32
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI KABUPATEN TEMANGGUNG (Studi Kasus di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung) Annora Khazanani Drs. Nugroho SBM, MSP ABSTRACT Chili is a commodity that has high economic value, so there is many are cultivated in Indonesia. Temanggung is one of the region in Central Java that produce chili. But the production is decrease every year, the farming area is continues to decline, and the average production that tends to fluctuates. Causes of fluctuations the average chili production was made possible due to the inefficiency used of factors of production This study aims to analyze the level of influence of factors of production to total production of chili, also to analyze the level of efficiency by using the factors of production in chili’s farming in the District of Bulu, Regency of Temanggung. , as well as to analyze the level of benefits that could be gained by farmers. Data used in this study are primary and secondary data. Samples were taken by snow ball sampling method. Respondents in this research is chili farmers in the district of Bulu, consist of 92 people Data analysis methods used in this study is the production function with a stochastic frontier approach with Maximum Likelihood Method. Based on the data processing, show that there are four variables that significantly affect the production of chili peppers, those are the variable of area (X 1 ), seeds (X 2 ), labor (X 3 ) and fertilizer (X 4 ). While the variable of pesticide (X 5 ) is not significant in affecting the production of chili. The average value of technical efficiency of chili’s farmer is 0.835 and the price efficiency value is 3.075. So that the value of economic efficiency is 2.57. The value of technical efficiency, price efficiency, and economic efficiency is not equal to one, meaning that still inefficient and needs additional use of factors of production. Farming chili in the village is still profitable, this is indicated by the value of R/C ratio that reach 1.78. To achieve an efficient condition, chili’s farmer needs to add the amount of use of production factors. In addition, the farming conditions showed a decreasing returns to scale, that require improvements in chili production process. The level of soil fertility also need to be considered because land used for the land which is used for cultivating the garlic are used interchangeably to plant other crops. Keywords: Efficiency, Production, Chili Farms.

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR FAKTOR PRODUKSI ...eprints.undip.ac.id/29420/1/Jurnal.pdf · ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI KABUPATEN

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI KABUPATEN

TEMANGGUNG

(Studi Kasus di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung)

Annora Khazanani

Drs. Nugroho SBM, MSP

ABSTRACT

Chili is a commodity that has high economic value, so there is many are

cultivated in Indonesia. Temanggung is one of the region in Central Java that

produce chili. But the production is decrease every year, the farming area is

continues to decline, and the average production that tends to fluctuates. Causes

of fluctuations the average chili production was made possible due to the

inefficiency used of factors of production

This study aims to analyze the level of influence of factors of production to

total production of chili, also to analyze the level of efficiency by using the factors

of production in chili’s farming in the District of Bulu, Regency of Temanggung.,

as well as to analyze the level of benefits that could be gained by farmers.

Data used in this study are primary and secondary data. Samples were

taken by snow ball sampling method. Respondents in this research is chili farmers

in the district of Bulu, consist of 92 people Data analysis methods used in this

study is the production function with a stochastic frontier approach with

Maximum Likelihood Method.

Based on the data processing, show that there are four variables that

significantly affect the production of chili peppers, those are the variable of area

(X1), seeds (X2), labor (X3) and fertilizer (X4). While the variable of pesticide (X5)

is not significant in affecting the production of chili. The average value of

technical efficiency of chili’s farmer is 0.835 and the price efficiency value is

3.075. So that the value of economic efficiency is 2.57. The value of technical

efficiency, price efficiency, and economic efficiency is not equal to one, meaning

that still inefficient and needs additional use of factors of production. Farming

chili in the village is still profitable, this is indicated by the value of R/C ratio that

reach 1.78. To achieve an efficient condition, chili’s farmer needs to add the

amount of use of production factors. In addition, the farming conditions showed a

decreasing returns to scale, that require improvements in chili production

process. The level of soil fertility also need to be considered because land used for

the land which is used for cultivating the garlic are used interchangeably to plant

other crops.

Keywords: Efficiency, Production, Chili Farms.

2

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagi negara agraris yang berarti negara yang

mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang pembangunan juga sebagi

sumber mata pencaharian penduduknya. Sektor pertanian membentuk proporsi

yang sangat besar bagi devisa negara, penyedia lapangan kerja dan sumber

pendapatan masyarakat. Hal ini kemudian menjadikan sektor pertanian sebagai

pasar yang potensial bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi

maupun barang konsumsi, terutama produk yang dihasilkan oleh subsektor

tanaman bahan makanan. Sektor pertanian juga sektor yang paling banyak

menyerap tenaga kerja.

Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor tanaman bahan makanan,

subsektor hortikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan dan subsektor

kehutanan. Sejak Tahun 2004 hingga tahun 2008 sub ektor tanaman pangan

mempunyai kontribusi yang paling banyak dibandingkan dengan subsektor yang

lainnya.

Sektor petanian pangan biasanya diusahakan oleh rakyat kecil, salah satu

komoditas tanaman pangan yaitu cabai. Cabai termasuk dari sekian banyak

komoditas pertanian yang menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan cabai

merupakan komoditas unggulan yang mempunyai nilai ekonomi, sehingga banyak

dibudidayakan di Indonesia.

Jika dilihat dari sisi produksi maka Jawa Tengah termasuk salah satu

daerah penghasil cabai terbesar secara nasional. Sentra produksi cabai terbesar di

Indonesia terdapat di propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Produksi cabai merah di Jawa Tengah tergantung dari hasil produksi cabai

merah pada beberapa daerah penghasil komoditas tersebut. Hampir semua

kabupaten di Jawa Tengah membudidayakan tanaman cabai. Sentra produksi

cabai di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Magelang, Kabupaten

Temanggung, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Blora.

Kabupaten Brebes mempunyai kontribusi terbesar yaitu sebesar 24,6

persen (tahun 2009) terhadap produksi cabai di Jawa Tengah. Pada tahun 2009

3

Kabupaten Temanggung hanya berada di urutan ke empat dengan total produksi

sebesar 161.658 kuintal, padahal pada Tahun 2004 sempat berada pada urutan ke

dua setelah Brebes dengan total produksi sebesar 180.278 kuintal, dan lebih tinggi

dari Kabupaten Magelang yang memproduksi 164.036 kuintal.

Kabupaten Temanggung merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah

yang mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Hal ini dapat

terlihat dari kontribusi sektor pertanian yang mendominasi terhadap Produk

Domestik Regional Bruto sebesar 37,47 %, serta jumlah penduduk yang bekerja

di sektor pertanian yang mencapai 252.641 atau sekitar 61% dari 9 sektor yang

ada.. Salah satu komoditas nggulan di Kabupaten Temanggung adalah cabai.

Pada tahun 2006, luas panen komoditas cabai di Temanggung menurun

drastis dan mengakibatkan produksi komoditas cabai di tahun 2007 turun dari 48

Kw/Ha menjadi hanya 28 Kw/Ha. Pada tahun 2008 jumlah produksi mulai

meningkat kembali dan di tahun 2009, terdapat peningkatan cukup tinggi pada

area luas panen disertai dengan peningkatan jumlah produksi yang mencapai

161.658 kuintal dengan tara-rata 41 Kw/Ha. Rata-rata produksi cabai di

Temangung menunjukkan tren yang fluktuatif.

