberian ASI. Sementara itu pengetahuan dan sikap ibu
dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan informasi mengenai ASI dan MPASI
(makanan pendamping air susu ibu) dari berbagai sumber media, seperti media
cetak, media elektronik, teman, keluarga, ataupun tenaga kesehatan.
Kesehatan ibu akan mempengaruhi keputusan ibu dalam memberikan ASI,
terutama jika ibu sakit sehingga memutuskan untuk tidak menyusui atau berhenti
menyusui, baik atas anjuran dokter maupun inisiatif sendiri. Tingkat morbiditas,
infeksi, serta riwayat penyakit ibu juga turut mempengaruhi kesehatan ibu yang
akan berdampak pada keputusan pemberian ASI. Tetapi hal tersebut tidak diteliti.
Praktik pemberian ASI juga dipengaruhi langsung oleh tingkat pendapatan
keluarga dan dukungan keluarga, baik secara emosi maupun psikis, terutama dari
suami dan orang-orang yang terdekat dengan ibu. Pemberian ASI khususnya ASI
eksklusif tidak hanya melibatkan ibu dan bayi. Keluarga dengan pendapatan tinggi
terdapat kecenderungan bahwa ibu beralih ke susu formula karena daya beli dan
alasan praktis. Akan tetapi, keluarga dengan tingkat ekonomi atas memiliki
kesempatan dan fasilitas yang lebih baik dalam mengakses informasi tentang ASI.
Karakteristik ibu secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap praktik
pemberian ASI. Foo et al. (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa usia,
suku, agama, tingkat pendidikan, status kerja, dan pengalaman menyusui yang
dimiliki ibu berhubungan dengan praktik pemberian ASI. Ada tidaknya
pengalaman menyusui anak sebelumnya, termasuk pemberian ASI eksklusif dan
kesulitan menyusui yang dialami, diduga berhubungan dengan perilaku pemberian
ASI saat ini. Riwayat persalinan yang diduga berhubungan dengan keadaan
pemberian ASI eksklusif dibatasi pada cara dan kondisi bayi dilahirkan.
Informasi dan pelayanan kesehatan dari bidan mencerminkan kualitas
dukungan yang diberikan terhadap pemberian ASI eksklusif. Diharapkan informasi
5
dan pelayanan kesehatan yang baik dapat meningkatkan cakupan ASI eksklusif.
Salah satu dampak praktik ASI eksklusif yang dapat dengan mudah dan cepat
diketahui yaitu pada status gizi bayi, meskipun hal ini turut dipengaruhi oleh status
kesehatan bayi dan konsumsi makanan selain ASI berupa pemberian susu non-ASI
dan MPASI (Boyle 2003). Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini
disajikan pada Gambar 1.
Keterangan:
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan antar variabel yang diteliti
= Hubungan antar variabel yang tidak diteliti
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu
Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu data yang
dikumpulkan merupakan satu kesatuan data dalam satu waktu tertentu. Lokasi
dipilih dengan berbagai pertimbangan yaitu Kota Bogor merupakan daerah di Jawa
Barat yang dekat dengan Provinsi DKI Jakarta sehingga diduga mendapat pengaruh
pola hidup modern ibukota serta menerima arus informasi yang tinggi terkait susu
formula atau makanan pelengkap ASI lainnya. Pertimbangan lain dari peneliti
Karakteristik ibu:
Usia, tingkat
pendidikan, jumlah
persalinan, jumlah
balita, besar keluarga,
pengalaman menyusui,
jumlah ANC
Pengetahuan ibu
tentang ASI dan sikap
ibu terhadap ASI
Akses informasi tentang
ASI dan MPASI
Praktik
pemberian ASI
Keadaan
kesehatan ibu
Status gizi
bayi
Infeksi, morbiditas,
riwayat penyakit bayi
Infeksi, morbiditas,
riwayat penyakit ibu
Tingkat
pendapatan
keluarga
Lingkungan sosial
keluarga dan peran
suami
Peran bidan
Karakteristik bayi:
Umur, jenis kelamin, BB lahir
6
terletak pada sumber daya yang dimiliki peneliti berupa dana, tenaga, dan waktu.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 hingga bulan April 2015.
Jumlah dan Cara Penarikan Responden
Responden penelitian adalah ibu menyusui di wilayah Kota Bogor. Penarikan
sampel sebagai responden dilakukan secara acak sederhana (simple random
sampling) dengan kriteria inklusi sebagai berikut: 1) Ibu melaksanakan persalinan
di bidan praktik mandiri; 2) Ibu masih memberikan ASI dan tidak bekerja; 3)
Memiliki bayi usia 6-12 bulan yang lahirnya secara normal, tidak prematur (≥37
minggu) dan tidak BBLR (≥2500 g); 4) Ibu dalam keadaan sadar dan dapat
berkomunikasi dengan baik; serta 5) Ibu bersedia menjadi responden dan
diwawancarai dengan menyetujui informed consent yang diberikan. Pemilihan ibu
selaku responden dengan bayi berusia 6-12 bulan dilakukan dengan pertimbangan
bahwa terdapat lebih besar peluang bayi yang diberikan ASI eksklusif sampai 6
bulan serta daya ingat ibu tentang proses kehamilan, kelahiran, dan menyusui masih
baik untuk menghindari bias informasi.
Bidan praktik mandiri digunakan sebagai kriteria dengan beberapa
pertimbangan, yaitu: 1) Pelayanan yang diberikan bidan praktik mandiri lebih
dipertanggungjawabkan sendiri daripada yang lain; 2) Persalinan yang dilakukan
yaitu normal karena merupakan kompetensi bidan dan sebagai akibat dari tidak
adanya komplikasi atau penyakit pengganggu kelahiran yang dimiliki sang ibu; 3)
Bidan menghabiskan lebih banyak waktu bersama calon ibu dalam menjalani
persalinan daripada dokter yang hanya mengunjungi ibu bila sudah siap
melahirkan; 4) Sasaran bidan praktik mandiri adalah masyarakat dari semua
golongan yang terutama membidik para ibu rumah tangga; 5) Lebih sering sebagai
tempat pemberdayaan masyarakat dan ikut serta dalam kegiatan peran serta
masyarakat yang salah satunya sebagai ibu asuh; 6) Bidan praktik mandiri bisa
mempromosikan susu formula daripada bidan yang praktik di puskesmas, sehingga
dapat mengurangi terjadinya kesalahan dalam pengumpulan data; serta 7) menurut
Putri (2003), 52.5% ibu melahirkan di rumah bersalin, 32.5% di rumah sakit umum
swasta, dan 15% di rumah sakit umum negeri. Berdasarkan setiap lokasi melahirkan
tersebut yang mendapatkan rawat gabung antara ibu dan bayi sebesar 88.6% di
rumah bersalin, 38.5% di rumah sakit umum swasta, dan 50% di rumah sakit umum
negeri. Terdapatnya ruang gabung tersebut dapat meningkatkan intensitas
kedekatan antara ibu dan bayi, sehingga pemberian ASI dapat segera dilakukan.
Jumlah minimal ibu yang menjadi responden diperoleh menggunakan rumus
Lngawa, Lemeshow dan WHO (1991). Penentuan jumlah ini diperoleh melalui
perhitungan dengan derajat kepercayaan yang diinginkan 95% dan presisi 10%.
Cakupan ASI eksklusif di Kota Bogor sebesar 17.17% (Dinkes Jabar 2013),
sehingga jumlah minimal ibu yang dapat dijadikan responden sebanyak:
n ≥ Z2α p (1-p)
d2
n ≥ (1.96)2 x 0.1717 x (1-0.1717)
(0.1)2
n ≥ 55 orang
7
Keterangan:
α = Derajat kepercayaan
p = Proporsi jumlah ASI eksklusif di Kota Bogor
d = Presisi
Apabila estimasi drop out sebesar 50%, jumlah acuan ibu yang dibutuhkan
yaitu: 1.5 x 55 = 83 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan data
primer. Data sekunder diperoleh dari ikatan bidan Indonesia (IBI) di Kota Bogor
mengenai nama dan alamat para bidan praktik mandiri serta dari pihak bidan
mengenai nama dan alamat para ibu yang melahirkan secara normal melalui jasa
mereka. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada ibu selaku
responden menggunakan kuesioner sebagai alat bantu yang mencakup karakteristik
responden (ibu), pengetahuan ibu tentang ASI, sikap ibu terhadap ASI, praktik ibu
dalam pemberian ASI, pengalaman menyusui, kesehatan ibu, ANC (antenatal
care), orang yang paling berpengaruh dalam pemberian ASI, peran suami,
lingkungan sosial keluarga, akses informasi mengenai ASI dan MPASI, serta
tindakan bidan. Sedangkan untuk data status gizi bayi dikumpulkan melalui
pengukuran langsung. Selengkapnya variabel dan data yang dikumpulkan dalam
penelitian disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Variabel dan jenis data yang dikumpulkan
Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan
data
Karakteristik ibu Usia
Pendidikan
Pendapatan
keluarga
Jumlah
persalinan
Jumlah
balita
Besar
keluarga
Wawancara
Pengetahuan ibu
tentang ASI Pengetahuan tentang
kolostrum
Pengetahuan seputar ASI
dan menyusui
Wawancara
Sikap ibu terhadap ASI Kecenderungan ibu terkait
pemberian ASI Wawancara
Praktik ibu dalam
pemberian ASI Praktik ASI eksklusif dan
alasannya
Status peaksanaan IMD dan
alasannya
Waktu pemberian ASI
Frekuensi pemberian ASI
sehari
Cara memberikan ASI
Wawancara
8
Tabel 1 Variabel dan jenis data yang dikumpulkan (lanjutan)
Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan
data
Pengalaman menyusui Kondisi terkait pengalaman
menyusui Wawancara
Kesehatan ibu Kondisi kesehatan ibu
selama menyusui Wawancara
ANC Frekuensi pemeriksaan
kehamilan secara berkala Wawancara
Orang yang paling
berpengaruh
Pihak yang paling
mempengaruhi keputusan
pemberian ASI
Wawancara
Peran suami Peranan suami dalam
peningkatan ASI eksklusif Wawancara
Lingkungan sosial
keluarga Dukungan keluarga
Pihak yang berdiskusi
Pihak pengambil
keputusan
Wawancara
Akses informasi tentang
ASI dan MPASI Informan pertama
Informan yang paling
dipercaya
Informan yang paling
banyak
menginformasikan
Wawancara
Tindakan bidan Peranan bidan pada
peningkatan ASI eksklusif Wawancara
Status gizi bayi BB/U
PB/U
BB/PB
Antropometri
(pengukuran langsung)
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis
data. Data kuesioner yang telah diperoleh dilakukan editing untuk mengecek
kelengkapan dan konsistensi informasi. Kemudian dilakukan coding atau
pemberian kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban pertanyaan pada
kuesioner untuk memudahkan pengumpulan dan pengelompokan data. Entry data
dilakukan sesuai dengan kode yang telah dibuat untuk setiap variabel sehingga
menjadi suatu data dasar. Cleaning dilakukan untuk memeriksa kemungkinan
adanya kesalahan dalam pemasukan data. Pengolahan data dilakukan menggunakan
Microsoft Office Excel 2013 dan dianalisis dengan program Statistical Product and
Service Solutions version 16.0 (SPSS v.6) for Windows. Pengolahan data terkait
status gizi bayi dilakukan menggunakan aplikasi WHO Antro.
Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan uji statistik sesuai jenis
data tersebut. Derajat kemaknaan yang digunakan untuk melihat hubungan variabel
bebas terhadap variabel terikat menggunakan batas kemaknaan 95%. Uji statistik
9
yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensia. Analisis data
secara deskriptif dilakukan dengan mengelompokkan atau membandingkan dengan
cut off point. Sebelum dilakukan uji statistik inferensia, data diuji kenormalannya
dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Analisis deskriptif dilakukan dengan beragam analisis seperti analisis
univariat untuk mendeskripsikan karakteristik responden dan variabel lainnya,
analisis bivariat untuk menguji hipotesis hubungan faktor-faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif melalui uji Spearman (agar didapatkan
informasi terkait hubungan yang signifikan antara masing-masing variabel bebas
dengan variabel terikat berupa keberhasilan pemberian ASI eksklusif), serta analisis
multivariat untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama antara variabel
independen dengan dependen menggunakan Multiple Logistic Regression dengan
metode Backwald Wald. Variabel bebas yang terpilih untuk uji regresi logistik
ganda adalah hasil dari analisis bivariat dengan nilai p<0.25 (Sabri dan Hartono
2006). Uji beda Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan status gizi
bayi antara yang diberikan ASI eksklusif dengan ASI non eksklusif. Selengkapnya
pemaparan terkait kategori untuk masing-masing variabel dijelaskan pada Tabel 2
terkait pengkategorian variabel berikut sumber acuannya.
Tabel 2 Kategori variabel
Variabel Data yang
dikumpulkan Kategori Sumber Acuan
Karakteristik
ibu
Usia 1. <20 tahun
2. 20-35 tahun
3. >35 tahun
Depkes RI
(2005)
Pendidikan 1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD
3. SD/sederajat
4. SMP/sederajat
5. SMA/sederajat
6. Perguruan tinggi
Ijazah terakhir
ibu
Pendapatan
keluarga
1. Miskin, bila <Rp
294 700
00/kapita/bulan
2. Tidak miskin, bila
≥Rp 294 700
00/kapita/bulan
Garis
kemiskinan
perkotaan Jawa
Barat pada
tahun 2014
(BPS 2014)
Jumlah persalinan 1. 1-2 kali
2. ≥3 kali
Hikmawati
(2008)
Jumlah balita 1. 1 orang
2. >1 orang
Ekiawati (2002)
Besar keluarga 1. Keluarga kecil (≤4
orang)
2. Keluarga sedang
(5-6 orang)
3. Keluarga besar (≥7
orang)
BKKBN (1998)
10
Tabel 2 Kategori variabel (lanjutan)
Variabel Data yang
dikumpulkan Kategori Sumber Acuan
Pengetahu
an ibu
tentang ASI
Pengetahuan
seputar ASI
dan menyusui
1. Kurang (<60%)
2. Sedang (60-80%)
3. Baik (>80%)
Khomsan
(2000);
Ekiawati
(2002); Gulo
(2002)
Sikap ibu
terhadap
ASI
Kecenderungan
ibu terkait
pemberian ASI
1. Rendah (<6.7)
2. Sedang (6.7-13.4)
3. Tinggi(>13.4)
Ekiawati
(2002); Gulo
(2002);
Suhendar (2002)
Praktik ibu
dalam
pemberian
ASI
Praktik ASI
eksklusif
1. ASI non-eksklusif
2. ASI eksklusif
Gulo (2002)
Status
pelaksanaan
IMD
1. Tidak dilakukan
2. Dilakukan
Gulo (2002)
Waktu
pemberian ASI
1. Saat bayi menangis
karena lapar
2. Saat bayi menunjukkan
rasa lapar yang ditandai
dengan dimasukannya
dan dihisapnya jari atau
tangannya ke dalam
mulut serta
digerakkannya
kepalanya ke kiri dan ke
kanan dengan mulut
terbuka
3. Tidak ditentukan
Brown et al.
(2005)
Frekuensi
pemberian ASI
1. Kurang (<7 kali)
2. Cukup (≥7 kali)
Perkins dan
Vannais (2004);
Rachmadewi
(2009)
Pengalaman
menyusui
Kondisi terkait
pengalaman
menyusui
1. Kurang (≤50%)
2. Baik (>50%)
Putri (2003)
Kesehatan
ibu
Kondisi
kesehatan ibu
selama
menyusui
1. Sehat
2. Sakit
Hikmawati
(2008)
ANC Frekuensi
pemeriksaan
kehamilan
secara berkala
1. Kurang lengkap (<4)
2. Lengkap (≥4)
Hikmawati
(2008) dan
Kemenkes RI
Nomor
828/Menkes/SK
11
Tabel 2 Kategori variabel (lanjutan)
Variabel Data yang
dikumpulkan Kategori Sumber Acuan
ANC
(lanjutan)
/IX/2008
tentang Petunjuk
Teknis SPM
Bidang
Kesehatan
Peran suami Peranan suami
dalam
peningkatan ASI
eksklusif
1. Rendah (<6.7)
2. Sedang (6.7-13.4)
3. Tinggi (>13.4)
Ekiawati (2002);
Juherman
(2008).
Lingkungan
sosial keluarga
Dukungan
keluarga
1. Kurang (≤50%)
2. Baik (>50%)
Ekiawati
(2002); Basri
(2011);
Yuwanta (2012)
Pihak yang diajak
berdiskusi
1. Suami
2. Orang tua
3. Keluarga
4. Teman
5. Petugas kesehatan
Abdullah (2002)
Pihak pengambil
keputusan
1. Istri
2. Suami
3. Suami-istri
4. Orang tua
Guhardja et al.
(1992) dan
Abdullah (2002)
Tindakan
bidan
Peranan bidan
pada peningkatan
ASI eksklusif
1. Kurang (<60%)
2. Sedang (60-80%)
3. Baik (>80%)
Putri (2003);
Ramadhani
(2014)
Status gizi bayi BB/U 1. Gizi lebih (z-
score>2 SD)
2. Gizi baik (2 SD≥z-
score≥-2 SD)
3. Gizi kurang (-2
SD>z-score≥-3
SD)
4. Gizi buruk (z-
score<-3 SD)
Riskesdas
(2010)
PB/U 1. Panjang (z-score>2
SD)
2. Normal (2 SD≥z-
score≥-2 SD)
3. Pendek (-2 SD>z-
score≥-3 SD)
4. Sangat pendek (z-
score<-3 SD)
Riskesdas
(2010)
BB/PB 1. Gemuk (z-score>2
SD)
Riskesdas
(2010)
12
Tabel 2 Kategori variabel (lanjutan)
Variabel Data yang
dikumpulkan Kategori Sumber Acuan
Status gizi bayi
(lanjutan)
BB/PB 2. Normal (2 SD≥z-
score≥-2 SD)
3. Kurus (-2 SD>z-
score≥-3 SD)
4. Sangat kurus (z-
score<-3 SD)
Riskesdas
(2010)
Penjelasan terkait pengkategorian beberapa variabel, baik yang tidak
dimasukkan dalam Tabel 2 maupun yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut,
dipaparkan sebagai berikut.
1) Perilaku Pemberian ASI
Notoatmodjo (2003) memaparkan bahwa perilaku merupakan semua
tindakan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku terbagi ke dalam 3 domain untuk
kepentingan pendidikan, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Perkembangan pendidikan selanjutnya mengembangkan ketiga
domain tersebut untuk pengukuran hasil suatu pengamatan atau penelitian
terhadap dunia pendidikan yang diukur dari pengetahuan, sikap, dan praktik
yang disesuaikan dengan kebutuhan.
a. Pengetahuan ibu tentang ASI
Pengetahuan ASI ibu diukur dengan memberikan skor terhadap jawaban
pertanyaan yang terdiri atas 9 pertanyaan seputar ASI dan menyusui. Skor
jawaban benar adalah 1 dan skor jawaban salah adalah 0. Kemudian skor
jawaban yang benar dijumlahkan dan dibandingkan dengan total skor
maksimal. Skor maksimal yang diperoleh yaitu 9, sedangkan skor minimalnya
yaitu 0. Hasil penilaian tersebut dikelompokkan menjadi 3 kategori menurut
Khomsan (2000), yaitu kurang (<60%), sedang (60-80%), dan baik (>80%).
b. Sikap ibu terhadap ASI
Sikap terkait ASI diukur dari 10 pernyataan yang kemudian diukur dengan
cara memberikan tiga alternatif jawaban, yaitu setuju, ragu-ragu, dan tidak
setuju. Skor untuk pernyataan positif (pernyataan nomor 1-5) dengan jawaban
setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju berturut-turut adalah 2, 1, dan 0. Sedangkan
untuk pernyataan negatif (pernyataan nomor 6-10) berturut-turut diberi skor 0,
1, dan 2. Skor tertinggi adalah 20 dan terendah adalah 0. Hasil penilaian dari
pernyataan yang dibuat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu rendah
(<6.7), sedang (6.7-13.4), dan tinggi (>13.4) menurut perhitungan berikut.
Interval kelas (I)= 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 (𝑁𝑇)−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 (𝑁𝑅)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
Berdasarkan interval kelas tersebut, pengkategorian variabel sikap
dikelompokkan berdasarkan nilai skor menggunakan rumus sebagai berikut:
- Rendah = NR sampai (NR+I)
13
- Sedang = (NR+I) sampai {(NR+I)+I}
- Tinggi = {(NR+I)+I} sampai NT
c. Praktik ibu dalam pemberian ASI
Praktik ibu dalam pemberian ASI secara umum terdiri atas praktik ASI
eksklusif dan alasannya, makanan dan minuman pertama kali yang diberikan,
pemberi saran diberikannya MPASI serta waktu pemberiannya pertama kali
(dalam umur bayi), status pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) dan
alasannya, waktu pemberian ASI, frekuensi pemberian ASI, dan cara menyusui
bayi. Hal-hal yang tidak dimasukkan untuk dijadikan nilai yaitu praktik ASI
eksklusif dan alasannya, makanan dan minuman pertama kali yang diberikan,
pemberi saran diberikannya MPASI serta waktu pemberiannya pertama kali
(dalam umur bayi), status pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) dan
alasannya, serta waktu pemberian ASI. Nilai minimum yang akan diperoleh
sebesar 9, sedangkan nilai maksimum yang akan diperoleh sebesar 22.
Penilaian terkait praktik ibu dalam pemberian ASI dibedakan menjadi 3
kategori menurut Putri (2003), yaitu rendah (<13.3), sedang (13.3-17.6), dan
tinggi (>17.6) berdasarkan perhitungan berikut.
Interval kelas (I)= 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 (𝑁𝑇)−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 (𝑁𝑅)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
Berdasarkan interval kelas tersebut, variabel tersebut dikelompokkan
berdasarkan nilai skor menggunakan rumus sebagai berikut:
- Rendah = NR sampai (NR+I)
- Sedang = (NR+I) sampai {(NR+I)+I}
- Tinggi = {(NR+I)+I} sampai NT
2. Pengalaman menyusui
Pengalaman menyusui terdiri atas 3 hal, yaitu ada atau tidaknya pengalaman
menyusui, status pemberian ASI sebelumnya, serta ada atau tidaknya kesulitan saat
menyusui sebelumnya. Nilai minimal yang akan diperoleh yaitu 1, sedangkan nilai
maksimalnya yaitu 6. Total skor dibedakan menjadi 2 kategori menurut Putri
(2003), yaitu kurang (≤50%) dan baik (>50%).
3. Kesehatan ibu
Kondisi kesehatan ibu selama menyusui dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu
sehat dan sakit. Menurut Hikmawati (2008), ibu dinilai sakit apabila ibu mengeluh
tidak nyaman menyusui karena payudara bengkak, puting lecet, atau karena minum
obat dan atau harus dirawat di rumah sakit.
