22
1 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Lulusan Sekolah Menengah dan Pendidikan Tinggi di Indonesia Pada Tahun 2012 RATIH PRATIWI 120120110052 Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2003). Salah satu tujuan dalam pembangunan nasional adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertumbuhan angkatan kerja terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang pertumbuhan angkatan kerjanya lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Pendidikan diketahui sebagai aspek penting dalam kehidupan karena melalui pendidikan seseorang dapat menjadi individu yang lebih berkualitas. Pendidikan adalah sarana untuk mendapatkan SDM yang berkualitas karena pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan cara bertindak yang modern. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang telah ditempuh maka seharusnya semakin berkualitas pula output atau lulusan yang dihasilkan. Salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran kualitas output tersebut adalah bagaimana output ini mampu bersaing di dunia kerja dan diharapkan mampu menggerakkan pembangunan nasional (Putranto dan Mashuri, 2012). Menurut Kemenakertrans (2013), sejalan dengan diterapkan sistem pendidikan melalui program pendidikan dasar sembilan tahun serta semakin mudahnya akses pendidikan, maka jumlah angkatan kerja berpendidikan SD dan SMTP dari tahun ke tahun diprediksikan akan terus menurun. Sebaliknya angkatan kerja berpendidikan SMTA ke atas diharapkan akan terus mengalami peningkatan, sehingga struktur angkatan kerja di Indonesia beberapa tahun ke depan diperkirakan akan mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Di negara berkembang, pengangguran terdidik adalah sebagai konsekuensi dari berperannya faktor penawaran “supply factors”

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lama Mencari Kerja

Citation preview

  • 1Analisis Faktor Yang Mempengaruhi

    Lama Mencari Kerja Lulusan Sekolah Menengah dan Pendidikan Tinggi di

    Indonesia Pada Tahun 2012

    RATIH PRATIWI

    120120110052

    Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan

    perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2003).

    Salah satu tujuan dalam pembangunan nasional adalah penyediaan lapangan kerja yang

    cukup untuk mengejar pertumbuhan angkatan kerja terutama bagi negara berkembang

    seperti Indonesia yang pertumbuhan angkatan kerjanya lebih cepat dari pertumbuhan

    kesempatan kerja. Pendidikan diketahui sebagai aspek penting dalam kehidupan karena

    melalui pendidikan seseorang dapat menjadi individu yang lebih berkualitas. Pendidikan

    adalah sarana untuk mendapatkan SDM yang berkualitas karena pendidikan dianggap

    mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan

    cara bertindak yang modern. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang telah ditempuh

    maka seharusnya semakin berkualitas pula output atau lulusan yang dihasilkan. Salah satu

    hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran kualitas output tersebut adalah bagaimana output

    ini mampu bersaing di dunia kerja dan diharapkan mampu menggerakkan pembangunan

    nasional (Putranto dan Mashuri, 2012).

    Menurut Kemenakertrans (2013), sejalan dengan diterapkan sistem pendidikan

    melalui program pendidikan dasar sembilan tahun serta semakin mudahnya akses

    pendidikan, maka jumlah angkatan kerja berpendidikan SD dan SMTP dari tahun ke

    tahun diprediksikan akan terus menurun. Sebaliknya angkatan kerja berpendidikan SMTA

    ke atas diharapkan akan terus mengalami peningkatan, sehingga struktur angkatan kerja

    di Indonesia beberapa tahun ke depan diperkirakan akan mengalami perubahan

    dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Di negara berkembang, pengangguran

    terdidik adalah sebagai konsekuensi dari berperannya faktor penawaran supply factors

  • 2(Bloom dan Sevilla 2003). Proses bergesernya kelompok umur penduduk yang lahir dua

    puluh sampai tiga puluh tahun sebelumnya, mereka secara potensial memasuki pasar

    kerja, baik setelah menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atau terhenti (Oshima

    dalam Elfindri dan Bachtiar, 2004). Upaya yang dilakukan untuk memperluas fasilitas

    pendidikan di negara-negara berkembang guna pencapaian pemerataan hasil-hasil

    pendidikan ternyata tidak diiringi dengan peningkatan kualitas tamatannya. Efek ganda

    dari dilemma tersebut adalah semakin banyaknya pencari kerja berusia muda dan

    berpendidikan (Elfindri dan Bachtiar, 2004).

    Menurut BPS (2012), bahwa pengangguran terdidik merupakan jumlah pencari

    kerja yang berpendidikan SMA ke atas (sebagai kelompok terdidik). Pengangguran

    terdidik terjadi selama lulusan mengalami masa tunggu (job search periode) yang dikenal

    sebagai pengangguran friksional. Lama masa tunggu itu bervariasi menurut tingkat

    pendidikan. Secara makro, pengangguran terdidik merupakan suatu pemborosan jika

    dikaitkan dengan opportunity cost yang dikorbankan oleh negara akibat dari

    menganggurnya angkatan kerja terdidik terutama pendidikan tinggi. Dari segi ekonomis,

    pengangguran terdidik mempunyai dampak ekonomis yang lebih besar daripada

    pengangguran kurang terdidik jika ditinjau dari konstribusi yang gagal diterima

    perekonomian. Dan dalam pandangan mikro, menganggur dapat mempengaruhi tingkat

    utilitas individu (Sutomo, dkk, 1999).

    Dari sisi penawaran, kecenderungan makin meningkatnya tingkat pendidikan

    akan berakibat pada makin tinggi harapan untuk mendapatkan kedudukan atau

    kesempatan kerja yang lebih sesuai. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan

    terjadinya pengangguran terdidik (Sutomo, dkk, 1999), yaitu sebagai berikut : 1.)

    Ketimpangan struktural dan ketidakcocokan antara karakteristik lulusan baru yang

    memasuki dunia kerja (labor supply) dan kesempatan kerja yang tersedia.

    Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau

    masalah keahlian khusus; 2.) Pengaruh teori human capital (Woodhall dan

    Psacharopoulus, 1997) yang menyebabkan timbulnya asumsi pendidikan sekolah sebagai

    lembaga yang secara langsung mempersiapkan tenaga kerja yang mampu dan terampil

  • 3bekerja; 3.) Terbatasnya daya serap tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja terdidik

    yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di

    sektor formal yang jumlahnya relatif kecil); 4.) Belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di

    samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang

    tidak sempurna menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya.

    Kemudian faktor optimisasi utilitas juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas

    memilih menganggur jika tidak sesuai dengan bidangnya.