Berfluktuasinya produksi cabai di Kabupaten Temanggung dalam

kontribusi produksi cabai di Jawa Tengah, kemungkinan besar disebabkan belum

optimalnya penggunaan faktor produksi. Faktor produksi yang dimaksud adalah

luas lahan, jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah pestisida yang digunakan

dalam budidaya cabai.

2. Rumusan Masalah

Selama ini Kabupaten Temanggung hanya terkenal dengan produksi

Tembakau dan Kopi saja. Padahal sebenarnya Kabupaten Temanggung

mempunyai potensi komoditas pertanian lain yaitu cabai merah. Komoditas cabai

dapat dikatakan potensi karena pada tahun 2004 Kabupaten Temanggung

merupakan penghasil cabai merah ke-2 terbanyak di Jawa Tengah setelah

Kabupaten Brebes. Namun produksi cabai merah di Kabupaten Temanggung terus

menurun hingga tahun 2008 yang hanya memproduksi sebesar 92.386 Kw/Ha dan

4

berada di posisi ke 4 setelah Kabupaten Magelang dan Wonosobo. Dan pada

tahun berikutnya mulai menunjukkan peningkatan pada jumlah produksi cabai,

yang menunjukkan bahwa produksi cabai di Temanggung berfluktuasi. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh penggunaan faktor produksi yang belum efisien.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan

permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit,

tenaga kerja, pupuk, dan pestisida terhadap jumlah produksi cabai di

Kabupaten Temanggung?

2. Seberapa besar tingkat efisiensi yang dihasilkan oleh petani cabai di

Kabupaten Temanggung?

3. Seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat dihasilkan dari

usahatani cabai di Kabupaten Temanggung?

3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit,

tenaga kerja, pupuk, dan pestisida terhadap jumlah produksi cabai di

Kabupaten Temanggung.

2. Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani

cabai di kabupaten Temanggung.

3. Menganalisis tigkat keuntungan yang diperoleh usahatani cabai di

kabupaten Temanggung.

3.2 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai brikut:

1. Sebagai informasi bagi penyelenggara usahatani cabai di Kabupaten

Temanggung agar dapat meningkatkan produksi cabai secara efisien.

2. Dapat memberi tambahan informasi bagi dinas dan pihak terkait untuk

menentukan kebijakan di masa mendatang.

5

3. Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian di bidang

yang sama.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1 Landasan Teori

1.1 Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan

metematik antara input yang digunakan untuk menghasilkan suatu tingkat output

tertentu Nicholson (2002). Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam persamaan

berikut ini.

Q = f (K,L,M,…) (2.1)

Dimana Q adalah output barang-barang tertentu selama satu periode, K

adalah input modal yang digunakan selama periode tersebut, L adalah input

tenaga kerja dalam satuan jam, M adalah input bahan mentah yang digunakan.

Dari persamaan (2.1) dapat dijelaskan bahwa jumlah onput tergantung dari

kombinasi penggunaan modal, tenaga kerja dan bahan mentah. Semakin tepat

kombinasi input, semakin besar kemungkinan output dapat diproduksi secara

maksimal.

Dalam teori ekonomi diambil pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari

fungsi produksi yaitu fungsi produksi dari semua produksi dimana semua

produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut The Law of

Deminishing Return. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam input

ditambah penggunaannya sedang input-input lain tetap maka tambahan output

yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan, mula-

mula menaik tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut terus

ditambah.

1.2 Fungsi Produksi Cobb Douglas

Fungsi produksi Cobb Douglas adalah fungsi atau persamaan yang

melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel

6

dependen atau yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen

atau variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003).

Fungsi produksi Cobb Douglas secara matematis bentuknya adalah

sebagai berikut.

Q = A Kα

Lβ (2.2)

Jika diubah ke dalam bentuk linear

Ln Q = Ln A + α Ln K+ β Ln L (2.3)

Q adalah output, L dan K adalah tenaga kerja dan barang modal. α (alpha)

dan β (beta) adalah parameter-parameter positif yang ditentukan oleh data.

Semakin besar nilai α barang teknologi makin maju. Parameter α mengukur

persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K, semntara L

dipertahankan konstan. Demikian pada β mengukur parameter kenaikan Q akibat

kenaikan satu persen L, sementara K dipertahankan konstan. Jadi α dan β masing-

masing adalah elastisitas dari K dan L.

Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka

persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan

persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini :

Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + … + bn Ln Xn + V (2.4)

Dimana Y adalah variabel yang dijelaskan, X adalah variabel yang

menjelaskan, a dan b adalah besaran yang akan diduga, V adalah kesalahan

(disturbance term).

1.3 Isoquan Produksi

Faktor produksi juga dapat dicerminkan dengan menggunakan kurva

isoquan apabila hanya terdapat dua macam input. Kurva isoquan menunjukkan

kombinasi yang berbeda dari tenaga kerja (L) dan barang modal (K), yang

memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Isoquan

yang lebih tinggi mencerminkan jumlah output yang lebih besar dan isoquan yang

lebih rendah mencerminkan jumlah output yang lebih kecil (Salvatore, 1995).

Garis isokuan juga merupakan tempat kedudukan titik-titik yang menunjukkan

titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal (Soekartawi, 1993).

7

1.4 Return To Scale

Return to scale (RTS) atau keadaan skala usaha perlu diketahui untuk

mengetahui kombinasi penggunaan faktor produksi. Menurut Soekartawi (2003),

terdapat tiga kemungkinan dalam nilai return to scale, yaitu:

a. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) < 1, dapat diartikan

bahwa proporsi penambahan faktor produksi lebih kecil dari proporsi

penambahan produksi.

b. Constan return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) = 1, dapat diartikan bahwa

proporsi penambahan faktor produksi akan proporsional dengan proporsi

penambahan produksi yang diperoleh.

c. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) > 1, dapat diartikan

bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan

produksi yang proporsinya lebih besar.

1.5 Efisiensi

Efisiensi merupakan hasil perbandaingan antara output fisik dan input

fisik. Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat

efisiensi yang dicapai. Efisiensi yang dijelaskan oleh Yuto Paulus dan Nugent

dalam A Marhasan (2005) sebagai pencapaian output maksimum dari penggunaan

sumber daya tertentu. Jika output yang dihasilkan lebih besar dari sumber daya

yang digunakan maka semakin tinggi pula tingkat efisisensi yang dicapai.

Konsep efisiensi semakin diperjelas oleh Roger Lee Rey Miller dan Rojer

E Meiners (2000) yang membagi efisiensi menjadi dua jenis yaitu:

1. Efisiensi Teknis

Efisisensi teknis atau technical efisiensi mengharuskan adanya proses

produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi

menghasilkan output dalam jumlah yang sama.

2. Efisiensi Ekonomis

Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan

biaya artinya suatu proses produksi akan efisien serta ekonomis pada suatu

8

tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat dihasilkan output

serupa dengan biaya yang lebih murah.

Efisiensi juga diartikan upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya

untuk mendapatkan produksi sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi

jika petani mampu membuat suatu upaya yaitu jika nilai produk marginal (NPM)

untuk suatu input sama dengan harga input tersebut, atau dapat ditulis sebagai

berikut (Soekartawi 1993):

NPMx = Px atau (2.5)

= 1 (2.6)

Jika keadaan yang terjadi adalah:

1.