4. Orang yang paling berpengaruh
Pemberi pengaruh dalam pemberian ASI eksklusif ataupun tidak bisa dari
pihak keluarga ataupun bukan pihak keluarga. Pihak yang memberi pengaruh bisa
dari suami, orang tua, nenek, saudara, teman, petugas kesehatan, ataupun lainnya.
5. Peran suami
Peranan suami dalam pemberian ASI diukur dengan mengajukan 10
pernyataan dan memberi skor pada jawaban yang diklasifikasikan menjadi sering
(2), kadang-kadang (1), dan tidak pernah atau jarang (0). Nilai maksimal yang akan
14
diperoleh yaitu 40, sedangkan nilai minimalnya sebesar 0. Total skor dibedakan
menjadi 3 kategori, yaitu rendah (<6.7), sedang (6.7-13.4), dan tinggi (>13.4)
menurut perhitungan berikut.
Interval kelas (I)= 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 (𝑁𝑇)−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 (𝑁𝑅)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
Berdasarkan interval kelas tersebut, pengkategorian variabel peran suami
dikelompokkan berdasarkan nilai skor menggunakan rumus sebagai berikut:
- Rendah = NR sampai (NR+I)
- Sedang = (NR+I) sampai {(NR+I)+I}
- Tinggi = {(NR+I)+I} sampai NT
6. Lingkungan sosial keluarga
Lingkungan sosial keluarga menggambarkan dukungan keluarga dalam
pemberian ASI, terutama ASI eksklusif. Hal ini mencakup dukungan keluarga,
pihak yang diajak berdiskusi, dan pihak pengambil keputusan. Penilaian terkait
dukungan keluarga diperoleh dengan memberikan 7 pernyataan yang berkaitan
dengan bentuk dukungan keluarga menurut Friedman (1998), yaitu dukungan
instrumental, dukungan informasi, dukungan penilaian (appraisal), dan dukungan
emosional. Pemberian skor diklasifikasikan menjadi sering (2), kadang-kadang (1),
dan tidak pernah (0). Nilai maksimal dari dukungan keluarga yaitu 14, sedangkan
nilai minimalnya sebesar 0. Nilai dukungan keluarga responden kemudian
dibandingkan dengan nilai maksimal sehingga diperoleh nilai persentase. Pihak
yang diajak berdiskusi bisa dengan suami, orang tua, keluarga, teman, atau petugas
kesehatan. Pihak pengambil keputusan di dalam keluarga menurut Guhardja et al.
(1992) dalam Abdullah (2002) berasal dari seseorang yang relatif lebih dominan
(pola tradisional) ataupun secara bersama antara suami dan istri dengan
pertimbangan pada kedua pihak (pola modern).
7. Akses informasi tentang ASI dan MPASI
Akses terhadap informasi diperinci oleh 3 hal, yaitu informan pertama,
informan yang paling dipercaya disertai alasannya, serta informan yang paling
sering memberikan informasi terkait ASI dan MPASI. Informan dapat berasal dari
keluarga, media cetak, media elektronik, serta tenaga kesehatan (bidan dan dokter)
dan sarana pelayanan kesehatan (seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, dan
klinik bersalin).
8. Tindakan bidan
Data peranan bidan terhadap peningkatan program ASI eksklusif terdiri atas
6 pernyataan dari penelitian Ramadhani (2014) yang telah dimodifikasi. Setiap
pernyataan dikelompokkan berdasarkan pelaksanaannya yang diklasifikasikan
menjadi tidak terlaksana (0) dan terlaksana (1). Total skor dibedakan menjadi 3
kategori, yaitu kurang (<60%), sedang (60-80%), dan baik (>80%).
9. Status gizi bayi
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan kalori dan protein. Penilaian status gizi bayi dilakukan melalui perhitungan
indeks BB/U untuk melihat kejadian KEP (kurang energi protein) dan perubahan
15
yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan, indeks
PB/U untuk mengukur pencapaian pertumbuhan linear dan status gizi masa lalu,
serta BB/PB untuk mengukur status gizi saat ini yang semua dibandingkan dengan
standar WHO-NCHS. Mendapatkan data panjang badan (PB) dilakukan dengan
pengukuran panjang bayi menggunakan meteran dengan ketelitian 0.1 cm,
sedangkan data berat badan (BB) dilakukan dengan menimbang BB ibu yang
sedang menggendong bayi yang dikurangi dengan BB ibu tanpa menggendong bayi
menggunakan timbangan BB digital dengan ketelitian 0.1 kg.
Definisi Operasional
Akses informasi tentang ASI dan MPASI adalah beragam jenis media massa
yang biasa dibaca atau didengar atau dilihat, dan sumber informasi dalam hal
gizi dan kesehatan yang dapat memberikan wawasan baru bagi ibu khususnya
ASI eksklusif.
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam rumah tangga
yang hidupnya tergantung dengan pengelolaan sumber daya yang
bersangkutan.
Frekuensi menyusui adalah jumlah berapa kali ibu biasa memberikan ASI setiap
hari.
Pendapatan perkapita perbulan adalah jumlah pendapatan perbulan yang
dihasilkan dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga lain dibagi
dengan besar keluarga dinilai dalam satuan rupiah.
Pendidikan ibu adalah tingkatan ibu dalam belajar dan menuntut ilmu di
pendidikan formal berupa perhitungan, ilmu alam, ilmu sosial, dan kejuruan
serta mendapatkan ijazah resmi dengan kategori SD/sederajat,
SMP/sederajat. SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi/Sekolah
Tinggi/Akademi.
Pengalaman menyusui adalah gambaran pengalaman ibu ketika menyusui anak
sebelum kelahiran yang terakhir termasuk status pemberian ASI eksklusif dan
kesulitan yang dialaminya selama menyusui.
Peranan suami dalam pemberian ASI adalah kegiatan yang dilakukan suami
dalam membantu dan mendukung istri dan bayi dalam pemberian ASI.
Praktik pemberian ASI adalah riwayat pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya
yang mencakup praktik ASI eksklusif dan alasannya, durasi pemberian ASI
eksklusif, status pelaksanaan IMD dan alasannya, waktu pemberian ASI,
frekuensi pemberian ASI, dan cara menyusui.
Sikap ibu tentang pemberian ASI adalah ungkapan perasaan ibu dan
kecenderungan pandangan ibu tentang pemberian ASI yang diukur dengan
jawaban setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju terhadap beberapa pernyataan
yang diberikan.
Status gizi bayi usia 6-12 bulan adalah suatu keadaan kesehatan tubuh bayi yang
berusia 6-12 bulan berdasarkan pengukuran BB/U, PB/U, dan BB/PB
menggunakan standar WHO-NCHS.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Ibu
Responden dalam penelitian ini merupakan ibu menyusui yang melahirkan
secara normal dibantu oleh bidan praktik mandiri di wilayah Kota Bogor sekitar 6-
12 bulan sebelum bulan April 2015. Umumnya umur ibu yang melakukan
persalinan berada pada rentang 20-35 tahun. Umur wanita yang melahirkan lebih
dari 35 tahun dianggap berbahaya sehingga dapat meningkatkan penyulit kehamilan
dan persalinan (Depkes RI 2005). Tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek
sosial yang umumnya berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang. Ibu
berpendidikan rendah (menempuh pendidikan kurang dari 9 tahun) yang tidak
bekerja lebih banyak tinggal di rumah sehingga cenderung dapat memberikan ASI,
terutama ASI eksklusif, karena lebih banyak memiliki kesempatan untuk menyusui
bayinya (Depkes RI 2000; Widagdo et al. 2000; Gulo 2002).
Tabel 3 Sebaran ibu berdasarkan usia dan karakteristik lainnya
Karakteristik ibu
Usia responden
20-35 tahun >35 tahun Total
n % n % n %
Pendidikan SD/sederajat 10 20 3 75 13 100
SMP/sederajat 12 23 1 25 13 100
SMA/sederajat 21 41 0 0 21 100
Perguruan
tinggi 8 16 0 0 8 100
Pendapatan/kapita
/bulan
Miskin 9 18 1 25 10 100
Tidak miskin 42 82 3 75 45 100
Jumlah persalinan 1-2 kali 41 80 1 25 42 100
≥3 kali 10 20 3 75 13 100
Jumlah balita 1 orang 39 76 4 100 43 100
>1 orang 12 24 0 0 12 100
Besar keluarga Keluarga kecil 30 59 1 25 31 100
Keluarga
sedang 17 33 3 75 20 100
Keluarga besar 4 8 0 0 4 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa responden (ibu) yang didapatkan serta diteliti
berada pada usia minimal 20 tahun dan berpendidikan minimal SD/sederajat.
Sebagian besar ibu dengan usia 20-35 tahun menempuh jenjang pendidikan tamatan
SMA/sederajat (41%), tergolong tidak miskin (82%), telah melakukan persalinan
sekitar 1-2 kali (80%), serta memiliki balita sebanyak 1 orang (76%) dalam
keluarga yang tergolong kecil (59%). Kategori usia lain menggambarkan bahwa
sebagian besar ibu dengan usia lebih dari 35 tahun menempuh jenjang pendidikan
17
tamatan SD/sederajat (75%), tergolong tidak miskin (75%), telah melakukan
persalinan minimal 3 kali (75%), serta memiliki balita sebanyak 1 orang (100%)
dalam keluarga yang tergolong sedang (75%).
Perilaku Ibu terhadap ASI
Pengetahuan Ibu tentang ASI
Pengetahuan merupakan fase awal dari pembuatan dan penentuan keputusan
yang akan mempengaruhi perilaku seseorang berdasarkan pengetahuan yang
diperolehnya (Notoatmodjo 1996). Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
memiliki tingkat pengetahuan gizi tentang ASI yang baik (36.4%), meskipun tidak
berbeda jauh dengan jumlah ibu yang tingkat pengetahuan gizi tentang ASI-nya
tergolong kurang (34.5%). Rata-rata persentase pengetahuan ibu terkait ASI sebesar
69.1%, sedangkan persentase terendah dan tertinggi yang dicapai secara berturut-
turut yaitu 22.2% dan 100.0%.
Pengetahuan tertinggi terkait ASI dari hasil penelitian didapatkan ketika
seorang ibu memiliki pemahaman yang benar terkait ASI eksklusif, kolostrum, cara
menyusui yang benar, dampak pemijatan payudara selama masa menyusui, serta
dampak pemberian ASI sampai anak usia 2 tahun. Pengetahuan gizi yang tinggi
didukung oleh pendidikan formal yang tinggi akan mempengaruhi pengaplikasian
pemberian makanan yang terbaik bagi keluarganya, meskipun pendidikan formal
bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan pengetahuan gizi karena dapat
ditunjang oleh penyuluhan gizi (Pujiastuti 2008).
Tabel 4 Sebaran ibu berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI
Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI n %
Baik 20 36.4
Sedang 16 29.1
Kurang 19 34.5
Total 55 100.0
Rata-rata ± SD (69.1 ± 22.2)%
Sikap Ibu terhadap ASI
Sikap mencakup pendapat, keyakinan, dan penilaian seseorang yang
berhubungan dengan pengetahuan serta pandangan seseorang terhadap suatu hal
(Abdullah 2002). Sikap ibu merupakan hal yang paling mempengaruhi keputusan
ibu untuk melanjutkan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan (Bai 2007). Tabel
5 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki sikap terhadap ASI yang
tergolong tinggi (92.7%). Rata-rata nilai sikap ibu terkait ASI sebesar 16.8 dari total
nilai maksimal sebesar 20, sedangkan nilai terendah dan tertinggi yang dicapai
secara berturut-turut yaitu 12 dan 20.