    Dari sisi permintaan pasar tenaga kerja, di era globalisasi saat ini, kegiatan

    bisnis korporasi mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara

    melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara (cross-border

    transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional, pergerakan tenaga

    kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat. Hal ini

    menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan terhadap struktur dan strategi

    usaha serta melandaskan strategi manajemennya dengan basis cost efficiency dan

    competitive advantages, termasuk dalam hal rekrutmen terutama bagi tenaga kerja

    terdidik (Kemenakertrans, 2013).

    Pada kondisi globalisasi, keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan

    model AFTA, APEC dan WTO membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM

    di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing SDM bermutu yang

    tercipta lewat pendidikan (Kemenakertrans, 2013). Karena pendidikan dianggap sebagai

    mekanisme kelembagaan penting dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan,

    peningkatan tingkat pendidikan masyarakat adalah upaya pemerintah yang harus

    dipertahankan. Akselerasi laju bertambahnya angkatan kerja terdidik di Indonesia harus

    disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Konsekuensinya, lulusan terdidik harus

    dimanfaatkan potensinya seoptimum dan sesegera mungkin.

    Realitanya, lulusan pendidikan menengah dan tinggi tidak secara otomatis

    terserap oleh lapangan pekerjaan sehingga menimbulkan terjadinya pengangguran

    terdidik. Cepat atau lambatnya penyerapan lapangan kerja dapat terlefleksikan dari lama

    mencari kerja (job search period). Berdasarkan kompleksitas baik dari sisi permintaan

  • 4maupun penawaran ketenagakerjaan di Indonesia maka sangat perlu mengadakan

    penelitian mengenai perilaku pencarian kerja di Indonesia.

    Penelitian ini akan terfokus pada kalangan pencari kerja terdidik yang

    merupakan lulusan baru yaitu pencari kerja yang baru menamatkan pendidikan tinggi

    terakhir dan belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya. Dari sisi penawaran tenaga

    kerja, investasi berupa waktu dan biaya untuk menghasilkan tenaga kerja terdidik

    menjadikan mereka memiliki ekspektasi return yang tinggi pada pekerjaan yang sedang

    mereka cari. Sementara, dari sisi permintaan tenaga kerja, terdapat kemungkinan pemberi

    kerja menghargai lulusan baru yang tidak memiliki pengalaman kerja lebih rendah dari

    ekspektasi pencari kerja terdidik. Hal ini membuat fenomena pencarian kerja di kalangan

    terdidik perlu untuk diteliti. Waktu tunggu kerja dari tenaga kerja terdidik di Indonesia

    menjadi menarik untuk diamati dan dikaji mengingat fenomena ini akan perpengaruh

    terhadap optimisasi utilitas individu terdidik dan produktvitas negara.

    Berdasarkan beberapa landasan teori dan kajian empiris sebelumnya terdapat

    beberapa faktor yang mempengaruhi waktu tunggu kerja antara lain karakteristik individu

    seperti: jenis kelamin, umur, tempat tinggal, tingkat pendidikan, pendidikan teknis,

    metode mencari pekerjaan, dan jenis pekerjaan yang dicari. Untuk itu, dilakukanlah

    penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

    lama mencari kerja pada pencari kerja terdidik di Indonesia serta bagaimana besar

    pengaruhnya pada durasi pencarian kerja. Manfaat yang ingin dicapai dalam kegiatan

    penelitian ini antara lain : 1.) Dari teoritis, kita dapat mengetahui faktorfaktor yang

    mempengaruhi waktu tunggu kerja angkatan kerja terdidik dan berapa besar dampaknya

    pada lama mencari kerja; 2.) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

    bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan ketenagakerjaan

    dan pendidikan; 3.) Dari praktis, penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan

    pemerintah dalam menyusun kebijakan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam

    merumuskan kebijakan ketenagakerjaan misalnya lama bersekolah, kegiatan pelatihan,

    dan metode yang efektif untuk membantu angkatan kerja untuk dapat memperoleh

    pekerjaan. Teori yang menunjang penelitian ini antara lain : teori human capital dan teori

  • 5mencari pekerjaan. Pada teori modal Sumber Daya Manusia (Human Capital Theory).

    Menurut Becker (1962), manusia bukan sekedar sumber daya namun merupakan modal

    (capital) yang menghasilkan pengembalian (return) dan setiap pengeluaran yang

    dilakukan dalam rangka mengembangkan kualitas dan kuantitas modal tersebut

    merupakan kegiatan investasi. Pendidikan merupakan kegiatan investasi penting karena

    kualitas SDM yang unggul dalam kapasitas penguasaan IPTEK dan mental sangat

    diperlukan dalam proses pembangunan. Menurut Becker dalam Atmanti (2005), investasi

    modal manusia akan menghasilkan output yang lebih tinggi. Teori human capital

    berpendapat bahwa tenaga kerja terdidik biasanya mempunyai produktivitas kerja dan

    efisiensi yang lebih tinggi daripada tenaga kerja tak terdidik.

    Teori ini bertumpu pada asumsi bahwa pendidikan formal sangat instrumental

    dan diperlukan untuk meningkatakan kapasitas indidividu sehingga pendidikan dianggap

    sebagai investasi modal manusia dalam industri (Woodhall dan Psacharopoulus, 1997).

    Peningkatan mutu modal manusia tidak dapat dilakukan dalam periode yang singkat,

    namun memerlukan waktu yang panjang. Seperti halnya investasi faktor produksi lainnya,

    investasi modal manusia juga memperhitungkan rate of return (manfaatnya) dan

    mempertimbangkan opportunity cost. Diharapkan dari investasi ini, manfaat yang

    diperoleh jauh lebih besar daripada biayanya.

    Teori ini sejalan dengan pemikiran Jacob Mincher mengenai fungsi penghasilan.

    Melalui penelitiannya pada 1974 berjudul Schooling, Experience and Earnings, distribusi

    pendapatan di Amerika beragam sesuai dengan tingkat pendidikan dan pelatihan yang

    dimiliki pekerja. Didapati bahwa di periode 1950 hingga 1960, pendapatan tahunan

    meningkat 5-10 % setiap penambahan lama sekolah dalam tahun (Polachek, 2007).

    Indikasi ini mengimplikasikan bahwa investasi pendidikan dapat meningkatkan

    penghasilan. Sehingga, sangat wajar bagi pencari kerja terdidik memiliki ekspektasi pada

    tingkat upah tertentu setelah menyelesaikan sekolahnya.