< 1 maka penggunaan input x tidak efisien dan perlu mengurangi

penggunaan input.

2.

> 1 maka penggunaan input x tidak efisien dan perlu menambah

penggunaan input.

1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Pertanian

1.6.1 Pengaruh Luas Lahan Terhadap Produksi Pertanian

Mubyarto (1989), lahan sebagai salah satu faktor produksi yang

merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup

besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain

dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan. Meskipun demikian,

Soekartawi (1993) menyatakan bahwa bukan berarti semakin luas lahan pertanian

maka semakin efisien lahan tersebut. Bahkan lahan yang sangat luas dapat terjadi

inefisiensi disebabkan oleh:

1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor-faktor produksi

seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja.

2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja disekitar daerah itu yang pada

akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.

9

3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian tersebut

(Soekartawi, 1993)

Sebaliknya dengan lahan yang luasnya relatif sempit, usaha pengawasan

terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja

tercukupi dan modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar.

1.6.2 Pengaruh Bibit Terhadap Produksi Pertanian

Benih menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Benih yang unggul

cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Sehingga semakin

unggul benih komoditas pertanian, maka semakin tinggi produksi pertanian yang

akan dicapai.

1.6.3 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Pertanian

Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang

sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan

mengurus rumah tangga. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari

keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, isteri dan

anak-anak petani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan

sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah

dinilai dengan uang (Mubyarto 1989). Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan

dalam hari orang kerja (HOK).

1.6.4 Pengaruh Penggunaan Pupuk Terhadap Produksi Pertanian

Pemberian pupuk dengan komposisis yang tepat dapat menghasikan

produk yang berkualitas. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan

pupuk anorganik. Menurut Sutejo (dalam Rahim dan Diah Retno, 2007), pupuk

organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian bagian – bagian atau sisa

tanaman dan binatang, misal pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil,

guano, dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk anorganik atau yang biasa disebut

sebagai pupuk buatan adalah pupuk yang sudah mengalami proses di pabrik

misalnya pupuk urea, TSP, dan KCl.

10

1.6.5 Pengaruh Pestisida Terhadap Produksi Pertanian

Menurut the US Federal Environtment Pestisida Control act, pestisida

adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau

mencegah gangguan serangga, bianatang pengerat, nematode, cendawan, gulma,

virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama. Kecuali virus, bakteri atau jasad

renik yang terdapat pada manusia dan binatang lain.

Penggunaan pestisida yang tepat akan menyebabkan tanaman terbebas dari

penyakit yang disebabkan oleh sejenis jamur yang menyerang pada tanaman,

sehingga tanaman mampu berproduksi secara optimal.

1.7 Analisis Usahatani

Analisis usahatani dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri usahatani yang

bersangkutan. Analisis dilihat dari barbagai aspek, namun biasanya terkait dengan

analisis anggaran arus uang tunai (cash flow) yang terdiri dari produksi dan

nilainya, pengeluaran dan pendapatan.

a. Struktur Penerimaan

Penerimaan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu penerimaan kotor dan

penerimaan bersih. Penerimaan kotor adalah penerimaan yang berasal dari

penjualan hasil produksi usahatani yang diperoleh dari hasil perkalian

jumlah produksi dengan harga jualnya. Dapat ditulis dengan rumus:

Tri = Yi . Pyi (2.7)

Dimana TR adalah penerimaan kotor, Yi adalah produksi yang diperoleh

dalam suatu usahatani i, Py adalah harga Y.

b. Struktur Biaya Usahatani

Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan

biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif

tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh

banyak atau sedikit. Sedangkan biaya tidak tetap merupakan biaya yang

besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Yang termasuk

11

biaya tidak tetap adalah upah tenaga kerja, pembelian bibit, pembelian

pupuk, pembelian pestisida.

Biaya total produksi dirumuskan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC (2.8)

Keterangan:

TC : biaya total produksi

TFC : biaya tetap total

TVC : biaya variabel total

c. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani ditulis dalam rumus:

π = TR – TC (2.9)

π adalah pendapatan usahatani, TR adalah total penerimaan dan TC adalah

total biaya.

Analisis usahatani yang dapat digunakan antara lain analisis R/C (Return

Cost Ratio) adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara

teoritis bila R/C = 1 artinya tidak untung tidak rugi. Sedangkan bila R/C

lebih dari satu maka usahatani dianggap menguntungkan.

2.1 PenelitianTerdahulu

Pada penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan

sebagai referensi dalam penulisan yaitu Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi

Teknik: Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usahatani Cabai di Kecamatan

Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong yang ditulis oleh Ketut Sukiyono

(2004). Analisis Efisiensi Ekonomi Usaha Tani Murbei dan Kokon di Kabupaten

Enrekang yang ditulis oleh A. Marhasan (2005), Efisiensi Produksi Sistem Usaha

Tani Padi Pada Lahan Sawah Irigasi Teknis yang ditulis oleh Dewi Sahara dan

Idris (2005), Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi pada Dua Tipologi Lahan yang

Berbeda di Propinsi Bengkulu dan Faktor-Faktor Determinannya yang ditulis oleh

Sriyoto et al, (2007), dan Efisiensi Faktor-Faktor Produksi dalam Usahatani

Bawang Merah yang ditulis oleh Tety Suciati (2004).

12

2.3 Kerangka Pemikiran

Usahatani adalah kegiatan untuk memproduksi di lingkungan pertanian

yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang

diperoleh. Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani cabai yaitu lahan,

tenaga kerja, pupuk, bibit, dan pestisida akan berpengaruh pada jumlah produksi

yang dihasilkan dan akan mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh petani.

Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam

berproduksi. Efisiensi dalam produksi usahatani cabai dilihat dari hasil

penghitungan efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Penggunaan

faktor produksi yang efisien turut mempengaruhi tingkat pendapatan yang

diperoleh petani dalam suatu usahatani. Keterkaitan antara faktor-faktor produksi

dengan jumlah produksi yang dihasilkan, efisiensi serta pendapatan yang

diperoleh petani dijabarkan dalam gambar kerangka pemikiran teoritis berikut ini:

Gambar

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Sumber: Budi Suprihono (2003) dengan modifikasi seperlunya

Kombinasi faktor

produksi:

- Luas lahan

- Bibit

- Tenaga kerja

- Pupuk

- Pestisida

Produksi

Usahatan

i Cabai

Efisiens

Usahatan

i Cabai

Pendapata

n

Usahatani

Cabai

Efisiensi Harga

Nilai Produksi

Marjinal =

Harga Faktor

Produksi

Efisiensi Teknis

Faktor Produksi

Menghasilkan

Produksi

Maksimum

Efisiensi Ekonomi

Terjadi Bila:

- Efisiensi Teknis

- Efisiensi Harga

13

2.4 Hipotesis

Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan

sebelumnya maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor produksi

(luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida),

2. Diduga proses produksi cabai menunjukkan adanya inefisiensi dalam

penggunaan faktor produksi,

3. Diduga penerimaan yang diperoleh petani cabai di Kabupaten

Temanggung lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dalam usahatani

cabai.

C. METODE PENELITIAN

1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jumlah produksi (Y)

Jumlah produksi adalah jumlah total poduksi cabai yang dihasilkan petani

dalam satu kali masa tanam. Satuan yang dipakai adalah kilogram (kg).