Sikap tertinggi terkait ASI dari hasil penelitian didapatkan ketika seorang ibu
memiliki pandangan yang tepat terkait manfaat inisiasi menyusui dini (IMD),
beragam dampak dari pemberian ASI (seperti dari segi ekonomi serta kesehatan ibu
dan anak), dampak pemijatan payudara, pemberian ASI ketika ibu dan anak sedang
sakit, serta tata laksana pemberian ASI dan prelaktal. Sikap ibu yang baik terhadap
18
proses laktasi penting ditanamkan karena ibu harus menyadari sepenuhnya bahwa
laktasi merupakan ikatan erat yang melibatkan sentuhan fisik ataupun psikis
(Abdullah 2002).
Tabel 5 Sebaran ibu berdasarkan sikap ibu terhadap ASI
Sikap ibu terhadap ASI n %
Tinggi 51 92.7
Sedang 4 7.3
Rendah 0 0.0
Total 55 100.0
Rata-rata ± SD 16.8 ± 2.1
Praktik Ibu dalam Pemberian ASI
Praktik merupakan suatu rangkaian aktivitas seseorang yang dipengaruhi oleh
pengetahuan dan sikap yang dimilikinya, baik positif maupun negatif. Tabel 6
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu praktik pemberian ASI-nya tergolong
tinggi (80.0%). Rata-rata nilai praktik ibu dalam pemberian ASI sebesar 18.9 dari
total nilai maksimal sebesar 22, sedangkan nilai terendah dan tertinggi yang dicapai
secara berturut-turut yaitu 14 dan 22.
Praktik tertinggi terkait ASI dari hasil penelitian didapatkan ketika seorang
ibu melaksanakan pemberian IMD, pemberian ASI yang masih dilakukan sampai
sekarang, pemberian ASI secara on demand (sesuai keinginan bayi), pemberian ASI
minimal 7 kali dalam sehari, dan perlakuan pemberian ASI yang baik dan benar
(daerah areola masuk ke dalam mulut bayi, menyusui dimulai dari payudara yang
tidak disusui sebelumnya, menggunakan kedua payudara secara bergantian,
menyusui bayi ketika bayi bangun tengah malam, menyendawakan bayi setelah
disusui, dan tidak memberikan empeng atau dot). Praktik pemberian ASI yang baik
dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ASI yang dihasilkan, termasuk perilaku
terkait makanan bagi ibu menyusui dan perawatan payudara (Depkes RI 1997).
Tabel 6 Sebaran ibu berdasarkan praktik ibu dalam pemberian ASI
Praktik ibu dalam pemberian ASI n %
Tinggi 44 80.0
Sedang 11 20.0
Rendah 0 0.0
Total 55 100.0
Rata-rata ± SD 18.9 ± 1.9
Pengalaman Menyusui
Faktor-faktor fisik yang menghasilkan pengalaman menyusui yang baik
berupa membina dan mempertahankan keadaan kesehatan yang baik,
keseimbangan yang sesuai antara istirahat dan kerja, bebas dari rasa cemas,
pengobatan segera dan cukup pada setiap penyakit yang timbul, serta gizi yang
cukup (Arvin 2000). Tabel 7 menunjukkan bahwa pengalaman menyusui ibu
19
sebagian besar tergolong baik (69.1%). Hal ini dikarenakan sebagian besar ibu
(67.3%) memiliki anak minimal 2 orang termasuk anak yang masih bayi, sehingga
mereka diduga telah memiliki pengalaman menyusui. Rata-rata persentase
pengalaman menyusui ibu sebesar 60.9%, sedangkan nilai terendah dan tertinggi
yang dicapai secara berturut-turut yaitu 16.7% dan 100%.
Pengalaman menyusui yang dinilai baik dari hasil penelitian didapatkan
ketika seorang ibu memiliki pengalaman menyusui sebelumnya yang tergolong ASI
eksklusif dan tidak ada kesulitan selama menyusui. Moreland dan Coombs (2000)
menyatakan bahwa pengalaman pemberian MPASI yang terlalu dini atau
dialaminya kesulitan menyusui pada anak sebelumnya perlu dicatat dalam riwayat
kehamilan yang sekarang dan didiskusikan agar kesulitan menyusui tersebut tidak
terulang kembali.
Tabel 7 Sebaran ibu berdasarkan pengalaman menyusui
Pengalaman menyusui n %
Baik 38 69.1
Kurang 17 30.9
Total 55 100.0
Rata-rata ± SD (60.9 ± 31.2)%
Kesehatan Ibu
Kesehatan ibu berpengaruh langsung terhadap kemampuan ibu untuk
merawat dan memberi makan bayinya. Tabel 8 menunjukkan bahwa kondisi
kesehatan sebagian besar ibu selama menyusui tergolong sehat (69.1%). Kondisi
kesehatan yang tergolong sehat dari hasil penelitian didapatkan ketika seorang ibu
tidak merasakan rasa sakit atau meminum obat-obatan tertentu akibat menderita
suatu penyakit yang semuanya dirasa dapat mengganggu proses menyusui. Pada
beberapa penyakit ringan seperti flu, sakit kepala, ataupun demam bukan
merupakan kontraindikasi yang menghalangi ibu memberikan ASI eksklusif.
Keadaan ibu yang sakit seperti mastitis, pembengkakan payudara, ataupun lainnya
dapat mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI untuk bayinya (Soetjiningsih
1997; Bahiyatun 2008).
Tabel 8 Sebaran ibu berdasarkan kondisi kesehatan selama menyusui
Kondisi kesehatan ibu n %
Sehat 38 69.1
Tidak sehat 17 30.9
Total 55 100.0
Antenatal Care (ANC)
Pelaksanaan ANC sangat penting dilakukan karena dapat memberikan
gambaran keadaan ibu hamil, janin, dan kesehatan umum. Pelayanan antenatal
20
dapat memberikan ibu kesempatan untuk dapat mempersiapkan persalinan ataupun
menyusui, termasuk juga menghilangkan atau mengurangi faktor risiko kehamilan
(seperti toksemia, hipertensi, diabetes, perdarahan selama hamil, atau lainnya)
(Hikmawati 2008).
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu sudah lengkap frekuensi
ANC-nya (90.9%). Rata-rata nilai kategori frekuensi ANC ibu sebesar 1.9,
sedangkan nilai terendah dan tertinggi yang dicapai secara berturut-turut yaitu 1
(kurang dari 4 kali kunjungan) dan 2 (minimal 4 kali kunjungan). Frekuensi ANC
yang tergolong lengkap dari hasil penelitian didapatkan ketika seorang ibu telah
melakukan kunjungan antenatal minimal 4 kali, baik hanya kepada bidan, dokter,
ataupun bidan dan dokter. Penetapan frekuensi ANC di Indonesia sebanyak 4 kali
dianggap cukup, yaitu 1 kali setiap trisemester dan 2 kali pada trisemester terakhir.
Salah satu tujuan ANC yaitu mempersiapkan agar ibu mampu memelihara bayi dan
memberikan ASI secara optimal (Manuaba 2001).
Tabel 9 Sebaran ibu berdasarkan frekuensi ANC
Frekuensi ANC n %
Lengkap 50 90.9
Kurang lengkap 5 9.1
Total 55 100.0
Rata-rata ± SD 1.9 ± 0.3
Dukungan Keluarga
Peran Suami
Suami atau ayah merupakan pihak terdekat ibu yang dapat membimbing ibu
untuk tidak melakukan tindakan yang keliru selama masa laktasi (Kleiman 2000).
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki suami yang berperan
baik (70.9%) dalam mendukung keberhasilan menyusui, terutama pemberian ASI
eksklusif. Rata-rata nilai peranan suami terkait ASI sebesar 14.9 dari total nilai
maksimal sebesar 40, sedangkan nilai terendah dan tertinggi yang dicapai secara
berturut-turut yaitu 4 dan 20.
Peranan suami tertinggi terkait ASI dari hasil penelitian didapatkan ketika
seorang suami sering memberi atau mengingatkan ibu tentang pentingnya ASI,
menyarankan ibu untuk mengonsumsi makanan pelancar ASI, membantu mengurus
bayi meskipun sedang sibuk (misalnya membantu mengganti popok bayi),
mendorong ibu untuk memberikan ASI meskipun sibuk, menciptakan suasana yang
tenang selama menyusui, membantu ibu membereskan pekerjaan rumah tangga
tanpa adanya suruhan, membantu mengurus bayi ketika bayi bangun tengah malam,
mengantar bayi ke dokter untuk imunisasi dan periksa kesehatan, serta membelikan
ibu makanan pelancar ASI. Peranan suami akan berpengaruh pada keberhasilan
menyusui jika kedua pihak, baik suami maupun istri, saling mempercayai. Ayah
dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan
dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya (Kleiman 2000).
21
Tabel 10 Sebaran ibu berdasarkan peranan suami
Peranan suami n %
Tinggi 39 70.9
Sedang 15 27.3
Rendah 1 1.8
Total 55 100.0
Rata-rata ± SD 14.9 ± 3.7
Lingkungan Sosial Keluarga
Dukungan bagi ibu meliputi hal-hal yang didapatkannya seperti kepedulian,
keutamaan, perhatian, pemahaman, saran, dorongan, dan bantuan (Williams 2005).
Dorongan dari lingkungan sangat berperan penting terutama bagi ibu-ibu yang
memiliki pengalaman menyusui yang tidak menyenangkan (Ahluwalia et al. 2005).
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu berada pada lingkungan sosial
keluarga yang tergolong baik (83.6%) dalam mendukung keberhasilan menyusui,
terutama pemberian ASI eksklusif. Rata-rata persentase peranan lingkungan sosial
keluarga terkait ASI sebesar 78.3%, sedangkan persentase terendah dan tertinggi
yang dicapai secara berturut-turut yaitu 0% dan 100%.
Peranan lingkungan sosial keluarga yang baik terkait ASI dari hasil penelitian
didapatkan ketika seorang ibu memiliki keluarga yang sering turut berdiskusi
tentang ibu dan bayi, mengingatkan ibu untuk memeriksakan kesehatan ibu dan
bayi, membantu menjaga bayi, menciptakan suasana yang tenang selama menyusui,
mengizinkan ibu untuk menyusui meskipun sedang sibuk, serta membantu ibu
ketika sedang menyusui. Dukungan dari pihak keluarga sendiri merupakan
reinforcing factor yang pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan, baik bersifat
emosional maupun psikologis, yang diberikan kepada ibu menyusui dalam
memberikan ASI (Depkes RI 2001).
Tabel 11 Sebaran ibu berdasarkan peranan lingkungan sosial keluarga
Peranan lingkungan sosial keluarga n %
Baik 46 83.6
Kurang 9 16.4
Total 55 100.0
Rata-rata ± SD (78.3 ± 27.5)%
Tindakan Bidan
Bidan dan konsultan laktasi secara aktif mencoba untuk meningkatkan
cakupan ASI minimal 6 bulan postpartum (setelah melahirkan). Hal ini sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/Menkes/SK/V/2004 yang salah
satunya menyebutkan bahwa tenaga kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan
kesehatan agar menginformasikan kepada ibu hamil yang baru melahirkan untuk
memberi ASI eksklusif (Soetjiningsih 1997). Tabel 12 menunjukkan bahwa
sebagian besar bidan telah tergolong baik (54.6%) dalam mendukung keberhasilan
menyusui, terutama pemberian ASI eksklusif. Rata-rata persentase tindakan bidan
22
terkait ASI sebesar 73.6%, sedangkan persentase terendah dan tertinggi yang
dicapai secara berturut-turut yaitu 33.3% dan 100%.