    Sedangkan, Search theory adalah metode yang menjelaskan masalah

    pengangguran dari sudut penawaran yaitu keputusan seorang individu untuk

    berpartisipasi di pasar kerja berdasarkan karakteristik individu pencari kerja. Menurut

  • 6Biro Pusat Stiatistik (2012), terdapat beberapa alasan utama seseorang mencari pekerjaan

    atau mempersiapkan usaha baru, antara lain: (1) Tamat sekolah/ tidak bersekolah lagi, (2)

    Tanggung jawab mencari nafkah/ membantu ekonomi rumah tangga atau keluarga, (3)

    Menambah penghasilan, (4) Pekerjaan yang ada kurang sesuai, (5) Pemutusan Hubungan

    Kerja, (6) Usaha terhenti.

    Search theory merupakan bagian dari economic uncertanty yang timbul karena

    informasi di pasar kerja tidak sempurna, artinya para penganggur tidak mengetahui secara

    pasti kualifikasi yang dibutuhkan dan tingkat upah yang ditawarkan pada lowongan-

    lowongan pekerjaan yang ada di pasar. Pekerja hanya mengetahui informasi mengenai

    distribusi frekuensi dari seluruh tawaran pekerjaan yang didistribusikan secara random

    menurut tingkatan keahlian. Menurut Kaufman dan Hotchkiss (2002), dengan informasi

    yang sempurna, seseorang akan mengetahui perusahaan mana yang menawarkan upah

    yang lebih baik, dan proses mencari kerja menjadi tidak perlu dilakukan. Karena hal

    tersebut tidak akan terjadi, seseorang akan menganggur dalam waktu tertentu untuk

    mencari pekerjaan yang terbaik (diasumsikan berarti upah yang paling tinggi). Model job

    search terkait dengan intensitas pencarian dan reservation wage dari tiap individu.

    Search theory mengasumsikan bahwa pencari kerja adalah individu yang risk-

    neutral, artinya mereka akan memaksimisasi expected income-nya. Tujuan untuk

    memaksimisasi expected-income dan reservation wage adalah kriteria menerima atau

    menolak suatu pekerjaan. Pencari kerja akan mengakhiri proses mencari kerja pada saat

    marginal cost dari tambahan satu tawaran kerja tepat sama dengan marginal return dari

    tawaran kerja tersebut (Sutomo, dkk, 1999). Hal sejalan dinyatakan oleh Zukerman

    (1983), bahwa individu mencari pekerjaan dengan durasi tertentu. Aktivitas pencarian ini

    memerlukan biaya keuangan per satuan waktu. Jika di asumsikan bahwa pekerjaan yang

    diterima bersifat random dan gaji yang ditawarkan bersifat posistif, i.i.d maka keputusan

    terpenting yang harus dilakukan pencari kerja adalah menentukan waktu yang tepat untuk

    berhenti mencari dan meneriwa sebuah tawaran kerja. Stopping rule ini akan menjadi

    optimal jika pencari kerja mempertimbangkan faktor expected net-return yang maksimum

    dan expected discounted net-return yang maksimum.

  • 7Sejalan dengan teori di atas, keputusan untuk menerima tawaran pekerjaan juga

    dapat dipengaruhi penawaran gaji yang lebih tinggi atau justru lebih rendah dari

    reservation wage. Terdapat dua skentario yang meningkatkan probabilitas individu untuk

    memutuskan akan memulai bekerja. Pertama, penawaran gaji lebih besar dari reservation

    wage. Kedua, individu dapat menerima pekerjaan ketika reservation wagenya lebih

    rendah. Akan tetapi reservation wage ini sifatnya tidak konstan, bahkan terdapat

    kecenderungan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya wakktu (Kasper,

    1967).

    Terdapat beberapa studi terdahulu yang telah menjelaskan mengenai faktor-

    faktor yang mempengaruhi lama mencari kerja pada tenaga kerja terdidik, antara lain:

    Zaretky, A dan Coughlin, C (1995), dalam penelitian An Intorduction to Theory and

    Estimation of a Job-Search Model. Monthly Labor Review. Feb 1995 pg. 53-65. Dengan

    metode logit dan regresi berganda. Menyimpulkan bahwa: 1). Terdapat pengaruh negatif

    bagi perempuan, seseorang yang berprofesi sebagai data processor, seseorang yang

    memiliki asuransi pengangguran, dan masa kerja yang lebih lama terhadap probabilitas

    mendapat pekerjaan kembali. Dan 2). Terdapat pengaruh positif karena perbedaan

    pendidikan tingkat pergguruan tinggi dan insinyur dibandingkan yang tidak terhadap Ln

    gaji di tempat kerja baru. Selain itu terdapat, Sutomo, Hadiwiyono, V dan Prihartini, B. S.

    (1999), dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Lama Mencari

    Kerja Terdidik di Kabupaten Klaten Tahun 1996. Jurnal Ekonomi Pembangunan,

    Manajemen, dan Akuntansi. Perspektif : No.4 th 1999. Fakultas Ekonomi, Universitas

    Sebelas Maret. Disimpulkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap lama

    mencari kerja sedangkan tingkat umur berpengaruh positif terhadap lama mencari kerja.

    Variabel jenis kelamin laki-laki mempunyai lama mencari kerja yang lebih panjang

    dibandingkan perempuan. Variabel pengalaman kerja berpengaruh negatif terhadap lama

    mencari kerja. Umur tenaga kerja berpengaruh negatif sedangkan tingkat pendidikan

    berpengaruh positif terhadap probabilitas mencari kerja. Probabilitas mencari kerja laki-

    laki lebih kecil dibanding perempuan. Pendidikan teknis dan pengalaman kerja

    berpengaruh positif terhadap perbedaan probabilitas mencari kerja.

  • 8Kemudian, terdapat penelitian lagi dari Kuhn, P dan Skuterud, M (2004) dalam

    penelitan berjudul: Internet Job Search and Unemployment Durations. The American

    Economic Review, Vol. 94, No. 1 (Mar., 2004), pp. 218-232. Disimpulkan bahwa

    pencarian kerja menggunakan internet tidak mempersingkat waktu mencari kerja. Dan

    juga penelitian Frijters, P., Shields, M. A dan Price, S. W. (2005) dalam penelitian

    berjudul: Job Search Methods and Their Success: A Comparison of Immigrants and

    Natives in the UK. The Economic Journal, Vol. 115, No. 507, Features (Nov., 2005), pp.

    F359-F376, Royal Economic Society. Wiley: UK. Disimpulkan bahwa probabilitas hasil

    pencarian kerja yang dilakukan immigran kurang sukses jika dibandingkan penduduk asli

    UK, immigran memiliki kemungkinan lebih untuk mendapatkan pekerjaan melalui

    metode informal dibandingkan metode terverifikasi, lamanya waktu imigran menetap di

    UK berpengaruh posistif terhadap probabilitas kesusksesan mencari kerja. Sebagian besar

    penelitian terdahulu menggunakan metode logit atau probit dan regresi berganda.

    Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan

    beberapa landasaan teori yang ada maka penulis memperkirakan: jenis kelamin

    perempuan berpengaruh negatif terhadap lama mencari kerja, Umur berpengaruh positif

    terhadap lama mencari kerja, lama sekolah berpengaruh positif terhadap lama mencari

    kerja, keterampilan berpengaruh negatif terhadap lama mencari kerja, pencari kerja yang

    tinggal di perkotaan berpengaruh negatif terhadap lama mencari kerja, metode informal

    yang digunakan pencari kerja dapat berpengaruh negatif atau positif terhadap lama

    mencari kerja, dan jenis pekerjaan purna waktu berpengaruh positif terhadap lama

    mencari kerja.

    Penelitian ini menggunakan sampel yang berasal dari data Sakernas 2012.

    Sampel merupakan pencari kerja terdidik lulusan sekolah menengah (SMA dan SMK)

    serta lulusan pendidikan tinggi (diploma dan sarjana) yang baru saja menamatkan

    pendidikan terakhir mereka dan tidak memiliki pengalaman kerja sebelumnya. Metode

    yang digunakan adalah metode regresi berganda (OLS) dan metode logit.

  • 9Berdasarkan disusun fungsi persamaan regresinya, yaitu sebagai berikut:

    Ln Dur = -1.1051 +0.0037 Genderi + 0.1696 Agei - 0.1612 Areai - 0.0760

    Trainingi + 0.2401Educ_SMKi - 0.3841Educ_Diplomai - 0.7583Educ_Sarjanai+0.2119Method1i - 0.1345Method3i - 0.1489Method4i - 0.1625Jobi + i

    Terlihat bahwa terdapat perbedaan lama mencari kerja antara pencari kerja laki-

    laki dan pencari kerja perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis

    kelamin memiliki pengaruh positif dengan koefisien regresi jenis kelamin adalah sebesar

    0.0037 menyatakan bahwa lama mencari kerja pencari kerja perempuan 0.37 % lebih

    lama dibanding dengan pencari kerja laki-laki dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap

    tidak berubah (cateris paribus); holding variabel independen lainnya.

    Hasil ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa laki-laki

    kemungkinan mendapatkan pekerjaan lebih lama dibandingkan perempuan karena pekerja

    laki-laki biasanya lebih selektif dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan aspirasinya

    baik dari segi pendapatan maupun kedudukan dibanding pekerja perempuan. Hal ini

    disebabkan karena karena laki-laki diidentifikasi sebagai pencari nafkah utama.

    Perbedaan dengan teori dapat terjadi karena pemberi pekerjaan lebih memilih

    memperkejakan tenaga kerja laki-laki dibandingkan perempuan karena faktor

    pertimbangan tertentu, misalnya: alasan fleksibilitas (bersedia ditempatkan di lokasi yang

    jauh, bersedia bekerja dalam shift). Selain itu, responden pada penelitian ini adalah

    lulusan yang baru menamatkan pendidikan akhir mereka dan didominasi oleh responden

    yang belum menikah (95.24%). Sehingga, faktor selektifitas sebagai pencari nafkah

    utama tidak berlaku. Sebagai lulusan baru, mendapat pengalaman pekerjaan lebih baik

    dibandingkan menambah waktu tunggu kerja lebih lama lagi.

    Variabel umur juga berpengaruh terhadap lama mencari kerja. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa variabel umur memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

    lama mencari kerja. Hasil ini memperlihatkan bahwa umur yang semakin tua akan

    semakin sulit untuk mencari kerja. Koefisien regresi umur adalah sebesar 0.1696

    menyatakan bahwa setiap pertambahan umur sebesar satu tahun akan menyebabkan lama

    mencari kerja bertambah sebesar 16.96 % dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap

  • 10

    tidak berubah (cateris paribus); holding variabel independen lainnya.

    Dengan kondisi persaingan kerja yang semakin besar, pemberi kerja akan

    berperan aktif dalam menyeleksi tenaga kerja yang akan dipekerjakannya. Salah satu

    pertimbangan perusahaan adalah mengenai umur pencari kerja. Bukti empiris ini

    mendukung teori yang membenarkan bahwa umur berpengaruh positif terhadap lama

    mencari kerja. Hal ini dapat berkaitan dengan produktifitas baik secara fisik maupun

    potensi keahlian dan pengetahuan pekerja. Umur responden yang lebih tua dapat

    diasosiasikan dengan jeda waktu yang lebih lama sejak responden menamatkan

    pendidikan terakhirnya. Semakin lama responden meninggalkan dunia pendidikan maka

    pengetahuan mereka pun semakin kurang mutakhir dan keahliannya makin tidak terasah.

    Kondisi ini tentunya kurang menguntungkan bagi responden lulusan baru yang tidak

    belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya.

    Variabel tempat tinggal juga berpengaruh secara signifikan terhadap lama

    mencari kerja. Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel tempat tinggal memiliki

    pengaruh negatif dengan koefisien regresi sebesar 0.1612 menyatakan bahwa lama

    mencari kerja pencari kerja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan memiliki waktu

    tunggu kerja lebih singkat 16.12 % dibandingkan dengan pencari kerja yang berdomisili

    di daerah pedesaan dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah (cateris

    paribus); holding variabel independen lainnya.

    Hal ini sesuai dengan teori bahwa seseorang yang berletak tinggal di perkotaan

    memiliki lebih banyak akses yang dapat mempersingkat waktu tunggu kerja. Adanya

    kesempatan kerja yang lebih besar serta tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang lebih

    lengkap, memudahkan seseorang untuk mendapat pekerjaan. Selain itu, pendapatan yang

    lebih tinggi yang ditawarkan di daerah perkotaan dapat memenuhi reservation wage

    tenaga kerja terdidik. Di sisi lain, regulasi juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan

    signifikansi pengaruh tempat tinggal terhadap lama mencari kerja. Misalkan, adanya

    peraturan memiliki kartu kuning dan pengurusan SKCK (Surat Keterangan Catatan

    Berkelakuan Baik) untuk memenuhi persyaratan administrasi ketika melamar pekerjaan-

    pekerjaan bersifat formal seperti menjadi Pegawai Negeri Sipil atau karyawan perusahaan

  • 11

    swasta (Disnaker, 2014). Untuk memiliki kedua syarat tersebut, pelamar kerja harus

    mengurus syarat administrasinya di Dinas Sosial dan Keternagakerjaan serta di kantor

    kepolisian sesuai dengan domisili yang tercantum pada kartu identitas pencari kerja. Hal

    ini memperlihatkan bahwa tempat tinggal dapat membuat limitasi kesempatan melamar

    pekerjaan.