2. Luas lahan (X1)

Luas lahan adalah jumlah luas tanah garapan untuk menanam cabai dalam

satu kali masa tanam. Satuan yang digunakan untuk mengukur luas lahan

adalah meter persegi (m2).

3. Bibit (X2)

Bibit adalah jumlah penggunaan bibit cabai dalam proses produksi dalam

satu kali masa tanam. Satuan yang dipakai adalah Batang.

4. Tenaga kerja (X3)

Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam usahatani

cabai dalam satu kali masa tanam mulai dari mengolah tanah, penanaman,

pemeliharaan sampai panen baik dari dalam keluarga maupun dari luar

keluarga. Tenaga kerja yang digunakan tidak dibedakan atas jenis kelamin.

14

Satuan yang digunakan adalah harian orang kerja (HOK) dengan anggapan

satu hari kerja adalah tujuh jam.

5. Pupuk (X4)

Pupuk adalah jumlah penggunaan pupuk organik dalam satu kali masa

tanam dengan satuan kilogram (Kg).

6. Pestisida (X5)

Pestisida asalah jumlah penggunaan pestisida dalam satu kali masa tanam

dengan satuan mililiter (Ml).

2. Lokasi Penelitian

Kabupaten Temanggung terdapat 17 Kecamatan yang menjadi produsen

cabai. Dalam penelitian ini diambil satu kecamatan yang menghasilkan cabai

terbanyak yaitu Kecamatan Bulu sebagi daerah sampel. Penelitian di Kecamatan

Bulu dilakukan di desa yang menghasilkan cabai paling banyak yaitu Desa

Gondosuli.

3 Pemilihan Sampel

Jumlah seluruh petani seluruh komoditas yang ada di Desa Gondosuli

Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung menurut data Kecamatan Bulu Dalam

Angka 2010, pada tahun 2009 sebanyak 1148 petani, Dikarenakan tidak adanya

data khusus tentang jumlah petani cabai, maka diasumsikan bahwa jumlah petani

cabai adalah jumlah keseluruhan petani seluruh tanaman di Desa tersebut. Data

yang diperoleh dari petugas penyuluh lapangan menyebutkan bahwa selama satu

tahun terkadang tiap musim tanam petani mengganti tanaman sayuran yang

ditanam. Atas dasar kondisi tersebut, maka diasumsikan jumlah populasi petani

cabai yang ada di daerah tersebut adalah sebanyak 1148 petani.

Penetapan besar kecilnya sampel yang akan digunakan dalam penelitian

ini menggunakan rumus menurut pendapat Slovin (Sudikin dan mundir, 2005)

n = ukuran sampel

15

N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran

ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi). Interval

keyakinan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 90 persen.

Berdasarkan hasil tersebut maka jumlah responden yang diperlukan

sebanyak 92 responden petani pemilik lahan. Karakteristik petani adalah homogen

dan jumlah keseluruhan populasi petani cabai di Kecamatan Bulu yang besar tidak

memungkinkan untuk melakukan pengambilan sampel secara keseluruhan.

Pengambilan responden ditentukan dengan non probability sampling

menggunakan metode accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan

peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang ditemi cocok

sebagai sumber data (Sugiyono, 1999).

4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

1. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara

langsung dari sumber aslinya tanpa melalui perantara dalam penelitian ini

yang menjadi narasumber adalah petani di Kecamatan Bulu.

2. Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak

langsung.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

1. Metode wawancara

Data penelitian diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan

petani cabai dengan menggunakan alat panduan kuesioner yang berisi

pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan penelitian.

2. Metode dokumentasi

16

Selain menggunakan metode wawancara data penelitian diperoleh dengan

cara mengumpulkan dan menganalisis data-data yang telah ada baik dari

penelitian-penelitian terdahulu, dokumen, buku dan sebagainya.

6. Metode Analisis

6.1. Metode Fungsi Produksi Cobb Douglas

Model yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara produksi

cabai dengan variabel bebasnya dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi

dengan pendekatan frontier stokastik dengan mengasumsikan fungsi produksi

Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk linier

logaritma natural maka produksi frontier usahatani cabai Desa Gondosuli

Kecamatan Bulu dapat dituliskan sebagai berikut.

LnY = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + V (3.1)

Y = jumlah produksi cabai yang dihasilkan dalam satu kali masa panen

(Kg).

X1 = luas lahan yang digunakan dalam satu kali masa tanam. (m2)

X2 = jumlah bibit yang digunakan dalam satu kali masa tanam (Kg)

X3 = jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali masa tanam (hari

orang kerja/HOK).

X4 = jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam satu kali masa tanam

dalam satuan (Kg).

X5 = jumlah seluruh pestisida yang digunakan dalam satu kali masa tanam

diakumulasikan dalam satuan (ml).

β0-β5 = besaran yang akan diduga

V = kesalahan (disturbance term)

6.2. Uji Efisiensi

6.2.1 Efisiensi Teknis

Nilai efisiensi teknis dapat diketahui dari hasil pengolahan data dengan

Frontier (Versi 4.1c). Justifikasi nilai efisiensinya adalah (Viswanathan et al,

2001):

17

- Jika nilai efisiensi teknis sama dengan satu, maka penggunaan input dalam

usahatani cabai sudah efisien.

- Jika nilai efisiensi teknis tidak sama dengan satu, maka penggunaan input

dalam usahatani cabai belum efisien.

Untuk mendapatkan efisien teknis (TE) dari usaha tani cabai dapat

dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :

TE = exp[E( ui | ei )] (3.2 )

Dimana :

0 TE 1

Jika nilai TE semakin mendekati 1 maka usaha tani dapat dikatakan

semakin efisien secara teknik dan jika nilai TE semakin mendekati 0 maka usaha

tani dapat dikatakan semakin inefisien secara teknik.

6.2.2 Efisiensi Harga

Efisiensi merupakan upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk

mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi harga tercapai apabila

perbandingan antara nilai produktivitas marginal (NPMX) sama dengan harga

input tersebut (PX). (Nicholson, 1995). Secara matematis dapat dituliskan sebagai

berikut :

atau (3.3)

= 1 (3.4)

= atau

= 1 (3.5)

b = elastisitas

Y = produksi

Py = harga produksi Y

X = jumlah faktor produksi X

Px = harga faktor produksi X

Dalam praktek, nilai Y, Py, X dan Px diambil dari rata-ratanya.

18

Efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas

marginal masing-masing input dengan harga inputnya sama dengan satu.

(Nicholson, 1995) Kondisi ini menghendaki NPM sama dengan harga faktor

produksi.

3.6.2.3 Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis

dengan efisiensi harga dari seluruh faktor input, sebuah alokasi sumber daya yang

efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga

mencerminkan preferensi masyarakat (Nicholson, 2002). Dengan kata lain

efisiensi ekonomi akan tercapai jika tercapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.

EE = ET . EH (3.6)

EE : Efisiensi Ekonomi

ET : Efisiensi Tehnik

EH : Efisiensi Harga

Jika nilai efisiensi ekonomi sama dengan satu, maka usahatani yang

dilakukan sudah mencapai tingkat efisiensi.