Tindakan bidan tertinggi terkait ASI dari hasil penelitian didapatkan ketika
seorang bidan berperan dalam membantu pelaksanaan IMD, menjelaskan terkait
kolostrum dan ASI eksklusif, mendukung pelaksanaan ASI eksklusif, menyarankan
tindakan terbaik ketika ibu mengalami kesulitan menyusui, serta menjelaskan gizi
atau makanan terbaik untuk ibu selama menyusui. Kurangnya atau salahnya
perhatian dari petugas kesehatan dalam keberhasilan praktik menyusui dapat
mengurangi keinginan ibu untuk menyusui anaknya. Pertanyaan atau promosi
terkait penggunaan susu formula yang akan digunakan ibu ketika sudah berada di
rumah secara tidak langsung merupakan anjuran dan dorongan ibu untuk tidak
memberikan ASI eksklusif (Hikmawati 2008).
Tabel 12 Sebaran ibu berdasarkan tindakan bidan
Tindakan bidan n %
Baik 30 54.6
Sedang 12 21.8
Kurang 13 23.6
Total 55 100.0
Rata-rata ± SD (73.6 ± 20.3)%
Status Gizi Bayi
Pertambahan berat badan ibu selama kehamilan mempengaruhi berat badan
bayi yang akan dilahirkan. Wanita berisiko tinggi melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah (<2.5 kg) merupakan mereka yang pertambahan beratnya kurang
dari 8 kg dan mereka yang beratnya 50 kg atau kurang. Hal tersebut tentunya akan
mempengaruhi status gizi bayinya yang mencerminkan keadaan kesehatan tubuh
akibat pengonsumsian, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan (WHO
2002). Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar bayi responden memiliki
status gizi BB/U yang tergolong gizi baik (94.6%), status gizi PB/U yang tergolong
normal (78.2%), dan status gizi BB/PB yang tergolong normal (80.0%). Status gizi
seorang bayi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kecukupan asupan energi, kualitas
asupan zat gizi (terutama zat gizi mikro) dari makanan pendamping ASI (MPASI)
yang diperkenalkan, serta adanya infeksi (WHO 2002).
Tabel 13 Sebaran ibu berdasarkan status gizi bayi
Kategori n %
Status gizi BB/U
Gizi lebih 1 1.8
Gizi baik 52 94.6
Gizi kurang 1 1.8
Gizi buruk 1 1.8
Status gizi PB/U
Panjang 4 7.2
23
Tabel 13 Sebaran ibu berdasarkan status gizi bayi (lanjutan)
Kategori n %
Normal 43 78.2
Pendek 5 9.1
Sangat pendek 3 5.5
Status gizi BB/PB
Overweight 5 9.0
Normal 44 80.0
Kurus 3 5.5
Sangat kurus 3 5.5
Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
antara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif ataupun ASI non-eksklusif. Hal
ini diperjelas melalui hasil uji korelasi Spearman yang menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang nyata antara status gizi bayi dengan pemberian ASI
eksklusif (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian WHO (2002) yang
menunjukkan bahwa BB/U, PB/U, dan BB/PB pada bayi berusia minimal 6 bulan
tidak berbeda nyata antara yang menerima ASI eksklusif dan yang non-eksklusif.
Hal ini bisa disebabkan beragam faktor yang salah satunya berupa perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) ibu dalam memberikan ASI dan MPASI kepada bayinya,
sehingga apabila ibu menerapkan PHBS yang tidak baik dan tidak benar dapat
menimbulkan suatu penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan bayi.
Tabel 14 Sebaran bayi menurut status gizi saat pengamatan
Kategori BB/U Kategori PB/U Kategori BB/PB n %
Gizi lebih Normal Overweight 1 2
Gizi baik Panjang Normal 1 2
Gizi baik Panjang Sangat kurus 3 5
Gizi baik Normal Overweight 2 4
Gizi baik Normal Normal 37 66
Gizi baik Normal Kurus 2 4
Gizi baik Pendek Normal 5 9
Gizi baik Sangat pendek Overweight 2 4
Gizi kurang Normal Normal 1 2
Gizi buruk Sangat pendek Kurus 1 2
Pengamatan lebih lanjut mengenai gambaran status gizi bayi secara
keseluruhan atau gabungan antara BB/U, PB/U, dan BB/PB dilakukan agar
didapatkan informasi mengenai sebaran bayi menurut status gizinya saat
pengamatan sehingga dapat dijadikan acuan dalam pemetaan program perbaikan
gizi, baik bagi bayi yang baru dilahirkan maupun sudah berumur beberapa bulan
yang pada dasarnya sudah diberikan MPASI. Tabel 14 menunjukkan bahwa
sebagian besar bayi (66%) pertumbuhannya tergolong normal sejak dilahirkan,
tetapi terdapat bayi yang tergolong overweight baik yang BB/U-nya tergolong gizi
lebih (2%) maupun gizi baik (4%) dan overweight dengan PB/U yang tergolong
sangat pendek (4%). Selain itu terdapat juga bayi dengan kategoriBB/PB sangat
24
kurus dengan PB/U tergolong panjang (5%) serta terdapat bayi yang
pertumbuhannya terhambat dan tergolong gizi buruk sehingga tampak kurus dan
pendek (2%). Hal ini bisa disebabkan beragam faktor, seperti adanya infeksi yang
mengganggu pertumbuhan bayi, terlalu dini pemberian MPASI, ataupun
ketidakcukupan zat gizi yang diterima bayi selama hidupnya (WHO 2002).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hal ini
disebabkan adanya pengaruh dari faktor lain yang salah satunya adalah kondisi
kesehatan ibu seperti puting lecet atau adanya pembengkakan payudara
(engorgement). Hal tersebut bagi ibu yang sedang dalam masa menyusui, baik ibu
pemberi ASI eksklusif maupun ASI non-eksklusif, dapat mempengaruhi perilaku
ibu untuk terus melanjutkan pemberian ASI eksklusif atau tidak, meskipun mereka
memiliki umur yang sama di atas 35 tahun dan memiliki pengalaman menyusui
yang baik.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Ekiawati (2002) dan Pujiastuti (2008) yang
menyatakan bahwa umur ibu tidak berhubungan dengan durasi pemberian ASI
(p>0.05), namun tidak sesuai dengan penelitian Shahla et al. (2010). Hasil
penelitian Shahla et al. (2010) menunjukkan bahwa kesuksesan dalam durasi
pemberian ASI eksklusif selama enam bulan salah satunya dipengaruhi oleh umur
ibu yang tergolong dewasa. Hal ini diduga dewasanya umur ibu akan menyebabkan
pola pikir ibu semakin matang dan pastinya telah memiliki beragam pengalaman,
baik yang dialami sendiri maupun dari orang lain.
Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara pendidikan formal ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p>0.05).
Hal ini dapat disebabkan adanya pemahaman yang salah terkait ASI dan menyusui
pada ibu yang memberikan ASI non-eksklusif, meskipun sudah menempuh jenjang
pendidikan sampai perguruan tinggi. Informan yang kurang tepat dan akurat dalam
memberikan informasi bisa menjadi salah satu pemicunya. Hasil ini tidak sejalan
dengan penelitian Ekiawati (2002), Gulo (2002) dan Hikmawati (2008) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan
pemberian ASI (p<0.05).
Hasil yang dicapai setiap individu yang menjalani pendidikan formal
berbeda-beda, baik kualitas maupun kuantitas, sehingga akan mempengaruhi dan
membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan
kepribadiannya. Pendidikan formal berperan cukup penting dalam meningkatkan
derajat kehidupan masyarakat pada umumnya dan ibu menyusui pada khususnya,
tetapi kurangnya dukungan serta informasi yang benar terkait manfaat ASI dan tata
cara menyusui yang benar dapat menjadi faktor penghambat pemberian ASI
eksklusif meskipun ibu telah memiliki pendidikan formal yang tinggi (Dermer
2001; Abdullah 2002).
25
Hubungan Pendapatan/Kapita/Bulan dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara pendapatan/kapita/bulan dengan pemberian ASI eksklusif
(p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Pujiastuti (2008) yang menyatakan
bahwa pendapatan/kapita/bulan tidak berhubungan nyata dengan lama pemberian
ASI (p>0.05). Hal ini disebabkan oleh terdapatnya ibu pemberi ASI non-eksklusif
yang nilai pengetahuan gizi terkait ASI-nya tergolong kurang, meskipun
pendapatan/kapita/bulannya tergolong tidak miskin.
Pendapatan keluarga yang tinggi dapat mempermudah ibu untuk melakukan
perawatan atau pengasuhan anak dan mendapatkan akses untuk menambah
pengetahuannya terkait ASI dan perawatan bayi, seperti dengan cara berkonsultasi
ke dokter ahli atau tenaga kesehatan profesional lainnya (Abdullah 2002). Menurut
Suhendar (2002), pengasuhan anak berupa pemberian ASI, terutama ASI eksklusif,
dapat terganggu akibat rendahnya akses terhadap pangan dan rendahnya
pengetahuan yang tepat dan akurat terkait ASI dan makanan bagi ibu menyusui.
Hubungan Jumlah Persalinan dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara jumlah persalinan dengan pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hal
ini disebabkan oleh terdapatnya ibu yang memberikan ASI non-eksklusif tidak
mendapatkan dukungan yang baik dari lingkungan sosial keluarganya, meskipun
telah melakukan persalinan sebanyak dua kali dan tinggal bersama anggota
keluarga lain yang seharusnya menjadikannya dekat dengan sumber dukungan atau
bantuan.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Hikmawati (2008) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara jumlah persalinan dengan kesuksesan pemberian
ASI eksklusif (p<0.05), sehingga ibu yang memiliki persalinan minimal tiga kali,
terutama semua yang dilahirkan masih hidup sampai lahir anak selanjutnya,
menjadikan perhatian ibu terhadap pengasuhan anak akan terganggu. Hal ini akan
semakin parah bila tidak didapatkannya dukungan dan bantuan yang baik dari
lingkungan sosialnya.
Hubungan Jumlah Balita dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara jumlah balita dengan pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hal ini
disebabkan oleh terdapatnya ibu yang memberikan ASI non-eksklusif tidak
mendapatkan dukungan yang baik dari lingkungan sosial keluarganya, meskipun
hanya memiliki satu orang balita dan tinggal bersama anggota keluarga lain yang
seharusnya menjadikannya mendapat dukungan dan bantuan yang baik karena
hanya terdapat satu balita dalam rumah tersebut.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Ekiawati (2002) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara jumlah balita dengan pemberian ASI (p>0.05), sehingga
meskipun jumlah anak balita dan jarak antarkelahiran pada suatu keluarga dapat
mempengaruhi intensitas menyusui karena dapat menyita perhatian ibu yang
diberikan dalam hal pengasuhan ataupun pendidikan anak, adanya dukungan dan
bantuan yang baik dari keluarga dalam pengasuhan dan perawatan anak dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI.