    Kemudian, pada variabel pelatihan teknis, hasil penelitian menunjukkan bahwa

    variabel ini berpengaruh negatif dengan koefisien regresi sebesar 0.0760 menyatakan

    bahwa lama mencari kerja pencari kerja yang pernah mengikuti pelatihan teknis 7.60 %

    lebih singkat dibandingkan dengan pencari kerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan

    dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah (cateris paribus); holding

    variabel independen lainnya.

    Bukti empiris ini mendukung teori yang menyatakan bahwa pelatihan dapat

    memepercepat seseorang mendapatkan pekerjaan. Jika merujuk pada teori human capital

    maka pelatihan juga merupakan bagian dari investasi human capital. Secara teori,

    individu yang memiliki keterampilan akan lebih cepat mendapatkan pekerjaan

    dibandingkan dengan orang yang kurang memiliki ketrampilan karena keterampilan juga

    merupakan indikator mutu produktivitas tenaga kerja. Sedangkan dari sisi permintaan

    tenaga kerja, pemberi kerja cenderung memilih tenaga kerja yang terdidik dan sudah

    terlatih untuk memperkecil biaya pelatihan yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dalam

    melatih karyawan baru.

    Hasil penelitian ini juga sejalan dengan data World Bank mengenai keperluan

    industri di Indonesia terhadap tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus dan

    tersertifikasi. Faktanya, keperluan industri yang terus meningkat ini tidak diimbangi

    dengan penawaran tenaga kerja dengan keahlian tersertifikasi. Hal ini dapat disebabkan

    terbatasnya lembaga pelatihan keahlian yang difasilitasi oleh pemerintah misalnya Balai

    Latihan Kerja (BLK) (Worl Bank, 2010).Variabel lain yang berpengaruh terhadap lama

    mencari kerja adalah pendidikan. Pada regresi ini, variabel tingkat pendidikan SMA

    dijadikan sebagai base variabel. Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel pendidikan

    memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada masing-masing tingkat pendidikan

  • 12

    terhadap lama mencari kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan

    SMK berpengaruh negatif dengan koefisien regresi sebesar 0.2401 menyatakan bahwa

    lama mencari kerja pencari kerja tamatan SMK 24.01 % lebih singkat dibanding dengan

    pencari kerja tamatan SMA dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah

    (cateris paribus); holding variabel independen lainnya. Walaupun lama sekolah lulusan

    SMA dan SMK sama, waktu mencari kerja yang lebih singkat pada lulusan SMK ini

    dapat disebabkan keahlian khusus yang dimiliki lulusan SMK. Faktor kejurusan ini

    menjadi signaling kepada penyedia lapangan kerja.

    Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel pendidikan diploma

    berpengaruh negatif dengan koefisien regresi sebesar 0.3841 menyatakan bahwa lama

    mencari kerja pencari kerja tamatan diploma 38.41 % lebih singkat dibanding dengan

    pencari kerja tamatan SMA dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah

    (cateris paribus); holding variabel independen lainnya. Hal serupa juga terlihat pada

    koefisien regresi pada lulusan sarjana. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa

    variabel pendidikan sarjana berpengaruh negatif dengan koefisien regresi sebesar 0.7583

    menyatakan bahwa lama mencari kerja pencari kerja tamatan diploma 75.83 % lebih

    singkat dibanding dengan pencari kerja tamatan SMA dengan asumsi faktor-faktor lain

    dianggap tidak berubah (cateris paribus); holding variabel independen lainnya.

    Hasil ini memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan

    maka lama mencari kerja akan semakin singkat. Hal ini bertolak belakang dengan teori

    yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin lama durasi

    lama mencari kerja terkait dengan tingginya aspirasi untuk memperoleh pekerjaan yang

    sesuai dan sebanding dengan return biaya pendidikannya. Fenomena ini dapat terjadi

    ketika pada periode pengambilan sampel, lapangan pekerjaan dapat lebih mengakomodasi

    lulusan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan lebih memiliki keterampilan.

    Situasi ini bersinergi dengan penelitian World Bank bahwa persyaratan keahlian dan

    pendidikan semakin meningkat secara berkesinambungan, terutama pada sektor jasa

    (World Bank, 2010).

  • 13

    Selain itu, perusahaan juga mungkin dapat menyediakan tingkat pendapatan

    tertentu yang dapat memenuhi ekspektasi reservation wage tenaga kerja terdidik. Hal ini

    menunjukan bahwa memiliki tenaga kerja yang berproduktivitas tinggi merupakan hal

    yang menjadi pertimbangan perusahaan dalam merekrut tenaga kerja. Kemungkinan besar

    telah terjadi pergeseran pada pola produksi barang dan jasa yang berbasis teknologi

    sehingga membutuhkan komplemen tenaga kerja berpendidikan.

    Variabel lain yang berpengaruh terhadap lama mencari kerja adalah metode

    mencari kerja. Pada regresi ini, variabel metode formal dijadikan sebagai base variabel.

    Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel dengan responden yang melakukan metode

    formal dan informal memiliki pengaruh signifikan terhadap lama mencari kerja. Tabel

    4.8 menunjukkan bahwa melakukan kedua metode berpengaruh positif dengan koefisien

    regresi sebesar 0.2119 menyatakan bahwa lama mencari kerja pencari kerja yang

    melakukan kedua metode 21.19 % lebih lama dibanding dengan pencari kerja yang hanya

    melakukan metode formal saja dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah

    (cateris paribus); holding variabel independen lainnya. Jika merujuk pada hasil regresi

    ini, melakukan kedua metode tidak efektif untuk mempersingkat durasi mencari kerja.

    Hal ini dimungkinkan karena responden yang melakukan kedua metode justru

    memerlukan waktu yang lebih lama untuk memutuskan mengakhiri masa pencarian

    kerjanya.

    Sedangkan pada hasil regresi menunjukkan bahwa variabel dengan responden

    yang melakukan metode informal saja memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap

    lama mencari kerja. Terlihat bahwa melakukan metode informal memiliki koefisien

    regresi sebesar 0.1345 menyatakan bahwa lama mencari kerja pencari kerja yang

    melakukan metode informal saja 13.45 % lebih singkat dibanding dengan pencari kerja

    yang hanya melakukan metode formal saja dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap

    tidak berubah (cateris paribus); holding variabel independen lainnya. Pencarian kerja

    dengan melakukan metode informal saja terbukti lebih efektif memberikan informasi

    yang lebih cepat. Selain itu sangat dimungkinkan pada sistem rekrutmen tertutup, proses

    seleksi berlangsung lebih pendek sehingga dapat mempersingkat waktu tunggu kerja. Hal

  • 14

    ini mungkin terjadi karena metode non-verifikasi masih banyak terjadi pada pola

    rekrutmen pegawai di Indonesia sehingga hal ini memberi keuntungan bagi pencari kerja

    yang memiliki keluarga atau kenalan yang telah bekerja sebelumnya.