6.3 Analisis Usahatani

6.3.1 Struktur Biaya

Pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani dalam satu kali masa tanam

terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.biaya tetap (fixed cost) diartikan sebagai

biaya yang dikeluarkan oleh petani yang tidak tergantung pada besarnya output

yang dihasilkan. Biaya variabel (variabel cost) diartikan sebagai biaya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh output yang dihasilkan. Kedua biaya tersebut jika

dijumlahkan akan menghasilkan biaya total:

TC = FC + VC (3.7)

TC : Total cost

FC : Fixed cost

VC : Variabel cost

19

6.3.2 Struktur Pendapatan

Penerimaan yang diperoleh patani merupakan hasil produksi dikalikan

dengan harga produk yang diterima petani. Sedangkan struktur penerimaan petani

adalah hsil pengurangan total penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan

oleh petani dalam satu kali masa tanam.

Untuk menghitung jumlah pendapatan petani digunakan rumus:

π = TR – TC (3.8)

π : Pendapatan petani

TR : Total Revenue (total penerimaan)

TC : Total Cost (total biaya)

Analisis usahatani cabai di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu digunakan

R/C Ratio (Revenue Cost Ratio) untuk mengetahui perbandingan tingkat

keuntungan dan biaya usahatani.

R/C =

(3.9)

Jika R/C Ratio > 1 maka dapat dikatakan usahatani menguntungkan,

sedangkan R/C Ratio < 1 usahatani dikatakan merugikan karena biaya yang

dikelurkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Deskripsi Kabupaten Temanggung

Kabupaten Temanggung mempunyai jarak 120 Km dari ibukota

JawaTengah, secara geografis terletak pada koordinat 7°.14' dan 7°32'35" Lintang

Selatan, 110°23' dan 110°46'30" Bujur Timur. Kondisi tanah Kabupaten

Temanggung yang subur sangat mendukung untuk pengembangan pertanian

sebagai mata pencaharian utama masyarakat. Sektor pertanian masih merupakan

sektor yang penting, hal ini ditunjukkan oleh sebagian besar rumah tangga yang

berusaha pada sektor pertanian dan juga dilihat dari kontribusi sektor pertanian

dalam PDRB sebagai sektor terbesar dalam menyumbang PDRB dibandingkan

dengan sektor-sektor lainnya. Secara administratif Kabupaten Temanggung

20

mempunyai luas wilayah sebesar 870,65 Km2 meliputi 20 Kecamatan terdiri atas

289 Desa/Kelurahan.

2 Deskripsi Kecamatan Bulu

Kecamatan Bulu merupakan salah satu kecamatan dari 20 kecamatan di

wilayah Kabupaten Temanggung. Secara geografis Kecamatan Bulu memiliki luas

wilayah 4.304 ha atau 4,94 % luas Kabupaten Temanggung dengan ketinggian

wilayah rata-rata 772 m diatas permukaan air laut.

Jumlah penduduk di Kecamatan Bulu pada tahun 2009 sebanyak 43.567

jiwa. Dilihat dari jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di

Kecamatan Bulu tidak jauh berbeda. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak

yaitu 21.825 jiwa, dibanding penduduk laki-laki yang terjumlah 21.742 jiwa.

Komposisi penduduk menurut umur berkaitan dengan jumlah penduduk

yang belum produktif, umur produktif dan sudah tidak berproduktif. Penduduk

belum produktif adalah golongan penduduk yang berumur 0-14 tahun, sedangkan

penduduk dengan usia produktif adalah golongan penduduk yang berumur 15-64

tahun. Penduduk yang sudah tidak produktif adalah penduduk yang berumur di

atas 64 tahun (Sisno dalam Sigit Larsito, 2005)

Jumlah penduduk Kecamatan Bulu terbanyak terdapat pada kelompok

umur 30-39 tahun yaitu sebanyak 7.271 jiwa, dan kelompok umur terbesar kedua

pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 5.636 jiwa. Jadi dapat dikatakan

penduduk Kecamatan Bulu terbesar berada pada usia produktif.

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk akan mempengaruhi

kualitas hidup dari masing-masing penduduk yang dapat dilihat dari tingkat

kesejahteraan yang diperoleh. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Bulu pada

tahun 2009 berpendidikan sampai tamat SD (Sekolah Dasar) dengan jumlah 7.775

jiwa (27,19%) sedangkan penduduk yang berhasil menamatkan pendidikan

sampai ke tingkat Akademi/Perguruan Tinggi hanya 534 jiwa (1,86%).

3. Karakteristik Responden

21

Karakterisitik responden dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu umur

responden, jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan, tingkat

pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan yang dimiliki, jenis pengairan,

pekerjaan utama, dan pekerjaan sampingan menjadi beberapa faktor yang

mempengaruhi keputusan responden dalam mengelola usaha tani yang

dijalankannya.

3.1 Usia Responden

Usia petani cabai responden di Kecamatan Bulu berkisar dari 24 tahun

sampai dengan 61 tahun. Rata-rata petani responden berumur 39 tahun. Usia

tersebut merupakan usia yang dapat dikatakan sebagai usia produktif. Usia

produktif merupakan suatu tahap dimana pada usia tersebut kemampuan fisik

petani cukup potensial untuk menjalankan aktivitasnya baik untuk mengolah lahan

maupun untuk mengembangkan usaha tani yang mereka miliki dalam hal ini

usaha tani cabai.

3.2. Jumlah Anggota yang Menjadi Tanggungan

Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan bagi petani sebagai

kepala keluarga akan berpengaruh terhadap motivasi berusaha tani untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Jumlah anggota keluarga berkisar dari 1

anggota sampai dengan 6 anggota. Rata – rata jumlah anggota keluarga mencapai

2,64 (2 orang/KK).

Anggota keluarga merupakan modal tenaga kerja dalam keluarga, pada

umumnya yang terlibat dalam proses usahatani cabai adalah kepala keluarga dan

isteri sehingga ketersediaan tenaga kerja belum mencukupi sehingga pada

kegiatan - kegiatan tertentu seperti saat masa penanaman dan masa panen

diperlukan tambahan tenaga kerja dari luar keluarga.

3.3 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh petani juga berpengaruh

terhadap pola pikir dan penguasaan teknologi. Berdasar pada tingkat pendidikan

formal, sebagian besar responden menempuh pendidikan setara sekolah dasar

(SD) yaitu sebesar 74 persen, sedangkan untuk sekolah lanjutan tingkat pertama

22

(SLTP) sebesar 17 persen dan sekolah menengah umum (SMU) hanya ditempuh

oleh 7 persen responden dan bahkan sebanyak 9 persen responden tidak pernah

merasakan dunia pendidikan.

Dengan jenjang pendidikan formal yang ditempuh petani relatif terbatas

maka pengelolaan usaha tani cabai hanya dijalankan secara sederhana sesuai

dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan dan informasi yang didapatkan antar

petani.

3.4 Pengalaman Bertani

Aspek pengalaman bertani juga berpengaruh terhadap keputusan petani

untuk mengembangkan usaha tani cabai. Pengalaman bertani responden berkisar

dari 1 tahun sampai dengan 18 tahun. Rata – rata pengalaman bertani responden

yang membudidayakan cabai yaitu sebesar 7 tahun.

Dari hasil tersebut, petani dapat dikatakan cukup baru dalam

membudidayakan cabai. Karena harga cabai yang sempat melonjak beberapa

tahun terakhir, petani temanggung mulai mencoba membudidayakan cabai.