26
Hubungan Besar Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara besar keluarga dengan pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hal ini
disebabkan oleh terdapatnya ibu yang tidak bisa memberikan ASI eksklusif,
meskipun tinggal dalam keluarga berkategori keluarga kecil dan memiliki satu
balita yang seharusnya menjadikannya lebih dapat memberikan perhatian dan
pengasuhan yang baik kepada balitanya.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Suhendar (2002) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara besar keluarga dengan pelaksanaan ASI eksklusif
(p<0.05). Besarnya keluarga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap status gizi
anak balita dan berkaitan dengan keterbatasan sumber daya keluarga. Semakin
bertambah anggota keluarga, jika pangan yang tersedia terbatas, akan menyebabkan
berkurangnya pangan yang didapat oleh seluruh anggota keluarga, termasuk ibu
yang masih dalam masa menyusui dan bayi yang telah mendapatkan makanan
tambahan di atas usia 6 bulan. Hal tersebut akan mempengaruhi status gizi mereka
(Suhendar 2002).
Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian ASI eksklusif
(p>0.05). Hal ini disebabkan oleh terdapatnya ibu yang tidak bisa memberikan ASI
eksklusif, meskipun memiliki pengetahuan gizi tentang ASI berkategori baik yang
seharusnya dapat meningkatkan perilaku ibu terhadap ASI sehingga dapat
meningkatkan peluang pemberian ASI eksklusif. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Pujiastuti (2008) yang menyatakan bahwa pengetahuan gizi ibu tidak berhubungan
nyata dengan lama pemberian ASI (p>0.05), namun tidak sejalan dengan penelitian
Ekiawati (2002), Gulo (2002), dan Suhendar (2002) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif antara pengetahuan gizi ibu dengan pemberian ASI
eksklusif (p<0.05).
Sejalan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan ibu yang baik diharapkan
dapat memberikan kontribusi terhadap perilaku yang positif. Seorang ibu yang
mempelajari ASI dan tata laksana menyusui akan meningkatkan pencapaian
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Hal ini akan menyebabkan mereka
beranggapan bahwa ASI sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
anaknya, sehingga mereka akan menerapkan ilmu yang telah didapatkan. Tetapi
ketersediaan akses dan dukungan sosial turut mempengaruhi meskipun
pengetahuan ibu tergolong baik (Gulo 2002).
Hubungan Sikap Ibu terhadap ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara sikap ibu terhadap ASI dengan pemberian ASI eksklusif
(p>0.05). Hal ini disebabkan oleh terdapatnya ibu yang tidak bisa memberikan ASI
eksklusif, meskipun ibu memiliki sikap terkait ASI berkategori tinggi yang
seharusnya dapat meningkatkan peluang pemberian ASI eksklusif dikarenakan ibu
memiliki pandangan yang baik seputar ASI.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Gulo (2002) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif antara sikap ibu terkait ASI dengan pemberian ASI
eksklusif (p<0.05). Keinginan ibu untuk menyusui dalam durasi yang lama salah
27
satunya dipengaruhi oleh sikap ibu terhadap ASI. Seorang ibu yang telah memiliki
keinginan yang kuat untuk dapat menyusui sebelum dan saat masa kehamilan dapat
menyusui bayinya sampai usia minimal 20 minggu bila bersikap positif terhadap
proses menyusui (DiGirolamo et al. 2005).
Hubungan Praktik Ibu dalam Pemberian ASI dengan Pemberian ASI
Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
nyata antara praktik ibu dalam pemberian ASI dengan pemberian ASI eksklusif
(p<0.05). Tabel 15 menunjukkan bahwa sebanyak 100% ibu-ibu yang memberikan
ASI eksklusif memiliki praktik pemberian ASI yang tergolong tinggi, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ibu yang memberikan ASI eksklusif sudah pasti memiliki
nilai yang tinggi dalam praktiknya terkait ASI.
Tabel 15 Sebaran ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif
berdasarkan praktik ibu dalam pemberian ASI
Praktik ibu dalam
pemberian ASI
ASI eksklusif ASI non-eksklusif
n % n %
Tinggi 10 100 34 76
Sedang 0 0 11 24
Rendah 0 0 0 0
Total 10 100 45 100
Hasil ini sejalan dengan penelitian Kurniawan (2013) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara praktik pemberian ASI dengan keberhasilan
pemberian ASI eksklusif (p<0.05). Tindakan ibu seperti melakukan perawatan dan
pemijatan payudara, melaksanakan inisiasi menyusui dini (IMD) maksimal satu
jam setelah bayi dilahirkan, tidak memberikan empeng pada bayi, menyusui
minimal tujuh kali dalam sehari, menyusui ketika bayi bangun tengah malam, serta
menyusui bayi tanpa dijadwalkan (on demand) akan meningkatkan keberhasilan
pemberian ASI eksklusif (Bahiyatun 2008; Kurniawan 2013).
Hubungan Pengalaman Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara pengalaman menyusui dengan pemberian ASI eksklusif (p>0.05).
Hal ini disebabkan oleh terdapatnya ibu yang tidak bisa memberikan ASI eksklusif,
meskipun ibu memiliki pengalaman menyusui berkategori baik yang seharusnya
dapat dijadikan pedoman atau acuan bagi ibu tersebut agar dapat memberikan ASI
eksklusif. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Suhendar (2002) dan Putri
(2003) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pengalaman
menyusui dengan kesuksesan pemberian ASI (p<0.05).
DiGirolamo et al. (2005) menyatakan bahwa ibu yang memiliki pengalaman
menyusui yang kurang baik berhubungan dengan keinginan untuk menyusui
kembali dalam durasi yang lebih lama, karena mereka menanamkan rasa percaya
diri pada kemampuan mereka untuk memperbaiki permasalahan menyusui tersebut.
Ibu yang berpikiran positif dan selalu mencari perbaikan dalam permasalahan
mereka selalu berpikiran bahwa kesulitan menyusui merupakan hal yang normal
28
dan tidak selalu berpikiran suatu kesulitan dalam menyusui hanya sebagai aspek
negatif yang dapat menghambat proses menyusui.
Hubungan Kesehatan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
nyata antara kesehatan ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p<0.05). Tabel 16
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan ASI eksklusif (80%)
tidak merasakan rasa sakit atau adanya gangguan pada kondisi kesehatannya selama
menyusui, sehingga mereka dapat dikategorikan sehat. Sisanya sebanyak 20%
merasakan adanya rasa sakit selama menyusui, meskipun hal tersebut tidak
mengubah pemikiran ibu untuk memberikan ASI eksklusif.
Tabel 16 Sebaran ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif
berdasarkan kesehatan ibu
Kesehatan ibu ASI eksklusif ASI non-eksklusif
n % n %
Sehat 8 80 30 67
Tidak sehat 2 20 15 33
Total 10 100 45 100
Hasil ini sejalan dengan penelitian Hikmawati (2008) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara kondisi kesehatan ibu dengan keberhasilan ASI
eksklusif (p<0.05). Faktor medis yang sering muncul pada ibu yang dalam masa
menyusui antara lain puting susu lecet atau nyeri, payudara bengkak
(engorgement), kelainan anatomis pada puting susu seperti puting terbenam
(inverted nipple) atau mendatar (flat nipple), saluran susu tersumbat, dan lainnya.
Semua keadaan tersebut tidak jarang menyebabkan seorang ibu mengambil
keputusan untuk menghentikan pemberian ASI kepada bayinya bahkan ASI
eksklusif (Hikmawati 2008).
Hubungan Frekuensi ANC dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara frekuensi ANC dengan pemberian ASI eksklusif (p>0.05). Hal
ini disebabkan oleh terdapatnya ibu yang tidak bisa memberikan ASI eksklusif,
meskipun kunjungan antenatalnya tergolong lengkap yang seharusnya bisa
meningkatkan kesiapan ibu untuk dapat memberikan ASI eksklusif.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Hikmawati (2008) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara kunjungan antenatal dengan kesuksesan
pemberian ASI eksklusif (p<0.05) yang dapat diakibatkan oleh adanya pengaruh
kesiapan seorang ibu dalam mempersiapkan persalinan ataupun menyusui ketika
kunjungan antenatalnya tergolong cukup atau minimal empat kali. Tetapi kualitas
antenatal berupa keberlanjutan kunjungan dan tindakan yang dilakukan tenaga
kesehatan juga turut mempengaruhi.
Hubungan Peran Suami dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
nyata antara peran suami dengan pemberian ASI eksklusif (p<0.05). Tabel 17
29
menunjukkan bahwa sebanyak 100% ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif
memiliki suami yang berperan tinggi dalam kesuksesan pemberian ASI eksklusif.
Dapat disimpulkan bahwa ibu yang memberikan ASI eksklusif sudah pasti
memiliki suami yang berperan tinggi terhadap pemberian ASI eksklusif.
Tabel 17 Sebaran ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif
berdasarkan peran suami
Peran suami ASI eksklusif ASI non-eksklusif
n % n %
Tinggi 10 100 29 65
Sedang 0 0 15 33
Rendah 0 0 1 2
Total 10 100 45 100
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Juherman (2008) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara peranan ayah dengan praktik
pemberian ASI (p>0.05). Keterlibatan ayah dalam perawatan anak dapat
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak dengan mempertimbangkan adanya
kepercayaan dan kepedulian antara ayah dan ibu. Sebagian besar ayah merasakan
bahwa masa menyusui merupakan hal yang sulit karena tidak mengetahui tindakan
yang dapat dilakukan ketika mereka dibutuhkan, namun pengalaman yang paling
berharga bagi mereka yaitu memiliki intuisi yang kuat terkait bayi mereka dan dapat
menjaga mereka dengan baik (De Motingny dan Lacharite 2004).
Hubungan Lingkungan Sosial Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang nyata antara lingkungan sosial keluarga dengan pemberian ASI eksklusif
(p>0.05). Hal ini disebabkan oleh terdapatnya ibu yang tidak bisa memberikan ASI
eksklusif, meskipun ibu berada dalam lingkungan sosial keluarga yang berperan
baik dalam mendukung pemberian ASI eksklusif sehingga seharusnya dapat
dimanfaatkan ibu untuk meningkatkan peluang pemberian ASI eksklusif.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Ekiawati (2002) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian ASI
(p<0.05). Ibu yang merasa lingkungan sosial mereka lebih mendukung pemberian
ASI akan menghentikan keputusan ibu untuk memberhentikan pemberian ASI,
terutama jika dibandingkan dengan ibu yang lingkungan sosialnya lebih
mendukung pemberian susu formula atau ketidakyakinan ibu terhadap cara
pemberian ASI yang benar. Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh seorang ibu
dalam menentukan keputusan untuk melakukan ASI eksklusif (Shahla et al. 2010).
Hubungan Tindakan Bidan dengan Pemberian ASI Eksklusif Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
nyata antara tindakan bidan dengan pemberian ASI eksklusif (p<0.05). Tabel 18
menunjukkan bahwa sebanyak 90% ibu yang memberikan ASI eksklusif
berpendapat bahwa bidan telah mendukung dan berperan baik dalam upaya
peningkatan pemberian ASI eksklusif. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Hermina dan Afriansyah (2010) serta Ramadhani (2014) yang menyatakan bahwa
30
tidak terdapat hubungan antara peran bidan dengan praktik pemberian ASI
eksklusif sampai 6 bulan (p>0.05).
Tabel 18 Sebaran ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif
berdasarkan tindakan bidan
Tindakan bidan ASI eksklusif ASI non-eksklusif
n % n %
Baik 9 90 26 58
Sedang 1 10 10 22
Kurang 0 0 9 20
Total 10 100 45 100
Bidan dan konsultan laktasi sangat erat kaitannya dalam upaya peningkatan
pemberian ASI sampai enam bulan setelah dilahirkan. Mereka dapat berperan
dalam membimbing dan mendampingi para ibu dalam masa menyusui agar dapat
meningkatkan capaian pemberian ASI eksklusif. Hasil yang diharapkan dari
pernyataan ini tidak sesuai di lapangan karena sebagian besar ibu tidak melanjutkan
pemberian ASI sampai enam bulan setelah melahirkan (Shahla et al. 2010).