    Faktor lain yang dapat mempengaruhi lama mencari kerja adalah jenis pekerjaan

    yang dicari. Terlihat bahwa terdapat perbedaan lama mencari kerja dari jenis pekerjaan

    purna waktu dan paruh waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis

    pekerjaan memiliki pengaruh negatif dengan koefisien regresi jenis pekerjaan sebesar

    0.1625 menyatakan bahwa lama mencari kerja pencari kerja paruh waktu 16.25 % lebih

    singkat dibanding dengan pencari kerja purna waktu dengan asumsi faktor-faktor lain

    dianggap tidak berubah (cateris paribus); holding variabel independen lainnya. Dari sisi

    permintaan tenaga kerja, hal ini dapat terjadi karena umumnya kualifikasi yang

    diperlukan untuk menjadi pekerja paruh waktu lebih rendah dibandingkan pekerja purna

    waktu sehingga proses seleksi tenaga kerja pun lebih singkat.

    Dengan metode logit, dapat disusun fungsi persamaan regresinya, yaitu sebagai

    berikut:

    Ln

    = 6.0959 - 0.0467 Genderi - 0.3065 Agei + 0.2889 Areai + 0.2116 Trainingi +

    0.2688 Educ_SMKi + 0.9721 Educ_Diplomai + 1.4894 Educ_Sarjanai -

    0.3192 Method1i + 0.2583 Method3i + 0.6530 Method4i + 0.0140 Jobi + i

    Pada output metode logit, hasil koefisien yang dihasilkan tidak dapat langsung

    diinterpretasikan. Koefisien regresi hanya dapat menunjukan arah pengaruh variabel

    independen terhadap variabel dependen. Koefisen negatif menunjukan bahwa variabel

    independen berhubungan negatif dengan variabel dependen dan sebaliknya. Pada

    penelitian ini terdapat dua kategori pilihan variabel dependen yaitu mendapatkan

    pekerjaan dengan lama mencari kerja 0-12 bulan dan lama mencari kerja lebih dari

    setahun.

    Untuk menginterpretasikan nilai koefisien, koefisien hasil estimasi logit harus

    ditransformasi ke dalam antilogaritma natural sehingga mendapatkan odds ratio. Odds

    ratio merupakan rasio anatara dua peluang yaitu peluang sukses atau gagal. Pada

  • 15

    penelitian ini, peluang sukses diartikan sebagai beluang mendapatkan pekerjaan dengan

    waktu tunggu kerja 0-12 bulan sementara peluang gagal adalah waktu tunggu kerja lebih

    dari setahun. Secara umum, hasil regeresi dengan metode logit memiliki hasil yang sama

    dengan regresi OLS.

    Terlihat bahwa terdapat perbedaan lama mencari kerja antara pencari kerja laki-

    laki dan pencari kerja perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis

    kelamin memiliki pengaruh negatif berarti terdapat kecenderungan bahwa pencari kerja

    perempuan untuk mengakhiri masa mencari kerja kurang dari setahun semakin menurun.

    Dalam konteks ini, odds rationya yakni peluang mendapatkan pekerjaan kurang dari

    setahun dibanding peluang mencari pekerjaan lebih dari setahun adalah 0.95 dengan

    marginal effect sebesar -0.0092. Artinya, kemungkinan pencari kerja perempuan untuk

    mendapatkan pekerjaan dalam 0-12 bulan semakin menurun sebanyak 0.92 % dengan

    asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah (cateris paribus); holding variabel

    independen lainnya. Dengan kata lain pencari kerja laki-laki memiliki kemungkinan

    mendapatkan pekerjaan lebih dahulu.

    Interpretasi variabel umur juga yang mendukung hasil regresi OLS bahwa umur

    yang semakin tua akan semakin sulit untuk mencari kerja. Hasil regresi logit

    menunjukkan bahwa variabel umur memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap

    probalitas lama mencari kerja selama setahun. Odds ratio umur adalah 0.7360 dengan

    marginal effect sebesar -0.6038 menyatakan bahwa setiap pertambahan umur sebesar satu

    tahun akan menyebabkan kecenderungan pencari kerja untuk mendapat pekerjaan kurang

    dari setahun semakin menurun sebesar 6.04 % dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap

    tidak berubah (cateris paribus); holding variabel independen lainnya.

    Variabel tempat tinggal juga berpengaruh secara signifikan terhadap probalitas

    mendapatkan pekerjaan dalam periode 0-12 bulan. Hasil regresi menunjukkan bahwa

    variabel tempat tinggal memiliki pengaruh positif dengan odds ratio sebesar 1.3350

    menyatakan pencari kerja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan memiliki

    probabilitas mencari pekerjaan dalam periode setahun 1.34 kali dibandingkan peluang

    mencari pekerjaan lebih dari setahun. Marginal effect 0.0569 menunjukan bahwa

  • 16

    kencederungan pencari kerja di daerah perkotaan mencari kerja hanya dalam periode 0-12

    bulan lebih besar 5.69 % dibandingkan dengan pencari kerja yang berdomisili di daerah

    pedesaan dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah (cateris paribus);

    holding variabel independen lainnya. Dengan kata lain, daerah perkotaan dengan

    kesempatan lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi tenaga kerja terdidik dapat

    mempersingkat waktu tunggu kerja.

    Kemudian, pada variabel pelatihan teknis, hasil penelitian menunjukkan bahwa

    variabel ini berpengaruh positif dengan odds ratio sebesar 1.2357 dan marginal effect

    0.0417 menyatakan bahwa pencari kerja yang pernah mengikuti pelatihan teknis memiliki

    kecenderungan mendapatkan pekerjaan dalam periode setahun semakin naik 4.17 % lebih

    dibanding dengan pencari kerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan dengan asumsi

    faktor-faktor lain dianggap tidak berubah (cateris paribus); holding variabel independen

    lainnya. Akan tetapi, variabel ini tidak signifikan.

    Variabel lain yang berpengaruh terhadap lama mencari kerja adalah pendidikan.

    Seperti halnya pada regresi berganda, variabel tingkat pendidikan SMA dijadikan sebagai

    base variabel pada model logit. Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel pendidikan

    memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada masing-masing tingkat pendidikan

    terhadap lama mencari kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan

    SMK berpengaruh positif dengan odds ratio sebesar 1.3084 dan marginal effect 0.0529.