Sehingga pengalaman bertani cabai masih cenderung sebentar.

3.5 Mata Pencaharian

Pada masa sekarang ini, sektor pertanian dipandang sebagai sektor yang

penuh dengan resiko dan sebagai sektor yang tidak menguntungkan. Oleh karena

itu, banyak petani tidak sepenuhnya mengandalkan kegiatan usaha tani sebagai

mata pencaharian utama. Seperti juga pada responden yang diteliti, 75 persen

responden menyandarkan hidupnya sebagai petani. Mata pencaharian utama lain

adalah sebagai perangkat desa, pedagang, pegawai, dan tukang ojek.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, responden perlu mencari pekerjaan lain

sebagai pekerjaan sampingan namun tidak semua responden memikirkan hal yang

sama. Keadaan ini terlihat dari masih terdapat responden yang tidak mempunyai

pekerjaan sampingan yaitu sebanyak 69 persen. Responden yang mempunyai

pekerjaan mencapai 30 persen terdiri dari pedagang (9 persen), petani (16 persen),

dan tukang ojek (3 persen).

23

4 Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani cabai di Kecamatan

Bulu, Kabupaten Temanggung untuk penelitian ini hanya dibatasi pada

penggunaan luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja, sedangkan faktor-

faktor produksi lainnya seperti penggunaan modal, kemampuan manajerial,

tingkat tekhnologi tidak ikut diperhitungkan.

4.1 Luas Lahan

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produksi adalah luas lahan.

Penggunaan luas lahan untuk tiap petani sampel di lokasi penelitian cukup

beragam, yaitu antara 200 m2 hingga 20.000 m

2. Dan rata-rata luas lahan yang

digunakan oleh petani sampel yaitu 3.515 m2. Seluruh lahan yang digunakan oleh

petani sampel adalah lahan dengan status kepemilikan sendiri. Lahan yang

digunakan kebanyakan berada di kaki Gunung Sumbing, dengan sistem pengairan

sederhana. Tingkat kesuburan tanah yang tinggi dan dengan suhu yang tergolong

rendah akan sangat mendukung pengembangan usahatani cabai.

4.2 Bibit

Jenis bibit yang digunakan oleh petani di daerah penelitian adalah jenis

bibit cabai keriting hibrida Seminis. Menurut Petani, bibit ini memiliki banyak

keunggulan dibandingkan dengan bibit cabai biasa. Ada beberapa keunggulan

yang dimiliki oleh bibit cabai jenis ini. Keunggulan tersebut antara lain, adptif di

dataran sedang, ukuran buah relativ seragam, rasa pedas, daya simpannya relativ

lama, masa panennya lebih cepat. Tanaman cabai membutuhkan waktu enam

bulan mulai dari proses pengolahan tanah sampai dengan panen. Rata-rata

penggunaan bibit oleh petani sampel sebanyak 7.053 batang.

4.3 Tenaga Kerja

Dalam melakukan usahatani, tenaga kerja adalah salah satu faktor

produksi yang utama, dikarenakan petani tidak hanya menyumbangkan tenaga

saja, tapi lebih dari pada itu. Petani adalah pemimpin usaha tani, mengatur

organisasi produksi secara keseluruhan. Jadi di dalam hal ini kedudukan petani

sangat menentukan dalam usaha tani. Pada usahatani cabai di kecamatan Bulu

24

sebagian besar dilakukan oleh anggota keluarga sendiri, juka tidak memadai

barulah menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.Upah tenaga kerja wanita

dan laki-laki berbeda. Upah tenaga kerja wanita sebesar Rp. 15.000 sedangkan

untuk upah tenaga kerja laki-laki sebesar Rp. 20.000 per harinya. Tenaga kerja

laki-laki lebih banyak digunakan dalam berusahatani, terutama pada saat proses

pengolahan lahan sebelum penanaman, pemeliharaan dan pengangkutan.

Sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak dibutuhkan saat penanaman dan

pemanenan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam sekali masa tanam adalah

sebanyak 173 HOK.

4.4 Pupuk

Pemupukan merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan

hasil produksi yang lebih tinggi. Pupuk yang digunakan oleh petani di daerah

penelitian beragam. Petani sampel menggunakan pupuk organik maupun

anorganik. Namun penggunaan pupuk yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi

hanya pada penggunaan pupuk organik, yakni pupuk kandang. Rata-rata dalam

sekali masa tanam petani menggunkana pupuk sebanyak 4.445 Kilogram.

4.5 Pestisida

Pestisida digunakan untuk membantu petani memberantas hama penyakit

pada tanaman cabai. Tanaman cabai rentan terserang hama penyakit yang

disebabkan oleh sejenis jamur sehingga tanaman cabai terjangkit penyakit

Antracnose atau lebih sering disebut Pathek oleh petani cabai. Para petani sampel

menggunakan fungisida dengan mencampur cairan fungisida murni dengan air,

lalu hasil campuran ini kemudian disemprotkan pada bagian permukaan daun

cabai dengan menggunakan alat penyemprot. Insektisida digunakan petani dengan

tujuan untuk memberantas hama serangga seperti thrips, ulat daun, atau kutu putih

yang pada tanaman cabai. Rata-rata penggunaan pestisida oleh petani sebanyak

3.311 ml/Ha.

5. Estimasi Fungsi Produksi Frontier

Ringkasan hasil analisis fungsi produksi frontier dari usahatani cabai dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

25

Tabel

Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Cabai

No Variabel Koefisien T-Rasio Keputusan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Konstanta

Luas Lahan (LnX1)

Benih (LnX2)

Tebaga Kerja (LnX3)

Pupuk (LnX4)

Pestisida (LnX5)

Sigma Squared

Gamma

Log Likelihood

Return To Scale

Mean Technical Efficiency

Responden (n)

0,6764

0,2182

0,2955

0,2509

0,1891

0,0228

0,0690

0,8568

31,464 0.9768

0,835

92

2,003 *

1,781 **

3,108 *

2,902 *

1,674 **

0,2104

4,1576

8,9455

Signifikan

Signifikan

Signifikan

Signifikan

Signifikan

Tidak Signifikan

Sumber: Data Primer diolah, 2011

Keterangan :

** = Signifikan pada α 10 persen

* = Signifikan pada α 5 persen

t-tabel (α=10 persen) = 1,658

t-tabel (α=5 persen) = 1,980

Df = 87

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel luas lahan mempunyai

pengaruh positif signifikan terhadap jumlah produksi. Hasil penelitian ini sesuai

dengan hasil penelitian Tety Suciaty (2004) dengan judul Efisiensi Faktor-Faktor

Produksi Dalam Usaha Tani Bawang Merah, yang menyatakan bahwa faktor

lahan merupakan faktor produksi yang paling besar pengaruhnya dalam

menentukan tingkat produksi.

Variabel bibit mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah

produksi cabai. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Ketut Sukiyono (2004) dengan judul Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi

Teknik : Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usaha Tani Cabai di Kecamatan

Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong diperoleh hasil bahwa benih

berpengaruh secara nyata positif terhadap jumlah produksi cabai.

Variabel Tenaga kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap jumlah produksi cabai. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi

cabai di Kecamatan Bulu dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja. Hasil ini

26

sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tety Suciaty (2004) dengan judul

Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Dalam Usaha Tani Bawang Merah, dengan hasil

faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang berpengaruh positif dalam

menentukan tingkat produksi.