Faktor Dominan yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Pemahaman terkait faktor dominan yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif diuji menggunakan analisis multivariat, tepatnya menggunakan Multiple
Logistic Regression. Tetapi sebelum dilakukan analisis perlu ditetapkan variabel
kandidat yang berupa variabel dengan p<0.25 saat dilakukan analisis bivariat
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 19 (Sabri dan Hartono 2006). Analisis
multivariat bertujuan mendapatkan model terbaik dalam menentukan faktor
dominan yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.
Tabel 19 Variabel kandidat yang masuk dalam analisis multivariat
No Variabel p r
1 Pendidikan formal ibu 0.225 0.166
2 Pendapatan/kapita/bulan 0.052 0.264
3 Besar keluarga 0.192 -0.179
4 Praktik ibu dalam pemberian ASI 0.007 0.359
5 Kondisi kesehatan ibu 0.037 0.282
6 Frekuensi ANC 0.064 0.252
7 Peran suami 0.000 0.542
8 Tindakan bidan 0.008 -0.352
Tabel 20 menunjukkan hasil akhir analisis multivariat terhadap variabel
dependen (pemberian ASI eksklusif). Semua variabel yang termasuk variabel
kandidat ternyata hanya variabel praktik ibu dalam pemberian ASI dan peran suami
yang sangat mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Kedua variabel
31
tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap pemberian ASI
eksklusif.
Tabel 20 Hasil analisis multivariat terhadap pemberian ASI eksklusif
Variabel B p wald Exp(B)
Praktik ibu dalam pemberian ASI 19.795 0.000 3.952
Peran suami 20.018 0.000 4.938
Ibu yang praktik pemberian ASI-nya tergolong tinggi atau baik berpeluang
3.952 atau sekitar 4 kali memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dibandingkan
dengan ibu yang berpraktik rendah dalam pemberian ASI. Ibu yang memiliki suami
yang berperan tinggi dalam mendukung pelaksanaan ASI eksklusif berpeluang
4.938 atau sekitar 5 kali memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dibandingkan
dengan ibu yang memiliki suami yang kurang mendukung pelaksanaan ASI
eksklusif. Hal ini menandakan bahwa kesuksesan pemberian ASI eksklusif secara
dominan paling dipengaruhi oleh praktik atau tindakan ibu sendiri dalam
memberikan ASI kepada anaknya dan adanya peranan suami yang sangat
mendukung dalam pemberian ASI, terutama ASI eksklusif.
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kelamin bayi dengan praktik ibu dalam pemberian ASI (p>0.05) dan peranan suami
(p>0.05), sehingga perbedaan jenis kelamin bayi tidak menjadikan ibu dan ayah
memberikan perlakuan dan dukungan yang berbeda. Hasil uji Spearman
menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara umur bayi dengan praktik
ibu dalam memberikan ASI (p<0.05) dan tidak ada hubungan antara umur bayi
dengan peran suami (p>0.05). Satu hal yang berhubungan negatif yaitu antara umur
bayi dengan perlakuan sendawa ketika bayi selesai disusui (p<0.05). Semakin besar
umur bayi, semakin kecil frekuensi bayi untuk disendawakan karena sebagian besar
ibu berpikiran bahwa bayi akan sendawa sendiri karena bayi yang sudah besar
dianggap sudah bisa duduk sendiri dan berpengalaman agar dapat sendawa sendiri.
Seharusnya bayi tetap diusahakan atau dipastikan telah bersendawa seusai disusui
agar angin yang masuk ke dalam mulut dan saluran pencernaannya bisa dikeluarkan
sehingga perut bayi tidak kembung. Salah satu hal positifnya yaitu sebagian besar
ibu telah sesuai penerapan waktu pemberian ASI-nya yang berdasarkan kemauan
bayi atau on demand (92.7%).
Seminar yang memperingati Pekan ASI Sedunia tahun 2008 mengemukakan
bahwa banyak faktor yang menjadi masalah rendahnya pemberian ASI di
Indonesia, salah satunya yaitu dukungan suami yang merupakan orang terdekat
sebagai kunci selama kehamilan, persalinan dan setelah bayi dilahirkan termasuk
pemberian ASI. Dukungan suami akan mempengaruhi kondisi psikologis ibu
karena suami merupakan faktor pendukung pada kegiatan yang bersifat emosional
dan psikologis. Sekitar 80%-90% produksi ASI ditentukan oleh keadaan emosi ibu
yang berkaitan dengan refleks oksitosin ibu berupa pikiran, perasaan, dan sensasi.
Dukungan suami membuat ibu berpeluang 5.1 kali lebih besar untuk memberikan
ASI eksklusif daripada yang tidak didukung suami (Nurpelita 2007; Ramadani dan
Hadi 2010).
Hasil korelasi Spearman menunjukkan bahwa semua bentuk dukungan
suami, baik dukungan instrumental (seperti membelikan ibu makanan pelancar ASI
32
dan mengantarkan bayi untuk imunisasi dan periksa kesehatan), dukungan
informasi (seperti menasihati ibu tentang pentingnya ASI dan makanan pelancar
ASI), dukungan penilaian (seperti mendorong ibu untuk tetap memberikan ASI
meskipun sedang sibuk), maupun dukungan emosional (seperti membantu ibu
mengurus pekerjaan rumah tangga dan mengurus bayi), memiliki hubungan yang
nyata (p<0.05) dengan kesuksesan pemberian ASI eksklusif. Nurpelita (2007)
menuturkan bahwa suami dengan pekerjaan dan penghasilan tetap mempunyai
waktu yang relatif teratur setiap hari, sehingga memungkinkan suami lebih terlibat
dalam keluarga dan pengasuhan bayi termasuk pemberian ASI eksklusif. Beberapa
penelitian membuktikan adanya hubungan antara pekerjaan suami dengan perilaku
ibu dalam menyusui. Suami yang memiliki pekerjaan tetap berhubungan positif
dengan keberhasilan ibu dalam menyusui secara eksklusif.
Ayahbunda (2014) menyatakan bahwa suami dapat berperan sebagai
pendukung atau sponsor utama dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif,
karena suami juga turut bertanggung jawab atas tumbuh kembang anak-anaknya.
Beragam peranan secara emosional yang dapat suami lakukan yaitu menciptakan
suasana positif serta memberikan dukungan dan semangat. Kendala yang biasa
dialami ibu saat menyusui adalah hilangnya kepercayaan diri ketika menyusui.
Kepercayaan diri tersebut akan semakin hilang apabila suami menyarankan ibu
untuk memberikan susu formula ketika bayi masih menangis dan dikhawatirkan
masih lapar.
Salah satu hal yang salah dilakukan yaitu sebagian besar bayi sudah diberikan
MPASI sejak umur 0 bulan (41.8%) dikarenakan beberapa alasan, yaitu ibu merasa
sudah waktunya diberikan makanan atau minuman tersebut (4.4%), budaya (8.7%),
ibu tidak yakin dengan kualitas dan kuantitas ASI yang diberikan (39.1%), serta
alasan lainnya (47.8%) seperti dikhawatirkan bayi merasa haus jika hanya diberi
ASI, memanfaatkan susu formula yang telah diberikan bidan, dan sebagainya.
Pemberian makanan atau minuman tersebut ada yang berupa susu formula atau
sufor (69.6%), madu (26.1%), dan air teh (4.3%) yang sebagian besar didasarkan
atas saran bidan (56.5%) dan inisiatif ibu sendiri (34.8%). Kejadian ini
mengindikasikan bahwa besarnya pengaruh bidan dalam menyarankan pemberian
MPASI tersebut sejak dini bisa diakibatkan oleh adanya promosi suatu produk dari
instansi tertentu atau alasan lainnya. Hal tersebut sangat disayangkan karena
sebagian besar responden memeriksakan kehamilan (ANC) hanya kepada bidan
(78.2%).
Salah satu MPASI yang diberikan yaitu madu yang menurut Prabantini
(2010) sebaiknya diberikan setelah bayi berumur dua tahun karena dapat
menyebabkan keracunan botulisme, meskipun kejadiannya jarang terjadi. Pemanis
alami tersebut diduga memiliki kandungan spora Clostridium botulinum yang
diperoleh ketika lebah mengambil makanan dari tanah atau tumbuhan. Spora
tersebut dapat bertahan hidup pada usus dan mengeluarkan racun botulinum. Bayi
yang berusia kurang dari satu tahun organ pencernaannya belum matang sehingga
belum cukup kuat untuk menangkal efek racun botulinum pada madu.
Pemberian MPASI berupa madu saat bayi masih berusia 0 bulan sebagian
besar dilakukan karena inisiatif dari ibu sendiri (66.7%) akibat ketidakyakinan ibu
terhadap kualitas dan kuantitas ASI-nya (66.7%). Hal ini menuntut suami selaku
pihak yang paling sering diajak istri untuk berdiskusi terkait ASI (41.8%) agar dapat
memberikan informasi yang benar terkait ASI dan MPASI sehingga dapat
33
membimbing dan mengarahkan istrinya untuk melakukan yang terbaik, meskipun
sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka sendiri yang memutuskan
pemberian ASI, baik secara eksklusif maupun tidak (72.7%).
Peranan ayah selaku suami sangat penting dalam pemberian ASI eksklusif,
sehingga suami harus dijadikan sasaran penyuluhan ASI dan didorong untuk lebih
aktif mencari informasi serta belajar mengenai ASI agar lebih paham dalam
memberikan dukungan kepada ibu sehingga dapat memberikan ASI eksklusif
(Ramadani dan Hadi 2010). Dukungan suami dan praktik atau perilaku pemberian
ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh keluarga besar seperti ibu, mertua, saudara,
atau lainnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden mengatakan bahwa
sumber informasi terkait ASI dan MPASI terbanyak berasal dari keluarga (41.8%),
sedangkan yang paling dipercaya berasal dari tenaga kesehatan (60%) karena
dianggap lebih mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan lebih paham
mengenai ASI dan menyusui. Mengingat masih banyaknya tindakan bidan yang
justru menyarankan ibu memberikan MPASI sejak anak 0 bulan, suami tetap harus
mengarahkan istri agar dapat menentukan keputusan yang benar dan suami
sebaiknya mengikuti istri ketika sedang berkonsultasi dengan bidan agar suami bisa
mengerti informasi yang telah didapatkan istrinya dari bidan tersebut dan terus
mempelajarinya, baik informasi tersebut benar maupun tidak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebagian besar ibu berumur antara 20-35 tahun dengan pendidikan tamatan
SMA/sederajat dan sudah melakukan persalinan sekitar 1-2 kali. Sebagian besar ibu
berada dalam keluarga sedang dengan jumlah balita sebanyak 1 orang dalam
keluarga berpendapatan/kapita/bulan tergolong tidak miskin. Sebagian besar ibu
memiliki tingkat pengetahuan gizi tentang ASI yang baik, sikap terhadap ASI yang
tergolong tinggi, dan praktik dalam pemberian ASI yang tergolong tinggi. Sebagian
besar ibu memiliki pengalaman menyusui yang tergolong baik. Sebagian besar ibu
selama menyusui tergolong sehat dan sudah lengkap frekuensi ANC-nya. Sebagian
besar ibu memiliki suami yang berperan baik, berada pada lingkungan sosial
keluarga yang tergolong baik, dan tindakan bidannya telah tergolong baik dalam
mendukung pemberian ASI. Sebagian besar bayi responden memiliki status gizi
BB/U yang tergolong gizi baik, status gizi PB/U yang tergolong normal, dan status
gizi BB/PB yang tergolong normal. Perlakuan uji beda menunjukkan tidak terdapat
perbedaan antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan ASI non-eksklusif.