    Hasil menunjukan bahwa kecenderungan pencari kerja tamatan SMK untuk mendapatkan

    pekerjaan dalam periode setahun lebih besar 5.29 % dibanding dengan pencari kerja

    tamatan SMA dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah (cateris paribus);

    holding variabel independen lainnya.

    Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel pendidikan diploma

    berpengaruh positif dengan odds ratio sebesar 2.6435. Marginal effect 0.1915

    menyatakan bahwa probabilitas pencari kerja tamatan diploma untuk mendapatkan

    pekerjaan dalam periode setahun setelah kelulusan lebih besar 19.15 % dibanding dengan

    pencari kerja tamatan SMA dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah

    (cateris paribus); holding variabel independen lainnya. Hal serupa juga terlihat pada

  • 17

    koefisien regresi pada lulusan sarjana. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa

    variabel pendidikan sarjana berpengaruh positif dan terdapat kecenderungan yang kuat

    bahwa pencari kerja tamatan sarjana untuk mendapatkan pekerjaan dalam periode setahun

    setelah kelulusan lebih besar 29.34 % dibanding dengan pencari kerja tamatan SMA

    dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah (cateris paribus); holding

    variabel independen lainnya. Hasil ini mendukung hasil pada model OLS yang

    memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka lama mencari

    kerja akan semakin singkat.

    Variabel lain yang berpengaruh terhadap lama mencari kerja adalah metode

    mencari kerja. Pada regresi logit, variabel metode formal dijadikan sebagai base variabel.

    Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel dengan responden yang melakukan metode

    formal dan informal memiliki pengaruh signifikan terhadap lama mencari kerja. Tabel

    4.9 menunjukkan bahwa melakukan kedua metode berpengaruh negatif dengan odds ratio

    sebesar 0.7267 dan marginal effect -0.0628 .Hal ini menyatakan bahwa probabilitas

    mengakhiri masa mencari kerja lebih singkat bagi pencari kerja yang melakukan kedua

    metode semakin menurun 6.29 % dibandingkan dengan pencari kerja yang hanya

    melakukan metode formal saja dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah

    (cateris paribus); holding variabel independen lainnya.

    Sedangkan pada hasil regresi menunjukkan bahwa variabel dengan responden

    yang melakukan metode informal saja memiliki pengaruh positf dan signifikan terhadap

    probabilitas durasi lama mencari kerja yang lebih pendek. Dari hasil regresi diketahui

    bahwa kecenderungan pencari kerja yang melakukan metode informal saja untuk

    mendapatkan pekerjaan dalam periode setahun lebih besar 5.09 % dibandingkan dengan

    pencari kerja yang hanya melakukan metode formal saja dengan asumsi faktor-faktor lain

    dianggap tidak berubah (cateris paribus); holding variabel independen lainnya.

    Faktor lain yang dapat mempengaruhi lama mencari kerja adalah jenis pekerjaan

    yang dicari. Terlihat bahwa terdapat perbedaan lama mencari kerja dari jenis pekerjaan

    purna waktu dan paruh waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis

    pekerjaan memiliki pengaruh positif dengan odds ratio 1.0141 dan marginal effect

  • 18

    0.0028. Berarti, kecenderungan untuk mendapat pekerjaan lebih cepat bagi pencari kerja

    paruh waktu lebih besar 0.28 % dibanding dengan pencari kerja purna waktu dengan

    asumsi faktor-faktor lain dianggap tidak berubah (cateris paribus); holding variabel

    independen lainnya.

    Berdasarkan temuan dalam penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran

    sebagai upaya untuk membantu mengatasi masalah ketenagakerjaan khususnya bagi

    pencari kerja terdidik yang belum memiliki pengalaman kerja, antara lain sebagai berikut:

    1. Para pencari kerja diharapkan lebih aktif dalam mencari informasi lowongan

    pekerjaan terutama di waktu awal kelululusan karena kesempatan untuk memperoleh

    pekerjaan akan lebih besar. Selain itu, pencari kerja diharapkan mengisi jeda waktu

    selama periode mencari kerja dengan hal-hal yang produktif seperti mengikuti

    pelatihan tertentu, magang dan tetap mengasah pengetahuan. Hal ini menjadi penting

    sebagai signal tenaga kerja yang memiliki potensi produktifitas tinggi bagi penyedia

    lapangan kerja.

    2. Pemerintah harus memberikan akses untuk memudahkan para pencari kerja yang

    bertempat tinggal di pedesaan untuk memperoleh pekerjaan dengan lebih mudah.

    Pencipataan fasilitas, infrastruktur dan lapangan pekerjaan di daerah pedesaan harus

    menjadi prioritas investasi pemerintah.

    3. Penelitian ini membuktikan bahwa peningkatan lama sekolah dan peningkatan

    keahlian khusus dapat mempersingkat lama mencari kerja sehingga pemerintah pantas

    mencanangkan wajib belajar 12 tahun atau lebih dengan menyertakan kurikulum yang

    dapat menunjang kompetensi lulusan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.

    4. Metode informal yang lebih efektif mempersingkat lama mencari kerja

    memperlihatkan peran pemerintah dan peran pasar kerja belum teroptimalisasi secara

    efektif. Penyelenggaraan penjaringan tenaga kerja dengan metode terverifikasi perlu

    diperbanyak sehingga kesempatan terbuka luas tidak hanya bagi tenaga kerja yang

    memiliki keluarga atau kenalan yang telah bekerja sebelumnya.

    5. Rata- rata mencari kerja 13.87 bulan dan 38.91% responden yang memiliki waktu

    tunggu kerja lebih dari setahun menunjukan penyerapan tenaga kerja terdidik yang

  • 19

    tidak berpengalaman belum cukup optimal. Perlu dipertimbangkan alternatif lain selain

    mencari pekerjaan, yaitu menciptakan lapangan pekerjaan dengan memulai usaha.

    6. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan menambahkan variabel kontrol lain yang

    berpengaruh terhadap lama mencari kerja di Indonesia antara lain karakteristik ras atau

    etnik pencari kerja.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ananta, A. 1990. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Demografi.

    Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi, Universitas

    Indonesia.

    Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka

    Cipta.

    Atmanti, H. D. 2005. Investasi Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan. Jurnal

    Dinamika Pembangunan, vol. 2 no.1, 7 (2005): 30 39.

    Bloom, C dan Sevilla. 2003. The Demographic Devidend, A New Perspective on The

    Economic Consequences of Population Change. California: RAND.

    Badan Pusat Statistik. 2012. Kuisioner Survey Angkatan Kerja Nasional 2012.