Variabel pupuk mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

jumlah produksi cabai. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ketut

Sukiyono (2004) dengan judul Analis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik :

Aplikasi Fungsi Produksi Frontier Pada Usaha Tani Cabai di Kecamatan Selupu

Rejang Kabupaten Rejang Lebong diperoleh hasil bahwa variabel pupuk kandang

berpengaruh secara nyata positif terhadap jumlah produksi cabai.

Variabel pestisida mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah produksi,

namun ditemukan tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi

cabai di Kecamatan Bulu tidak dipengaruhi oleh penggunaan pestisida, hasil ini

bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Sahara dan Idris (2005)

dengan judul Efisiensi Produksi Sistem Usaha Tani Padi Pada Lahan Sawah

Irigasi Teknis, yang menunjukkan bahwa pestisida berpengaruh nyata positif

terhadap produksi padi. Tidak berpengaruhnya penggunaan faktor produksi

pestisida pada usahatani cabai di daerah penelitian disebabkan karena kebiasaan

petani di daerah sampel yang melakukan penyemprotan pestisida secara rutin

menghiraukan sudah sejauh mana tanaman terkena penyakit. Sehingga

penggunaan pestisida melebihi dari yang dianjurkan. Penggunaan pestisida yang

dianjurkan adalah sebanyak 2500 ml/Ha. Sedangkan rata-rata petani

menggunakan 3312 ml/Ha.

6. Efisiensi Teknis

Efisiensi teknik digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana seorang

petani mengubah masukan menjadi keluaran pada tingkat ekonomi dan teknologi

tertentu (Ketut Sukiyono, 2004). Konsep efisiensi semakin diperjelas oleh Roger

Le Rey Miller dan Roger E. Meiners (2000) yang menyatakan bahwa efisiensi

teknis (technical efficiency) mengharuskan atau mensyaratkan adanya proses

produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan

27

output dalam jumlah yang sama. Tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor

produksi pada usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung dapat

diketahui dari dari hasil pengolahan data dengan bantuan software Frontier

Version 4.1c. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari 92 responden tersebut

diperoleh nilai rata-rata efisiensi teknisnya mencapai 0,83 nilai efisiensi teknis

tersebut memberi makna bahwa rata-rata petani sampel dapat mencapai 83 persen

dari potensial produksi yang diperoleh dari kombinasi faktor produksi yang

dikorbankan. Nilai rata-rata efisiensi teknik tersebut masih dibawah 1, artinya

bahwa usahatani cabai yang dilakukan oleh petani sampel masih belum efisien,

masih terdapat peluang potensi sebesar 17 persen untuk meningkatkan produksi

cabai di daerah penelitian, jika nilai efisiensi teknik sudah semakin mendekati 1

maka berarti semakin tinggi tingkat efisiensi teknik yang dicapai dalam usahatani.

Secara individual tingkat efisiensi teknik yang dicapai oleh masing – masing

petani di daerah penelitian cukup beragam, yakni dari 0,48 dan yang tertinggi

0,96.

7. Efisiensi Harga dan Efisiensi Ekonomi

Input yang digunakan dalam menjalankan usahatani cabai adalah luas

lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Namun karena lahan yang

digunakan oleh petani sampel adalah milik sendiri, maka diasumsikan tidak ada

biaya variabel untuk penggunaan lahan. Hasil analisis efisiensi harga dan efisiensi

ekonomi untuk usahatani cabai dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel

Nilai Efisiensi Harga Dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Cabai

No Variabel Koefisien Ratio

NPM/Harga Input Efisiensi

1.

2.

3.

4.

5.

Benih

Tenaga Kerja

Pupuk

Pestisida

Jumlah

0,2955

0,2509

0,1891

0,0228

0,9768

2,962

1,806

0,410

0,299

5,276

EH = 1,259

ET = 0,835

EE = 1,102

Sumber: Data Primer diolah, 2011

28

Tabel di atas menjelaskan kondisi usahatani cabai di Kecamatan Bulu,

Kabupaten Temanggung, nilai efisiensi harga (EH) lebih dari 1 yaitu sebesar

sebesar 1,259 yang artinya penggunaan input produksi belum efisien dan perlu

menambahkan kuantitas penggunaan input produksi. hasil ini sejalan dengan

anjuran penggunaan faktor-faktor produksi yang telah ditetapkan oleh dinas

pertanian Kabupaten Temanggung dalam berusaha tani cabai. Penggunaan faktor

produksi yang masih dibawah dari standart anjuran adalah penggunaan bibit, dan

tenaga kerja. Penambahan jumlah produksi cabai dapat dilakukan dengan

penambahan penggunaan faktor produksi bibit, dan tenaga kerja yang masih

dimungkinkan hingga mencapai anjuran, hal ini sesuai dengan hukum the law of

deminishing return, yaitu apabila suatu input ditambahkan maka akan terjadi

penambahan hasil, namun apabila input tersebut ditambahkan secara terus

menerus maka pertambahan hasil yang dihasilkan akan semakin menurun.

Menurut anjuran tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak 600 HOK per

hektar. Sedangkan di Desa Gondosuli rata-rata penggunaan tenaga kerja sebanyak

173 HOK. Berdasarkan nilai efisiensi teknis (ET) dan nilai efisiensi harga (EH)

maka efisiensi ekonomi (EE) dapat diketahui yaitu sebesar 1,102. Hal ini

menunjukkan bahwa usahatani cabai tidak efisien, dengan demikian perlu

dilakukan penambahan penggunaan faktor produksi yaitu pada pengunaan bibit

dan tenaga kerja.

8. Return To Scale (RTS)

Return to Scale merupakan suatu keadaan dimana output meningkat

sebagai respon adanya kenaikan yang proposional dari seluruh input (Nicholson,

2002). Return to scale produksi cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten

Temanggung dapat diketahui dengan penjumlahan setiap koefisien variabel

dependen. Skala hasil pada produksi cabai, di Kecamatan Bulu, Kabupaten

Temanggung adalah 0,976. Berdasarkan hasil ini, angka return to scale kurang

dari satu yang berarti berada pada kondisi decreasing return to scale (DRS).

Decreasing return to scale terjadi bila kenaikan input lebih besar dari kenaikan

29

output. Nilai DRS sebesar 0,976 berarti bila terjadi penambahan faktor produksi

sebesar satu persen akan menaikkan kuantitas output sebesar 0,976 persen.

9. Penerimaan, Pengeluaran dan R/C Rasio Usahatani Cabai

Penggunaan kombinasi faktor produksi yang efisien dapat menghasilkan

hasil produksi yang maksimal. Jumlah produksi yang maksimal memberikan

keuntungan yang maksimal pula bagi petani. Total pendapatan, biaya dan R/C

ratio usahatani cabai di Desa Gondosuli dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel

Pendapatan Dan Biaya Rata-Rata Usahatani Cabai

No Keterangan Rata-rata (Rp) Persentase

1.

2.

3

4.