Pengujian hubungan antarvariabel yang diduga mempengaruhi perilaku ibu
untuk memberikan ASI eksklusif hanya menunjukkan variabel praktik ibu dalam
pemberian ASI, peran suami, kesehatan ibu, dan tindakan bidan yang memiliki
hubungan (p<0.05) dengan variabel pemberian ASI eksklusif. Setelah dilakukan
analisis multivariat ternyata variabel praktik ibu dalam pemberian ASI dan peran
suami merupakan variabel dominan yang dapat mempengaruhi ibu menyusui dalam
pemberian ASI eksklusif. Ibu yang praktik terhadap ASI-nya tergolong tinggi atau
baik berpeluang 4 kali memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dibandingkan
34
dengan ibu yang berpraktik rendah terhadap ASI. Ibu yang memiliki suami dengan
peranan yang tergolong berperan tinggi dalam mendukung pelaksanaan ASI
eksklusif berpeluang 5 kali memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
dibandingkan dengan ibu yang memiliki suami yang kurang mendukung
pelaksanaan ASI eksklusif.
Saran
Peningkatan pengetahuan gizi terkait ASI dan menyusui perlu dilakukan
terutama kepada suami dan anggota keluarga selaku orang-orang yang dekat
dengan ibu menyusui. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai
pengetahuan suami, keluarga (terutama orang-orang yang dekat dengan ibu
menyusui seperti ibu, mertua, atau kakak), dan petugas kesehatan (seperti bidan dan
dokter) tentang ASI dan menyusui; PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) yang
dilakukan ibu menyusui dan orang-orang yang sering berkontak langsung dengan
bayi; serta pengetahuan, sikap, dan praktik ibu tentang makanan yang baik bagi ibu
menyusui dan bayi pada masa tumbuh kembangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah S. 2002. Pengambilan keputusan pemberian ASI eksklusif kepada bayi di
Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ahluwalia I, Morrow B, Hsia J. 2005. Why do women stop breastfeeding? Finding
from pregnancy risk assessment and monitoring system. American Academy
of Pediatrics vol. 116.
Arvin BK. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta (ID): EGC.
Ayahbunda. 2014. Suami, pendukung utama pemberian ASI [internet]. [diunduh
2014 Mei 17]. Tersedia
pada://www.ayahbunda.co.id/Artikel/keluarga/psikologi/suami.pendukung.u
tama.pemberian.asi/001/007/893/1/1
Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta (ID): EGC.
Bai Y. 2007. Factors influencing continuation of exclusive breastfeeding for six
months: an application of the theory of planned behavior [tesis]. US (US):
Indiana University.
Basri AF. 2011. Faktor yang berhubungan dengan anemia ibu hamil di wilayah
kerja puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi tenggara [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.
Boyle MA. 2003. Community Nutrition in Action 3rd ed. USA (US): Wadsworth,
Thomson Learning Inc.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Tingkat kemiskinan Jawa Barat September 2014
[Internet]. [diunduh 2014 Jan 14]. Tersedia
pada://jabar.bps.go.idindikator/tingkat-kemiskinan-jawa-barat-september-
2014
35
Brown JE et al. 2005. Nutrition Through the Life Cycle. Balmont (US): Thomson
Wadsworth.
De Montigny F, Lacharite C. 2004. Fathers' perceptions of the immediate postpartal
period. JOGNN. 33(3): 328-339.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Petunjuk
Pelaksanaan ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Depkes RI.
___________________________________________________. 2000. Konseling
Menyusui: Pelatihan untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI.
___________________________________________________. 2001.
Manajemen Laktasi. Jakarta (ID): Depkes RI.
___________________________________________________. 2005.
Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak.
Jakarta (ID): Depkes RI.
Dermer A. 2001. If breastfeeding so wonderful why aren’t more women doing Ir?
[internet]. [diunduh 2015 Mei 25]. Tersedia
pada://www.medicalreporter.com/25/article.htm
DiGirolamo A, Thompson N, Martoel R., Faden S, Grummer-Strawn L. 2005.
Intention or experience? Predictors of continued breastfeeding. Health
Education and Behavior, 32(2): 208-226.
[Dinkes Jabar] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2013. Cakupan Pelayanan
Kesehatan.
Ekiawati E. 2002. Analisis faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian
ASI pada ibu tidak bekerja [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Foo LL, Queck SJ, Lim MT, Deurenberg-Yap M. 2005. Breastfeeding prevalence
and practices among Singaporean Chinese, Malay, and Indian mothers.
Health Promotion International. 20(37):229.
Friedman M. 1998. Keperawatan Keluarga Ed ke-3. Jakarta (ID): EGC.
Guhardja, Puspitasari, Hartoyo, Martianto. 1992. Manajemen sumberdaya keluarga
[diktat]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gulo R. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI oleh ibu
usia remaja kepada anak umur 0-24 bulan [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hermina, Afriansyah N. 2010. Hubungan praktik pemberian ASI eksklusif dengan
karakteristik sosial, demografi dan faktor informasi tentang ASI dan MP-ASI
(Studi di Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. 13 (4): 353-360.
Hikmawati I. 2008. Faktor-faktor risiko kegagalan pemberian ASI selama dua
bulan [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Juherman YN. 2008. Pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian
ASI eksklusif [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Kinerja
Kegiatan Pembinaan Gizi Tahun 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
___________________________________________________. 2013. Laporan
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Khomsan A. 2000. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
36
Kleiman K. 2000. The Postpartum Husband: Practical Solutions for Living with
Postpartum. USA (US): Xlibris Corp.
Kurniawan B. 2013. Determinan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. 27 (4).
Lngawa SK, Lemeshow S, WHO. 1991. Sample Size Determination in Health
Studies: A Practical Manual. Perancis (FR): Organisation Mondiale de la
Santé.
Manuaba IBG. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta (ID): EGC.
Moreland J, Coombs. 2000. Promoting and supporting breastfeeding. American
Family Phyhsician. 61:2093-100,2013-4.
Notoatmodjo S. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta
(ID): Rineka Cipta.
____________. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka
Cipta.
Nurpelita. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif
di wilayah kerja Puskesmas Buatan II, Siak [tesis]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Perkins S, Vannais C. 2004. Breastfeeding for Dummies. USA (US): Wiley
Publishing Inc.
Prabantini D. 2010. A to Z Makanan Pendamping ASI: Si Kecil Sehat dan Cerdas
Berkat MPASI Rumahan. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Pujiastuti S. 2008. Pengaruh pemberian air susu ibu (ASI), konsumsi zat gizi, dan
kelengkapan kartu menuju sehat (KMS) terhadap status gizi bayi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Putri AE. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesulitan menyusui dan
pemberian ASI [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rachmadewi A. 2009. Pengetahuan, sikap, dan praktek pemberian ASI serta status
gizi bayi usia 4-12 bulan di pedesaan dan perkotaan [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Ramadani M, Hadi EN. 2010. Dukungan suami dalam pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja puskesmas Air Tawar Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. 4(6): 269-274.
Ramadhani. 2014. Analisis peran bidan pada program suplementasi vitamin A dan
praktik pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas Garuda Kota
Pekanbaru tahun 2014 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Riset Badan Litbangkes [internet].
[diunduh pada 2015 Jan 29]. Tersedia
pada:http://labdata.litbang.depkes.go.id/riset-badan-litbangkes/menu-
riskesnas/menu-riskesdas/374-rkd-2013 diakses 31 maret 2014
Sabri L, Hartono S. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT Raya Grafindo Persada.
Shahla M, Fahy K, Kable AK. 2010. Factors that positively influence breastfeeding
duration to 6 months: a literatur review. Women and Birth. 3 (4): 135-145.
Soetjiningsih. 1997. ASI: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID): EGC.
Suhendar K. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan
status gizi bayi usia 4-6 bulan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[WHO] World Health Organization. 2002. The optimal duration of exclusive
breastfeeding: a systematic review.
37
Widagdo, Mawardi H, Hannah. 2000. Pengetahuan dan praktik ibu anak balita
tentang pemberian ASI di RW 03 Kelurahan Kamal Kecamatan Kalideres,
Jawa Barat. Jurnal Kedokteran Trisakti. 19 (3): 104-114.
Williams P. 2005. What is social support? a grounded theory of social interaction
in the context of the new family. Adelaide (AU): University of Adelaide.
Yuwanta DF. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek pemanfaatan
pelayanan antenatal (ANC), konsumsi susu dan suplemen gizi selama
kehamilan pada ibu usia remaja [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji beda status gizi bayi
BB/U Bayi PB/U Bayi BB/PB Bayi
Uji Mann-Whitney 190.000 176.000 210.500
Wilcoxon W 1225.000 1211.000 265.500
Z -0.764 -1.069 -0.316
Nilai signifikansi (p) 0.445 0.285 0.752
Lampiran 2 Hasil uji korelasi antara semua variabel yang diteliti dengan pemberian
ASI eksklusif
No Variabel p r
1 Usia ibu 0.735 -0.047
2 Pendidikan formal ibu 0.225 0.166
3 Pendapatan/kapita/bulan 0.052 0.264
4 Jumlah persalinan 0.958 0.007
5 Jumlah balita 0.993 -0.012
6 Besar keluarga 0.192 -0.179
7 Pengetahuan ibu tentang ASI 0.809 0.033
8 Sikap ibu terhadap ASI 0.326 0.135
9 Praktik ibu dalam pemberian ASI 0.007 0.359
10 Pengalaman menyusui 0.368 0.124
11 Kondisi kesehatan ibu 0.037 0.282
12 Frekuensi ANC 0.064 0.252
13 Peran suami 0.000 0.542
14 Lingkungan sosial keluarga 0.877 -0.021
15 Tindakan bidan 0.008 -0.352
Lampiran 3 Pengukuran BB ibu dan bayi (a) serta proses wawancara (b)
(a) (b)
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 September 1993 dari ayah
Muhammad Pribadi Romard dan ibu Herlina. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 48 Jakarta dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Ujian Tulis dan
diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi yaitu anggota
KSR IPB (2011), anggota Gizi Bakti Masyarakat (2012-2013), sekretaris divisi Eco
Agrifarma (2012-2013), ketua divisi Eco Agrifarma (2013-2014), anggota
Himpunan Mahasiswa Gizi IPB (2013-2014), anggota klub Kulinari (2013-2014),
dan ketua divisi klub Kulinari (2014-2015).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Bersama
Masyarakat (KKBM) di Desa Wirajaya, Kecamatan Jasinga, Bogor pada Juli-
Agustus 2014, serta praktik kerja lapang yakni Internship Dietetic (ID) di Rumah
Sakit kanker Dharmais (RSKD) pada kloter pertama selama bulan September-
Oktober 2014. Penulis juga menjadi asisten praktikum Ilmu Bahan Makanan pada
tahun ajaran 2014/2015, asisten praktikum Kulinari dan Gizi pada tahun ajaran
2015/2016, dan asisten praktikum Percobaan Makanan pada tahun ajaran
2015/2016. Penulis juga aktif sebagai salah satu tenaga pengajar di bimbingan
belajar Sentra Edukatif.