    Badan Pusat Statistik. 2013. Istilah Statistik. Melalui www.bps.go.id [10/13]

    Becker, G. S. 1962. Investment in Human Capital: A Theoretical Analysis. The Journal of

    Politcal Economy, Vol 70, Issue 5, 1992: 9-49.

    Depnaker. 2013. Lowongan Pekerjaan. Melalui www.depnaker.net [12/ 13].

    Disnaker. 2014. Informasi Pembuatan Kartu Kuning. Melalui http://disnaker-

    kabindramayu.blogspot.com/p/tki-indramayu.html [4/ 14].

    Effendi, T. N. 1995. Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan. Yogyakarta:

    Tiara Wacana.

    Ehrenberg, R. G dan Smith, R. S, 2003. Modern Labor Economics: Theory and Public

    Policy, Eight Edition. New York City: Pearson Education, Inc.

  • 20

    Elfindri dan Nasri, B. 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Padang: Andalas University

    Press.

    Essletbichler, J. 2004. The Geography of Job Creation and Destruction in the U.S.

    Manufacturing Sector, 1967-1997. Annals of the Association of American

    Geographers, Vol. 94, No. 3 (Sep., 2004), pp. 602-619. US : Taylor & Francis,

    Ltd.

    Frijters, P., Shields, M. A and Price, S. W. 2005. Job Search Methods and Their Success:

    A Comparison of Immigrants and Natives in the UK. The Economic Journal,

    Vol. 115, No. 507, Features (Nov., 2005), pp. F359-F376, Royal Economic

    Society. UK: Wiley.

    Gujarati, D. N. 2009. Basic Econometrics 5th Edition. USA: Mc Graw-Hill.

    Hanson, S and Pratt, G. 1991. Job Search and the Occupational Segregation of Women.

    Annals of the Association of American Geographers, Vol. 81, No. 2 (June,

    1991), pp. 229-253. USA: Taylor & Francis, Ltd.

    Jobsdb. 2013. Lowongan Kerja Untuk Fresh Graduate. Melalui www.jobsdb.com [12/ 13]

    Jobstreet. 2013. Lowongan Kerja Untuk Fresh Graduate. Melalui www.jobstreet.com.

    [12/ 13]

    Kasper, H. 1967. The Asking Price of Labor and the Duration of Unemployment, Review

    of Economics and Statistics, 49 (2), p. 165172.

    Kemenakertrans. 2013. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Ketenagakerkaan

    dan Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.

    Kuhn, P dan Mikal, S. 2004. Internet Job Search and Unemployment Durations. The

    American Economic Review, Vol. 94, No. 1 (Mar., 2004), pp. 218-232. USA:

    American Economic Association

    Moeis, J. P. 1992. Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik di Indonesia: Penerapan Search

    Theory. Dalam Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. 40 No. 2.

    Polachek, S. 2007. Earning Over the Lifecycle: The Mincer Earning Function and Its

    Application. IZA Discussion Papper no. 3181.

  • 21

    Pusdatinaker. 2013. Kondisi Ketenaga Kerjaan Umum di Indonesia. Melalui

    http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id [12/13]

    Putranto, R dan Mashuri, M. 2012. Analisis Statistik Tentang Faktor- Faktor Yang

    Mempengaruhi Waktu Tunggu Kerja Fresh Graduate di Jurusan Statistika

    Institut Sepuluh Nopember Dengan Metode Logistik Ordinal. Jurnal Sains dan

    Seni ITS, Vol. 1, No. 1, Sept 2012. ISSN 2301-928X.

    Rahmawati, F dan Hadwiyono,V. 2004. Analisis Waktu Tunggu Tenaga Kerja Terdidik

    di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun 2003. Jurnal Ekonomi

    Pembangunan, Manajemen, dan Akuntansi. Perspektif :Vol 9, no.1, hal 82 94.

    Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret.

    Rogerson, R., Shimer, R and Wright, R. 2005. Search-Theoretic Models of the Labor

    Market: A Survey. Journal of Economic LiteratureVol. XLIII (December

    2005), pp. 959988.

    Shively, G., Woodward, R and Stanley, D. 1999. Strategy and Etiquette for Graduate

    Students Entering the Academic Job Market. Review of Agricultural

    Economics, Vol. 21, No. 2 (Autumn - Winter, 1999), pp. 513- 526, Agricultural

    & Applied Economics Association. Oxford: Oxford University Press.

    Simanjuntak, P. J. 2001. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit

    Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

    Subri, M. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

    Suits, D. 1957. Use of Dummy Variables in Regression Equations. Journal of the

    American Statistical Association, Vol. 52, No. 280 (Dec., 1957), pp. 548- 551.

    Sukirno, S. 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo

    Sukirno, S. 2003. Makro Ekonomi, Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta : Raja Grafindo

    Persada.

    Sutomo, Susilo, A.M dan Susanti, L. 1999. Analisis Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik

    di Kotamadya Surakarta Tahun 1996. Jurnal Ekonomi Pembangunan,

    Manajemen, dan Akuntansi. Perspektif : No.2 th 1999. Fakultas Ekonomi,

    Universitas Sebelas Maret.

  • 22

    Sutomo, Hadiwiyono, V dan Prihartini, B. S. 1999. Analisis Faktor-Faktor yang

    Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Terdidik di Kabupaten Klaten Tahun 1996.

    Jurnal Ekonomi Pembangunan, Manajemen, dan Akuntansi. Perspektif : No.4 th

    1999. Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret.

    Todaro, M. P. 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Terjemahan Haris

    Munandar. Jakarta: Erlangga.

    Tempo. 2013. Angka Pengangguran di Indoensia Menurun. Melalui

    http://www.tempo.co/read/news/2013/04/04/090471201/Angka- Pengangguran -

    di-Indonesia-Turun [11/13]

    Tri, E. 2013. Materi Pasar Tenaga Kerja. Melalui www.smanepus.sch.id [11/ 13]

    Undang-Undang RI Tentang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. 2003. Melalui

    http://portal.jogjaprov.go.id/attachments/article/106/UU132003%20perlindunga

    n%20naker.pdf [01/ 2014].

    Woodhall, M and Psacharpoulos. 1997. Education for Development: An Analysis of

    Investment Choice. New York: Oxford University Press.

    Woolridge, J. 2012. Introductory Econometrics: A Modern Approach. USA: Cencage-

    Learning, South Western.

    World Bank. 2010. Indonesia Jobs Report Towards Better Jobs and Security for All.

    Jakarta: World Bank Report.

    Zukerman, D. 1983. Job Search : The Continous Case. Journal of Applied Probability.

    Israel : Hebrew University of Jerusalem.