Penerimaan

Biaya Variabel

-Tenga Kerja

- Benih

- Pestisida

- Pupuk Kandang

Biaya Total

Pendapatan Bersih (1-3)

9.414.057

1.308.206

1.007.025

717.663

4.336.359

7.369.935

2.044.803

10,70

13,90

7,62

46,06

100

5. R/C Ratio (1/3) 1,277

Sumber: Data Primer diolah, 2011

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata biaya yang dibutuhkan oleh

petani dalam usahatani cabai adalah sebesar Rp 7.369.935. Jumlah pembiayaan

yang terbesar digunakan untuk membayar pupuk yaitu sebesar Rp 4.336.359,00

atau 46,06 persen dari total biaya. Total penerimaan usahatani cabai adalah Rp

9.414.057,00. Maka diperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp

2.044.803,00. Nilai R/C Ratio diperoleh dengan membandingkan total penerimaan

dengan total biaya yang dikeluarkan, yaitu sebesar 1,277. Hal ini berarti bahwa

usahatani cabai di daerah penelitian masih menguntungkan untuk terus dilakukan.

30

E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai

pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk, fungisida,

insetisida, dan tenaga kerja terhadap jumlah produksi cabai dengan menggunakan

model analisis linier berganda selain itu juga bertujuan untuk mengetahui tingkat

efisiensi produksi pada usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten

Temanggung yang dilihat dari efisiensi tehnik, efisiensi harga dan efisiensi

ekonomi. Berdasarkan hasil analisis data serta pembahasan yang telah dipaparkan

pada Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Variabel-variabel usahatani cabai yang signifikan berpengaruh pada

produksi cabai adalah luas lahan, bibit, tenaga kerja dan pupuk. Variabel

yang tidak signifikan terhadap produksi cabai adalah pestisida karena

digunakan secara rutin oleh petani tanpa memepertimbangkan ada

tidaknya hama/penyakit sehingga penggunaan berlebih..

2. Rata–rata efisiensi teknik usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten

Temanggung mencapai 0,83 hampir mendekati 1 yang berarti produksi

cabai pada daerah penelitian belum efisien sehingga masih terdapat

peluang sebesar 17 persen untuk meningkatkan produksi cabai di daerah

tersebut.

3. Efisiensi harga pada daerah penelitian lebih besar dari 1, yaitu sebesar

1,259 yang artinya penggunaan input produksi belum efisien.

4. Efisiensi ekonomi akan tercapai jika suatu usahatani mencapai efisiensi

teknik dan efisiensi harga. Oleh karena usahatani cabai di Kecamatan

Bulu, Kabupaten Temanggung belum mencapai efisiensi baik teknik

maupun harga maka usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten

Temanggung belum mencapai tingkat efisiensi ekonomi.

5. Nilai Return to Scale pada usahatani cabai di Desa Gondosuli sebesar

0,976. Hal ini berarti usahatani cabai dalam kondisi skala hasil yang

menurun (Decreasing Return to Scale). Nilai DRS sebesar 0,976 berarti

31

bila terjadi penambahan faktor produksi sebesar satu persen, akan

menikkan pertambahan output sebesar 0,976 persen.

6. Hasil perhitungan pendapatan dan biaya usahatani cabai di Desa

Gondosuli diperoleh R/C ratio sebesar 1,277. Dapat diartikan bahwa

usahatani cabai di daerah penelitian masih menguntungkan bagi petani

cabai.

2. Saran

Setelah melakukan penelitian, adapun beberapa hal yang dapat penulis

sampaikan guna perbaikan di masa yang akan datang baik untuk pemerintah

Kabupaten Temanggung ataupun penelitian selanjutnya, meliputi :

1. Usahatani cabai yang dilakukan di Kecamatan Bulu, Kabupaten

Temanggung berada pada kondisi Decreasing return to scale, dan belum

mencapai efisiensi. Untuk mencapai efisiensi diperlukan pengurangan pada

penggunaan pupuk dan pestisida kerena telah melebihi dari yang

dianjurkan.

2. Diperlukan penyuluhan rutin bagi petani cabai terhadap kemajuan budidaya

cabai sehingga petani tidak ketinggalan informasi dan dapat menggunakan

faktor-faktor produksi secara tepat.

3. Perhitungan Return to scale yang menunjukkan kondisi usahatani dengan

skala hasil yang menurun (Decreasing Return to Scale) maka diperlikan

suatu perbaikan dalam proses produksi cabai baik dalam hal pengolahan

tanah sampai pada penggunaan faktor produksi yang tepat. Tingkat

kesuburan tanah perlu diperhatikan karena lahan digunakan secara

bergantian untuk menanam tanaman lain.

32

F. REFERENSI

A. Marhasan. 2005. Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Murbei Dan Kokon

DiKabupaten Enrekang. Http://Www.Google.Co.Id/#Hl=Id&Q=Marha

san+Analisis+Efisiensi+Ekonomi+Usahatani+Murbei+Dan+Kokon+Di+

Kabupaten+Enrekang&Aq=F&Aqi=&Aql=&Oq=&Gs_Rfai=&Fp=A866

37e519b879be. diakses 14 Januari 2011

Abd. Rahim dan Diah Retno. 2007. Pengantar, Teori dan Kasus Ekonomika

Pertanian. Depok : Penebar Swadaya

Ari Sudarman. 1999. Teori Ekonomi Mikro.Yogyakarta : BPFE.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005-2010. Kabupaten Temanggung Dalam Angka.

_______________________. 2008. Kecamatan Bulu Dalam Angka.

_______________________. 2005-2010. Propinsi Jawa Tengah Dalam Angka.

_______________________. 2009. Statistik Indonesia.

Bambang Prasetyo dan Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif.

Jakarta : Rajawali Pers.

Dewi Sahara dan Idris. 2005. Efisiensi Produksi Sistem Usaha Tani Padi Pada

Lahan Sawah IrigasiTeknis.Http://www.ejournal.unud.ac.id/abstrak/%

287%29%20socadewi%20sahara%20dan%20indriefisiensi%20produksi

%281%29.pdf. diakses 14 Januari 2011

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Indah Susantun, 2000. Fungsi Keuntungan Cobb Douglas Dalam Pendugaan

Efisiensi Ekonomi Relatif, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.5 No.1

Ketut Sukiyono. 2004. Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik: Aplikasi

Fungsi Produksi Frontier pada Usahatani Cabai. Jurnal Agro Ekonomi

Vol.23 No.2

Masri Singarimbun dan Effendi Sofian. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta

:LP3ES.

Miller, R. Leroy., Meiner, Roger E. 2000. Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : Raja

Grafindo.

Moch. Nazir, 1999. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : LP3ES

Nicholson, Walter. 1995, Mikroekonomi Intermediate. Jakarta : Binarupa Aksara

______________. 2002, Mikroekonomi Intermediate. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Salvatore, Dominick. 1995. Teori Mikroekonomi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Soekartawi, 2003, Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis

Fungsi Cobb Douglas, Cetakan ke-3, Rajawali Pers, Jakarta

Tety Suciaty. 2004. Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Dalam Usahatani Bawang

Merah. http://www.google.co.id/search?hl=id&source=hp&q=Tety+Suci

aty%2C2004%2C+Efisiensi+FaktorFaktor+Produksi+Dalam+Usahatani

+Bawang+Merah&btnG=Penelusuran+Google. diakses 14 Januari 2011

Witono Adiyoga. 1999. Beberapa Alternatif Pendekatan Untuk Mengukur

Efisiensi atau In-Efisiensi Dalam Usaha Tani. http://www.litbang.

deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/witono.pdf. diakses 14 Januari 2011